Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LAPORAN TUTORIAL
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Disusun Oleh :
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
A. KASUS .....................................................................................................................7
B. KLARIFIKASI ISTILAH .........................................................................................7
C. QUESTION...............................................................................................................8
D. ANSWER..................................................................................................................9
E. PATHWAY..............................................................................................................14
F. LEARNING OUT COMES .....................................................................................15
A. KESIMPULAN ........................................................................................................28
B. SARAN ....................................................................................................................28
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor
resiko utama gagal nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir
rendah, dan penelitian menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan
sosioekonomi rendah.
Pada suatu penelitian epidemiologi gagal nafas di Amerika Serikat, insidensi
gagal napas di Amerika adalah 18 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun insidensinya
lebih tinggi pada bayi dengan berat badan lahir rendah, sepertiga kasus terjadi pada
bayi dengan berat badan normal. Insidensi tertinggi terdapat pada ras kulit hitam dan
sangat berhubungan dengan kemiskinan.
Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama setelah
kelahiran, dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan penyebab utama
kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dan komplikasi perinatal. Pada
suatu studi kematian neonatal di daerah Cirebon tahun 2006 disebutkan pola penyakit
kematian neonatal 50% disebabkan oleh gangguan pernapasan meliputi asfiksia bayi
baru lahir (38%), respiratory distress 4%, dan aspirasi 8%.Meskipun angka-angka
tersebut masih tinggi, Indonesia sebenarnya telah mencapai tujuan keempat dari
MDG, yaitu mengurangi tingkat kematian anak. Dengan pencegahan dan
penatalaksanaan yang tepat, serta sistem rujukan yang baik, kematian neonatus
khususnya akibat gangguan pernafasan diharapkan dapat terus berkurang.
Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi suportif dengan
ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya meliputi high-
frequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida, dan
extracorporealmembrane oxygenation (ECMO).
Penanganan neonatus yang mengalami gagal nafas memerlukan suatu unit
perawatan intensif, dan penatalaksanaan yang optimal tergantung pada sistem
perawatan neonatus yang ada, yaitu ketersediaan tenaga ahli, fasilitas yang memiliki
4
kemampuan dalam menilai dan memberikan tatalaksana kehamilan resiko tinggi, serta
memiliki kemampuan menerima rujukan dari fasilitas kesehatan dibawahnya.
Dengan lamanya waktu perawatan dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan,
diagnosis dan tatalaksana yang tepat kegagalan nafas pada neonatus merupakan hal
yangpenting untuk menekan mortalitas dan biaya perawatan yang akan dikeluarkan.
Dalam sari pustaka ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, diagnosis dan
penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus.
III. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran bagaimana
melakukan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada pasien dengan Gagal Napas Akut
pada Neonatus
2. Tujuan Khusus
Dalam penyusunan studi kasus pasien gawat darurat diharapkan penulis mampu :
a. Melakukan pembelajaran tentang studi kasus pada pasien gawat darurat dengan Gagal
Napas Akut pada Neonatus
b. Melakukan Learning Outcome pembelajaran dari studi kasus pada pasien gawat
darurat dengan Gagal Napas Akut pada Neonatus
c. Melakukan Intervensi keperawatan berdasarkan Asuhan Keperawatan pada pasien
gawat darurat dengan Gagal Napas Akut pada Neonatus
IV. MANFAAT
1. Secara Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan lagi bagi mahasiswa keperawatan
agar dapat mengupayakan pembelajaran lebih baik.
