Вы находитесь на странице: 1из 47

USULAN PENELITIAN

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIV/AIDS


DENGAN HIPERTERMI DI RUANG PRAJA LANTAI 3
RSUD WANGAYA KOTA DENPASAR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Program RPL
Poltekkes Kemenkes Denpasar
Jurusan Keperawatan

Oleh :
I MADE SUITNO PARASARA
NIM. P07120017279

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATANDENPASAR
2018
2
3
4
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

karena berkat asung kerta wara nugraha Ida, peneliti dapat menyelesaikan karya

tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran Deskriftif Asuhan Keperawatan Pada

Pasien HIV/AIDS Dengan Hipertermi Di Ruang Prajha Amertha Lantai 3 RSUD

Wangaya Kota Denpasar” tepat pada waktumya.

Karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha

sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu

melalui kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak AA Ngurah Kusumajaya, SP., MPH selaku Direktur Poltekkes

Kemenkes Denpasar yang telah memberikan kesempatan mengikuti

Pendidikan DIII Keperawatan Program RPL di Poltekkes Kemenkes

Denpasar Jurusan Keperawatan.

2. Ibu VM Endang S.P Rahayu, S.Kp., M.Pd selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Denpasar, yang telah memberikan kesempatan dalam

menyelesaikan penelitian.

3. Bapak I Wayan Surasta, S.Kp,. M.Fis selaku pembimbing utama yang telah

banyak memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam

menyelesaikan penelitian ini.

4. Ibu Ni Made Wedri, A.Per.Pen., S.Kep., Ns. ,M.Kes selaku pembimbing

pendamping yang telah banyak memberikan masukan, arahan, pengetahuan

dalam menyelesaikan penelitian ini.

5
5. dr. Setiawati Hartawan, M.Kes selaku Direktur Utama RSUD Wangaya Kota

Denpasar yang telah memberikan ijin pengambilan data untuk karya tulis

ilmiah ini.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiaH ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu masukan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan guna perbaikan ke arah yang lebih sempurna. Harapan peneliti semoga

karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Maret 2018

Peneliti

6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i


LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………… ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………….. v
DAFTAR ISI………………………………………………………..... vii
DAFTAR TABEL……………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….. 4
C. Tujuan Penelitian……………………………………………... 4
D. Manfaat Penelitian……………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori HIV/AIDS………………………………………. 7
B. Kajian Teori Hipertermi………………………………………. 11
C. KajianASKEP………………………………………………… 17
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep……………………………………………… 21
B. Definisi Operasional…………………………………………… 22
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian………………………………………………… 23
B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………. 23
C. Subyek Studi Kasus…………………………………………… 23
D. Fokus Studi……………………………………………………. 24
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data………………………….. 24
F. Metode Analisa Data…………………………………………... 26
G. Etika Studi Kasus……………………………………………… 27
Daftar Pustaka………………………………………………………... 28
Lampiran……………………………………………………………… 29

7
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional …………………………………...... 22

8
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pathway Hipertermi…………………………..................... 13


Gambar 2 Kerangka Konsep ………………………………………… 21

9
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan………………………………………... 29

Lampiran 2 Realisasi Anggaran Biaya……………………………… 30

Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden…………… 31

Lampiran 4 Lembar Persetujuan……………………………………. 32

Lampiran 5 Format Pengumpulan Data……………………………. 33

10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

menyerang/menginfeksi sel darah putih sehingga menyebabkan turunnya

kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome

adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh

yang disebabkan infeksi oleh HIV. HIV umumnya ditularkan melalui hubungan

intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang

terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui,

serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit HIV/AIDS telah berkembang menjadi masalah kesehatan

global.yang tiada habisnya dan tersebar hampir di seluruh negara di dunia

termasuk Indonesia. Pada tahun 2014, the Joint United Nation Program on

HIV/AIDS (UNAIDS) memberikan rapor merah kepada Indonesia sehubungan

penanggulangan HIV/AIDS. Pasien baru meningkat 47% sejak 2005. Kematian

akibat AIDS di Indonesia masih tinggi, karena hanya 8% Orang Dengan

HIV/AIDS (ODHA) yang mendapat pengobatan obat antiretroviral (ARV).

