Вы находитесь на странице: 1из 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang
abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau
mengarah pada keganasan. Kanker ini biasanya menyerang wanita yang
pernah atau sedang berada dalam status sexually active. Biasanya kanker ini
menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita
yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun
dapat menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk
terjadinya kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi
seorang wanita penderita kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks
memberi pengaruh yang tidak baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat pendarahan dan
hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut.
Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia
kehamilan penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin.
(Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan
serviks karena jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses
persalinan (khususnya Kala I). Bila tumor yang terbentuk lunak dan hanya
terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat
menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi
infeksi.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut
rahim menjadi se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain :
hubungan seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan seksual multi
partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun,

1
persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi
insiden kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal
hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama virus HIV, dan
kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara
lain : keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina,
pendarahan, hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul
nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan
menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum,
bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal,
hingga timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher
rahim, sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara
berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian
besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh
Nur. 2012) Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini,
kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Kini,
cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah melalui
skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu pemeriksaan
sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Dengan adanya upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker
serviks dapat ditekan pada tahun - tahun berikutnya.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut
bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu
“Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Ca Cerviks?“
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada
pasien degan Ca Cerviks.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Ca Cerviks


Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah
mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP,
1997).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan
merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya
untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90%
dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran
servikal yang menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
Rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. ( Diananda,Rama, 2009 )
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim,
merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada
wanita (Edianto, 2006 dalam Padila, 2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah
mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP,
1997 dalam Padila, 2012).
2.2.Klasifikasi Ca Cerrviks
Menurut (Padila, 2012) klasifikasi atau penggolanagan Ca Cerviks
Meliputi:
Mikroskopis
1. Displasia

3
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia
berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan
dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan
epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang
tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel
cadangan endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan
sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi
pada stoma sejauh tidak lebih 5mm dari membrana basalis, biasanya
tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol
besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir
posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan
formiks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina
dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina,
bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang
lambat laun lesi berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).

Makroskopik

1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa

2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum

3. Stadium setengah lanjut


Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio

4
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah
Klasifikasi Ca Ceriks menurut tingkat keparahanya meliputi:

Gb Klasifikasi Ca Cerviks Menurut Tingkat keparahanya


Menurut Padila, 2012klasifikasi Ca Ceriks meliputi :

1. Stage 0: Ca. Pre invasive


2. Stage 1: Ca. Terdapat pada serviks
3. Stage Ia: disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara
hispatologi
4. Stage Ib: semua kasus lainnya dari stage I
5. Stage II: sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul
telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian
proksimal
6. Stage III: sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah
vagina
7. Stage IIIb : sudah mengenai organ-organ lain
2.3. Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan
membelah secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah,
maka akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa
bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya
disebut kanker serviks.

5
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh
terhadap terjadinya kanker serviks yaitu :
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata )
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat
berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus
papiloma.
b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi
karsinoma pada kondilom akuminata.
c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker
dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV
ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat.
d. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
2. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih
tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18
tahun).
4. Berganti - ganti pasangan seksual.
Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama
pada usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah
dengan wanita yang menderita kanker serviks.
5. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran.
6. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima
tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan

6
resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan
meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
8. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear
secara rutin dan pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )
9. Soal Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi
rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi,
imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi
rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini
mempengaruhi imunitas tubuh.
10. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita
yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non
sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-
kumpulan smegma.
11. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari
adanya erosi serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang
yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks (Padila, 2012).
12. Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya
radioterapi sebagai pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma.
Meningkatnya penggunaan tes Pap untuk deteksi dini penyakit ini tapi
masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas kanker terkait
di negara-negara berkembang karena kurangnya program skrining
(Rubina Mukhtar, 2015).

7
2.4. Patofisiologi
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu
(KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari
karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif.
Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang
meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10
tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke
forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke
rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor
risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak
dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan
sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo -
columnar junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi
perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan
epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia.
Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada
wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada
wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh
karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ

8
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel


serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar
menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat
pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering
dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi
tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu


factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses
karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan
DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang
mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik
sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari
displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan
kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan
karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997 dalam Prawirohardjo,2010).