2. Secara Praktis
5
a. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan, terutama dalam pembelajaran studi kasus dan dalam melakukan
pemberian asuhan keperawatan pada pasien
b. Bagi Mahasiswa STIKes MP
Penulisan makalah ini bagi mahasiswa PSIK STIKes MP untuk memperoleh
pengetahuan tentang bagaimana pembelajaran studi kasus dan penyusunan asuhan
keperawatan pada pasien gawat darurat dengan Gagal Napas Akut pada Neonatus
6
BAB II
TINJAUAN KASUS
I. STUDI KASUS
Bayi Ny. N berjenis kelamin perempuan mengalami gagal nafas akut, berusia 1 hari
masuk ke IGD rujukan dari RS B dengan BBL 2.200 kg. Saat dilakukan pemeriksaan
tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada obstruksi jalan napas, stridor (-), gurgling (-),
tidak ada pergerakan dada, pasien mengalami apneu, work of breathing (-), nadi teraba
lemah, HR : 68x/menit, akral dingin, pasien tidak sadar, TTV : TD tidak terkaji, saturasi
O2 88%, mulut tampak pucak bahkan kearah sianosis, suhu 34,4o C, mukosa bibir
kebiruan, GSC : 3 (E1M1V1), pupil kanan kiri : isokor 2/2 mm, reflek cahaya kanan kiri :
+/+, hasil pengecekan gula darah hasilnya low. Tampak luka Post Ward Reduction
Gastrochisis di abdomen dan telah dilakukan tindakan resusitasi neonatus saat di rumah
sakit B dengan terpasang kantong plastik diseluruh bagian tubuh dan ekstremitas.Pasien
kemudian dilakukan tindakan resusitasi jantung paru sebagai tindakan penyelamatan.
7
Jawaban Berdasarkan Sumber :
1. Stridor : Suara pernapasan yang kasar akibat pengaliran udara melewati alan napas
yang menyempit (
2. Gurgling : suara seperti kumur – kumur karena terdapat cairan ( kamus keperawatan )
3. Apnue : Keadaan berhentinya pernapasan, seperti yang terlihat pada respirasi Cheyne-
Stokes. Keadaan ini terjadi karena kurangnya tekanan CO2 yang diperlukan dalam
darah untuk menstimulasi pusat pernapasan (
4. Work of Breathing :
5. Isokor :
6. Luka Post Ward Reduction Gastrochisis
7. Saturasi O2 : Jumlah oksigen yang terikat pada Hemoglobin dalam darah, dinyatakan
sebagai presentase kapasitas pengikatan maksimal (
8. Resusitasi : Menghidupkan kembali seorang yang tampak meninggal (
9. HR :
10. GCS : merupakan skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien,
apakah pasien itu dalam keadaan koma ataukah tidak, dengan menilai respon pasien
terhadap rangsang yang kita berikan ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2006)
III. QUESTION
1. Apa tindakan pertama yang dilakukan pada pasien rujukan pada kasus? (Sigit)
2. Apakah adanya komplikasi yang terjadi setelah dilakukan resusitasi pada pasien?
(Annisa)
3. Apa tindakan selanjutnya setelah resusitasi? (Resty)
4. Apa penyebab kondisi gagal nafas akut pada kasus? (Kintan)
5. Apa fungsi terpasangnya kantong plastik pada seluruh bagian tubuh dan estremitas
pasien? (Fegi) dan apa pengaruhnya? (Dila)
IV. ANSWER
8
pasien rujukan 2. Melakukan resusitasi
pada kasus ? jantung, pemasangan
oksigen (Nandita)
2 Apakah adanya Terjadinya fraktur iga yang Komplikasi yang dapat terjadi
komplikasi yang bisa menyebabkan cedera hati akibat kompresi dada adalah fraktur
terjadi setelah dan limfa (Resty) iga atau sternum. Studi post mortem
yang dilakukan oleh Kaldrum, et al.
dilakukan
menunjukkan banyak komplikasi
resusitasi pada
lain pada region toraks yang dapat
pasien ?
disebabkan oleh resusitasi jantung
paru, yaitu pneumotoraks,
hemotoraks, kontusio paru, dan
bahkan ruptur ventrikel kiri. Durasi
resusitasi jantung paru lebih dari 30
menit menjadi faktor risiko
terjadinya komplikasi tersebut.
Selain komplikasi pada regio
toraks, beberapa kasus
menunjukkan bahwa resusitasi
jantung paru dapat menyebabkan
komplikasi berupa cedera hati dan
limpa.
3 Apa tindakan Pemasangan oksigen,
selanjutnya pengkajian kembali (Vadila)
setelah
resusitasi?
