Вы находитесь на странице: 1из 21

MAKALAH

LAPORAN TUTORIAL
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun Oleh :

Cyndilia Fatriada S (21116101) M.Sigit Novianto (21116106)


Pegi Dwi Yantiro (21116102) Molina Kintan R.J (21116107)
Nandita Eka Putri (21116103) Resty Permatasari (21116110)
Annisa Afianria YC(21116104) Vadila Zulfa (21116112)
Ulia Ulan Dari (21116105)

Dosen Pembimbing : Suratun, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2018/2019
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
Segala Puji bagi Allah SWT karna berkat rahmat dan hidayahnyalah kami semua dapat
menyelesaikan Makalah “Laporan Tutorial” Keperawatan Kegawatdaruratan. Kami ucapkan
terimakasih kepada orang tua yang telah memberi motivasi, dan dosen pembimbing yang
telah memberi arahan hingga makalah ini selesai. Semoga apa yang kami tulis dalam makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca makalah.

Palembang, Mei 2019

Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG ..............................................................................................4


B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................................5
C. TUJUAN ...................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN KASUS ................................................................................................7

A. KASUS .....................................................................................................................7
B. KLARIFIKASI ISTILAH .........................................................................................7
C. QUESTION...............................................................................................................8
D. ANSWER..................................................................................................................9
E. PATHWAY..............................................................................................................14
F. LEARNING OUT COMES .....................................................................................15

BAB III PENUTUP ............................................................................................................28

A. KESIMPULAN ........................................................................................................28
B. SARAN ....................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................29

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor
resiko utama gagal nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir
rendah, dan penelitian menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan
sosioekonomi rendah.
Pada suatu penelitian epidemiologi gagal nafas di Amerika Serikat, insidensi
gagal napas di Amerika adalah 18 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun insidensinya
lebih tinggi pada bayi dengan berat badan lahir rendah, sepertiga kasus terjadi pada
bayi dengan berat badan normal. Insidensi tertinggi terdapat pada ras kulit hitam dan
sangat berhubungan dengan kemiskinan.
Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama setelah
kelahiran, dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan penyebab utama
kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dan komplikasi perinatal. Pada
suatu studi kematian neonatal di daerah Cirebon tahun 2006 disebutkan pola penyakit
kematian neonatal 50% disebabkan oleh gangguan pernapasan meliputi asfiksia bayi
baru lahir (38%), respiratory distress 4%, dan aspirasi 8%.Meskipun angka-angka
tersebut masih tinggi, Indonesia sebenarnya telah mencapai tujuan keempat dari
MDG, yaitu mengurangi tingkat kematian anak. Dengan pencegahan dan
penatalaksanaan yang tepat, serta sistem rujukan yang baik, kematian neonatus
khususnya akibat gangguan pernafasan diharapkan dapat terus berkurang.
Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi suportif dengan
ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya meliputi high-
frequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida, dan
extracorporealmembrane oxygenation (ECMO).
Penanganan neonatus yang mengalami gagal nafas memerlukan suatu unit
perawatan intensif, dan penatalaksanaan yang optimal tergantung pada sistem
perawatan neonatus yang ada, yaitu ketersediaan tenaga ahli, fasilitas yang memiliki

4
kemampuan dalam menilai dan memberikan tatalaksana kehamilan resiko tinggi, serta
memiliki kemampuan menerima rujukan dari fasilitas kesehatan dibawahnya.

Dengan lamanya waktu perawatan dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan,
diagnosis dan tatalaksana yang tepat kegagalan nafas pada neonatus merupakan hal
yangpenting untuk menekan mortalitas dan biaya perawatan yang akan dikeluarkan.
Dalam sari pustaka ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, diagnosis dan
penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus.

II. RUMUSAN MASALAH


Bagaimana Learning Outcome dari pembelajaran studi kasus pasien Gagal Napas Akut
pada Neonatus?

III. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran bagaimana
melakukan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada pasien dengan Gagal Napas Akut
pada Neonatus

2. Tujuan Khusus

Dalam penyusunan studi kasus pasien gawat darurat diharapkan penulis mampu :

a. Melakukan pembelajaran tentang studi kasus pada pasien gawat darurat dengan Gagal
Napas Akut pada Neonatus
b. Melakukan Learning Outcome pembelajaran dari studi kasus pada pasien gawat
darurat dengan Gagal Napas Akut pada Neonatus
c. Melakukan Intervensi keperawatan berdasarkan Asuhan Keperawatan pada pasien
gawat darurat dengan Gagal Napas Akut pada Neonatus

IV. MANFAAT
1. Secara Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan lagi bagi mahasiswa keperawatan
agar dapat mengupayakan pembelajaran lebih baik.

