Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI HIPERTENSI


1. Defenisi
Hipertensi merupakan suatu kondisi paling umum yang terlihat
pada saat primary care dan dapat mengakibatkan infark miokard,
stroke, gagal ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi dini dan tidak
diobati dengan tepat (James et al., 2013). Menurut The Eight Report
of the Joint National Committee (JNC VIII), hipertensi tingkat 1
adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari atau
sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama
dengan 90 mmHg. Untuk memastikan keadaan tekanan darah yang
sebenarnya maka harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal
sebanyak dua kali. Hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan
tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu
organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung) dan hipertropi ventrikel kiri/ left
ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target utama otak,
hipertensi mengakibatkan seseorang terkena stroke dan merupakan
penyebab kematian yang tinggi (Bustan, 2007 dalam Mannan et al.,
2012).
Hemodinamika adalah suatu keadaan dimana tekanan darah dan
aliran darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat
dijaringan tubuh (Muttaqin, 2009). Hipetensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg. Hal ini terjadi bila
kontriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan
tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja
jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan
jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010). Hipertensi juga dikenal

13
sebagai heterogeneuose group of disease karena dapat menyerang
siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial, dan ekonomi (Depkes,
2008).
Hipertensi merupakan suatu kelainan, suatu gejala dari
gangguan pada mekanisme regulasi tekanan darah (Tjay dan Rahardja,
2010).
2. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 klasifikasi hipertensi menurut JNC VII
Kategori Sistolik ( mmHg ) Diastolic ( mmHg )

Normal <120 <80


Hipertensi
 Pre hipertensi 120-139 80-89
 Hipertensi tahap1 140-159 90-99
 Hipertensi tahap2 ≥160 ≥100

Tabel 2.2 klasifikasi hipertensi menurut WHO 1999


Kategori Sistolik Diastolic

Optimal <120 <80


Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 ( ringan ) 140-159 90-99
Subkelompok : borderline 140-149 90-94
Hipertensi derajat 2 ( sedang ) 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 ( berat ) ≥180 ≥110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90
Subkelompok : borderline 140-149 <90

14
3. Etiologi
Pada dasarnya hipertensi merupakan suatu kondisi medis yang
beragam. Kebanyakan patofisiologi dari hipertensi tidak diketahui
penyebabnya yang kemudian disebut hipertensi primer. Hal ini
menyebabkan hipertensi tidak dapat diobati namun dapat dikontrol.
Adapun sebagian kecil kejadian hipertensi memiliki penyebab khusus
yang dikenal dengan hipertensi sekunder yang mana apabila penyebab
dari hipertensi ini dapat diidentifikasi, hipertensi ini dapat
disembuhkan secara potensial. (Corwin, 2010).
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah
dan berpotensi menyebabkan hipertensi antara lain:
a. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatis yang
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respon
terhadap stress psikososial
b. Produksi hormone yang menahan natium dan vasokontriktor
c. Asupan natrium berlebih
d. Asupan kalium dan kalsium yang kurang
e. Meningkatnya sekresi renin yang menyebabkan produksi
angiotensin dan aldosteron juga ikut meningkat
f. Abnormalitas tahanan pembuluh darah
g. Diabetes melitus
h. Resistensi insulin
i. Obesitas
j. Meningkatnya aktivitas vascular growth factor
k. Perubahan reseptor adrenergic
l. Berubahnya transpor ion dalam darah ( depkes, 2006 Dalam
tahira 2017 )
4. Jenis Hipertensi
Ada dua jenis hipertensi yang dikenal, pertama hipertensi primer
yang merupakan jenis hipertensi yang banyak terjadi, angka
kajadiannya mencapai 90- 95 persen dari seluruh kejadian hipertensi.

