Вы находитесь на странице: 1из 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN KANKER KOLOREKTAL

Disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Ns. Priyanto, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB.

Oleh :

1. Annisa Nirmala P. (010115A018)


2. Fadhilatul Tufaidah (010115A039)
3. Iris Iswandha (010115A060)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada kenyataannya kanker kolon dan rectum adalah kanker paling
umum kedua dari kanker internal di Amerika Serikat. Diperkirakan
150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di negara ini setiap
tahunnya. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar
dibandingkan kanker rectal.Insidennya meningkat sesuai dengan usia
(kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin
tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon,
penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Lebih dari 156.000 orang
terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut
meninggal setiap tahunnya.
Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang terjadi
pada mukosa kolon di mana penyakit ini mempunyai angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan
oleh Haggar, et al tahun 2009 dikatakan bahwa jumlah insiden kanker
kolorektal di dunia mencapai 9% dari semua jenis kanker. Berdasarkan
data dari World Cancer Research Fund International (WCRF) tahun 2008
kanker kolorektal menempati peringkat ketiga setelah kanker paru dan
kanker payudara sebagai kanker dengan frekuensi terbanyak dengan 1,2
juta kasus baru. Data World Health Organization (WHO) tahun 2008
menempatkan kanker kolorektal pada urutan keempat setelah kanker paru,
kanker lambung dan kanker hati sebagai penyebab kematian akibat kanker
dengan 608.000 kematian.
Di Indonesia sudah mulai banyak data mengenai angka kejadian
kanker kolorektal. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, kanker
kolorektal di Indonesia berada pada peringkat 9 dari 10 peringkat utama
penyakit kanker pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia
dengan jumlah kasus sebanyak 1.810 dengan proporsi sebesar 4,92%.
Berdasarkan data Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun 2010, kanker
kolorektal masuk dalam 10 besar kanker tersering di mana kanker rektum
menempati urutan keenam dan kanker kolon menempati urutan kedelapan.
Di Maluku, data epidemiologi mengenai kanker kolorektal masih
sangat kurang. Data yang didapat dari bagian rekam medik RSUD Dr. M
Haulussy Ambon menunjukkan jumlah pasien kanker kolorektal tahun
2011 berjumlah 5 orang. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya media
untuk deteksi dini dan diagnosis suatu kanker kolorektal. Namun sejak
tahun 2012, di RSUD Dr. M Haulussy Ambon sudah bisa dilakukan
pemeriksaan Endoskopi Saluran Cerna Bagian Bawah
(ESCBB/kolonoskopi) di mana pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi
dini atau mendiagnosis suatu kanker kolorektal.
Secara umum kanker selalu dihubungkan dengan bahan-bahan
kimia, bahan-bahan radioaktif dan virus.Umumnya perkembangan kanker
kolorektal merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetic
serta dihubungkan juga dengan faktor predisposisi diet rendah serat,
kenaikan berat badan dan konsumsi alkohol. Faktor lingkungan beraksi
terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang
menjadi kanker kolorektal.

B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun agar


mahasiswa dapat mengetahui tentang kanker kolorektal.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah disampaikannya materi tentang hiperbilirubinemia
diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mengetahui pengertian kanker kolorektal.
b. Mengetahui penyebab dari kanker kolorektal.
c. Mengetahui gejala-gejala dan tanda dari kanker kolorektal.
d. Mengetahui patofisiologi dari kanker kolorektal.
e. Mengetahui penatalaksanaan dari kanker kolorektal.
f. Mengetahui asuhan keperawatan dari kanker kolorektal.

C. Manfaat
Dengan dibuatnya laporan pendahuluan ini diharapkan pembaca
mampu mengetahui tentang kanker kolorektal dan bisa mencegah dari
sejak dini.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Kanker kolorektal didominasi oleh adenokarsinoma (95%),
dengan penserita kanker kolon berjumlah lebih dari dua kali lipat dari
jumlah penderita kanker rectum. Awalnya, kanker kolorektal dapat muncul
sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas, menginvasi dan
menghancurkan jaringan normal, dan meluas ke struktur sekitarnya. Sel-
sel kanker dapat bermigrasi dari tumor primer dan menyebar ke organ lain
di dalam tubuh (sebagian besar ke hati, peritoneum, dan paru) (Smeltzer,
2013).
Kanker kolorektal (colo-rectal carcinoma) atau disebut juga
kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas yang ditemukan di colon
atau rectum. Colon atau rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem
pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal yang berfungsi
sebagai penghasil energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak
berguna (Setioningrum, 2014).
Kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai dari bagian kolon
atau rektum (American Cancer Society, 2014). Kanker kolorektal terjadi
ketika tumor terbentuk pada lapisan usus besar (National Institute of
Health, 2013). Pertumbuhan awal jaringan tumor terjadi dalam bentuk non
polip kanker sebelum berkembang menjadi kanker pada lapisan dalam
kolon dan rektum (American Cancer Society, 2014). Sebagian besar
terdapat di kolon ascendens (30%), diikutioleh kolon sigmoid (25%),
rektum (20%), kolon descendens (15%) dan kolon transversum (10%)
(repository.usu.ac.id/kankerkolorektal.com).
Kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat
ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus
besar) (Brooker, 2001) (Darnia dkk).
Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan atau
rektum (bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus) (Komite
Penanggulangan Kanker Indonesia).

Klasifikasi atau Tingkat Stadium Kanker Kolorektal

Klasifikasi penyakit adalah pengelompokan kategori penyakit


menurut sel abnormal yang terdapat pada penyakit tersebut sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan. Klasifikasi penyakit kanker kolorektal berupa
penentuan stadiumpenyakit kanker kolorektal tersebut. Berikut adalah
tingkat stadium kanker (National CancerInstitute, 2006: 12) :

1. Stadium 0 (Carsinoma in Situ): kanker hanya pada lapisan terdalam dari


kolon atau rektum.
2. Stadium I: sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon atau
rektum, tapi belum menembus ke luar dinding.
3. Stadium II: sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot dari kolon
atau rektum. Tetapi sel kanker di sekitarnya belum menyebar ke
kelenjar getah bening.
4. Stadium III: kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah
bening di daerah tersebut, tetapi tidak ke bagian tubuh yang lain.
5. Stadium IV: kanker telah menyebar di bagian lain dari tubuh, seperti
hati, paru-paru, atau tulang (Setioningrum, 2014).

B. Etiologi
Penyebab kanker kolorektal belum diketahui pasti. Namun berikut
beberapa factor yang dapat memicu bertumbuh dan berkembangnya
kanker kolorektal (KKR) :
a. Faktor Genetik
Sekitar 20% kasus KKR memiliki riwayat familial. Anggota
keluarga tingkat pertama (first-degree) pasien yang baru didiagnosis
adenoma kolorektali atau kanker kolorektal invasifii memiliki
peningkatan risiko kanker kolorektal. Suseptibilitas genetik terhadap
KKR meliputi sindrom Lynch (atau hereditary nonpolpyposis colorectal
cancer [HNPCC]) dan familial adenomatous polyposis.5,10-17 Oleh
karena itu, riwayat keluarga perlu ditanyakan pada semua pasien KKR.
b. Keterbatasan Aktivitas dan Obesitas
Fisik yang tidak aktif atau “physical inactivity” merupakan
sebuah faktor yang paling sering dilaporkan sebagai faktor yang
berhubungan dengan KKR. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik dapat
menyebabkan kelebihan berat yang juga merupakan sebuah faktor yang
meningkatkan risiko KKR.
c. Diet
Beberapa studi, termasuk studi yang dilakukan oleh American
Cancer Society menemukan bahwa konsumsi tinggi daging merah
dan/atau daging yang telah diproses meningkatkan risiko kanker kolon
dan rektum. Risiko tinggi KKR ditemukan pada individual yang
mengkonsumsi daging merah yang dimasak pada temperatur tinggi
dengan waktu masak yang lama. Selain itu individual dengan konsumsi
rendah buah dan sayur juga mempunyai faktor risiko KKR yang lebih
tinggi.
d. Suplemen Kalsium
Suplementasi kalsium untuk pencegahan kanker kolorektal tidak
didukung data yang cukup. Sebuah penelitian meta-analysis randomized
controlledtrials menemukan bahwa suplementasi kalsium lebih dari
1.200 mg menurunkan risiko adenoma secara signinfikan. Cara kerja
kalsium dalam menurunkan risiko KKR belum diketahui secara pasti.
e. Merokok dan Alkohol
Banyak studi telah membuktikan bahwa merokok tobako dapat
menyebabkan KKR.Hubungan antara merokok dan kanker lebih kuat
pada kanker rektum dibandingkan dengan kanker kolon. Konsumsi
alkohol secara moderat dapat meningkatkan risiko KKR. Individual
dengan rata-rata 2- 4 porsi alkohol per hari selama hidupnya,
mempunyai 23% risiko lebih tinggi KKR dibandingkan dengan
individual yang mengkonsumsi kurang dari satu porsi alkohol per hari.
f. Obat-obatan dan Hormon
Aspirin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) serta
hormon post- menopausal dikatakan dapat mencegah KKR. Bukti-bukti
penelitian kohort mulai mendukung pernyataan bahwa penggunaan
aspirin dan NSAID secara teratur dan jangka panjang dapat
menurunkan risiko KKR.19 Namun saat ini American Cancer Society
belum merekomendasi penggunaan obat- obat ini sebagai pencegahan
kanker karena potensi efek samping perdarahan saluran cerna.
Terdapat bukti ilmiah yang cukup kuat mengenai wanita yang
menggunakan hormon post-menopausal mempunyai angka KKR yang
lebih rendah dibandingkan dari yang tidak. Penurunan risiko terbukti
terutama pada wanita yang menggunakan hormon dalam jangka
panjang, walaupun risiko kembali meningkat seperti wanita yang tidak
menggunakan hormon terapi setelah tigatahun setelah penghentian
terapi. Penggunaan terapi hormon post-menopausal tidak dianjurkan
untuk mencegah KKR karena dapat meningkatkan risiko kanker
payudara dan penyakit kardiovaskular.
Saat ini American Cancer Society tidak merekomendasikan obat-
obat atau suplemen apapun untuk mencegah KKR karena efektivitas,
dosis yang tepat dan potensi toksik yang belum diketahui secara pasti.
(Komite Penanggulangan Kanker Indonesia)

