Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok
kehilangan protein. Adapun istilah demam dengue adalah sindrom jinak yang
disebabkan oleh beberapa virus yang dibawa arthropoda, ditandai dengan demam
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undefferntiated febrile
illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) dan demam berdarah
klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, DBD, dan
DSS sebagai kasus yang dirawat dirumah sakit merupakan puncak gunung es
yang kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent
1. Suspek Infeksi Dengue ialah penderita demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tanda
1
sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif, leucopenia dan
• Nyeri abdominal
• Letargi
dengan dasar nilai hematokrit normal atau tidak ditemukan adanya kebocoran
2. Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta
seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia
leukopenia ( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah trombosit cenderung menurun <
2
dan/atau efusi pleura, dan/atau ascites, dan/atau hypoproteinemia/
DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau
IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).
4. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat
III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut
nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (² 20 mmHg) atau
hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi
gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun
tekanan darah).
II. EPIDEMOLOGI
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
3
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi
peningkatan kasus pada tahun 2015. Target Renstra Kementerian Kesehatan untuk
angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar < 49 per 100.000 penduduk, dengan
4
Berikut tren angka kesakitan DBD selama kurun waktu 2008-2015.
dilihat pada Gambar 1. Pada tahun 2015 terdapat sebanyak 21 provinsi (61,8%)
yang telah mencapai target renstra 2015. Provinsi dengan angka kesakitan DBD
tertinggi tahun 2015 yaitu Bali sebesar 257,75, Kalimantan Timur sebesar 188,46,
5
Kematian akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR >1%. Dengan
demikian pada tahun 2015 terdapat 5 provinsi yang memiliki CFR tinggi yaitu
(2,33%), dan Bengkulu (1,99%). Pada provinsi tersebut masih perlu upaya
SDM kesehatan di rumah sakit dan puskesmas (dokter, perawat dan lain-lain)
kematian, diikuti oleh Jawa Tengah (255 kematian) dan Kalimantan Timur
(65 kematian).
6
III. PENYEBAB
Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single
standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris
Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein
(M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS).
Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas
Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama
namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa
7
Gambar 3: Virus Dengue
IV. VEKTOR
Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue.
8
V. PATOGENESIS
Hipotesis infeksi heterolog sekunder oleh Halstead pada tahun 1973 (the
hypothesis) sampai saat ini masih dianut oleh sebagian besar sarjana sebagai
menderita DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue
yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar diantara 6 bulan – 5
pada seorang anak wanita berumur 3 tahun di jakarta yang mengalami infeksi
primer. Kelemahan hipotesis kedua ialah tidak adanya bukti eksperimental, baik
9
Gambar 5: Patogenesis terjadinya syok pada DBD
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah :
10
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan
dan C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
kebocoran plasma.
tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler
11
peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi
melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga
berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak
12
Gambar 6: Patofisiologi berdasarkan gejala yang muncul pada DHF :
13
Gambaran klinis pada infeksi virus dengue mulai dari asimptomatis
sampai keadaan yang berat bahkan sampai menyebabkan kematian jika tidak
Undifferentiated febrile illness (UF), dengue fever (DF), dengue hemoragic fever
(DHF), dengue shock syndrom (DSS), dan unusual dengue (UD) atau expanded
Dengue hemoragic fever (DHF) gambaran klinis pada fase febrile tampak
sama pada kelompok DF. Temuan khas pada DHF adalah peningkatan
pleura dan cavitas peritoneum maka dapat menyeabkan efusi pleura dan
asites.
dengan DHF namun pada DSS kebocoran plasma yang terjadi sangat hebat
jarang terjadi, dengan kasus DHF disertai syok yang berkepanjangan atau
14
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan
farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat
gastrointestinal.
2. Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan
15
Gambar 8: Gambaran klinis tiap fase dengue
VII. DIAGNOSIS
dengue. Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe
demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya
gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja,
rumah yang sakit serupa. Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan
ptekie atau tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak
16
ditemukan maka lakukan uji torniket. Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30 %
isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus.
ke-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun.