4 Apa penyebab 1. Gagal nafas akut Faktor resiko sindrom gawat
kondisi gagal disebabkan oleh napas pada bayi yaitu
nafas akut pada kebocoran cairan dari prematuritas, berat badan lahir
kasus? pembuluh darah kecil rendah, usia maternal lebih dari
ke paru-paru menuju 32 tahun, wanita hamil yang
kantung udara kecil, mengalami gangguan perfusi
tepat pertukaran darah uterus yaitu wanita hamil
oksigen terjadi (Ulia) yang menderita DM, hipertensi,
9
2. Berat badan bayi di toksemia, hipotensi atau
bawah normal atau perdarahan antepartum.
BBLR (Annisa)
10
V. PATHWAY
11
VI. LEARNING OUTCOME
A. Konsep Gagal Nafas Akut pada Neonatus
1. Definisi
Sindrom gawat nafas (respiratorik distress syndrome/RDS) adalah penyakit paru yang
akut dan berat, terutama menyerang bayi pretern, dimana sistem pernapasan tidak mampu
melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan.
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfakten dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membran
disease (HMD)
2. Etiologi
Penyebab gawat napas pada neonatus defisiensi surfaktan, atau beberapa penyebab
lain seperti; tidak lancarnya absorbsi cairan paru, aspirasi mekonium, pneumonia bakteri atau
virus, infeksi, sepsis, obstruksi mekanik, dan atau hipotermi. Penyebab tersering adalah
immaturitas struktur berbagai organ sistem ventilasi dan adanya kerentanan terhadap infeksi.
Setiap keadaan yang menyebabkan obstruksi jalan napas atau yang mengganggu pertukaran
gas dapat menyebabkan gawat napas. Penyakit infeksi saluran pernapasan akut, terutama
ISPA bawah dan hampir semua pneumonia menyebabkan sindrom gawat napas. Faktor resiko
sindrom gawat napas pada bayi yaitu prematuritas, berat badan lahir rendah, usia maternal
lebih dari 32 tahun, wanita hamil yang mengalami gangguan perfusi darah uterus yaitu wanita
hamil yang menderita DM, hipertensi, toksemia, hipotensi atau perdarahan antepartum.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ada pada anak/ neonatus yang mengalami sindrom
gawat napas adalah dyspnea, takipnea (Frekuensi pernapasan diatas 60x/menit), sulit
bernapas, krakels inspirasi, pernapasan cuping hidung, mengorok ekpiratori, retraksi dinding
dada, grunting ekspiratoar (merintih), sianosis sentral (lidah kebiruan pada suhu ruangan).
Jika penyakit berlanjut akan terjadi penurunan frekuensi pernapasan, apnea, bradikardi,
hipotensi, tonus otot menurun, jumlah urin menurun, sianosis, edema perifer, lemah dan
gangguan termoregulasi. (Mathai, 2007)
12
Patofisiologi
Sindrom gawat napas bisa terjadi karena immaturitas sistem organ ventilasi yang
biasanya dialami neonatus yang lahir pretern. Alveoli yang masih kecil menyebabkan
pengembangan kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah dan produksi surfaktan
kurang sempurna atau bahkan tidak ada surfaktan. Surfaktan adalah suatu kompleks
lipoprotein, yang ada di alveoli yang berguna untuk memudahkan tegangan permukaan
alveoli sehingga tidak kolabs pada akhir respirasi dan menahan sisa udara fungsional.
Surfaktan ini dihasilkan oleh sel-sel pernapasan tipe II di alveoli. Apabila surfaktan tersebut
tidak adekuat, maka akan menyebabkan kolabsnya alveoli dan hipoksia. Kondisi ini akan
menyebabkan terjadinya konstriksi vaskuler pulmoner dan penurunan perfusi pulmoner, yang
akhirnya mengakibatkan sindrom gawat napas atau bahkan bisa berlanjut ke gagal napas
progresif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan sindrom gawas
napas adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan
radiologi yang perlu dilakukan adalah thoraks foto, pada pemeriksaan ini nanti akan terlihat
pola retikulogranular difus bersama bronkogram udara yang saling tumpang tindih,
kemungkinan ada kardiomegali. Pemeriksaan laboratorium yang perlu diperiksa adalah
hitung darah lengkap, elektrolit, kalsium, natrium dan glukosa serum.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang tepat untuk penderita yang mengalami sindrom gawat napas ini
adalah dengan terapi suportif dengan pemberian ventilasi mekanik dan oksigenasi konsentrasi
yang tinggiuntuk memperbaiki oksigenasi dan mempertahankan volume paru optimal dengan
cara memberikan surfaktan memalui selang endotrakheal (ET), melakukan ventilasi mekanik
melalui ET untuk hipoksemia berat atau hiperkapnia, berikan aerosol bronkodilator,
fisioterapi dada, monitor4 saturasi oksigen dengan oksimetri. Terapi lainnya meliputi inhalasi
nitrat oksida, dan ekstracoporealmembrane oksygenation (ECMO).
