Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit saluran nafas kronis yang dapat bersifat ringan,

akan tetapi dapat menetap serta mengganggu aktivitas sehari-hari. Asma dapat

menimbulkan gangguan emosi seperti cemas dan depresi, menurunkan

produktivitas seseorang akibat tidak masuk kerja ataupun sekolah. Hubungan

antara penurunan kualitas hidup dengan derajat asma seseorang mempunyai

kolerasi yang positif, bahkan eksaserbasi asma yang berat dapat mengancam

kehidupan.

Terapi non farmakologis yang umumnya digunakan untuk pengelolaan

asma adalah dengan melakukan terapi pernapasan. Terapi pernapasan bertujuan

untuk melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot

pernapasan, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi,

mempercepat dan mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai dengan

penurunan gejala dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Pada

penderita asma terapi pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat

pernapasan, juga bertujuan melatih penderita untuk dapat mengatur pernapasan

pada saat terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma (Nugroho,

2006).

Banyak teknik atau metode terapi yang dapat diaplikasikan pada kondisi

asma bronkial antara lain nebulizer dan chest physioterapy. Modalitas tersebut

bermanfaat dalam mengurangi sesak nafas dan meningkatkan volume dan


membantu pengeluaran sputum yang berlebihan pada paru-paru (Soemarno, dkk,

2013).

Prevalensi asma menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016

sekitar 235 juta dengan angka kematian lebih dari 80% di negara-negara

berkembang. Data prevalensi asma di Amerika Serikat berdasarkan umur sebesar

2 7,4% pada dewasa dan 8,6% pada anak-anak, berdasarkan jenis kelamin 6,3%

laki-laki dan 9,0% perempuan, dan berdasarkan ras sebesar 7,6% ras kulit putih

dan 9,9% ras kulit hitam (NCHS, 2016).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengulas mengenai

penyakit asma dan bagaimana penatalaksanaan fisioterapi untuk membantu

mengurangi permasalahan yang dialami penderita asma, maka dalam penyusunan

makalah ini penulis mengambil judul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA PENDERITA ASMA BRONKIALE DI BBKPM SURAKARTA”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan, maka rumusan

masalah yang dapat diambil adalah :

1. Apakah nebulizer dan chest physiotherapy dapat menurunkan sesak nafas?

2. Apakah nebulizer dan chest physiotherapy dapat meningkatkan ekspansi

thoraks?

3. Apakah nebulizer dan chest physiotherapy dapat mengurangi retensi sputum

di saluran nafas?
1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka di peroleh tujuan sebagai berikut :

Untuk mengetahui manfaat nebulizer dan chest physiotherapy dalam menurunkan

sesak nafas, meningkatkan ekspansi thoraks, dan mengurangi retensi sputum di

saluran nafas.
Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASMA

1. Definisi Asma

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri

bronkhospasme atau kontraksi pada saluran pernapasan, asma merupakan

penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi,

otonomik, dan psikologi. Gejala asma terdiri dari dipsnea, batuk dan mengi.

Gambaran klinis penderita asma yaitu meliputi gambaran objektif: kondisi pasien

seperti sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing, dapat

disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan, bernapas dengan

menggunakam otot-otot napas tambahan, sianosis; takikardi, gelisah dan pulsus

paradoksus, fase ekspirasi memanjang disertai wheezing. Gambaran subjektif

yaitu pasien mengeluhkan sukar bernapas, sesak dan anoreksia. Gambaran

psokososial yaitu pasien merasakan cemas, mudah tersinggung dan kurangnya

pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya (Irham somantri, 2007).

2. Anatomi dan fisiologi pernapasan

Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang

berperan dalam proses suplai O2 keseluruhan tubuh dan pembuangan

karbondioksida (hasil pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin

tersedianya O2 untuk keberkangsungan metabolisme sel-sel tubuh serta


mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil metabolisme sel secara terus menerus (

irham somantri, 2007).