Ig M masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi
infeksi primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke -14 dengan
titer yang rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat
terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1 :2560) dan dapat bertahan
seumur hidup1.
pemeriksaan serologis lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam
darah pada hari pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya cukup mudah,
praktis dan tidak memerlukan waktu lama. Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-l
yang spesifik terdapat pada virus dengue ini diharapkan diagnosis infeksi dengue
17
Penelitian Dussart dkk (2002) pada sampel darah penderita infeksi dengue
di Guyana menunjukkan Ag NS-l dapat terdeteksi mulai hari ke-0 (onset demam)
hingga hari ke-9 dalarn jumlah yang cukup tinggi. Pada penelitian ini didapatkan
Gambar 9: Timeline infeksi dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik
18
retro-orbital, bukti kebocoran plasma.
dengue positif
serta gelisah)
terukur.
* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (DSS)
19
a. Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit
• Nyeri kepala.
• Nyeri retro-orbital.
• Mialgia / artralgia.
• Ruam kulit.
• Leukopenia.
dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
kriteria laboratoris. Kasus DBD yang menjadi lebih berat, menjadi kasus Dengue
Kriteria Klinik 1. Demam tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hari
20
melena
3. Pembesaran hati
lebih.
umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau setelah demam
menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat di terangkan dengan
darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi
cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase
syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Fabie
21
Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil
sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang
dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus
segera diobati apabila terlambat pasien dapat mengalami syok berat (profound
shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana
dengan pengobatan yang tepat segera terjadi masa penyembuhan dengan cepat.
Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik merupakan
terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan
bersifat sementara.
22
VIII. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang
luas. Pada hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan
demam ke 3-4, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala
klinis lain sperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata.
gejala klinis lain seperti tipe dan lama demam dapat membantu.
virus pernafasan dan seperti influenza dan stadium awal malaria, scrub tifus,
seperti dengue tetapi tanpa ruam: demem tick Colorado, demam lalat pasir
23
Tabel 3: Gejala kontitusi non-spesifik pada demam berdarah dengue dan demam
cikungunyah
IX. KOMPLIKASI
2. komplikasi DBD
DIC dan kegagalan multiorgan seperti hati dan disfungsi ginjal. yang lebih
pernapasan, kongesti paru akut dan / atau gagal jantung. Pemberian cairan
24
terapi yang terus berlanjut setelah periode kebocoran plasma juga akan
menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung, terutama ketika ada
reabsorpsi cairan extravasasi. Selain itu, syok yang berkepanjangan dan terapi
misalnya encephalopathy.
laporan peningkatan kasus DF dan DHF dengan manifestasi yang tidak biasa.
terisolasi lainnya. Hal Ini dapat dijelaskan sebagai komplikasi syok sangat
X. TATA LAKSANA
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue , prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
25
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
Tata laksana dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang terbagi atas 3
fase. Pada fase demam yang diperlukan hanya pengobatan simtomatik dan
10mg/kg/dosis selang 4 jam apabila suhu >380C. Pemberian aspirin dan ibuprofen
Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit,
larutan gula-garam, jus buah, susu, dan lain-lain. Apabila pasien memperlihatkan
tanda dehidrasi dan muntah hebat, koreksi dehidrasi sesuai kebutuhan. Apabila
cairan intravena perlu diberikan, maka pada fase ini biasanya kebutuhan sesuai
rumatan. Semua pasien tersangka dengue harus diawasi dengan ketatsejak hari
sakit ke-3. Selama fase demam, belum dapat dibedakan antara DD dengan DBD.
DD. Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien demam dengue
akan masuk dalam fase penyembuhan, sedangkan pasien DBD memasuki fase
kritis.
26
Hati yang membesar dan lunak merupakan indikator fase kritis.Pasien
harus diawasi ketat dan dirawat di rumah sakit. Leukopenia <5000 sel/ mm3 dan
waktu 24 jam pasien akan bebas demam serta memasuki fase kritis.
