Вы находитесь на странице: 1из 16

PROPOSAL KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN SAPI POTONG

PADA CV. WAHYU FARM SEJAHTERA CIAWI, BOGOR

FACHRI ACHMAD FAUZI

A. 1610326

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS DJUANDA

BOGOR

2019
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi potong merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat
penting dan dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan akan konsumsi daging sapi
akan terus mengalami peningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk,
perbaikan ekonomi masyarakat serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya mengkonsumsi protein hewani. Ditambah lagi dengan daya beli dan
perbaikan ekonomi masyarakat sehingga mereka bisa mancukupi kebutuhan
konsumsi protein hewani.
Peningkatan populasi sapi potong disebabkan oleh perkembangan dan
kemajuan informasi mengenai dunia peternakan, sementara peningkatan populasi
penduduk juga semakin meningkat sebagai pangsa pasar bagi peternak sapi
potong di indonesia. Karena peningkatan populsi tersebut masih belum mampu
memenuhi kebutuhan akan daging sapi di dalam negeri. Upaya untuk memenuhi
permintaan tersebut membuka peluang bagi peternak untuk melakukan
pengembangan terhadap populasi dan produktivitas sapi potong. Untuk
mengembangkan dan meningkatan produktivitas sapi potong perlu dilakukan
manajemen pemeliharaan yang baik.
Manajenmen pemeliharan yang baik harus memperhatikan aspek-aspek
terkait dalam pemeliharaan sapi potong. Aspek-aspek tersebut meliputi pakan
yang diberikan, perkandangan, penanganan kesehatan, pengelolaan limbah, serta
aspek terkait lainya diharapkan menghasilkan produktivitas yang tinggi.
CV.Wahyu Farm Sejahtera merupakan salah satu peternakan yang bergerak
dibidang peternakan ruminansia, khususnya penggemukan sapi potong. Untuk
meningkatkan produktivitas sapi potong hal yang perlu diperhatikan adalah
manajemen pakan yang baik.
1.2 Tujuan
Kuliah kerja lapangan ini bertujuan menambah wawasan dan memperoleh
pengalaman di bidang peternakan khususnya dalam manajemen pakan sapi
potong dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai hubungan antara
teori dengan penerapannya di dunia kerja (lapangan) serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga dapat menjadi bekal bagi mahasiswa setelah terjun di
masyarakat.Memperoleh keterampilan dan pengalaman kerja dalam bidang
peternakan khususnya pada pemeliharaan sapi potong dan mempelajari secara
langsung aktifitas produksi penggemukan sapi potong yang ada di CV. Wahyu
Farm Sejahtera
1.3 Manfaat
Manfaat dari kuliah kerja lapangan yaitu agar mahasiswa dapat
bersosialisasi dengan masyarakat peternakan dan untuk menambah wawasan dan
pengalaman serta membina kemampuan mahasiswa dalam dunia peternakan
khususnya dalam bidang manajemen pakan sapi potong.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Sapi Potong