Secara garis besar pernapasan dibagi menjadi dua antara lain :

a) Pernapasan dalam (internal)

Yaitu pertukaran gas antara organ sel (mitokondria) dan medium

cairannya. Hal tersebut menggambarkan proses metbolosme intraseluler yang

meliputi konsumsi O2 (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran

CO2 (terdapat dalam medium cair sampai menghasilkan energi).

b) Pernapasan luar (eksternal)

Suplai O2 adekuat Kelangsungan proses metabolisme Energi Yaitu

absorbsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke lingkungan

luar. Urutan proses pernapasan eksternal adalah:

1) Pertukaran udara luar ke dalam ke dalam alveolus melalui aksi mekanik

pernapasan yaitu melalui proses difusi.

2) Pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi diantara alveolus dan darah pada

pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi.

3) Pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah dari paru-paru ke

jaringan dan sebaliknya yang disebut proses transportasi.

4) Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh darah kapiler ke jaringan

dengan sel sel jaringan melalui proses difusi.

Sistem pernapasan berperan untuk menukar udara dari luar ke permukaan

dalam paru-paru setelah udara masuk dalam sistem pernapasan, akan dilakukan

penyaringan, penghangatan dan pelembaban udara pada udara tersebut di trakea


agar tidak merusak permukaan yang lembut pada sistem perapasan ( Syaifuddin,

2011).Organ-organ sistem pernapasan meliputi:

a) Hidung

Merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan

dan indra penciuman. Dalam keadaan normal udara yang masuk dalam

sistem pernapasan berhubungan dengan rongga hidung. Vestibulum

rongga hidung yang berisi serabut-serabit halus epitel berfungsi untuk

mencegah masuknya benda-benda asing yang mengganggu proses

pernapasan.

b) Faring terdiri dari nasofaring, orofaring dan laringo faring

c) Laring (pangkal tenggorok)

Merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot,

membran jaringan ikat dan ligamentum. Bagian atas laring membentuk

tepi epiglotis. Lipatan dari epiglotis aritenoid dan pita interaritenoid dari

sebelah bawah tepi kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri

dan kanan membatasi daerah epiglotis disebut supraglotis dan bagian

bawah disebut subglotis.

d) Trakea (batang tenggorok)

Adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh

tulang rawan kartilago krikoidea vertebra servialis V1 sampai ke tepi

bawah kartilago kroikoidea vertebra torakalis V, panjangnya sekitar 13 cm

dab diameternya 2,5 cm, selain itu juga dilapisi oleh otot polos. Trakea

mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok hialin


yang berfungsi untuk mempertahankan trakea untuk tetap terbuka. Ujung

bawah trakea terletak setinggi angulus sterni.

e) Bronkus (cabang tenggorok)

Struktur dalam bronkus berbeda dengan di luar bronkus. Seluruh

gabungan otot menean bagian lumen yang lebih dalam dari submukosa.

Ketegangan otot tersebut mempengaruhi rangkaian mukosa dan

rangsangan berlebihan akan menghalangi perjalanan pernapasan melalui

cabang-cabang tulang rawan yang makin sempit dan makin kecil yang

disebut bronkiolus. Dari tiap bronkiolus masuk ke dalam lobus dan

bercabang lebih banyak dengan diameter 0,5 mm. Cabang bronkus yang

terakhir akan membangkitkan pernapasan dan melepaskan udara ke paru-

paru. Pernapasan bronkhiolus terjadi dengan cara memperluas ruangan

pembuluh alveoli yang merupakan tempat terjadinya pertukaran udara

antara oksigen dan karbondioksida.

3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala serangan asmatik sangat berhubungan dengan searus

jalan napas. Yang pasti tentang manifestasi asma adalah jenisnya dan tidak dapat

diduga. Gejala asma mengacu pada dispnea, batuk dan ronki kering (mengi).

4. Patofisiologi

Hiperesponsivitas saluran nafas dan keterbatasan aliran udara merupakan

dua manifestasi utama dari gangguan fungsi paru pada penderita asma. Episode

berulang dari keterbatasan aliran udara pada asma mempunyai empat bentuk,
yaitu bronkokonstriksi akut, penebalan dinding saluran nafas, pembentukan

mukus plug kronis dan remodeling dinding saluran nafas, masing-masing saling

berhubungan dengan respon inflamasi saluran nafas (Soemarno dan Astuti, 2005).

5 .Etiologi

Menurut Rengganis (2008) secara umum faktor risiko asma dipengaruhi

atas faktor genetik, faktor lingkungan dan beberapa faktor lain. Faktor genetik

meliputi atopi, hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, ras/etnik dan obesitas.

Sedangkan faktor lingkungan meliputi alergen di dalam rumah dan alergen di luar

rumah. Faktor lainnya meliputi alergen makanan, alergen obat-obatan tertentu,

bahan yang mengiritasi, ekspresi emosi berlebih, asap rokok bagi perokok aktif

maupun pasif, polusi udara dari luar dan dalam lingkungan, exercised induced

astma, perubahan cuaca dan status ekonomi.

B. Problematika fisioterapi

Dalam kasus asma bronkhial didapatkan problematika fisioterapi sebagai berikut :

1. Impairment :

a) Penyempitan saluran pernapasan atau sesak napas.

Dipsnea adalah istilah kedokteran untuk kodisi sesak. Pada orang

sehat, perapasan adalah aktivitas refleks, artinya pernapasan adalah

aktivitas tidak sadar. Tidak diperlukan perintah khusus dari otak

untuk melakukan aktivitas bernapas. Sebaliknya, sesak napas

diartikan sebagai kondisi dimana dibutuhkan usaha berlebih untuk

bernapas dan aktivitas bernapas menjadi aktivitas sadar. Biasanya


sesak napas dialami pada penyakit pneumonia, asma, PPOK, gagal

jantung dan lain sebagainya. Sesak dialami ketika seseorang

merasakan sensasi seperti kehabisan udara, terdapat sumbatan di

tenggorokan, seperti terdapat tali yang mengikat dadanya, dan lain

sebagainya. Sesak akibat asma biasanya timbul sejakusia anak anak,

disertai suara mengi saat sesak dan sesak muncul akibat udara

dingin, debu, atau saat penderita kelelahan ( Felix chikita fredy,

2014).

b) Gangguan pembersihan jalan napas

Adanya obstruksi yaitu gangguan saluran pernapasan baik

struktural (anatomis) maupun fungsional yang menyebabkan

perlambatan aliran udara respirasi ( Ahmad alfajri, 2014).

c) Abnormal breathing pattern.

Adanya ketidak normalan pola pernafasan dipsnea pada penyakit

asma yaitu merupakan perasaan sesak dan berat saat pernafasan. Hal ini

dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah / jaringan,

kerja berat/berlebihan, dan pengaruh psikis.

2. Fungsional limitation

Penurunan aktifitas fungsional yaitu pasien mengalami keterbatasan saat

mengangkat barang berat dan beraktivitas berat diluar rumah.

3. Disability

Pasien tidak mengalami hambatan dissability.


C. Teknologi Interverensi Fisioterapi

Teknologi interverensi fisioterapi yang digunakan untuk penanganan pada

pasien dengan kasus asma bronkhisuatu tehnik untuk membantal yaitu dengan

menggunakan modalitas fisioterapi chest physioterapi, breathing control.

1. Chest physiotherapy

Chest physiotherapy merupakan suatu tehnik untuk membantu

menghilangkan sekresi di saluran pernapasan dan meningkatkan fungsi

pernapasan serta mencegah collaps pada paru paru. Macam tindakan Chest

physiotherapy yakni postural drainage, percution, vibration, couging exercise,

breathing control exercise (Ahmad alfajri, 2014).

Postural drainage adalah suatu metode pemnersihan saluran napas dengan

cara memposisikan penderita sedemikian rupa, dan dengan pengaruh gravitasi,

mukus dapat dialirkan ke saluran yang lebih besar, sehingga mudah untuk

dikeluarkan. Dalam pelaksanaannya postural drainage ini selalu disertai dengan

tapotemen atau tepukan dengan tujuan untuk melepaskan mukus dari dinding

saluran napas dan untuk merangsang timbulnya reflek batuk, sehingga dengan

reflek batuk mukus akan lebih mudah dikeluarkan. Jika saluran napas bersih maka

pernapasan akan menjadi lebih baik. Jika saluran napas berih dan ventilasi baik

maka frekuensi batuk akan menurun ( Irfan, 2008).