2. Secara Praktis

5
a. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan, terutama dalam pembelajaran studi kasus dan dalam melakukan
pemberian asuhan keperawatan pada pasien
b. Bagi Mahasiswa STIKes MP
Penulisan makalah ini bagi mahasiswa PSIK STIKes MP untuk memperoleh
pengetahuan tentang bagaimana pembelajaran studi kasus dan penyusunan asuhan
keperawatan pada pasien gawat darurat dengan Gagal Napas Akut pada Neonatus

6
BAB II
TINJAUAN KASUS

I. STUDI KASUS
Bayi Ny. N berjenis kelamin perempuan mengalami gagal nafas akut, berusia 1 hari
masuk ke IGD rujukan dari RS B dengan BBL 2.200 kg. Saat dilakukan pemeriksaan
tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada obstruksi jalan napas, stridor (-), gurgling (-),
tidak ada pergerakan dada, pasien mengalami apneu, work of breathing (-), nadi teraba
lemah, HR : 68x/menit, akral dingin, pasien tidak sadar, TTV : TD tidak terkaji, saturasi
O2 88%, mulut tampak pucak bahkan kearah sianosis, suhu 34,4o C, mukosa bibir
kebiruan, GSC : 3 (E1M1V1), pupil kanan kiri : isokor 2/2 mm, reflek cahaya kanan kiri :
+/+, hasil pengecekan gula darah hasilnya low. Tampak luka Post Ward Reduction
Gastrochisis di abdomen dan telah dilakukan tindakan resusitasi neonatus saat di rumah
sakit B dengan terpasang kantong plastik diseluruh bagian tubuh dan ekstremitas.Pasien
kemudian dilakukan tindakan resusitasi jantung paru sebagai tindakan penyelamatan.

II. KLARIFIKASI ISTILAH


1. Stridor (Sigit) : kondisi abnormal, suara nafas bernada tinggi yang disebabkan oleh
sumbatan ditenggorokan (Fegi)
2. Gurgling (Annisa) : Bunyi kumur-kumur pada jalan nafas (Cindy)
3. Apnue (Resty) : Kondisi proses berhentinya pernafasan dalam waktu singkat (Sigit)
4. Work of Breathing (Ulia) : Energi yang dikeluarkan untuk menghirup dan
menghembuskan nafas (Kintan)
5. Isokor (Fegi) : Ukuran kedua pupil yg sama (Ulia)
6. Luka Post Ward Reduction Gastrochisis (Vadila) : Luka setelah operasi usus yang
keluar (Kesepakatan Bersama)
7. Saturasi O2 (Nandita) : Ukuran seberapa banyak oksigen yang seberapa banyak yang
dibawa Hb (Annisa)
8. Resusitasi (Cyndi) : Tindakan yang dilakukan untuk menghidupkan kembali atau
memulihkan kembali kesadaran seseorang (Vadila)
9. HR (Kintan) : Heart Rate, untuk mengukur detak jantung (Nandita)
10. GCS (Nandita) : Untuk mengukur tingkat kesadaran ()

7
Jawaban Berdasarkan Sumber :

1. Stridor : Suara pernapasan yang kasar akibat pengaliran udara melewati alan napas
yang menyempit (
2. Gurgling : suara seperti kumur – kumur karena terdapat cairan ( kamus keperawatan )
3. Apnue : Keadaan berhentinya pernapasan, seperti yang terlihat pada respirasi Cheyne-
Stokes. Keadaan ini terjadi karena kurangnya tekanan CO2 yang diperlukan dalam
darah untuk menstimulasi pusat pernapasan (
4. Work of Breathing :
5. Isokor :
6. Luka Post Ward Reduction Gastrochisis
7. Saturasi O2 : Jumlah oksigen yang terikat pada Hemoglobin dalam darah, dinyatakan
sebagai presentase kapasitas pengikatan maksimal (
8. Resusitasi : Menghidupkan kembali seorang yang tampak meninggal (
9. HR :
10. GCS : merupakan skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien,
apakah pasien itu dalam keadaan koma ataukah tidak, dengan menilai respon pasien
terhadap rangsang yang kita berikan ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2006)