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari kanker kolon bervariasi dan tidak spesifik
dan sering kali tidak didapatkan gejala dan tanda dini dari kanker
kolorektal. Keluhan utama pasiendengan kanker kolorektal berhubungan
dengan besar dan lokasi dari tumor dan adatidaknya metastasis. Gejala
muncul pada kanker kolorektal yang terjadi sudah lama dan berprognosis
buruk. Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu
gangguanfaal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat penyebaran.
Gejala klinis kanker kolorektal pada lokasi tumor di kolon kiri
berbeda dengam kanan. Tumor di kolon kiri sering bersifat skirotik
sehingga lebih banyakmenimbulkan stenosis dan obstruksi karena feses
sudah menjadi padat. Tumor padakolon kiri dan rektum menyebabkan
perubahan pola defekasi seperti konstipasi ataudefekasi dengan tenesmi,
semakin distal letak tumor feses semakin menipis atauseperti kotoran
kambing atau lebih cair disertai darah atau lendir. Pada kanker kolonkanan
jarang terjadi stenosis karena feses masih cair. Gejala umumnya
adalahdispepsia, kelemahan umum penurunan berat badan dan anemia.
Pada kanker dikolon kanan didapatkan masa di perut kanan bawah.
(Riqhan, tt)
Sekitar 5-20% kasus kanker adalah asimptomatik dan didiagnosa
selama proses skrining (American Cancer Society, 2014). Kanker dengan
gejalaobstruksi dan perforasi mempunyai prognosis yang buruk
(Hingorani, M. &Sebag-Montefiore, D., 2011). Kanker kolorektal dini
seringkali tidak menunjukkan gejala, itulah sebabnya skrining sangat
penting (American Cancer Society, 2014).
Berdasarkan Oxford Desk Reference: Oncology tahun (2011)
antara gejala-gejala kanker kolorektal adalah seperti berikut :
1. Perdarahan rectal
Perdarahan rektal adalah keluhan utama yang penting dalam 20-50%
kasus kanker kolorektal. Pasien dengan perdarahan yang diamati
dengansatu atau lebih gejala dibawah harus segera dirujuk untuk
pemeriksaan selanjutya.
 Usia lanjut (>50 tahun).
 Perubahan pola buang air besar dan nyeri perut.
 Positif tes FOB.
 Feses dengan darah
2. Perubahan pola buang air besar
Perubahan pola BAB sering dijumpai pada banyak pasien kanker
kolorektal sekitar 39-85%. Gejala dibawah meningkatkan probabiliti
yang mendasari kejadian kanker kolorektal.
 Perubahan pola BAB terutamanya pada pasien lanjut usia.
 Riwayat mencret darah atau lendir harus segera merujuk pendapat
spesialis.
 Riwayat baru diare dengan frekuensi yang sering dan konsistensi
cair.
3. Nyeri perut
 Nyeri perut pada pasien kanker kolorektal mungkin tanda dari
obstruksi yang akan terjadi.
 Nyeri kolik abdomen dengan gejala obstruksi lain seperti mual,
muntah harus segera diperiksa.
4. Gejala lain
 Kehilangan darah kronis; anemia defiensi besi, kelelahan, dan lesu
(sering dijumpai pada tumor sisi kanan).
 Massa abdomen.
 Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) mungkin
dijumpai massa yang dapat diraba pada kanker rectal.
 Penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan.
(repository.usu.ac.id/kankerkolorektal.com)

D. Patofisiologi
Penyebab jelas kanker kolorektal belum diketahui pasti, namun
makanan merupakan factor yang penting dalam kejadian kanker tersebut.
Yaitu berkolerasi dengan factor makanan yang mengandung kolesterol dan
lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara
bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu
dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolorektal terutama berjenis histopalogi (95%)
adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel).
Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak yang kemudian
menjadi ganas dan menyususp serta merusak jaringan normal dan meluas
ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid besar,
tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai
striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada
bagian rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering
terjadi pada sekum dan kolon asendens (Julias, dkk, 2010).
E. Pathways
F. Pemeriksaan Diagnosis
Setiap pasien yang secara klinik dicurigai menderita kanker
kolorektal seluruh kolon dan rektum harus dinilai dan dilakukan
investigasi.Penilaian rektum melibatkan pemeriksaan colok dubur.
Diagnosis KKR yang hanya berdasarkan pemeriksaan klinik tidak dapat
dipercaya sehingga harus dilakukan pemeriksaan diagnosis lainnya, yaitu
berupa :
a. Endoskopi
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat
dilakukan dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di

rektosigmoid) atau dengan kolonoskopi total.
 Kolonoskopi

memberikan keuntungan sebagai berikut:


 Tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau

polip kolorektal adalah 95%.

 Kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnostik (biopsi) dan terapi

(polipektomi).

 Kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan melakukan

reseksisynchronous polyp.

 Tidak ada paparan radiasi.

Sedangkan kelemahan kolonoskopi adalah :

 Pada 5 – 30 % pemeriksaan tidak dapat mencapai sekum Sedasi


intravena selalu diperlukan.
 Lokalisasi tumor dapat tidak akurat.
 Tingkat mortalitas adalah 1: 5000 kolonoskopi.
b. Enema barium dengan kontras ganda
Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras
ganda karena memberikan keuntungan sebagai berikut:
 Sensitivitasnya untuk mendiagnosis KKR: 65-95%.
 Aman.
 Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi.
 Tidak memerlukan sedasi.
 Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.

Kelemahan pemeriksaan enema barium:

 Lesi T1 sering tak terdeteksi.


 Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid


 dengan divertikulosis dan di sekum.

 Rendahnya akurasi untukmendiagnosis lesi tipe datar.


 Rendahnya sensitivitas (70-95 %) untuk mendiagnosis polip < 1


 cm.

 Ada paparan radiasi.


c. CT colonography (Pneumocolon CT)
Pemeriksaan CT kolonografi dipengaruhi oleh spesifikasi alat CT
scan dan software yang tersedia serta memerlukan protokol
pemeriksaan khusus. Modalitas CT yang dapat melakukan CT
kolonografi dengan baik adalah modalitas CT scan yang memiliki
kemampuan rekonstruksi multiplanar dan 3D volume rendering.
Kolonoskopi virtual juga memerlukan software khusus. Keunggulan CT
kolonografi adalah :
 Dapat digunakan sebagai skrining setiap 5 tahun sekali (level of
evidence 1C, sensitivitas tinggi di dalam mendiagnosis KKR).
 Toleransi pasien baik.
 Dapat memberikan informasi keadaan di luar kolon, termasuk


 untuk menentukan stadium melalui penilaian invasi lokal,

metastasis hepar, dan kelenjar getah bening.

Sedangkan kelemahannya adalah :


 Tidak dapat mendiagnosis polip < 10 mm.
 Memerlukan radiasi yang lebih tinggi.

 Tidak dapat menetapkan adanya metastasis pada kelenjar 
 getah

bening apabila kelenjar getah bening tidak mengalami


 pembesaran.

 Jumlah spesialis radiologi yang berkompeten masih terbatas.


 Modalitas CT scan dengan perangkat lunak yang mumpuni


 masihterbatas.

