Вы находитесь на странице: 1из 165

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN PUYUH

PADA PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA


DESA SITU ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG,
KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

YANUARY DWI PANGESTUTI


H34051472

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
RINGKASAN

YANUARY DWI PANGESTUTI. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan


Puyuh pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan ANITA
RISTIANINGRUM)

Sektor pertanian mempunyai peran yang besar dalam pembentukan nilai


PDB (Produk Domestik Bruto) maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja di
Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi yang cukup besar
yaitu peternakan. Subsektor peternakan juga mampu memberikan kontribusi
pendapatan terhadap sektor pertanian sebesar 12 persen dengan pangsa tenaga
kerja sekitar 30 persen.
Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan kadar gizi masyarakat
menyebabkan permintaan terhadap hasil subsektor peternakan sebagai sumber
protein hewani semakin meningkat pula. Salah satu produk peternakan yang
digemari masyarakat adalah telur. Konsumsi dan permintaan telur sebagai sumber
pemenuhan protein hewani dari tahun ke tahun selalu bertambah. Usaha
peternakan yang cukup prospektif yaitu budidaya puyuh penghasil telur. Telur
puyuh memiliki banyak keunggulan dari segi nilai gizi. Telur puyuh mengandung
protein yang tinggi namun kandungan lemaknya rendah, sehingga baik untuk diet
kolesterol. Selain itu, rasa telur puyuh juga lezat dan dapat disajikan dalam aneka
bentuk masakan.
Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) adalah salah satu peternakan puyuh
yang berlokasi di Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Peternakan ini berdiri pada September 2007, dan saat ini mampu menghasilkan
sekitar 8.500 butir telur puyuh. Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan per hari
oleh PPBT ternyata belum memenuhi semua permintaan pasar. Karena hal
tersebut, PPBT berencana untuk melakukan perluasan usahanya sehingga
produksi telurnya dapat bertambah. Selain mengembangkan skala usaha telur
puyuh, PPBT juga memulai rencana untuk menetaskan sendiri anak puyuh
(DOQ) untuk pembibit dengan tujuan menjaga kontinuitas pemenuhan puyuhnya,
sehingga PPBT membutuhkan investasi yang besar untuk merealisasikan rencana
usahanya tersebut.
Puyuh merupakan jenis unggas yang peka terhadap serangan penyakit.
Serangan penyakit menyebabkan penurunan produktifitas telurnya. Selain itu
komponen biaya pakan adalah biaya yang paling besar dalan pengusahaan puyuh.
Berdasarkan kondisi di atas, maka perlu dilakukan analisis kelayakan pada usaha
puyuh PPBT baik usaha yang sedang dijalani sekarang maupun rencana usaha
pengembangannya serta perlu dilakukan sensitivitas terhadap penurunan produksi
telur dan kenaikan harga pakan. Pada rencana usaha pengembangan juga perlu
dilakukan sensitivitas terhadap kenaikan biaya total usaha, sehingga dapat
diketahui batas maksimal kenaikan biaya total agar pengembangan usaha tersebut
tetap menguntungkan.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kelayakan non finansial usaha
PPBT pada saat ini (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha PPBT pada usaha
puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada rencana perluasan
usaha puyuh petelur dan pembibit, (3) Menganalisis sensitivitas usaha PPBT,
apabila terjadi penurunan produksi telur akibat serangan penyakit dan peningkatan
harga pakan. Pada pola usaha pengembangan PPBT dilakukan pula analisis
sensitivitas jika terjadi kenaikan biaya total usaha.
Analisis data kuantitatif untuk analisis aspek finansial menggunakan
komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi.
Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif
merupakan hasil analisis aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan.
PPBT merupakan peternakan puyuh dengan unit usaha utama berupa telur
puyuh. Selain telur PPBT juga menjual pakan, kotoran, puyuh afkir, serta saat ini
mulai menjual bibit puyuh. PPBT memiliki tiga kandang grower dan layer, satu
kandang starter, serta menggunakan peralatan produksi yang sederhana. sTelur
produksi PPBT sebagian besar dijual ke pedagang pengecer, dan beberapa bagian
dijual ke bandar asongan di wilayah Bogor.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar,
teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha peternakan
puyuh yang dijalankan oleh PPBT layak untuk dilaksanakan, karena tidak ada
faktor yang menghambat kegiatan produksi PPBT dari tiap-tiap aspek.
Hasil aspek finansial dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga pola usaha.
Pola usaha I yaitu usaha puyuh petelur dengan populasi 12.000 ekor dihasilkan
nilai NPV Rp 145.175.809,-; Net B/C 1,77; IRR 32 persen dan Payback Period
3,93 tahun atau 3 tahun 11 bulan 5 hari. Pola usaha II yaitu usaha puyuh petelur
dan pembibit pada populasi 12.000 ekor, dengan nilai NPV Rp. 171.209.542,- ;
Net B/C 1,58; IRR 27 persen dan Payback Period 4 tahun 4 bulan 2 hari. Untuk
pola usaha III yaitu pengembangan usaha puyuh petelur dan pembibit pada
populasi 24.000 ekor, diperoleh NPV Rp 800.958.779,- ; Net B/C 3,56; IRR 78
persen dan Payback Period 2 tahun 4 bulan 13 hari.
Hasil analisis finansial menunjukkan ketiga pola usaha puyuh PPBT layak
untuk dijalankan. Berdasarkan perbandingan hasil analisis kelayakan, maka pola
usaha III (pengembangan usaha puyuh petelur dan pembibit) merupakan pola
usaha yang memberikan keuntungan paling besar dibandingkan dengan pola usaha
I dan pola usaha II. Nilai NPV pola usaha III lebih besar dari pola usaha I dan II.
Demikian pula dengan hasil nilai Net B/C dan IRR pada pola usaha III lebih besar
dibandingkan kedua pola yang lainnya. Masa pengembalian biaya investasi
(payback periode) pola usaha III juga lebih cepat dibandingkan pola usaha I dan
II.
Jenis pola usaha yang memiliki tingkat sensitivitas terkecil terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi adalah pola usaha III yaitu usaha
pengembangan puyuh petelur dan pembibit pada populasi puyuh 24.000 ekor
dengan batas maksimal penurunan produksi telur sebesar 12,5335 persen dan
kenaikan harga pakan 15,2893 persen. Menurut perbandingan hasil analisis
switching value, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perubahan jumlah produksi
telur puyuh adalah perubahan yang paling sensitif terhadap kelayakan ketiga pola
usaha apabila dibandingkan dengan perubahan harga pakan. Selain itu pola usaha
III merupakan jenis usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan,
dengan batas maksimal kenaikan biaya usaha sebesar 9,6735317 persen.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN PUYUH
PADA PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA
DESA SITU ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG,
KABUPATEN BOGOR

YANUARY DWI PANGESTUTI


H34051472

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Puyuh pada Peternakan
Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor
Nama : Yanuary Dwi Pangestuti
NRP : H34051472

Disetujui,
Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, MSi


NIP. 19671024 199302 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS


NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus: _____________


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan
Usaha Peternakan Puyuh pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir,
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor” adalah benar-benar hasil karya
sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya tulis ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi
ini.

Bogor, Agustus 2009

Yanuary Dwi Pangestuti


H34051472
RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 1 Januari


1987 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Wibowo
dan Ibu Giwang Wahyuningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 05
Wonosobo pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 1
Wonosobo dan lulus pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan SMU
pada tahun 2005 di SMUN 1 Wonosobo. Pada tahun 2005 juga penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Pada semester 3 atau kenaikan tingkat 2, yaitu pada tahun 2006 penulis masuk ke
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai jurusan
mayor. Selain mengambil mata kuliah mayor, penulis juga mengambil supporting
course di Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama kuliah penulis pernah aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan
kampus seperti menjadi anggota paduan suara IPB (Agria Swara) pada tahun
2005, serta menjadi anggota HIPMA (Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat
Agribisnis). Keanggotaan di organisasi ekstra kampus yang pernah diikuti penulis
diantaranya Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) yaitu pada Ikatan Mahasiswa
Wonosobo (IKAMANOS).
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama orang tua dan
dosen pembimbing skripsi Ibu Anita Ristianingrum, M.Si yang telah membimbing
dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Puyuh pada Peternakan Puyuh
Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor”.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk
penulis dan juga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga
mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di
masa mendatang.

Bogor, Agustus 2009


Yanuary Dwi Pangestuti
UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala


berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau
tunjukkan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam
kesempatan kali ini tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Ibu, atas segala kasih sayang, doa dan dukungan, baik moral
maupun material.
2. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen penguji utama yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
4. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan
Departemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.
5. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis selama kegiatan perkuliahan.
6. Bapak Prastiyo Spt sebagai pemilik Peternakan Puyuh Bintang Tiga, keluarga
besar PPBT, serta Kepala Desa Situ Ilir yang telah memberikan izin
penelitian, bantuan, informasi, dan dukungan selama penulis melakukan
penelitian.
7. Kakakku Tyas Puji Murti atas doa dan dukungannya, serta kepada Candra
Andrianto atas perhatian, doa, dan semangat yang telah diberikan kepada
penulis.
8. Eka Widhyasmara yang telah membantu dalam pencarian lokasi penelitian
serta bantuan masukan dan saran kepada penulis.
9. Tiara Saqina dan Mada Pradana yang telah bersama-sama dalam pelaksanaan
bimbingan skripsi serta atas segala bantuan masukan kepada penulis.
10. Nurul Istiamuji, Marlinda Sari, serta Suci Melani atas bantuan informasi serta
kebersamaan dalam kegiatan penulis di lokasi penelitian.
11. Siti Munawarohtul yang bersedia menjadi pembahas seminar, Zulvan Khaidar
atas bantuannya pada pelaksanaan seminar, serta Roch Ika atas diskusi,
masukan dan saran terhadap skripsi penulis.
12. Shinta, Ria, Ana, Aqsa, Desi, Rahmat, Ratna SS, Dian L dan seluruh teman-
teman AGB 42’ lainnya yang telah mengisi hari-hari penulis selama 4 tahun
serta teman satu kelompok Gladikarya di Garut.
13. Ani, Luthfi, Mba Dian, Bunda Karlin, Mba Rere serta penghuni Pondok Jaika
A lainnya atas keceriaan dan kebersamaan di setiap waktu dengan penulis.
14. IPB atas bantuan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang telah
diberikan kepada penulis selama 2,5 tahun terakhir.
15. Bu Ida, Pak Yusuf dan Mba Dian yang telah membantu dalam hal kelancaran
kegiatan administrasi serta dalam kegiatan seminar maupun sidang.
16. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun tidak
menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang
telah diberikan kepada penulis.

Bogor, Agustus 2009


Yanuary Dwi Pangestuti
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 5
1.3. Tujuan ..................................................................................... 9
1.4. Kegunaan ................................................................................ 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 11
2.1. Puyuh dan Kerabatnya ............................................................ 11
2.2. Ciri-ciri Morfologi Burung Puyuh .......................................... 11
2.3. Teknik Budidaya ..................................................................... 12
2.2.1 Pemerolehan Bibit Puyuh (DOQ) ................................ 12
2.2.2 Tata Laksana Perawatan .............................................. 13
2.2.3 Pakan ............................................................................ 18
2.2.4 Kandang ....................................................................... 20
2.2.5 Penyakit pada Puyuh .................................................... 22
2.4. Telur Puyuh ............................................................................. 23
2.5. Penelitian Terdahulu ............................................................... 23
2.6. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ................................. 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 28
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 28
3.1.1 Analisis Kelayakan Proyek .......................................... 28
3.1.2 Analisis Finansial ......................................................... 31
3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ................. 35
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................... 35
IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 39
4.1. Lokasi dan Waktu ................................................................... 39
4.2. Data dan Instrumentasi ........................................................... 39
4.3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 39
4.4. Metode Pengolahan Data ........................................................ 40
4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ....................................... 40
4.4.2 Metode Penyusutan ...................................................... 43
4.4.3 Analisis Switching Value ............................................. 43
4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan ............................................... 44
V. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN ....................................... 46
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................... 46
5.2. Keragaan Usaha Puyuh pada PPBT ........................................ 47
5.2.1 Profil Perusahaan ......................................................... 47
5.2.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan .............................. 49
5.2.3 Struktur Organisasi ...................................................... 49

xi
5.2.4 Kebutuhan Tenaga Kerja ............................................. 51
5.2.5 Jenis dan Perkembangan Usaha ................................... 52
5.2.6 Pengadaan Bahan Baku ................................................ 53
5.2.7 Lay Out ......................................................................... 54
5.2.8 Proses Produksi ............................................................ 55
5.2.9 Pemasaran .................................................................... 62
VI. ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL ..................................... 66
6.1. Pola Usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga .......................... 66
6.2. Aspek Pasar ............................................................................... 66
6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Puyuh Petelur PPBT ............... 66
6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Puyuh Pembibit PPBT ............ 68
6.3. Aspek Teknis .......................................................................... 70
6.3.1 Lokasi Usaha ................................................................ 70
6.3.2 Teknologi ..................................................................... 72
6.3.3 Keterampilan ................................................................ 72
6.4. Aspek Manajemen .................................................................. 72
6.5. Aspek Hukum ......................................................................... 73
6.5.1 Bentuk Badan Usaha .................................................... 73
6.5.2 Izin Usaha .................................................................... 74
6.6. Aspek Sosial dan Lingkungan ................................................. 74
VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL .................................. 76
7.1. Analisis Kelayakan Finansial Pola I ....................................... 76
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) ............................................ 76
7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ........................................ 79
7.1.3 Analisis Kelayakan Finansial ....................................... 84
7.1.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ................. 85
7.2. Analisis Kelayakan Finansial Pola II ...................................... 86
7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) .......................................... 87
7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ........................................ 91
7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial ....................................... 98
7.2.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ................. 99
7.3. Analisis Kelayakan Finansial Pola III ..................................... 100
7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) .......................................... 100
7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ........................................ 104
7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial ....................................... 111
7.2.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ................. 112
7.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial
Ketiga Pola Usaha ................................................................... 113
7.5. Perbandingan Hasil Switching Value
Ketiga Pola Usaha ................................................................... 114
VIII.KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 116
8.1. Kesimpulan ............................................................................. 116
8.2. Saran ....................................................................................... 117
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 119
LAMPIRAN ......................................................................................... 121

xii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008 ........ 1
2. Konsumsi Hasil Ternak Perkapita Produk
Peternakan Tahun 2006-2007 ................................................... 2
3. Konsumsi Telur Penduduk Indonesia
Menurut Kelompok PengeluaranTahun 2007 ........................... 3
4. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak
Telur Unggas per Butir .............................................................. 4
5. Kemampuan Produksi Beberapa Macam Unggas ..................... 4
6. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur .................................. 19
7. Komposisi Penduduk Desa Situ Ilir
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 .................. 46
8. Data Tenaga Kerja dalam Pengusahaan
Puyuh di PPBT Tahun 2009 ...................................................... 52
9. Proses Pemeliharaan Puyuh Petelur
di PPBT Tahun 2009 ................................................................. 58
10. Program Kesehatan Puyuh Petelur
di PPBT Tahun 2009 ................................................................. 60
11. Data Permintaan dan Penawaran
Telur Puyuh PPBT Tahun 2009 .................................................. 68
12. Data Permintaan dan Penawaran
Puyuh Pembibit PPBT Tahun 2008 .......................................... 69
13. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Telur Puyuh PPBT Pola I ......................................................... 77
14. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Puyuh Afkir PPBT Pola I .......................................................... 78
15. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Kotoran Puyuh PPBT Pola I ...................................................... 78
16. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pola I ..................................... 79
17. Biaya Investasi pada Pola I ....................................................... 81
18. Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha I ........................................ 81
19. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha I ................................ 82
20. Biaya Variabel Pola Usaha I pada Tahun ke-1 ........................... 83
21. Biaya Variabel Pola Usaha I pada
Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7 ................................................... 84

xiii
22. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ....................................... 84
23. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I ............................ 85
24. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Telur Puyuh PPBT Pola II ......................................................... 88
25. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Puyuh Pembibit PPBT Pola II ................................................... 88
26. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Puyuh Pejantan PPBT Pola II ................................................... 89
27. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Puyuh Afkir PPBT pada Pola II ................................................ 90
28. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Kotoran Puyuh PPBT Pola II ................................................... 90
29. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola II ......................... 91
30. Biaya Investasi pada Pola Usaha II ........................................... 94
31. Biaya Reinvestasi PPBT pada Pola Usaha II ............................ 95
32. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha II ............................... 96
33. Biaya Variabel Tahun ke-1 pada Pola Usaha II ....................... 97
34. Biaya Variabel Pola Usaha II pada
Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7 ................................................. 98
35. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II ...................................... 98
36. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II .......................... 99
37. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Telur Puyuh PPBT pada Pola III ............................................... 101
38. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Puyuh Pembibit PPBT Pola III ................................................. 101
39. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Puyuh Pejantan PPBT Pola III .................................................. 102
40. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Puyuh Afkir PPBT pada Pola III ............................................... 103
41. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan
Kotoran Puyuh PPBT Pola III .................................................. 103
42. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola III ....................... 104
43. Biaya Investasi pada Pola Usaha III .......................................... 107
44. Biaya Reinvestasi PPBT pada Pola Usaha III ........................... 108
45. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha III ............................. 109
46. Biaya Variabel Tahun ke-1 pada Pola Usaha III ...................... 110

xiv
47. Biaya Variabel Pola Usaha III pada
Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7 ................................................. 111
48. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III .................................... 111
49. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III ......................... 112
50. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial
Ketiga Pola Usaha ..................................................................... 113
51. Perbandingan Hasil Switching Value
Ketiga Pola Usaha ..................................................................... 114

xv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ..................................... 38
2. Struktur Organisasi Perusahaan PPBT ...................................... 50
3. Alur Proses Pemeliharaan Puyuh Petelur PPBT ....................... 57
4. Alur Proses Pengambilan Telur Puyuh PPBT .......................... 59
5. Alur Proses Pengambilan Telur Puyuh Pembibit di PPBT ...... 62
6. Skema Rantai Pemasaran Telur Puyuh di PPBT ....................... 64

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Pola Budidaya Puyuh Petelur PPBT ......................................... 122
2. Pola Budidaya Puyuh Petelur dan Pembibit PPBT ................... 123
3. Laporan Laba Rugi Pola I ......................................................... 124
4. Laporan Laba Rugi Pola II ........................................................ 125
5. Laporan Laba Rugi Pola III ....................................................... 126
6. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola I ............................. 128
7. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola II ............................ 130
8. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola III ........................... 132
9. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh
pada Pola I Sebesar 3,9894449% ............................................. 134
10. Switching Value Kenaikan Harga Pakan
pada Pola I Sebesar 5,551397% ............................................... 136
11. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh
pada Pola II Sebesar 5,34089% ................................................ 138
12. Switching Value Kenaikan Harga Pakan
pada Pola II Sebesar 5,44529% ................................................ 140
13. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh
pada Pola III Sebesar 12,5335% .............................................. 142
14. Switching Value Kenaikan Harga Pakan
pada Pola III Sebesar 15,2893% .............................................. 144
15. Switching Value Kenaikan Total Biaya
pada Pola III Sebesar 9,6735317 % ......................................... 146
16. Dokumentasi pada Lokasi Penelitian di PPBT ......................... 148

xvii
I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting dalam
perekonomian Indonesia. Sektor ini mempunyai peran yang besar dalam
pembentukan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) maupun dalam hal penyerapan
tenaga kerja. Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan nilai PDB negara
pada tahun 2008 menempati posisi ketiga setelah sektor industri pengolahan serta
sektor perdagangan, hotel dan restoran (Tabel 1). Selain itu, peranan sektor
pertanian terhadap pembentukan struktur PDB pada tahun 2007 sampai 2008
mengalami kenaikan dari 13,7 persen menjadi 14,4 persen (BPS, 2008).

Tabel 1. Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008.


Atas Dasar Harga Atas Dasar Harga
Lapangan Usaha Berlaku Konstan 2000
(Triliun Rupiah) (Triliun Rupiah)
2007 2008 2007 2008
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan 541,6 713,3 271,4 284,3
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 441,0 543,4 171,4 172,3
Industri Pengolahan 1.068,7 1.380,7 538,1 557,8
Konstruksi 34,7 40,8 13,5 15,0
Listrik, Gas dan Air Bersih 305,2 419,3 121,9 130,8
Perdagangan, Hotel dan Restoran 589,3 692,1 338,8 363,3
Pengangkutan dan Komunikasi 264,3 312,5 142,3 166,1
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 305,2 368,1 183,7 198,8
Jasa-Jasa 399,3 483,8 182,0 193,7
Produk Domestik Bruto (PDB) 3949,3 4954,0 1963,1 2082,1
PDB Tanpa Migas 3532,8 4426,4 1820,5 1939,3
Sumber : BPS, 2009

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian mempunyai peranan


yang sangat strategis. Berdasarkan Survei Angkatan kerja Nasional
(SAKERNAS), dari sekitar 102,3 juta jiwa penduduk yang bekerja pada tahun
2008, sekitar 41,06 persen (42 juta jiwa) diantaranya bekerja di sektor pertanian
(BPS, 2008).
Salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi yang cukup besar
yaitu peternakan. Potensi pengembangan komoditas peternakan yang masih cukup
besar merupakan alasan utama untuk menjadikan sub sektor peternakan sebagai

1
salah satu sumber pertumbuhan ekonomi bagi sektor pertanian saat ini. Subsektor
peternakan juga mampu memberikan kontribusi pendapatan terhadap sektor
pertanian sebesar 12 persen dengan pangsa tenaga kerja sekitar 30 persen1.
Pengaruh subsektor peternakan yang besar terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia tidak terlepas dari fungsi dasar subsektor peternakan sendiri dalam
pemenuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia, terutama pemenuhan
kebutuhan protein hewani. Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan kadar
gizi masyarakat menyebabkan permintaan terhadap hasil subsektor peternakan
sebagai sumber protein hewani semakin meningkat pula (Tabel 2).

Tabel 2. Konsumsi Hasil Ternak Perkapita Produk Peternakan Tahun 2006-2007


(kg/perkapita/tahun)
No Jenis Tahun Pertumbuhan dari tahun
2006 2007 2006 s/d 2007 (%)
1 Daging 4,13 5,13 19,5
2 Telur 5,66 6,78 16,52
3 Susu 10,47 3,13 -53,97
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2007

Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa konsumsi telur


masyarakat Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berarti
permintaan telur sebagai sumber pemenuhan protein hewani selalu bertambah dan
membuka peluang bagi pengusaha peternakan petelur untuk mengembangkan
usahanya. Salah satu usaha peternakan petelur yang cukup prospektif yaitu
budidaya peternakan burung puyuh untuk menghasilkan telur. Alasan lain yang
mendasari hal tersebut yaitu masyarakat ternyata menggemari telur puyuh
dibuktikan dengan pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia terhadap telur
puyuh cukup besar. Golongan masyarakat yang paling menggemari telur puyuh
yaitu masyarakat pada golongan menengah ke atas. Masyarakat pada kalangan ini
memiliki penghasilan cukup besar yaitu diatas Rp 500.000,- (BPS, 2007). Oleh
karena itu, segmentasi pasar telur puyuh sendiri sudah jelas yaitu masyarakat
kalangan menengah hingga kalangan atas. Keterangan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.

1
http://www.kompas.com.Peternakan Sumber Pertumbuhan Baru di Jabar.26 April 2009.