15
Banyak factor yang dapat menyebabkan hipertensi ini seperti
lingkungan, kelainan metabolisme intraselular dan faktor yang
meningkatkan resikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, merokok
dan kelainan darah. Meski begitu, para ahli menunujukkan stress
sebagai penyebab utama. Hipertensi primer memiliki karakteristik
patofisiologi antara lain : tidak diketahui penyebabnya, tekanan diastol
>90 mmHg secara berulang, resistensi perifer total biasanya
meningkat, tekanan nadi bisa meningkat atau menurun (Vitahealth,
2006). Dan jenis yang kedua ialah hipertensi sekunder.
Hipertensi sekunder tidak seperti hipertensi primer, hipertensi
jenis ini sudah diketahui spesifik penyebabnya seperti gangguan
hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh
darah, dan tumor kelenjar adrenal namun hal yang terakhir jarang
terjadi. Angka kejadian hipertensi ini 5 sampai 10 persen dari seluruh
kejadian hipertensi (Vitahealth, 2006).
5. Patofiologi
Mekanisme vasokonstriktor dan relaksasi pembuluh darah
terdapat pada pusat vasomotor yang terletak di medulla pada otak.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini neuron preganglion akan melepaskan asetilkolin yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin, maka akan terjadi vasokonstriksi
yang berakibat pada meningkatnya tekanan darah.(Corwin, 2009)
Saat sistem saraf simpatis akan merangsang pembuluh darah
sebagai respon dari emosi. Pada saat itu pula, kelenjar adrenal
terangsang yang dapat menambah aktivitas vasokonstriksi. Medulla
kelenjar adrenal mengeluarkan epinefrin dan korteks kelenjar adrenal
akan mengeluarkan kortisol dan steroid lain yang semuanya akan

16
memperkuat repon vasokonstriktor pembuluh darah. Terjadinya
konstriksi pada pembuluh darah akan mengakibatkan menurunnya
suplai darah ke ginjal yang kemudian akan mensekresikan rennin
sebagai respon ginjal dari konstriksi tadi. Kemudian rennin akan
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian akan dirubah
menjadi angiotensin II yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat
yang kemudian angiotensin II ini akan merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron ini akan menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang pada akhirnya akan
meningkatkan volume intravaskular. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Smeltzer&Suzenne, 2002 dalam
Tahira 2017).
Namun demikian, yang memiliki pengaruh besar terhadap
terjadinya hipertensi primer ialah faktor genetik yang mencapai 30-40
persen. Gen yang berpengaruh antara lain reseptor angiotensin II, gen
angiotensin dan rennin, gen sintetase oksida nitrat endothelial, gen
protein reseptor kinase G, gen reseptor adrenergic, gen kalsium
transport dan natrium hydrogen antipoler, dan gen yang yang
berhubungan dengan resistensi insulin, obesitas, hiperlipidemia dan
hipertensi sebagai kelompok bawaan.
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan
terjadinya hipertensi primer yaitu:
a. Peningkatan sistem saraf simpatis ( SNS )
Respon maladaptif terhadap srimulasi saraf simpatis dapat
mengakibatkan perubahan pada gen reseptor dan juga kadar
katekolamin serum yang menetap. Meningkatnya aktivitas sistem
saraf simpatis dapat diakibatkan oleh stress psikososial.
b. Peningkatan sistem rennin-angiotensin-aldosteron ( RAA )
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi secara
langsung dan juga meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis
dan menurunkan kadar prostaglandin vasodilator dan oksida

17
nitrat.
c. Defek pada transport garam dan air
Asupan kalsium, magnesium dan kalium yang rendah dapat
menyebabkan gangguan aktivitas pada peptide natriuretik otak,
pepetida natriuretik atrial, adrenomedulin, urodilatin, dan
endotelin.
d. Interaksi komplek yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi
endotel Resistensi insulin berhubungan dengan penurunan
pelepasan endothelial oksida nitrat dan vasodilator lain serta
mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi dan kadar insulin yang
tinggi meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis dan RAA.
Adapun penyebab hipertensi sekunder dapat diketahui
sebelumnya. Disebutkan ada beberapa penyakit yang menjadi
penyebab dari hipertensi sekunder yaitu: penyakit parenkim ginjal,
penyakit renovaskular, aldosteronisme, penyakit tiroid, sindrom
cushing, obat dan kehamilan (Yusuf, 2008).
6. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan kasus hipertensi sama seperti kasus lainnya
yaitu penatalaksanaan medis dan non-medis. Penatalaksanaan medis
pada hipertensi dapat dilakukan dengan pemberian obat-obat seperti
jenis diuretic; alpha, beta, dan alpha-beta blocker; penghambat
simpatetik; vasodilator; penghambat enzim konversi angiotensin;
antagonis kalsium; dan pengahambat reseptor angiotensin II.
Selain terapi farmakologi yang dapat diberikan untuk
menangani hipertensi, penanganan hipertensi pun dapat dilakukan
dengan terapi non farmakologi seperti :
a. Mengontrol pola makan
Menghindari makanan berlemak dan makanan yang mengandung
banyak garam menjadi salah satu cara untuk menghindari
hipertensi. American heart association menyarankan konsumsi
garam setiap hari hanya satu sendok teh, sementara konsumsi