III. QUESTION
1. Apa tindakan pertama yang dilakukan pada pasien rujukan pada kasus? (Sigit)
2. Apakah adanya komplikasi yang terjadi setelah dilakukan resusitasi pada pasien?
(Annisa)
3. Apa tindakan selanjutnya setelah resusitasi? (Resty)
4. Apa penyebab kondisi gagal nafas akut pada kasus? (Kintan)
5. Apa fungsi terpasangnya kantong plastik pada seluruh bagian tubuh dan estremitas
pasien? (Fegi) dan apa pengaruhnya? (Dila)

IV. ANSWER

No Pertanyaan Jawaban Sementara Jawaban berdasarkan Sumber


1 Apa tindakan 1. Melakukan tindakan
pertama yang Bantuan hidup dasar
dilakukan pada (Annisa)

8
pasien rujukan 2. Melakukan resusitasi
pada kasus ? jantung, pemasangan
oksigen (Nandita)

2 Apakah adanya Terjadinya fraktur iga yang Komplikasi yang dapat terjadi
komplikasi yang bisa menyebabkan cedera hati akibat kompresi dada adalah fraktur
terjadi setelah dan limfa (Resty) iga atau sternum. Studi post mortem
yang dilakukan oleh Kaldrum, et al.
dilakukan
menunjukkan banyak komplikasi
resusitasi pada
lain pada region toraks yang dapat
pasien ?
disebabkan oleh resusitasi jantung
paru, yaitu pneumotoraks,
hemotoraks, kontusio paru, dan
bahkan ruptur ventrikel kiri. Durasi
resusitasi jantung paru lebih dari 30
menit menjadi faktor risiko
terjadinya komplikasi tersebut.
Selain komplikasi pada regio
toraks, beberapa kasus
menunjukkan bahwa resusitasi
jantung paru dapat menyebabkan
komplikasi berupa cedera hati dan
limpa.
3 Apa tindakan Pemasangan oksigen,
selanjutnya pengkajian kembali (Vadila)
setelah
resusitasi?
4 Apa penyebab 1. Gagal nafas akut Faktor resiko sindrom gawat
kondisi gagal disebabkan oleh napas pada bayi yaitu
nafas akut pada kebocoran cairan dari prematuritas, berat badan lahir
kasus? pembuluh darah kecil rendah, usia maternal lebih dari
ke paru-paru menuju 32 tahun, wanita hamil yang
kantung udara kecil, mengalami gangguan perfusi
tepat pertukaran darah uterus yaitu wanita hamil
oksigen terjadi (Ulia) yang menderita DM, hipertensi,

9
2. Berat badan bayi di toksemia, hipotensi atau
bawah normal atau perdarahan antepartum.
BBLR (Annisa)

5 Apa fungsi Untuk menghangatkan tubuh


terpasangnya bayi (Nandita)
kantong plastik
pada seluruh
bagian tubuh dan
estremitas
pasien? dan apa
pengaruhnya?

10
V. PATHWAY

11
VI. LEARNING OUTCOME
A. Konsep Gagal Nafas Akut pada Neonatus
1. Definisi

Sindrom gawat nafas (respiratorik distress syndrome/RDS) adalah penyakit paru yang
akut dan berat, terutama menyerang bayi pretern, dimana sistem pernapasan tidak mampu
melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan.

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfakten dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membran
disease (HMD)