2
Tabel 3. Konsumsi Telur Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Pengeluaran
Tahun 2007
Jenis Satuan Golongan pengeluaran per Kapita Sebulan (Ribu Rata-rata
makanan Rupiah) perkapita
Kurang 100- 200- 500- Lebih
dari 199,99 499,99 999,99 dari
100 1.000
Telur ayam ras Kg 0,020 0,113 0,258 0,397 0,219 0,117
Telur ayam Butir 0,053 0,144 0,194 0,307 0,186 0,098
kampung /unit

Telur itik Butir 0,009 0,067 0,126 0,191 0,091 0,058


/unit

Telur puyuh Butir 0,011 0,03 0,169 0,446 0,322 0,088


/unit

Telur lainnya Butir 0,000 0,001 0,002 0,002 0,005 0,001


/unit
Telur asin Butir 0,002 0,017 0,074 0,154 0,106 0,035
/unit

Sumber : BPS, 2007

Ternak burung puyuh sebagai penghasil telur ini dapat dijadikan alternatif
untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Selain itu harga telur
burung puyuh cukup bersaing dengan telur ayam maupun unggas lain. Pada saat
ini (tahun 2009), harga telur ayam ras adalah Rp 875,- per butir. Harga telur ayam
buras yaitu Rp 1.500,- per butir. Bobot telur ayam ras sekitar 50 gram dan bobot
telur ayam buras sekitar 43 gram. Bobot telur puyuh yaitu 10 gram. Harga telur
puyuh per butir saat ini yaitu Rp 200,- (survei di Pasar Anyar dan Pasar Bogor).
Setelah dikonversikan antara perbandingan berat telur ayam ras dan buras dengan
puyuh, harga telur puyuh sedikit lebih mahal dari telur ayam ras, selisih harganya
yaitu sekitar Rp 125,- per seperempat kilogram. Namun jika dibandingkan dengan
telur ayam buras, harga telur puyuh jauh lebih murah dengan selisih harga
Rp 700,- per butir. Adapun selisih harga antara telur ayam ras dengan puyuh
mampu tergantikan dengan kelebihan-kelebihan lain pada telur puyuh. Telur
puyuh mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Telur puyuh juga sangat baik
untuk diet kolesterol karena dapat mengurangi terjadinya penimbunan lemak,
terutama di jantung, sedangkan kebutuhan proteinnya tetap mencukupi. Selain itu,
rasa telur puyuh juga lezat dan dapat disajikan dalam aneka bentuk masakan.

3
Kandungan susunan protein dan lemak telur puyuh dibandingkan dengan telur
ternak unggas lain dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak Telur Unggas per Butir
Jenis Unggas Protein Lemak Karbohidrat Abu
(%) (%) (%) (%)
Ayam Ras 12,7 11,3 0,9 1,0
Ayam Buras 13,4 10,3 0,9 1,0
Itik 13,3 14,5 0,7 1,1
Angsa 13,9 13,3 1,5 1,1
Merpati 13,8 12,0 0,8 0,9
Kalkun 13,1 11,8 1,7 1,8
Puyuh 13,1 11,1 1,0 1,1
Sumber : Woodard,et al, 1973 dan Sastry, et al. diacu dalam Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Kemampuan tumbuh dan berkembang biak puyuh sangat cepat. Puyuh


betina sudah mampu bertelur kurang lebih pada umur 41 hari dan dalam setahun
dapat menghasilkan tiga sampai empat keturunan. Dibandingkan unggas lainnya,
produksi telur burung puyuh menempati urutan pertama. Pada masa bertelur
dalam satu tahunnya dapat menghasilkan 130-300 butir telur, yaitu dalam periode
mengeram selama 12-20 hari dengan bobot telur rata-rata 10 gram, keterangan ini
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kemampuan Produksi Beberapa Macam Unggas


Jenis Unggas Rata-rata Mengeram Produksi Telur
(hari) Maksimum per Tahun
(butir)
Ayam Petelur 10 – 14 300 – 360
Ayam Broiler 10 – 14 190 -200
Itik 14 – 20 250 -310
Bebek 14 – 20 120
Kalkun 15 – 20 220
Angsa 12 – 15 100
Puyuh 12 – 20 130 – 300
Merpati 2 50
Sumber : Campbell and Lasley diacu dalam Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Selain telurnya produk yang dapat dimanfaatkan dari puyuh yaitu daging,
kotoran, dan bulu. Daging puyuh sekarang ini tidak kalah dengan daging ternak
lainnya. Daging puyuh mengandung 21,1 persen protein dan lemak hanya 7,7
persen saja. Daging puyuh umumnya diambil dari puyuh yang sudah afkir yaitu
puyuh betina yang kemampuan bertelurnya sudah menurun atau puyuh jantan

4
yang tidak terpilih sebagai pejantan. Kotoran puyuh baunya lebih menyengat
dibandingkan kotoran ayam atau unggas lainnya, apalagi bila puyuh diberi pakan
berkadar protein tinggi. Akan tetapi kotorannya itu masih dapat dimanfaatkan
untuk dibuat pupuk. Pupuk dari kotoran puyuh sangat baik untuk tanaman sayur
maupun tanaman hias dan juga dapat digunakan dalam campuran bahan pakan
(konsentrat) untuk ternak besar. Pemanfaatan bulu burung puyuh biasanya untuk
campuran bahan pakan ternak besar, karena bulu memiliki potensi sebagai sumber
protein hewani dan mineral serta kaya akan asam amino esensial. Energi
metabolismenya mencapai 3.047 kkkl/kg, sedangkan protein kasarnya mencapai
86,5 persen, tetapi pemanfaatan bulu sebagai pakan ternak harus melalui suatu
pengolahan terlebih dahulu, tidak hanya dikeringkan dan digiling saja, bulu harus
dihidrolisa atau dimasak terlebih dahulu. Kelebihan lain dari beternak burung
puyuh secara ekonomis yaitu ukuran tubuh burung puyuh yang relatif kecil,
sehingga menguntungkan peternak karena dapat memelihara puyuh dalam jumlah
yang besar pada lahan yang tidak terlalu luas (Listiyowati dan Roospitasari,
2005).
Banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha ternak puyuh
ternyata belum mampu mendorong para pengusaha untuk mengembangkan
peternakan puyuh. Menurut Abidin (2002), sedikitnya peminat akan
pengembangan usaha peternakan puyuh dikarenakan besarnya resiko kematian
unggas, namun hal ini tidak akan menjadi masalah apabila peternak memahami
cara budidaya dan pemeliharaan puyuh dengan benar. Bahkan hal ini dapat
membuka peluang yang besar bagi pengusaha untuk dapat memenuhi permintaan
pasar yang semakin bertambah. Dengan demikian, suatu analisis kelayakan
terhadap peternakan puyuh menjadi penting untuk dilakukan agar dapat diketahui
secara jelas prospek ke depan bagi pengembangan usaha peternakan puyuh
walaupun resiko usaha yang dihadapi cukup besar.

1.2. Perumusan Masalah


Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk
pengembangan sektor pertanian secara umum termasuk subsektor peternakan.
Masih banyaknya lahan yang kosong serta suhu yang tidak terlalu panas sangat
mendukung pertumbuhan subsektor peternakan terutama unggas. Berdasarkan

5
data dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor tahun 2007 diketahui bahwa jenis
ternak ayam ras pedaging mempunyai proporsi terbesar dengan jumlah populasi
12.756.300 ekor, disusul dengan ternak ayam ras petelur dengan jumlah populasi
3.791.836 ekor.
Jumlah populasi puyuh di Kabupaten Bogor pada tahun 2006 masih sedikit
yaitu hanya 4.000 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Bogor). Permintaan akan
telur puyuh di pasar cukup banyak, yaitu sekitar 140.000 butir per minggu
sedangkan pasokan telur hanya sekitar 120.000 butir per minggu, sehingga
pemenuhan akan telur puyuh masih kurang sekitar 14,28 persen (wawancara di
Pasar Bogor). Pengiriman telur puyuh yang diterima pedagang di pasar sebagian
besar berasal dari Sukabumi, Jawa Tengah, serta dari Jawa Timur. Melihat kondisi
permintaan serta penawaran yang ada di pasar tersebut, maka terdapat peluang
pasar yang besar bagi para pengusaha untuk mengembangkan peternakan puyuh
di Kabupaten Bogor.
Salah satu perusahaan yang menjalankan bisnis peternakan puyuh di
Kabupaten Bogor yaitu Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT). Unit bisnis
utama dari perusahaan PPBT yaitu budidaya puyuh untuk dijual telurnya (puyuh
petelur). Unit bisnis kedua yang diusahakan yaitu pakan puyuh. Selain itu afkiran
dan kotoran puyuh juga dijual walaupun hanya sebagai penerimaan sampingan,
serta saat ini PPBT juga baru mencoba menjual puyuh pembibitnya. Saat ini
PPBT masih menjual produk telurnya ke pasar-pasar di wilayah Bogor dan belum
memasarkan telur ke luar Kota Bogor.
Meskipun baru didirikan pada bulan September 2007 namun PPBT telah
mampu menghasilkan telur puyuh layak jual sebanyak 8.500 butir per hari dari
12.000 ekor puyuh secara keseluruhan. Berdasarkan jumlah puyuh yang
diternakkan maka PPBT dapat dikategorikan ke dalam skala usaha besar karena
jumlah puyuh yang dipelihara lebih dari 8.000 ekor (Listiyowati dan Roospitasari,
2005).
Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan per hari oleh PPBT ternyata
belum memenuhi semua permintaan pasar. Berdasarkan wawancara dengan
pemilik serta pengelola PPBT permintaan dari seluruh para pelanggan PPBT
terhadap telur puyuh PPBT sebanyak 30.000 butir per hari, namun pemenuhan

6
permintaan telur puyuh oleh PPBT hanya masih sekitar 30 persen yaitu 8.500
butir per hari. Oleh karena itu paling tidak PPBT harus menambah produksi
sebanyak 21.500 butir telur per hari agar dapat mengambil peluang pasar dan
memperoleh keuntungan yang lebih besar
Pencapaian target produksi telur puyuh PPBT tersebut dapat terwujudkan
apabila disertai dengan perluasan kandang. Selain mengembangkan skala usaha
telur puyuh, PPBT juga memulai rencana untuk membibitkan sendiri Day old
quail (DOQ) dengan tujuan mengurangi ketidakpastian pasokan DOQ akibat
serangan penyakit pada pemasok bibit puyuh. Investasi yang diperlukan untuk
membuat kandang baru baik untuk puyuh petelur maupun puyuh pembibit relatif
besar. Biaya yang besar diperlukan tidak hanya untuk membuat bangunan serta
kandang baru, namun juga untuk usaha membuat mesin tetas baru dan untuk
perlengkapan lain terutama pakan puyuh.
Manajemen yang dilakukan oleh pemilik PPBT masih bersifat sederhana.
Pengelolaan PPBT masih bergantung sepenuhnya pada pemilik. Pemilik
perusahaan PPBT bertindak sebagai pengelola dan pengawas peternakan, serta
produksi pakan. Pemilik juga memiliki wewenang untuk mengambil setiap
keputusan baik yang bersifat operasional maupun non operasional. Pembukuan
keuangan yang dilakukan pada perusahaan masih sederhana dan sampai saat ini
belum dilakukan analisis kelayakannya, baik secara finansial maupun non
finansial.
Berdasarkan kondisi di atas, maka perlu dilakukan analisis kelayakan pada
usaha telur puyuh PPBT baik usaha yang sedang dijalani sekarang maupun
rencana usaha pengembangannya. Analisis kelayakan ini dilakukan untuk
mengetahui apakah usaha puyuh tersebut layak jika dilihat dari aspek non
finansial dan aspek finansial. Untuk mengetahui informasi kelayakan usaha dari
bisnis ini diperlukan analisis berbagai aspek seperti aspek pasar, teknis,
manajemen, hukum, dan sosial.
Puyuh termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit tertentu.
Selain menimbulkan kematian, penyakit yang menyerang unggas ini dapat
meningkatkan morbiditas (tingkat kesulitan hidup pada individu atau kelompok
ternak). Penyakit yang paling ditakuti oleh peternak puyuh yaitu tetelo (Newcastle

7
Disease) karena dapat menyebabkan kematian puyuh sebesar 100 persen
(Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Selain tetelo masih banyak penyakit lain
yang dapat menyerang puyuh. Puyuh yang terserang penyakit, produktivitasnya
akan menurun sehingga telur yang dihasilkan pun akan berkurang. Jumlah telur
yang menurun akan menurunkan penerimaan perusahaan dan mengurangi laba.
Berdasarkan pengalaman perusahaan, ternak puyuh PPBT sempat terkena
penyakit tetelo yang menyebabkan kematian 100 persen populasi puyuhnya yaitu
sekitar 5.000 ekor sehingga PPBT harus memulai usahanya dari awal kembali.
Disamping produksi telur, hal lain yang perlu diperhatikan yaitu kenaikan harga
pakan dan DOQ (puyuh anakan). Kenaikan harga pakan disebabkan karena harga
jagung yang berfluktuasi akibat mahalnya harga pupuk serta mahalnya bahan
komponen lain terutama konsentrat pakan. Apabila harga pakan naik maka biaya
yang ditanggung oleh perusahaan akan lebih besar, karena pakan membutuhkan
sekitar 70 persen dari biaya keseluruhan. Masalah ini akan turut berpengaruh
terhadap laba yang akan diperoleh perusahaan. Kesulitan DOQ dapat terjadi jika
terdapat serangan penyakit pada puyuh pemasok, sehingga pemasok tidak mampu
memenuhi permintaan perusahaan. Hal ini dapat diatasi jika peternak
membibitkan puyuhnya sendiri sehingga tidak menggantungkan diri pada
pemenuhan DOQ dari pemasok. Sedangkan harga telur puyuh PPBT relatif stabil
kecuali jika ada kenaikan bahan input (pakan), sebab supply telur puyuh ke pasar
yang masih rendah. Untuk itu, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas terhadap
penurunan produksi telur akibat serangan penyakit, dan peningkatan harga pakan.
PPBT juga berencana untuk melakukan perluasan usaha dimana biaya yang akan
dikeluarkan PPBT terhadap usaha tersebut akan lebih besar dari sebelumnya,
sehingga perlu juga dilakukan analisis sensitivitas terhadap rencana perluasan
PPBT terhadap kemungkinan kenaikan biaya total usaha baru PPBT.
Berdasarkan hal di atas, maka beberapa masalah yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga saat ini bila
dikaji dalam aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial
lingkungan?

8
2. Bagaimana kelayakan finansial Peternakan Puyuh Bintang Tiga, baik pada
usaha puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada
rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit?
3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) dari usaha Peternakan puyuh
Bintang Tiga (PPBT) apabila terjadi penurunan produksi telur akibat
serangan penyakit dan peningkatan harga pakan? Bagaimana tingkat
kepekaan pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT
jika terjadi peningkatan biaya total?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga saat ini,
jika dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial
lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga
pada usaha puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada
rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit.
3. Menganalisis kepekaan kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga
(PPBT) bila terjadi penurunan produksi telur akibat serangan penyakit dan
peningkatan harga pakan, serta peningkatan biaya total pada rencana
perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT

1.4. Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta masukan
yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :
1. Bagi perusahaan PPBT, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan
dan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan
operasionalnya dan dalam membuat rencana pengembangan usaha
selanjutnya. PPBT juga dapat mempersiapkan tindakan-tindakan
pencegahan terhadap kemungkinan kerugian yang dapat terjadi terutama
pada rencana perluasan usahanya.

9
2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan merupakan bentuk
aplikasi ilmu yang telah diberikan di bangku perkuliahan.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi
atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi peternakan puyuh,
serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penulisan
selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.
4. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan
dalam pengambilan kebijakan dalam bantuan peminjaman modal serta
perhatian lain yang dibutuhkan para peternak puyuh.

10
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puyuh dan Kerabatnya


Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran
tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut pula
Gemak, merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat
pada tahun 1870. Burung puyuh terus dikembangkan ke seluruh penjuru dunia,
sedangkan di Indonesia burung puyuh mulai dikenal dan diternakkan semenjak
akhir tahun 1979 (Progressio, 2003).
Menurut Pappas (2002). Klasifikasi burung puyuh adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Galiformes
Famili : Phasianida
Sub Famili : Phasianinae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix coturnix japonica

2.2. Ciri-Ciri Morfologi Burung Puyuh


Menurut Listiyowati dan Roospitasari , 2005, baru beberapa jenis puyuh
yang dikenal serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Sebenarnya,
banyak jenis puyuh yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun,
tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan.
Beberapa jenis diantaranya mempunyai warna bulu yang indah sehingga banyak
dipelihara sebagai burung hias, tetapi produksi telurnya rendah. Bagi yang
berminat untuk menikmati keindahan warna bulu dan suaranya, puyuh seperti ini
sangat tepat. Sementara bagi peternak yang menghendaki produksi telur tentu
memilih puyuh yang lazim diternakkan seperti Coturnix coturnix japonica.
Puyuh ini termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes.
Dibandingkan dengan jenis puyuh lainnya, C. japonica mampu menghasilkan
telur sebanyak 130-300 butir per ekor selama setahun. Puyuh betinanya mulai
bertelur pada umur 35 hari. Tak heran bila puyuh ini lebih diprioritaskan untuk

11
diternakkan. Kelebihan lain terletak pada suaranya yang cukup keras dan agak
berirama. Oleh sebab itulah puyuh ini banyak dipelihara sebagai song birds
(burung ocehan/klangenan, Jawa).
C. japonica biasa ditemukan di hutan belantara. Hidupnya sering
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Sifat-sifat tertentu dari
Coturnix seperti kemampuannya menghasilkan 3-4 generasi per tahun menarik
perhatian peternak.
Ciri-ciri jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang
berwarna cokelat muda. Puyuh pejantan muda mulai bersuara/berkicau pada umur
5-6 minggu. Selama musim kawin normal, jantan Coturnix akan berkicau setiap
malam.
Sementara pada puyuh betina, warna tubuhnya mirip puyuh jantan, kecuali
bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas yang warna cokelatnya lebih terang
serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar
dibandingkan dengan jantan. Telur Coturnix berwarna cokelat tua, biru, putih
dengan bintik-bintik hitam, coklat, dan biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2005).

2.3. Teknik Budidaya

2.2.1. Pemerolehan Bibit Puyuh (DOQ)


Menurut Abidin (2002) ada beberapa cara memperoleh DOQ (day old
quail) atau puyuh umur sehari, yakni membeli dari pembibit, membeli telur puyuh
untuk ditetaskan sendiri, dan memelihara bibit puyuh.
a. Membeli DOQ dari Pembibit
Membeli DOQ dari pembibit merupakan langkah yang paling mudah karena
peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya
sendiri. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membeli DOQ tidak semudah
membeli DOC ayam ras. Calon peternak harus mengetahui sentra-sentra
peternakan puyuh di wilayahnya. Sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki kualitas
yang cukup baik. Dalam arti proses pembibitannya cukup terarah, misalnya
dengan proses pemilihan telur tetas (berat standar 10,5 gram), kerabang tidak
cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik. Beberapa
hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh pembibit skala kecil. Di samping itu,
ada baiknya pula membeli DOQ yang sudah divaksinasi.

12
b. Membeli Telur Puyuh Tetas dan Menetaskan Sendiri
Dari segi biaya, upaya memperoleh DOQ dengan menetaskan telur tetas sendiri
mungkin lebih murah, dengan catatan daya tetas telur cukup tinggi. Patut
disayangkan,tidak ada perusahaan pembibitan yang menjual telur tetas dengan
jaminan daya tetas tinggi. Ini merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi
oleh calon peternak yang akan mencoba menetaskan telur puyuh sendiri. Kendala
lainnya adalah sulitnya memperoleh telur tetas yang bermutu baik dan rendahnya
ketrampilan peternak dalam mengelola mesin tetas.
c. Memelihara Bibit Puyuh
Memelihara bibit puyuh yang akan diproyeksikan sebagai penghasil DOQ
merupakan langkah paling aman, meskipun dari segi pembiayaan akan
membutuhkan modal yang agak besar. Besarnya biaya mungkin masalah yang
serius, tetapi yang lebih perlu dipikirkan adalah faktor keamanan usaha.

2.2.2. Tata Laksana Perawatan


Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2005), keberhasilan dalam beternak
sangat tergantung dari kemampuan peternak dalam melaksanakan program
pemeliharaan burung puyuh yang diternaknnya. Perawatan puyuh dimulai dari
perawatan saat telur masih berada dalam mesin tetas. Langkah selanjutnya adalah
perawatan saat anakan hingga masa pembesaran sehingga menjadi puyuh bibit,
puyuh petelur, maupun pedaging. Adapun urutan dari budidaya dan perawatan
burung puyuh yaitu :
1. Penetasan Telur
Siklus hidup puyuh relatif pendek. Produksi telurnya 130-300 butir per tahun
dengan bobot rata-rata 10-15 g per butir. Bobot telur merupakan sifat kuantitatif
yang dapat diturunkan. Jadi jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang, serta
besar tubuh induk sangat mempengaruhi bobot telur. Selain itu, sedikitnya protein
ransum menyebabkan kecilnya kuning telur yang terbentuk sehingga
menyebabkan kecilnya telur dan rendahnya daya tetas telur. Bobot telur juga
sangat dipengaruhi oleh masa bertelur. Telur pada produksi pertama pada suatu
siklus berbobot lebih rendah daripada telur berikutnya pada siklus yang sama.
Dengan kata lain, bobot telur semakin bertambah dengan bertambahnya umur

13
induk. Oleh sebab itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar
penetasan berhasil yaitu :
a. Pemilihan telur
Pemilihan telur perlu dilakukan untuk memperoleh telur yang baik,
yaitu telur yang fertil (berisi benih). Ciri-ciri fisik yang dapat dijadikan
patokan dalam memilih telur yang baik untuk bibit diantaranya bukan
berasal dari perkawinan saudara. Telur sebaiknya diambil dari induk
betina berumur 4-10 bulan dan yang dipelihara bersama pejantan dengan
perbandingan 2-3 : 1. Telur tersebut tidak boleh berumur lebih dari 5 hari
karena daya tetasnya akan menurun. Setelah 5 hari penyimpanan, daya
tetasnya akan menurun sebesar 3 persen per hari.
Telur yang dipilih untuk ditetaskan harus berbentuk sempurna,
yaitu bulat/lonjong dan simetris, serta berukuran seragam (sekitar 10-11
gram). Selain itu, kerabang telur harus mulus, tidak terdapat bintil-bintil,
tidak retak atau pecah, serta bercak hitam kelabunya tersebar merata.
Telur berkerabang kuning, cokelat, atau putih polos sebaiknya tidak
dipilih karena kulitnya tebal, tetapi sangat rapuh.
Kerabang telur hendaknya bersih dan tidak ditempeli kotoran.
Kotoran dalam kulit telur dapat menghambat masuknya udara segar yang
berguna bagi pertumbuhan bibit. Kotoran pada telur kotor sebaiknya
dibersihkan dengan dikikir menggunakan silet. Temperatur tempat
penyimpanan telur tetas sebaiknya sekitar 13oC, sedangkan
kelembabannya 75 persen.
b. Mesin tetas
Mesin tetas dapat dibuat dari papan atau triplek (kerangkanya dari
kayu dan dinding dari triplek), bahkan dari dus bekas. Mesin tetas dibuat
dengan ukuran tinggi 40 cm, lebar 80 cm, panjangnya 160 cm. Kotak
sebesar ini dapat menetaskan sekitar 1.000 butir telur puyuh. Mesin
dibuat berpintu depan dengan diberi sedikit kaca agar keadaan telur dapat
diawasi dengan mudah.
Pada prisipnya, konstruksi mesin tetas tergantung selera
pembuatnya. Hal terpenting yang harus dipenuhi yaitu kestabilan suhu di

14
dalamnya terjaga, sumber panas konstan dan normal serta menjangkau
radius panas yang dibutuhkan telur. Selian itu, kelembaban harus
memenuhi dan ventilasinya memadai.
Sumber panas dalam mesin dapat menggunakan lampu listrik,
minyak tanah, atau gas. Bila menggunakan lampu minyak tanah maka
peternak harus sering melihat ke dalam kotak penetasan karena suhu
yang terjadi tidak stabil. Sumber pemanas harus selalu ada selama
penetasan, minimal tidak lama mati. Guncangan suhu akibat nyala dan
matinya listrik dapat menyebabkan kematian benih dalam telur.
Sebagai pengukur suhu, termometer diletakkan sejajar dengan
tempat telur. Suhu dalam mesin tetas harus selalu terjaga dan tidak boleh
turun naik. Apabila suhu berada di bawah ambang batas maka kuning
telur tidak akan terserap maksimal oleh embrio. Jika suhu melebihi
ambang batas maka telur akan cepat menetas sehingga pusar tidak
menutup sempurna dan timbul omphalitis.
Kelembaban udara dalam mesin tetas sekitar 55- 60 persen pada
minggu pertama dan 70 persen pada minggu berikutnya. Bila terlalu
kering, telur tidak akan menetas atau anak puyuh tidak akan mampu
memecahkan kulit telur yang menyelubunginya. Kelembaban udara dapat
diatasi dengan memberikan air yang ditempatkan dalam tempat tertentu
(mangkok, piring, baskom).
c. Penetasan
Penetasan biasanya terjadi pada hari ke-17 sampai ke-19. Proses
penetasan berjalan selama 3 jam. Telur yang tidak menetas setelah 3 jam
dapat disingkirkan karena bila dipaksakan menetas maka kualitas
bibitnya akan rendah dan mudah mati.
d. Perawatan bibit
Setelah menetas, puyuh masih membutuhkan udara hangat yang
stabil, oleh sebab itu puyuh anakan jangan langsung dikeluarkan.
Biarkan puyuh anakan berada dalam mesin tetas selama 10 jam. Setelah
itu, pindahkan puyuh anakan ke dalam kandang indukan. Selama proses