18
lemak disarankan hanya 30 % dari total kalori yang dikonsumsi
per harinya.
b. Tingkatkan asupan potassium dan magnesium
Buah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber terbaik
potassium dan magnesium. Kekurangan potassium dan
magnesium dalam tubuh menjadi salah satu faktor pemicu
terjadinya hipertensi, oleh sebab itu banyak dokter yang
menyarankan agar mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran segar
pada penderita hipertensi
c. Mengkonsumsi makanan jenis padi-padian
Mengkonsumsi padi-padian dapat menurunkan resiko terserang
penyakit jantung koroner termasuk terserang hipertensi. Dalam
sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal of
Clinical Nutrition disebutkan bahwa pria yang mengkonsumsi
sereal dari jenis padi-padian per hari mempunyai kemungkinan
yang sangat kecil (0-20 persen ) untuk terserang penyakit jantung
koroner.
d. Meningkatkan aktivitas
Penderita yang memiliki banyak aktivitas dapat menurunkan
tekanan darah. Berolahraga selama 30-45 menit per hari selama
lima hari dalam seminggu dapat menurunkan hipertensi.
e. Relaksasi
Tidak banyak yang mengetahui hubungan antara kondisi
psikologis dengan keadaan fisik. Namun belakangan terakhir
mulai banyak yang menyadari adanya hubungan antara stress
psikologis dengan kondisi kesehatan fisik, sehingga muncul
istilah psikoneuro-imunologi yang secara sederhana berarti
adanya hubungan antara pikiran, sistem saraf dan sistem kerja
tubuh. Hal ini pula telah dibuktikan dengan penelitian yang ada.
Salah satunya ialah hasil penelitian dari University College of
London yang menunjukkan bahwa orang yang memiliki stress

19
akibat tekanan pada pekerjaan memiliki resiko sindrom gangguan
metabolik lebih tinggi dari pada orang yang tidak memiliki
tekanan pekerjaan. Oleh sebab itu teknik-teknik tertentu perlu
digunakan untuk mengurangi stress seperti relaksasi, bersantai
bersama keluarga ataupun lainnya yang dapat mengurangi beban
pikiran. Walaupun sedikit bukti yang menunjukan adanya
hubungan berarti antara teknik relaksasi dengan penurunan angka
kejadian stroke, namun teknik relaksasi untuk mengulangi stress
dapat mengurangi tekanan darah tinggi pada beberapa orang
(Kowalski, 2010 Dalam Tahira 2017).

B. TERAPI NAFAS DALAM


1. Definisi relaksasi nafas dalam
Teknik relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Resti (2014) relaksasi merupakan salah satu teknik
pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis
dan parasimpatis. Energi dapat dihasilkan ketika kita melakukan
relaksasi nafas dalam karena pada saat kita menghembuskan nafas,
kita mengeluarkan zat karbon dioksida sebagai kotoran hasil
pembakaran dan ketika kita menghirup kembali, oksigen yang
diperlukan tubuh untuk membersihkan darah masuk.
Menurut Brunner & Suddart (2001) tujuan nafas dalam adalah
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,
meningkatkan relaksasi otot, 41 menghilangkan ansietas,
menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna,
tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi
udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas.

