Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh negara, baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Saat ini penyakit asma juga sudah tidak
asing lagi di masyarakat. Asma dapat menyerang oleh semua lapisan
masyarakat dari mulai anak-anak sampai dewasa. Penyakit asma awalnya
merupakan penyakit keturunan yang diturunkan dari orang tua pada anaknya.
Namun, sekarang ini keturunan bukan merupakan penyebab utama penyakit
asma. faktor udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota besar
merupakan faktor utama penyebab dalam peningkatan serangan asma
(Harmoko, 2012).
Data word health organization (WHO) memperkirakan 100-180 juta
penduduk diseluruh negara menderita asma, jumlah ini memperkirakan akan
terus bertambah sebesar 180 juta orang setiap tahunnya. Apabila dibiarkan
dan tidak ditangani dengan baik maka diperkirakan akan menjadi peningkatan
prevalensi yang lebih tinggi pada masa yang akan datang serta mengganggu
proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup. Sebanyak 300 juta orang di
dunia terkena penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit
asma pada tahun 2008 lalu (WHO, 2008). Hasil penelitian International Study
on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2008 menunjukkan, di
Indonesia prevalensi gejala penyakit asma meningkat dari sebesar 4,2%
menjadi 5,4% di jawa tengah 1,5% menjadi 2,5%, asma mempunyai tingkat
yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak di temukan dalam
masyarakat (Citrawati, 2011).
Prevalensi asma pada orang dewasa lebih tinggi dari anak. Angka
ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota lain di negara yang
sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7 % (Sukamto,
2014). Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 prevalensi penyakit
asma di Indonesia sebesar 4,5% (Riskesdas, 2013).
Data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diberbagai
propinsi di Indonesia, asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu dilaporkan
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI,
2006).
Asma Bronkial atau lebih popular disebut asma atau sesak
napas, telah dikenal luas masyarakat adalah penyakit saluran
pernapasan kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius di berbagai Negara diseluruh dunia (GINA,2011).
Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya
dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada, disertai
dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya
susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma
adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian
menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental (Brunner & Suddard,
2002).
Akibat dari penyakit Asma jika tidak ditangani akan menimbulkan
komplikasi seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis,
aspergilosis, gagal nafas, brobkhitis. Meskipun asma dapat berakibat fatal,
asma lebih sering mengganggu pekerjaan, aktivitas fisik, dan banyak aspek
kehidupan lainnya (Mansjoer, 2008).
Asma dengan gangguan ventilasi dimana diameter bronckeolus lebih
banyak berkurang selama ekspirasi dibanding inspirasi, karena peningkatkan
tekanan dalam paru selama ekspirasi menekan paksa bagian luar bronkeolus.
apabila bronkeolus yang tersumbat sebagian sumbatan akan terbawa adalah
akibat tekanan dari luar yang mengakibatkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Penderita asma dapat melakukan inspirasi dengan baik namun
sangat sulit saat ekpsirasi (Guyton and Hall, 2009). Sehingga terjadi
gangguan difusi gas di alveoli. Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen (O2). Penanganan yang tepat dalam
masalah gangguan pemenuhan O2 adalah dengan pemberian O2 dan
pengobatan. Pemberian oksigen pada penderita asma bronkial minimal 94%
melalui masker Rebreathing mask (RM) atau non Rebreathing mask (NRM)
maupun kanul nasal sesuai dengan kebutuhan dari pasien itu sendiri.
Konsentrasi oksigen yang tinggi dalam pemberian terapi dapat menyebabkan
peningkatan kadar PCO2 dalam tubuh pada pasien dengan asma. Walaupun
pemberian terapi oksigen digunakan secara sering dan luas dalam perawatan
pasien asma, pemberian oksigen seringkali tidak akurat, sehingga pemberian,
monitoring, dan evaluasi terapi tidak sesuai (Perrin et al, 2011).
Salah satu penyebab terganggunya pemenuhan kebutuhan oksigenasi
(O2) pada asma bronkial adalah produksi mukus yang berlebihan
menyebabkan obstruksi saluran napas. Oleh karena itu perlu dilakukan
intervensi untuk membantu mengurangi obstruksi saluran napas adalah
dengan cara pemberian terapi farmakologi dan non farmakolgi, terapi
farmakologi terdiri dari inhalasi nebulizer, suction, terapi oksigen, dan terapi
pemberian obat, sedangkan terapi non farmokolgi terdiri dari fisioterapi dada,
postural drainage, dan mengajarkan klien teknik batuk efektif (Hasanah,
2016). Penanganan yang utama pada penderita asma adalah memenuhi
kebutuhan oksigen. Kerja sama dengan tim medis serta melibatkan pasien dan
keluarga sangat diperlukan agar perawatan dapat berjalan dengan lancar
(Harmoko, 2012).