15
tersebut puyuh tidak perlu diberi pakan karena masih mempunyai
persediaan pakan dalam sisa kuning telurnya.
2. Seleksi Puyuh
Untuk memulai usaha peternakan puyuh, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah seleksi bibit. Salah satu seleksi yang dilakukan adalah
menyeleksi asal daerah puyuh induk. Asal daerah dari puyuh jantan dan betina
disarankan berasal dari daerah yang berbeda (misal berbeda provinsi). Selain itu
jangan memilih puyuh yang albino.
Seleksi sebaiknya tidak hanya dilakukan pada masa stater (anakan), namun
juga pada masa grower (remaja), dan menginjak dewasa (siap bertelur)
a. Seleksi masa starter
Seleksi pada periode stater dilakukan saat puyuh berumur 1 hari
sampai 3 minggu. Seleksi meliputi pemilihan anak puyuh (DOQ/ day old
quail). Saat seleksi dilakukan juga vaksinasi dan pemotongan paruh.
Selanjutnya seleksi dilakukan dengan memilih anak puyuh yang besarnya
seragam, sehat, gesit, serta tidak mengalami cacat fisik. Mata puyuh harus
cerah, bersih, tidak terlihat mengantuk dan penyakitan, serta aktif mencari
pakan.
b. Seleksi masa grower
Seleksi selanjutnya dilakukan saat puyuh berumur tiga sampai
enam minggu atau masa remaja (grower). Pada periode ini burung puyuh
yang pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga
diperoleh puyuh berbobot dan berukuran seragam.
Pada saat ini mulai dilakukan pengelompokan kelamin (sexing).
Puyuh jantan yang tidak terpilih sebagai pejantan dalam pembibitan
sebaiknya disingkirkan atau digunakan sebagai puyuh pedaging atau
puyuh potong. Sementara betina yang bagus penampilan dan fisiknya
digunakan sebagai puyuh pembibit atau petelur.
c. Seleksi masa layer
Seleksi terakhir biasanya dilakukan pada masa bertelur (layer),
yaitu saat puyuh berumur lebih dari enam minggu. Puyuh yang dipilih

16
berproduksi tinggi (minimal 75 persen), sehat, tidak berpenyakit, tidak
cacat fisik, dan aktif mencari makan.
3. Vaksinasi
Seperti halnya ayam, puyuh dapat terserang penyakit tetelo. Oleh sebab itu,
puyuh sebaiknya divaksinasi pada umur empat sampai tujuh hari dengan dosis
separuh dari dosis yang diberikan untuk ayam. Vaksinasi dapat dilakukan melalui
tetes mata (intraokuler) atau air minum (per-oral). Pada peternakan skala besar,
vaksinasi melalui air minum lebih efisien baik dari segi waktu maupun tenaga.
Selain melalui tetes mata dan air minum, vaksinasi juga dapat dilakukan
dengan cara spraying, intrakloaka (pengolesan vaksin pada kloaka), intranasal
(penetesan vaksin pada lubang hidung), intramuskuler (penyuntikan vaksin pada
lubang hidung), dan subkutan (penyuntikan vaksin di bawah kulit). Dalam
melakukan vaksin terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Lakukan vaksinasi hanya pada puyuh yang sehat.
b. Pastikan bahwa vaksin telah benar-benar masuk ke dalam tubuh ternak.
c. Berikan vaksin dengan dosis tepat.
d. Lakukan vaksinasi sesingkat mungkin saat udara sejuk, biasanya setelah
pukul 16.00.
e. Jangan menyimpan atau menggunakan kembali sisa vaksin yang telah
diencerkan pada hari berikutnya.
f. Jangan hamburkan vaksin di komplek perumahan.
g. Buang semua botol bekas vaksin yang tidak digunakan lagi.
h. Perhatikan puyuh yang baru divaksin. Bila kedinginan maka berikan
panas tambahan.
4. Pemotongan Paruh
Puyuh termasuk unggas yang mempunyai sifat kanibal. Sifat ini akan timbul
bila peternak kurang memahami tata laksana pemeliharaan yang benar, misalnya
kepadatan populasi puyuh dalam satu kandang berlebihan, kekurangan pakan,
gangguan yang tidak biasa dialami puyuh, serta penanganan yang salah. Hal ini
mengakibatkan puyuh menjadi stress dan muncul sifat kanibalnya.
Untuk mencegah adanya puyuh yang terluka akibat kanibalisme, peternak
sebaiknya melakukan pemotongan paruh. Pemotongan paruh dapat dilakukan

17
pada saat puyuh berumur satu hari. Berdasarkan penelitian Wilson,et al (1975),
pembakaran paruh seperempat bagian memberikan hasil yang baik bagi
pertumbuhan dan efisiensi pakan, penampilan ternak, dan mengurangi
kanibalisme.
Menurut Peni S. Hardjosworo tahun 1999, pemotongan paruh dapat dilakukan
sampai sepertiga bagian yang dilakukan pada umur tidak lebih dari satu minggu.
Pemotongan paruh diulangi kembali ketika puyuh memasuki fase bertelur untuk
mencegah terjadi pematukan terhadap telurnya sendiri.
5. Sexing
Sexing dapat dilakukan saat puyuh berumur satu hari (DOQ), starter, atau pada
masa grower. Bagi peternak yang sudah berpengalaman, Sexing sudah dapat
dilakukan pada umur satu hari dengan melihat warna bulu di atas matanya. Bulu
di atas mata puyuh jantan membentuk garis lengkung berwarna gelap.
Sexing saat starter (dua minggu) dilakukan dengan melihat lubang kloaka.
Bila terdapat tonjolan kecil di bagian atas kloaka berarti puyuh tersebut jantan.
Sementara bila tidak terdapat tonjolan melainkan berbentuk horisontal dengan
hitam kebiru-biruan menandakan bahwa puyuh tersebut betina.
Sexing yang dilakukan pada masa remaja (grower) biasanya dilihat dari bulu
dadanya. Bulu dada puyuh betina berwarna cokelat dengan gradasi aba-abu
cokelat sampai coklat dan bergaris atau berbintik-bintik putih. Selain itu terdapat
bintik-bintik hitam pada dadanya. Sementara pada puyuh jantan, pangkal paruh
sampai dadanya berwarna cokelat kemerahan, sedang dada bagian bawah warna
cokelatnya terlihat lebih muda dari puyuh betina. Selain itu, di dada puyuh jantan
juga tidak terdapat bintik-bintik atau garis hitam putih.
Setelah masa dewasa kelamin (layer), puyuh lebih mudah dibedakan. Puyuh
jantan memiliki benjolan berwarna merah diantara ekor dan anusnya. Sementara
pada puyuh betina, benjolan tersebut tidak ada. Puyuh betina ditandai dengan
kloakanya yang berbentuk horisontal (mendatar) dengan warna kebiru-biruan.

2.2.3. Pakan
Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2005), faktor terpenting dalam
keberhasilan beternak puyuh adalah faktor pakan (nutrisi), disamping faktor

18
manajemen dan bibit. Faktor pakan meliputi cara pemberian dan kebutuhan gizi
menurut tingkatan umurnya.
Selama ini, para peternak masih banyak memberikan ransum ayam ras untuk
puyuh yang diternaknya. Padahal, cara ini dinilai kurang ekonomis. Sebab,
kebutuhan gizi burung puyuh lebih tinggi daripada ayam ras sehingga tidak jarang
puyuh ternaknya menderita gejala defisiensi dan stress. Otomatis pertumbuhan
dan produksi telurnya akan menurun, bahkan sifat kanibalismenya akan muncul.
Pakan puyuh harus mengandung zat protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kekurangan salah satu komponen
pakan tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan
produktivitas.
Burung puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan
dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan puyuh terbagi lagi menjadi dua,
yaitu fase starter (umur 0-3 minggu) dan grower (3-5 minggu). Perbedaan fase
ini beresiko pada pemberian pakan berdasarkan perbedaan kebutuhannya. Pada
Tabel 6 dapat dilihat persentase bahan pakan yang disesuaikan dengan umur
puyuh.

Tabel 6. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur


Bahan Pakan (%) Umur
1 hr-1 mg 1-3 mg 3-5 mg Lebih dari 5 mg
Jagung kuning 42,18 47,6 55,78 52,78 55,78 50,57
Tepung ikan teri 15,27 17,18 16,10 19,11 17,10 14,54
tawar
Bungkil kelapa 9,46 10,64 10,63 11,83 10,63 9,67
Bungkil kedelai 19,28 17,18 6,8 7,99 8,33 16,67
Dedak halus 14,20 6,88 10,00 7,69 2,72 2,54
Kulit merang 0,36 0,41 0,41 0,35 5,19 5,62
Vit mix (premix A) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
*Keterangan : hr= hari, mg= mingggu
Sumber : Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Anak puyuh berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25 % dan energi


metabolis sebesar 2.900 Kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu, kadar pakannya

19
dikurangi menjadi 20 % protein dan 2.600 Kkal/ kg energi metabolis. Namun,
untuk pertumbuhan optimal, pemberian protein yang dianjurkan sebanyak 25 %.
Kebutuhan protein dan energi puyuh dewasa berumur lebih dari 5 minggu
sama dengan puyuh berumur 3-5 minggu. Sementara kebutuhan protein puyuh
untuk pembibitan (sedang bertelur atau dewasa kelamin) sebesar 18-20 %.
Kandungan protein dalam pakan puyuh petelur direkomendasikan 20 %,
sedangkan kandungan protein 25 % membuat puyuh mengalami dewasa kelamin.
Ransum yang diberikan kepada puyuh, selain ransum utama, berupa
konsentrat tepung komplit, puyuh memerlukan pakan tambahan berupa dedaunan
segar. Dedaunan tersebut antara lain daun ubi, singkong, sawi, selada air, bayam,
kangkung, atau tauge. Sebelum diberikan, dedaunan tersebut perlu dicuci bersih
agar bersih dari sisa pestisida. Kemudian dedaunan dicincang halus untuk
mempermudah puyuh menelannya. Dari hasil penelitian, penambahan tepung
daun kacang-kacangan, terutama tepung daun lamtoro sebanyak 5 % dalam
ransum dapat menambah rataan berat telur per butir menjadi 10,44 gram dan
meningkatkan skor warna kuning telur.
Selain komposisi zat pakan dalam ransum, cara pemberian pakan pun
benar-benar diperhatikan. Pada saat tertentu, misalnya cuaca yang sangat panas,
ransum dapat dibasahi dengan air. Dengan bagitu puyuh akan bernafsu untuk
makan. Ransum dapat diberikan dua kali sehari, yaitu pagi dan siang hari.
Pemberian ransum puyuh dewasa atau remaja hanya satu kali, yaitu di pagi hari.
Sementara untuk puyuh anakan dua kali, yaitu pagi dan sore.
Berdasarkan penelitian S.M. Hasan, et al dalam Listiyowati dan
Roospitasari (2005), pemberian pakan pada siang atau sore hari pukul 14.00-22.00
ternyata meningkatkan kesuburan dan produksi telur puyuh, dibanding puyuh
yang diberi makan pada 06.00-14.00. Namun , bobot telur yang dihasilkan tidak
berbeda. Untuk puyuh petelur, pengaturan jadwal makan ini dapat dipraktikkan
agar puyuh lebih banyak bertelur.
2.2.4. Kandang
Menurut Abidin (2002), kandang puyuh harus memperhatikan hal-hal
tertentu untuk memberikan kondisi kandang yang terbaik. Kandang harus
ditempatkan di lokasi yang memenuhi beberapa persyaratan teknis yaitu :

20
1. Jauh dari Permukiman yang Padat
Tujuan dari penempatan kandang yang jauh dari pemukiman yaitu
agar puyuh tidak stress karena kebisingan di lingkungan sekitarnya yang
berakibat terhadap penurunan produksinya. Selain bermanfaat bagi puyuh
agar tidak stress, masyarakat pun tidak terganggu oleh bau yang
ditimbulkan oleh kotoran puyuh.
2. Letak Kandang
Kandang puyuh harus dibangun di tempat yang lebih tinggi,
dengan harapan sirkulasi udaranya cukup baik. Selain ketinggian tempat,
bahan pembuat kandangpun harus diperhatikan. Sebaiknya digunakan
kawat ram atau bambu yang dipasang dengan jarak tertentu, sehingga
sirkulasi udara bebas keluar masuk.
3. Arah Sinar Matahari
Kandang sebaiknya dibangun membujur dari arah timur ke barat.
Selain membunuh kuman penyakit, sinar matahari juga akan mengurangi
kelembaban kandang dan membantu sintesis vitamin D dalam tubuh
puyuh.
4. Ukuran Kandang
Secara umum, ukuran kandang koloni bagi puyuh berukuran 1 x 1
m, dengan tinggi sekitar 30-35 cm. Untuk memudahkan pengambilan
telur, sebaiknya lantai kandang dibuat agak miring sekitar 10 atau 20
derajat. Di bawah alas kandang koloni yang berada di bagian atas
sebaiknya ditempatkan penampung kotoran agar kotoran tidak mengotori
kandang koloni di bawahnya.
5. Alas Kandang
Ada dua macam jenis alas yang dapat digunakan pada kandang
puyuh. Pertama yaitu kandang diberi alas yang sepenuhnya tertutup dan
dilapisi dengan sekam atau ampas gergaji. Alas tersebut sering disebut
litter. Kelebihannya yaitu menghindari terperosoknya kaki-kaki puyuh
jika alas kandang terbuat dari kawat ram, sekam mengandung beberapa
vitamin B12 yang berguna bagi tubuh puyuh, mengurangi sifat kanibal
puyuh, serta meningkatkan selera kawin sehingga daya tetas telur

21
meningkat. Kelemahannya yaitu kebersihan kandang kurang terjamin dan
membutuhkan tenaga dan waktu lebih untuk membersihkannya.
Jenis alas kedua yaitu menggunakan kawat ram. Dengan alas kawat
ram, kebersihan kandang lebih mudah diperhatikan karena kotoran yang
dihasilkan terkumpul pada penampung kotoran yang ada di bawah kawat
ram.
6. Tempat Pakan dan Minum
Tempat makan dan minum untuk puyuh (terutama puyuh grower
dan layer) dapat menggunakan tempat makan dan minum untuk ayam ras,
namun dengan melakukan modifikasi di beberapa bagian. Tujuannya agar
pakan dan minum tidak mudah terinjak-injak puyuh, tidak bercampur
dengan kotoran, serta mencegah agar puyuh tidak tenggelam di tempat air
minum.

Secara umum, puyuh-puyuh dipelihara dalam kandang koloni sejak DOQ


hingga berproduksi. Tidak ada perbedaan konstruksi yang mendasar antara
kandang koloni dengan kandang inti. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran
luasnya. Semakin tua umur puyuh (sampai umur tertentu), ukuran kandangnya
pun harus semakin luas. Berdasarkan peruntukannya, kandang puyuh dibedakan
menjadi beberapa jenis kandang yaitu : 1) kandang DOQ atau starter 2) kandang
grower 3) kandang layer 4) kandang induk dan pejantan.

2.2.5. Penyakit pada Puyuh


Puyuh termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit tertentu.
Oleh karena itu, sebaiknya peternak mengetahui gejala penyakit yang menyerang
ternaknya lebih awal agar tidak mengalami kerugian (Listiyowati dan
Roospitasari, 2005). Menurut Agromedia Pustaka (2001) serta Listiyowati dan
Roospitasari (2005), beberapa penyakit yang sering menyerang puyuh dapat
digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu :
a. Penyakit akibat bakteri
Penyakit yang menyerang puyuh yang disebabkan oleh serangan bakteri
contohnya : Radang Usus (Quail Enteritis), Pullorum, Snot (Coryza) serta
Coccidiosis.
b. Penyakit akibat virus

22
Jenis penyakit yang tergolong penyakit virus adalah Tetelo (Newcastle
Disease), Cacar Unggas (Fowl Pox), Quail Bronchitis, serta Flu Burung
(Avian Influenza/AI).
c. Penyakit cendawan
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan yang sering menyerang puyuh
yaitu Apergillosis. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Apergillosis
fumigatus. Sasaran yang diserang yaitu alat pernafasan.
d. Penyakit kekurangan gizi serta cacingan
Kekurangan atau defisiensi vitamin E dapat ditimbulkan karena kesalahan
dalam pemberian pakan atau ransum, seperti ransum untuk ayam ras
diberikan untuk puyuh. Sedangkan puyuh cacingan dapat terjadi karena
makanan yang seharusnya diserap tubuh menjadi santapan cacing pita,
cacing rambu, ataupun cacing usus buntu yang ada di perut puyuh.
Penyebabnya adalah masalah sanitasi lingkungan kandang yang buruk.

2.4. Telur Puyuh


Secara umum, komposisi kandungan telur puyuh adalah 47,4 % albumin
(putih telur); 31,9 % yolk (kuning telur); serta 20,7 % cangkang dan selaput tipis.
Dari hasil penelitian, ketebalan cangkang telur puyuh sekitar 0,197 mm dan
ketebalan membran atau selaput tipis 0,063 mm. Bobot telur puyuh rata-rata 10
gram atau sekitar 8 % dari bobot tubuh puyuh betina.
Kandungan protein dan lemak telur puyuh lebih baik dibandingkan dengan
telur unggas lainnya. Kandungan proteinnya tinggi, tetapi kadar lemaknya
rendah. Telur puyuh juga dipercaya dapat memberi kekuatan sehingga sering
digunakan sebagai obat kuat dan campuran jamu atau anggur. Telur puyuh sangat
baik untuk diet kolesterol karena dapat mengurangi terjadinya penimbunan lemak,
terutama di jantung, sedangkan kebutuhan proteinnya tetap mencukupi.

2.5. Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan Komalasari (2008), meneliti tentang kelayakan
usaha peternakan ayam broiler, dimana dilakukan usaha produksi jagung sebagai
pakan pokok untuk ayam broiler yang disebut sebagai peternakan terpadu.
Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Ayam Broiler milik Bapak Sugeng di

23
daerah Caringin, Dramaga Bogor dengan skala 10.000 ekor. Tujuan dari
penelitian ini adalah manganalisis kelayakan finansial peternakan ayam broiler
terpadu pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor, membuat simulasi kelayakan
finansial peternakan ayam broiler terpadu untuk berbagai kombinasi model
pengembangan ayam broiker dan menganalisis pengaruh perubahan kenaikan
harga DOC dan penurunan harga ayam Broiler terhadap kelayakan finansial
Hasil analisis kelayakan finansial dan analisis switching value dapat
disimpulkan bahwa peternakan ayam broiler terpadu pada skala 10.000 ekor tidak
layak diusahakan. Dengan meningkatkan skala usaha menjadi 25.000 ekor maka
usaha menjadi layak. Bila usaha peternakan broiler dilakukan secara integrasi
dengan usaha relatif besar maka usaha semakin layak secara finansial
dibandingkan dengan usaha peternakan ayam broiler saja. Diperoleh nilai NPV
sebesar Rp 1.481.498.164,- , Net B/C lebih besar dari satu yaitu 1,59 dan IRR
sebesar 30,60 persen. Jangka waktu pengembalian investasi selama 3 tahun 2
bulan 12 hari. Dari analisis finansial maka peternakan ayam broiler terpadu
merupakan hasil terbaik untuk diterapkan, dan untuk usaha tersebut diperlukan
modal investasi awal sebesar Rp 2.854. 611.767,-. Usaha peternakan ayam broiler
terpadu pada skala 25.000 ekor lebih tahan terhadap perubahan penurunan harga
jual ayam broiler dan kenaikan harga DOC dibandingkan dengan model lain.
Analisi switching value menunjukkan bahwa batas maksimum penurunan harga
jual dapat membuat usaha tetap layak sebesar 11,08 persen dan kenaikan harga
DOC maksimal 62,73 persen
Hasil penelitian Sugiarti (2008), menganalisis usaha peternakan ayam
broiler Abdul Djawad Farm yang terletak di Desa Banyu Resmi, Kecamatan
Cigudeg, Kabupaten Bogor. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif, analisis kelayakan finansial seperti : NPV, IRR, BCR, PBP,
serta analisis sensitivitas terhadap perubahan tingkat harga, baik tingkat harga
input maupun output.
Hasil analisis finansial selama 10 tahun ke depan dengan modal sendiri
(tingkat suku bunga 6,25 %) maka diperoleh NPV Rp 931. 398.142,05,- ; BCR
1,04; dan pay back period 3 tahun 6 bulan. Jika menggunakan modal pinjaman
(tingkat suku bunga 14,5%) maka didapat NPV438.192.975,74,- ; BCR 1,03; dan

24
pay back period 4 tahun 4 bulan. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa usaha peternakan Abdul Djawad Farm layak untuk
dijalankan.
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha peternakan Abdul
Djawad Farm rentan terhadap perubahan harga. Peningkatan harga DOC ceteris
paribus lebih dari 19,50 % (modal sendiri) dan lebih dari 13,04% (modal
pinjaman), peningkatan harga pakan ceteris paribus lebih dari 7,00 % (modal
sendiri) dan lebih dari 4,68 % (modal pinjaman) serta penurunan harga jual ayam
broiler ceteris paribus lebih dari 4,34 % (modal sendiri) dan lebih dari 2,90 %
(modal pinjaman) akan menyebabkan peternakan Abdul Djawad Farm mengalami
kerugian.
Penelitian dari Suwarto (2003) yang berbentuk tesis, menganalisis usaha
ternak burung puyuh di Jl. Narogong, Kelurahan Bojong Menteng, Kecamatan
Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat. Tujuan kajian penelitian ini yaitu untuk
mengetahui bisnis beternak puyuh untuk dijadikan sumber mata pencaharian,
memahami permasalahan yang ada dalam beternak puyuh, melakukan evaluasi
kelayakan finansial usaha ternak puyuh dalam upaya pemenuhan dana dengan
skim yang ada. Analisis usaha pada penelitian tesis ini dilakukan melalui
pendekatan metode deskriptif terhadap aspek umum dan melalui pendekatan
metode analisis keuangan terhadap pembiayaan usaha seperti: NPV, IRR, PBP,
BEP serta analisis rentabilitas.
Analisis tingkat kelayakan finansial usaha ternak puyuh pada penelitian
tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan modal sendiri (discount rate
18 persen) maka diperoleh NPV sebesar Rp 16.071.600, IRR yang didapat sebesar
24,84 persen melebihi tingkat suku bunga yang berlaku, PBP yang diperoleh yaitu
15 bulan, BEP dalam unit sebnyak 135.478 butir dan harga sebesar Rp 71,94,-
sehingga analisis kelayakan finansial usaha ternak puyuh tersebut layak untuk
dijalankan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa usaha puyuh tersebut
dapat diberikan fasilitas KKU s.d.Rp 50 juta untuk menjalankan usahanya dengan
skala 6.500 ekor petelur, dengan kebutuhan yang sesuai berupa kredit modal kerja
dan investasi.

25
2.6. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada analisis kelayakan
finansial usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) di Kecamatan
Cibubulang, Kabupaten Bogor. Selain sebagai peternakan puyuh petelur, PPBT
juga melakukan pembibitan sendiri dan menjualnya ke peternakan puyuh lain.
Skenario yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis
kelayakan dari beberapa pola usaha yang pernah, sedang, dan akan dilaksanakan
PPBT. Kemudian dari pola-pola usaha tersebut dibandingkan dan dipilih jenis
usaha yang paling memberi keuntungan serta paling layak diterapkan. Analisis
kelayakan yang dibahas dalam penelitian ini adalah analisis kelayakan non
finansial dan analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan non finansial yaitu
analisis yang dilakukan berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,
aspek hukum dan aspek sosial, kemudian analisis kelayakan finansial dilakukan
dengan menghitung kriteria investasi seperti NPV, IRR, Net B/C dan PBP.
Analisis switching value juga digunakan untuk menghitung sampai sejauh mana
pengaruh perubahan faktor yang sangat sensitif mempengaruhi kriteria kelayakan
investasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Komalasari
(2008) serta Sugiarti (2008) yaitu pada alat analisis yang diterapkan, sedangkan
perbedaan penelitiannya terdapat pada komoditas peternakan yang diteliti serta
lokasi penelitian dilakukan. Untuk persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suwarto (2003) adalah sama-sama menganalisis usaha
ternak puyuh dan kriteria kelayakan finansial yang digunakan, namun terdapat
perbedaan yaitu pada alat analisis, tujuan penelitian, serta lokasi penelitian. Selain
itu pada penelitian Suwarto (2003) hanya menganalis kelayakan finansial ternak
puyuh dan tidak menganalisis kelayakan usaha dari sisi non finansial, pada
penelitian Suwarto (2003) juga tidak dilakukan analisis sensitivitas usaha ternak
puyuh yang dikaji.
Penelitian yang menganalisis tentang puyuh masih jarang ditemui.
Kemungkinan sedikitnya penulisan skripsi mengenai puyuh di Jawa Barat yaitu
karena masih sedikitnya peternak puyuh di Jawa Barat, khususnya di wilayah
Bogor. Adapun penelitian puyuh yang banyak dilakukan lebih ke arah teknis

26
budidayanya dan belum menyentuh aspek bisnis. Peternak puyuh yang ada
sebagian besar masih berskala kecil dan didasarkan pada hobi sehingga minat
untuk meneliti aspek bisnis serta finansial masih rendah. Padahal setelah melihat
besarnya minat konsumsi masyarakat terhadap telur puyuh, membuktikan bahwa
puyuh memiliki prospek bisnis yang menjanjikan sehingga penelitian terhadap
kelayakan bisnis telur puyuh perlu dilakukan.