 Jika persiapan pasien kurang baik, maka hasilnya sulit diinterpretasi


 Permintaan CT scan abdomen dengan diagnosis klinis yang belum
terarah ke keganasan kolorektal akan membuat protokol CT scan
abdomen tidak dikhususkan pada CT colonography.
 Tidak dapat dilakukan biopsi atau polipektomi.
Sedangkan untuk penetapan stadium pra-operatif harus dilakukan
pemeriksaan, sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Bermanfaat terutama pada tumor rektum distal. Akurasi stadium
yang ditentukan oleh pemeriksaan colok dubur sangat tergantung
kepada pengalaman dokter dan pemeriksa. Pemeriksaan colok dubur
lebih akurat dalam penetapan stadium lokal lanjut daripada stadium
tumor dini, sehingga nilainya untuk kriteria pemilihan pasien yang akan
mendapat terapi lokal adalah terbatas.
2. Endorectal Ultrasonography (ERUS)
Dilakukan oleh spesialis bedah kolorektal (operator dependent)
atau spesialis radiologi. Digunakan terutama pada T1 yang akan
dilakukan eksisi transanal, digunakan pada T3-4 yang dipertimbangkan
untuk terapi neoajuvan, dan digunakan apabila direncanakan reseksi
transanal atau kemoradiasi.
3. Computed Tomography (CT) Scan
Berfungsi untuk memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan invasi
organ sekitar rektum, tetapi tidak dapat membedakan lapisan-lapisan
dinding usus, akurasi tidak setinggi ultrasonografi endoluminal untuk
mendiagnosis metastasis ke kelenjar getah bening, berguna untuk
mendeteksi metastasis ke kelenjar getah bening retroperitoneal dan
metastasis ke hepar, berguna untuk menentukan suatu tumor stadium
lanjut apakah akan menjalani terapi adjuvan pre-operatif, serta untuk
mengevaluasi keadaan ureter dan buli-buli.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Rektum

Alat ini dapat mendeteksi lesi kanker dini (cT1-T2), lebih akurat

dalam menentukan staging lokal T dan N (margin sirkumferensial dan


keterlibatan sakral pada kasus rekurens). Alat ini juga lebih sensitif
dibandingkan CT untuk mendeteksi metastasis hati pada pasien dengan
steatosis (fatty liver).Jarak terdekat antara tumor dengan fascia
mesorektal dapat mempredikisi keterlibatan fascia mesorektal :
 Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal ≤ 1mm terdapat
keterlibatan fascia mesorektal.
 Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal 1-2mm ancaman
keterlibatan fascia mesorektal.
 Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal >2mm tidak terdapat
keterlibatan fascia mesorektal (Komite Penanggulangan Kanker
Indonesia).
Selain pemeriksaan diatas untuk menentukan diagnose dapat juga
dilakukan pemeriksaan :
1. Fecal Occult Blood Test (FOBT), kanker maupun polip dapat
menyebabkan pendarahan dan tes FOB dapat mendeteksi adanya darah
pada tinja. Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari dari mana
sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus
lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja. Tes Single stool sample pada
FOBT (Fecal Occult Blood Test) hasilnya tidak memuaskan sebagai
skrining kanker kolorektal dan tidak direkomendasikan (Levin, 2008).
2. Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa
kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada
cahaya dan bisa diteropong. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur
kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum
dan kolon sigmoid dapat dilihat. Bila ditemukan adanya polip, dapat
sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker,
dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi
untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.
3. Digital Rectal Examination (DRE), adalah pemeriksaan yang sederhana
dan dapat dilakukan oleh semua dokter dengan memasuki jari yang
sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian
memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin
dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan
pemeriksaan ini (Wendy, Y.M., 2013).

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin yang
melibatkan beberapa spesialisasi/ subspesialisasi antara lain
gastroenterologi, bedah digestif, onkologi medik, dan radioterapi. Pilihan
dan rekomendasi terapi tergantung pada beberapa faktor, seperti stadium
kanker, histopatologi, kemungkinan efek samping, kondisi pasien dan
preferensi pasien. Terapi bedah merupakan modalitas utama untuk kanker
stadium dini dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan pertama
pada kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Radioterapi merupakan
salah satu modalitas utama terapi kanker rektum. Saat ini, terapi biologis
(targeted therapy) dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat
dan dapat diberikan dalam berbagai situasi klinis, baik sebagai obat
tunggal maupun kombinasi dengan modalitas terapi lainnya.
1. Terapi Bedah
 Persiapan Pra-operasi
a. Informed Consent
Persetujuan pasien secara tertulis setelah mendapat
penjelasan secara detail kepada pasien meliputi diagnosis, prosedur
tindakan bedah, hasil dari tindakan, kemungkinan risiko yang
mungkin timbul, kemungkinan apabila tindakan tidak dilakukan,
alternatif tindakan lain dan prognosis adalah sangat penting. Pasien
sebaiknya dalam kondisi yang tenang dan cukup baik, sehingga
dapat memberikan keputusan dengan baik. Pasien (dan keluarganya)
harus diberikan kesempatan untuk bertanya tentang semua tindakan
yang akan dilakukan.
b. Pembuatan Stoma
Beberapa pasien yang menjalani pembedahan kolorektal
kemungkinan memerlukan stoma. Penjelasan tentang stoma
permanen atau stoma sementara perlu diberikan kepada pasien
dengan jelas. Bila memang diperlukan pembuatan stoma, diperlukan
konsultasi dengan perawat stoma, dimana akan dijelaskan tentang:
pengenalan tentang peran dari perawat stoma, penilaian secara fisik,
sosial, psikologis dan faktor budaya, pengenalan tentang stoma dan
perawatannya kepada pasien, seleksi dari lokasi stoma.
c. Persiapan Usus (kolon)
Keuntungan persiapan usus secara mekanis masih
dipertanyakan oleh beberapa uji klinis multicenter dan metaanalisis.
Beberapa studi menyatakan bahwa Mechanical Bowel Preperation
(MBP) tidak berhubungan langsung dengan angka kebocoran
anastomosis, tetapi akan mengurangi komplikasi infeksi luka.
Namun, menurut sebuah metaanalisisefek bahaya MBP tidak dapat
dibuktikan sehingga MBP boleh ditinggalkan. Dari Cochrane
Collaboration systematic review pada 1159 pasien dari 6 RCT,
disimpulkan bahwa MBP sebelum pembedahan kolorektal tidak
memberikan manfaat pada pasien. Bukti-bukti menyebutkan bahwa
preparasi kolon tidak menurunkan risiko kebocoran anastomosis
dan komplikasi lain.
d. Transfuse Darah Preoperatif
Hubungan antara transfusi darah dengan meningkatnya resiko
kekambuhan kanker masih terus diperdebatkan. Penelitian
metaanalisis mengenai hal ini tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan dalam kekambuhan kanker kolorektal (KKR). Transfusi
darah perioperatif berhubungan denganmenurunnya angka
ketahanan hidup jangka panjang pasien. Namun hubungan ini
menunjukan buruknya kondisi medis pasien secara keseluruhan saat
dilakukan operasi dan bukan karena hubungan sebab-akibat
langsung dengan transfusi darah yang dilakukan.
e. Profilaksis Antibiotik
Pemberian antibiotik profilaksis menurunkan morbiditas,
menurunkan lama tinggal di rumah sakit dan menurunkan biaya
akibat infeksi. Antibiotik harus memiliki spektrum yang luas, umur
paruh efektif dan aktif untuk bakteri baik aerob maupun anaerob.
Antibiotik yang sering digunakan adalah kombinasi cefuroxime dan
metronidazol atau gentamisin dan metronidazol. Berdasarkan
beberapa uji klinik kombinasi tersebut merupakan regimen yang
adekuat dibandingkan regimen lain.
 Kolektomi dan reseksi KGB regional en-Bloc
Teknik ini diindikasikan untuk kanker kolon yang masih
dapat direseksi (resectable) dan tidak ada metastasis jauh. Luas
kolektomi sesuai lokasi tumor, jalan arteri yang berisi kelenjar
getah bening, serta kelenjar lainnya yang berasal dari pembuluh
darah yang ke arah tumor dengan batas sayatan yang bebas tumor
(R0). Bila ada kelenjar getah bening yang mencurigakan diluar
jalan vena yang terlibat sebaiknya direseksi. Reseksi harus lengkap
untuk mencegah adanya KGB positif yang tertinggal (incomplete
resection R1 dan R2).
Reseksi KGB harus mengikuti kaidah-kaidah sebagai berikut:
 KGB di area asal pembuluh harus diidentifikai
untukpemeriksaan patologis. KGH yang positif secara klinis di