2. Etiologi

Penyebab gawat napas pada neonatus defisiensi surfaktan, atau beberapa penyebab
lain seperti; tidak lancarnya absorbsi cairan paru, aspirasi mekonium, pneumonia bakteri atau
virus, infeksi, sepsis, obstruksi mekanik, dan atau hipotermi. Penyebab tersering adalah
immaturitas struktur berbagai organ sistem ventilasi dan adanya kerentanan terhadap infeksi.
Setiap keadaan yang menyebabkan obstruksi jalan napas atau yang mengganggu pertukaran
gas dapat menyebabkan gawat napas. Penyakit infeksi saluran pernapasan akut, terutama
ISPA bawah dan hampir semua pneumonia menyebabkan sindrom gawat napas. Faktor resiko
sindrom gawat napas pada bayi yaitu prematuritas, berat badan lahir rendah, usia maternal
lebih dari 32 tahun, wanita hamil yang mengalami gangguan perfusi darah uterus yaitu wanita
hamil yang menderita DM, hipertensi, toksemia, hipotensi atau perdarahan antepartum.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ada pada anak/ neonatus yang mengalami sindrom
gawat napas adalah dyspnea, takipnea (Frekuensi pernapasan diatas 60x/menit), sulit
bernapas, krakels inspirasi, pernapasan cuping hidung, mengorok ekpiratori, retraksi dinding
dada, grunting ekspiratoar (merintih), sianosis sentral (lidah kebiruan pada suhu ruangan).
Jika penyakit berlanjut akan terjadi penurunan frekuensi pernapasan, apnea, bradikardi,
hipotensi, tonus otot menurun, jumlah urin menurun, sianosis, edema perifer, lemah dan
gangguan termoregulasi. (Mathai, 2007)

12
Patofisiologi

Sindrom gawat napas bisa terjadi karena immaturitas sistem organ ventilasi yang
biasanya dialami neonatus yang lahir pretern. Alveoli yang masih kecil menyebabkan
pengembangan kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah dan produksi surfaktan
kurang sempurna atau bahkan tidak ada surfaktan. Surfaktan adalah suatu kompleks
lipoprotein, yang ada di alveoli yang berguna untuk memudahkan tegangan permukaan
alveoli sehingga tidak kolabs pada akhir respirasi dan menahan sisa udara fungsional.
Surfaktan ini dihasilkan oleh sel-sel pernapasan tipe II di alveoli. Apabila surfaktan tersebut
tidak adekuat, maka akan menyebabkan kolabsnya alveoli dan hipoksia. Kondisi ini akan
menyebabkan terjadinya konstriksi vaskuler pulmoner dan penurunan perfusi pulmoner, yang
akhirnya mengakibatkan sindrom gawat napas atau bahkan bisa berlanjut ke gagal napas
progresif.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan sindrom gawas
napas adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan
radiologi yang perlu dilakukan adalah thoraks foto, pada pemeriksaan ini nanti akan terlihat
pola retikulogranular difus bersama bronkogram udara yang saling tumpang tindih,
kemungkinan ada kardiomegali. Pemeriksaan laboratorium yang perlu diperiksa adalah
hitung darah lengkap, elektrolit, kalsium, natrium dan glukosa serum.

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang tepat untuk penderita yang mengalami sindrom gawat napas ini
adalah dengan terapi suportif dengan pemberian ventilasi mekanik dan oksigenasi konsentrasi
yang tinggiuntuk memperbaiki oksigenasi dan mempertahankan volume paru optimal dengan
cara memberikan surfaktan memalui selang endotrakheal (ET), melakukan ventilasi mekanik
melalui ET untuk hipoksemia berat atau hiperkapnia, berikan aerosol bronkodilator,
fisioterapi dada, monitor4 saturasi oksigen dengan oksimetri. Terapi lainnya meliputi inhalasi
nitrat oksida, dan ekstracoporealmembrane oksygenation (ECMO).

Apabila masalah pernapasan teratasi, maka kita perlu menjaga agar suhu tubuh dalam
batas normal, jangan sampai terjadi hipotermia maupun hipertermia. Untuk menjaga
keseimbangan cairan dan eletrolit, kita bisa memberikan cairan parenteral terutama elektrolit
jika perlu berikan tranfusi darah yang untuk mempertahankan hematokrit. Obat bisa diberikan

13
jika ada indikasi, misalnya diberikan obat diuretik untuk mengurangi edema interstitial.
Untuk mengatasi terjadinya asidosis metabolik bisa diberikan NaHCO3, sedangkan untuk
mengatasi infeksi bisa diberikan antibiotik, perlu juga pemberian anlgetik untuk mengatasi
nyeri dan iritabilitas, sedangkan teofilin diberikan untuk menstimulasi pernapasan, obat-
obatan yang bisa diberikan selain obat tersebut adalah juga dopamin/dobutamin sebagai
vasopresor, kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru, dan bronkodilator. Untuk
mengetahui kondisi pasien perlu di pantau dengan pemeriksaan analisa tes darah,
hemoglobin, hematokrit dan bilirubin.