fase kritis dan memerlukan pengobatan cairan intravena apabila tidak dapat
minum oral. Pasien harus dirawat dan diberikan cairan sesuai kebutuhan. Tanda
vital, hasil laboratorium, asupan dan luaran cairan harus dicatat dalam lembar
pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum karena anoreksia atau dan
muntah. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada pasien dengan risiko tinggi, seperti
bayi, DBD derajat III dan IV, obesitas, perdarahan berat, penurunan kesadaran,
adanya penyulit lain, seperti kelainan jantung bawaan dll, atau rujukan dari
ditandai dengan peningkatan Ht 10-20% atau pasien tidak mau makan dan minum
melalui oral. Cairan yang dipilih adalah golongan kristaloid (ringer laktat dan
ringer asetat). Selama fase kritis pasien harus menerima cairan rumatan ditambah
defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang. Pada pasien dengan berat badan lebih
dari 40 kg, total cairan intravena setara dewasa, yaitu 3000 ml/24 jam. Pada
27
kasus non syok, untuk pasien dengan berat badan (BB) <15 kg, pemberian cairan
diawali dengan tetesan 6-7 ml/kg/jam, antara 15-40 kg dengan 5 ml/kg/jam, dan
pada anak dengan BB >40 kg, cairan cukup diberikan dengan tetesan 3-4
ml/kg/jam.
Cairan awal
RL NaCL 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5
6-7 ml/KgBB/Jam
5 ml/KgBB/Jam
Distress pernapasan
Ht naik Hb Ht turun
IVFD stop pada 24-48 jam Tek. Nadi ≤ 20 mmHg
Bila tanda vital/Ht stabil
Diuresis cukup
Perbaikan
Bagan. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan Peningkatan Ht ≥20%2
28
Setelah masa kritis terlampaui, pasien akan masuk dalam fase
penyembuhan, yaitu saat keadaan overload mengancam. Pada pasien DBD, cairan
luaran urin. Pada fase ini sering dipergunakan antipiretik yang tidak tepat dan
pemberian antibiotik yang tidak perlu. Cairan intravena tidak perlu diberikan
saluran cerna, atau gangguan organ berat. Tata laksana dini pemberian cairan
berikan cairan sebanyak-banyaknya 10-20 ml/kgBB atau tetesan lepas selama 10-
15 menit sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian turunkan sampai
10 ml/kg/jam. Berikan oksigen pada kasus dengan syok. Enam sampai 12 jam
pertama setelah syok, tekanan darah dan nadi merupakan parameter penting untuk
29
menentukan tetesan cairan, tetapi kemudian perhitungkan semua parameter
tidak dapat dikurangi menjadi <10ml/kg/jam karena tanda vital tidak stabil
(tekanan nadi sempit, cepat dan lemah), ulangi pemeriksaan Ht. Dalam keadaan
syok berulang atau syok berkepanjangan). Apabila ada kenaikan Ht, ganti cairan
dengan koloid yang sesuai, dengan tetesan 10ml/kg/jam. Siapkan darah dan nilai
dan pantau nilai Ht lebih sering. Berikan transfusi darah sesuai kebutuhan bila
perlu. Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat. I ndikasi transfusi darah
adalah bila terdapat kehilangan darah bermakna, misalnya >10% volume darah
total. (T\total volume darah= 80 ml/kg). Berikan darah sesuai kebutuhan. Setelah
6 jam, apabila Ht menurun, meski telah diberikan sejumlah besar cairan pengganti
dan didapatkan penurunan Ht, maka mungkin terdapat perdarahan bermakna yang
apabila ada penurunan Ht dan tanda vital yang tidak stabil meski telah diberi
cairan pengganti dengan volume cukup banyak. Pada keadaan demikian, berikan
30
packed red cell (PRC) 5 ml/kg/kali. Apabila tidak tersedia, dapat diberikan
disebabkan terutama oleh syok berkepanjangan atau syok berulang. Meski jumlah
trombosit rendah, dengan pemberian cairan pengganti yang seksama dalam fase
cairan harus dipantau dengan ketat bergantung beratnya derajat kebocoran plasma
yang dapat dilihat dari nilai Ht, tanda vital, dan luaran urin, untuk menghindari
kelebihan cairan (kebocoran lebih cepat pada 6-12 jam pertama). Apabila pasien
terjadinya perdarahan semakin besar. Hindari tindakan prosedur yang tidak perlu,
hentikan pemberian cairan apabila pasien sudah masuk fase penyembuhan untuk
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi
dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Tanda pasien masuk ke dalam fase