9
Penggunaan Alat
Kontrasepsi Free Sex Merokok Defisit
2.5. Pathway Ca Cerviks
perawatan diri
Kekebalan (vulva higiene)
Cedera serviks saat
tubuh
pemasangan
menurun

Invasi HPV
Hubungan seksual (<
Jumlah kelahiran dan
20 tahun). Infeksi HPV
partus

Pertumbuhan sel
Efek anastesi Proses Metaplasy abnormal di labia
mayora dan minora
Anastesi Lemah Mitosis sel eksoserviks dan endoserviks

Histerektomi total Intoleransi Aktivitas Mual,


Metaplasia skuamosa
muntah,
Non Kemoterapi anoreksi
Tindakan pembedahan Ca. Cerviks Pembedahan
Histerektomi Radikal
Penurunan BB
Vaskularisasi Menembus sel epitel Merusak struktur
jaringan jaringan serviks
Luka perdarahan Risiko
terganggu
Struma serviks ketidakseimbangan
Jaringan terbuka Peradangan endoserviks dan Menginvasi organ lain nutrisi kurang dari
eksoserviks kebutuhan tubuh

8
Risiko Infeksi Nekrosis jaringan Meluas ke jaringan,
pembukuh limfe Rektum Fistula Uretra Vagina
dan vena
Keputihan dan bau
Fistula Fistula rekto Fistula
busuk
Rektum vagina vagina

Dinding pembuluh
Gangguan konsep diri:
terdesak Infiltrasi Infiltrasi ke
HDR
ke syaraf uretra
Perdarahan
rektum
Perdarahan spontan Nyeri Gangguan
Akut Eliminasi Urin
Gangguan Perfusi Anemia Trombositopenia
Jaringan

9
2.6. Tanda dan Gejala Ca Cerviks
a. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang
perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis
intraservikal perdarahan terjadi lambat.

b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada


perdarahan. Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih
banyakdisertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau (Padila,
2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:

a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.


Terkadang bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya
pembuluh darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara
lain

a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,

10
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
(Dedeh Sri Rahayu,2015)

Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan


gejala Ca. Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti
pendarahan pasca menopause, menstruasi tidak teratur, menstruasi
berat, metrorhagia menyakitkan, atau perdarahan postcoital. Keputihan
abnormal adalah keluhan utama dari sekitar 10% dari pasien; debit
mungkin berair, bernanah, atau berlendir. Gejala panggul atau nyeri
perut dan saluran kencing atau rektum terjadi dalam kasus-kasus
lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil dari loco penyakit regional
invasif atau dari penyakit radang panggul hidup berdampingan.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat
mengikal yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma
yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma
tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan
lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga
mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu
porsio, sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan
intraservikal tidak terlihat.

11
4. Kolpomikroskopi
melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan pembesaran sampai 200
kali.
5. Biopsi
Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks
dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil
sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan
yang jelas (Padila, 2012).
2.8.Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan
stadium lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur
keberhasilan pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapan
hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium
atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapan
hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang
lebih lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan
sitistatika dalam ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a. Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel
pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
b. Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu
darimana proliferasi termasuk obat fase spesifik.
c. Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel
lebih besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.
d. Irradiasi
1. Dapat dipakai untuk semua stadium
2. Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3. Tidak menyebabkan kematian seperti operasi

12
Komplikasi irradiasi
1. Kerentanan kandungan kencing
2. Diarrhea
3. Perdarahan rectal
4. Fistula vesico atau rectovaginasis
e. Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak
diserviks
f. Operasi
1. Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2. Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
g. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi
berikutnya dapat mengalami kesukaran dansering menyebabkan
fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe
dan peredaran darah.
h. Cytostatik
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten.
5% dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi,
dianggap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap
sama (Padila, 2012).
i. Vaksinasi
Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi peningkatan
kesehatan perempuan dan menurunkan kematian akibat kanker
serviks (Rubina Mukhtar, 2015).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi
radiasi eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang
digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik
dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.
Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara

13
lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake
cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan,
dan melakukan perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam
perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas,
sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan
kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari,
memasang kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjan dan latihan rom
dan jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama
terapi radiasi perawatannya yaitu monior tanda - tanda vital tiap 4 jam.
Memberikan posisi semi fowler, berikan makanan berserat dan cairan
parenteral sampai 300ml dan memberikan support mental. Perawatan
post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post pengobatan (
tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor intake dan
output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)
2.9. Komplikasi
Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis, obstruksi
perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia Anderson
Price, 2005).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering
dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis
hampir selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh
tumor. Pasien dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki
heamaturia atau inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan
oleh perluasan langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal
dari rektum oleh tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina
Mukhtar, 2015).