Tatalaksana Darurat
Prinsip tatalaksana darurat gagal nafas adalah mempertahankan jalan nafas
tetap terbuka, baik dengan pengaturan posisi kepala anak (sniffing position),
pembersihan lendir atau kotoran dari jalan nafas atau pemasangan pipa endotracheal
tube, penggunaan alat penyangga oropharingeal airway (gueded), penyangga
nasopharingeal airway, pipa endotrakhea, trakheostomi. Jika saluran benar-benar
terjamin terbuka, maka selanjutnya dilakukan pemberian oksigen untuk meniadakan
hipoksemia.Bila pasien tidak sadar,buka jalan napas (manuver tengadah kepala,
angkat dagu, mengedepankan rahang) dan letakkan dalam posisi pemulihan. Isap
lendir (10 detik), ventilasi tekanan positif dengan O2 100%. Lakukan intubasi
endotrakea dan pijat jantung luar bila diperlukan.
Tatalaksana Lanjutan
Dalam tatalaksana lanjutan, yang perlu dilakukan adalah stabilisasi dan
mencegah perburukan.Penderita-penderita dengan gagal nafas banyak mengeluarkan
lendir sehingga memperberat beban pernafasan.Oleh karena itu, perawatan jalan nafas
sangat memegang peran penting.
Pemberian oksigenasi diteruskan.Kontrol saluran napas, tatalaksana ventilasi,
stabilisasi sirkulasi dan terapi farmakologis (antibiotik, bronkodilator, nutrisi,
fisioterapi).
Pemberian Oksigen: Dalam tatalaksana lanjutan, oksigen harus tetap
diberikan untuk mempertahankan saturasi oksigen arteri diatas 95%. Walaupun
pemberian O2 mempunyai risiko menurunkan upaya bernapas pada beberapa pasien
yang mengalami hipoventilasi kronis, keadaan ini bukan kontraindikasi untuk terapi
O2 bila pasien diobservasi ketat.Bila ventilasi tidak adekuat, maka harus segera
diberikan bantuan ventilasi dengan balon ke masker dan O2.

14
Hipoksemia diatasi dengan pemberian O2 hangat dan lembab melalui kanul
nasal, masker sederhana, masker dengan penyimpanan (reservoir) oksigen, kotak
penutup kepala (oxyhood), dan alat bantu napas orofaring atau nasofaring..Bantuan
Pernafasan (Ventilasi): Bantuan pernafasan dapat dilakukan untuk memperbaiki
oksigenasi. Bantuan pernafasan tersebut meliputi Continius Positive Airway Pressure
(CPAP) dan Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP). CPAP akan membuka alveoli
yang kolaps dan mengalirkan cairan edema paru, sehingga mengurangi
ketidakpadanan ventilasi-perfusi, mengurangi gradien oksigen arteri-alveolus dan
memperbaiki PaO2. Ventilasi tekanan positif non invasif, Bilevel Positive Airway
Pressure (BiPAP) memberikan bantuan ventilasi tekanan positif dan tekanan saluran
napas positif kontinyu melalui masker nasal, bantalan nasal, atau masker muka.
Bantuan ventilasi ini tidak memerlukan intubasi trakhea.
Pemasangan Pipa Endotrakheal.Intubasi endotrakhea dapat dilakukan pada
beberapa pasien tertentu. Indikasi melakukan intubasi endotrakhea adalah keadaan
berikut ini:

1. Gagal kardiopulmonal/henti kardiopulmonal


2. Distres pernapasan berat/kelelahan otot pernapasan
3. Refleks batuk/gag reflkes hilang
4. Memerlukan bantuan napas lama karena apnea atau hipoventilasi
5. Transpor antar rumah sakit untuk pasien yang berpotensi gagal napas

Pengobatan Terhadap Penyebab Gagal Nafas: Penyebab gagal nafas sangat banyak
dan sering merupakan stadium akhir dari suatu penyakit. Penyebab tersering adalah penyakit
paru-paru, terutama bronkhopneumonia dan bronkhiolitis, kemudian gangguan neurologis,
penyakit jantung dan neuromuskuler. Dalam tatalaksana gagal nafas, maka terapi terhadap
penyebab (penyakit primer) harus dilakukan, misalnya: pemberian antibiotika,
bronkhodilator dan mukolitik.

