Вы находитесь на странице: 1из 13

MAKALAH KEJAHATAN TRANSNASIONAL

(ASAS-ASAS KEJAHATAN TRANSNASIONAL)

Dosen Pengampu : Shinta Ayu Purnamawati, SH.,M.H.

Nama Kelompok :
Tutut Anita Romadhon (201610110311124)
Stefani Gunawan (201610110311134)
Tubagus Setya Mahendra (201610110311139)
Dyah Rahma Fitri (201610110311161)
Qad Jaffal Qalam (201610110311163)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas


segala rahmat dan hidayat-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu kita nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Kelompok kita mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
kelompok ini mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugaas
dari mata kuliah Kejahatan Trans Nasional dengan judul “Asas-asas kejahatan
Trans Nasional”. Penulis tentu menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Malang, 6 November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejahatan lintas negara, atau yang dikenal dengan kejahatan
transnasional menimbulkan banyak kerugian bagi suatu negara, bahkan bagi
daerah-daerah tertentu di dalam negara tersebut. Berbagai penyimpangan
yang dapat dilakukan, seperti pengeksploitasian (sumber daya alam dan
sumber daya manusia) yang terlalu berlebihan berdampak kepada manusia
yang ada di dunia. Munculnya masalah-masalah, seperti kemiskinan dan
konflik menjadi salah satu penyebab terjadinya kejahatan yang bersifat
transnasional. Dengan sifatnya yang dapat melintasi batas-batas wilayah
negara dan dapat berdampak terhadap negara lain, membuat kejahatan
transnasional menjadi sebuah ancaman bagi keamanan global.1
PBB mengadakan konvensi mengenai Kejahatan Lintas Negara
Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized
CrimeUNTOC) atau dikenal dengan sebutan Palermo Convention pada
plenary meeting ke-62 tanggal 15 November 2000, yang telah diratifikasi
Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan
lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi, perdagangan gelap
tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap benda seni
budaya (cultural property), perdagangan manusia, penyelundupan migran
serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. 2
Unsur kejahatan lintas negara memuat beberapa aspek seperti
dilakukan di lebih dari satu negara, (persiapan, perencanaan, pengarahan, dan
pengawasan) dilakukan di negara lain, melibatkan kelompok kejahatan
terorganisir dan berdampak serius bagi negara lain. Sangat perlu untuk
mengetahui asas-asas apa saja yang digunakan dalam kejahatan transnasional,

1
Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir” dalam
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/pages/Penanggulangan-Kejahatan-LintasNegara-
Terorganisir.aspx,
2
Ibid.
maka dari itu perlu dijabarkan secara lebih rinci dalam makalah yang berjudul
“Asas-asas kejahatan transnasional”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa asas yang digunakan dalam kejahatan transnasional dan bagaimana
klasifikasinya?
2.Bagaimana prosedur dan pelaksanaan ekstradisi menurut hukum nasional
indonesia?
3. Apa saja contoh kasus dan analisisnya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis asas kejahatan transnasional
2. Bagaimana Ekstradisi menurut hukum nasional indonesia
3. Untuk mengetahui contoh kasus dan analisanya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ASAS DALAM KEJAHATAN TRANSNASIONAL


1. Asas Ekstradisi
Dapat diartikan sebagai penyerahan yang dilakukan secara formal,
baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya,
ataupun berdasarkan prinsip timbal balik atau hubungan baik, atau
seseorang yang dituduh melakukan kejahatan (tersangka, terdakwa,
tertuduh) atau seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana yang telah
mempunyai kekuatan mengikat yang pasti (terhukum, terpidana), oleh
negara tempatnya berada (negara yang diminta) kepada negara yang
memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya (negara yang
meminta) atas permintaan negara peminta, dengan tujuan untuk mengadili
dan atau pelaksanaan hukumannya.3 dari definis ini dapat dikemukakan
beberapa unsur penting yang harus dipenuhi supaya dapat disebut
ekstradisi yaitu :
a. Ekstradisi merupakan penyerahan orang di negara tempatnya
berada (negara yang diminta) dan dilakukan secara formal jadi
harus melalui cara prosedur tertentu. Permintaan untuk
menyerahkan itu harus dilakukan melalui saluran diplomatik.
Demikian pula jika negara-diminta menyetujui atau menolak
permintaan negara-perintah harus memberitahukannya kepada
negara¬-peminta dengan melalui saluran diplomatik. Mengenai
keputusan untuk mengabulkan ataupun menolak permintaan dari
negara-peminta, pejabat tinggi dari negara-diminta seperti misalnya
Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Menteri Kehakiman, maupun
Menteri Luar Negeri ikut terlibat dalam memberikan
pertimbangan-pertirnbangan, untuk pada akhirnya diambil
keputusan oleh pejabat yang berwenang dari negara-diminta.

b. ekstradisi hanya bisa dilakukan apabila didahului dengan


permintaan untuk menyerahkan dari negara peminta kepada negara
yang diminta.

3
I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Op. cit, hal. 129
c. ekstradisi bisa dilakukan baik berdasarkan perjanjian ekstradisi
yang sudah ada sebelumnya atau juga bisa dilakukan berdasarkan
asas timbal balik apabila sebelumnya tidak ada perjanjian ekstradisi
antara 2 belah pihak.
d. orang yang diminta bisa berstatus sebagai tersangka, tertuduh atau
terdakwa dan bisa juga sebagai terhukum.
e. maksud dan tujuan ekstradisi adalah untuk mengadili orang yang
diminta atau menjalani masa hukumannya.
ada beberapa asas – asas pokok dalam ekstradisi yaitu :4
a. Asas kejahatan ganda (double criminality principle) Menurut asas
ini, kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta
ekstradisi atas orang yang diminta haruslah merupakan kejahatan
(tindak pidana), baik menurut hukum negara peminta maupun
negara-diminta. Dalam hal ini tidaklah perlu nama ataupun unsur-
unsurnya semuanya harus sama, mengingat sistem hukum masing-
masing negara itu berbedabeda. Sudah cukup jika hukum kedua
negara sama-sama mengklasifikasikan kejahatan atau tindak
pidana.
b. Asas kekhususan (principle of speciality) Apabila orang yang
diminta telah diserahkan, negara peminta hanya boleh mengadili
dan atau menghukum orang yang diminta, hanyalah berdasarkan
pada kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisinya.
Jadi dia tidak boleh diadili dan atau dihukum atas kejahatan lain,
selain daripada kejahatan yang dijadikan alasan sebagai alasan
untuk meminta ekstradisi.
c. Salah satu asas yang dikenal dalam ekstradisi adalah non–
extradition of political crime. Asas ini menentukan bahwa
penyerahan seorang pelaku kejahatan tidak diperbolehkan apabila
kejahatan yang dijadikan dasar mengekstradisikan adalah kejahatan
politik yaitu kejahatan yang menyerang organisasi maupun hak
penduduk yang timbul dari berfungsinya negara tersebut dan

4
I Wayan Parthiana, Hukum Internasional dan ekstradisi, Op.cit hal. 130
negara yang diminta dapat menolaknya. Larangan
mengekstradisikan pelaku kejahatan politik itu didasari pada
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia orang yang akan
diminta diekstradisikan.
d. Asas tidak menyerahkan warga negara (non-extradition of
nationals) Jika orang yang diminta ternyata adalah warga negara
dari negara diminta, maka negara-diminta “dapat” menolak
permintaan dari negara peminta. Asas ini berlandaskan pada
pemikiran, bahwa negara berkewajiban melindungi warga
negaranya dan sebaliknya warga negara memang berhak untuk
memperoleh perlindungan dari negaranya. Tetapi jika negara
diminta menolak permintaan negara-peminta, negara-diminta
tersebut berkewajiban untuk mengadili dan atau menghukum
warga negaranya itu berdasarkan pada hukum nasionalnya sendiri.
e. asas nebis in idem, menurut asas ini, jika kejahatan yang dijadikan
alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, ternyata
sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang telah memiliki
kekuatan yang mengikat pasti, maka permintaan negara-peminta
harus ditolak oleh negara-diminta.
f. Asas Daluarsa Yaitu permintaan negara peminta harus ditolak
apabila penuntutan atau pelaksanaan hukuman terhadap kejahatan
yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi atas orang
yang diminta, sudah daluarsa menurut hukum dari salah satu atau
kedua belah pihak.