20
2. Manfaat Dan Tujuan Relaksasi Nafas Dalam
Manfaat teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003)
dalam Arfa (2014) adalah sebagai berikut :
a. Ketentraman hati
b. Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
c. Detak jantung lebuh rendah
d. Mengurangi tekanan darah
e. Meningkatkan keyakinan
f. Kesehatan mental menjadi lebih baik
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan
teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres baik stres fisik
maupun emosional.
3. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah
sebagai berikut:
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
b. Usahakan tetap rileks dan tenang
c. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udara melalui hitungan
d. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks
e. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
mulut secara perlahan-lahan.
g. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
h. Usahakan agar tetap konsentrasi
i. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga benar-benar rileks
j. Ulangi selama 15 menit, dan selingi istirahat singkat setiap 5 kali
pernafasan

21
4. Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan
Tekanan Darah
Nafas dalam merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur
pernafasan secara dalam yang dilakukan oleh korteks serebri,
sedangkan pernafasan spontan dilakukan oleh medulla oblongata.
Nafas dalam dilakukan dengan mengurangi frekuensi bernafas 16-19
kali dalam satu menit menjadi 6-10 kali dalam satu menit. Nafas
dalam yang dilakukan akan merangsang munculnya oksida nitrit yang
akan memasuki paru-paru bahkan pusat otak yang berfungsi membuat
orang menjadi lebih tenang sehingga tekanan darah yang dalam
keadaan tinggi akan menurun. Oksida nitrit disintesis oleh enzim nitric
oxide synthase (eNOS) endotel dari L-arginin. Peningkatan aktivitas
dari eNOS dan produksi oksida nitrit dipengaruhi oleh faktor- faktor
yang juga meningkatkan kalsium intraselular, dan juga termasuk
mediator lokal. Mediator lokal tersebut adalah bradikinin, histamin,
dan serotonin, serta beberapa neurotransmitter. Produksi nitrit oksida
secara kontinu akan memodulasi resistensi vaskular, dan telah
diketahui bahwa inhibisi eNOS menyebabkan peningkatan tekanan
darah (Ward, 2009). Oksida nitrit merupakan vasodilator yang penting
untuk mengatur tekanan darah dan dilepaskan secara kontinu dari
endotelium arteri dan arteriol yang akan menyebabkan shear stress
pada sel endotel akibat viskositas darah terhadap dinding vaskuler.
Stres yang terbentuk mampu mengubah bentuk sel endotel sesuai arah
aliran dan menyebabkan peningkatan pelepasan nitrit oksida yang
kemudian mengakibatkan pembuluh darah menjadi rileks, elastis dan
mengalami dilatasi. Pembuluh darah yang rileks akan melebar
sehingga sirkulasi darah menjadi lancar, tekanan vena sentral (central
venous pressure, CVP) menurun, dan kerja jantung menjadi optimal.
Penurunan CVP akan diikuti dengan penurunan curah jantung, dan
tekanan arteri rerata. Vena memiliki diameter yang lebih besar
daripada arteri yang ekuivalen dan memberikan resistensi yang kecil.

22
Oleh karena itu vena disebut juga pembuluh kapasitans dan bekerja
sebagai reservoir volume darah (Ward, 2009).
Relaksasi napas dalam adalah pernafasan pada abdomen dengan
frekuensi lambat serta perlahan, berirama, dan nyaman dengan cara
memejamkan mata saat menarik nafas. Efek dari terapi ini ialah
distraksi atau pengalihan perhatian (Setyawati, 2010).
Patofisiologi hipertensi terjadi pada saat bersamaan dimana
sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagi respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal memsekresi
epineprin, yang menyebabkan vasokontriksi. Konteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriktor merangsang
pembentukkan angiostensin I yang kemudian di ubah menjadi
angiostensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, meyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).
Dalam konsep keperawatan, penurunan tekanan darah pada
hipertensi dapat menggunakan penatalaksanaan dengan penerapan non
farmakologi, salah satunya teknik nafas dalam. Menurut ( Audah,
2011 ) bernafas dengan cara dan pengendalian yang baik mampu
memberikan relaksasi serta mengurangi stress.
Kerja dari terapi ini dapat memberikan pereganggan
kardiopulmonari (Izzo 2008). Stimulasi peregangan di arkus aorta dan
sinus karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medula
oblongata (pusat regulasi kardiovaskuler), dan selanjutnya terjadinya
peningkatan refleks baroreseptor. Impuls aferen dari baroreseptor
mencapai pusat jantung yang akan merangsang saraf parasimpatis dan
menghambat pusat simpatis, sehingga menjadi vasodilatasi sistemik,

23
penurunan denyut dan kontraksi jantung. Perangsangan saraf
parasimpatis ke bagian – bagian miokardium lainnya mengakibatkan
penurunan kontraktilitas, volume sekuncup menghasilkan suatu efek
inotropik negatif. Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan volume
sekuncup dan curah jantung. Pada otot rangka beberapa serabut
vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi
pembuluh darah Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK) Vol IX, No. 1, Maret
2016 ISSN 1978-3167 School of Health Science
Muhammadiyah_Pekajangan_Pekalongan dan akibatnya membuat
tekanan darah menurun (Muttaqin 2009).