2. Breathing control

Pada pasien penyakit paru akut dan kronik perlu diajarkan untuk mengontrol

aktifitas pernafasannya untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerja

respirasi. Breathing exercise di desain untuk memperbaiki fungsi otot-otot

respirasi, meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi. Breathing exercise juga


merupakan bagian dari treatment yang di desain untuk meningkatkan status

pulmonal, endurance dan fungsi ADL. Prinsip umum mengajarkan breathing

exercise yaitu bila memungkinkan lakukan di tempat yang tenang tanpa banyak

gangguan, jelaskan kepada pasien tujuan breathing exercise, observasi dan

evaluasi pola napas normal pasien saat istirahat dan melakukan aktivitas, bila

perlu ajarkan teknik relaksasi pada pasien ( Irfan, 2008).

Breathing control exercise atau latihan mengontrol pernapasan merupakan suatu

tindakan yang diajarkan kepada pasien untuk dapat mengontrol dari pada pola

pernapasannya. Dengan harapan pasien mampu memanajemen kebutuhan oksigen

pada dirinya saat terjadi perubahan aktivitas. Tindakan breathing control ini

dianjurkan pada pasien-pasien yang mengalami gangguan penepasan seperti kasus

PPOK ( bronkhitis kronis, emfisema, asma) atau cystic fibrosis, pada pasien

dengan kasus spinal cord lesion, pasien pasca operasi thorax atau abdominal, dan

pasien dengan kondisi tirah baring lama. Hal tersebut dianjurkan karena memiliki

manfaat yang baik bagi pasien. Manfaatnya seperti meningkatkan distribusi

ventilasi pulmonal, mencegah komplikasi paru pasca opreasi, memperbaiki pola

pernapasan yang tidak efisien atau abnormal sehingga mengurangi tingkat kerja

dari otot otot pernapasan. Latihan breathing control dapat dilatih dengan cara

seperti dengan mengajarkan diafraghmatic breathing ( Ahmad alfajri, 2014).


BAB III
LAPORAN STATUS KLINIS

Tanggal Pembuatan Laporan : 11-Maret-2019


Kondisi/Kasus : FT.D

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Ny. W
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : JL. Kenari 38 Perum B.8 Rt 04/12. Jaten, Karanganyan.
No RM : 039065
II. DATA – DATA MEDIS
Diagnosa Medis : Asma Bronkiale
Catatan Klinis :
General Treatment :
Medika Sentosa : 1. Obat Nebulizer. C:P 1:1 (Combivort/Pulmicort)
2. Obat Hirup (Symbicort)
3. Obat Minum (Metilprednisolon)

III. ASESSMENT FISIOTERAPI


A. ANAMNESIS (HETERO)
1. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk berdahak.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sejak sehari yang lalu, pasien mengeluhkan batuk berdahak lalu
menjadi sesak nafas, sesak nafas kambuh biasanya dikarenakan batuk,
udara dingin, kelelahan, setres, sesak nafas berkurang saat pasien
menghirup obat dan beristirahat.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien menderita sakit asma sejak kecil. Namun jarang kambuh,
pasien mulai memeriksakan diri ke BBKPM Surakarta sejak April
2018. Sampai sekarang pasien masih rutin memeriksakan diri ke
BBKPM Surakarta bila merasa sesk nafas.
4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Osteoarthritis, fertigo, osteoporosis.
5. RIWAYAT KELUARGA DAN STATUS SOSIAL
- Ayah dan saudara pasien menderita asma.
- Pasien adalah seorang Ibu rumah tangga, namun semenjak
lututnya sakit, pasien sudah tidak melakukan aktifitas rumah
tangga. Sehari-hari pasien membantu suami membuat snack untuk
disetorkan ke warung-warung.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN TANDA VITAL
- Tekanan darah : 150/90 MmHg
- Denyut nadi : 82 kali/menit
- Pernafasan : 20 kali/menit
- Temparatur : 34 c
- Tinggi badan : cm
- Berat badan : 76 kg