luar lapangan reseksi yang 
 dianggap mencurigakan, harus

dibiopsi atau diangkat.


 KGB positif yang tertinggal menunjukkan reseksi inkomplit


 (R2).

 Minimal ada 12 KGB yang harus diperiksa untuk menegakkan


 stadium N.

 Reseksi Transabdominal
Reseksi abdominoperineal dan sphincter-saving reseksi
anterior atau anterior rendah merupakan tindakan bedahuntuk
kanker rektum. Batas reseksi distal telah beberapa kali mengalami
revisi, dari 5cm sampai 2cm.Bila dihubungkan dengan
kekambuhan lokal dan ketahanan hidup, tidak ada perbedaan mulai
batas reseksi distal 2 cm atau lebih.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa 81%-95% dari
karsinoma tidak menyebar atau ekstensi intramural melebihi 1 cm.
Juga pada penelitian inidisebutkan bahwa pada kanker rektum yang
ekstensi lebih dari 1 cm selalu pada stadium lanjut (deferensiasi
buruk) atau telah ada metastasis jauh.
Suatu penelitian retrospektif dan prospektif, yang
menghubungkan antara batas reseksi distal dengan rekurensi,
didapatkan bahwa tidak ada perbedaan pada rekurensi lokal atau
ketahanan hidup antara batas 1-2 cm dan lebih dari 5 cm.Implikasi
dari beberapa penelitian tentang batas reseksi distal, bahwa pada
kanker rektum rendah, dapat dilakukan prosedur pembedahan
sphincter- saving daripada dilakukan reseksi abdominoperineal
dengan kolostomi permanen.Fungsi dan kontinensi adalah salah
satu topik yang penting dalam memutuskan antara reseksi
abdominoperineal atau reseksi anterior rendah/ultra rendah.
 Total Mesorectal Excision (TME)
Mesorektum dan batas sirkumferensial (lateral) adalah hal
yang sama pentingnya dengan batas reseksi distal pada kanker
rektum. Total mesorectal excision (TME) untuk kanker rektum
adalah suatu diseksi tajam pada batas ekstrafasial (antara fascia
propiarektum dan fascia presakral), dengan eksisi lengkap mulai
dari mesorektum ke dasar pelvis termasuk batas lateralnya. Angka
kekambuhan pada TME untuk kanker rektum tengah dan rendah
dilaporkan sebesar 2,6%. Dari Swedish Rectal Cancer Trials,
penurunan kekambuhan lokal didapatkan turun sebesar 50% setelah
pelatihan teknik TME.
Saat ini TME merupakan prosedur baku untuk bedah kanker
rektum dengan mengangkat mesorektum secara en bloc, yang
meliputi pembuluh darah, pembuluh getah bening, jaringan lemak,
dan fasia mesorektal. Pada prosedur ini dilakukan diseksi secara
tajam under direct vision pada holy plane diluar mesorektum
sampai 5 cm dibawah tumor. Pada rektum bagian atas dilakukan
sampai 5 cm di atas tumor. Dengan teknik ini, saraf otonom daerah
pelvis tetap terjaga sehingga mengurangi kejadian disfungsi seksual
dan gangguan berkemih. Ligasi tinggi pada arteri mesenterika
anterior tidak menghasilkan perbedaan ketahanan hidup, tetapi
mempermudah teknik pembedahan. Rectal wash out dapat
dipertimbangkan untuk mengurangi kemungkinan implantasi dari
sel- sel kanker pada daerah anastomosis.
 Bedah laparoskopik pada kanker kolorektal
Kolektomi laparasokopik merupakan pilihan penatalaksanaan
bedah untuk kanker kolorektal. Bukti-bukti yang diperoleh dari
beberapa uji acak terkontrol dan penelitian kohort memperlihatkan
bahwa bedah laparoskopik untuk kanker kolorektal dapat dilakukan
secara onkologis dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan
bedah konvensional seperti berkurangnya nyeri pasca operasi,
penggunaan analgetika, lama rawat di rumah sakit, dan perdarahan.
Selain itu, angka kekambuhan dan ketahanan hidup sebanding
dengan open surgery.
Meta-analisis terkini juga menyimpulkan beberapa
keuntungan bedah laparoskopik dalam jangka pendek dibandingkan
open colectomy, sepertipenurunan kehilangan darah intraoperatif,
asupan oral yang lebih cepat, dan rawat inap yang lebih singkat.
Meta- analisis juga mendapatkan luaran jangka panjang yang sama
dalam hal kekambuhan lokal dan ketahanan hidup pasien kanker
kolon.
2. Terapi Ajuvan
a. Radiasi
Radiasi pada karsinoma rekti dapat diberikan baik pada kasus yang
resektabel maupun yang tidak resektabel, dengan tujuan :
 mengurangi risiko rekurensi lokal, terutama pada pasien yang
hasil PA menunjukkan prognosis yang buruk (Stadium Astler-
Coller B2, C1, C2 ).
 meningkatkan kemungkinan prosedur preservasi sfingter.
 meningkatkan tingkat resektabilitas pada tumor yang lokal jauh
atau tidak resektabel.
 mengurangi jumlah sel tumor yang viable sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kontaminasi sel tumor dan penyebaran
melalui aliran darah pada saat operasi.
b. Brakiterapi
Brakiterapi diberikan dalam keadaan keganasan rekti dini. Ini
diperlihatkan pada penelitian Papillon yang memberikan radiasi
pada 312 kasus dengan menggunakan terapi kontak dan dicapai
hasil kontrol lokal regional 5 tahun 95% dan 96%, preservasi
sphinter dapat dilakukan pada 2/3 kasus, angka survival 5 tahun
75% dengan kematian spesifik 92%. Peneliti di Lyon Institute
memberikan terapi pada 119 kasus dini, juga menggunakan terapi
kontak dan dicapai kontrol lokal 89-90%, dengan tingkat preserving
pada 97% kasus dan angka survival 5 tahun 85%. National Cancer
Institute menggunakan radiasi intrakaviter sebagai salah satu
alternatif pilihan terapi pada kasus keganasan rektum stadium 0 dan
stadium 1 (dengan kombinasi radiasi eksterna) pada ukuran tumor
<3 cm, berdiferensiasi baik tanpa ulserasi yang dalam, dan tanpa
fiksasi.
 Intracavitary brachytherapy, merupakan kontak terapi radiasi
dimana diberikan radiasi dengan memasukkan aplikator
melaluilumen yang kemudian akan diisi dengan sumber radioaktif
misalnya iridium.