2.2 PROSEDUR DAN PELAKSANAAN EKSTRADISI MENURUT


HUKUM NASIONAL INDONESIA
Menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi,yang
merupkan dasar hukum nasional dalam melakukan ekstradisi kepada pelaku
kejahatan, ada beberapa prosedur dan syrat-syrat yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan ekstradisi.
Didalam Undang-undang No 1 Tahun 1979 tentanag ekstradisi tersebut
pada bab X diatur tentang permintaan ekstradisi oleh pemerintah indonesia.
Dengan perkataan lain, pemerintah Indonesia berkedudukan sebagai negara
peminta. Di dalam pasal 44 ditegaskan, apabila seseorang disangka melakukan
sesuatu kejahatan atau harus menjalani pidana karena melakukan sesuatu
kejahatan yang dapat di ektradisikan di dalam yuridiksi Negara Republik
Indonesia dan diduga berada di negara asing, maka atas permintaan Jaksa Agung
Republik Indonesia, Menteri Kehakiman Republik Indonesia atas nama Presiden,
dapat meminta ekstradisi orang tersebut yang harus diajukan oleh saluran
diplomatik.
Pasal 45 mengatur tentang penyerahan orang yang diminta itu kepada
Indonesia. Menurut Pasal ini, apabila orang yang dimintakan ekstradisinya
tersebut dalam Pasal 44 telah diserahkan oleh negara asing, orang tersebut dibawa
ke Indonesia, dan diserahkan kepada instansi yang berwenang.
Dalam hal Indonesia sebagai negara-peminta dan permintaan ekstradisi
Indonesia dikabulkan oleh negara-diminta, maka Indonesialah yang datang
mengambil orang yang diminta itu ke tempat yang telah ditentukan oleh negara
diminta. Hal ini memang sudah sewajarnya, sebab Indonesia sebagai negara
pemninta adalah sangat berkepentingan untuk mengambil atau menghukum orang
yang bersangkutan. Oleh karena itulah pihak yang berkepentingan harus
mengambil dan membawa kembali orang tersebut ke negaranya sendiri.
Menurut Pasal 46, tata cara mengenai penyerahan dan penahanan
sementara orang yang diminta penyerahannya diatur dengan peraturan
pemerintah. Akan tetapi jika dilhat dari perjanjian ekstradisi yang telah ada,
seperti perjanjian ekstradisi Indonesia-Thailand, Indonesia-Malaysia, dan
Indonesia-Philipina, maka tata cara mengenai penyerahan dan penahanan
sementara orang yang diminta adalah dengan tunduk semata-mata pada hukum
pihak yang diminta. Dengan kata lain, tata cara tersebut diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan negara-diminta.Sedangkan syarat-syarat
yang harus menurut ketiga perjanjian ekstradisi tersebut antara lain:
a. Permintaan penyerahan wajib dinyatakan secara tertulis dan dikirim di
Indonesia kepada menteri Kehakiman dan di negara-diminta kepada
Universitas Sumatera Utara Menteri yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan peradilan melalui saluran diplomatik.
b. Permintaan penyerahan wajib disertai:
1) Lembaran asli atau salinan yang disahkan dari penghukuman dan
pidana yang dapat segera dilaksanakan atau surat perintah penahanan
atau surat perintah lainnya yang mempunyai akibat yang sama dan
dikeluarkan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam hukum
negara-peminta.
2) Keterangan dari kejahatan yang diminakan penyerahannya, yakni
waktu dan tempat kejahatan dilakukan, uraian yuridis, dan penunjukan
pada ketentuan-ketentuan hukum yang bersangkutan diuraikan
secermat mungkin, dan;
3) Salinan dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau jika ini tidak
mungkin suatu keterangan tentang hukum yang bersangkutan dan
uraian yang secermat mungkin dari orang yang diminta penyerahannya
bersama-sama dengan keterangan lain apapun juga, yang dapat
membantu menentukan identitas dan kebangsaannya.
c. Dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses penyerahan akan dibuat
dalam Bahasa Inggris.