Apabila masalah pernapasan teratasi, maka kita perlu menjaga agar suhu tubuh dalam
batas normal, jangan sampai terjadi hipotermia maupun hipertermia. Untuk menjaga
keseimbangan cairan dan eletrolit, kita bisa memberikan cairan parenteral terutama elektrolit
jika perlu berikan tranfusi darah yang untuk mempertahankan hematokrit. Obat bisa diberikan
13
jika ada indikasi, misalnya diberikan obat diuretik untuk mengurangi edema interstitial.
Untuk mengatasi terjadinya asidosis metabolik bisa diberikan NaHCO3, sedangkan untuk
mengatasi infeksi bisa diberikan antibiotik, perlu juga pemberian anlgetik untuk mengatasi
nyeri dan iritabilitas, sedangkan teofilin diberikan untuk menstimulasi pernapasan, obat-
obatan yang bisa diberikan selain obat tersebut adalah juga dopamin/dobutamin sebagai
vasopresor, kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru, dan bronkodilator. Untuk
mengetahui kondisi pasien perlu di pantau dengan pemeriksaan analisa tes darah,
hemoglobin, hematokrit dan bilirubin.
Tatalaksana Darurat
Prinsip tatalaksana darurat gagal nafas adalah mempertahankan jalan nafas
tetap terbuka, baik dengan pengaturan posisi kepala anak (sniffing position),
pembersihan lendir atau kotoran dari jalan nafas atau pemasangan pipa endotracheal
tube, penggunaan alat penyangga oropharingeal airway (gueded), penyangga
nasopharingeal airway, pipa endotrakhea, trakheostomi. Jika saluran benar-benar
terjamin terbuka, maka selanjutnya dilakukan pemberian oksigen untuk meniadakan
hipoksemia.Bila pasien tidak sadar,buka jalan napas (manuver tengadah kepala,
angkat dagu, mengedepankan rahang) dan letakkan dalam posisi pemulihan. Isap
lendir (10 detik), ventilasi tekanan positif dengan O2 100%. Lakukan intubasi
endotrakea dan pijat jantung luar bila diperlukan.
Tatalaksana Lanjutan
Dalam tatalaksana lanjutan, yang perlu dilakukan adalah stabilisasi dan
mencegah perburukan.Penderita-penderita dengan gagal nafas banyak mengeluarkan
lendir sehingga memperberat beban pernafasan.Oleh karena itu, perawatan jalan nafas
sangat memegang peran penting.
Pemberian oksigenasi diteruskan.Kontrol saluran napas, tatalaksana ventilasi,
stabilisasi sirkulasi dan terapi farmakologis (antibiotik, bronkodilator, nutrisi,
fisioterapi).
Pemberian Oksigen: Dalam tatalaksana lanjutan, oksigen harus tetap
diberikan untuk mempertahankan saturasi oksigen arteri diatas 95%. Walaupun
pemberian O2 mempunyai risiko menurunkan upaya bernapas pada beberapa pasien
yang mengalami hipoventilasi kronis, keadaan ini bukan kontraindikasi untuk terapi
O2 bila pasien diobservasi ketat.Bila ventilasi tidak adekuat, maka harus segera
diberikan bantuan ventilasi dengan balon ke masker dan O2.