 Interstitial brachytherapy, merupakan cara pemberian radiasi


dengan melakukan implantasi menggunakan aplikator jarum
atau kateter plastik yang kemudian akan diisi dengan sumber
radioaktif.
c. Kemoterapi
Kemoterapi baik secara tersendiri maupun bersama dengan
radioterapi, yang diberikan sesudah pembedahan, merupakan
modalitas pengobatan pada KKR. Sekitar 30% penderita yang
didiagnosis sebagai KKR datang sudah dengan metastasis, dan 25-
30% lainnya kemudian berlanjut menjadi penyakit metastastik.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah banyak kemajuan
yang dicapai pada kemoterapi terhadap KKR. Beberapa dekade ini
hanya menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) – disusul oleh kehadiran
asam folinat /leukovorin (folinic acid/FA/LV) sebagai kombinasi.
Selanjutnya, pemilihan obat diperluas dengan diterimanya
irinotecan sebagai terapi lini pertama pada tahun 1996, oxaliplatin
pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun 2004) sebagai pengganti
oral kombinasi 5-FU/FA.
Serangkaian penelitian klinik acak terkontrol menyimpulkan
bahwa pengobatan KKR pasca bedah dengan 5-FU/LV selama 6
bulan sesudah bedah kuratif adalah standar pada KKR stadium III
(tahun 1992), dan bahwa penderita berusia lanjut mendapat
pendekatan kemoterapi yang sama.73-75 Pemberian kemoterapi
tersebut secara dua-mingguan (protokol de Gramont) mempunyai
efek yang tidak berbeda bermakna dengan pemberian bulanan
melalui bolus 5 hari berturut-turut (protokol Mayo), yang ternyata
lebih toksik.
(Komite Penanggulangan Kanker Indonesia)
ASUHAN KEPERAWATAN CA COLON

A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1. Identitas pasien
Meliputi nama umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada area
abdomen terjadi pembesaran
3. Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien dengan
timbulnya kanker kolon
4. Riwayat penyakit keluarga
Adalah anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti yang
dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit kronis lainnya
5. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga lain dan
lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang
dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping
mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Riwayat biopsikososial spiritual
1. Pola nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari-hari, jenis makanan
apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling
disukai, frekuensi makanannya
2. Pola eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekuensi, warna BAB, BAK, adakah
keluar darah, atau tidak, keras, lembek, cair?
3. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam?
Kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
4. Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan atau
tidak menyikat gigi
5. Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olahraga yang sering dilakukan, aktivitas
diluar kegiatan olahraga, misalnya mengurusi urusan adat di
kampung dan sekitarnya
6. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras
ketergantungan dengan obat-obatan (narkoba)
7. Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman
sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat?
8. Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap
keluarga, kebersamaaan dengan keluarga
9. Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang dianut
dan patuh terhadap perintah dan larangannya
10. Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
c. Riwayat pengkajian nyeri
P : provokasi paliatif
Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bisa memperberat? Apa
yang bisa mengurangi?
Q : quality
Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan?
R: region
Dimana gejala yang dirasakan?
S: Skala
Seberapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time
Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan?
d. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos metis, suhu
37,5°C, nadi 60-100x/ menit. RR 16-20x/menit, TD120/80 mmHg
- Pemeriksaan head to toe
- Kepala ldan leher
Dengan teknik inspeksi dan palpasi.
a) Rambut dan kulit kepala
Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
b) Telinga
Perlukaan, darah, cairan, bau?
c) Mata
Perlukaan, darah, cairan, pembengkakan, reflek pupil, kondisi
kelopak mata, adanya benda asing, sklera putih?
d) Mulut
Benda asing, gigi, simetris, kering?
e) Hidung
Perlukan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi, akibat
trauma?
f) Leher
Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
- Pemeriksaan dada
Inspeksi
Bentuk simetris kanan dan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernafasan
irama, gerakan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan
bantu dada?
- Palpasi
Pergerakan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan
kiri dinding dada
- Perkusi
Adanya suara-suara sonor pada kedua paru-paru, suara redup pada
batas paru dan hepar
- Auskultasi
Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan wheezing
- Kardiovaskuler
Inspeksi
 Bentuk dada simetris
Palpasi
 Frekuensi dada simetris
Perkusi
 Suara pekak
Auskultasi
 Irama regular, systole/ murmur
- Secara system pencernaan/abdomen
Inspeksi
 Pada inspeksi perlu diperlihatkan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak,
umbilikus menonjol atau tidak, apakah ada benjolan-
benjolan/massa
Palpasi
 Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, teses)
turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien,
apakah hepar teraba?
Perkusi
 Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinaria, tumor)
Auskultasi
 Secara peristaltic usus dimana nilai normal 5-35x/menit
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. (00132) Nyeri Akut (2102) Tingkat nyeri (1400) Manajemen nyeri


Definisi : Definisi: Keparahan Definisi : Pengurangan atau
Pengalaman sensori dan dari nyeri yang reduksi nyeri sampai pada
emosional yang tidak diamati dilaporkan tingkat kenyamanan yang
menyenangkan muncul Setelah dilakukan dapat diterima oleh pasien.
akibat kerusakan jaringan tindakan keperawatan Aktivitas-aktivitas:
aktual atau potensial atau selama 3x24 jam di (01)Lakukan pengkajian
yang digambarkan sebagai harapkan pasien nyeri konprehensif
kerusakan (internasional mampu yang meliputi lokasi
association for the study of Dengan kriteria hasil : , karakteristik,
pain) awitan yang tiba-tiba (210201) Nyeri yang durasi, frekuensi,
atau lambat dari intensietas dilaporkan kualitas,intensitas
ringan hingga berat dengan ditingkatkan dari skala atau beratnya nyeri
akhir yang dapat diantisipasi 2 (cukup berat) ke dan faktor pencetus
atau di prediksi Skala 4 (ringan ) (03)Pastikan perawatan
Batasan Karakteristik : (210201) Ekspresi analgesik bagi
a. Keluhan tentang nyeri wajah dari skala pasien dilakukan
karakteristik nyeri 2 (cukup berat) ke dengan pemantauan
dengan skala 4 (ringan ) yang ketat
menggunakan (210108) Tidak bisa (13)dorong pasien untum
standar instrumen istirahat di tingkatkan menggunakan obat-
nyeri. dari skala 2 (cukup obatan penurun
b. Ekspresi wajah nyeri berat ) ke skala 4 nyeri yang adekuat
c. Perubahan pada (ringan) (18) dukung istirahat/tidur
parameter fisiologi (210204) panjangnya yang adekuat untuk
(mis: tekanan darah, episode nyeri membantu
frekuensi jantung, ditingkatkan dari skla penurunan nyeri
frekuensi pernafasan, 2 (cukup berat) ke
saturasi oksigen dan skala 4 (ringan) (2210) Pemberian analgesik
karbondioksida) Definisi : Penggunaan agen
Faktor yang berhubungan: farmakologi untuk
a. Agen cedera biologis mengurangi atau
menghilangkan
nyeri
Aktivitas-aktivitas :
(01)Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
(03)Cek adanya riwayat
alergi
(07)tentukan analgesik
sebelumnya , rute
pemberian dan dosis
untuk mencapai
hasil pengurangan
nyeri yang optimal
(10) monitor tanda vital
sebelum dan
sesudah
memberikan
analgesik pada
pemberian dosis
pertama
(12) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang
berat
(11)Berikan kebutuhan dan
kenyamanan
aktivitas yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri

2. (00011) Konstipasi (0500) Kontinensi (0450) Manajemen


Definisi: usus konstipasi
Penurunan frekuensi normal Definisi : Mengontrol Definisi: Pencegahan dan
defekasi yang disertai pengeluaran feses dari menghilangkan konstipasi
kesulitan atau pengeluaran usus. atau impaksi
feses tidak tuntas dan atau Setelah dilakukan Aktivitas-Aktivitas:
feses yang keras, kering, dan tindakan Keperawatan (01)monitor tanda dan
banyak selama 3x24 jam gejala konstipasi
Batasan Karakteristik : diharapkan pasien (03) monitor (hasil
a. Feses keras dan mampu produksi) pergerakan usus
berbentuk Dengan kriteria hasil : (feses) meliputi frekuensi,
b. Nyeri tekan abdomen (050008) Mengenali konsistensi, bentuk, volume
tanpa teraba keinginan defekasi dan warna dengan cara yang
resistensi otot ditingkatkan dari skala tepat
c. Tidak dapat 2 (jarang (04) monitor bising usus
mengeluarkan feses menunjukkan) ke skala (05) konsultsikan dengan
d. Mengejan saat 5 (secara konsisten dokter mengenai penurunan
defekasi menunjukkan) atau peningkatan frekuensi
Faktor yang berhubungan: (050014) bising usus
a. Kebiasaan defekasi Mengkonsumsi serat (14)intruksikan pada pasien
tidak teratur dengan jumlah adekuat atau keluarga pada diet
b. Asupan serat tidak ditingkatkan dari skala tinggi serat, dengan cara
cukup 2 ke skala 4 yang tepat
c. Kebiasaan makan buruk (050005) Konstipasi (25) ajarkan pasien atau
d. Tumor ditingkatkan dari skala keluarga mengenai kurun
2 ke 4 waktu dalam menyelesaikan
(0115) Fungsi terjadinya konstipasi
gastrointestinal
Definisi : Kemampuan (0430) Manajemen saluran
saluran pencernaan cerna
untuk memasukkan Definisi : Pembentukan dan
dan mencerna pemeliharaan pola yang
makanan, menyerap teratur dalam hal eliminasi
nutrisi dan membuang ssaluran cerna
zat sisa Aktivitas-aktivitas:
Setelah dilakukan (08) catat masalah BAB
tindakan Keperawatan yang sudah ada sebelumnya,
selama 3x24 jam BAB rutin dan penggunaan
diharapkan pasien laksatif
mampu (16) Evaluasi profil
Dengan kriteria hasil : medikasi terkait dengan
(101503) frekuensi efek samping-efek samping
BAB ditingkatkan dari gastrointestinal
skala 2 ke skala 4 (18) Dapatkan guaiac untuk
(101504) warna feses melancarkan feses, dengan
ditingkatkan dari skala cara yang tepat
2 ke 4
(101505) Konsistensi
feses dari skala 2 ke
skala 4
(101506) jumlah feses
ditingkatkan dari skala
2 ke skala 4
(101508) Bising usus
ditingkatkan dari skala
2 ke skala 4