Sapi potong di Indonesia merupakan hewan yang memiliki badan yang
sangat besar dan tahan terhadap berbagai kondisi dan mampu beradaptasi dengan
baik diberbagai lingkungan alam setempat. Untuk pengembangan dan
peningkatan usaha, maka peternak harus berupaya merubah cara berpikirnya dan
menumbuhkan karakteristiknya dengan memiliki sejumlah pengetahuan praktis
yang berkaitan dengan usaha peternakan (Tomatala, 2004). Menurut Setiadi et al.,
(2012) sistematika (taksonomi) sapi potong adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Kelas : Mammalia
Subkelas : Eutharia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Sub famili : Bovinae
Genus : Bos
Spesies : B. Primigenius
Subspesies : B. p. Taurus, B. p. Indicus dan B. p. Javanicu.
Masing-masing jenis ternak terdiri atas berbagai bangsa, yaitu sekelompok
ternak yang memiliki kesamaan sifat yang dapat diturunkan. Beberapa bangsa
sapi yang termasuk Bos taurus misalnya sapi Friesian Holstein (FH), Jersey,
Shorthorn, Angus, dan lain-lain. Sedangkan bangsa sapi yang termasuk Bos
indicus misalnya sapi Ongole, Brahman, Angkole, Boran, dan lain-lain. Contoh
Bos sondaicus yang terkenal adalah banteng dan sapi bali (Natasasmita dan
Mudikdjo,1985). Sapi merupakan ternak ruminansia yang didomestikasi dan
sampai sekarang menghasilkan tiga kelompok nenek moyang sapi hasil
penjinakan.
2.2 Jenis-jenis Sapi Potong
2.2.1 Bangsa Sapi Tropis
Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang
berasal dari wilayah dunia yang memiliki iklim tropis. Salah satu bangsa sapi
yang hidup didaerah tropis adalah Bos indicus (sapi bangsa Zebu) yang memiliki
punok. Secara umum, bangsa sapi potong tropis merupakan salah satu bangsa
yang menjadi bibit sapi potong (Blakely and Bade, 1992).Di antara sapi tropis
yang dapat digunakan sebagai sapi bakalan adalah:
1. Sapi Bali
Sapi Bali mempunyai ciri khas bulu berwarna merah pada jantan dan akan
menjadi hitam ketika dewasa, dari lutut ke tangkai bawah berwarna putih seperti
memakai kaus kaki, bagian pantat berwarna putih membentuk setengah lingkaran,
ujung ekor berwarna hitam dan serta terdapat garis belut warna hitam di punggung
betina. Sapi Bali memiliki kepala pendek dan dahi datar. Sapi Bali jantan
memiliki tanduk panjang dan besar yang tumbuh kesamping belakang. Sebaliknya
sapi betina memiliki tanduk yang lebih pendek dan kecil.
2. Sapi Madura
Sapi Madura mempunyai karakteristik sangat seragam yaitu bentuk tubuhnya
kecil dengan kaki pendek dan kuat. Tubuhnya bewarna merah bata agak
kekuningan. Bagian perut dan paha bagian dalam berwarna putih dengan
peralihan warna yang kurang jelas. Sapi ini memiliki bentuk tanduk yang khas
dan jantannya bergumba.

2.2.2 Bangsa Sapi Subtropis Eropa


Sapi subtropis merupakan sapi asli daratan Eropa, termasuk Inggris,
Perancis, dan Switzerland. Menurut Yulianto dan Saparinto sapi subtropis
memiliki ciri-ciri yaitu tidak memiliki punuk dan garis punggung lurus, kepala
lebih pendek dengan dahi lebar, kulit tebal berbulu kasar dan memiliki timbunan
lemak yang cukup tebal, dan kaki agak pendek ( 2010). Beberapa jenis sapi
subtropis yang dapat digunakan sebagai sapi bakalan dalam bisnis penggemukan
sapi adalah:
1. Sapi Limosin
Sapi Limosin mempunyai tubuh besar, panjang, kompak dan padat. Tubuh
berwarna coklat muda, kuning hingga kelabu. Pertumbuhan badannya sangat
cepat dengan bobot badan jantan dewasa bisa lebih dari 1.000 kg. Sapi ini
sangatterkenal dan disukai masyarakat.
2. Sapi Brahman
Sapi Brahman memiliki ciri-ciri punuk yang besar pada jantan tetapi kecil pada
betina. Ukuran tubuhnya besar, panjang dengan kedalaman tubuh yang sedang.
Menurut Turner, (1977) sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti:
1. Persentase kelahiran 81,2 %.
2. Rataan bobot lahir 28,4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai 212 kg dan
umur bulan bisa mencapai 295 kg.
3. Angka mortalitas postnatal sampai umur 7 hari sebesar 5,2 %, mortalitas
sebelum disapih 4,4 %, mortalitas lepas sapih sampai 15 bulan sebesar 1,2
% dan mortalitas dewasa sebesar 0,6.
4. Daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal
rendah dengan pengeluaran panas yang efektif.
5. Ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik.
6. Efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan
Hereford-Shorthorn.

2.3 Pemilihan Bakalan


Kriteria pemilihan bakalan sapi potong yang baik yang akan digemukkan
adalah, sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5-
2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu
makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, tempramen
tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik
yang baik. Bila mungkin sangat dianjurkan mengetahui sejarah sapi yang
berkaitan dengan penyakit namun secara praktis pada umumnya dipergunakan
dalam penilaian individual adalah pengamatan bentuk luar yakni bentuk tubuh
umum dan normal tidaknya pertumbuhan organ kelamin (Murtidjo, 1990).
Bakalan yang akan digemukan sangat mempengaruhi keberhasilan
penggemukan sapi. kriteria pemilihan bakalan: berasal dari induk yang memiliki
potensi genetik yang baik, bakalan agak kurus, umur bakalan 2 - 2,5 tahun, sehat
dan tidak menghidap penyakit (Rianto dan Purbowati, 2011).

