Вы находитесь на странице: 1из 18

BIDAN ETIK JUWAENI

telusuri

MAR

20

SAP

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

IDENTITAS MATA KULIAH

Mata Kuliah : ASKEB IBU II

Kode Mata Kuliah : BDN 302

SKS : 2 SKS

Pokok Bahasan : MELAKSANAKAN ASKEB PADA IBU BERSALIN KALA III

Sub Pokok Bahasan : 1. Memberikan asuhan pada ibu bersalin kala III

2. Mendeteksi adanya komplikasi persalinan kala III dan cara mengatasinya

Waktu Pertemuan : 2 x 40 menit

Pertemuan ke :9

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL

1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah selesai perkuliahan ini diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu
kala III dengan benar.

2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu :

a. Memberikan asuhan pada ibu bersalin kala III dengan benar

b. Mendeteksi adanya komplikasi persalinan kala III dan cara mengatasinya


B. MATERI POKOK

1. Asuhan pada ibu bersalin kala III

2. Deteksi adanya komplikasi persalinan kala III dan cara mengatasinya

C. STRATEGI PELAKSANAAN

1. Media / alat : LCD, Phantom

2. Metode : Ceramah dan Tanya jawab, Demonstrasi

3. Sasaran : Mahasiswa D III Kebidanan ( PB 4 B )

D. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Tahap Kegiatan

Waktu

Uraian aktivitas Pengajar

Uraian aktivitas Mahasiswa

Metode

Media/ alat

Pendahuluan

10 menit

· Pembukaan (salam)

· Menjelaskan TIU dan TIK

· Menyebutkan cakupan materi perkuliahan pada pertemuan ini

· Apersepsi tentang Asuhan persalinan pada kala III

· Menjawab salam

· Mendengarkan dan memperhatikan

Ceramah
Penyajian

60 menit

Menjelaskan tentang

· Memberikan asuhan pada ibu bersalin kala III : fisologis kala III, MAK III, pemeriksaan plasenta,
pemantauan, kebutuhan ibu pada kala III

· Deteksi komplikasi persalinan kala III dan cara mengatasinya : perdarahan pada kala III dan
tindakannya

· Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya

· Memberi respon balik atas pertanyaan mahasiswa

· Mendengarkan

· Memperhatikan

· Demonstrasi

Ceramah

Demonstrasi
Tanya jawab

LCD, Phantom

Penutup

10 menit

· Menyimpulkan materi perkuliahan hari ini

· Memberikan post tes secara lisan

· Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk menjawab pertanyaan

· Menunjuk salah satu mahasiswa untuk demonstrasi tentang MAK III

· Memberikan tugas pada mahasiswa untuk belajar asuhan pada ibu bersalin kala III

· Mengucapkan salam

· Memperhatikan
· Memperhatikan

· Menjawab pertanyaan

· Demonstrasi

· Memperhatikan

· Menjawab salam

Ceramah

Tanya jawab
Demonstrasi

Phantom

E. EVALUASI

Prosedur : Post Tes

Jenis : Lisan dan Praktek


Bentuk : Subjektif dan Ceklis Praktek

F. REFERENSI

1. Buku III, Asuhan pada ibu intrapartum, Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO, 2001

2. Hacker, 2001, Esensial Obstetri dan Ginekologi, Jakarta : Hipokrates

3. JNPK, 2008 Buku Acuan Persalinan Normal

4. Syaifudin, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBPSP

5. ________, 2006, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta :
YBPSP

Kala Tiga Persalinan

Pendahuluan

Kala tiga persalinan disebut juga kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga persalinan merupakan
kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dank ala dua (kala pengeluaran bayi) persalinan. Dengan
demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga, sangat berkaitan dengan apa yang telah
dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.

Tujuan

Bab ini akan menguraikan fisiologi kala tiga persalinan, pencegahan perdarahan pascapersalinan
(terutama manajemen aktif kala tiga), pencegahan, identifikasi dan penanganan penyulit lainnya, dan
rujukan optimal ke fasilitas kesehatan yang sesuai.

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat :

1. Menjelaskan fisiologi kala tiga


2. Menjelaskan dan memperagakan manajemen aktif kala tiga

3. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana atonia uteri

4. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana perdarahan pascapersalinan dini

5. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana penyulit lain selama kala tiga

Batasan

Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput
ketuban.

1.1 Fisiologis Persalinan Kala Tiga

Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini :

· Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada diatas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).

· Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)

· Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Ingat tiga tanda lepasnya plasenta :

1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus

2. Tali pusat memanjang

3. Semburan darah mendadak dan singkat

1.2 Manajemen Aktif Kala Tiga


Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga
dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehingan darah kala tiga persalinan
jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di
Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia
uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala
tiga.

Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervension-2006 tentang praktik manajemen aktif


kala tiga (Active Management of Third Stage of Labor/ AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia
menunjukkan bahwa hanya 30 % rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika
dibandingkan dengan praktik manajemen aktif kala di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau
Rumah Bersalin) di daerah intervansi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70 %
melaksanakan manajemen aktif kala tiga bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan
banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika manajemen aktif kala tiga hanya dilatihkan tetapi juga di
praktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.

Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :

· Persalinan kala tiga yang lebih singkat

· Mengurangi jumlah kehilangan darah

· Mengurangi kejadian retensio plasenta

Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :

· Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir

· Melakukan penegangan tali pusat terkendali

· Masase fundus uteri

1.2.1 Pemberian Suntikan Oksitosin

1. Letakkan bayi baru lahir diatas kain bersih yang telah disiapkan di perut ibu dan minta ibu atau
pendampingan untuk membantu memegang bayi tersebut.

2. Pastikan tidak ada bayi itu (Undiagnoset twin) di dalam uterus.

Alasan : Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurukan pasokan oksigen
kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik
yang akan menyulitkan pengeluarkan plasenta.

3. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.

4. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian
atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan : Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat
membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuktikan akan
mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah.

Catatan : Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi putting susu atau
menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara
alamiah.

5. Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih dahulu maka akan member cukup waktu
pada bayi untuk memperoleh sejumlah darah kaya zat besi dan setelah itu (setelah dua menit) baru
dilakukan tindakan penjepitan dan pemotongan tali pusat.

6. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi menyusui dini dan kontak kulit-
kulit dengan ibu.

7. Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih

Alasan : Kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang sudah memakai sarung
tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.

1.2.2 Penegangan Tali Pusat Terkendali

1. Berdiri disamping ibu

2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pusat sekitar 5-10 cm dari
vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.

3. Letakkan tangan lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan
tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan penegangan pada
tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan salah satu tangan dan tangan
yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus kea rah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial).
Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.

4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit
berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.

5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah
bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke
atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.

6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun 30-40
detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta,
jangan teruskan penegangan tali pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu,
pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada
saat melahirkan plasenta.

b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-
kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga
terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.

7. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir.

Alasan : Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan
darah yang tidak perlu.

Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara srentak pada
bagian bawah perut (diatas simfisis pibis)

8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pisat
keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkandalam wadud penampung.
Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar
plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.

Alasan : Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya
selaput ketuban di jalan lahir.

10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dijalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati
periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau steril atau
forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.

Catatan :

Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa
kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan tehnik aseptic untuk memasukkan kateter Nelaton
disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali
pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di atas. Apabila tersedia akses dan mudah
menjangkau fasilitas kesehatan rujukan maka nasehati keluarga bahwa mungkin ibu perlu dirujuk apabila
plasenta belum lahir setelah 30 menit bayi lahir. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan
melakukan penegangan tali pusat untuk yang terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk
segera. Tetapi apabila fasilitas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian timbul perdarahan maka
sebaiknya dilakukan tindakan plasenta manual. Untuk melaksanakan hal tersebut, pastikan bahwa
petugas kesehatan telah terlatih dan kompeten untuk melaksanakan tindakan atau prosedur yang
diperlukan.

Perhatikan :

Jika plasenta belum lahir dan mendadak menjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta
manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Jika pascatindakan tersebut, masih terjadi perdarahan
maka lakukan kompresi bimanual internal/eksternal atau kompresi aorta. Beri oksitosin 10 iu dosis
tambahan dan misoprostol 600-1000 mcg per rectal. Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan
perdarahan berhenti, baru hentikan tindakan kompresi.

Plasenta Manual

Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari
tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.

Prosedur Plasenta Manual

Persiapan

· Pasang set dan cairan infuse

· Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan

· Lakukan anastesia verbal atau analgesia per rectal

· Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi

Tindakan Penetrasi ke dalam Kavum Uteri

1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong

2. Tepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar
lantai

3. Secara obstetrik,masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam


vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat

4. Setelah mencapai bukaan serviks,minta seorang asisten/penolong lain untuk memegangkan klem
tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri

5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)

Melepas Plasenta dari Dinding Uterus

7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.

· Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan disisipkan ujung
jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah
(posterior ibu)

· Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari
tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu)

8. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan
plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (cranial ibu) hingga
semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus

Catatan :

· Bila tepi plasenta tidak atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus
maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam
miometrium)

· Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya merekat erat
maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini
sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per rectal) sebelum dirujuk ke fasilitas
kesehatan rujukan.