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CA CERVIKS

I. Pengkajian Fokus
Menurut Fokus pengkajian Doengoes 2005 meliputi :

1. Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual Salah satu faktor yang
menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah dibawah umur 18 tahun.
2. Perilaku seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker
serviks dapat ditularkan dengan mudah.
3. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan pap
smear secara rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
4. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan
kurangnya pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker
seviks.
5. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran
diri, emosional.
6. Perineum: keputihan, bau, kebersihan
Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher Rahim
yang mulai mengalami metastase.
7. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan
abnor malita pada organ - organ daerah panggul.
8. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf -
syaraf disekitar panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat
pada daerah tersebut.
9. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat
memicu sel kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang – orang dengan

15
gemar berganti - ganti pasangan dengan mengesampingkan efek
negatifnya kemungkinan besar dapat timbul gejala - gejala tersebut
sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
10. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara siklus
haid adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.
11. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
II. Fokus Intervensi keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan


kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang
atau berkurang.
Kriteria :
a. Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri
0.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, a. Mengetahui tingkat nyeri
frekuensi, durasi, intensitas, pasien dan menentukan
dan skala nyeri. tindakan yang akan dilakukan
b. Berikan tindakan selanjutnya.
kenyamanan dasar: b. Mengurangi rasa nyeri.
relaksasi, distraksi, c. Mengetahui tanda kegawatan.
imajinasi, message. d. Memberikan rasa nyaman dan
c. Awasi dan pantau TTV. membantu mengurangi nyeri.
d. Berikan posisi yang e. Mengontrol nyeri maksimum.
nyaman.

16
e. Kolaborasi pemberian
analgetik.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual muntah karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi
dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi Rasional
a. Kaji status nutrisi pasien a. Untuk mengetahui status
b. Ukur berat badan setiap hari nutrisi
atau sesuai indikasi. b. Memantau peningkatan BB.
c. Dorong Pasien untuk makan c. Kebutuhan jaringan metabolik
- makanan tinggi kalori, adequat oleh nutrisi.
kaya protein dan tetap sesuai d. Identifikasi defisiensi nutrisi.
diit ( Rendah Garam ). f. e. Agar nutrisi terpenuhi.
d. Pantau masukan makanan
setiap hari.
e. Anjurkan pasien makan
sedikit tapi sering.

3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran


pervaginam ( darah, keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien tidak
terjadi penyebaran infeksi dan dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.

17
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien
keluarga, pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi Rasional
a. Kaji adanya infeksi disekitar a. Mengurangi terjadinya
area serviks. infeksi.
b. Tekankan pada pentingnya b. Agar tidak terjadi
personal hygiene. penyebaran infeksi.
g. Pantau tanda - tanda vital c. Mencegah terjadinya
terutama suhu. infeksi.
h. Berikan perawatan dengan d. Membantu mempercepat
prinsip aseptik dan penyembuhan.
antisepik. e. Mencegah terjadinya
i. Tempatkan klien pada infeksi.
lingkungan yang terhindar
dari infeksi.
j. Koloborasi pemeberian
antibiotik.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur


pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan hilang
atau berkurang.
Kriterial hasil :
a. Pasien mengatakan perasaan cemasnya hilang atau berkurang.
b. Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien.
c. Pasien tampak rileks, tampak senang karena mendapat perhatian.
d. Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi
rasa takut.
e. Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan
pengobatan dan klien mendapat dukungan dari terdekat.

18
Intervensi Rasional
a. Dorong pasien untuk a. Memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan pikiran mengungkapkan ketakutannya.
dan perasaannya. b. Membantu mengurangi
b. Beri lingkungan terbuka kecemasan.
dimana pasien merasa c. Meningkatkan kepercayaan
aman untuk klien.
mendiskusikan perasaan d. Meningkatkan kemampuan
atau menolak untuk bicara. kontrol cemas.
c. Pertahankan bentuk sering
bicara dengan pasien,
bicara dengan menyentuh
klien.
d. Bantu pasien atau orang
terdekat dalam mengenali
dan mengklarifikasi rasa
takut. Beri informasi
akurat, konsisten mengenai
prognosis, pengobatan
serta dukungan orang
terdekat.

5. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari


prosedur pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan intergritas kulit.
Kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan
pengobatan tanpa mengiritasi kulit.

19
b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma
kulit.
c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma
pada area terapi radiasi.
d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah
cedera dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan
setelahnya.
Intervensi Rasional
a. Mandikan dengan air hangat a. Mempertahankan kebersihan
dan sabun ringan. kulit tanpa mengiritasi kulit.
b. Dorong pasien untuk b. Membantu menghindari
menghindari menggaruk dan trauma kulit.
menepuk kulit yang kering c. Efek kemerahan dapat terjadi
dari pada menggaruk. pada terapi radiasi.
c. Tinjau protokol perawatan d. Meningkatkan sirkulasi dan
kulit untuk pasien yang mencegah tekanan pada kulit.
mendapat terapi radiasi.
d. Anjurkan memakai pakaian
yang lembut dan longgar
pada, biarkan pasien
menghindari penggunaan bra
bila ini memberi tekanan.

6. Resiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelehan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera
atau injuri.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi.
b. Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan
aktifitas.
c. Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas.
Intervensi Rasional

20
a. Intruksikan dan bantu dalam a. Membantu mengurangi
mobilitas secara tepat. kelelahan.
b. Anjurkan untuk b. Membantu pasien untuk
berpegangan tangan atau melakukan kegiatan.
minta bantuan pada keluarga d. Membantu mempercepat
dalam melakukan suatu penyembuhan.
kegiatan.
c. Pertahankan posisi tubuh
tepat dengan dukungan alat
bantuan.

7. Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien mampu
mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat yang diinginkan bila
mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas dapat
diungkapkan dengan bentuk perhatian yang diberikan seseorang.
Intervensi Rasional
a. Kaji masalah- masalah a. Faktor- faktor seperti
perkembangan daya hidup. menoupose dan proses
b. Catat pemikiran pasien/ penuan remaja dan dewasa
orang- orang yang awal yang perlu masukan
berpengaruh bagi pasien dalam pertimbangan
mengenai seksualitas mengenai seksualitas dalam
c. Evaluasi faktor- faktor penyakit yang perawatan
budaya dan religius/ nilai yang lama.
dan konflik- konflik yang b. Untuk memberikan
muculberikan suasana yang pandangan bahwa
terbuka dalam diskusi keterbatasan kondisi/
mengenai masalah lingkungan akan berpengaruh
seksualitas. pada kemampuan seksual

21
d. Tingkatkan keleluasaan diri tetapi mereka takut untuk
bagi pasien dan orang- orang menanyakan secara langsung.
yang penting bagi pasien. c. Untuk mempengaruhi
persepsi pasien terhadap
masalah seksual yang
muncul. Apabila masalah-
masalah diidentifikasikan dan
di diskusikan maka
pemecahan masalah dapat
ditemukan
d. Perhatikan penerimaan akan
kebutuhan keintiman dan
tingkatkan makna terhadap
pola interaksi yang telah
dibina

8. Resti terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


pervaginam.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok berkurang atau
tidak terjadi syok.
Kriterial hasi :
a. pasien tidak mengalami anemia
b. Tanda - tanda vital stabil.
c. Pasien tidak tampak pucat.
Intervensi Rasional
a. Kaji adanya tanda terjadi a. Mengetahui adanya penyebab
syok syok
b. Observasi KU b. Memantau kondisi pasien
c. Observasi TTV selama masa perawatan
d. Monitor tanda pendarahan terutama pada saat terjadi
e. Check hemoglobin dan pendarahan sehingga segera
hematokrit diketahui tanda syok.

22
c. TTV normal menandakan
keadaan umum baik.
d. Perdarahan cepat diketahui
dapat diatasi sehingga pasien
tidak sampai syok.
e. Untuk mengetahui tingkat
kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien sebagai
acuan melakukan tindakan
lebih lanjut.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol
dan merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam
Padila, 2012). Kanker serviks disebabkan oleh merokok, penggunaan KB
AKDR maupun Kb oral, melakukan hubungan sesksual terlalu dini dan l;ain
sebagianya.
Kanker serviks perlu intervensi yang sesuai agar pasien nyaman dan
mendapatkan kebutuhan fisiologi yang baik.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita harus mampu menmahami dan
mengaplikaikan asuhan keperawatan pada pasien kanker serviks sesuai dengan
ilmu dan skill yang di dapatkan di dalam perkuliahan maupun di dalam lahan
praktek.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi Keperawatan.


Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing
Country: Pakistan. US: Global Journal.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Publishing.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.

Prayitno, A. (2005). Ekspresi protein p53, Rb, dan c-myc pada kanker serviks uteri
dengan pengecatan immunohistokimia. Biodiversitas , Volume 6, Nomor 3,
157-159.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Puteh, S. E. (2008). Economic burden of cervical cancer in malaysia. Med J Indones
, Volume 17, 272-280.

Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba
Medika.
Rahmawan, A. (2009). Kanker serviks pada kehamilan. Banjarmasin: Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

Suhartini, & Herlina, T. (2010). Hubungan antara menikah dan paritas dengan
kejadian kanker serviks di RSUD DR.Soeroto ngawi. Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes , Vol.I No.1 , 41-46.

Wiknjosastro, H. (2006). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarw

25
26

Вам также может понравиться