2.4 Penggemukan (fattening)


Penggemukan sapi merupakan usaha mengubah bentuk protein makanan
yang dicerna menjadi protein hasil ternak yang dapat di manfaatkan oleh manusia.
Menurut Rachmat (2001) proses perubahan tersebut berlangsung di dalam tubuh
ternak dan protein dalam makanan akan terurai melalui penyerapan usus halus dan
proses biosintesa yang kemudian dialihkan menjadi serat daging. Lama waktu
penggemukan sapi tergantung pada umur bakalan yang digunakan dengan dapat
dinyatakan bahwa sapi yang berumur dibawah 1 tahun memerlukan waktu
penggemukan yang cukup lama dibandingkan dengan sapi berumur 2 tahun.

2.5 Manajemen Pakan


Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama untuk keberhasilan suatu
usaha peternakan. Pakan bagi ternak berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok, produksi dan reproduksi. Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu
unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan
reproduksi ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis,
yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang
relatif banyak daripada berat keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat
kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan
lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang
relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993)
Rasjid (2012), menyatakan bahwa pakan dapat digolongkan ke dalam
sumber protein, sumber energi dan sumber serat kasar. Hijauan pakan ternak
merupakan sumber serat kasar yang utama yang berasal dari tanaman yang
berwarna hijau. Agar pakan tersebut dapat bermanfaat bagi ternak untuk
menghasilkan suatu produk, pakan harus diketahui kandungan zat–zat yang
terkandung didalamnya seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun
dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya
berdasarkan kebutuhan industri dan energi yang diperlukan. Retnani et al. (2010),
menyatakan bahwa pakan merupakan faktor penentu produktivitas ternak,
sehingga ketersediaan pakan yang berkualitas baik merupakan persyaratan untuk
pengembangan ternak di suatu wilayah.
Kebutuhan pakan terkait erat pada jenis, umur, dan tingkat produksi.
Konsumsi bahan kering (BK) pakan ditentukan oleh ukuran tubuh, macam pakan,
umur dan kondisi. Konsumsi bahan kering pakan hijauan berkualitas tinggi pada
sapi dewasa adalah sebesar 1,4 % dari bobot hidupnya, sedangkan pada sapi
jantan muda sebesar 3%. Konsumsi bahan kering pakan biasanya makin menurun
dengan meningkatnya kandungan zat-zat pakan yang dapat dicerna (National
Reseach Council, 1984). Menurut Tilman et al. (1991) kebutuhan bahan kering
pakan yang disarankan utuk sapi pedaging adalah antara 2,5-3% dari bobot badan
setiap hari dan dapat ditambahkan konsentrat 2% dari bobot badan, sedangkan
sisanya adalah hijauan atau pakan berserat tinggi.
Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status
fisiologi, sebagai contoh sapi dewasa, finish sedang dapat mengkonsumsi bahan
kering minimal 1,4% bobot badan/hari, sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun
dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari bobot badan
(Parakkasi, 1999).
Potensi genetik ternak untuk pertumbuhan dan konversi pakan dapat
diperkirakan dengan mengetahui bangsa, jenis kelamin, ukuran tubuh dan riwayat
sebelumya. Pemberian pakan secara adlibitum dengan memberikan pakan biji-
bijian, 100% pakan konsentrat atau maksimum ditambahkan 10-15% hijauan
terhadap konsentrat dimaksudkan untuk merealisasikan potensi genetik (Presto
and Willis, 1982).
Office International des Epizooties (2006) menjelaskan bahwa pakan
komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan
komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar,
tanggal kadaluarsa dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebut
harus utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording
kualitas bahan pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai
dengan label, serta tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak
diperbolehkan. Pakan yang dicampur atau diproduksi sendiri mengandung resiko
(bahaya) terdapatnya residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan kapang. Proses
pencampuran bahan-bahan mentah harus dipastikan komposisinya dan tercampur
dengan sempurna.