27
III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis


Sebuah usaha akan diikuti oleh kegiatan investasi. Kegiatan investasi yang
dilakukan dalam bidang pertanian memiliki resiko yang besar. Oleh sebab itu,
perlu adanya perencanaan serta pengkajian yang mendalam dan menyeluruh
mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat besarnya manfaat yang diperoleh
serta besarnya biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya diperlukan suatu analisis serta
studi kelayakan usaha untuk melihat secara menyeluruh berbagai aspek mengenai
kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga resiko kerugian di
masa yang akan datang dapat diantisipasi.

3.1.1. Analisis Kelayakan Proyek


Usaha atau proyek merupakan suatu kegiatan investasi, yang
menggunakan sumberdaya (biaya) untuk memperoleh keuntungan atau manfaat
dalam periode waktu tertentu. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang
dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan
dengan berhasil.
Menurut Gray (1992) tujuan dilaksanakannya analisis kelayakan proyek
adalah: 1) Mengetahui tingkat benefit yang dicapai dalam suatu proyek; 2)
Menghindari pemborosan sumberdaya; 3) Memilih alternatif proyek yang
menguntungkan; 4) Menentukan prioritas investasi.
Dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan
aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan
bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu
dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam
perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya (Gittinger 1986). Aspek-aspek
tersebut antara lain adalah :
1. Aspek Pasar
Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek
yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang ata jasa yang dihasilkan oleh
proyek tersebut. Menurut Husnan dan Muhammad (2000), aspek pasar
mempelajari tentang :

28
a. Permintaan
Lipsey (1995) menyatakan bahwa jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh
semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta untuk komoditi
tersebut. Variabel penting yang mempengaruhi permintaan yaitu harga
komoditi tersebut, harga komoditi yang berkaitan, pendapatan, selera, dan
besarnya populasi
b. Penawaran
Lipsey (1995) jumlah komoditi yang akan dijual oleh perusahaan
merupakan kuantitas yang ditawarkan untuk komoditi tersebut. Jumlah
komoditi yang diproduksi dan ditawarkan dipengaruhi oleh variabel :
harga komoditi tersebut, harga input, tujuan perusahaan, dan
perkembangan teknologi.
c. Program pemasaran
Menurut Kotler (2005) program pemasaran sering disebut sebagai bauran
pemasaran (marketing mix) terdiri dari empat komponen yaitu produk
(product), harga (price), distribusi (distribution), dan promosi
(promotion).

2. Aspek Teknis
Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek
(penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis
memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini
mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk
yang diusahakan, lokasi di mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya,
serta lay out bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Dalam suatu usaha, hubungan aspek-aspek teknis sangat menentukan
keberhasilan usaha terutama keberhasilan proses produksi. Masing-masing
komponen dalam aspek teknis ini saling terkait satu sama lain dan ketidaklayakan
salah satu komponen akan mengganggu proses produksi secara keseluruhan.
Selain fasilitas produksi, kelayakan teknis fasilitas pemasaran juga harus
dipenuhi karena akan menentukan keberhasilan pemasaran output, khususnya
dalam upaya menekan biaya pemasaran dan mempertahankan kualitas output yang

29
dihasilkan untuk mencapai nilai jual yang tinggi. Produk peternakan seperti telur
termasuk barang yang mudah rusak sehingga membutuhkan fasilitas yang baik
dalam upaya pemasarannya.
3. Aspek Manajemen
Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang
harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada
pada suatu daerah atau negara setempat. Aspek ini meneliti sistem manajerial
suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah
proyek. Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan
secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur
organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha
tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga
kerja (Umar, 2005).
4. Aspek Hukum
Pendirian dan beroperasinya suatu perusahaan akan lebih diketahui serta
diakui keberadaannya oleh pemerintah jika berbentuk badan usaha atau memiliki
perizinan usaha. Suatu perusahaan yang layak, perlu memenuhi persyaratan
legalitas agar mempermudah hubungan ke luar perusahaan, memiliki kekuatan
hukum, diakui serta terikat kebijakan hukum yang berlaku.
Analisis pada aspek hukum terdiri dari bentuk usaha yang akan digunakan,
jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta,
sertifikat dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha (Umar, 2005).
5. Aspek Lingkungan
Negara-negara di seluruh dunia sekarang semakin menyadari adanya
pengaruh bagi lingkungan akibat pelaksanaan proyek dan para pengambil
keputusan ingin memastikan bahwa pelaksana proyek telah mempertimbangkan
masalah lingkungan yang setiap kerugian ekologinya sudah diusahakan sekecil-
kecilnya. Menurut Umar (2005), pertumbuhan dan perkembangan perusahaan
tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan dapat berpengaruh
positif maupun negatif pada suatu usaha, sehingga aspek ini juga perlu dianalisis.

30
3.1.2. Analisis Finansial
Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara
biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek
akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Tujuan analisis finansial dari suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk
menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang
diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam
jangka waktu tertentu (Umar, 2005).
Analisis finansial melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri, sehingga
dalam analisa finansial, untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai harus
menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat-manfaat dan biaya-biaya yang
berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat biasanya berupa nilai produksi total,
pinjaman, dan nilai sewa. Sedangkan biaya biasanya berupa investasi, biaya
operasional, dan biaya-biaya lainnnya.
Untuk menganalisa aspek finansial dari suatu proyek, dapat digunakan
metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria investasi
digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan
dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu
proyek layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas
komersialnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Beberapa kriteria dalam menilai
kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan
Discounted Payback Period. Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang
telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.
a. Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Gittinger (1986), secara sederhana biaya (cost) adalah sesuatu yang
mengurangi suatu tujuan. Biaya tersebut dikeluarkan sebelum binis tersebut
dimulai dan akan terus ada selama bisnis tersebut berlangsung. Sedangkan
manfaat (benefit) didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
kegiatan yang menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah
tujuan.

31
Menurut Kadariah (1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai
output, fisik, dan atau dari penurunan biaya.
2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan adanya proyek
tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa
adanya efek multiplier , skala ekonomi yang lebih besar dan adanya dinamic
secondary effect, misalnya perubahan dalam produktifitas tenaga kerja yang
disebabkan oleh keahlian.
3. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible
effect), misalnya perbaikan lingkungan hidup, perbaikan distribusi pendapatan,
dan lainnya.

b. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)


Investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang
panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam
waktu yang berbeda. Konsep nilai waktu uang menyatakan bahwa uang yang
diterima sekarang lebih berharga daripada uang yang diterima kemudian. Atau
nilai sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan
datang (Gittinger, 1986).
Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai uang
yang berbeda waktu pengeluaran dan penerimaannya perlu dilakukan penyamaan
nilai uang tersebut menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan
untuk melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value) pada saat
sekarang (present value). Metode analisis yang melibatkan nilai waktu uang
adalah metode perhitungan berdiskonto atau metode tunai Terpotong (Discounted
Cash Flow Method).
Kriteria analisis finansial yang digunakan adalah discounting criteria. Kriteria
ini merupakan suatu tekhnik yang menurunkan nilai manfaat dan biaya pada masa
sekarang berdasarkan tingkat diskonto tertentu. Penggunaan metode ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya inflasi, reinvestasi dan resiko
mengakibatkan perbedaan nilai uang saat ini dengan nilai uang pada masa yang
akan datang.

32
c. Umur Proyek
Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa
pedoman, antara lain (Kadariah et.al,1999) :
1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-
kira sama dengan umur ekonomis suatu aset. Maksud dari umur ekonomis
suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dan
meminimumkan biaya tambahannya.
2. Untuk proyek-proyek yang memiliki modal yang sangat besar, umur proyek
yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk proyek-proyek
tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi
umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena obsolescene (ketinggalan
jaman karena penemuan teknologi baru yang lebih efisien).

d. Kriteria Kelayakan Investasi


Dalam mencari ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek
diperlukan pengukuran menggunakan beberapa kriteria. Kriteria ini tergantung
dari kebutuhan akan keadaan masing-masing proyek. Setiap kriteria memiliki
kebaikan serta kelemahan masing-masing, sehingga dalam penilaian kelayakan
suatu proyek hendaknya digunakan beberapa metode sekaligus. Hal ini bertujuan
untuk memberikan hasil yang lebih sempurna. Kriteria kelayakan investasi yang
biasa digunakan antara lain :
1. Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara
manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. NPV dari
suatu proyek merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak
dikurangi dengan pengeluaran awal.
Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV
proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV > 0). Jika NPV sama
dengan nol, berarti proyek tidak untung namun juga tidak rugi (manfaat hanya
cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil dar nol
(NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang
digunakan, dengan kata lain proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan. Oleh

33
karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam proyek sebaiknya dialokasikan
pada kegiatan atau proyek lain yang lebih menguntungkan.
2. Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan discount rate yang dapat membuat
arus penerimaan bersih sekarang dari suatu proyek (NPV) sama dengan nol.
Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari
suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam
mengembalikan bunga pinjaman.
Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek tersebut
lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih
kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
3. Rasio Manfaat-Biaya Bersih (Net Benefit-Cost Ratio)
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara
jumlah net present value (NPV) yang positif dengan jumlah net present value
(NPV) yang negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat
manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan.
Suatu proyek dinyatakan layak jika nilai Net B/C lebih besar atau sama
dengan satu (Net B/C ≥ 1). Suatu proyek dikatakan tidak layak dilaksanakan
apabila nilai nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), karena manfaat
yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
4. Pengembalian Investasi (Payback Period)
Payback Period (PBP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas. Semakin
cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin baik suatu proyek diusahakan
karena modal yang kembali dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang
lainnya.
Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya
umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika
sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang
digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan.

34
3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)
Untuk melaksanakan suatu proyek, semua biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada.
Sementara itu kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya
serta manfaat yang akan diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya
suatu kekeliruan atau ketidak tepatan biaya dan penerimaan akibat adanya
perubahan-perubahan.
Analisis Switching Value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi
kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan
manfaat. Switching Value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan
yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha menjadi tidak
layak dilaksanakan.
Pada analisis Switching Value dicari beberapa nilai pengganti pada
komponen biaya dan manfaat yang dapat terjadi, yang masih memenuhi kriteria
minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal.
Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan
tingkat diskonto yang digunakan, dan nilai Net B/C sama dengan satu (ceteris
paribus).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional


Peluang pengembangan usaha peternakan puyuh cukup prospektif.
Besarnya permintaan masyarakat terhadap telur sebagai pemenuhan kebutuhan
protein hewani menjadikan telur puyuh sebagai alternatif usaha peternakan yang
perlu dikembangkan. Selain itu karena harga telur puyuh yang mampu bersaing
dengan harga telur unggas lain, rasanya yang enak dan dapat dolah menjadi aneka
masakan membuat telur puyuh digemari oleh masyarakat.
Namun, pengembangan usaha ini dihadapkan pada beberapa masalah yaitu
masih sedikitnya peternak yang mengusahakan puyuh menyebabkan permintaan
telur puyuh sendiri masih belum mampu terpenuhi. Hal utama yang menjadi
alasan mendasar sulitnya mengembangkan usaha peternakan puyuh terutama
untuk Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT), yaitu besarnya investasi yang
harus dikeluarkan oleh peternak. Kendala lain yang dihadapi PPBT yaitu sulitnya
pemerolehan DOQ yang bermutu. Pengiriman DOQ dari pemasok sering

35
mengalami penurunan bahkan terhenti sama sekali karena serangan penyakit.
Ketidakpastian pasokan DOQ akan berimbas pada penurunan produksi telur dan
mengurangi laba perusahaan. Untuk mengatasi ketidakpastian tersebut sebaiknya
peternak tidak hanya memanfaatkan puyuhnya untuk menghasilkan telur namun
juga harus membibitkan puyuhnya sendiri.
Usaha ini sangat berprospek mengingat DOQ hasil pembibitan tersebut
dapat digunakan sendiri untuk dijadikan puyuh petelur maupun menjual DOQ
kepada peternak puyuh lain. Untuk itu perlu dilakukan penilaian kelayakan usaha
terhadap usaha puyuh petelur PPBT, usaha puyuh petelur digabung dengan usaha
pembibitan sendiri, serta rencana usaha pengembangan puyuh petelur dengan
pembibitan sendiri. Uji kelayakan tersebut digunakan untuk mengetahui
kelayakan masing-masing usaha serta mengetahui usaha mana yang lebih
mendatangkan keuntungan terbesar untuk PPBT. Kriteria kelayakan dapat dilihat
dari aspek non finansial dan aspek finansial.
Aspek non finansial meliputi: 1) aspek pasar yang meliputi penawaran dan
permintaan serta strategi pemasaran yang dilakukan; 2) aspek teknis meliputi
lokasi usaha, skala usaha, lay out, pengadaan input serta proses produksi; 3) aspek
manajemen yaitu struktur organisasi dan kebutuhan tenaga kerja; 4) aspek sosial
meliputi dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan dari usaha; 5) aspek
hukum meliputi bentuk badan usaha serta izin usaha.
Aspek finansial meliputi analisis finansial serta analisis kepekaan. Analisis
finansial akan mengukur kelayakan investasi usaha puyuh PPBT berdasarkan
beberapa kriteria, yaitu Net Present Value (NPV) yang merupakan selisih antara
nilai sekarang dari manfaat dan biaya usaha puyuh PPBT pada tingkat suku bunga
tertentu, Internal Rate of Return (IRR) sebagai persentase tingkat pengembalian
investasi usaha puyuh PPBT yang diperoleh selama umur proyek, Net
Benefit/Cost (Net B/C) yang merupakan besarnya tingkat tambahan manfaat dari
setiap biaya sebesar satu rupiah, serta Payback Period yaitu lamanya periode yang
diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan
aliran kas.
Analisis kepekaan (switching value) diperlukan untuk menghitung sampai
sejauh mana pengaruh perubahan seperti perubahan jumlah produksi telur serta

36
harga pakan terhadap kelayakan finansial tersebut. Perubahan jumlah produksi
telur sebagai akibat dari penurunan produktivitas puyuh, baik karena karakteristik
puyuh yang mudah terserang penyakit maupun faktor lainnya, sedangkan
perubahan harga pakan diakibatkan karena kenaikan harga input pakan, sehingga
biaya pemerolehan input pakan semakin besar. Khusus pada rencana usaha
pengembangan puyuh petelur dan pembibit PPBT, perlu dilakukan analisis
switching value terhadap kemungkinan kenaikan biaya total usaha. Bertambah
besarnya skala usaha PPBT, maka biaya yang diperlukan untuk pelaksanaannya
juga lebih banyak. Kenaikan biaya keseluruhan usaha yang tidak terkendali,
dengan pemasukan yang konstan akan mengakibatkan kerugian yang besar bagi
perusahaan, sehingga perlu diketahui batas maksimal kenaikan biaya total pada
pola usaha pengembangan PPBT agar usaha tersebut tetap menguntungkan.
Kerangka pemikiran konseptual yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

37
Pemenuhan kebutuhan protein hewani Produksi telur puyuh untuk memenuhi permintaan
masyarakat masih rendah di Bogor masih rendah
Adanya permintaan yang cukup besar Investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan
terhadap telur puyuh usaha peternakan puyuh besar
Ketidakpastian dalam pemerolehan DOQ

Usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga

Pola Usaha I Pola Usaha II Pola Usaha III


(Usaha puyuh untuk (Usaha puyuh petelur dan pembibit) (Pengembangan usaha puyuh
petelur) petelur dan pembibit)

Analisis Kelayakan Non Finansial Analisis Kelayakan Finansial

 Aspek pasar Analisis Finansial Analisis Switching Value


 Aspek teknis  NPV  Penurunan produksi telur
 Aspek manajemen  IRR  Kenaikan harga pakan
 PBP  Kenaikan Total Biaya
 Aspek sosial dan lingkungan
(pada Pola Usaha III)
 Aspek hukum  Net B/C

Layak Tidak layak

Usaha dapat terus dilanjutkan dan Reinvestasi usaha


dapat menjadi masukan untuk PPBT Realokasi sumberdaya
dalam pengembangan peternakan Reevaluasi manajemen, pasar,
puyuhnya
dan teknik budidaya

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

38
IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga yang berlokasi
di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT)
merupakan salah satu peternakan puyuh di Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
penelitian ditetapkan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
peternakan ini dapat digolongkan menjadi peternakan dalam skala besar di
wilayah Bogor, karena jumlah puyuh yang diternakkan lebih dari 8.000 ekor.
PPBT juga merupakan peternakan puyuh dengan produksi telur yang cukup besar
dibandingkan peternak lainnya di wilayah Bogor, serta menjadi pemasok telur
puyuh di pasar-pasar wilayah Kabupaten Bogor. Selain itu, Peternakan Puyuh
Bintang Tiga (PPBT) merupakan peternakan puyuh yang masih baru berdiri dan
sedang dalam upaya pengembangan, sehingga PPBT masih memiliki peluang
pasar yang besar dan cocok sebagai tempat penelitian, khususnya untuk studi
kelayakan usaha peternakan puyuh. Pengambilan data pada penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2009.

4.2. Data dan Instrumentasi


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil pengamatan langsung di lapangan,
serta wawancara dengan menggunakan panduan pertanyaan. Data sekunder
diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki oleh pemilik PPBT, bahan-bahan
pustaka, situs internet, laporan penelitian, serta data-data dari instansi terkait.

4.3. Metode Pengumpulan Data


Lokasi pengumpulan data meliputi perpustakaan IPB, Badan Pusat
Statistik, Departemen Pertanian, Departemen Peternakan, serta pengumpulan data
primer di PPBT. Dalam pengumpulan data primer, data diperoleh berasal dari
pemilik dan pekerja Peternakan puyuh Bintang Tiga (PPBT), serta dari hasil
wawancara langsung dengan pedagang telur puyuh di pasar.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara wawancara
langsung, wawancara terstruktur, dan observasi. Teknik pengumpulan data

39
tersebut digunakan untuk mengumpulkan data primer. Sedangkan untuk data
sekunder, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan
browsing internet.

4.4. Metode Pengolahan Data


Data yang diolah dan dianalisis pada penelitian ini bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji aspek non
finansial, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan
aspek sosial. Sedangkan analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk
menganalisis kelayakan finansial usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT).
Metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis kelayakan finansial
berdasarkan kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C dan PBP
dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan kalkulator. Selain itu, dilakukan
pula analisis sensitivitas untuk melihat sampai berapa besar penurunan jumlah
produksi telur, serta kenaikan harga pakan yang masih dapat ditoleransi.

4.4.1. Analisis Kelayakan Finansial


Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria
investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C dan Payback Periods. Analisis kelayakan
finansial bertujuan untuk menilai apakah investasi ini layak atau tidak untuk
dijalankan dilihat dari aspek keuangan.

4.4.1.1.Net Present Value


Net Present Value (NPV) usaha PPBT adalah selisih present value (PV)
arus benefit dengan PV arus cost. NPV menunjukkan manfaat bersih yang
diterima usaha PPBT selama umur proyek pada tingkat discount rate tertentu.
NPV secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
n
NPV Bt Ct
1 i t
t 1

40
Dimana :
Bt = penerimaan (benefit) bruto PPBT pada tahun ke-t, merupakan perkalian
antara harga telur puyuh dengan jumlah telur yang dipanen dalam satu siklus
(setahun).
Ct = biaya (cost) bruto PPBT pada tahun ke-t, terdiri dari biaya investasi dan
biaya operasional. Biaya investasi berupa kandang, instalasi listrik, dan
peralatan pemeliharaan. Biaya operasional meliputi biaya tetap yaitu biaya
tenaga kerja, listrik, BBM, sewa lahan, dan perawatan investasi; dan biaya
variabel yaitu biaya bahan baku produksi serta kebutuhan variabel
perusahaan.
n = umur ekonomis peternakan puyuh (tahun). Umur ekonomis ditetapkan 7
tahun didasarkan pada umur ekonomis barang investasi berupa kandang.
i = discount rate sebesar 9 persen, yaitu merupakan tingkat suku bunga rata-
rata per bulan deposito Bank Indonesia (BI Rate) tahun 2008.
Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria kelayakan investasi yaitu :
1. NPV>0, artinya usaha PPBT dinyatakan layak untuk dilaksanakan.
2. NPV=0, artinya usaha PPBT mampu mengembalikan persis sebesar social
opportunity cost faktor produksi modal.
3. NPV<0, artinya usaha PPBT tidak layak dilaksanakan.

4.4.1.2.Internal Rate of Return


Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai discount rate yang membuat
NPV PPBT benilai nol. IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan
bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen.
IRR secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

NPV1
IRR i1 NPV1 NPV2
(i2 i1 )

Dimana :
i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif
i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV yang bernilai positif

41
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
Dalam metode IRR terdapat tiga kriteria kelayakan investasi yaitu :
1. Jika IRR>tingkat discount rate, maka usaha PPBT layak
2. Jika IRR= tingkat discount rate, maka usaha PPBT tidak menguntungkan
namun juga tidak merugikan
3. Jika IRR< tingkat discount rate, maka usaha PPBT tidak layak

4.4.1.3.Net Benefit Cost Ratio


Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara
jumlah present value yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present
value yang negatif (sebagai penyebut). Secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :

t
Net B/C = (1+i) Untuk Bt-Ct>0
Untuk Bt-Ct<0

t
(1+i)

Dalam metode Net B/C terdapat tiga kriteria kelayakan investasi yaitu :
1. Jika Net B/C = 1, maka NPV=0, usaha PPBT dikatakan layak, namun
keuntungan yang diperoleh hanya sebesar opportunity cost nya.
2. Jika Net B/C > 1, maka NPV>0, usaha PPBT dikatakan layak.
3. Jika Net B/C < 1, maka NPV<0, usaha PPBT dikatakan tidak layak.

4.4.1.4.Payback Period
Payback Period (PBP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Metode
Payback Period ini merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari perhitungan
benefit bersih yang diperoleh setiap tahun. Semakin cepat waktu pengembalian,
semakin baik untuk diusahakan. Secara matematis dirumuskan :

42
Payback Period = I
Ab

Dimana :
I = besarnya biaya investasi usaha PPBT yang diperlukan
Ab = manfaat (benefit) bersih yang dapat diperoleh usaha PPBT pada setiap
tahunnya
Kriteria penilaiannya yaitu jika payback period lebih pendek dari
maksimum payback period-nya, maka usaha PPBT dapat diterima. Namun jika
payback period lebih lama dari maksimum payback period-nya, maka proyek
ditolak.

4.4.2. Metode Penyusutan


Untuk menghitung pajak penghasilan yang merupakan komponen dalam
laba rugi dan cash flow diperlukan perhitungan penyusutan aktiva tetap. Metode
penyusutan yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Secara
matematis, rumus penyusutan garis lurus yaitu sebagai berikut (Soeharto, 2001):
Penyusutan = Nilai perolehan - Nilai sisa
Umur Ekonomis

4.4.3. Analisis Switching Value


Analisis Switching Value merupakan suatu pendekatan dalam analisis
sensitivitas untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi terhadap
kelayakan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan
perkiraan dalam perencanaan.
Analisis Switching Value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan
harga output dan produksi sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV
sama dengan nol. Analisis Switching Value dilakukan dengan metode menguji
coba sehingga mendapatkan nilai NPV sama dengan nol. Jika nilai NPV yang
dihasilkan pada kondisi normal positif maka yang dilakukan adalah dengan
melakukan penurunan produksi dan harga output dan peningkatan biaya.