3. (00002) Ketidakseimbangan (2106) Mual dan (1030) Manajemen


nutrisi kurang dari Muntah efek yang gangguan makan
kebutuhan tubuh mengganggu Definisi: Pencegahan dan
Definisi: Definisi: Keparahan perawatan terhadap
Asupan nutrisi tidak cukup efek yang pembatasan diet ketat dan
untuk memenuhi kebutuhan mengganggu dari mual olahraga yang berlebihan
metabolik kronis, muntah- atau perilaku memuntahkan
Batasan karakteristik: muntah fungsi hidup makanan dan cairan
a. Kurang minat pada sehari-hari Aktivitas-Aktivitas:
makanan Setelah dilakukan (08) monitor tanda-tanda
b. Nyeri abdomen tindakan Keperawatan fisiologi jika diperlukan
Faktor yang berhubungan: selama 3x24 jam (10) monitor intake atau
a. Ketidakmampuan diharapkan pasien asupan makanan dan asupan
mencerna makanan mampu cairan secara cepat
b. Kurang asupan Dengan kriteria hasil: (11)monitor asupan kalori
makanan (210625) Kehialngan makanan harian
c. Ketidakmampuan selera makan (1160) Monitor nutrisi
mengabsorbsi ditingkatkan dari skala Definisi: Pengumpulan dan
nutrien 2 ke skala 4 analisa data pasien yang
(210607) Perubahan berkaitan dengan asupan
status nutrisi nutrisi
ditingkatkan dari skala Aktivitas-aktivitas:
2 ke skala 4 (10) monitor adanya mual
(101532) Mual dan muntah
ditingkatkan dari skala (12) monitor diet dan
2 ke skala 4 asupan kalori
(101533) Muntah (13) identifikasi perubahan
ditingkatkan dari skala nafsu makan dan aktivitas
2 ke skala 4 akhir-akhir ini
(1014) Nafsu makan
Definisi: keinginan
untuk makan
Setelah dilakukan
tindakan Keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan pasien
mampu
Dengan kriteria hasil:
(101401) keinginan
untuk makan
ditingkatkan dari skala
2 ke 4
(101406) Intake
makanan ditingkatkan
dari skala 2 ke 4
(101407) Intake nutrisi
ditingkatkan dari skala
2 ke skala 4

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada kenyataannya kanker kolon dan rectum adalah kanker paling
umum kedua dari kanker internal di Amerika Serikat. Diperkirakan
150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di negara ini setiap
tahunnya. Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang
terjadi pada mukosa kolon di mana penyakit ini mempunyai angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Data World Health Organization
(WHO) tahun 2008 menempatkan kanker kolorektal pada urutan keempat
setelah kanker paru, kanker lambung dan kanker hati sebagai penyebab
kematian akibat kanker dengan 608.000 kematian. Di Indonesia sudah
mulai banyak data mengenai angka kejadian kanker kolorektal.Menurut
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, kanker kolorektal di Indonesia
berada pada peringkat 9 dari 10 peringkat utama penyakit kanker pasien
rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus
sebanyak 1.810 dengan proporsi sebesar 4,92%. Secara umum kanker
selalu dihubungkan dengan bahan-bahan kimia, bahan-bahan radioaktif
dan virus.
DAFTAR PUSTAKA

Darnia, dkk. Tt. “Asuhan Keperawatan Ca Colon”. Dalam tugas kuliah dari
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kebidanan dan
Keperawatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan, 27 Maret
2017.

Julias, dkk. 2010. “Makalah Kanker Usus Besar (Kanker Kolonorektal)”.


Dalam tugas makalah KMB II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Mandala Waluya, 27 Maret 2017.

Komite Penanggulangan Kanker Indonesia. Tt. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Kanker Kolorektal. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, hal. , 27 Maret 2017.

Rizqhan, Muhammad. Tt. “Kanker Kolorektal”. Dalam Karya Tulis Ilmiah


Universitas Sumatera Utara, 27 Maret 2017.

Setioningrum, Reni. 2014. “KLASIFIKASI STADIUM KANKER


KOLOREKTAL MENGGUNAKAN MODEL RECURRENT
NEURAL NETWORK”. Dalam Skripsi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, 27 Maret
2017.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 12. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Tatuhey, Wahyuni Syukuriah, Helfi Nikijuluw dan Josepine Mainase. 2014.


“Karakteristik Kanker Kolorektal di Rsud Dr. M Haulussy Ambon
Periode Januari 2012–Juni 2013”. Dalam Jurnal Kesehatan dan
Kedokteran Molucca Medica ISSN 1979 – 6358, VOLUME 4,
NOMOR 2, MARET 2014, hal 151, 13 Maret 2017.

Вам также может понравиться