Indonesia adalah negara ketiga di dunia yang memiliki penderita HIV

terbanyak setelah China dan India. Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987

sampai dengan Maret 2016, HIV/AIDS tersebar di 407 (80%) dari 507

kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan

adanya kasus HIV/AIDS adalah Provinsi Bali sedangkan yang terakhir

melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2012.

11
Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan I Tahun 2016 dari

Kemenkes RI, jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai bulan Maret

2016 adalah sebanyak 198.219 kasus. Sedangkan jumlah kumulatif AIDS sampai

bulan Maret 2016 adalah sebanyak 78.292 kasus. Jumlah infeksi HIV tertinggi

yaitu DKI Jakarta (40.500) diikuti Jawa TImur, Papua, Jawa Barat dan Jawa

tengah. Bali dilaporkan menjadi peringkat keempat kasus AIDS terbanyak di

Indonesia yaitu sebesar (5.934) setelah Jawa Timur, Papua dan DKI Jakarta.

Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun mengalami peningkatan meskipun

berbagai upaya preventif telah diupayakan.

Pada tahun 2015 jumlah pengidap HIV/AIDS di Bali sekitar 120.000 orang

dan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, berdasarkan data KPA Kota

Denpasar jumlah pengidap HIV/AIDS di Bali mencapai 14.880 kasus. Dari

jumlah tersebut, 40% atau sebsar 5.952 orang terdata di Kota Denpasar.

Berdasarkan data rekam medis RSUD Wangaya Kota Denpasar, dari bulan

Oktober sampai dengan bulan Desember tahun 2017 telah tercatat 56 kasus baru

HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS ini dirawat tersebar di seluruh ruangan rawat

inap RSUD Wangaya. Tercatat 3 bulan terakhir ruang Paviliun Prajha Amertha

lantai 3 sudah merawat 15 kasus HIV/AIDS dengan berbagai komplikasinya dan

75% diantaranya dirawat dengan masalah hipertermi.

Termoregulasi merupakan kebutuhan fisiologis manusia. Berdasarkan hirarkhi

Maslow, termoregulasi adalah kebutuhan yang paling mendasar. Jadi jika terdapat

masalah dalam peningkatan suhu tubuh, tentu saja harus segera diatasi (Dimas

Wahardika Putra, 2013). Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-

12
menerus lebih tinggi dari 37°C (peroral) atau 38.8°C (perrektal) karena

peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (Linda Juall

Corpenito,1995). Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon

imun) terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada

infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh

dengan dilepaskannya pyrogen. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti terjadinya

proses infeksi akibat sistem kekebalan tubuh yang menurun, mekanisme tersebut

menjadi kurang efektif. Dampak yang ditimbulkan hipertermia dapat berupa

penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan,

kejang dan hipertermi berat (suhu lebih dari 41°C). Intervensi keperawatan pada

hipertermi difokuskan untuk mencegah kekurangan cairan atau komplikasi

lainnya akibat hipertermi.

Penatalaksanaan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien hipertermi

yaitu dengan memberi pasien banyak minum untuk mencegah dehidrasi,

menyarankan pasien banyak istirahat agar produksi panas yang diproduksi tubuh

seminimal mungkin, serta memberikan kompres hangat di beberapa bagian tubuh,

seperti ketiak, lipatan paha, leher belakang. Di ruang Praja Lantai 3 ada beberapa

metode non farmakologi yang digunakan untuk menurunkan demam yaitu

diantaranya adalah dengan memberikan kompres hangat dan tepid sponge. Tepid

sponge merupakan salah satu cara metode fisik untuk menurunkan demam dengan

melakukan kompres air hangat di seluruh badan. Selain itu, tepid sponge juga

bertujuan untuk menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu terjadi

lewat panas tubuh yang digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres.

Karena air hangat membantu darah tepi di kulit melebar, sehingga pori-pori

13
menjadi terbuka yang selanjutnya memudahkan pengeluaran panas dari dalam

tubuh.