43
Variabel yang menjadi parameter dalam analisis switching value penelitian ini
adalah :
a. Penurunan produksi telur puyuh dengan asumsi faktor lain tetap (ceteris
paribus)
b. Kenaikan harga beli bahan pakan dengan asumsi faktor lain tetap (ceteris
paribus)

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan


Dalam penelitian peternakan puyuh ini menggunakan beberapa asumsi dasar
yaitu :
1. Umur proyek didasarkan pada umur ekonomis bangunan kandang yaitu
selama tujuh tahun.
2. Pengusaha menggunakan modal sendiri.
3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga rata-rata
per bulan deposito Bank Indonesia (BI Rate) tahun 2008, yaitu 9 persen.
4. Keadaan ekonomi selama proyek berlangsung diasumsikan tetap.
5. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-1 dan biaya reinvestasi
dikeluarkan untuk peralatan yang telah habis umur ekonomisnya.
6. Harga untuk seluruh input yang digunakan dalam analisis ini adalah riil.
Harga input yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat
penelitian.
7. Masing-masing puyuh petelur mampu bertelur sebanyak satu butir per hari
dengan peluang keberhasilan pemerolehan telur layak jual setelah
dilakukan sortasi pasca panen yaitu sebesar 98 persen. Persentase tersebut
didasarkan pada pengalaman usaha PPBT selama ini.
8. Tingkat kematian puyuh PPBT tidak lebih dari 5 persen.
9. Satu orang tenaga kerja pada bagian pemeliharaan puyuh mampu
menangani 5.000 ekor puyuh.
10. Harga jual telur puyuh PPBT selama tujuh tahun diasumsikan tetap yaitu
Rp175 per butir.
11. Harga jual puyuh pembibit selama tujuh tahun diasumsikan tetap yaitu
Rp 7.000,- per ekor.

44
12. Pola usaha yang diusahakan dibedakan menjadi tiga pola. Pembedaan
tersebut berdasarkan karakteristik usaha, yaitu usaha yang pernah
dijalankan, sedang dijalankan saat ini dan usaha rancangan
pengembangan. Pola usaha I merupakan usaha yang dijalankan pada awal
berdirinya perusahaan, yaitu usaha puyuh petelur saja sebanyak 12.000
ekor, dengan pemerolehan bibit membeli dari pihak luar. Pola II
merupakan usaha yang sedang diusahakan, yaitu penggabungan antara
usaha puyuh petelur merangkap usaha puyuh pembibit. Pola II terdiri dari
11.000 ekor puyuh petelur dan 1.000 ekor puyuh pembibit. Pola III
merupakan rencana pengembangan usaha PPBT, yaitu penambahan
jumlah puyuh petelur dengan penyediaan bibit sendiri. Pada pola III,
PPBT berencana menambah puyuh petelurnya dari 11.000 ekor menjadi
22.000 ekor, serta menggunakan puyuh pembibit dari 1.000 ekor menjadi
2.000 ekor.
13. Jumlah puyuh pada pola usaha II dan III disesuaikan dengan kapasitas
maksimal mesin tetas yang digunakan pada masing-masing pola.
14. Telur puyuh fertil yang dihasilkan puyuh pembibit yaitu 85 persen dengan
persentase keberhasilan penetasan 70 persen dan 60 persen dari telur yang
menetas adalah puyuh betina.
15. Analisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan
berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun
2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, yaitu :
 Jika pendapatan < Rp 50.000.000,00 maka pajak yang dibayarkan
adalah 10% x pendapatan.
 Jika Rp 50.000.000,00 < pendapatan < Rp 100.000.000,00 maka pajak
yang dibayarkan adalah (10% x Rp 50.000.000,00)+(15% x (
pendapatan – Rp 50.000.000,00))
 Jika pendapatan > Rp 100.000.000 maka pajak yang dibayarkan
adalah (10% x Rp 50.000.000,00)+ (15% x Rp 50.000.000,00) + (30%
x (pendapatan – Rp 100.000.000,00)).

45
V DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN
PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA (PPBT)

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian


Desa Situ Ilir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Terletak pada ketinggian 350 meter dari
permukaan laut dengan banyaknya curah hujan 600 mm/ tahun. Keadaan topografi
tersebut sangat mendukung keberlangsungan pengusahaan peternakan puyuh.
Luas Desa Situ Ilir yaitu 304.218 ha, dengan sebagian besar lahannya
dimanfaatkan sebagai sawah penduduk yaitu sekitar 248.803 ha (81,78 persen).
Lahan yang digunakan untuk perkampungan yakni 55.415 ha (18,21 persen), dan
2 ha (0,01 persen) untuk kolam. Jarak pusat pemerintahan Desa Situ Ilir dengan
Desa yang terjauh yaitu 3 km, dan jarak dengan ibukota Kabupaten Bogor adalah
60 km. Batas wilayah administratif Desa Situ Ilir adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukamaju
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibatok, dan Desa Cimayang
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Situ Udik
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Barengkok
Jumlah penduduk di Desa Situ Ilir adalah 10.522 orang. Komposisi penduduk
berdasarkan umur dan jenis kelamin di Desa Situ Ilir dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Penduduk Desa Situ Ilir Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2009
No Umur Jenis Kelamin
(Tahun) Laki-laki (%) Perempuan (%) Jumlah (%)
1 0-9 1722 31,17 1587 31,63 3309 31,45
2 10-19 1037 18,78 750 14,99 1787 16,98
3 20-29 821 14,86 769 15,35 1590 15,11
4 30-39 469 8,49 590 11,70 1079 10,25
5 40-49 507 9,19 478 9,46 985 9,36
6 50 keatas 967 17,51 825 15,93 1792 17,03
Jumlah 5.523 100 4.999 100 10.522 100
Sumber : Desa Situ Ilir dalam angka 2009.

Penduduk Desa Situ Ilir mayoritas beragama Islam dengan persentase


yaitu 94 persen dari total penduduk dan sisanya beragama Katolik. Etnis terbesar

46
dari penduduk Desa Situ Ilir yaitu Sunda sebesar 84 persen, sisanya berasal dari
suku Jawa, Padang, Batak, dan lain-lain. Menurut lapangan usaha pada tahun
2008, dari 1.547 orang penduduk Desa Situ Ilir yang bekerja sebagian besar
berprofesi sebagai pegawai swasta atau pedagang yaitu sebanyak 465 orang (30
persen), diikuti profesi petani sebanyak 350 orang (23 persen), pengangguran
sebanyak 350 orang (23 persen), buruh yaitu 329 orang (21 persen), PNS yaitu 47
orang (2,95 persen), TNI/POLRI sebanyak 3 orang (0,18 persen), peternak yaitu 2
orang (0,12) serta satu orang bidan desa (0,06 persen).
Sarana dan prasarana perhubungan atau transportasi di Desa Situ Ilir yaitu
berupa lalu lintas darat dengan bentuk jalan aspal (8 km), jalan diperkeras (2 km),
serta jalan tanah (8 km). Sarana angkutan umum yang tersedia di Desa Situ Ilir
adalah angkot sebanyak 15 buah serta ojek sebanyak 150 buah. Ketersediaan
transportasi yang mencukupi tersebut memberi kemudahan bagi PPBT untuk
menjalankan usaha bisnis puyuhnya.
Jarak Desa Situ Ilir dengan pasar yaitu pasar Leuwiliang relatif dekat,
hanya sekitar 3 kilometer. Banyaknya penduduk yang menanam padi membuat
pemerolehan bahan pakan bagi puyuh berupa dedak padi mudah diperoleh. Selain
itu, jumlah penduduk Situ Ilir yang bekerja di sektor peternakan masih jarang.
Saat ini di Desa Situ Ilir baru ada 2 orang yang menjadikan sektor peternakan
sebagai mata pencahariannya yaitu pengusahaan peternakan puyuh.

5.2. Keragaan Usaha Puyuh pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT)

5.2.1. Profil Perusahaan


Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) merupakan salah satu peternakan
puyuh petelur di Kabupaten Bogor, yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km.
3 Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Peternakan ini berdiri pada bulan September tahun 2007 dengan bentuk awal
perusahaan yaitu CV. Pemilik awal terdiri dari tiga orang yang masing-masing
menanamkan investasinya. Ketiga pendiri tersebut yaitu Bapak Wahyudiono,
Bapak Prastiyo, dan Bapak Ohi Jazuli yang masing-masing menanamkan
investasinya secara berurutan yaitu sebesar 55 persen, 35 persen, serta 10 persen.

47
Ide pembentukan Peternakan Bintang Tiga (PPBT) dicetuskan pertama
oleh Bapak Prastiyo yang kemudian mengajak Bapak Wahyudiono untuk bekerja
sama menanamkan investasinya ke bisnis puyuh tersebut. Menimbang akan
prospek yang cukup menjanjikan dari peternakan puyuh di wilayah Bogor, Bapak
Wahyudiono sebagai pemilik lahan tertarik terhadap rencana tersebut dan
memberi dukungannya dengan turut serta dalam pendirian PPBT. Setelah Bapak
Wahyudiono bersedia menjadi investor terbesar, Bapak Prastiyo mengajak Bapak
Ohi Jajuli untuk bergabung. Pelaksanaan operasi PPBT sebagian besar diserahkan
kepada Bapak Prastiyo karena beliau memiliki kompetensi ilmu peternakan serta
mempunyai pengalaman bekerja di perusahaan puyuh sebelumnya. Posisi Pak
Wahyudiono serta Pak Jazuli lebih condong sebagai sekutu pasif yang sesekali
bertandang untuk melihat perkembangan peternakan. Namun satu tahun
kemudian, pada bulan September 2008, Bapak Wahyudiono menjual investasinya
kepada Pak Prastiyo karena beliau ingin mengembangkan bisnis batik milik
keluarganya. Alasan lainnya yaitu kekhawatiran beliau akan maraknya flu burung
yang banyak menyerang peternakan unggas sehingga beliau pesimistis untuk tetap
mengembangkan usaha puyuh Bintang Tiga. Ternyata selain di PPBT, Bapak
Prastiyo juga mempunyai saham di peternakan puyuh lain yang berlokasi tepat di
belakang PPBT. Besar saham yang beliau miliki di tempat tersebut yaitu 40
persen. Oleh karena PPBT telah mengalami perkembangan usaha yang signifikan,
Pak Prastiyo selaku pemilik saham terbesar berencana untuk memfokuskan pada
pengembangan PPBT seutuhnya dan memberi hak kepemilikan saham di
peternakan puyuh lain tersebut kepada Bapak Ohi Jajuli. Hal ini dilakukan agar
dalam pengelolaan serta manajemen PPBT lebih leluasa dan terpusat, tanpa
mengurangi hak dari pihak satu sama lain. Perubahan bentuk perusahaan dari CV
menjadi perseorangan ini diwujudkan dengan membuat kandang baru yang
nantinya segala urusan manajemen peternakan baru ini diserahkan sepenuhnya
kepada Pak Ohi Jazuli.
Alasan utama yang mendasari pendiri perusahaan mengusahakan
peternakan puyuh ini yaitu pengalaman bekerja Bapak Prastiyo dalam peternakan
puyuh selama 18 bulan di peternakan puyuh Golden Quail Sukabumi. Ditunjang
pula oleh basis pendidikan beliau di bidang peternakan dari Fakultas Peternakan

48
IPB kelulusan tahun 1991. Alasan lain yaitu tingkat permintaan akan telur puyuh
di Kabupaten Bogor yang sangat tinggi, didukung dengan harga jual telur puyuh
yang stabil dan tidak memerlukan modal yang terlalu besar apabila dibandingkan
dengan peternakan sapi atau ayam.
Lokasi peternakan ada di pinggir jalan utama Desa Situ Ilir serta
berdekatan dengan pemukiman serta jenis usaha lain seperti meubel dan toko
bangunan. Letak tersebut menguntungkan dalam hal transportasi serta kedekatan
jarak dengan pasar, namun kurang baik untuk syarat lokasi peternakan puyuh
yang ideal karena puyuh akan terganggu oleh suara bising dari aktivitas lain di
sekitar lingkungannya. Namun sejauh ini masalah tersebut tidak terlalu berarti
untuk PPBT karena puyuhnya telah terbiasa terhadap suara-suara bising yang ada.
Keberadaan peternakan di dekat pemukiman penduduk Desa Situ Ilir juga
memudahkan dalam hal pemerolehan tenaga kerja yang sebagian besar berasal
dari lingkup terdekat PPBT.

5.2.2. Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan


Visi PPBT adalah menjadi perusahaan puyuh di Bogor yang mampu
memenuhi permintaan telur puyuh terutama di wilayah Bogor untuk saat ini serta
Jakarta dan sekitarnya pada nantinya. Saat ini pasar telur puyuh di Bogor 80
persen masih dikuasai peternak dari daerah luar Bogor seperti Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
Misi PPBT adalah menyediakan produk telur puyuh yang berkualitas
kepada konsumen dan memasarkan secara optimal dalam rangka membangun
citra perusahaan. Tujuan PPBT adalah mengembangkan usaha telur puyuhnya
yang menitikberatkan pada peningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara
memberi kepastian pasokan telur puyuh yang berkualitas. Selain itu tujuan lain
dari PPBT yang tidak kalah penting yaitu membuka lapangan pekerjaan untuk
penduduk di sekitar lokasi peternakan yang masih menganggur.

5.2.3. Struktur Organisasi


Pada dasarnya PPBT belum memiliki struktur organisasi secara tertulis
dan manajemennya masih sederhana. Namun berdasarkan hasil wawancara, maka
dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi PPBT terdiri atas manajer yang
membawahi secara langsung bagian-bagian lain seperti bagian pemeliharaan,

49
produksi pakan, sarana produksi dan peralatan, transportasi (sopir), satpam, serta
bagian dapur. Manajer memiliki peran yang dominan dalam aktivitas usaha PPBT
terutama dalam hal pemasaran dan masalah keuangan. Penanganan teknis
pemeliharaan puyuh dibagi per kandang, sehingga satu kandang besar diserahkan
pada satu orang pekerja. Salah satu tugas penting dari bagian pemeliharaan yaitu
mencatat jumlah produksi telur puyuh tiap hari. Laporan produksi telur puyuh tiap
kandang ini diserahkan kepada manajer, sehingga manajer dapat memantau
perkembangan produksi usahanya. Adapun struktur perusahaan PPBT dapat
dilihat pada Gambar 2.

MANAJER

Pemeliharaan Produksi Sarana Produksi Dapur Transportasi Satpam


puyuh pakan dan Peralatan

Keterangan :
= Garis Arahan
= Garis Koordinasi

Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan PPBT

Semua pekerja di PPBT adalah pekerja non keluarga dan sebagian besar
berasal dari lingkungan PPBT sendiri. Tugas dan wewenang dari masing-masing
pekerja di PPBT yaitu :
1. Manajer, memiliki tugas dan wewenang untuk merencanakan,
mengorganisasikan, mengendalikan dan melakukan pengawasan terhadap
jalannya produksi perusahaan serta kinerja karyawan.
2. Bagian Pemeliharaan Puyuh, bertugas melakukan segala aktivitas di
kandang atau proses budidaya puyuh mulai dari perawatan puyuh sampai
dengan perawatan kandang dan kurung yang digunakan. Bagian ini harus
melaksanakan standar kerja yang telah ditetapkan oleh manajer, dan
bertanggung jawab langsung terhadap manajer.

50
3. Bagian Produksi Pakan, bertugas melakukan segala aktivitas yang
berkaitan dengan pengolahan pakan yang telah ditetapkan oleh manajer.
Bagian ini juga bertanggung jawab penuh terhadap manajer.
4. Bagian Sarana Produksi dan Peralatan, memiliki tugas membuat kurung
puyuh sesuai dengan aturan atau instruksi dari manajer, dan memiliki
tanggung jawab kepada manajer.
5. Bagian Dapur, bertugas menyediakan konsumsi bagi karyawan PPBT,
serta mempunyai tugas dalam pekerjaan rumah tangga seperti mencuci,
menyapu, serta membersihkan mess karyawan dan halaman kantor PPBT.
6. Satpam, bertugas untuk menjaga kandang-kandang puyuh di malam hari
serta menjaga keamanan kandang serta kantor PPBT.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan PPBT dalam proses


manajemen di PPBT adalah gaya demokratis. Manajer menerima semua jenis
masukan dari karyawannya sejauh pendapat tersebut mampu membawa
perkembangan serta perubahan PPBT ke arah yang lebih baik. Dalam
meneyelesaikan suatu masalah, baik internal maupun eksternal, perusahaan
melakukan musyawarah untuk mencapai solusi yang tepat.

5.2.4. Kebutuhan Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengusahaan puyuh PPBT adalah
sebanyak 10 orang, terdiri dari 1 orang manajer, 4 orang di bagian pemeliharaan
puyuh, 1 orang bagian produksi pakan, 1 orang bagian sarana produksi dan
peralatan, 1 orang bagian transportasi, 1 orang satpam, serta 1 orang bagian dapur.
Data tenaga kerja di PPBT dapat dilihat pada Tabel 8.
Karyawan yang bekerja di PPBT kebanyakan merupakan lulusan Sekolah
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pemilik tidak melakukan
seleksi khusus terhadap mereka. Akan tetapi, sebelum melaksanakan spesifikasi
pekerjaan, mereka diberi pengarahan serta pelatihan oleh manajer secara langsung
dan terus diawasi sampai mereka dianggap mampu melakukan pekerjaannya
sendiri. Hari kerja yang diberlakukan di PPBT yaitu setiap hari, termasuk pada
hari Minggu. Waktu kerja para karyawan adalah delapan jam per hari, mulai
pukul 07.00 WIB sampai 16.00 WIB, dengan waktu istirahatnya adalah pukul
12.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB. Gaji diberikan kepada karyawan

51
PPBT setiap bulan. Perbedaan besar gaji didasarkan pada lama kerja di PPBT dan
beratnya pekerjaan. Jatah libur masing-masing karyawan PPBT yaitu 2 hari per
bulan. Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan oleh manajer sebanyak uang gaji
sebulan dari karyawan masing-masing. Data selengkapnya mengenai tenaga kerja
di PPBT dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Tenaga Kerja dalam Pengusahaan Puyuh di PPBT Tahun 2009
No Nama Spesifikasi Alamat Usia Pendidikan Gaji
Karyawan Pekerjaan (thn) Akhir (Rp/ bulan)
1 Prastiyo S.pt Manajer Mega 37 Sarjana Keuntungan
Mendung Peternakan usaha
2 Makmur Sarana produksi Desa Situ Ilir 58 SD 600.000
dan peralatan
3 Samsudin Produksi pakan Desa Situ Ilir 39 SMP 600.000
4 Yudi Pemeliharaaan Cikembar- 33 SMP 900.000
Wahyudin puyuh Sukabumi
5 Suhendar Pemeliharaan Desa Situ Ilir 26 SMP 500.000
puyuh
6 Noviyanto Pemeliharaan Desa Situ Ilir 25 SMU 500.000
puyuh
7 Ahmad Pemeliharaan Desa Situ Ilir 24 SMP 500.000
puyuh
8 Agus Transportasi Gunung 48 SMP 500.000
Bunder
9 Marfuah Dapur Desa Situ Ilir 51 SD 350.000
10 Aben Satpam Desa Situ Ilir 35 SMP 400.000
Sumber : PPBT, 2009

5.2.5. Jenis dan Perkembangan Usaha


Jenis usaha yang menjadi fokus PPBT yaitu budidaya puyuh untuk
menghasilkan telur sebagai produk akhirnya. Unit usaha lainnya dari PPBT yaitu
puyuh pembibit, pakan, puyuh afkir, dan kotoran. Namun tujuan dasar dari
pengusahaan produk sampingan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan usaha
puyuh petelur PPBT sendiri dan untuk menghemat biaya produksi, terutama
DOQ dan pakan.
Pada awal pendirian PPBT yaitu pada bulan September 2007, populasi
puyuhnya yaitu sekitar 5.000 ekor. Namun pada akhir tahun 2007, puyuh tersebut
terkena penyakit tetelo sehingga PPBT kehilangan semua populasi puyuhnya.
Pada awal tahun 2008, PPBT memulai usahanya dari awal kembali dengan
membeli bibit puyuh petelur sekitar 3.000 ekor.
Jumlah puyuh keseluruhan yang telah dimiliki PPBT sampai saat ini yaitu
sekitar 12.000 ekor dengan investasi yaitu 3 bangunan kandang besar untuk puyuh

52
petelur dan 1 kandang kecil untuk puyuh anakan (starter). Telur puyuh yang telah
mampu dihasilkan PPBT dengan kapasitas puyuh tersebut yaitu sekitar 8.500
butir telur per harinya. Jumlah produksi telur tersebut masih dirasakan kurang
oleh pengelola karena belum mampu memenuhi permintaan pasar. Oleh sebab itu
pengelola PPBT berencana menambah jumlah puyuh petelurnya saat ini disertai
dengan penambahan puyuh pembibit. Pada awalnya bibit puyuh (DOQ) PPBT
diperoleh dari pemasok dari wilayah Jawa Tengah, namun saat ini pasokan macet
karena peternakan supplier terkena wabah penyakit. Untuk mengantisipasi
ketidakpastian tersebut pengelola PPBT berniat membudidayakan puyuh pembibit
secara mandiri. Realisasi terhadap rencana pengusahaan puyuh pembibit dimulai
dengan penambahan mesin tetas yang ada. Selain itu pengelola PPBT juga berniat
untuk membuat kandang baru untuk puyuh petelur serta untuk puyuh pembibit,
karena selama ini kandang puyuh pembibit masih disatukan dengan puyuh petelur.
Selain telur puyuh dan puyuh pembibit, PPBT juga mengusahakan pakan
yang sebagian besar dijual dan sisanya dikonsumsi sendiri . Dalam satu bulan
PPBT mampu menghasilkan pakan puyuh sebanyak 11,7 ton, dimana 40 persen
digunakan untuk konsumsi sendiri, sedangkan 60 persen dijual ke peternak puyuh
lain.
Unit usaha PPBT lainnya adalah puyuh afkir dan kotoran puyuh. Produk
puyuh afkir dihasilkan pada saat umur ekonomis budidaya puyuh petelur habis,
yakni sekitar 18 bulan. Puyuh afkir PPBT dijual ke Jakarta dengan harga Rp
2.000,- per ekor. Untuk kotoran puyuh, dalam satu bulan PPBT dapat
menghasilkan kotoran sebanyak 110 karung, dimana satu karung berkapasitas 50
kilogram. Kotoran tersebut dijual ke petani-petani di lingkungan peternakan dan
Dinas Perikanan dan Peternakan dengan harga Rp 4.000,- per karungnya.

5.2.6. Pengadaan Bahan Baku


Pengadaan bahan baku dalam budidaya puyuh PPBT terdiri dari
pengadaan bibit, pakan, dan sarana produksi peternakan. Bibit puyuh yang
digunakan oleh perusahaan adalah bibit puyuh yang berumur seminggu, yang
kemudian dibesarkan dulu di kandang starter sampai umur satu bulan untuk
kemudian dipindah ke kandang grower dan layer. Pada awalnya sebagian besar
bibit puyuh didatangkan dari daerah Jawa Tengah. Namun saat ini pasokan

53
tersebut terhenti, maka PPBT mencoba memenuhi semua kebutuhan bibit
puyuhnya dengan menetaskan sendiri. Harga beli bibit yang dibeli oleh PPBT dari
pemasok yaitu Rp 2.750,- per ekor.
Untuk pakan puyuh yang digunakan PPBT berasal dari pakan puyuh
olahan sendiri (self mixing). Hal ini dilakukan karena pakan memiliki kontribusi
sebesar 70 persen dari keseluruhan komponen biaya produksi, sehingga dengan
mengolah pakan sendiri maka akan menghemat biaya pengeluaran PPBT. Pakan
yang digunakan di PPBT adalah pakan hasil mencampur dari beberapa bahan
baku dengan formulasi tertentu. Komposisi pakan campuran tersebut terdiri dari
jagung giling, dedak padi, konsentrat untuk pakan ayam petelur, dan bahan
tambahan (feed additive). Peralatan dan sarana yang digunakan dalam proses
budidaya puyuh petelur merupakan peralatan standar peternakan unggas,
khususnya ayam petelur. Hal ini didasarkan pada proses pemeliharaan puyuh
hampir sama dengan proses pemeliharaan ayam petelur. Peralatan tersebut adalah
sangkar (kurung), galon air minum, sprayer, ember, dan nampan kayu tempat
memanen telur. Sarana dan peralatan yang digunakan didapatkan dari beberapa
toko peralatan peternakan (poultry shop) dan untuk pengadaan sangkar (kurung),
perusahaan memproduksi sendiri.

5.2.7 Lay Out


Lay out tempat usaha merupakan salah satu hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pendirian suatu proyek usaha. Lay out adalah pengaturan
tata letak fisik dan peralatan secara keseluruhan mengikuti aliran proses produksi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan lay out adalah efisiensi
penggunaan alat, ketersediaan ruangan, dimensi alat, aliran proses produksi,
tenaga kerja, dan keamanan. Lay out yang baik dapat menghemat penggunaan
ruangan, memperlancar distribusi bahan baku dan pergerakan tenaga kerja.
Penyusunan lay out pada PPBT dilakukan untuk memudahkan dalam proses
pembudidayaan puyuh petelur, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan
lancar, efektif, ekonomis, aman, dan nyaman.
Bangunan yang digunakan untuk kegiatan pengusahaan puyuh PPBT yaitu
terdiri dari 3 bangunan kandang besar untuk puyuh grower dan layer, 1 kandang
untuk puyuh starter, 1 ruang penetasan, tempat pengolahan pakan, dan tempat

54
untuk pembuatan kurung dan tempat kurung khusus puyuh yang sakit. Bangunan
penunjang lain yaitu berupa mess karyawan yang berfungsi sebagai kantor PPBT
serta ruang dapur. Semua bagian-bagian tersebut berada pada satu tempat di lahan
seluas 2.000 m2.
Bangunan kandang besar untuk puyuh petelur dan pembibit berukuran 10
X 8 meter, dengan lokasi satu sama lain berdekatan. Kandang besar terbuat dari
bangunan setengah permanen dengan menggunakan kawat sebagai dinding
atasnya. Untuk atap kandang menggunakan asbes dan lantai terbuat dari semen.
Penggunaan bahan-bahan ini bertujuan untuk memberi ventilasi yang cukup
sehingga ruangan sejuk dan tidak panas. Di depan masing masing kandang besar
terdapat keran air yang berfungsi sebagai tempat membersihkan peralatan makan
dan minum puyuh yang juga berfungsi sebagai sumber air untuk membersihkan
kandang.
Bangunan kandang kecil untuk puyuh starter memiliki ukuran 5 X 6 meter
dengan bentuk struktur bangunan permanen. Kandang permanen sengaja dibuat
karena DOQ membutuhkan udara yang hangat agar DOQ tidak merasa kedinginan
dan tidak cepat sakit. Letak kandang kecil berada satu bangunan dengan ruang
penetasan telur, dapur, serta mess karyawan atau kantor PPBT. Untuk tempat
pembuatan kurung berdekatan dengan tempat puyuh-puyuh yang sakit. Bentuk
bangunan tidak permanen (tempat terbuka yang diberi atap), letaknya berada di
sebelah bangunan mess karyawan dan kandang besar. Tempat pembuatan pakan
berada di depan mess karyawan. Konstruksi bangunannya sama dengan tempat
pembuatan kurung, hanya sedikit lebih luas.
5.2.8. Proses Produksi
Luas lahan dan bangunan yang digunakan untuk budidaya puyuh yaitu 2.000
m2. Kandang besar yang digunakan untuk puyuh petelur dan puyuh pembibit
sejauh ini masih disatukan. Hal ini dikarenakan biaya pembuatan kandang yang
mahal sehingga PPBT belum mampu membangun kandang besar khusus untuk
puyuh pembibit.
Saat ini PPBT memiliki 3 kandang besar untuk puyuh grower dan layer,
yang masing-masing berisi 25 kurung. Satu kurung puyuh dapat menampung 200

55
ekor dengan ukuran kurung 0,6 X 1 meter. Kapasitas maksimal seluruh kandang
dapat menampung sekitar 15.000 ribu ekor puyuh.

a. Pemeliharaan Puyuh Petelur


Proses produksi puyuh petelur pada PPBT dimulai dari bibit puyuh siap
telur yang berumur antara 30-40 hari hingga tidak lagi produktif yaitu 18 bulan.
Pada Gambar 3, dapat dilihat secara singkat alur pemeliharaan puyuh petelur
PPBT selama masa produksi.
Proses pemeliharaan dimulai dengan persiapan kandang yaitu kandang
difumigasi dengan penyemprotan desinfektan untuk mematikan kuman dan bakteri
yang ada di dalam maupun di sekitar kandang. Desinfektan yang digunakan
berupa biodes dan septocid dengan komposisi yang sesuai atau yang telah
ditetapkan. Dosis yang digunakan dalam kegiatan fumigasi ini yaitu sebanyak satu
tutup cairan septocid ditambah dengan satu tutup cairan biodes untuk setiap 10
liter air. Setelah kandang dalam keadaan steril, dilakukan persiapan pakan dan air
minum yang telah dicampur dengan vitamin.
Setelah itu bibit puyuh yang ada ditempatkan di kurung yang telah
disiapkan sebelumnya. Kurung tersebut terbuat dari kawat dan memiliki lima
tingkat. Satu tingkat kurung berisi kurang lebih 40 ekor bibit puyuh. Setiap lantai
mempunyai ukuran yaitu panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 20 cm. Dalam
kurung ini bibit puyuh mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi masa
produksi telur. Dalam budidaya puyuh petelur, yang dimanfaatkan sepenuhnya
yaitu puyuh betina, sehingga pada kandang puyuh petelur tidak terdapat puyuh
jantan sama sekali. Hal ini bertujuan agar telur yang dihasilkan infertil (tidak
dibuahi). Telur yang dibuahi akan cepat busuk dan tidak tahan lama jika dijual.

56
Persiapan Kandang

Pemberian Pakan dan


Minum
Proses Budidaya Puyuh
Petelur PPBT
(dipelihara tanpa puyuh Pengendalian dan Pencegahan Penyakit :
jantan sama sekali) 1. Sanitasi kandang
2. Vaksinasi
3. Pemberian vitamin dan obat-obatan

Panen dan Pasca Panen

Pengafkiran

Gambar 3. Alur Proses Pemeliharaan Puyuh Petelur PPBT

Pemeliharaan puyuh petelur pada masa produksi yang dilakukan secara


rutin setiap hari adalah memberi minum dan mengepel atau menyapu lantai
kandang. Pemberian pakan dilakukan dua hari sekali. Pakan yang diberikan
berupa ransum yang terdiri dari campuran jagung giling, dedak, konsentrat ayam
petelur, serta suplemen makanan puyuh. Jumlah pakan yang diberikan kepada
puyuh rata-rata sebanyak 35 gram per ekor tiap dua hari.
Sistem pemberian air minum pada puyuh PPBT dilakukan setiap hari.
Pemberian air minum ini sewaktu-waktu dicampur dengan vitamin. Selain
pemberian pakan dan minum, kegiatan rutin lain PPBT yaitu melakukan
pengambilan telur. Proses pengambilan telur ini dilaksanakan setiap pagi pada
pukul 07.00 WIB. Urut-urutan kegiatan pemeliharaan puyuh petelur PPBT setiap
hari dapat dilihat pada Tabel 9 .

57
Tabel 9. Proses Pemeliharaan Puyuh Petelur di PPBT, Tahun 2009
Waktu Kegiatan Pemeliharaan Keterangan
(WIB)
07.00 Pengambilan telur Dengan menggunakan alat panen
(nampan) yang berkapasitas 100 butir
08.00 Penyortiran telur sekaligus Menggunakan kemasan berupa : (1) peti
pengemasan kayu berukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm
dengan kapasitas 1.200 butir dan diberi
sekam agar telur tidak rusak. (2) dus
ukuran 44 cm x 30 cm x 17 cm dengan
kapasitas 750 butir.
09.30 - pemberian pakan dan minum - pakan diberikan dua hari sekali
- pemberian air minum dilakukan setiap
hari
- pembersihan kotoran dan - pembersihan kotoran dilakukan dua
pemberian minum hari sekali berselang dengan pemberian
pakan
- pemasaran telur ke pasar
12.00 Istirahat
13.00 - menyapu dan mengepel lantai - Menjaga sanitasi kandang agar tidak
kandang menimbulkan penyakit
- Menggunakan sapu lidi untuk
menyapu kandang
- Penyemprotan kandang dan luar - Penyemprotan dilakukan setelah
kandang selesai membersihkan kotoran
15.00 Memeriksa puyuh dan kawat Mengambil puyuh yang sakit, mati atau
pakan setiap sangkar terjepit serta memeriksa posisi tempat
pakan dan minum
16.00 Istirahat

Tahapan pengambilan telur puyuh pada PPBT yaitu penyiapan nampan


tempat panen untuk wadah telur yang akan diambil, pengambilan telur,
penyortiran antara telur utuh dan telur yang retak atau pecah, kemudian dilakukan
pengemasan telur ke peti kayu atau dus. Selanjutnya telur siap didistribusikan ke
pasar. Alur pengambilan telur puyuh pada PPBT secara singkat dapat dilihat pada
Gambar 4.

58
Penyiapan Wadah untuk Panen
Telur Puyuh

Pengambilan Telur Puyuh

Penyortiran antara Telur Bagus dan


Telur Rusak

Pengemasan Telur Puyuh


(peti kayu atau dus)

Pendistribusian Telur Puyuh

Gambar 4. Alur Proses Pengambilan Telur Puyuh PPBT, 2009

Dalam kegiatan pemeliharaan puyuh petelur, kegiatan lain yang juga


dilakukan yaitu program kesehatan yang meliputi pemberian vitamin. Kegiatan ini
dilakukan setiap minggu selama tiga hari berturut-turut, namun pemberian obat
untuk penyakit snot dilakukan setiap bulan (berselang dengan pemberian obat
pencernaan). Pemberian obat pencernaan dilakukan setiap bulan dan vaksinasi
Newcastle Desease (ND) dilakukan setiap dua bulan sekali. Pada Tabel 10 dapat
dilihat secara jelas program kesehatan puyuh petelur di PPBT.

59
Tabel 10. Program Kesehatan Puyuh Petelur di PPBT, Tahun 2009.
No Jenis Kegiatan Frekuensi Keterangan
Waktu
1 Pemberian Vitamin Setiap minggu Selama tiga hari berturut-turut
2 Pemberian obat penyakit Setiap bulan Berselang dengan pemberian obat
snot pencernaan
3 Pemberian obat untuk Setiap bulan Berselang dengan pemberian obat
saluran pencernaan snot
4 Vaksinasi Newcastle Setiap dua bulan
Desease (ND) atau tetelo

Akhir dari siklus pemeliharaan puyuh petelur PPBT yaitu pengafkiran.


Pengafkiran adalah mengeluarkan puyuh-puyuh yang tidak produktif atau yang
tidak diinginkan oleh perusahaan. Pengafkiran puyuh pada PPBT dilakukan saat
puyuh telah berumur 18 bulan. Pada umur tersebut, produksi telur puyuh mulai
menurun dan tidak menguntungkan. Setelah puyuh diafkir maka siklus
pemeliharaan puyuh dimulai dari awal kembali.

b. Pemeliharaan Puyuh Pembibit


Proses pemeliharaan pada puyuh pembibit di PPBT pada umumnya sama
dengan pemeliharaan puyuh petelur. Kesamaan proses pemeliharaan terjadi pada
cara persiapan kandang, besar ukuran kurung, frekuensi pemberian pakan,
frekuensi pemberian minum, serta frekuensi pemberian vitamin atau vaksin
(pengobatan). Adapun perbedaan mendasar antara pemeliharaan puyuh petelur
dengan puyuh pembibit yaitu pada saat penempatan puyuh ke kurung. Pada
pemeliharaan puyuh pembibit, puyuh jantan dan betina disatukan dalam satu
kurung.
Puyuh yang dipersiapkan sebagai induk pada PPBT yaitu puyuh yang telah
berumur sekitar satu bulan untuk puyuh betina maupun pejantan. Puyuh yang
dipilih sebagai induk pembibit harus sehat, tubuhnya tegap, bobotnya sedang (1,5-
1,6 ons), dada berisi, dan kaki terbuka. Puyuh juga tidak mengalami cacat fisik,
gesit, dan tidak suka memakan telurnya sendiri (kanibal). Selain itu, puyuh jantan
dan betina yang akan dijadikan pasangan induk tidak memiliki hubungan saudara
(inbreeding).
Perbandingan puyuh jantan dan betina dalam satu kurung pembibitan yaitu
1 ekor puyuh jantan berbanding 3 sampai 4 ekor puyuh betina. Tujuan penentuan

60
proporsi perbandingan ini agar tidak terlalu banyak pejantan dalam satu kurung.
Jika jumlah pejantan terlalu banyak dikhawatirkan dapat mengganggu puyuh
betina karena terlalu sering dikawini. Selain itu, pejantan akan menghabiskan
banyak pakan, dan terjadi pemborosan pakan. Sementara jika jumlah betinanya
terlalu banyak, banyak telur yang tidak terbuahi, sehingga telur tidak dapat
ditetaskan.
Seperti halnya pada pemeliharaan puyuh petelur, pada puyuh pembibit
terdapat pula kegiatan pengambilan telur yang dilakukan setiap hari bersamaan
dengan pengambilan telur puyuh petelur. Namun wadah panen telur puyuh
pembibit dibedakan dengan wadah telur puyuh petelur. Telur-telur puyuh
pembibit disortasi terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke mesin tetas. Telur tetas
yang dipilih yaitu yang ukurannya besar, beratnya seragam (10-11 gram), dengan
bentuk yang sempurna, bulat lonjong. Selain itu, cangkangnya berbercak hitam
kelabu dan bercaknya menyebar merata, tidak retak, serta bersih dari kotoran-
kotoran yang melekat. Proses pengambilan telur puyuh pembibit dapat dilihat
pada Gambar 5.
Untuk masa pengafkiran puyuh pembibit di PPBT dilakukan saat masa
produksi puyuh semakin menurun. Puyuh-puyuh betina mulai diafkir setelah
berumur 6 bulan. Ciri-ciri untuk mengafkir puyuh betina yaitu dengan melihat
rontoknya bulu di punggung dan kepalanya. Selain itu, untuk melihat tingkat
produktivitas puyuh betina yaitu dengan melihat sekitar kloakanya, jika kloaka
tidak keriput dan masih berminyak menandakan puyuh masih produktif. Untuk
puyuh pejantan mulai diafkir pada umur 7 bulan dan diganti dengan puyuh jantan
muda yang mampu menghasilkan sperma yang lebih prima.

61
Penyiapan Wadah untuk Panen
Telur Puyuh Pembibit

Pengambilan Telur Puyuh

Penyortiran antara Telur Bagus dan


Telur Rusak

Penempatan Telur ke dalam Mesin


Tetas

Gambar 5. Alur Proses Pengambilan Telur Puyuh Pembibit di PPBT, 2009

5.2.7. Pemasaran
Dalam melakukan pemasaran produknya, PPBT menerapkan strategi-
strategi pemasaran. Bauran pemasaran merupakan strategi pemasaran yang
dilakukan perusahaan dalam memasarkan suatu produk. Bauran pemasaran terdiri
dari empat komponen, yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi),
dan promotion (promosi)
a. Pemasaran Telur Puyuh
Jenis produk utama yang dihasilkan oleh PPBT yaitu telur puyuh. Telur
puyuh PPBT dikirim ke pasar-pasar dengan menggunakan dua macam kemasan
yaitu kemasan dari peti dan kardus. Kemasan peti berkapasitas 1.200 butir,
sedangkan dus berkapasitas 750 butir. Pada kemasan peti dilengkapi dengan
bantalan telur dari sekam padi. Fungsi dari sekam padi yaitu untuk mengisi ruang
kosong yang ada sehingga menjadi padat dan telur tidak saling berbenturan, serta
untuk penahan serta bantalan telur jika terkena guncangan. Dengan kemasan yang
aman tersebut maka akan mengurangi jumlah telur yang rusak atau pecah
sehingga resiko kerugian perusahaan dapat berkurang. Mutu atau kualitas telur
merupakan prioritas utama dari PPBT. Selain menyediakan telur yang utuh (tidak

62
cacat), tampilan telur juga harus bagus dengan ukuran atau besarnya telur yang
merata serta memperlihatkan motif telur puyuh yang sempurna.
Harga merupakan hal yang paling penting dalam pemasaran sebuah
produk. Harga jual telur puyuh produksi PPBT yaitu Rp 175,- per butir untuk
penjualan ke pasar-pasar dan dalam jumlah yang banyak. Sedangkan untuk dijual
eceran ke konsumen yang datang langsung ke peternakan, harga yang ditetapkan
yaitu Rp 180,- per butir. Strategi yang digunakan PPBT dalam hal harga yaitu
menjual harga telur yang selalu konstan, baik saat penawaran telur puyuh di pasar
sedang tinggi maupun rendah. Kenaikan harga terjadi jika ada kenaikan harga
input seperti pakan. Selain itu harga telur puyuh PPBT dijual lebih rendah
daripada harga jual pesaingnya yang berasal dari daerah Sukabumi, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur. Harga telur puyuh dari Sukabumi yaitu sekitar Rp 180,- per
butir, dari Jawa Tengah dan Jawa Timur sekitar Rp 195,- sampai Rp 200,- per
butir. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh PPBT yaitu dengan tunai dan
tempo. Pembayaran tempo diberlakukan khusus untuk pelanggan yang telah lama
bekerja sama dengan PPBT sehingga dapat dipercaya. Tempo yang diberikan
PPBT adalah selama satu hari. Pelanggan ini yaitu bandar dari pedagang asongan.
Sedangkan untuk pembayaran tunai, diberlakukan kepada para pedagang pengecer
telur di pasar-pasar wilayah Bogor. Strategi-strategi harga PPBT lebih
menitikberatkan kepada pelayanan dan kepuasan pelanggan, sehingga kerjasama
perdagangan dapat terus berlanjut dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam hal distribusi, PPBT menjual telur puyuh kepada pedagang
pengecer telur di pasar-pasar dan beberapa bandar asongan di wilayah Bogor.
Persentase pemasaran hasil produksi telur PPBT adalah 84,2 % ke pedagang
pengecer telur, dan 15,7 % ke bandar asongan, dan sisanya 0,1 % dijual kepada
para pembeli yang datang langsung ke PPBT. Alasan PPBT belum menjual ke
daerah selain Bogor yaitu karena masih rendahnya produksi telur yang dihasilkan.
Hal ini pula yang mendasari PPBT belum memasarkan ke supermarket. Untuk
sistem penjualan telur puyuh, dilakukan sistem jual putus, dimana telur yang tidak
habis terjual oleh pedagang pengecer tidak dapat dikembalikan ke PPBT dan
sepenuhnya menjadi resiko pedagang pengecer. Skema rantai pemasaran pada
PPBT dapat dilihat pada Gambar 6.

63
0,1 %

84,2 %
Pedagang Pengecer
Telur
PPBT
a. Konsumen
Akhir
Bandar Asongan
15,7 %
100 %

Gambar 6. Skema Rantai Pemasaran Telur Puyuh di PPBT.

Promosi merupakan kegiatan perusahaan dalam mengkomunikasikan


produk yang dijualnya terhadap konsumen. Promosi yang dijalankan oleh PPBT
yaitu promosi langsung kepada pelanggan. Sambil mengantarkan telur yang ke
pasar-pasar, PPBT juga mencari pengecer telur lain untuk menawarkan produk
telurnya. Promosi seperti ini dilakukan karena kapasitas produksi perusahaan
masih rendah, yaitu produk telur yang dihasilkan belum terlalu banyak. Dengan
promosi langsung dirasa telah mampu menampung semua produk telur yang
diproduksi PPBT, sehingga PPBT belum terlalu membutuhkan promosi melalui
media yang lain.
b. Pemasaran Bibit Puyuh
Puyuh pembibit yang dijual oleh PPBT adalah puyuh pembibit betina yang
berumur 30 hari. Puyuh pembibit PPBT diperoleh dari hasil proses seleksi saat
starter. Seleksi ini meliputi pemilihan anak puyuh (DOQ) yang bukan berasal dari
perkawinan antara induk pejantan dan betina yang sedarah. Saat seleksi juga
dilakukan vaksinasi dan pemotongan paruh. Puyuh pembibit PPBT yang dipilih
untuk dijual yaitu puyuh pembibit yang besarnya seragam, gesit, serta tidak
mengalami cacat fisik seperti kaki pengkor, paruh melengkung, ekor bengkok, dan
sayap patah. Mata puyuh harus cerah, bersih, tidak terlihat mengantuk dan
penyakitan, serta aktif mencari pakan. Pada proses seleksi, puyuh jantan yang
tidak terpilih sebagai pejantan dijadikan sebagai puyuh afkir. Sementara puyuh
betina yang tidak terpilih sebagai pembibit digunakan sebagai puyuh petelur.
Dalam pengiriman puyuh pembibit digunakan keranjang plastik yang memiliki
lubang-lubang kecil dengan kepadatan puyuhnya disesuaikan. Penggunaan tempat

64
ini bertujuan agar puyuh dapat memperoleh sirkulasi udara yang bagus sehingga
sampai ke pelanggan dalam keadaan yang tetap sehat.
Selain PPBT ada beberapa peternak puyuh lain yang menjual bibit puyuh
yaitu berasal dari daerah Bekasi dan Sukabumi. Puyuh pembibit dari PPBT dijual
dengan harga Rp 7.000,- per ekor sama halnya dengan harga jual peternak pesaing
dari Sukabumi. Namun untuk peternak pesaing dari Bekasi, menjual puyuh
pembibitnya dengan harga Rp 6.000,-. Alasan PPBT menjual pembibit lebih
tinggi dari pesaingnya karena PPBT mengutamakan mutu dari produknya. Puyuh
pembibit PPBT mengalami proses seleksi yang ketat sehingga anakan puyuh yang
dihasilkan benar-benar sehat serta baik untuk selanjutnya dijadikan puyuh
pembibit maupun untuk puyuh petelur.
Pelanggan puyuh pembibit PPBT merupakan peternak-peternak puyuh
dari daerah Sukabumi dan Lido. Para peternak ini menjalin mitra dengan PPBT
dalam hal pemerolehan bibit puyuh serta pakan puyuh, dan menjual hasil telur
puyuh mereka kepada PPBT dengan harga Rp 175,- per butir. Bentuk kemitraan
ini meguntungkan kedua belah pihak. Bagi peternak mitra, kepastian DOQ, pakan,
dan pemasaran telur telah terjamin. Keuntungan bagi PPBT yaitu memperoleh
tambahan jumlah telur sehingga dapat memenuhi permintaan pelanggan telur
puyuh, walaupun PPBT tidak mengambil keuntungan langsung dari harga
penjualan telur tersebut.
Dalam hal promosi, sampai saat ini PPBT tidak melakukan tindakan
promosi apapun untuk mendukung penjualan puyuh pembibitnya. Selain karena
kapasitas produksi puyuh pembibit yang masih sangat terbatas, tujuan utama dari
usaha pembibitan PPBT yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan intern. Adanya
pola kemitraan dengan para peternak puyuh lain juga menjadi salah satu alasan
mengapa PPBT tidak melakukan promosi terhadap produksi puyuh pembibitnya.

65
VI ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

6.1. Pola Usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga


Pola usaha yang dilaksanakan pada penelitian ini dibedakan menjadi tiga
pola usaha yaitu pola usaha I, pola usaha II, serta pola usaha III. Pola usaha I
merupakan pola usaha yang dilakukan PPBT pada awal usaha (September 2007)
sampai bulan November 2008, yaitu usaha budidaya puyuh petelur dengan
membeli DOQ dari peternak lain. Pola II merupakan usaha yang dilakukan PPBT
dari bulan Desember 2008 sampai saat ini, yaitu usaha budidaya puyuh petelur
dan pembibit. Pola III merupakan rencana pengembangan usaha yang akan
dilakukan oleh PPBT, yaitu penambahan jumlah puyuh petelur dengan
pemenuhan kebutuhan bibit dari penetasan sendiri.

6.2. Aspek Pasar Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT)

6.2.1. Aspek Pasar Budidaya Puyuh Petelur PPBT


Potensi pasar untuk produk telur puyuh cukup tinggi. Tingginya potensi
telur puyuh ini terbukti dari banyaknya permintaan masyarakat terhadap
pembelian di pasar-pasar. Meski penyakit flu burung masih mengancam, tidak
terlalu berpengaruh terhadap permintaan telur puyuh. Ini terbukti, permintaan
telur puyuh sampai saat ini masih tetap stabil. Telur puyuh, meski bentuknya lebih
kecil dari telur ayam kampung, tetap memiliki khasiat yang sama besarnya. Telur
puyuh mengandung sumber gizi berupa protein yang tinggi serta berguna bagi
kesehatan semua orang. Bahkan, terkadang bisa dipergunakan sebagai campuran
obat tradisional sama seperti telur ayam kampung. Manfaat dan khasiat inilah
yang menjadi salah satu alasan telur puyuh tetap dicari konsumen 2. Pangsa pasar
utama dari penjualan telur puyuh yaitu wilayah Jabodetabek. Permintaan telur
puyuh untuk pasar Jabodetabek mencapai 2,3 juta butir telur per minggu,
sedangkan permintaan daging puyuh yaitu 4.000 ekor per hari3.
Pemenuhan terhadap besarnya permintaan puyuh berasal dari peternak-
peternak dari Sukabumi, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Bogor. Khusus di

2
Permintaan Telur Puyuh Stabil. 2008. Bisnis Bali Online.http://www.bisnisbali.com.[4 Mei
2009]
3
Kepak Untung Si Burung Puyuh. 2009. Agrina.http://www.agrina-online.com.[4 Mei 2009]

66
wilayah Bogor, jumlah peternak puyuh masih sangat sedikit serta kapasitas
produksinya pun msih rendah. Peternakaan puyuh di daerah Bogor sebagian besar
masih tergolong peternakan skala usaha kecil yaitu jumlah populasi puyuhnya di
bawah 3.000 ekor.
Sebagai salah satu peternakan puyuh di Bogor, PPBT sendiri masih
mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar yang ada. Setiap harinya
PPBT mampu menghasilkan sekitar 8.500 butir telur dari kurang lebih 10.840
ekor puyuh petelur dan dari 12.000 ekor populasi puyuh secara keseluruhan
(populasi pada bulan Maret 2009). Jumlah 8.500 telur merupakan hasil telur akhir
setelah dilakukan proses penyortiran pasca panen. Jumlah populasi puyuh petelur
sebesar 10.840 ekor merupakan jumlah total puyuh petelur yang terdiri dari
berbagai macam umur. Untuk permintaan dari pasar-pasar di Kabupaten Bogor
kepada PPBT dapat mencapai 30.000 butir per harinya. Oleh karena itu, PPBT
hanya mampu memasok ke pasar-pasar di wilayah Bogor dan belum memasarkan
telurnya ke luar daerah Bogor. Data permintaan beberapa pelanggan serta
penawaran PPBT dapat dilihat pada Tabel 11. Selain ke pasar-pasar, PPBT juga
melayani konsumen yang datang langsung ke peternakan untuk membeli telur
puyuhnya, namun biasanya jumlah pembelian tersebut hanya sedikit.
Telur puyuh produksi PPBT juga memiliki kualitas yang lebih baik bila
dibandingkan dengan kualitas telur puyuh yang berasal dari daerah Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Kualitas tersebut dibandingkan dari tebal tipisnya kerabang
(cangkang) telur. Semakin tipis kerabangnya, maka daya simpan telur makin
pendek. Telur produksi PPBT memiliki kerabang yang lebih tebal sehingga
memiliki daya simpan yang lebih lama dari telur puyuh dari Jawa Tengah serta
Jawa Timur.

67
Tabel 11. Data Permintaan dan Penawaran Telur Puyuh PPBT, Tahun 2009
No Pelanggan Permintaan per Permintaan Penawaran Persentase
Minggu per Bulan PPBT per yang
(peti) (peti) Bulan Terpenuhi
(peti) (%)
1 Pasar Bogor 40 160 60 2,91
(Pengecer Telur)
2 Pasar Anyar 14 56 40 1,94
(Pengecer Telur)
3 Pasar Warung Jambu 31,25 125 50 2,43
(Pengecer Telur)
4 Pasar Leuwiliang 20 80 20 0,97
(Pengecer Telur)
5 Pasar Cibinong 12 48 20 0,97
(Pengecer Telur)
6 Pasar Ciawi 8 36 12 0,58
(Pengecer Telur)
7 Pasar Ciluar 10 40 12 0,58
(Pengecer Telur)
8 Pasir Angin 22 88 28 1,36
(Bandar Asongan)
9 Cirangkong 7 28 12 0,58
(Bandar Asongan)
10 Cibubur 50 200 - 0
11 Karawang 250 1000 - 0
12 Pasar Pagi Jakarta 50 200 - 0
Total 514,25 2.061 254 12,32
Sumber : Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT), 2009 (diolah)
6.2.2. Aspek Pasar Budidaya Puyuh Pembibit PPBT
Pada awalnya sebagian besar pemerolehan anakan puyuh PPBT didapat
dari peternakan di daerah Jawa Tengah, dan sisanya berasal dari penetasan sendiri.
Namun karena pasokan DOQ dari Jawa Tengah saat ini terhenti maka PPBT harus
memenuhi semua kebutuhan DOQ dengan menetaskan sendiri dari puyuh
pembibit. Produksi puyuh pembibit PPBT saat ini masih belum banyak, karena
tujuan dasar dari pembibitan puyuh PPBT yaitu untuk memenuhi kebutuhan
peternakan sendiri dan tidak terlalu fokus untuk tujuan komersil. Akan tetapi
ternyata terdapat permintaan terhadap puyuh pembibit dari beberapa peternakan
lain dan PPBT tidak melewatkan peluang tersebut.
Saat ini puyuh pembibit yang dimiliki oleh PPBT sebanyak 1.000 ekor
(populasi pada Maret 2009). Hasil produksi telur dari populasi tersebut, nantinya
akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu menjadi puyuh pembibit serta menjadi
puyuh petelur. Hasil dari puyuh pembibit beberapa bagian akan dijual dan
sebagian lain digunakan sendiri. Besar bagian penjualan puyuh disesuaikan
dengan kebutuhan puyuh PPBT sendiri serta banyaknya permintaan dari pembeli.

68
Permintaan puyuh pembibit tidak sebanyak telur puyuh. Selain itu
permintaan pun tidak kontinu setiap bulan, namun biasanya permintaan datang
setiap tahun. Akan tetapi produksi puyuh pembibit PPBT sendiri masih relatif
rendah sehingga pemenuhan terhadap permintaan yang ada belum tercukupi.
Jumlah puyuh pembibit yang dihasilkan PPBT sebagian besar masih digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan intern. Apabila ada permintaan dan puyuh pembibit
PPBT tidak mencukupi, maka PPBT membeli puyuh pembibit dari peternak di
daerah Jawa untuk memenuhi permintaan pelanggan. Permintaan biasanya datang
saat peternakan mitra dagang PPBT membutuhkan puyuh pembibit baru. PPBT
menjual puyuh pembibit ke peternak-peternak di Sukabumi dan Lido. Para
peternak ini adalah peternak mitra dagang, dimana mereka membeli puyuh
pembibit dan pakan dari PPBT dan nantinya menjual hasil telurnya kepada PPBT.
PPBT juga menerima permintaan puyuh pembibit dari peternak lain (non mitra) di
daerah Jonggol, Sukabumi, dan Lido namun untuk sekarang ini belum mampu
memenuhinya. Data permintaan beberapa pelanggan serta penawaran PPBT dapat
dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Data Permintaan dan Penawaran Puyuh Pembibit PPBT, Tahun 2008.
No Pelanggan Permintaan Penawaran PPBT Persentase
(ekor) (ekor) yang
Terpenuhi
(%)
1 Daerah Sukabumi
4 peternak mitra 10.000 10.000 76,92
1 peternak non mitra 3.000 -

2 Daerah Lido
1 peternak mitra 34.000 2.500 6,58
2 peternak non mitra 4.000 -

3 Daerah Jonggol
1 peternak non mitra 5000 - 0

Berdasarkan analisis potensi pasar PPBT di atas, dapat disimpulkan bahwa


pengusahaan peternakan puyuh PPBT ini layak untuk diusahakan. Hal ini
didasarkan pada besarnya potensi pasar dari sisi permintaan dan penawaran untuk
produk PPBT, baik untuk telur puyuh maupun untuk puyuh pembibit. Dari
banyaknya jumlah permintaan telur puyuh dari wilayah Bogor ke PPBT yaitu
sebanyak 2.061 peti per bulan, PPBT baru dapat memenuhinya sebesar 12,32

69
persen. Untuk jumlah permintaan puyuh pembibit yang ada yaitu 56.000 ekor per
tahun, PPBT baru mampu memenuhinya sebesar 22,32 persen. Jumlah permintaan
yang tidak diimbangi oleh jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada
pengembangan usaha puyuh PPBT. Selain itu produk telur puyuh PPBT memiliki
keunggulan, baik dari segi kualitas maupun harga bila dibandingkan dengan telur
puyuh dari Sukabumi, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur.

6.3. Aspek Teknis


Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut
selesai dibangun. Aspek teknis dianalisa untuk melihat apakah dari segi
pembangunan proyek dan segi implementasi rutin bisnis dapat dilaksanakan,
begitu pula dengan teknologi yang dipakai (Umar, 2005).

6.3.1. Lokasi Usaha


Lokasi usaha PPBT yaitu berada di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa
Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan
lokasi dilakukan dengan beberapa pertimbangan yaitu :
1. Iklim dan temperatur
Kondisi iklim dan temperatur di lokasi PPBT cukup sesuai dengan
kebutuhan temperatur ideal bagi pengusahaan puyuh. Temperatur di lokasi
adalah sekitar 24o-28o C, sedangkan temperatur ideal untuk produksi puyuh
yaitu antara 20o C hingga 25o C. Perbedaan temperatur tersebut dapat diatasi
dengan pengaturan temperatur pada ruang kandang. Kandang dibuat lebih
sejuk dengan sistem ventilasi yang baik serta penggunaan bahan atap yang
tidak memancarkan panas matahari.
2. Letak pasar yang dituju
Telur puyuh tergolong produk yang memiliki resiko kerusakan lebih besar
dari telur unggas yang lain. Ini terjadi karena karakteristik fisik dari telur
puyuh yang memiliki kerabang telur lebih tipis dari telur-telur unggas
kebanyakan. Alasan utama dari pemilihan lokasi usaha puyuh Bintang Tiga
yaitu kedekatan dengan pasar tujuan. Kedekatan pasar dipilih pemilik untuk
lokasi dengan maksud mengurangi resiko kerusakan telur yang terjadi dalam

70
perjalanan ke pasar tujuan. Salah satu lokasi pemasaran yang paling dekat
dengan lokasi PPBT yaitu pasar Leuwiliang dengan jarak sekitar 3 km.
3. Tenaga listrik dan air
Desa Situ Ilir merupakan desa yang padat penduduk dan banyak kegiatan
perdagangan, sehingga dalam hal perolehan tenaga listrik tidak mengalami
kendala yang berarti. Selain listrik, pemerolehan air juga mudah didapatkan.
Air diperlukan dalam proses pengusahaan puyuh. Penggunaan air diperlukan
untuk memberi asupan minum puyuh, membersihkan peralatan makan dan
minum, serta untuk membersihkan kandang. Pada penerapannya, PPBT
tidak melakukan pembedaan dalam menggunakan air. Air bersih diperoleh
dari air sumur. Air ini dimanfaatkan untuk memberi minum puyuh,
membersihkan peralatan makan dan minum puyuh, serta untuk
membersihkan kandang. Penggunaan air yang bersih bertujuan agar puyuh
tidak mudah terkena penyakit yang berasal dari bakteri pada air yang kotor.
4. Fasilitas transportasi
Lokasi proyek terletak di pinggir jalan umum Desa Situ Ilir yang telah
memiliki fasilitas jalan aspal dengan kondisi baik. Untuk alat transportasi
yang digunakan dalam membantu proses produksi, baik untuk
pendistribusian produk maupun akses untuk menuju sumber bahan baku,
pemilik menggunakan mobil inventaris PPBT. Tidak ada kesulitan untuk
menuju lokasi proyek karena fasilitas jalan yang telah memadai sehingga
dapat diakses dengan menggunakan kendaraan beroda dua maupun beroda
empat.
5. Rencana untuk perluasan usaha
PPBT berencana untuk melakukan ekspansi usaha dengan menambah
jumlah puyuh dan membuat kandang baru dalam rangka memenuhi jumlah
permintaan yang belum terpenuhi. Lahan sewa milik PPBT masih cukup
luas dan belum digunakan secara optimal. Apabila PPBT akan merealisasi
pengembangan usahanya tersebut, masih tersedia cukup lahan untuk
menambah jumlah kandang puyuh yang baru.

71
6.3.2. Teknologi
Berdasarkan keragaan budidaya puyuh di PPBT, pengusahaan puyuh tidak
memerlukan teknologi yang canggih dan modern. Peralatan yang digunakan sama
seperti pada pengusahaan peternakan lain terutama pada peternakan ayam petelur.
Peralatan berupa mesin hanya diperlukan pada kegiatan pembuatan pakan di
PPBT. Untuk kegiatan pemeliharaan puyuh sendiri hanya dibutuhkan peralatan
serta teknologi yang sederhana sehingga dapat diusahakan oleh para penduduk di
wilayah Desa Situ Ilir.

6.3.3. Keterampilan
Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tenaga
kerja. Tenaga kerja di PPBT dibutuhkan untuk bagian pemeliharaan kandang dan
puyuh, pembuatan kurung, sopir, satpam, serta bagian dapur. Suplai tenaga kerja
dapat diperoleh dari warga sekitar lokasi proyek. Sebagian besar karyawan di
PPBT memiliki status pendidikan terkahir pada jenjang Sekolah Menengah
Pertama. Dalam perekrutan karyawan, manajer tidak melakukan kualifikasi
tertentu karena pada pengusahaan puyuh tidak memerlukan karyawan dengan
status pendidikan yang tinggi. Pengusahaan puyuh membutuhkan manajemen
sumber daya manusia yang baik terutama dalam hal kedisiplinan, ketelatenan dan
kejujuran.
Berdasarkan pembahasan keragaan puyuh di PPBT, aplikasi terhadap aspek
teknis yang baik untuk menjalankan usaha puyuh telah dilaksanakan pada PPBT.
Usaha budidaya puyuh petelur maupun puyuh pembibit telah memenuhi syarat
teknis tersebut, seperti persiapan kandang yang ideal, pemeliharaan, kontrol mutu
dan kesehatan, serta keamanan. Dari hasil analisis terhadap hal-hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa pengusahaan peternakan puyuh yang dilakukan oleh PPBT
secara teknis adalah layak untuk dijalankan.

6.4. Aspek Manajemen


Aspek manajemen dianalisis untuk dapat melihat apakah pembangunan
dan implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan
sehingga rencana bisnis dapat dikatakan layak atau tidak layak (Umar, 2005).
Pengkajian aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola proyek dan
struktur organisasi yang ada. Proyek yang dijalankan akan berhasil apabila

72
dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari yang merencanakan,
melaksanakannya, hingga mengendalikannya agar tidak terjadi penyimpangan.
Demikian dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan
tujuan proyek, serta kebutuhan tenaga kerja harus terinci dengan baik.
Sejak didirikan pada bulan September 2007, Peternakan Puyuh Bintang
Tiga belum memiliki struktur organisasi yang formal karena perusahaan ini masih
tergolong baru sehingga masih beroperasi secara non formal tanpa struktur
organisasi yang resmi. Meskipun demikian, PPBT memiliki pembagian tugas dan
wewenang yang jelas. Jumlah karyawan di PPBT berjumlah 10 orang, 1 orang
manajer sekaligus pemilik dan 9 orang karyawan/pegawai. Pemilik perusahaan
bertindak sebagai manajer yang bertugas mengawasi serta membawahi semua
kegiatan operasional PPBT. Sementara pegawainya bertugas dalam hal teknis
seperti pemeliharaan puyuh, produksi pakan, sarana produksi dan peralatan,
transportasi, satpam, serta bagian dapur.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dilihat
dari aspek manajemen, PPBT cukup layak untuk dijalankan. Hal tersebut didasari
karena usaha puyuh PPBT dapat dilaksanakan oleh bentuk usaha perseorangan
dan tidak memerlukan struktur organisasi yang kompleks. PPBT memang belum
memiliki struktur organisasi yang formal, akan tetapi telah mempunyai pembagian
tugas yang jelas antara pemilik dan pengelola kegiatan usaha (karyawan). Dengan
keadaan struktur organisasi yang ada saat ini tidak memberi kesulitan atau
hambatan yang berarti dalam pelaksanaan usaha puyuh di PPBT.

6.5. Aspek Hukum


Pada aspek hukum, hal yang perlu dianalisis adalah bentuk badan hukum
usaha yang dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan.

6.5.1. Bentuk Badan Usaha


Pada awal berdiri yaitu pada bulan September 2007, bentuk badan usaha
dari PPBT yaitu CV. Pada bentuk badan usaha CV, terdapat lebih dari satu
investor dalam penanaman modal usaha yang mana ada yang bertindak sebagai
sekutu aktif dan sekutu pasif. Bapak Prastiyo sebagai sekutu aktif dan Bapak
Wahyudiono sarta Bapak Ohi Jajuli sebagai sekutu pasif. Namun, setahun
kemudian terjadi perubahan kepemilikan saham sehingga PPBT dimiliki oleh satu

73
orang investor yaitu Bapak Prastiyo. Bentuk badan usaha PPBT sejak saat itu
sampai sekarang berubah menjadi perusahaan perseorangan. Berbeda dengan
bentuk badan usaha PPBT sebelumnya, keuntungan dari bentuk usaha saat ini
adalah pemilik perusahaan dapat menikmati seluruh keuntungan yang diperoleh
perusahaan. Sedangkan kelemahannya yaitu segala bentuk kerugian atau beban
perusahaan ditanggung sepenuhnya oleh pemilik perusahaan.
6.5.2. Izin Usaha
Dalam menjalankan kegiatan usaha puyuh, PPBT telah memperoleh izin
usaha dari pemerintah setempat yaitu dari Kepala Desa Situ Ilir melalui Surat
Keterangan Usaha No. 510/03.04/11/2008. Surat tersebut menyatakan bahwa di
Desa Situ Ilir terdapat kegiatan usaha puyuh dan kegiatan usaha ini dinilai tidak
berdampak negatif bagi masyarakat sekitar.
Dari penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa PPBT layak jika dilihat
dari aspek hukum karena sejauh ini tidak ada hambatan hukum dan peraturan
lokal yang melarang kegiatan usaha ini. Perusahaan juga telah mendapat izin
usaha dari Kantor Desa serta Kantor Kecamatan setempat. Adapun perizinan yang
belum dimiliki oleh PPBT seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat
Izin Tempat Usaha (SITU) dikarenakan umur perusahaan yang masih sangat
muda. Perolehan izin-izin lain yang lebih lengkap akan segera direalisasikan
seiring berkembangnya usaha PPBT sendiri dalam menjalankan usaha puyuhnya.
6.6. Aspek Sosial dan Lingkungan
Aspek sosial yang perlu dianalisis dalam pendirian PPBT adalah pengaruh
proyek terhadap kondisi sosial dan lingkungan diantaranya adalah perluasan
kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan pekerja serta analisis lingkunagn
mengenai dampak limbah usaha terhadap lingkungan sekitar.
Dampak sosial yang ditimbulkan dari pendirian usaha PPBT yaitu
mengurangi jumlah pengangguran di Desa Situ Ilir yang memiliki persentase
pengangguran yang cukup besar yaitu sebanyak 350 orang (23 persen) dari jumlah
penduduk yang bekerja yaitu 1.545 orang. Selain itu, PPBT juga membeli
sebagian besar input pakan berupa dedak serta kebutuhan lainnya seperti sekam
kepada 2 orang penduduk di sekitar lokasi PPBT, yang artinya menambah
pemasukan bagi usaha-usaha warga yang ada di Desa Situ Ilir.

74
Analisis dampak lingkungan merupakan analisis yang harus dilakukan
sebelum proyek dilaksanakan, karena jika proyek sudah dilakukan maka
lingkungan telah berubah. Limbah yang dihasilkan oleh pengusahaan puyuh
PPBT yaitu kotoran puyuh dan bau yang ditimbulkan dari kandang puyuh. Namun
limbah ini tidak membawa dampak yang buruk kepada lingkungan atau
masyarakat di sekitar lokasi PPBT. PPBT memanfaatkan limbah kotorannya
dengan baik, yaitu dengan menjualnya kepada petani-petani di sekitar lokasi
sebagai pupuk kandang. Selain sebagai pupuk, kotoran puyuh juga dapat
dimanfaatkan untuk bahan pakan (konsentrat) ternak, untuk fungsi ini PPBT
menjual kotoran puyuh kepada Dinas Perikanan dan Peternakan. Harga jual
kotoran puyuh yaitu Rp 4.000,- per karungnya, dimana kapasitas satu karung
adalah 50 kilogram. Untuk polusi udara berupa bau, PPBT mengatasinya dengan
membangun kandang puyuh yang tidak berdekatan dengan rumah penduduk,
namun berada di tengah areal lahan yang masih kosong, sehingga bau yang
ditimbulkan dari kandang puyuh tidak mengganggu masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka jika dilihat dari aspek sosial dan
lingkungan, pengusahaan puyuh PPBT ini layak untuk dijalankan. Kondisi sosial
budaya masyarakat setempat pun tidak ada yang menentang kegiatan usaha ini.
Selain tidak menimbulkan limbah yang dapat merusak lingkungan, kegiatan usaha
ini juga dapat menambah kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar.

75
VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk


mengetahui kelayakan pengusahaan puyuh pada peternakan puyuh Bintang Tiga
(PPBT). Analisis kelayakan finansial yang dilakukan pada ketiga pola usaha
menggunakan prinsip nilai uang saat ini tidak sama dengan nilai uang di masa
yang akan datang serta bertujuan untuk melihat jenis pola pengusahaan puyuh
manakah yang lebih menguntungkan untuk dijalankan. Untuk mengetahui hasil
kelayakan pengusahaan puyuh PPBT akan dilihat dari kriteria-kriteria kelayakan
finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode.

7.1. Analisis Kelayakan Finansial Pola I (Budidaya Puyuh Petelur)


Pada pola jenis ini, PPBT mengusahakan 12.000 ekor puyuhnya untuk
dijadikan puyuh petelur. Pemenuhan jumlah puyuh yang diusahakan 100 persen
diperoleh dengan membeli dari peternak lain seharga Rp 2.750,- per ekor dengan
umur puyuh satu minggu (starter). Puyuh starter dibesarkan di kandang starter
sampai berumur satu bulan, kemudian dipindahkan ke kandang grower dan mulai
dapat berproduksi telur. Pembelian puyuh starter dilakukan setiap tahun untuk
mengganti puyuh-puyuh yang diafkir.

7.1.1. Arus Penerimaan (Inflow)


Pada usaha puyuh petelur ini, arus penerimaan yang diperoleh PPBT
berasal dari hasil penjualan telur puyuh, penjualan pakan, penjualan puyuh afkir,
serta penjualan kotoran. Selain dari hasil penjualan, penerimaan juga diperoleh
dari nilai sisa biaya investasi berupa generator, timbangan besar, mesin giling
jagung, serta kendaraan mobil.
Jumlah puyuh yang diusahakan sebanyak 12.000 ekor dimana setiap
puyuh mampu menghasilkan satu butir telur per hari. Telur puyuh dijual Rp 175,-
per butir. Puyuh mampu berproduksi dengan baik mulai dari umur 1 bulan hingga
1,5 tahun. Setelah melewati umur tersebut, puyuh harus diafkir dan diganti dengan
puyuh-puyuh baru yang lain.
Pembelian puyuh starter dilakukan sebanyak 4 kali dengan jumlah 3.000
ekor per setiap pembelian. Pada tahun pertama, pembelian puyuh starter
dilakukan pada 4 bulan pertama sehingga pemerolehan puyuh starter sebanyak

76
12.000 ekor baru dapat terpenuhi pada bulan ke- 4. Produksi telur tahun pertama
mulai dihasilkan pada bulan ke- 2 dari 3.000 ekor puyuh, kemudian dari 6.000
ekor puyuh pada bulan ke-3, 9.000 ekor puyuh pada bulan ke-4, dan dari 12.000
ekor pada bulan ke-5. Jumlah telur yang didapatkan pada tahun pertama yaitu
3.410.400 butir telur yang diperoleh dari penjumlahan akhir dari banyaknya
puyuh yang ada setiap bulan dikalikan banyaknya hari kemudian dikalikan
persentase perolehan telur yang layak jual yaitu 98 persen. Pada tahun ke-2
sampai tahun ke-7 jumlah produksi telur diasumsikan tetap yaitu 4.292.400 butir
telur yang diperoleh dari jumlah puyuh sebanyak 12.000 ekor dikalikan 365 hari
selanjutnya dikalikan dengan persentase perolehan telur layak jual sebesar 98
persen. Jumlah produksi telur per tahun dan nilai penjualan telur puyuh disajikan
pada Tabel 13.