31
penyembuhan adalah keadaan umum membaik, meningkatnya nafsu makan, tanda
vital stabil, Ht stabil dan menurun sampai 35-40%, dan diuresis cukup. Pada fase
Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini. Apabila
nafsu makan tidak meningkat dan dan perut terlihat kembung dengan atau tanpa
penurunan atau menghilangnya bising usus, kadar kalium harus diperiksa karena
sering terjadi hipokalemia (fase diuresis). Buah-buahan, jus buah atau larutan
terdapat demam tanpa antipiretik, kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai
Ht stabil,tiga hari sesudah syok teratasi, tidak ada sesak napas atau takipnea, dan
memantau tetesan dan jumlah cairan pengganti selama fase kritis. Pemberian
cairan yang berkelebihan atau lebih lama dari masa kebocoran plasma, kegagalan
tidak perlu, serta kegagalan memantau pasien berobat jalan, dan penggunaan pipa
jauh berbeda dengan klasifikasi WHO 1997 yang selama ini dipergunakan di
32
Indonesia. Dalam tata laksana kasus dengue terdapat dua keadaan klinis yang
unit gawat darurat atau puskesmas. Dalam sistem triase tersebut, dapat
dipilah pasien dengue dengan warning signs dan pasien yang dapat
Tata laksana kasus sindrom syok dengue (DSS) dengan dasar pemberian
cairan yang adekuat dan monitor kadar hematokrit. Apabila syok belum
33
Gambar 12. Flow chart penggantian volume cairan pada sindrom syok dengue
komplikasi*
adekuat
34
Pada tabel 5 tertera beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan apabila
kita menghadapi kasus dengue berat yang tidak tampak membaik walaupun
termasuk kalsium, kadar gula darah dalam serum, dan segera dikoreksi apabila
terdapat kelainan.
Jenis Cairan
laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), ringer asetat
(RA), atatu deksrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), NaCL 0,9% atau
Berdasarkan rekomendasi WHO 2011, prinsip umum terapi cairan dengue ialah
sebagai berikut:
35
4. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24-48 jam
pada kasus syok. Pada kasus tanpa syok, durasi terapi tidak lebih dari 60-
72 jam.
XI. PENCEGAHAN
36
dengue berbeda dengan nyamuk rumah biasa. Nyamuk ini memiliki belang hitam
- putih di badan, kepala, dan kakinya dan terbang pada siang hari. Nyamuk betina
berkembang menjadi pupa, kemudian menjadi nyamuk dewasa. Siklus nyamuk ini
berlangsung cepat, yaitu setiap 1 minggu sekali. Satu ekor nyamuk betina dapat
Strategi pencegahan DBD pada rumah tangga yang lama dikenal adalah
3M Plus. Perlu diketahui bahwa 3M terdiri dari menguras bak mandi, menutup
tempat penampungan air (TPA), dan mendaur ulang barang bekas. Pengurasan
bak mandi tidak hanya dengan air, namun juga perlu penyikatan dinding bak
karena jentik nyamuk dapat menempel pada dinding. Sebaiknya pengurasan bak
dilakukan setiap 1 minggu sekali, sesuai dengan daur hidup nyamuk. Untuk
genangan air yang tidak terjangkau dan tidak dapat dikuras (seperti talang air
hujan), dapat ditaburkan bubuk larvasida (abate). Tindakan Plus lain yang dapat
dilakukan adalah penggunaan kelambu saat tidur dan lotion anti nyamuk, serta
bermanfaat untuk membasmi nyamuk dewasa; jentik tidak dapat mati dengan
pengasapan.
Usaha pembasmian jentik tidak cukup pada tingkat rumah tangga. Pada
tingkat lingkungan yang lebih besar, pengendalian jentik dapat dilakukan dengan
menggerakkan juru pemantau jentik (jumantik). Jumantik adalah satu orang pada
37
satu rumah yang bertugas memantau keberadaan jentik dan mendorong upaya
pemberantasannya.
VAKSINASI
pencegahan infeksi virus dengue pada 15 April 2016 lalu. Nama vaksin yang
diresmikan oleh WHO ini adalah Dengvaxia, vaksin yang telah diteliti selama dua
puluh tahun ini merupakan hasil penelitian Sanofi Pasteur. Empat negara,
Vaksin ini diberikan secara tiga kali selama satu tahun melalui cara suntik. Vaksin
ini ditujukan untuk populasi yang berumur lebih dari sembilan tahun yang
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sampai tahun 2019, vaksin DBD sudah
tetravalen impor milik Sanofi Pasteur untuk diproduksi dan diedarkan di daerah
38