Penyakit HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan

masyarakat dunia. Oleh karena itu, setiap lini di tatanan masyarakat dan

pemerintah Indonesia perlu bekerja sama melakukan penangan secara tepat dan

cepat, membangun dan mengelola sistem jangka panjang, serta memperbaiki

sistem pelayanan kesehatan. Dan sebagai tenaga kesehatan, perawat merupakan

mitra dokter perlu memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS agar penyebaran

penyakit ini dapat ditangani secara komprehensif. Untuk itu, penulis akan

menampilkan gambaran deskriptif asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS dengan

hipertermi di Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya Kota Denpasar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya adalah

“Bagaimanakah Gambaran Deskriptif Asuhan Keperawatan Pada Pasien

HIV/AIDS Dengan Hipertermi Di Ruang Praja Amertha Lantai 3 RSUD

Wangaya Kota Denpasar?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum tujuan karya tulis ini adalah untuk menggambarkan asuhan

keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan hipertermi di Ruang Praja Lantai 3

RSUD Wangaya Kota Denpasar.

14
2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien HIV/AIDS dengan hipertermi di

Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya Kota Denpasar.

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan

hipertermi di Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya Kota Denpasar.

c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan

hipertermi di Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya Kota Denpasar.

d. Mendeskripsikan implementasi pada pasien HIV/AIDS dengan hipertermi di

Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya Kota Denpasar.

e. Mendeskripsikan evaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan pada

pasien HIV/AIDS dengan hipertermi di Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya

Kota Denpasar.

D. Manfaat Penelitian

1. Segi teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan dan

mengembangkan ilmu keperawatan khusunya asuhan keperawatan pada pasien

HIV/AIDS.

2. Segi praktis

a. Bagi penulis

Karya tulis ini bermanfaat dalam memberikan gambaran asuhan keperawatan

pada pasien HIV/AIDS dengan hipertermi, serta memberikan pengalaman dan

meningkatkan wawasan penulis di dalam penyusunan karya tulis.

15
b. Bagi institusi Pendidikan

Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah bahan referensi

dan wawasan dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan tentang asuhan

keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS.

c. Bagi keperawatan

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah

wacana keilmuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien dengan HIV/AIDS.

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori HIV/AIDS

1. Pengertian

a. HIV

Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk

dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya

dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa

inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses

yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala

AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan

menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan

limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut

menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1

dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang

paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di

Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau

retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan

menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch,

Moss, Jeffries dan Anderson, 2007).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang

17
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel

darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker

atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai

CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau

limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh

manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar

antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang

terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan

semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS,

apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya

berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi

ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

b. AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang

berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang

disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk

melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS

melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya

berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan

menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya

sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009).

18
2. Etiologi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab

AIDS. Virus ini termasuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri

khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk

silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk

replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan

pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein

replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk

gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya.

Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi

HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev

membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef

menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang

lain (Brooks, 2005).

3. Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel

yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi di

kelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV)

menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian

virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut

dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel

lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga

dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan

sel yang terinfeksi.

19
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan

pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat

double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai

sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang

membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen.

Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4

helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari

sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang

memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin,

dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper

terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan

memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah

secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan

menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala

(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat

berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-

300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan

jamur oportunistik) muncul, jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya

penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi

yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh

dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik.

20
4. Tanda dan gejala

Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala

yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

a. Gejala mayor:

1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

5) Demensia/ HIV ensefalopati

b. Gejala minor:

1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan

2) Dermatitis generalisata

3) Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

4) Kandidias orofaringeal

5) Herpes simpleks kronis progresif

6) Limfadenopati generalisata

7) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

8) Retinitis virus Sitomegalo

B. Kajian Teori Hipertermi

1. Pengertian

Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko

untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari

37°C (peroral) atau 38.8°C (perrektal) karena peningkatan kerentanan terhadap

faktor-faktor eksternal (Linda Juall Corpenito,1995).

21
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari

yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus

(Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C.

Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau

oral temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C (Kaneshiro & Zieve,

2010).

2. Etiologi

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.

Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun

parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain

pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis,

bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi

saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya

menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, virus HIV, influenza, demam

berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1

(Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara

lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit

yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis,

dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007).

Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara

lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, dll),

penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll),

keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan

pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin,dan antihistamin), (Kaneshiro

22
& Zieve, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab

demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak,status

epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009).

3. Patofisiologi

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.

Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar

tubuh pasien. Virus HIV AIDS sebagai pyrogen eksogen melumpuhkan

kemampuan tubuh untuk melawan penyakit (sistem imun tubuh). Ini karena

kuman HIV telah memusnahkan sel T CD4+ yang bertanggung jawab melawan

penyakit yang disebabkan oleh kuman bakteria, virus dan lain-lain.

Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium

hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).

Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di

pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang

lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-

mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit

dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi

peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada

akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut

(Sherwood, 2001).

23
4. Pathway Hipertermi

Infeksi

Pirogen eksogen dan pirogen endogen

Sel darah putih mengeluarkan pirogen

Hipotalamus anterior dirangsang oleh

pirogen eksogen dan pirogen endogen

Prostaglandin

Terjadi mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas


antara lain menggigil, vasokontraksi kulit dan mekanisme
volunter seperti selimut

Hipertermi

Gambar 1 Pathway Hipertermi pada Pasien HIV/AIDS

5. Penatalaksanaan

Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap

perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk

merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.

Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu:

a. Terapi non-farmakologi

Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan

demam adalah:

1) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan

beristirahat yang cukup.

24
2) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat

menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan.

Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan

rasa nyaman kepada penderita.

3) Memberikan kompres hangat pada penderita.

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang

memerlukan.

Berikut adalah prosedur pemberian kompres hangat :

a) Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan.

b) Cuci tangan

c) Ukur suhu tubuh

d) Basahi kain pengompres dengan air panas, peras sehingga tidak terlalu basah.

e) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres (dahi, ketiak, perut, leher

belakang).

f) Tutup kain kompres dengan handuk kering

g) Apabila kain telah kering atau suhu kain relative menjadi dingin, masukkan

kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan letakkan kembali di

daerah kompres, lakukan berulang-ulang hingga efek yang diinginkan dicapai

h) Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 20 menit

i) Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang basah dan

rapikan alat kemudian cuci tangan.

4) Pemberian Tepid sponge

25
Tepid sponge adalah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik

kompres blok pada pembuluh darah besarsuperficial dengan teknik seka.

Pemilihan tepid sponge sebagai terapi selain dapat menurunan suhu tubuh, tetapi

juga mampu mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakit (Wong DL &

Wilson D, 1995). Tujuan utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh

pada penderita yang sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson D

(1995) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang

sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan

ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam.

Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid spong sama dengan kompres

hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit dimodifikasi. Ketika

pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada penyaluran sinyal ke

hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi perifer. Karena itulah

blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis dekat dengan pembuluh

besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari

kulit (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).

Berikut ini adalah prosedur kerja dari teknik tepid sponge:

a) Pakai sarung tangan

b) Bantu klien untuk membuka pakaian

c) Mengisi baskom dengan air hangat (suhu air 28°C-32°C)

d) Masukkan handuk kecil atau saputangan ke dalam baskom, kemudian peras.

e) Letakkan handuk atau saputangan pada leher, ketiak, dan selangkangan klien,

tunggu selama maksimal 10 menit (atau sampai suhu pada handuk atau

saputangan menurun), lakukan selama tiga periode.

26
f) Usap bagian ekstrimitas klien selama lima menit dan dilanjutkan dengan

mengusap bagian punggung klien selama 5-10 menit. Pengusapan dilakukan

dari bagian atas menuju bawah (ekstrimitas dan punggung)

g) Monitor respon klien selama dilakukan tindakan

h) Pakaikan klien pakaian yang tipis (yang telah disiapkan) dan mudah menyerap

keringat.

i) Ganti sprei (bila diperlukan)

j) Ambil perlak dan rapikan alat-alat yang digunakan

b. Terapi farmakologi

Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah

parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen.

C. Kajian Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan

a. Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan

obat-obat.

b. Penampilan umum : pucat dan kelaparan

c. Gejala Subyektif : demam kronik, keringat malam hari berulang kali, lemah,

lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur.

d. Kepala: Sakit kepala, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering,epsitaksis.

e. Neurologis : gangguan refleks pupil, vertigo, ketidakseimbangan , kaku

kuduk, kejang, paraplegia.

f. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.

g. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.

27
h. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu

pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

i. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,

inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

j. Genital : lesi atau eksudat pada genital.

k. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

2. Diagnosa keperawatan

Menurut Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan

Nanda Nic – Noc (2015), salah satu diagnosa yang muncul pada kasus

HIV/AIDS yaitu : hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

3. Rencana keperawatan

a. Dx Kep : Hipertermi b/d proses penyakit

Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal

Batasan Karakteristik:

1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal

2) Serangan atau konvulsi (kejang)

3) Kulit kemerahan

4) Pertambahan RR

5) Takikardi

6) Saat disentuh tangan terasa hangat

b. NOC : Thermoregulation

Kriteria Hasil :

1) Suhu tubuh dalam rentang normal

28
2) Nadi dan RR dalam rentang normal

3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

c. NIC :

Fever treatment

1) Monitor suhu sesering mungkin

2) Monitor IWL

3) Monitor warna dan suhu kulit

4) Monitor tekanan darah, nadi dan RR

5) Monitor penurunan tingkat kesadaran

6) Monitor WBC, Hb, dan Hct

7) Monitor intake dan output

8) Berikan anti piretik

9) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

10) Selimuti pasien

11) Lakukan tapid sponge

12) Berikan cairan intravena

13) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

14) Tingkatkan sirkulasi udara

15) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation

1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam

2) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

3) Monitor TD, nadi, dan RR

4) Monitor warna dan suhu kulit

29
5) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

6) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

7) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

8) Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

9) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek

negatif dari kedinginan

10) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency

yang diperlukan

11) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan

12) Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring :

1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

6) Monitor kualitas dari nadi

7) Monitor pola pernapasan abnormal

8) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit dan sianosis perifer

9) Monitor adanya cushing triad

10) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4. Implementasi keperawatan

Pelaksanaan merupakan realisasi dari intervensi yang telah dibuat dengan

mengubah hal intervensi menjadi hal kerja.

30
5. Evaluasi

a. Suhu tubuh pasien normal

b. Suhu 36-37⁰C

c. Nadi dan respirasi dalam rentang normal

d. Tidak ada perubahan warna kulit

e. Pasien tidak pusing dan merasa nyaman.

31
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara yang lainya, atau variabel-variabel yang satu dengan variabel yang

lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,2010).

Berdasarkan tujuan studi kasus ini, maka dapat digambarkan kerangka

konsepnya sebagai berikut:

Out come :

 Suhu tubuh
dalam rentang
normal
HIV Hipertermi :
 Nadi dan RR
dalam rentang
normal
 Tidak ada
ASUHAN KEPERAWATAN perubahan warna
kulit dan tidak
- Pengkajian ada pusing,
- Diagnosa Keperawatan merasa nyaman.
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- Evaluasi

Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2 Kerangka Konsep Gambaran Deskriptif Asuhan Keperawatan Pada


Pasien HIV/AIDS Dengan Hipertermi Di Ruang Praja Lantai 3
RSUD Wangaya Kota Denpasar

32
B. Definisi Operasional

Definisi operasional berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang

di definisikan (Nursalam, 2014).

Tabel 1
Definisi Operasional Penelitian ”Gambaran Deskriptif Asuhan Keperawatan Pada
Pasien HIV/AIDS dengan Hipertermi di Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya
Kota Denpasar

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur


Variabel asuhan Asuhan keperawatan adalah Format pengumpulan
keperawatan HIV proses atau rangkaian kegiatan data
dengan hipertermi pada praktek keperawatan
yang diberikan secara langsung
kepada klien atau pasien di
berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, dilak sanakan
berdasarkan kaedah-kaedah
keperawatan sebagai suatu
profesi yang berdasarkan ilmu
dan kiat keperawatan bersifat
humanistik dan berdasarkan
pada kebutuhan objektif klien
untuk mengatasi peningkatan
suhu tubuh klien/pasien.
Tahap-tahapan pemberian asu
han keperawatan meliputi:
- Pengkajian
- Diagnosa keperawatan
- Perencanaan
- Implementasi
- Evaluasi

33
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian (riset design) adalah sesuatu yang vital dalam

penelitian, yang memungkinkan memaksimalkan suatu control yang

memperngaruhi validasi suatu hasil (Nursalam,2003).

Adapun jenis penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus.

Rancangan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan secara objektif (Setiadi,2007). Studi kasus merupakan

rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara

intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi

(Nursalam, 2014).

Studi kasus ini bertujuan untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan

klien HIV/AIDS yang mengalami masalah hipertermi di Ruang Praja Lantai 3

RSUD Wangaya Kota Denpasar. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Praja Lantai 3 RSUD Wangaya Kota

Denpasar dari bulan Maret sampai dengan April tahun 2018.

C. Subyek Studi Kasus

34
Penelitian ini menggunakan studi kasus terhadap dua subyek yang dilakukan

pengamatan secara mendalam kemudian dilaporkan secara naratif, kedua subyek

yang diteliti adalah pasien HIV/AIDS yang dirawat di Ruang Praja Lantai 3

RSUD Wangaya yang memiliki masalah keperawatan yang sama yaitu

hiperthermi.

Responden dipilih dengan memperhatikan kriteria berikut :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan di teliti (Nursalam, 2011). Dalam studi

kasus ini yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

a. Pasien yang telah terdiagnosis HIV/AIDS dan sedang mengalami hipertermi.

b. Pasien yang bersedia menjadi responden dengan mengisi formulir informed

consent

c. Pasien yang kooperatif

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah mengeliminasi subyek atau sampel yang tidak

memenuhi kriteria inklusi atau tidak layak menjadi sampel (Nursalam, 2011).

Dalam studi kasus ini yang termasuk kedalam kriteria eksklusi adalah sebagai

berikut :

a. Pasien HIV/AIDS yang tidak kooperatif

b. Pasien yang HIV/AIDS yang tidak sadar

D. Fokus Studi

35
Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan

studi kasus. Pada penelitian ini yang menjadi fokus studi adalah tentang konsep

teori asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan hipertermi.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis data

Jenis data yang dikumpulkan dalam studi kasus ini adalah data primer yang

diperoleh langsung dari responden dengan wawancara dan observasi langsung

terhadap responden dan informant lainnya, dan data sekunder yang mencakup data

dari catatan keperawatan, serta rekam medis pasien.

2. Teknik pengumpulan data

Terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai

dalarn studi kasus ini adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi adalah tindakan yang langsung digunakan kepada klien dengan cara

mengamati keadaan umum dari perilaku klien.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses tanya jawab yang dilakukan langsung pada

pasien dan keluarga.

c. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah teknik perawatan untuk memperoleh data sesuai

dengan kasus yang dikelola melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

d. Studi dokumentasi

36
Studi dokumentasi adalah poses pencatatan yang dilakukan perawat dari

keadaan klien, seperti catatan medis maupun catatan keperawatan dan

laboratorium.

e. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah proses untuk mendapatkan dasar teoritis yang

berhubungan dengan Karya Tulis Ilmiah. Adapun sumber tersebut dari beberapa

buku – buku dan sumber lainnya yang bersifat ilmiah.