14
Hipoksemia diatasi dengan pemberian O2 hangat dan lembab melalui kanul
nasal, masker sederhana, masker dengan penyimpanan (reservoir) oksigen, kotak
penutup kepala (oxyhood), dan alat bantu napas orofaring atau nasofaring..Bantuan
Pernafasan (Ventilasi): Bantuan pernafasan dapat dilakukan untuk memperbaiki
oksigenasi. Bantuan pernafasan tersebut meliputi Continius Positive Airway Pressure
(CPAP) dan Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP). CPAP akan membuka alveoli
yang kolaps dan mengalirkan cairan edema paru, sehingga mengurangi
ketidakpadanan ventilasi-perfusi, mengurangi gradien oksigen arteri-alveolus dan
memperbaiki PaO2. Ventilasi tekanan positif non invasif, Bilevel Positive Airway
Pressure (BiPAP) memberikan bantuan ventilasi tekanan positif dan tekanan saluran
napas positif kontinyu melalui masker nasal, bantalan nasal, atau masker muka.
Bantuan ventilasi ini tidak memerlukan intubasi trakhea.
Pemasangan Pipa Endotrakheal.Intubasi endotrakhea dapat dilakukan pada
beberapa pasien tertentu. Indikasi melakukan intubasi endotrakhea adalah keadaan
berikut ini:
Pengobatan Terhadap Penyebab Gagal Nafas: Penyebab gagal nafas sangat banyak
dan sering merupakan stadium akhir dari suatu penyakit. Penyebab tersering adalah penyakit
paru-paru, terutama bronkhopneumonia dan bronkhiolitis, kemudian gangguan neurologis,
penyakit jantung dan neuromuskuler. Dalam tatalaksana gagal nafas, maka terapi terhadap
penyebab (penyakit primer) harus dilakukan, misalnya: pemberian antibiotika,
bronkhodilator dan mukolitik.
Komplikasi
Komplikasi yang sering muncul pada penderita sindrom gawat napas adalah
ketidakseimbangan asam basa, anemia, infeksi (pneumonia atau septikemia), pneumothoraks,
pneumomediastinum, pneumoperikardium, emfisema subkutan, perdarahan pulmoner, apnea
dan hipotensi sistemik
15
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Primary Survery
a. Airway dan cervival control
b. Breathing and ventilation
c. Circulation dan hemorrhage control
d. Disability
e. Exposure dan environment control
a. Pengkajian Secara Cepat Tentang ABC
1. Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan napas
a. jalan napas pasien paten ketika bersih sat berbicara dan tidak ada suara napas yang
mengganggu.
b. jika jalan napas tidak paten pertimbangankan kebersihan daerah mulut dan
menepatkan alat bantu napas.
2. apakah pernapasan pasien efektif
a. pernapsan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary refill kurang
dari 2 detik.
b. jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigen dan penempatan
alat bantu.
3. apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang
a. immobilisasi leher yang nyeri atau tidak nyaman dengan collar spins jika injuri
kurang dari 48 jam.
b. tempatkan leher pada collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang belakang
dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
4. apakah sirkulasi pasien efektif
a. sirkulasi efektif ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering.
b. jika sirkulasi tidak efektif pertimbangkan penempatan-penempatan pasien pada
posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk pemberian bolus
ciran 200 ml.
5. apakah ada tanda bahaya pada pasien
a. gunakan GCS dan hapalan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat akibat
trauma pada pasien.
16
b. pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal terbaik dan motoric terbaik.
c. AVPU :
A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon terhadap suara
dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
V : untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tertapi tidak berorientasi
penuh pada orang, waktu dan tempat.
P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara tetapi respon
terhadap rangsangan nyeri sebagaimana seperti tekanan pada tangan.
U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.
Yang penting pada fase pra-RS adalah ABC, lakukan resusitasi dimana perlu,
kemudian fiksasi penderita, lalu transportasi
4. Disability
Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis secara cepat. Yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. GSC (Glasgow
Comas Scale) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal kesudahan
(outcome) penderita.
5. Exposure / Kontrol lingkungan
Dilakukan dirumah sakit, tetapi dimana perlu dapat membuka pakaian, misalnya :
membuka baju untuk melakukan pemeriksaan toraks. Dirumah sakit penderita harus
dibuka keseluruhan pakaiannya untuk evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka
penting agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan
cukup hangatt dan diberikan cairan IV yang sudah hangat
2. Secondary Survei
A. Fokus Assessment
B. Head to toe assessment
Survei sekunder dilakukan hanya setelah survey primer selesai resusitasi
dilakukan dan penderita stabil.
19
BAB IV
PENUTUP
I. KESIMPULAN
II. SARAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21