C. KONSEP DZIKIR
1. Pengertian Dzikir
Dzikir secara etimologis berasal dari bahasa Arab dzakara-
yadzkuru- dzikran yang berarti mengingat atau menyebut. Sedangkan
dzikir menurut istilah adalah segala proses komunikasi seorang hamba
dengan Allah untuk senantiasa ingat dan tunduk kepada-Nya dengan
cara mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih, memanjatkan do’a
yang dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dengan aturan-aturan
yang telah ditentukan (Mahfani, 2006).
Kata dzikir biasanya disambung dengan asma Allah sehingga
menjadi dzikrullah yang artinya mengingat Allah (As’ad & Brata,
2011). Dengan kata lain, dzikir adalah menyebut nama Allah dengan
membaca tasbih (subhanaullah), tahlil (laa ilaaha illallaah), tahmid
(alhamdulillah), taqdis (quddusun), takbir (allahu akbar), hauqalah
(laa haula walaa quwwata illaa billaah), hasbalah (hasbiyallah),
membaca basmalah (bismillahirrahmaanirrahiim), membaca Al-
Qur’an, dan berdo’a (Mahfani, 2006)
2. Cara berdzikir
Menurut basri (2014) cara berdzikir di bagi menjadi 3, yaitu :
a. Dzikir qalby fikry

24
Adalah berdzikir dengan hati dan pikiran. Akal merenungkan
makna dari apa yang telah diucapkan oleh hati. Sebagai contohnya,
ketika hati mengucapkan Allahuakbar, hati juga menghadirkan
kebesaran Allah, benar-benar memaknai nama dan kebesaran Allah
dan pikiran benar-benar meyakini kebesaran Allah di atas seluruh
mahluknya
b. Dzikir lisani
Dzikir lisani adalah dzikir dengan mengucapkan sanjungan, pujian
kepada Allah, kalimat tauhid, istighfar, shalawat bersamaan dengan
ucapan hati dan pikiran.
c. Dzikir fi’iy
Dzikir fi’ly adalah dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan
melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya
dalam rangka taat kepada-Nya.
Dzikir yang efektif adalah dzikir yang memadukan hati, pikiran,
lisan, maupun panca indra, sedangkan dzikir yang paling minimal
adalah dzikir dengan hati. Adapun dzikir dengan lisan tapi tidak
menghadirkan hati adalah sesuatu yang kosong, sebab Allah melarang
orang mabuk melaksanakan shalat sampai sadar dan paham apa yang
diucapkan (Basri, 2014). Terdapat beberapa penelitian mengenai
langkah-langkah berdzikir yang efektif untuk mengurangi nyeri post
operasi. Dzikir dimulai dengan melakukan niat terlebih dahulu dan
memfokuskan pikiran kepada Allah SWT. Langkah-langkah
selanjutnya yaitu :
a. Mengatur posisi rileks dan menutup mata dan lakukan nafas dalam
agar tercapai relaksasi selama 5 menit.
b. Berdzikir dengan mengucapkan bismillah terlebih dahulu kemudian
dimulai dengan mengucapkan subhanallah, lalu alhamdulillah,
Allahuakbar, dan Laa ilaha illallah. Masing-masing diucapkan 33
kali dalam waktu 25 menit. Pada saat mengucapkan dzikir diikuti
43 dengan menghitung tasbih, atau bisa juga menggunakan sela-