Mengeluarkan Plasenta

9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa
plasenta yang tertinggal

10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian
instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar
(hindari terjadinya percikan darah)

11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menekan suprasimfisis) uterus kearah dorso-kranial
setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan

Pencegahan Infeksi Pascatindakan

12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan

13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya didalam larutan klorin 0,5 % selama 10
menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir

15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering

Pemantauan Pascatindakan

16. Periksa kembali tanda vital ibu

17. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan

18. Tulisakan rencana pengobatan, tindakan yangn masih diperlukan dan asuhan lanjutan

19. Beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwa tingdakan telah selesai dan ibu masih memerlukan
pemantauan dan asuhan lanjutan

20. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan sebelum dipindah ke ruang rawat gabung

1.2.3 Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri :

1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri

2. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena
tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam dan perlahan serta rileks.

3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya
uterus berkontraksi. Jika tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.

4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh.

a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa
semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang)

b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian
yang hilang

c. Periksa plasenta sisi feotal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak adanya kemungkinan
lobus tambahan (suksenturiata)

5. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika
uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara
melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik.

6. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30
menit selama dua jam kedua pascapersalinan.
Ingat, ada tiga langkah manajemen aktif kala tiga :

1. Berikan oksitosin 10 unit IM dalam waktu satu menit setelah bayi lahir

2. Lakukan penegangan tali pusat terkendali

3. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir.

1.3 Atonia Uteri

Kontraksi Miometrium dan Perdarahan Kala Tiga

Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalamai perdarahan sekitar
350-500 cc/menit dari bekas melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan
menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.

Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari satu jam!
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam
setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Sebagian besar kematian akibat perdarahan pascapersalinan terjadi
pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (Li, et al., 1996). Karena alasan ini, penatalaksanaan
persalinan kala tiga sesuai standar dan penerapan manajemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan
sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.

Dimasa lampau, sebagian besar penolong persalinan menatalaksana persalinan kala tiga dengan cara
menunggu plasenta lahir secara alamiah (fisiologis). Intervensi hanya dilakukan jika terjadi penyulit atau
jika kemajuan persalinan kala tiga tidak berjalan normal. Manajemen aktif kala tiga hampir tidak menjadi
perhatian karena melahirkan plasenta secara konvensional dianggap cukup memadai dan fisiologis.
Paradigma proaktif (pencegahan) dianggap berlebihan karena mengacu pada masalahnya yang belum
terjadi sehingga tindakan yang diberikan dianggap pemborosan.

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh
atonia uteri adalah :

· Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :

o jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)

o kehamilan gemeli

o janin besar (makrosomia)


· Kala satu dan /atau dua yang memanjang

· Persalinan cepat (partus presipitatus)

· Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)

· Infeksi intrapartum

· Multiparitas tinggi

· Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeclampsia/eklampsia

Pemantuan melekat kondisi ibu selama kala III serta selalu siap untuk menatalaksana atonia uteri
pascapersalinan merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting. Meskipun berbagai faktor
diketahui dapat meningkatkan risiko perdarahan pascaperdarahan, dua per tiga dari semua kasus
perdarahan pascapersalinan terjadi pada ibu tanpa faktor risiko tersebut atau tidak diketahuin
sebelumnya. Tidak mudah memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan
pascapersalinan. Karena alasan tesebut maka manajemen aktif kala tiga merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya menurunkan kesakitandan kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan.

Penatalaksanaan Atonia Uteri

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktiln
(masase) fundus uteri :

1. Segera lakukan kompresi bimanual internal (KBI)

a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan secara obstetrik
(menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu.

b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin
hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara penuh.

c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah
tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus
ditekan dari arah depan ke belakang.

d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada
pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.

e. Evaluasi keberhasilan :
i. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama
dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala
empat.

ii. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum,
vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan
perdarahan.

iii. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE) kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.

Alasan : Atonia uteri seringkali bias diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit
diperlukan tindakan-tindakan lain.

2. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal. Jangan berikan
ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.

3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc larutan
Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.

Alasan : Jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan dapat dipakai
untuk transfusi darah (jika perlu). Oksitosin secara IV cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat
diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama persalinan.

4. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.

Alasan : KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.

5. Jika uterus tudak berkontraksi dalam 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia
uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu
melakukan tindakan operasi dan transfuse darah.

6. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBi dan infuse cairan hingga ibu tiba di
tempat rujukan.

a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit

b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba ditempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang
diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam

Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua0 cairan infus dengan tetesan sedang dan
ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.

Kompresi Bimanual Eksternal


1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas simfisis
pubis.

2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan
dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas
mungkin.

3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar
pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit
pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi.

http://etikjuwaeni.blogspot.com/2012/03/sap.html?m=1

Вам также может понравиться