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2014
penyakit asma bronkial menempati urutan keenam penyakit terbanyak
diderita masyarakat kota Bengkulu dengan jumlah 628 jiwa (10%) (Profil
Dinas Kesehatan tahun 2014). Sedangkan dikota Bengkulu, asma bronchiale
pada anak termasuk sepuluh penyakit terbanyak dengan jumlah penderita
pada tahun 2015 sebanyak 2.497 orang (Dinkes Kota Bengkulu, 2016). Data
prevalensi penyakit Asma dari RSUD Tais didapatkan dari tahun 2017
sebanyak 9 orang penderita asma, sedangkan tahun 2018 ada sebanyak 11
orang penderita asma.
Pada saat studi pendahuluan juga dilakukan wawancara kepada pasien
asma yang dirawat di ruang rawat inap Melati RSUD Tais yang terdiri dari 3
orang pasien dewasa, ketika wawancara pasien ditanyakan pertanyaan yang
sama berupa gejala asma dan penanganan yang telah didapat selama
perawatan di rumah sakit, serta bagaimana respon penyakit terhadap
penatalaksanan yang diberikan. Hasil yang didapat rata-rata pasien merasakan
perbaikan setelah mendapatkan perawatan berupa nebulizer dan pemberian
terapi melalui jalur parental, dan pengobatan setalah 2-3 hari. Pasien tidak
diajarkan untuk melakukan tindakan mandiri seperti tehnik nafas dalam dan
distraksi untuk memudahkan ekspansi dada, batuk efektif untuk memudahkan
pengeluaran secret, serta tidak dilakukannya tindakan fisioterapi dada oleh
petugas medis dan masih banyak terapi non farmakologis lainnya yang bisa
diberikan pada pasien dengan asma bronchiale tetapi perawat dan petugas
kesehatan lainnya hanya berfokus pada pengobatan farmakologis saja.
Masih banyak masyarakat indonesia belum mengetahui penanganan
asma jika kambuh, sehingga itu masih menjadi masalah kesehatan yang harus
diperhatikan. Dalam pengobatan asma ini sangat penting bagi penderita
karena mencegah timbulnya jika asma itu kambuh lagi, asma sangat
berbahaya bagi penderita yang mempunyai sifat yang berasal dari allergen
semisal cuaca, debu, makanan karena bisa menyerang secara mendadak jika
allergen tersebut timbul, dapat kekurangan oksigen dan sesak nafas yang
sifatnya dapat mematikan nyawa sebagai penderita asma.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah
yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dengan Asma Bronkial di
Ruang Melati RSUD Tais ”.
B. Identifikasi Masalah
Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan
gangguan Asma Bronkhial di Ruang Melati RSUD Tais?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan Asma Bronkial dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan di RSUD Tais Kabupaten Bengkulu
Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
b. Mendeskripsikan perumusan diagnosa keperawatan dengan gangguan
asma bronkial
c. Mendeskripsikan rencana keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
f. Mendeskripsikan dokumentasi keperawatan dengan gangguan asma
bronkial
D. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah
Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya
Asuhan Keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan Asma
Bronkhial.
2. Tenaga Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap bagi instansi terkait, khususnya didalam
meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan Asma Bronkial.
3. Akademik
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi
pendidikan DIII keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di masa yang akan datang.
4. Klien dan keluarga
Sebagai bahan masukan bagi klien dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi.
5. Pembaca
Sebagai sumber informasi mengenai perawatan penyakit khususnya Asma
Bronkial.
DAPUS
Harmoko. (2012). Asuhan keperawatan. Yogyakarta : pustaka pelalajar
Citrawati, M. (2012). Asuhan keperawatan Dengan Asma Bronchial. Jakarta :
EGC
Guyton, And Hall (2009). Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi. 11. Jakarta: EGC.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Asma Bronkial
Organ Pernafasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dala
m lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat
hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang
(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri
dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9
sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi
oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan
V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis
set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli
terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan
5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen
yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen
ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan
tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus
ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak
jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara
paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
Bagan 2.2
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi
dari kristal eosinophil
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum,
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi
dan kadang terdapat mucus plug
- Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan
LDH
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetusnya allergen, olahraga, cuaca, emosi (imun respon
menjadi aktif, Pelepasan mediator humoral), histamine,
SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa,
sekresi meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid)
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan
dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu
bebas dari serangan.
- Pemeriksaan radiologi
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan kekuatannya,
langkah berikutnya adalah perencanaan asuhan keperawatan. Pada
langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi
pasien serta mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2005). Dalam teori ini, perencanaan keperawatan ditulis dengan
rencana dan kriteria hasil berdasarkan Nursing Outcomes Classification
(NOC) (Moorhead dkk, 2013), Nursing Intervention Classification (NIC)
(Bulechek dkk, 2013) serta Rasional (Dongoes, 2000).
Intervensi adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan
masalah dan menentukan tujuan rencana untuk mengatasi masah pasien.
Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan untuk mengatasi masalah
pasien melalui intervensi dan menejemen yang baik. Rencana
keperawatan memuat tujuan sebagai berikut : (Hidayat, 2012).
a. Organisasi informasi pasien sebagai sumber dokumentasi.
b. Sebagai alat komuniasi atara perawat dan klien.
c. Sebagai alat komunikasi antara angota tim kesehatan.
d. Langkah dari proses keperawatan, (pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi) yang merupakan rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan.