Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
jenjang pendidikan lebih lanjut. Jenjang pendidikan ini diselenggarakan pada jalur
formal, nonformal, dan informal.Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah
satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar
ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Rentangan
anak usia dini menurut Pasal 28 UU SisdiknasNo.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun.
Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di
beberapa negara, pendidikan anak usia dini dilaksanakan pada usia 0-8 tahun.
Makalah ini akan membahas karakteristik perkembangan anak usia dini karena
merupakan suatu tuntutan yang sangat mendasar agar pemahaman tentang landasan
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dapat di laksanakan secara tepat.
Mengenal karakteristik peserta didik untuk kepentingan proses pembelajaran
merupakan hal yang penting, adanya pemahaman yang jelas tentang karakteristik
peserta didik akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran
secara efektif.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah karakteristik perkembangan anak


usia dini dan dibatasi agar pembahasan terarah ada sasaran yang dituju, yaitu:
1.Apa yang dimaksud dengan anak usia dini?
2. Apa saja teori yang membahas perkembangan anak usia dini?
3. Bagaimana karakteristik anak usia dini?
4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan ini untuk menguraikan bagaimana karakteristik
perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang hendak dicapai adalah:
1. Memahami apa yang dimaksud dengan anak usia dini.
2. Mengetahui teori-teori yang membahas tentang perkembangan anak usia dini.
3. Memahami karakteristik anak usia dini.
4. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan anak
usia dini

1
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Teori Perkembangan Anak Usia Dini


Keragaman teori perkembangan dapat dilihat dari pemikiran berbagai sudut
pandang para ahli. Ada lima perspektif teoritis utama dalam perkembangan, yaitu
psikoanalisis, kognitif, perilaku dan sosio-kognitif, etologi, dan ekologis. Pendekatan
teoritis tersebut sama-sama meneliti tiga proses utama dalam perkembangan anak di
tingkat yang berbeda-beda, yaitu biologis, didaktis dan psikologis.

1. Teori Psikoanalisis

Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang


biasanya tidak disadari (di luar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori
psikoanalisis percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik permukaan dan
bahwa pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan hanya didapat dengan
menganalisis makna simbolis perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli
psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua secara
signifikan membentuk perkembangan. Karakteristik ini ditekankan dalam teori
psikoanalisis dari Sigmund Freud.
Sigmund Frued memandang manusia sebagai makhluk biologis yang kompleks, baik
dalam hal sosial, emosional dan juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir. Di
dalam terminologinya mengatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-
langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang berasal dari
sumber berbeda, di mana mereka juga harus berusaha menyeimbangkan keadaan
tersebut dengan harapan orang tua. Konflik yang timbul antara kebutuhan akan
kepuasan dan penindasan dapat berguna untuk memuaskan dan juga menciptakan
ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasaan mereka dan
juga berusaha agar dapat diterima dalam lingkungan sosial serta untuk
mengintegrasikan diri mereka.

2. Teori Kognitif
Teori kognitif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak berusaha
memahami dunia di sekeliling mereka, anak membangun pemahaman mereka sendiri
terhadap dunia sekitar dan pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan
teman sebaya, orang dewasa dan lingkungan. Setiap anak membangun pengetahuan
mereka sendiri berkat pengalaman-pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungan
sekitar dan budaya di mana mereka berada melalui bermain. Piaget sebagai tokoh
aliran ini menganggap bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah
membangun pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan
fisik dan sosial di lingkungan sekitar. Piaget percaya bahwa kita beradaptasi dalam
dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak menggabungkan
informasi ke dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila

2
anak menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan
pengalaman baru.
Sedangkan Lev Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan
cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan
diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang
tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki
struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya.

3. Teori Perilaku dan Sosial-kognitif

Teori perilaku dan sosial-kognitif merupakan pandangan psikolog yang


menekankan bahwa perilaku, lingkungan dan kognisi faktor kunci dalam
perkembangan. Teori ini terkait dengan bagaimana anak-anak berkembang secara
sosial, emosional, dan intelektual, tetapi tidak menjelaskan tentang perkembangan
fisik karena banyak orang yang menyetujui bahwa perkembangan fisik berkaitan
dengan genetika (keturunan) yang ditentukan berdasarkan gen dari kedua orang
tuanya, sehingga dengan demikian tidak mempengaruhi perilaku anak. Tiga versi
pendekatan perilaku dan sosial-kognotif ini adalah classical conditioning dari Pavlov
(sebuah stimulus netral memperoleh kemampuan untuk menghasilkan sebuah respon
yang tadinya dihasilkan oleh stimulus lain), operant conditioning dari Skinner
(konsekuensi dari suatu perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas kejadian
perilaku tersebut), dan teori sosial-kognitif dari Albert Bandura (menekankan
interaksi timbal balik antara manusia (kognisi), perilaku dan lingkungan).

4. Teori Etologi

Teori etologi memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi biologi dan


evolusi. Teori ini juga menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman
yang beragam berubah sepanjang rentang kehidupan. Ada periode kritis atau sensitif
bagi beberapa pengalaman, jika kita gagal mendapat pengalaman selama periode
sensitif tersebut, teori etologi menyatakan bahwa perkembangan kita tidak mungkin
dapat optimal.
John Bowbly salah satu tokoh teori etologi menyatakan bahwa kelekatan pada
pengasuh selama satu tahun pertama kehidupan memiliki konsekuensi penting
sepanjang hidup. Jika kelekatan ini positif dan aman, seseorang mempunyai dasar
untuk berkembang menjadi individu yang kompeten yang memiliki hubungan sosial
positif dan menjadi matang secara emosional. Jika hubungan kelekatannya negatif dan
tidak aman, maka saat anak tumbuh ia akan menghadapi kesulitan dalam hubungan
sosial serta dalam menangani emosi.

5. Teori Ekologi

Teori ekologi merupakan pandangan Bronfenbrenner bahwa perkembangan


dipengaruhi oleh lima sistem lingkungan, berkisar dari lima konteks dasar mengenai
interaksi langsung dengan orang-orang hingga konteks budaya berdasar luas. Lima
sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner yaitu:

3
a. Mikrosistem adalah lingkungan di mana individu tinggal.
b. Mesosistem mencakup hubungan antar mikrosistem atau hubungan antar konteks.
c. Eksosistem terlibat saat pengalaman dalam lingkungan sosial lain -di mana individu
tidak mempunyai peran aktif- mempengaruhi apa yang dialami individu dalam
konteks langsung.
d. Makrosistem mencakup budaya di mana seseorang tinggal.
e. Kronosistem mencakup pembuatan pola kejadian lingkungan dan transisi sepanjang
kehidupan.

B. Hukum Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu perubahan yang terus menerus di alami,


tetapi ia tetap menjadi kesatuan. Suatu konsepsi yang biasanya deduktif dan
menunjukkan adanya hubungan yang ajeg (continue) serta dapat diramalkan
sebelumnya antara variabel-variabel yang empirik, hal itu disebut sebagai hukum
perkembangan. Perkembangan jasmani dan rohani berlangsung menurut hukum-
hukum perkembangan tertentu.

1. Hukum Tempo Perkembangan

Perkembangan jiwa tiap-tiap anak itu berlainan menurut tempo masing-masing


perkembangan anak yang ada. Ada yang memiliki tempo singkat (cepat ) adapula
yang lambat. Ada anak yang cepat menguasai keterampilan bicara, ada yang cepat
menguasai keterampilan berjalan, sesuai perkembangan yang dimiliki anak.

2. Hukum Irama Perkembangan

Hukum ini mengungkapkan bukan lagi cepat atau lambatnya perkembangan


anak, akan tetapi tentang iram atau rythme perkembangan. Perkembangan anak itu
mengalami gelombang “pasang surut”, mulai lahir hingga dewasa, kadangkala anak
tersebut mengalami juga kemunduran dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, akan
mudah sekali diperhatikan jika mengamati perkembangan pada anak-anak menjelang
remaja. Ada anak yang menampakkan kegoncangan yang hebat, tetapi adapula anak
yang melewati masa tersebut dengan tenang tanpa menunjukkan gejala-gejala yang
serius. Coba perhatikan anak usia 03;0 – 05;0 tahun dan pada usia 12;0 -14;0 tahun.
Sebab kedua masa itu merupakan masa transisi/krisis pertama dan kedua bagi seorang
anak.

3. Hukum Konvergensi Perkembangan

Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil


pendidikan yang dicapai anak selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan
orang tuanya (nativisme). Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa
pendapat lama itu tidak sesuai lagi dengan keadaan (empirisme). William Stern

4
menggabungkan kedua pendapat tersebut ke dalam hukum konvergensi yang
mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak adalah
pengaruh dari unsur lingkungan dan pembawaan.

4. Hukum Kesatuan Organ

Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ (anggota) tubuh yang merupakan
satu kesatuan. Di antara organ-organ tersebut antara fungsi dan bentuknya, tidak dapat
dipisahkan berdiri integral. Misalnya, perkembangan kaki yang semakin besar dan
panjang, mesti diiringi oleh perkembangan otak, kepala, tangan dan organ lainnya.

5. Hukum Hierarchi Perkembangan

Perkembangan anak tidak mungkin akan mencapai suatu fase tertentu dengan
cara spontan sekaligus, akan tetapi harus melalui tahapan tertentu yang telah tersusun
sedemikian rupa. Sehingga perkembangan diri seseorang menyerupai derat
perkembangan. Misalnya, perkembangan pikiran/intelek anak, mesti didahului dengan
perkembangan pengenalan dan pengamatan.

6. Hukum Masa Peka

Masa peka ialah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi
kejiwaan atau fisik seseorang anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tersebut tidak
berjalan secara serempak/bersamaan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, masa
peka untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun kedua, dan untuk bicara
sekitar akhir tahun pertama.

7. Hukum Memperkembangkan Diri

Dalam kehidupan ada dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri.


Dorongan pertama adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan
dorongan mengembangkan diri. Dorongan mempertahankan diri terwujud, misalnya
pada dorongan makan dan menjaga keselamatan diri sendiri. Anak menyatakan
perasaan haus dan lapar dalam bentuk menangis (anak mempertahankan dirinya
dengan menangis). Jika ibu mendengar anaknya menangis, tangisnya itu dianggap
sebagai drongan mempertahankan diri.
Dalam perkembangan jasmani dan sebagai terlihat hasrat dasar untuk
mengembangkan pembawaan. Untuk anak-anak, dorongan mengembangkan diri
berbentuk hasrat mengenal lingkungan, usaha belajar berjalan, kegiatan bermain, dan
sebagainya. Di kalangan remaja timbul rasa persaingan dan perasaan belum puas
terhadap apa yang telah tercapai. Hal ini dapat dianggap sebagai dorongan
mengembangkan diri.

8. Hukum Rekapitulasi

5
Perkembangan yang dialami anak merupakan ulangan (secara cepat) sejarah
kehidupan yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad, dari masa berburu
hingga masa industri. Hukum rekapitulasi ini membagi kehidupan anak menjadi:

a. Masa memburu dan menyamun. Masa ini dialami anak ketika anak berusia sekitar 8
tahun. Misalnya anak-anak senang menangkap-nangkap dalam permainannya, kejar-
kejaran, perang-perangan.
b. Masa menggembala. Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun. Misalnya,
anak senang memelihara binatang seperti ikan, kucing, kelinci.
c. Masa bercocok tanam. Masa ini dialami ketika anak berusia12 tahun. Misalnya, anak
senang berkebun, bertanam, menyiram.
d. Masa berdagang. Masa ini dialami ketika anak berusia14 tahun. Misalnya anak
senang bertukar benda koleksinya, kiriman foto, bermain jual-jualan.

6
BAB III

PEMBHASAN MATERI

A. Pandangan tentang Anak Usia Dini

Anak merupakan individu yang sedang menjalani proses dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Proses ini yang kemudian menentukan bagaimana anak menjalani
kehidupan dewasa selanjutnya. Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapak
atau manusia yang masih kecil. Berkisar usia 3 sampai 6 tahun (Hadi Subrata, 1988:
69). Ki Hajar Dewantara (1962: 20) menyatakan bahwa anak sebagai kodrat alam
memiliki pembawaan masing-masing dan sebagai individu yang memiliki potensi
untuk menemukan pengetahuan, secara tidak langsung akan memberikan peluang agar
potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal.
Sepanjang sejarah pun para ahli mempunyai pandangan yang beragam tentang anak.
Ada tiga pandangan filosofis dari Eropa yang berpengaruh dalam istilah
menggambarkan anak-anak :
1) Pada abad pertengahan, pandangan dosa asal (original sin view) yang secara
khusus muncul selama abad pertengahan. Anak-anak dipandang lahir ke dunia
ini sebagai makhluk jahat. Tujuan dari merawat anak adalah memberikan
penyelamatan, menghapus dosa dari kehidupan si anak.
2) Mendekati akhir abad ke-17, pandangan tabularasa dicetuskan oleh ahli
filosofi Inggris John Lock. Ia membantah bahwa anak-anak tidak buruk sejak
lahir, melainkan seperti “papan kosong”. Lock percaya bahwa pengalaman
masa kanak-kanak sangat menentukan karakteristik seseorang ketika dewasa.
Ia menyarankan para orang tua untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak
mereka dan membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna.
3) Pada abad ke-18, pandangan kebaikan alami (innate goodness view)
ditawarkan oleh ahli filosofi Prancis kelahiran Swiss Jean-Jacques Rousseau.
Ia menekankan bahwa anak-anak pada dasarnya baik. karena anak-anak pada
dasarnya baik, maka mereka seharusnya diizinkan tumbuh secara alami
dengan seminimal mungkin pengawasan atau batasan dari orang tua.

B. Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini

Wolkfolk (Masitoh, 2004: 2.3) mengemukakan development orderly, adaptive


changes we go through from conception to death. Sedangkan Sroufe (Masitoh, 2004:
2.3) menegaskan bahwa development is the process of orderly communicational,
directional, and age related behavioral reorganization and qualitative change in a
person. Hal ini berarti perkembangan adalah proses teratur yang berkaitan dengan
reorganisasi perilaku dan perubahan kualitatif dalam diri seseorang.
Perkembangan merupakan suatu proses dalam kehidupan manusia yang berlangsung
secara terus menerus, sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga

7
diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju
tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara:
1. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan bersifat saling
kebergantungan atau saling mempengaruhi antar bagian organisme (fisik dan
psikis) dan bagian-bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang harmonis.
2. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan
mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
3. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organism
berlangsung secara beraturan dan berurutan. Perubahan tersebut tidak secara
kebetulan atau meloncat-loncat.

Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan


individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Fase
perkembangan tersebut secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu
berdasarkan anailisis biologis, didaktis dan psikologis.

1. Fase Perkembangan Berdasarkan Biologis

Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses


pertumbuhan biologis anak karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap
perkembangan kejiwaan anak.
a. Pendapat Kretschmer yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:

1) Fullungs periode 1 : umur anak 0;0 – 3;0, pada masa ini anak dalam keadaan
pendek, gemuk,bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.

2) Strecungs periode 1 : umur 3;0 – 7;0, kondisi badan anak nampak langsing
(tidak begitu gemuk)biasanya sikap anak tertutup, susah bergaul juga susah
didekati.

3) Fullungs periode II : umur 7;0 – 13;0, keadaan fisik anak kembali gemuk.

4) Srecungs periode II : umur 13;0 – 20, keadaan fisik anak kembali langsing.

b. Pendapat Aristoteles yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:

1) Fase I : umur 0;0 -7;0, disebut masa kecil, kegiatan anak pada waktu ini hanya
bermain.

2) Fase II : umur 7;0 – 14;0, masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak mulai
belajar disekolah dasar.

3) Fase III : umur 14;0 – 21;0, disebut masa remaja atau pubertas, masa ini adalah masa
peralihan(transisi) dari anak menjadi orang dewasa.

8
Pendapat ini dikategorikan pada periodesasi yang berdasarkan pada biologis karena
aristoteles menunjukkan bahwa antara fase I dan fase ke II ditandai dengan adanya
pergantian gigi, serta batas antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai
bekerjanya atau berfungsinya organ kelengkapan kelamin.

c. Pendapat Frued yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:

1) Fase oral : umur 0;0 – 1;0, fase masa ini, mulut merupakan sentral pokok
keaktifan dinamis.
2) Fase anal : umur 1;0 – 3;0, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembungan
kotoran.
3) Fase falis : umur 3;0 – 6;0, fase ini alat-alat kelamin perempuan merupakan organ
paling perasa.
4) Fase laten : umur 6;0 – 11;0, impuls-impuls cenderung untuk berada pada kondisi
tertekan.
5) Fase genital : umur 11 ke atas (adolescence), seseorang telah sampai pada awal
dewasa.

d. Pendapat Jesse Feiring Williams yang membagi perkembangan anak menjadi 4


fase:
1). Masa nursery dan kindergarten : umur 0;0 – 6;0
2). Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga : umur 6;0 -10;0
3). Masa cepat berkembangnya tubuh : umur 10;0 – 14;0
4). Masa adolescence : umur 14;0 – 19;0 masa perubahan pola dan kepentingan
kemampuan anakdengan cepat.

e. Pendapat Elizabeth Hurlock yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:

1) Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, sekitar 9
bulan atau280 hari.

2) Fase infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari.

3) Fase babyhood (bayi), mulai 2 minggu sampai 2 tahun.

4) Fase childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja.

5) Fase adolescence/puberty, mulai usia 11 atau13 tahun sampai usia 21 tahun.


Tahap ini dibagi lagi menjadi:

a) pre-adolescence : umur 11 – 13 tahun pada wanita, sedangkan pada pria lebih


lambat dari itu.
b) early adolescence : umur 16 – 17 tahun
c) . late adolescence : masa perkembangan yang terakhir (sampai masa usia kuliah).

9
2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktis
Tinjauan fase perkembangan ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya
yang tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan
tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar
atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
a. Pendapat Johan Amos Comenius (komensky) yang membagi perkembangan
anak menjadi 4 fase:
1) Scola matema (sekolah ibu) : umur 0;0 – 6;0, masa anak mengambangkan organ
tubuh dan pancaindera di bawah asuhan ibu (keluarga).
2) Scole vermacula (sekolah bahasa ibu) : umur 6;0 – 12;0, mengembangkan pikiran,
ingatan danperasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
3) Scola latina (sekolah bahasa latin) : umur 12;0 – 18;0, masa anak mengembangkan
potensinyaterutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
4) Academia (akademi) : umur 18;0 – 24;0, media pendidikan yang tepat bagi anak.

b. Pendapat Jean Jacques Rousseau yang membagi perkembangan anak menjadi5


fase:

1) Masa asuhan (nursery) : umur 0;0 – 2;0.


2) Masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera : umur 2;0 – 12;0.
3) Masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas : umur 12;0 – 15;0.
4) Masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan
mental agama :umur 15;0 – 20;0.
5) Masa ini lebih membahas tentang pendidikan kaum wanita : umur 20 ke atas.

c. Pendapat Maria Montessori yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:

1) Masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indera :
umur 1;0 – 7;0.
2) Masa abstrak, di mana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan, mulai
berfungsiperasaan ethnisnya yang bersumber dari kata hatinya dan mulai tahu akan
kebutuhan orang lain :umur 7;0 – 12;0.
3) Masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial : 12;0 – 18;0.
4) Masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak akan realitas
kepentingan dunia. Iaharus mampu berppikir jernih, jauh dari perbuatan tercela.

d. Pendapat Charles E Skinner yang membagi perkembangan anak menjadi 2


fase:

1). Tahap pre-natal : – germinal: dua minggu setelah conception


– embrio: dari akhir minggu kedua sampai minggu keenam
– janin: akhir minggu keenam sampai kelahiran

2). Tahap post-natal : – Parturate dari lahir sampai dengan pemutusan tali pusat
– Neonatus dua sampai empat minggu pertama kehidupan

10
– Bayi firtst dua tahun
– Prasekolah anak dari usia dua tahun sampai enam tahun
– Anak sekolah dasar 6-9 tahun
– Murid sekolah menengah 9-12 tahun
– Murid SMP SMA 12-15 tahun, suatu periode yang biasanya meliputi masa
pubertas dan tahap remaja

3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis

Fase pembagian ini mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam


kedudukannya yang murni.
a. Pendapat Kroh yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:

1. Sejak lahir hingga trotz periode I disebut masa anak-anak awal : umur 0;0 – 3;0/4;0.
2. Dari trotz periode I hingga trozt periode II disebut masa keserasian bersekolah : umur
3;0/4;0 –12;0/13;0.
3. Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan : umur
12;0/13;0 – 21;0.

Pada dasarnya perkembangan jiwa anak itu berjalan secara evolutif. Pada umumnya
proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mengalami kegoncangan (aktivitas revolusi).
Masa kegoncangan ini oleh Kroh disebut Trotz periode, biasanaya tiap anak akan
mengalaminya sebanyak dua kali, yaitu trotz I sekitar usia 3-4 tahun dan trotz II sekitar
umur 12 tahun bagi putri dan umur 13 tahun bagi putra.

b. Pendapat Charlotte Buhler yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:

1) Fase I : perkembangan sikap subyektif menuju obyektif : umur 0;0 – 1;0.


2) Fase II : makin meluasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya atau mengenal
dunia secarasubyektif : umur 1;0 – 4;0.
3) Fase III : masa memasukkan diri ke dalam masyarakat secara obyektif, adanya
hubungan diri denganlingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja, tugas serta
prestasi : umur 4;0 – 8;0.
4) Fase IV : munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai
memisahkan diri dariorang lain dan sekitarnya secara sadar : umur 8;0 – 13;0.
5) Fase V : masa penemuan diri dan kematangan yakni synthesa sikap subyektif dan
obyektif : umur13;0 – 19;0.

C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini

Sesuai dengan sifat individu yang unik, adanya variasi individual dalam
perkembangan anak merupakan hal normal terjadi. Terkadang anak yang satu lebih
cepat berkembang daripada anak yang lainnya, begitupun dalam perbedaan minat dan
kecakapan, sementara sebagian anak lebih senang melakukan gerakan-gerakan fisik

11
atau bermain kelompok dengan temannya. Berdasarkan dari tahapan perkembangan
yang telah dibahas, uraian berikut mengetengahkan tentang karakteristik anak yang
dibatasi pada hal-hal yang bersifat menonjol dan lebih terkait dengan proses
pembelajaran anak:

1. Perkembangan anak usia 0 – 2 tahun

Pada masa bayi secara umum anak mengalami perubahan yang jauh lebih pesat
dibanding dengan yang akan dialami pada fase-fase berikutnya. Berbagai kemampuan
dan keterampilan dasar, baik yang berupa keterampilan lokomotor (bergulir, duduk,
berdiri, merangkak, dan berjalan), keterampilan memegang benda, penginderaan
(melihat, mencium, mendengar, dan merasakan sentuhan), maupun kemampuan untuk
mereaksi secara emosional dan sosial (berhubungan dengan orang tua, pengasuh, dan
orang-orang dekat lainnya) dapat dikuasai pada fase ini. Berbagai kemampuan dan
keterampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk mengarungi
dan menjalani proses perkembangan selanjutnya.
Bagi bayi, gerakan-gerakan motorik dan pengalaman-pengalaman sensori ini sangat
vital. Pengalaman-pengalaman demikian di samping dapat merangsang pertumbuhan
fisik, juga sekaligus meningkatkan dan memperkaya kualitas fungsi fisik tersebut.
Sehingga bayi yang memiliki kesempatan luas untuk melakukan gerakan-gerakan
motorik akan terdorong untuk mengalami pertumbuhan fisik yang sehat dengan
penguasaan keterampilan-keterampilan motorik dasar yang cepat. Sebaliknya, bayi
yang kurang mendapat kesempatan demikian sangat dimungkinkan untuk mengalami
hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motoriknya.
Komunikasi responsif dengan orang dewasa akan mendorong dan memperluas
respon-respon verbal dan non-verbal bayi. Bayi mulai belajar tentang pengalaman-
pengalaman sensori dan ekspresi-ekspresi perasaan, meskipun bayi belum memahami
kata-kata. Penyajian pengalaman-pengalaman menarik dengan menyediakan obyek-
obyek mainan menarik merupakan hal yang bias berpengaruh positif terhadap
perkembangan kemampuan bayi dalam mengekspresikan perasaan dan keterampilan-
keterampilan sensori lainnya. Menurut Bredkamp (Solehuddin, 2000), jika bayi
terasing dari pengalaman-pengalaman sensori-motor tersebut, maka bukan saja
perkembangan emosionalnya yang akan terhambat melainkan juga perkembangan
kognisinya.
Bayi yang baru lahir ke dunia dilengkapi dengan kesiapan untuk melakukan kontak
sosial. Selama 9 bulan pertama ia akan mengembangkan kemampuannya untuk
membedakan antara orang-orang yang dikenalnya dengan orang-orang yang tidak
dikenalnya. Pada usia ini bayi sudah mulai belajar melafalkan suara-suara dan
gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya seperti senang,
terkejut, marah, cemas dan perasan lainnya. Dalam hal ini bayi mengembangkan
harapan-harapan tentang perilaku orang berdasarkan pada bagaimana cara orang tua
dan pengasuh lainnya memperlakukannya. Melalui interaksi-interaksi sosial yang
penuh kehangatan dan kasih saying ini, bayi mulai mengembangkan hubungan cinta
kasih yang positif

12
Hal yang perlu diingat adalah bahwa pemenuhan kebutuhan bayi sepenuhnya masih
tergantung kepada orang dewasa. Bayi juga masih mudah untuk mengalami frustasi
karena belum mampu mengatasi ketidaknyamanan atau suasana stress secara aktif.
Hal ini , diakibatkan belum dikuasainya keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukan untuk itu. Bayi mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkannya
melalui bahasanya sendiri seperti tertawa, menangis, terkejut, dan sejenisnya.
Terhadap ekspresi-ekspresi bayi tersebut, orang tua dan pengasuh lainnya harus
memahami dan memberikan respon secara tepat namun tidak berlebihan.

2. Perkembangan anak usia 2 – 3 tahun


Di samping masih memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan pada masa
sebelumnya, anak usia 2-3 tahun memiliki karakteristik khusus. Dari segi fisik, pada
fase ini anak masih tetap mengalami pertumbuhan yang pesat, khususnya berkenaan
dengan pertumbuhan dengan pertumbuhan otot-otot besar. Anak pada usia ini sudah
tahu bagaimana berjalan dan berlari. Anak juga mulai senang memanjat dan menaiki
sesuatu, membuka pintu, serta mencoba berdiri di atas satu kaki dan berloncat. Anak
senang mencoba sesuatu sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas untuk itu.
Dengan penguasaan keteramppilan-keterampilan dasar yang diperoleh pada masa
bayi, anak seusia ini akan tampak senang melakukan banyak aktivitas.
Anak juga biasanya sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya.
Anak memiliki kekuatan observasi yang tajam, menyerap dan membuat
perbendaharaan bahasa baru, belajar tentang jumlah, membedakan antara konsep
“satu” dengan “banyak”. Mulai senang mendengarkan cerita-cerita sederhana, dan
gemar melihat-lihat buku. Melalui berbagai aktivitas itulah menurut pengamatan
piaget (Solehuddin: 2000) anak pada usia ini berpikir, pada saat anak aktif melakukan
aktivitas-aktivitas fisik, secara stimulant aktivitas mentalnya juga terlibat.
Meskipun hanya dengan beberapa patah kata, anak seusia ini juga mulai berbicara
satu sama lain. Anak mulai senang melakukan percakapan walau dalam bentuk
perbendaharaan kata dan kalimat terbatas. Namun simultan dengan itu, sikap dan
perilaku egosentris anak pada usia dini ini sangat menonjol. Anak pada usia ini
memandang peristiwa- peristiwa yang dihadapinya hanya dari kacamata dan
kepentingannya sendiri. Anak belum bisa memahami persoalan-persoalan itu dari
sudut pandang orang lain, cenderung melakukan sesuatu itu hanya menurut
kemauannya sendiri tanpa memperdulikan kemauan dan kepentingan orang lain. Oleh
karena itu, terjadinya perselisihan, berebut mainan, dan perilaku sejenisnya sangat
dimungkinkan untuk sering dialami oleh anak-anak seusia ini.
Hal lain yang perlu dipahami bahwa anak usia ini biasanya memiliki kemampuan
untuk memperhatikan sesuatu hanya dalam jangka yang sangat pendek. Anak belum
bisa mengikuti suatu pembicaraan orang lain secara lama, cenderung beralih-alih
perhatian dari suatu benda ke benda lainnya, dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya,
dan/atau dari suatu pembicaraan ke pembicaraan lainnya. Anak belum memiliki
pertimbangan yang sehat dan rasa bahaya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain
adalah cirri lain yang secara menonjol juga dimiliki anak seusia ini. Cenderung

13
melakukan segala sesuatu hanya didasarkan atas keinginannya, tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya.
2. Perkembangan anak usia 3 – 4 tahun

Pada usia ini anak juga masih mengalami perkembangan pesat dalam banyak hal.
Anak mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dalam perkembangan perilaku
motorik, berpikir fantasi, maupun dalam kemampuan mengatasi frustasi. Anak dapat
menguasai semua jenis gerakan-gerakan tangan kecil, dapat memungut benda-benda
kecil, dapat memegang benda, dan dapat memasukkan benda ke lubang-lubang kecil,
anak juga memiliki keterampilan memanjat atau menaiki benda-benda secara lebih
sempurna. Meskipun sifat egosentrisnya masih melekat pada anak seusia ini, biasanya
sudah bisa bekerja dalam suatu aktivitas tertentu dengan cara-cara yang lebih dapat
diterima secara sosial daripada sebelumnya. Aktivitas-aktivitas bermain bersama
sudah dapat dilakukan secara lebih lama oleh anak seusia ini.
Pada usia ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan menuntut lebih banyak
kamandirian. Dengan kehidupan fantasi yang dimilikinya ini, anak memperlihatkan
kesiapan untuk mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama. Anak menyenangi dan
menghargai sajak-sajak sederhana, begitupun kemandirian yang dituntutnya membuat
ia tidak mau banyak diatur dalam kegiatan-kegiatannya. Tingkat frustasi usia ini
cenderung menurun bila dibanding sebelumnya, hal ini disebabkan adanya
peningkatan kemampuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya secara
lebih aktif, di samping juga karena peningkatan kemampuan dalam mengekspresikan
keinginan-keinginannya kepada orang lain.

3. Perkembangan anak usia 4 – 5 tahun

Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan
cirri yang menonjol pada anak usia sekitar 4-5 tahun. Anak memiliki sikap
berpetualang (adventurousness) yang begitu kuat. Anak akan banyak memperhatikan,
membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau
didengarnya. Secara khusus, anak pada usia ini juga memiliki keinginan yang kuat
untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri, anak senang dengan nyanyian, permainan,
dan/atau rekaman yang membuatnya untuk lebih mengenal tubuhnya. Minatnya yang
kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak
seusia ini senang ikut bepergian ke daerah-daerah sekitar lingkungannya. Anak akan
sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu, karenanya pengenalan terhadap
binatang-binatang piaraan dan lingkungan sekitarnya dapat merupakan pengalaman
yang positif untuk pengembangan minat keilmuan anak.
Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif melakukan
berbagai aktivitas. Kebutuhab anak untuk melakukan berbagai aktivitas ini sangat
diperlukan baik bagi pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar.
Pengembangan otot-otot kecil ini terutama diperlukan anak untuk menguasai
keterampilan-keterampilan dasar akademik, seperti belajar menggambar dan menulis.
Anak masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk dan berdiam diri, menurut Berg

14
(Solehuddin: 2000) sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia dini sekitar
5 tahun ini untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Gerakan-
gerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi.
Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik dapat
membuatnya bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan-gerakan fisik dapat membantu
anak dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, sama halnya dengan orang
dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami konsep hamper sepenuhnya
tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hand-on
experiences). Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak semakin
berminat dengan teman-temannya. Anak mulai menunjukkan hubungan dan
kemampuan kerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya, biasanya ia
memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Abilitas untuk
memahami pembicaraan dan pandangan orang lain semakin meningkat sehingga
keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan keterampilan
berkomunikasi membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan
orang lain. Sampai di usia ini anak masih memerlukan waktu dan cara yang tidak
terstruktur untuk mempelajari sesuatu serta untuk mengembangkan minat dan
kesadarannya akan bahan-bahan tertulis.

Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai ciri:


Anak-anak prasekolah mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasanya;

1. Mereka menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dan


piawai dalammengolah input dari lingkungannya;
2. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan
berbagai situasi yang bertautanlangsung dengan minat dan pengalamannya;
3. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek,
mereka gandrung mengulangngulang kegiatan atau permainan yang sama;
4. Anak-anak prasekolah ini sangat cocok dengan pola pembelajaran lewat
pengalaman konkret danaktivitas motorik.

Sementara itu, anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki sekolah

1. dasar mereka mempunyai ciri: Kebanyakan anak-anak usia ini masih berada
pada tahap berpikir praoperasional dan cocok belajarmelalui pengalaman
konkret dan dengan orientasi tujuan sesaat;
2. Mereka gandrung menyebut nama-nama benda, medefinisikan kata-kata, dan
mempelajari
benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai anak-anak;
3. Mereka belajar melalui bahasa lisan dan pad tahap ini bahasanya telah
berkembang dengan pesat;
4. Pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan
yang jelas dan intruksispesifik.

15
Seiring dengan pendapat diatas, Snowman (1993) yang dikutip oleh patmonodewo (2000),
anak usia prasekolah atau TK memiliki sejumlah ciri yang dapat dilihat dari aspek fisik,
sosial, emosi dan kognitif.
1. Ciri fisik

a. Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Anak pada usia ini sangat menyukai
kegiatan yang dilakukanatas kemauan sendiri. Kegiatan mereka yang dapat
diamati adalah seperti; suka berlari, memanjat danmelompat.
b. Anak membutuhkan istirahat yang cukup. Dengan adanya sifat aktif, maka
biasanya setelah melakukan
banyak aktivitas anak me-merlukan istirahat walaupun kadangkala kebutuhan
untuk ber-istirahat initidak disadarinya.
c. Otot-otot besar anak usia prasekolah berkembang dari kontrol jari dan tangan.
Dengan demikin anakusia prasekolah belum bisa me-lakukan aktivitas yang
rumit seperti mengikat tali sepatu.Sulit memfokuskan pandangan pada objek-
objek yang kecil ukurannya sehingga koordinasi tangan danmatanya masih
kurang sempurna.
d. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak
masih lunak sehinggaberbahaya jika terjadi benturan keras.
e. Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan lebih terampil dalam
tugas yang bersifat praktis,khususnya dalam tugas motorik halus.
2. Ciri sosial
a. Anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat tetapi sahabat ini cepat
berganti. Penyesuaian diri
mereka berlangsung secara cepat sehingga mudah bergaul. Umumnya mereka
cenderung me-milih teman
yang sama jenis kelaminnya, kemudian pemilihan teman berkembang kejenis
kelamin yang berbeda.
b. Anggota kelompok bermain jumlahnnya kecil dan tidak terorganisir dengan
baik. Oleh karena itu
kelompok tersebut tidak bertahan lama dan cepat berganti-ganti.
c. Anak yang lebih kecil usianya seringkali bermain bersebelahan dengan anak
yang lebih besar usianya.
d. Pola bermain anak usia prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan
kelas sosial dan gender.
e. Perselisihan sering terjadi, tetapi hanya berlangsung sebentar kemudian
hubungannya menjadi baik
kembali. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan
perselisihan.
f. Anak usia prasekolah telah mulai mempunyai kesadaran terhadap perbedaan
jenis kelamin dan peran
sebagai anak laki-laki dan anak perempuan. Dampak kesadaran ini dapat
dilihat dari pilihan ter-hadap
alat-alat permainan.

16
3. Ciri emosional

a. Anak usia praskolah cenderung mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka.
Ciri ini dapat
dilihat dari sikap marah yang sering ditunjukannya.
b. Sikap iri hati pada anak usia prasekolah sering terjadi, sehingga mereka berupaya
untuk mendapatkan
perhatian orang lain secara berebut.

4. Ciri Kognitif

a. Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berrbahasa. Pada umumnya mereka
senang berbicara,
Khususnya dalam kelompoknya.
b. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,
mengagumi, dan kasih
sayang.

Sementara itu, santoso (2000) mengemukakan pula beberapa karaktrestik anak pra
sekolah, yaitu:

(a) suka meniru, (b) ingin mencooba, (c) spotan, (d) jujur, (e) riang, (f) suka
bermain, (g) ingin tahu (suka bertanya), (h) banyak gerak, (i) suka menunjuk akunya, dan
(j) unik. Sebagai indivdu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru
tanpa mempertimbangkan kemampuan yang ada padanya. Hal ini didorong oleh rasa
ingin tahu dan ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang kala muncul secara
spontan. Sikap jujur yang menunjukan kepolosan seorang anak merupakan ciri yang juga
dimiliki oleh anak. Kehidupan yang dirasakan anak tanpa beban menyebabkan anak
selalu tampil riang, anak dapat bergerak dan beraktivitas. Dalam aktifitas ini, anak
cenderung pula menunjukkan sifat akunya, dengan mengakibatkan apa yang dimiliki oleh
teman lain. Akhirnya sifat unik menunjukan bahwa anak merupakan sosok individu yang
kompleks yang memiliki perbedaan dengan individu lainnya. Pemahaman guru tentang
karakteristik anak akan bermanfaat dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang
mendukung perkembangan anak

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Usia Dini

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal
dan merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Faktor-faktor tadi dibagi dalam 2 golongan:
1. Faktor Internal

a. Perbedaan ras/etnik atau bangsa


Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang Eropa, maka tidak mungkin ia
memiliki faktor hereditas ras orang Indonesia atau sebaliknya. Tinggi badan tiap

17
bangsa berlainan, pada umumnya ras orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai
yang lebih panjang daripada ras orang Mongol.
b. Keluarga
Ada kecendrungan keluarga yang tinggi-tinggi dan ada keluarga yang gemuk-
gemuk.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama
kehidupan dan masa remaja
d. Jenis kelamin
Wanita lebih cepat dewasa disbanding anak laki-laki. Pada masa pubertas wanita
umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati
masa pubertas laki-laki akan lebih cepat.
e. Kelainan genetik
Sebagai salah satu contoh: Achondroplasia yang menyebabkan dwarfisme,
sedangkan sindroma marfan terdapat pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan.
f. Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti
sindroma down’s dan sindroma turner’s.

3. Faktor eksternal

a. Faktor Pranatal

1) Gizi. Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi
pertumbuhan janin.
2) Mekanis. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan congenital seperti
club foot.
3) Toksin/zat kimia. Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan
congenital seperti palatoskisis.
4) Endokrin. Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hyperplasia adrenal.
5) Radiasi. Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak,
kelainan congenital mata, kelainan jantung.
6) Infeksi. Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,
Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks), PMS (Penyakit Menular Seksual) serta
penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu
tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung congenital.
7) Kelainan Imunologi. Eritroblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan
darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel darah
merah janin; kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan
akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan
kernicterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.

18
8) Anoksia Embrio. Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9) Psikologis ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental
pada ibu hamil dan sebagainya.

b. Faktor Persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

c. Pasca Natal

1) Gizi. Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit Kronis/kelainan congenital. Tuberculosis, anemia, kelainan jantung bawaan
mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
3) Lingkungan fisis dan kimia. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercury, rokok, dan
sebagainya) mempunyai dampak yang negative terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis. Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami
hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Endokrin. Gangguan hormone misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan
anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisisnesi hormone pertumbuhan akan
menyebabkan anak menjadi kerdil.
6) Sosio-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak
7) Lingkungan pengasuhan. Pada lingkungan pangasuhan, interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
8) Stimulasi. Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan
anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak.

d. Faktor lingkungan
1. Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi dengan
anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan
keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi
anak untuk melalui proses selanjutnya.
2. Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya usia,
anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama. Kondisi teman
sebaya turut menentukan bagaimana anak dalam tumbuh kembangnya.
3. Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan sekolah pada
usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di sekolah besar pengaruhnya
terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik akan mampu berperan secara baik
dengan memberi kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri
sesuai dengan kemampuan yang sesungguhnya.

19
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Anak memiliki suatu ciri khas yang selalu tumbuh dan berkembang
sejak saat konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Pentingnya memahami
karakteristik anak usia dini membuat kita mengetahui bahwa usia dini
merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia,
pengalaman awal pun sangat penting bagi tumbuh kembang anak, dan
perkembangan fisik-psikis mengalami kecepatan yang luar biasa di usia dini.
Mengetahui dan memahami beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi
proses pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat mendeteksi kelainan yang
terjadi dan sesegera mungkin dapat mengatasi permasalahannya.

20
DAFTAR PUSTAKA
Berk, Laura E. (2003). Child Development-sixth edition. USA: Pearson Education, Inc.
Dewantara, Ki Hajar. (1962). Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis Luhur
Persatuan Taman Siswa.

Hadisubrata. (2001). Meningkatkan Intelegensi Anak. Jakarta: Gunung Mulia.


Ikatab Dokter Indonesia. (2002). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: C.V Sagung
Seto.
Jamridafrizal. (tt). Karakteristik Anak Usia TK dan Implikasinya terhadap Pembelajaran.
[Online]. Tersedia:http://www.scribd.com/doc/18120698/ karakteristik-anak-usia-tk-dan-
implikasinya-terhadap-pembelajaran. [10-09-2010]
Masitoh. et al. (2004). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka
Santrock, John W. (2002). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Solehuddin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: P.T
Macanan Jaya Cemerlang.
Zulkifli. (tt). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rosda Karya
(nn).(1991). Psikologi Perkembangan Anak. Semarang: P.T Rineka cipta

21

Вам также может понравиться