2.3 CONTOH KASUS DAN ANALISANYA


Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung (Kejagung)
melakukan ekstradisi atas permintaan Pemerintah Amerika Serikat
terhadap seorang buronan pelaku kejahatan yakni Ling Yong Nam, Kamis
(31/3) malam. Sebelumnya, Ling Yong Nam ditangkap dan mendekam di
sel tahanan selama 1,5 tahun di tahanan Polda Batam, Provinsi Kepulauan
Riau. Ling Yong Nam alias Stephen Liem tiba di Terminal Dua Bandara
Internasional Soekarno- Hatta, Tangerang, Banten dengan pengawalan
ketat petugas kejaksaan dan interpol Indonesia.
Pemerintah Indonesia menyerahkannya kepada Kedutaan Besar
Amerika Serikat untuk Indonesia yang untuk selanjutnya diterbangkan ke
Amerika Serikat. Meskipun antara Indonesia dan Amerika tidak memiliki
perjanjian ekstradisi, hal tersebut dapat dilakukan karena adanya hubungan
baik dan timbal balik kedua negara ketika Indonesia mengekstradisi
tersangka kasus BLBI Sherly Konjongian dan diatur dalam Undang-
undang Nomor 1 tahun 1979 tentang ekstradisi.
"Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3, tahun 2016 yang
dikeluarkan pada 1 Februari 2016," terang Kepala Biro Hukum dan
Hubungan Luar Negeri Kejaksaan Agung, Chaerul Amir. Pemerintah
menyetujui permohonan ekstradisi tersangka atas permintaan pemerintah
Amerika serikat atas kejahatan penipuan, penyelundupan, ekspor ilegal,
perencanaan kejahatan dan keterangan palsu kepada penegak hukum di
Amerika. Ling Yong Nam alias Stephen Liem ini ditangkap kepolisian
Indonesia di Batam, Kepulauan Riau atas informasi Interpol. Dan sempat
dia mendekam di sel tahanan Mapolda Batam sejak satu setengah tahun
lalu. 5
ANALISA:
Berdasarkan kasus diatas, asas ekstradisi telah dipenuhi adanya hal
hal yang memenuhi adanya asas ekstradisi, dimana disini tersangka adalah
buronan Interpol Amerika yang dalam kata lain adalah Buronan negara
lain, meski dikatakan bahwa penangkapan dinyatakan kurang sah namun
kasus ini haruslah ditangani di Indonesia sebagai negara yang
mengungkap kasus penyelundupan yang dilakukan tersangka kasus
transnasional, dalam hal ini kasus Lim Yong Nam membuktikan bahwa
kasusnya dikategorikan dalam kejahatan trans nasional.
Meskipun pada dasarnya Indonesia dan Amerika tidak memiliki
perjanjian ekstradisi, namun hal tersebut dapat dilakukan karena adanya
hubungan baik dan timbal balik negara ketika Indonesia mengekstradisi
kasus BLBI Sherly Konjongian dan diatur dalam undang-undang Nomor 1
Tahun 1979 tentang ekstradisi.
Pemerintah dalam hal ini telah menyetujui permhonan Amerika
untuk mengekstradisi tersangka atas kejahatannya menipu

5
Siahaan, M. (2016). Indonesia ekstradisi buronan Amerika tersangka kasus penipuan.
https://www.merdeka.com/.
menyelundupkan, ekspor ilegal, perencanaan kejahatan dan keterangan
palsu kepada penegak hukum Amerika, sehingga masalah penegakan
hukum terhadap tersangka dapat segera teratasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kejahatan lintas negara telah menimbulkan banyak kerugian bagi suatu
negara, bahkan bagi daerah-daerah tertentu di dalam negara tersebut hal ini
menyebabkan munculnya masalah-masalah, seperti kemiskinan dan konflik
menjadi salah satu penyebab terjadinya kejahatan yang bersifat transnasional.
Ekstradisi sendiri merupakan suatu proses penyerahan tersangka atau
terpidana karena telah melakukan suatu kejahatan, penyerahan tersebut dilakukan
secara formal oleh suatu negara kepada negara lain yang berwenang memeriksa
dan mengadili pelaku kejahatan tersebut. Terdapat azas yang termasuk dalam
kejahatan transnasional yaitu asas ekstradisi yang meliputi asas kejahatan ganda,
asas kekhususan, asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik dan asas tidak
menyerahkan kewarga negaraan. Prosedur ekstradisi telah diatur dalam undang
undang nomor 1 tahun 1979 Tentang Ekstradisi,yang merupkan dasar hukum
nasional dalam melakukan ekstradisi kepada pelaku kejahatan, ada beberapa
prosedur dan syrat-syrat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan ekstradisi.

3.2 SARAN
Oleh karena itu disarankan agar Negara-negara lebih mengutamakan :
1. Pemberantasan kejahatan dengan tidak memandang apakah Negara Peminta
dan Negara Diminta telah mengadakan perjanjian ekstradisi sebelumnya;
2. Itikad baik, demi hubungan internasional yang lebih baik antara Negara-
negara, sepanjang penyerahan orang tersebut tidak merugikan Negara yang
Diminta;
3. Menyerahkan orang yang diminta melalui proses timbal balik, yang lebih
hemat, praktis dan tidak berbelit, sekaligus meningkatkan fungsi
INTERPOL.
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, R. (2007). Ekstradisi dalam peningkatan kerjasama hukum.
https://medianeliti.com

I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Op. cit, hal. 129

I Wayan Parthiana, Hukum Internasional dan ekstradisi, Op.cit hal. 130

www.Interpol.go.id hal 23

ibid.

Siahaan, M. (2016). Indonesia ekstradisi buronan Amerika tersangka kasus


penipuan. https://www.merdeka.com/.

Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir” dalam


http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/pages/Penanggulangan-
Kejahatan- LintasNegara-Terorganisir.aspx,

Вам также может понравиться