Komplikasi

Komplikasi yang sering muncul pada penderita sindrom gawat napas adalah
ketidakseimbangan asam basa, anemia, infeksi (pneumonia atau septikemia), pneumothoraks,
pneumomediastinum, pneumoperikardium, emfisema subkutan, perdarahan pulmoner, apnea
dan hipotensi sistemik

15
Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
1. Primary Survery
a. Airway dan cervival control
b. Breathing and ventilation
c. Circulation dan hemorrhage control
d. Disability
e. Exposure dan environment control
a. Pengkajian Secara Cepat Tentang ABC
1. Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan napas
a. jalan napas pasien paten ketika bersih sat berbicara dan tidak ada suara napas yang
mengganggu.
b. jika jalan napas tidak paten pertimbangankan kebersihan daerah mulut dan
menepatkan alat bantu napas.
2. apakah pernapasan pasien efektif
a. pernapsan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary refill kurang
dari 2 detik.
b. jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigen dan penempatan
alat bantu.
3. apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang
a. immobilisasi leher yang nyeri atau tidak nyaman dengan collar spins jika injuri
kurang dari 48 jam.
b. tempatkan leher pada collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang belakang
dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
4. apakah sirkulasi pasien efektif
a. sirkulasi efektif ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering.
b. jika sirkulasi tidak efektif pertimbangkan penempatan-penempatan pasien pada
posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk pemberian bolus
ciran 200 ml.
5. apakah ada tanda bahaya pada pasien
a. gunakan GCS dan hapalan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat akibat
trauma pada pasien.

16
b. pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal terbaik dan motoric terbaik.
c. AVPU :
A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon terhadap suara
dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
V : untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tertapi tidak berorientasi
penuh pada orang, waktu dan tempat.
P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara tetapi respon
terhadap rangsangan nyeri sebagaimana seperti tekanan pada tangan.
U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.
Yang penting pada fase pra-RS adalah ABC, lakukan resusitasi dimana perlu,
kemudian fiksasi penderita, lalu transportasi

1. Penjaga Airway dengan Kontrol Servikal


Yang pertama yang harus dinilai dalah kelancaran airway. Ini meliputi pemeriksan
adanya obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur larinks atau
trachea. Usaha untuk membedakan jalan napas harus melindungi vertrebra servikal
karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal
ini dpat dilakukan “chin lift” atau “ jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki
jalan napas, harus diperhatiak bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
2. Breathing (dan ventilasi)
Jalan napas yang baik tidak menjaminventilasi yang baik, pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada, diafragma.
Setiap komponene ini harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik. Auskultasi
dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk
menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat
memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkinmengganggu ventilasi.
Perlakuan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adlah tension, pneumo-
thorak, flail chest dengan kontusio paru open pneumothoraks dan hemathorax-masif.
3. Circulation dengan Kontrol Perdarahan
A. Voume darah dan curah jantung (cardiac output)
17
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat
diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat dirs..
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hypovolemia, sampai
terbukti sebaliknya. Dugaan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari
status hemodinamik penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik ini yakni kesadara, warna kulit dan nadi.
1. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan
mengakibatkan penurunan kesadaran (walaupun demikian kehilangan darah
dalam jumlah banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2. Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hypovolemia. Penderita trauma yang
kulitnya kemerahan, trauma pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam
keadaan hypovolemia. Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hypovolemia. Bila memang
disebabkan hypovolemia maka ini menandakan kehilangan darah minimal
30% dari volume darah.
3. Nadi
Nadi yang besar seperti a femoralis atau a carotis harus diperiksa bilateral,
untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada syok nadi akan kecil dan
cepat.
Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-
volomia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hypovolemia, namun
harus diingat sebab lain yang dapat menyebabkannnya, nadi yang tidak teratur
biasanya merupakan tanda gangguan jantun. Tidak ditemukannya pulsasi dari
nadi sentral arteri.
4. Tekanan darah
Jangan terlalu percaya pada tekanan darah dalam menentukannya syok karena:
a. Tekanan darah sebelumnya tidak diketahui
b. diperlukan kehilangan volume darah lebih dari 30 % untuk dapat terjadi
penurunan tekanan darah
B. Kontrol Pendarahan
Pendarahan dapat :
18
1. Eksternal (terlihat)
2. Internal (tidak terlihat)
3. Rongga toraks
4. Rongga abdomen
5. Fraktur pelvis
6. Fraktur tulang panjang