2.6 Kebutuhan Pakan Sapi Potong


Menurut Rianto dan Purbowati (2011), kebutuhan zat pakan sapi tergantung
pada bobot badan, fase pertumbuhan atau reproduksi dan laju pertumbuhan.
Semua zat pakan tersebut dibutuhkan dalam proporsi yang seimbang satu sama
lain, energi dan protein merupakan zat pakan yang dibutuhkan paling banyak.
a. Hijauan
Hijauan ,makanan ternak secara umum dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu
rumput (Gramineae), leguminosa/legum (leguminoseae), dan golongan non
rumput dan non leguminosa (Hidayati 2009). Perry (1980) menyatakan bahwa
perbedaan antar legum dan non legum terdapat pada kandungan protein kasar dan
serat kasar, legum juga cenderung lebih banyak menghasilkan bahan kering yang
dapat dicerna.
Hijauan dapat diberikan dalam bentuk segar atau sudah layu. Hijauan yang
berbentuk segar umumnya lebih disukai ternak dibandingkan dengan hijauan yang
telah layu atau kering. Kebutuhan HPT (Hijauan Pakan Ternak) harian bagi ternak
ruminansia minimum 10% dari berat hidupnya.
b. Konsentrat
Pakan konsentrat adalah campuran bahan-bahan pakan yang dicampurkan
sedemikian rupa sehingga menjadi suatu bahan pakan yang berfungsi untuk
melengkapi kekurangan gizi dari bahan pakan lainnya (hijauan).

2.7 Berbagai Jenis Bahan Pakan Ternak Sapi Potong


Ternak ruminansia termasuk sapi sesuai dengan kemampuan pencernaannya
dapat mengkonsumsi lebih banyak jenis bahan pakan dibandingkan ternak unggas.
Bahan pakan ternak dapat digolongkan ke dalam bahan pakan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, limbah pertanian dan limbah industri.

A. Bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan


1. Rumput-rumputan :
Dapat berupa rumput liar (lapangan) atau rumput unggul yang sengaja ditanam
seperti : Ilalang, teki rumput gajah, rumput benggala dan lain-lain
2. Daun-daunan :
Diantaranya Daun Pisang, Daun Ubi kayu dan Daun Ubi Jalar. Daun pisang
dapat diberikan dalam bentuk segar ataupun sisa pembungkusan. Daun pisang sisa
pembungkusan dapat diberikan sebagai pakan ternak ruminansia menggantikan
daun lamtoro (Urip Santoso dkk, 1984), sebelum diberikan daun pisang ini
dibersihkan dan dicuci dahulu. Sebaiknya daun-daun tersebut diberikan langsung
agar zat gizi tidak terlalu banyak hilang. Daun Ubi kayu dan Ubi Jalar dapat
diberikan dalam bentuk segar sebagai sumber protein dan vitamin B1, B2, C dan
Provitamin A.
3. Daun-daun dari jenis kacang-kacangan
Daun dari jenis ini mengandung protein dan zat kapur yang tinggi dapat
digunakan untuk pakan ternak ruminansia. Diantara jenis daun yang sudah cukup
dikenal antara lain : daun turi, daun lamtoro, daun kacang tanah, daun kedelai,
daun kacang panjang, daun gamal dan daun kaliandra.
4. Umbi-umbian
Umbi-umbian dapat diberikan kepada ternak karena selain mengandung
protein, vitamin, juga mengendung pati sehingga mudah dicerna. Umbi yang akan
diberikan sebaiknya sisa yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia seperti ubi
jalar, ubi kayu yang sudah tua dan berserat atau terlalu lama dalam penyimpanan,
kentang yang telah keluar tunas-tunasnya dan berbecak hitam dan umbi talas.
Untuk tanaman ubi jalar, ubi kayu dan talas sebelum diberikan diberikan kepada
ternak sebaiknya dijemur dibawah sinar matahari atau direbus terlebih dahulu.
B. Limbah Pertanian
Limbah pertanian sebagai pakan ternak terdiri atas jerami untuk yang dan
tanaman lainnya yang umum digunakan diantaranya :
1. Jerami padi
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak tidak begitu banyak disebabkan
serat kasarnya yang tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi kandungan serat
kasar adalah dengan melalui proses amoniasi.
2. Jerami jenis kacang-kacangan
Yang sudah banyak dikenal dan digunakan oleh peternak adalah jerami
kedelai, jerami kacang hijau dan jerami kacang tanah. Jerami ini mengandung
serat kasar lebih rendah dan protein yang lebih tinggi (sekitar 15%) dibandingkan
jerami padi. Disamping itu jerami kacang-kacangan sifatnya lebih enak sehingga
lebih disukai ternak dibandingkan jerami padi .
3. Jerami Jagung
Ditinjau dari nilai gizinya jerami jagung lebih rendah dari jerami kacang-
kacangan, tetapi masih lebih baik dibandingkan nilai gizi jerami padi dan lebih
disukai ternak.
4. Jerami Ketela (Ubi)
Ada jenis ubi yang dikenal yaitu ubi kayu dan ubi rambat kandungan gizinya
lebih baik dari jerami padi dan umumnya digunakan oleh peternak pada saat
musim kemarau mencapai 29-50% dari jumlah pakan.
5. Limbah tanaman lainnya
Limbah pertanian lainnya yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan untuk ternak
antara lain (Ety Widayati, dkk 1996) antara lain kulit buah nanas (diberikan 15%
dari jumlah pakan), biji pepaya (diberikan 15% dari jumlah pakan) dan bungkil
kelapa sawit karet (diberikan 20% dari jumlah pakan). Limbah ini dapat diberikan
langusng kepada ternak.