Adapun tahap-tahap dalam pengumpulan data pada studi kasus ini adalah

sebagai berikut :

a. Penulis meminta surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin penelitian

dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Denpasar.

b. Penulis mendatangi Dinas Kesehatan Kota Denpasar dan menyerahkan surat

izin penelitian dari institusi untuk mendapatkan surat rekomendasi ke RSUD

Wangaya.

c. Penulis mendatangi RSUD Wangaya dan menyerahkan surat rekomendasi dan

surat izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar.

d. Penulis meminta izin kepada Direktur RSUD Wangaya agar dapat melakukan

penelitian di Ruang Praja Lantai 3.

e. Penulis meminta izin kepada Kepala Ruangan Praja Lantai 3.

f. Penulis memilih responden yang akan dijadikan sampel dalam penelitian.

g. Penulis memberi penjelasan mengenai tujuan penelitian

h. Penulis meminta responden untuk mengisi formulir inform consent.

F. Metode Analisis Data

1. Mereduksi data

37
Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dokumen. Hasil ditulis

dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip (catatan

terstruktur) dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif, dianalisis

berdasarkan hasil pemeriksan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

2. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan, maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas klien.

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil studi kasus terdahulu dan secara teoritis dengan prilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan

terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.

G. Etika Studi Kasus

Etika studi kasus merupakan masalah yang sangat penting dalam studi kasus

mengingat studi kasus yang akan dilakukan langsung berhadapan dengan

manusia, oleh karena itu etika penelitian harus dilakukan. Adapun yang harus

diperhatikan dalam etika penelitian adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006):

1. Informed concent (lembar persetujuan), diberikan sebelum melakukan studi

kasus. Informed concent adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Jika nantinya responden setuju untuk dilakukan studi kasus maka responden

diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut.

2. Anonimity (tanpa nama), berarti tidak perlu mencantumkan nama pada lembar

pengumpulan data. Peneliti hanya menulis kode/inisial saja pada kolom nama

pada data tersebut.

38
3. Confidentiality (kerahasiaan), peneliti diharapkan dapat menjaga kerahasiaan

tentang jawaban yang telah diutarakan oleh responden dan peneliti

menyimpan jawaban responden dilokasi yang aman dan membuang data-data

responden yang tidak diperlukan dalam studi kasus

39
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Brooks, GF, Butel JS, M. S. (2009). Mikrobiologi Kedokteran Edisi I


diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedoktersan Universitas
Airlangga (I). Jakarta: Salemba Medika.

Carpenito, L. J. (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis (3rd


ed.). Jakarta: EGC.

Carpenito, L. J. (2006). Diagnosa Keperawatanaplikasi Data Praktik Klinis (6th


ed.). Jakarta: EGC.

Dinarello, C.A., and Gelfand, J. A. (n.d.). Fever and Hipertermi. Singapore: The
McGraw-Hill Company.

Jenson, H.B., and Baltimore, R. . (2007). Infectious Disease: Fever without a


focus. Newyork: Elsevier.

Nelwan, R. . (2009). Demam: Tipe dan Pendekatan. Jakarta: Interna Publishing.

Notoatmojo. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya. Jakarta: Salemba


Medika.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Patricia A. Potter & Perry, A. G. (2010). Fundamental of Nursing: Fundamental


Keperawatan (7th ed.). Jakarta: EGC.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia Dari sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Yatim, D. I. (2006). Dialog Seputar AIDS. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana


Indonesia.

40
LAMPIRAN
Lampiran 1

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan dan Tahun


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1 Penyusunan
Proposal
2 Seminar
Proposal
3 Revisi
Proposal
4 Pengurusan
Ijin
5 Pengumpulan
Data
6 Pengolahan
Data
7 Analisis
Data
8 Penyusunan
Laporan
9 Sidang
Hasil
Penelitian
10 Revisi
Laporan
11 Pengumpulan
KTI

41
Lampiran 2

Realisasi Anggaran Biaya

No Keterangan Biaya (Rp)


1 Persiapan
 Penyusunan Proposal 300.000
 Presentasi Proposal 200.000
 Penggandaan Proposal 100.000
 Revisi Proposal 250.000
2 Pelaksanaan
 Pengurusan Ijin 200.000
 Transportasi dan akomodasi 150.000
 Pengolahan data 200.000
3 Tahap akhir
 Penyusunan laporan 300.000
 Penggandaan laporan 300.000
 Presentasi laporan 450.000
 Revisi laporan 150.000
Lain-lain 100.000
Total 2.700.000

42
Lampiran 3

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yang terhormat,

Bapak/Ibu

di Ruang Praja Amerta Lantai 3 RSUD Wangaya

Dengan hormat,

Saya adalah mahasiswa Program RPL Poltekkes Kemenkes Denpasar ,

saat ini sedang menyelesaikan tugas akhir program DIII Keperawatan. Dalam

rangka mengumpulkan data untuk karya tulis yang berjudul “Gambaran

Deskriptif Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS Dengan Hipertermi Di

Ruang Prajha Amertha Lantai 3 RSUD Wangaya Kota Denpasar”, saya

memohon kesediaan dan bantuan Bapak/Ibu untuk menjadi responden yang

merupakan sumber informasi bagi peneliti.

Mengingat keberhasilan penelitian ini akan sangat tergantung kepada

kelengkapan jawaban, dimohon dengan sangat agar kiranya jawaban Bapak/Ibu

dapat diberikan selengkap mungkin.

Demikianlah permohonan ini saya sampaikan, atas kesediaan serta

kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, Maret 2018

Penulis

43
Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama :………………………….

Alamat :………………………….

Dengan ini menyatakan dengan sebesar-besarnya bahwa saya telah mendapat

penjelasan mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur dari penelitian ini dengan

judul “Gambaran Deskriftif Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS

Dengan Hipertermi Di Ruang Prajha Amertha Lantai 3 RSUD Wangaya Kota

Denpasar”

Selanjutnya saya dengan ikhlas dan sukarela menyatakan ikut serta dalam

penelitian ini sebagai responden. Demikian pernyataan ini saya buat dengan

sebenar-benarnya dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Denpasar, Maret 2018

Yang menyatakan,

(Responden)

44
Lampiran 5

FORMAT PENGUMPULAN DATA

Judul Penelitian : Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS

dengan Hipertermi di Ruang Praja Amerta Lantai 3 RSUD

Wangaya

Tanggal Penelitian :

PENGKAJIAN

A. Data Demografi

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan :

5. Agama :

6. Pekerjaan :

7. Status Perkawinan :

8. Alamat :

9. Nomor Rekam Medik :

10. Tanggal MRS :

11. Diagnosa Medis :

45
Petunjuk Pengisian Untuk Pertanyaan Berikut :

1. Bacalah setiap pertanyaan pada lembar pengumpulan data dengan teliti dan
benar
2. Amati catatan keperawatan pasien dan beri tanda (√) pada kolom yang sesuai
dengan data yang ada pada dokumen

B. Data Subyektif dan Obyektif

No. Data Subyektif dan Data Obyektif Ditemukan Ket


Ya Tidak
1 Kenaikan suhu tubuh di atas 37,5 °C

2 Kejang

3 Kulit kemerahan

4 Tachipneu

5 Takikardia

6 Badan teraba hangat

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Aspek Yang Dinilai Ya Tidak

1 Diagnosis keperawatan berdasarkan masalah yang telah


dirumuskan

2 Diagnosis Keperawatan mencerminkan PE/PES

3 Merumuskan diagnosis keperawatan actual/potensial

46
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

INTERVENSI INTERVENSI IMPLEMENTASI KET


YA Tidak Ya Tidak
1. Monitoring TD, suhu, nadi, RR

2. Monitoring IWL

3. Monitor tingkat keasadaran

4. Monitor WBC, HB, HCT

5. Monitor intake-output

6. Memberi antipiretik

7. Memberi kompres hangat

8. Melakukan tepid sponge

9. Memberikan cairan intravena

10. Monitor warna dan suhu kulit

Total

EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi Keperawatan Ya Tidak

a. Suhu tubuh normal

b. Nadi dan RR dalam batas normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit

d. Tidak ada pusing

e. Pasien merasa nyaman

47

Вам также может понравиться