25
sela jari.
c. Tahap relaksasi dilakukan dengan perlahan-lahan membuka mata. (
Sitepu, 2009; Ririn, 2015).
3. Manfaad dzikir
Dzikir mempunyai beberapa manfaat diantaranya :
a. Dzikir merupakan amalan yang paling disukai Allah. Dengan
berdzikir mengingat Allah, maka secara tidak langsung telah
bersandar kepada Allah dalam menyelesaikan masalah, dan
meminta bantuan kepada Alla agar sakit yang dideritanya
berkurang atau sembuh. Apabila seseorang tidak memiliki tempat
bersandar yang tepat, bisa jadi seseorang dapat mengalami stres
dan depresi
b. Dzikir juga akan membuat seseorang merasa selalu di dalam
lindungan dan bimbingan Allah dalam menjalani hidup, sehingga
membuat seseorang tetap bersemangat dalam menjalani hidup
tanoa takut akan rintangan yang akan dihadapinya karena Allah
senantiasa bersamanya
c. Dzikir merupakan sumber kekuatan bagi manusia
d. Do’a dan dzikir merupakan ibadah, karena merupakan salah satu
bentuk pengabdiannya kepada Allah. Ketika seseorang berdo’a
maka ia hanya menggantungkan harapannya kepada Allah dan
memalingkan dirinya menyembah, berdo’a dan berhadap kepada
selain Allah.
e. Berdzikir kepada Allah merupakan amalan yang paling utama di
sisi Allah. Dengan berdzikir Allah akan ingat kepada hamba-Nya
yang selalu mengingat-Nya
f. Dzikir merupakan obat hati paling mujarab. (Mahfani 2006, dalam
Basri, 2014 ;)
4. Ruang Lingkup Dzikir
Dzikir mencakup seluruh waktu dan kondisi. Rasulullah telah
berpesan agar kita berdzikir di setiap waktu, akan tetapi terdapat

26
waktu-waktu yang dianjurkan untuk berdzikir seperti pada waktu pagi
dan sore, akhir malam, hari raya, hari tasyrik, dll. Sebagaimana firman
Allah: dalam Surah Al- Baqarah : 203

Artinya :“Hai orang-orang yang yang beriman, berdzikirlah (dengan


menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.
Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (Al-
Qur’an. QS. Al-Baqarah : 203)
Dzikir juga dapat dilakukan dalam kondisi duduk, berdiri
maupun terlentang, yang menunjukkan seorang mukmin selalu ingat
Allah dalam segala kondisinya. Sebagaimana shalat, dapat dilakukan
dengan berdiri, boleh sambil duduk, bahkan diperbolehkan dengan
berbaring. Dzikir mencakup segala kondisi yang terjadi pada diri
seseorang, seperti dzikir ketika marah, ketika ada godaan setan, ketika
melamun, ketika sakit, dan pada kondisi lainnya (Basir, 2014).

27
D. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah
modifikasi yang berdasar pada teori dalam buku Brunner dan
Suddarth ( 2002:40 ), serta Perry dan Potter ( 2006:23 ), Purwanto (
2006:17 ).

Terjadi paparan awal

farmakologi Obat diuretic dan


obat HT lain
Terjadi peningkatan TD

Modifikasi gaya
hidup
Terjadi terus menerus
Aktifitas fisik
Penatalaks yang teratur
anaan
hipertensi
Relaksasi nafas
Non farmakologi dalam

. Dzikir

Terjadi hipertensi primer Terjadi penurunan


TD

Faktor yang mempengaruhi nilai TD


: merokok, obesitas, faktor genetic

Sumber:Smeltzer Bare, 2002; Ward et al., 2005; Sugiharto, 2007; Bustan,


2007 dalam Mannan, 2012)

28
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
1. Variabel independen adalah relaksasi nafas dalam dan dzikir
2. Variabel dependen adalah penurunan tekanan darah
yang diukur menggunakan sphygmomamometer.

Variabel independen Variabel dependen

Relaksasi nafas
Penurunan tekanan
dalam dan dzikir
darah

Berdasarkan kerangka konsep diatas, peneliti ingin


mengetahui apakah ada pengaruh antara relaksasi nafas dalam dan
dzikir dengan penurunan nilai tekanan darah pada pasien penderita
hipertensi di Ruang Gawat Darurat RS Bhayangkara Makassar.

29
F. Kerangka kerja

populasi

sampel

One group pre test-post test

Pre test

Kelompok eksperimen/ intervensi

Observasi tekanan darah

Perlakuan relaksasi nafas dalam dan dzikir

Observasi tekanan darah

Analisa data

Penyajian Hasil

30

Вам также может понравиться