C. Limbah industry
Yang dimaksud dengan limbah industri ialah limbah dari industri pengolahan
tanaman pertanian diantaranya :
1. Dedak Padi
Dedak pada biasanya digunakanan sebagai pakan sumber energi bagi ternak
ruminansia yang pemberiannya disertai dengan hijauan makanan ternak. Biasanya
terbagi atas :
 Kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral.
 Selaput perah (katul) dedak halus yang kaya akan protein, vitamin B1, lemak
dan mineral.
 Dedak kasar adalah kulit gabah halus yang bercampur dengan pecahan
lembaga beras dimana daya cernanya rendah
2. Bungkil Kelapa
Banyak digunakan karena mudah ditemui dan harganya relatif lebih murah,
walaupun kadar proteinnya lebih rendah dibandingkan dengan bungkil lainnya
tetapi daya cerna zat-zat lainnya cukup tinggi.
3. Bungkil Kedele
Merupakan bahan pakan yang paling baik untuk ternak , mudah dicerna kadar
proteinnya tinggi dan kaya akan asam amino essensial dan bila dikombinasikan
dengan jagung akan menghasilkan pakan yang baik untuk ternak. Karena kadar
lemaknya sangat tinggi sebaiknya pemberian tidak lebih dari 25% dari jumlah
pakan konsentrat.
4. Onggok
Hasil pembuatan tepung tapioka dan biasanya digunakan sebagai sumber
karbohidrat.
5. Ampas Kecap
Limbah dari pembuatan kecap mengandung protein yang tinggi disamping
kalsium dan fosfor. Ampas kecap dapat diberikan langsung sebagai pakan ternak
sampai jumlah 20% dari ransum. Penambahan 5% ( Etty, dkk 1996) sudah dapat
memberikan kenaikkan berat badan ternak.
6. Ampas Tahu
Dengan kandungan protein, lemak, kalsium dan fosfor yang tinggi
sebagaimana ampas kecap ampas tahu dapat diberikan dalam jumlah yang cukup
tinggi sampai 25% serta dapat diberikan langsung ke dalam pakan ternak.
Ternyata begitu bayak bahan-bahan disekitar kita yang dapat dijadikan pakan
(makanan) untuk ternak sapi khususnya sapi yang digemukkan. Untuk setiap
pengenalan bahan baru sebaiknya diberikan sedikit demi sedikit sampai ternak
terbiasa . Apabila terjadi perubahan pada ternak (mencret, pertambahan berat
badan yang cenderung turun dll) hentikan pemberian karena ada kemungkinan
pemberian sudah melampaui batas kemampuan untuk mengkonsumsi suatu bahan
(Harmaini)