2. INPEKSI/ OBSERVASI
- Statis : Bahu pasien cenderung protaksi dan membungkuk wajah
pasien tampak sedikit pucat dan lemas. Bentuk dada tampak
normal.
- Dinamis : pasien datang dengan duduk dikursi roda didorong oleh
suaminya. Pola nafas cenderung menggunakan dada cepat.
3. PALPASI
- Teraba spasme otot-otot pernafasan, otot trapezius, otot romboid
(bilateral).
- Suhu tubuh terasa normal.
- Adanya nyeri tekan pada otot-otot spasme.
4. PERKUSI
Tidak dilakukan.
5. AUSKULTASI
Terdapat suara crader pada segmen lateral basal lobus inferor paru
kanan.
6. PEMERIKSAAN FUNGSI
A. Gerakan Pasif
Pasien dapat menggerakan ekstremitas atas kiri kanan secara full
ROM. Gerakan fleksi, ekstensi rotasi dan side fleksi leher tidak dapat
full ROM.
B. Gerakan Aktif
Gerakan fleksi, ekstensi rotasi dan side fleksi fleksi leher dapat
dilakukan full ROM, namun adanya nyeri karena otot-otot leher
yang spasme.
C. Gerak isometrik
Tidak dilakukan
7. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENGUKURAN

8. KOGNITIF, INTERPERSONAL & INTERPERSONAL


- Kognitif : pasien mampu mengetahui orientasi
ruangan dengan baik dan benar.
- Interpersonal : Pasien mampu mengikuti intruksi dari
terapis.
- Intrapersonal : pasien mampu merespon dengan baik.
IV. DIAGNOSA FISIOTERAPI
1. Impraiment
- Sesak nafas dan batuk berdahak.
- Spasme otot upper trapezius dan romboideus(bilateral).
- Penurunan ekspansi sangkar thorax.
- Bahu cenderung proktroksi dan membungkuk.
2. Funcutional limitation
- Pasien tidak mampu berjalan jauh >25 meter.
- Pasien tidak mampu melakukan aktivitas rumah tangga. (kesulitan saat
merapikan tempat tidur, membersikan debu, berjalan)
3. Disability / participation restriction
- Aktivitas sosial pasien terbatas, hanya duduk-duduk dikursi saja.
V. RENCANA EVALUASI
a. Skala borg
b. Mid line
c. London chest activity
d. Palpasi
e. Dahak keluar banyak atau tidak.
VI. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad sanam : dubia ad malam
- Que ad comatican : bonam
- Que ad fungsionam : bonam
VII.PROGRAM FISIOTERAPI
TUJUAN
- Jangka pendek : membantu mengeluarkan dahak, mengurangkan spasme
otot, dan menurunkan derajat sesak nafas.
- Jangka panjang : meningkatkan ekspansi sangkar thorak, memperbaiki
postur tubuh, meningkatkan kemampuas fungsional.
VIII. TINDAKAN FISIOTERAPI
IX. EDUKASI DAN HOME PROGRAM
- Edukasi : penyakit asma yang bersifat kronis dan dapat
kambuh, cara pengunaan obat-obat inhalasi, kebutuhan penggunaan obat-
obatan jangka panjang, perbedaan antara obat controllers dan relivers,
melanjutkan penggunaan obat-obatan walaupun tidak ada gejala.
- Home program : menjelaskan kepada pasien tentang penyakit asma
tersebut dan memberikan latihan batuk efektif dan stretching kepada
pasien dan menganjurkan pasien untuk mengulang latihan tersebut di
rumah .
X. HASIL TERAPI AKHIR
Pasien atas nama ibu w, usia 60 tahun, dengan diagnosa medis asma , setelah
diberikan terapi berupa nebulizer, latihan batuk efektif, TEE, koreksi postur
didapatkan hasil:
- Penurunan derajat sesak nafas di ukur dengan borg scale ( T0= 4, T1= 3).
- Belum ada perubahan pada ekspansi sangkar thoraks di ukur dengan
midline
- Belum ada perubahan kemampuan fungsional
- Dahak sedikit keluar
- Spasme berkurang.

Вам также может понравиться