4. Disability
Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis secara cepat. Yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. GSC (Glasgow
Comas Scale) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal kesudahan
(outcome) penderita.
5. Exposure / Kontrol lingkungan
Dilakukan dirumah sakit, tetapi dimana perlu dapat membuka pakaian, misalnya :
membuka baju untuk melakukan pemeriksaan toraks. Dirumah sakit penderita harus
dibuka keseluruhan pakaiannya untuk evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka
penting agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan
cukup hangatt dan diberikan cairan IV yang sudah hangat

2. Secondary Survei
A. Fokus Assessment
B. Head to toe assessment
Survei sekunder dilakukan hanya setelah survey primer selesai resusitasi
dilakukan dan penderita stabil.

19
BAB IV

PENUTUP

I. KESIMPULAN

II. SARAN

20
DAFTAR PUSTAKA

21

Вам также может понравиться

  • Anatomi Fisiologi KMB
    Anatomi Fisiologi KMB
    Документ3 страницы
    Anatomi Fisiologi KMB
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Document 1
    Document 1
    Документ1 страница
    Document 1
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • BAB I Mama Arsya
    BAB I Mama Arsya
    Документ1 страница
    BAB I Mama Arsya
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Peraturan Menteri Kesehatan
    Peraturan Menteri Kesehatan
    Документ5 страниц
    Peraturan Menteri Kesehatan
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Kesimpulan&Saran Aritmia
    Kesimpulan&Saran Aritmia
    Документ1 страница
    Kesimpulan&Saran Aritmia
    Annisa Afianria YC
    Оценок пока нет
  • Etilogi Dan Patofisiologi Sirosis
    Etilogi Dan Patofisiologi Sirosis
    Документ2 страницы
    Etilogi Dan Patofisiologi Sirosis
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Batasan Ragam Bahasa
    Batasan Ragam Bahasa
    Документ14 страниц
    Batasan Ragam Bahasa
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Kasus 1
    Kasus 1
    Документ1 страница
    Kasus 1
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Etilogi Dan Patofisiologi Sirosis
    Etilogi Dan Patofisiologi Sirosis
    Документ2 страницы
    Etilogi Dan Patofisiologi Sirosis
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • BAHASA ILMIAH
    BAHASA ILMIAH
    Документ9 страниц
    BAHASA ILMIAH
    Ebby Dira Pratama
    Оценок пока нет
  • Disritmia Kelompok 2
    Disritmia Kelompok 2
    Документ30 страниц
    Disritmia Kelompok 2
    Icha Kristina
    Оценок пока нет
  • Batasan Ragam Bahasa
    Batasan Ragam Bahasa
    Документ14 страниц
    Batasan Ragam Bahasa
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Penurunan Curah Jantung-1
    Penurunan Curah Jantung-1
    Документ3 страницы
    Penurunan Curah Jantung-1
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • BANJIR_PUJON
    BANJIR_PUJON
    Документ5 страниц
    BANJIR_PUJON
    Resty Permatasari
    50% (4)
  • Penurunan Curah Jantung-1
    Penurunan Curah Jantung-1
    Документ3 страницы
    Penurunan Curah Jantung-1
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • NCP
    NCP
    Документ1 страница
    NCP
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • BAHASA ILMIAH
    BAHASA ILMIAH
    Документ9 страниц
    BAHASA ILMIAH
    Ebby Dira Pratama
    Оценок пока нет
  • Asuhan Paliatif
    Asuhan Paliatif
    Документ47 страниц
    Asuhan Paliatif
    ayu
    Оценок пока нет
  • MAKALAH TUTOR Gadar (Revisi 1) - 1
    MAKALAH TUTOR Gadar (Revisi 1) - 1
    Документ21 страница
    MAKALAH TUTOR Gadar (Revisi 1) - 1
    Annisa Afianria Yoja Cindona
    Оценок пока нет
  • Kegawatan Neonatus Asfiksia
    Kegawatan Neonatus Asfiksia
    Документ64 страницы
    Kegawatan Neonatus Asfiksia
    Mauren Chesaria
    Оценок пока нет
  • 9 Ketenagaan
    9 Ketenagaan
    Документ19 страниц
    9 Ketenagaan
    Romiko
    Оценок пока нет