2.8 Pemberian Pakan


Pakan yang diberikan pada ternak sapi penggemukan diarahkan untuk
mencapai pertumbuhan bobot badan yang setinggi–setingginya adalah waktu
relatif singkat. Untuk itu pemberian disesuaikan dengan kebutuhan ternak baik
dari segi kuantitas maupun nilai gizinya.
Pakan hijauan diberikan pada sapi sebanyak 10 – 12 % dan pakan
konsentrat 1 – 2 %an dari bobot badan ternak. Pemberian hijauan dapat dilakukan
3 kali sehari yakni pada pukul 08.00 pagi, 12.00 siang dan pukul 17.00 sore hari,
sedangkan pakan kosentrat diberikan pagi hari sebelum pemberian hijauan.
Ketersediaan air minum untuk ternak sapi adalah hal yang tidak kalah
penting diperhatikan.Kebutuhan air minum bagi sapi sebanyak 20 - 40
liter/ekor/hari, namun sebaiknya diberikan secara ad libitum (tidak terbatas). Cara
penyajian pakan hijauan pada ternak sebaiknya dicincangpendek-pendek agar
lebih mudah dikonsumsi. Kemudian hasil cincangan rumput dibagi menjadi 6
bagian (untuk pagi 1 bagian, siang 2 bagian dan sore sebanyak 3 bagian.
III METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan judul ’’Manajemen Pakan Sapi
Potong di CV. Wahyu Farm Sejahtera” dilaksanakan mulai tanggal 22 Juli
sampai 22 Agustus 2019, lokasi di CV. Wahyu Farm Sejahtera Kp. Peundeuy,
Pandansari, Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
3.2 Ruang Lingkup Kuliah Kerja Lapangan
Kegiatan yang dilakukan di lapangan adalah pengambilan data umum dan
ikut melaksanakan kegiatan rutin di . CV. Wahyu Farm Sejahtera dalam teknik
manajemen pakan sapi potong, serta di bimbing oleh pembimbing lapangan selain
itu penulis akan mengumpulkan dan menyusun bahan-bahan atau data yang akan
di ambil untuk pembuatan laporan.
3.3 Metode Pengambilan Data
Data yang diambil merupakan data primer dan sekunder. Data primer
dikumpulkan dari kegiatan yang berhubungan langsung dengan materi praktek
lapangan dan melakukan wawancara pada personil yang bertanggungjawab.Data
sekunder dari literatur dan bahan-bahan informasi mengenai manajemen
pemeliharaan sapi potong di CV. Wahyu Farm Sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely J,Bade, DH, 1992. Ilmu Peternakan IV. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press

DeDonder KD. 2008. Lung Auscultation as a Predictor of Lung Lessions and


Bovine Respiratory Disease Outcome in Feedyard Cattle. Thesis. Master of
Science Program Department of Clinical Science. Kansas State Universiy,
Kansas.

Hadi PU, Ilham N. 2009. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Sapi Potong
di Indonesia.Jurnal Litbang Pertanian.

Hernowo B. 2006. Prospek Pengembangan Usaha Pengembangan Sapi Potong di


Kecamatan Surade Sukabumi. [Skripsi] : Program Studi Sosial Ekonomi
Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor (ID).

Hidayati. 2009. Usaha Penggemukan Ternak Sapi Dalam Upaya Pengembangan


Ekonomi Local Didusun Ngamplak Asem, Umbulmartini, Ngamplak,
Sleman, Yogyakarta. [Skripsi] Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.

Melse, Roland, Timmerman M. 2009. “Sustainable Intensive Livestock


Production Demands Manure and Exhaust Air Treatment Technologies.”
Jurnal Science Direct Bioresource Technology 100 (2009) 5506 – 5511

Muktiani. 2011. Sukses Usaha Penggemukan Sapi Potong. Jakarta. Pustaka Baru
Press.

Murtidjo BA. 2008. Seri Budidaya Sapi Potong. Yogyakarta. Kanisius

NatasamitaA, Mudikdjo K. 1985. Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan.


Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Payne JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation of Litter Treatments on
Salmonella Recovery From Poultry Litter. J. Appl. Poult. Res. 11: 239-243
PerryTW. 1980.Beef Cattle Feeding and Management.5thed. MacMIIIan
Publishing.

Rosmawati. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Repeat Breeder Sapi


Potong di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.
[Skripsi] : Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Santoso U. 2004. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi. penebar Swadaya,


Jakarta.

Setiadi Mohammad Agus, E. Gumbira Sa’id, R. Kurnia Achjadi. 2012. Sapi Dari
Hulu ke Hilir dan Info Mancanegara. Agriflo. Jakarta.

Sihombing, DTH. 2000. Teknik Pengolahan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.


Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian. IPB.

Tomatala, GSJ. 2004. Pemanfaatan Media Komunikasi Dan Perilaku Usaha


Peternak Sapi Potong.KasusKecamatan Sukanagara, KabupatenCianjur.
[Tesis]. Bogor: InstitutPertanian Bogor.

TurnerHN. 1977 The tropical adaptation Of beef cattle. An Australia study.In:


Animalbreeding:selectedarticlesfrom the WordAnim. Rev. FAO
AnimalProductionand Health.

Warsito, Andoko A. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. Agromedia Pustaka. Jakarta

Selatan.

Wira P, Maylinda S, Nasich M, Suyadi S. 2014. Prepubertal growth rate of Bali


cattle and its crosses with Simmental breed at low land and highland environment.
IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSRJAVS) ISSN:
23192372. Volume 7, Issue 12 Ver. II (Dec. 2014), PP 5259.

Вам также может понравиться