Вы находитесь на странице: 1из 5

67

BAB IV

PEMBAHASAN

Definisi menurut IASP 1979 (International Association for Study Pain) nyeri adalah sensori
subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan
actual dan potensial atau menggambarkan kondisinya terjadinya kerusakan. Definisi Nyeri
menurut Aziz (2012) bahwa nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan yang bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda-beda
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminnya.

Nyeri pasca bedah merupakan satu dari masalah- masalah keluhan pasien tersering dirumah
sakit sebagai konsekuensi pembedahaan yang tidak dapat dihindari. Sebanyak 77% pasien
pasca bedah mendapatkan pengobatan nyeri yang tidak adekuat dengan 71% masih
mengalami nyeri setelah diberi obat dan 80% mendeskripsikan masih mengalami nyeri
tingkat sedang hingga berat ( Nurdiansyah, 2016). Cidera pada jaringan tubuh pada
pembedahan akan meningkatkan pelepasan substansi kimia yang dapat menstimulus reseptor
nyeri seperti histamine, prostaglandin, bradikinin dan subtansi P yang akan mengakibatkan
respons nyeri dan menjadi stress bagi tubuh. Subtansi kimia ini mengakibatkan tubuh
melakukan perlawanan dengan mengaktivitasi system saraf simpatis untuk membuat
serangkaian perubahan pada tubuh. Denyut jantung, curah jantung, dan tekanan darah
meningkat, pupil berdilatasi, tangan dan kaki menjadi dingin. Mekanisme yang dapat
menimbulkan respons stress dapat pula dipakai untuk menghilangkan nyeri. Segera setelah
individu memahami bahwa situasi nyeri tidak berbahaya, otak akan berhenti mengirim tanda
bahaya ke batang otak, berhenti mengirim pesan nyeri ke system saraf. Beberapa menit
setelah pengiriman pesan bahaya terhenti, respons perlawanan terhenti dan nyeri menghilang.

Nyeri pasca bedah yang tidak hilang dapat menimbulkan efek negative terhadap fisiologis
dan psikologi (Black & Hawk, 2014). Dampak nyeri terhadap psikologi berupa gangguan
tidur dan sulit berhubungan dengan orang lain karena perhatiannya berfokus pada nyeri.
Nyeri yang tidak teratasi akan menghambat penyembuhan. Pasien dirawat dirumah sakit
menjadi lebih lama dan meningkatkan biaya perawatan rumah sakit (Black & Hawk, 2014).
Pengaruh negative dari nyeri dapat dikendalikan dengan penatalaksanaan yang adekuat
melalui pendekatan multidisiplin kesehatan. Manajemen nyeri merupakan bagian dari
68

perawatan pasien yang sangat penting. Manajemen nyeri pasca bedah meliputi pemberian
terapi farmakologi dan terapi penggunaan teknik non farmakologi (seperti biofeedback,
TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan antisifatif, terapi musik, terapi bermain, terapi
aktivitas, akupressur, aplikasi panas dan dingin, dan pijatan ). Intervensi perilaku kognitif
dalam mengontrol nyeri dimaksudkan untuk melengkapi atau mendukung pemberian terapi
analgesic agar pengendalian nyeri menjadi efektif (Smeltzer et, al, 2008). Salah satunya
dengan menggunakan terapi music. Terapi music sebagai teknik relaksasi yang digunakan
untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis
musik yang digunakan dalam terapi music dapat disesuaikan dengan keinginan seperti musik
klasik, instrumental, dan slow music (Erfandi, 2016). Mendengarkan musik dapat
memproduksi zat endorphins (substansi sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat
mengurangi rasa sakit/nyeri) yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri disistem saraf
pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang, music juga bekerja sebagai system limbic yang
akan dihantarkan kepada system saraf yang mengatur kontraksi otot-otot tubuh sehingga
dapat mengurangi kontraksi otot (Potter & Perry, 2011). Musik terbukti menunjukan efek
yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi,
menghilangkan nyeri dapat menurunkan tekanan darah.

Berdasarkan hasil penellitian Nurdiansyah,2016 di dapatkan hasil bahwa respon nyeri


sebelum terapi music adalah 8,35 dan respon nyeri setelah dilakukan terapi music 5,71.
Berdasarkan hasil uji t-independent di dapatkan p-value 0,000. Interpretasi dari p-value yang
kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang signifikan tingkat nyeri sebelum dan setelah
diberikan terapi musik. Rentang skala nyeri sebelum terapi musik berkisar 8-9 kemudian
setelah pemberian terapi music skala nyeri berkisar 4-7. Hal tersebut dikarenakan terapi
music dapat memodulasikan nyeri melalui pengeluaran endorphin yang merupakan subtansi
atau neurotranmister menyerupai morfin yang dihasilkan tubuh secara alami.
Neurotransmiter hanya bisa cocok pada reseptor-reseptor pada saraf yang secara spesifik
dibentuk untuk menerimannya. Keberadaan endorphin pada sinaps sel-sel saraf
mengakibatkan penurunan sensasi nyeri (Kastono, 2008)

Implementasi yang kami lakukan pada pasien Ny. S pada masalah keperawatan nyeri yaitu
menggunakan teknik musik klasik instrumental dengan langkah sebagai berikut : pertama-
pertama siapkan headseat, hp, dan siapkan musik klasik instrumentalnya. Anjurkan pasien
untuk mencari posisi yang nyaman dan anjurkan pasien untuk memejamkan kedua matanya.
Setelah itu pasangkan headseat di kedua telinga pasien. Setalah itu nyalakan musiknya dan
69

berikan volume yang tidak terlalu keras atau lemah intinya volume tersebut dapat membuat
pasien nyaman dan membuat berkonsentrasi penuh. Anjurkan pasien untuk menikmati musik
klasik instrumentalnya. Anjurkan kepada pasien untuk membayangkan pasien sedang berada
di tempat yang tenang dan sejuk sambil anjurkan pasien untuk melakukan distraksi
pernafasan yaitu mengambil nafas perlahan melalui hidung dengan hitungan satu, dua, tiga
empat dan kemudian hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan. Lakukan distraksi
pernafasan ini secara berulang. Lakukan terapi ini selama 30 menit setiap harinya. Teknik ini
dilakukan pada saat Ny. S mengalami nyeri. Salah satunya pada saat ganti perban. Ganti
perban yang dilakukan pada tanggal 6-November 2018 pukul 15.00 skala nyeri Ny. S yaitu 6
respon pasien meringis dan berteriak pada saat itu sudah dilakukan terapi music klasik
instrumental selama 30 menit. Setelah dilakukan terapi music pasien mengatakan skala nyeri
5. Pada tanggal 7 november 2018 pukul 15.00 skala nyeri Ny. S 5 respon pasien masih
meringis tetapi tidak berteriak seperti hari pertama kemudian kami melakukan teknik terapi
musik klasik instrumental selama 30 menit setelah diberikan terapi tersebut skala nyeri pasien
berkurang menjadi 4. Respon pasien tampak agak tenang dan tidak meringis kesakitan. Pada
tanggal 9 November 2018 pukul 15.00 skala nyeri pasien 4 setelah dilakukan terapi musik
klasik instrumental skala nyeri pasien 2 dan respon pasien sudah tampak tenang, tidak
meringis dan tidak berteriak kesakitan.

Hasil Implementasi ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurdiansyah
(2016) hasil bahwa respon nyeri sebelum terapi music adalah 8,35 dan respon nyeri setelah
dilakukan terapi music 5,71. Berdasarkan hasil uji t-independent di dapatkan p-value 0,000.
Interpretasi dari p-value yang kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang signifikan
tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan terapi musik. Rentang skala nyeri sebelum terapi
muski berkisar 8-9 kemudian setelah pemberian terapi music skala nyeri berkisar 4-7.
Penurunan tingkat nyeri ini bisa disebabkan oleh efek terapi musik yang bersifat sedative
yang memberikann respon berupa ketenangan emosional, relaksasi, denyut nadi sehingga
pasien mampu mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman.

Kesimpulan yang dapat diambil dari jurnal dan implementasi yang diterapkan pada pasien
dengan masalah keperawatan nyeri adalah Terapai Musik Klasik Instrumentasl berpengaruh
terhadap penurunan skala nyeri pada pasien.
70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil dari analisa jurnal dan implementasi yang dilakukan penulis dengan pemberian terapi
music klasik instrumental pada pasien yang mengalami masalah keperawatan nyeri akut
terdapat efek yang maksimal, nyeri yang dirasakan pasien Ny. S mengalami penurunan skala
nyeri.

Hal tersebut diakibatkan dari jurnal Nurdiansyah (2016) yang menganjurkan pasien nyeri
untuk melakukan terapi music klasik instrumental.

5.2 Saran

Hasil analisa penulis pemberian terapi musik klasik instrumental dapat diaplikasikan dalam
asuhan keperawatan untuk menurunkan sensasi nyeri yang dialami pasien.

Perawat atau keluarga pasien juga dapat menerapkan terapi musik klasik instrumental untuk
mengurangi nyeri jika terjadi kapan saja dan dimana saja, sehingga pasien yang mengalami
nyeri dapat diatasi dengan menggunakan terapi music klasik instrumental.
71

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Associaton, 2007. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus


Diabetes Care S: 31- 42.
Perkeni, 2010. Petunjuk praktis pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2.
Jakarta : EGC Wilkinson
Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC Kozier
Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik edisi VII
Volume 1. Jakarta : EGC Tandra
Hans. 2007. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. Surabaya : EGC
NANDA, alih bahasa Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. 2012.
NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC Wilkinson, J. M. & Nancy R. A., alih bahasa Esty Wahyuningsih. 2012
Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.
Jakarta: EGC Tjokroprawiro, Askandar. 2007. ILMU PENYAKIT DALAM. Surabaya :
Airlangga University Press. Karyadi, KS Sri Hartini. 2009. Diabetes Siapa Takut!!, Panduan
Lengkap untuk Diabetasi, Keluarganya, dan Professional medis,Bandung: Qanita
Sudoyo Aru W, Setiohadi Bambang, Alwi Idrus. 2006.
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilit III, Edisi IV, Jakarta : FK-UI Slamet Suryono (2006).
Penatalaksanaan diabetes terpadu. Jakarta : EGC Soegondo, Sidartawan. 2005.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Sebagai Panduan Penatalaksanaan Bagi Dokter
Maupun Edukator. Jakarta:FKUI

Вам также может понравиться