Tabel 13. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Telur Puyuh PPBT Pola I
Tahun Ke Jumlah Produksi Telur Harga Satuan Nilai
(Butir) (Rp/butir) (Rp)
1 3.410.400 175 596.820.000
2 4.292.400 175 751.170.000
3 4.292.400 175 751.170.000
4 4.292.400 175 751.170.000
5 4.292.400 175 751.170.000
6 4.292.400 175 751.170.000
7 4.292.400 175 751.170.000
Total 29.164.800 5.103.840.000

Sumber penerimaan lain PPBT yaitu penjualan pakan. Setiap tahun PPBT
menerima hasil penjualan pakan sebesar Rp 349.200.000,-. Dalam satu tahun,
PPBT mampu memproduksi pakan sebanyak ± 140 ton. Dari jumlah tersebut,
PPBT menggunakan sekitar 40 persen untuk memenuhi kebutuhan pakan 12.000
ekor puyuhnya, sedangkan 60 persen dari produksi pakan dijual ke peternak
puyuh lainnya. Jumlah pakan yang dijual PPBT setiap tahun dibagi menjadi dua
macam, yaitu 48.000 kilogram dengan harga jual Rp 4.350,- per kilogram yang
dijual ke daerah peternak-peternak di Sukabumi serta 36.000 kilogram dengan
harga jual Rp 3.900,- yang dijual ke peternakan milik Pak Jajuli.
Penerimaan dari penjualan puyuh afkir mulai diperoleh pada tahun ke-2.
Hasil penjualan setiap tahun dari puyuh afkir yaitu Rp 24.000.000,- didapat dari

77
12.000 ekor puyuh yang diafkir dengan harga jual Rp 2.000,- per ekor. Jumlah
produksi dan nilai penjualan puyuh afkir dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Afkir PPBT Pola I
Tahun Jumlah Produksi Puyuh Harga Satuan Nilai
Ke (ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 - 2000 -
2 12.000 2000 24.000.000
3 12.000 2000 24.000.000
4 12.000 2000 24.000.000
5 12.000 2000 24.000.000
6 12.000 2000 24.000.000
7 12.000 2000 24.000.000
Total 72.000 144.000.000

Untuk penerimaan dari hasil penjualan kotoran, PPBT mendapatkan


Rp 4.840.000,- pada tahun pertama dan Rp 5.280.000,- pada tahun kedua. Setiap
bulan, PPBT menghasilkan kotoran puyuh sebanyak 110 karung, dimana setiap
karung berkapasitas sekitar 50 kilogram. Harga jual kotoran puyuh per karung
yaitu Rp 4.000,-. Jumlah produksi dan nilai penjualan kotoran puyuh dapat dilihat
pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Kotoran Puyuh PPBT Pola I
Tahun Ke Jumlah Produksi Harga Satuan Nilai
Kotoran Puyuh
(karung) (Rp/karung) (Rp)
1 1.210 4.000 4.840.000
2 1.320 4.000 5.280.000
3 1.320 4.000 5.280.000
4 1.320 4.000 5.280.000
5 1.320 4.000 5.280.000
6 1.320 4.000 5.280.000
7 1.320 4.000 5.280.000
Total 9.130 36.520.000

Penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value).


Salvage value atau nilai sisa adalah sisa dari biaya investasi yang tidak habis
terpakai selama umur ekonomis proyek. Nilai sisa yang terdapat hingga akhir
umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya investasi
pada usaha puyuh PPBT yang masih memiliki nilai hingga akhir umur proyek
antara lain, generator, timbangan besar, mesin giling jagung, dan kendaraan
mobil. Nilai sisa pada proyek dapat dilihat pada Tabel 16.

78
Tabel 16. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pola I
No Uraian Nilai Umur Penyusutan Nilai Sisa Nilai Sisa
(Rp) Ekonomis Per Tahun Umur Umur
(tahun) Ekonomis Proyek
10 Tahun 7 Tahun
(Rp) (Rp)
1. Generator 1.300.000 10 91.000 390.000 663.000
2. Timbangan 1.200.000 10 60.000 600.000 780.000
Besar
3. Mesin Giling 6.500.000 10 455.000 1.950.000 3.315.000
Jagung
4. Mobil 40.000.000 10 2.800.000 12.000.000 20.400.000
Total 25.158.000

7.1.2. Arus Pengeluaran (Outflow)


Arus pengeluaran pada pola I terdiri dari pengeluaran untuk biaya
investasi, serta biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama
proyek yang terdiri dari :
1. Kandang grower dan layer yang digunakan untuk tempat produksi puyuh-
puyuh yang siap bertelur sampai menjelang umur afkir.
2. Kandang starter yang digunakan untuk menempatkan puyuh yang baru dibeli
untuk dibesarkan dahulu sampai umur sebulan sebelum dipindahkan ke
kandang grower dan layer.
3. Kurung, terbuat dari kayu dan kawat yang telah dilengkapi dengan tempat
pakan serta tempat minum. Satu kurung terdiri dari 5 tingkat. Untuk kurung
puyuh grower dan layer, masing-masing tingkat mampu menampung 40 ekor
puyuh. Kurung untuk puyuh starter, masing-masing tingkat berkapasitas 100
ekor puyuh.
4. Tandon air, digunakan untuk menampung air dari sumur pompa yang
dialirkan ke keran di depan masing-masing kandang. Keran air ini berfungsi
untuk memberi minum puyuh maupun tempat membersihkan peralatan pakan
dan minum puyuh.
5. Pompa air, berfungsi sebagai alat memompa air dari sumber air (sumur).
6. Pipa, digunakan untuk mengalirkan air dari pompa air ke tandon serta dari
tandon ke keran air.

79
7. Generator, digunakan pada penggunaan mesin giling jagung serta penerangan
kandang puyuh jika terjadi pemadaman listrik.
8. Instalasi listrik, sebagai sumber listrik yang sangat diperlukan pada
penerangan kandang puyuh, terutama kandang starter serta pada produksi
pakan.
9. Alat penyemprot, digunakan untuk menyemprot kurung dan kandang
maupun lingkungan sekitar kandang dengan menggunakan desinfektan.
10. Ember plastik, berfungsi untuk menampung air di keran air yang digunakan
saat mencuci peralatan pakan serta minum, juga untuk tempat persiapan
minum puyuh.
11. Nampan panen, terbuat dari kayu dengan bantalan busa. Digunakan untuk
memanen telur puyuh setiap pagi.
12. Alas pakan, terbuat dari kotak papan yang besar untuk tempat persiapan
pakan. Alas pakan berada di dalam masing-masing kandang grower dan
layer.
13. Timbangan besar, digunakan untuk menimbang bahan-bahan pakan seperti
jagung dan menimbang hasil produksi pakan yang akan dijual.
14. Bangunan pengolahan pakan, terbuat dari bangunan semi permanen tanpa
dinding dengan atap seng.
15. Mesin jahit, digunakan untuk menjahit karung berisi hasil pakan yang akan
dijual.
16. Sekop, digunakan untuk mencampur masing-masing bahan pakan menjadi
adonan pakan.
17. Mesin giling, berfungsi untuk menggiling jagung menjadi tepung jagung yang
halus. Tepung jagung ini merupakan bahan dasar pakan puyuh.
18. Kendaraan mobil, berupa mobil pick up dan digunakan untuk mengantarkan
telur ke pasar, mengangkut pakan yang akan dijual, serta untuk kebutuhan
transportasi yang lainnya.
19. Terpal penutup, berfungsi untuk menutup telur-telur puyuh dalam kemasan
peti maupun dus yang telah ditempatkan di mobil pada saat perjalanan dibawa
ke pasar.

80
Rincian biaya investasi pada pola usaha I terdapat pada Tabel 17.

Tabel 17. Biaya Investasi pada Pola I


No Uraian Satuan Jumlah Umur Nilai per Nilai Total
Ekonomis Unit
(Thn) (Rp) (Rp)
1 Kandang grower Unit 3 7 7.500.000 22.500.000
dan layer
2 Kandang starter Unit 1 7 5.000.000 5.000.000
3 Kurung+( tempat Unit 82 5 350.000 28.700.000
pakan dan minum)
4 Tandon air Buah 2 7 450.000 900.000
5 Pompa air Unit 1 7 450.000 450.000
6 Pipa Batang 50 7 30.000 1.500.000
7 Penggalian sumur - - - - 1.650.000
8 Generator Unit 1 10 1.300.000 1.300.000
9 Instalasi listrik Unit 1 7 1.200.000 1.200.000
10 Alat penyemprot Unit 1 3 82.500 82.500
11 Ember plastik Buah 7 2 18.000 126.000
12 Nampan panen Buah 30 2 10.000 300.000
13 Alas pakan Buah 3 5 200.000 600.000
14 Timbangan besar Unit 1 10 1.200.000 1.200.000
15 Bangunan Unit 1 7 5.000.000 5.000.000
pengolahan pakan
16 Mesin jahit Unit 1 5 450.000 450.000
17 Sekop Buah 2 2 32.500 65.000
18 Mesin giling Unit 1 10 6.500.000 6.500.000
19 Kendaraan Unit 1 10 40.000.000 40.000.000
20 Terpal penutup Lembar 2 2 400.000 800.000
Total 118.323.500

Selain biaya investasi juga terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan


oleh perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur
ekonomisnya. Tidak semua biaya barang investasi mengalami reinvestasi, hanya
beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek. Biaya
reinvestasi yang dikeluarkan PPBT dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha I


No Uraian Satuan Jumlah Umur Nilai per Nilai
Ekonomis Unit Total
(Thn) (Rp) (Rp)
1 Kurung+(tempat pakan Unit 82 5 350.000 28.700.000
&minum)
2 Alat penyemprot Unit 1 3 82.500 82.500
3 Ember plastik Buah 7 2 18.000 126.000
4 Nampan panen Buah 30 2 10.000 300.000
5 Alas pakan Buah 3 5 200.000 600.000
6 Mesin jahit Unit 1 5 450.000 450.000
7 Sekop Buah 2 2 32.500 65.000
8 Terpal penutup Lembar 2 2 400.000 800.000

81
b. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama
proyek berjalan. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah
produk yang dihasilkan dan nilainya sama setiap tahun. Biaya tetap yang
dikeluarkan PPBT tiap tahun yaitu gaji karyawan, perawatan mobil, listrik dan air,
biaya sewa lahan, BBM, sapu lidi, perawatan kandang dan mesin pakan, pajak
kendaraan, konsumsi pekerja, biaya komunikasi, THR karyawan, serta biaya tidak
terduga yang dianggarkan sebesar 5 persen dari total biaya tetap. Perawatan
kandang yang dimaksud yaitu memperbaiki kawat kandang maupun kurung-
kurung yang rusak. Rincian biaya tetap PPBT dapat dilihat di Tabel 19.

Tabel 19. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha I


No Uraian Jumlah Nilai (Rp)
1. Gaji karyawan 9 orang 58.200.000
2. Perawatan Kendaraan 1.800.000
3. Listrik dan air 2000 watt 9.600.000
4. Sewa lahan 2000 m2 2.000.000
5 BBM 21.000.000
6 Sapu lidi 12 buah 30.000
7 Pemeliharaan kandang 150.000
8 Perawatan mesin pakan 840.000
9 Pajak kendaraan 550.000
10 Keperluan dapur 21.000.000
11 Pulsa 600.000
12 THR karyawan 4.850.000
13 Biaya tidak terduga (5%) 6.793.521
Total 127.413.521

Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah


produk dalam produksi puyuh di PPBT. Biaya variabel pada pola usaha I ini
terdiri atas : 1) bibit puyuh ( masa starter); 2) bahan pakan puyuh seperti jagung,
dedak padi, konsentrat, serta bahan tambahan: 3) vitamin; 4) vaksin; 5) obat-
obatan puyuh; 6) desinfektan seperti formalin dan biodes; 7) peti kemas; 8) dus
kemas; 9) sekam padi; 10) karung pengemas; dan 11) benang jahit.
Pembelian bibit puyuh dilakukan setiap tahun sebanyak 12.000 ekor
dengan harga beli Rp 2.750,- per ekor. Pakan puyuh diproduksi setiap 2 hari
sekali. Pakan yang dihasilkan PPBT selama satu bulan yaitu 11,7 ton dengan

82
proporsi input jagung sebesar 42.5 persen, konsentrat 42,5 persen, dedak padi 14,5
persen, serta bahan tambahan pakan 0,5 persen. Vitamin diberikan kepada puyuh
setiap minggu (3 hari berturut-turut) sebanyak 375 gram untuk keseluruhan
puyuh. Obat-obatan diberikan jika ada puyuh yang sakit atau bermasalah. Untuk
vaksin dilakukan setiap 2 bulan sekali dengan pemakaian sebanyak 1 liter.
Penyemprotan desinfektan dilakukan setiap dua hari sekali dengan menggunakan
formalin untuk di luar kandang serta biodes untuk di dalam kandang. Penggunaan
desinfektan yaitu sebanyak 5 liter per dua bulan. Untuk jumlah peti kemasan, dus
kemasan serta sekam pada tahun ke-1 dan tahun ke-2 terdapat perbedaan. Pada
tahun ke-1 kebutuhan peti kemas dan dus kemas masing-masing 88 buah. Untuk
kebutuhan dus kemas per enam bulan yaitu 44 buah, sehingga dalam setahun
PPBT melakukan pembelian dus kemas sebanyak dua kali. Peti kemas lebih tahan
lama, sehingga dalam setahun PPBT hanya melakukan pembelian peti kemas
sebanyak satu kali. Peti kemas dan dus kemas dipakai berulang, artinya setiap
mengantar telur, peti dan dus dibawa pulang kembali oleh PPBT. Biaya variabel
pada pola usaha I tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Biaya Variabel Pola Usaha I pada Tahun ke-1


Satuan Jumlah Harga
Uraian Nilai (Rp)
Satuan (Rp)
Bibit puyuh Ekor 12.000 2.750 33.000.000
Pakan puyuh
Jagung Kilogram 120.000 2.200 264.000.000
Dedak padi Kilogram 24.000 1.300 31.200.000
Konsentrat Kilogram 108.000 5.200 561.600.000
Bahan tambahan Kilogram 1.200 10.000 12.000.000
Vitamin Gram 18.000 175 3.150.000
Vaksin Liter 6 35.000 210.000
Obat-obatan Liter 1 375.000 375.000
Desinfektan
Formalin Liter 30 10.000 300.000
Biodes Liter 30 35.000 1.050.000
Peti kemasan Buah 88 6.500 572.000
Dus kemasan Buah 88 6.000 528.000
Sekam Karung 60 2500 150.000
Karung pengemas pakan Lembar 2.000 750 1.500.000
Benang jahit Rol 12 20.000 240.000
Total 909.875.000

Pada tahun pertama penggunaan sekam sebagai bantalan telur dalam peti
membutuhkan 60 karung atau sama dengan 3.000 kilogram. Pada tahun ke-2
hingga tahun ke-7, kebutuhan peti kemas dan dus kemas masing-masing adalah

83
110 buah, sedangkan kebutuhan sekam yaitu 75 karung atau setara dengan 3.750
kilogram. Perbedaan kebutuhan peti, dus, serta sekam ini disesuaikan dengan
jumlah produksi telur puyuh antara tahun pertama dan tahun-tahun selanjutnya.
Untuk pakan, dijual setiap satu minggu sekali. Setiap minggu, karung pengemas
yang dibutuhkan sekitar 40 karung. Setiap bulan, benang jahit yang diperlukan
untuk karung pakan yaitu 1 rol. Secara ringkas, biaya variabel pola usaha I pada
tahun ke-2 hingga tahun ke-7 dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Biaya Variabel Pola Usaha I pada Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7
Satuan Jumlah Harga
Uraian Nilai (Rp)
Satuan (Rp)
Bibit puyuh Ekor 12.000 2.750 33.000.000
Pakan puyuh
Jagung Kilogram 120.000 2.200 264.000.000
Dedak padi Kilogram 24.000 1.300 31.200.000
Konsentrat Kilogram 108.000 5.200 561.600.000
Bahan tambahan Kilogram 1.200 10.000 12.000.000
Vitamin Gram 18.000 175 3.150.000
Vaksin Liter 6 35.000 210.000
Obat-obatan Liter 1 375.000 375.000
Desinfektan
Formalin Liter 30 10.000 300.000
Biodes Liter 30 35.000 1.050.000
Peti kemasan Buah 110 6.500 715.000
Dus kemasan Buah 110 6.000 660.00
Sekam Karung 75 2500 187.500
Karung pengemas pakan Lembar 2.000 750 1.500.000
Benang jahit Rol 12 20.000 240.000
Total 910.187.500

7.1.3. Analisis Kelayakan Finansial


Analisis kelayakan finansial dilihat dari kriteria nilai NPV, Net B/C, IRR,
dan Payback Periode. Pada pola usaha I, diperoleh hasil analisis finansial yang
disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I


Kriteria Hasil
Net Present Value (rupiah) 145.175.809
Net Benefit and Cost Ratio 1,77
Internal Rate Return (persen) 32
Payback Periode (tahun) 3,93

Berdasarkan analisis finansial di atas dapat disimpulkan bahwa usaha


budidaya puyuh untuk petelur di PPBT (tanpa usaha pembibitan sendiri) ini

84
memperoleh NPV > 0 yaitu sebesar Rp 145.175.809,- yang artinya bahwa usaha
puyuh untuk petelur ini layak untuk dijalankan. Nilai NPV yang sama dengan Rp
145.175.809,- juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha puyuh
untuk petelur selama umur proyek terhadap tingkat diskon (discount rate) yang
berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada pola usaha I ini
diperoleh Net B/C > 1 yaitu sebesar 1,77 yang menyatakan bahwa usaha puyuh
untuk petelur layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 1,77 artinya setiap Rp
1,- yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 1,77,- satuan manfaat
bersih. IRR yang diperoleh dari analisis finansial pola usaha I adalah 32 persen
dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor yang berlaku yaitu 9 persen.
Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 32
persen dan karena IRR > 9 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan
untuk dijalankan. Pola usaha puyuh untuk petelur ini memiliki periode
pengembalian biaya investasi selama 3,93 tahun atau 3 tahun 11 bulan 5 hari.

7.1.4. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)


Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar perubahan maksimal pada harga output dan harga input variabel
yang dapat ditolerir sehingga usaha yang dilakukan masih layak dilaksanakan.
Switching value atau nilai pengganti ditentukan dengan uji coba sampai dapat
menghasilkan nilai NPV yang mendekati nol, IRR mendekati discount rate, dan
nilai Net B/C sama dengan 1. Hasil switching value pada pola usaha I disajikan
pada Tabel 23.

Tabel 23. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I


Perubahan Persentase NPV Net IRR Payback
(persen) (rupiah) B/C (persen) Periode
(tahun)
Penurunan Jumlah Produksi Telur 3,9894449 0 1,00 9 7,00
Kenaikan Harga Pakan 5,551397 0 1,00 9 7,00

Dari hasil analisis switching value di atas dapat dilihat bahwa batas
maksimal perubahan terhadap penurunan jumlah produksi serta kenaikan harga
pakan masing-masing adalah 3,9894449 persen dan 5,551397 persen. Apabila
perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha puyuh untuk petelur
di PPBT ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Besarnya penurunan

85
jumlah produksi telur puyuh sebesar 3,9894449 persen, menunjukkan bahwa
usaha puyuh untuk petelur masih layak apabila penurunan yang terjadi terhadap
jumlah produksi telur puyuh tidak lebih besar dari 3,9894449 persen. Sementara
itu, besarnya kenaikan harga pakan yang masih mendatangkan keuntungan bagi
usaha puyuh petelur PPBT adalah 5,551397 persen. Ini berarti kenaikan harga
pakan memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan penurunan
jumlah produksi telur puyuh.
Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap pola usaha I dapat
disimpulkan bahwa jumlah produksi telur dan harga pakan merupakan hal yang
sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha puyuh PPBT. Namun tingkat
produksi telur puyuh memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kelayakan
usaha dibandingkan dengan pengaruh harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari
besarnya persentase perubahan yang dapat mengubah tingkat kelayakan usaha
puyuh untuk petelur di PPBT.
Menurut pengalaman PPBT, pada jenis pola usaha I pernah terjadi
penurunan produksi telur puyuh sampai sebesar 10 persen, sehingga dapat
dikatakan bahwa kelayakan usaha PPBT sangat peka terhadap perubahan.
Penurunan produksi tersebut terjadi pada saat pasokan bibit puyuh dari peternak
lain mulai tersendat karena serangan penyakit. Puyuh-puyuh PPBT yang mati
akibat stress maupun sakit tidak dapat secara langsung diganti dengan puyuh yang
baru, sehingga jumlah produksi telur PPBT mengalami penurunan. Untuk
kenaikan pakan yang terjadi tidak terlalu signifikan, karena pemasok bahan cukup
banyak dan mudah diperoleh. Selain itu, PPBT juga mengusahakan pakan secara
mandiri sehingga dapat mengurangi biaya pengadaan pakan.

7.2. Analisis Kelayakan Finansial Pola II (Budidaya Puyuh Petelur dan


Pembibit dengan Populasi 12.000 Ekor)
Pada pola jenis ini, PPBT mengusahakan 12.000 ekor puyuhnya untuk
dijadikan puyuh petelur dan puyuh pembibit dengan proporsi 11.000 ekor untuk
puyuh petelur dan 1.000 ekor (800 ekor betina dan 200 ekor jantan) untuk puyuh
pembibit. Pemenuhan jumlah puyuh petelur diusahakan dari hasil pembibitan
sendiri dengan menambah investasi berupa mesin tetas. Mesin tetas yang
diperlukan agar mampu memenuhi kebutuhan puyuh PPBT berjumlah enam buah

86
yaitu empat buah mesin tetas berkapasitas 600 butir telur dan dua buah mesin tetas
berkapasitas 800 butir telur.
7.2.1. Arus Penerimaan (Inflow)
Arus penerimaan pada pola usaha II yaitu usaha budidaya puyuh petelur
dan pembibit diperoleh dari hasil penjualan telur puyuh, puyuh pembibit, puyuh
jantan, puyuh afkir, kotoran puyuh, serta pakan puyuh. Selain itu, penerimaan
juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi proyek berupa generator, timbangan
besar, mesin giling jagung, serta kendaraan mobil.
Pemenuhan jumlah puyuh petelur pada tahun pertama yaitu disesuaikan
dengan hasil penetasan DOQ dari mesin tetas yang ada. Setiap bulan mesin
mampu menetaskan 2.800 ekor DOQ dimana 60 persen yaitu sekitar 1.680 ekor
puyuh betina dan 40 persen yaitu sekitar 1.120 ekor adalah puyuh jantan. Puyuh
betina yang dihasilkan dibesarkan sampai umur sebulan dan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan puyuh petelur, sedangkan pejantannya dijual. Pada bulan
ke-6 dan ke-12 puyuh betina hasil penetasan diseleksi sebanyak 800 ekor untuk
puyuh pembibit, dan sisanya dimanfaatkan untuk puyuh petelur. Hal ini dilakukan
karena pada bulan ke-6 dan ke-12 puyuh pembibit mengalami pengafkiran
sehingga harus diganti dengan puyuh yang baru. Pada tahun pertama jumlah
puyuh telur sebanyak 11.000 ekor baru dapat terpenuhi pada bulan ke-10
sedangkan produksi puyuh petelur dimulai pada bulan ke-3 dari populasi awal
1.680 ekor. Jumlah produksi telur puyuh pada pola usaha II di tahun pertama yaitu
sebanyak 2.315.779 butir telur, sedangkan pada tahun ke-2 sampai tahun ke-7
diasumsikan tetap sebesar 3.934.700 butir telur. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari
jumlah puyuh yang ada dikalikan jumlah hari produksi lalu dikalikan dengan
persentase perolehan telur layak jual sebesar 98 persen. Harga jual telur puyuh
selama umur proyek 7 tahun diasumsikan tetap yaitu Rp 175,- per butir. Jumlah
produksi per tahun dan nilai penjualan telur puyuh disajikan pada Tabel 24.

87
Tabel 24. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Telur Puyuh PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Telur Harga Satuan Nilai
(Butir) (Rp/butir) (Rp)
1 2.315.779 175 405.261.360
2 3.934.700 175 688.572.500
3 3.934.700 175 688.572.500
4 3.934.700 175 688.572.500
5 3.934.700 175 688.572.500
6 3.934.700 175 688.572.500
7 3.934.700 175 688.572.500
Total 25.923.979 4.536.696.360

Puyuh pembibit yang dijual oleh PPBT adalah puyuh betina yang lolos
seleksi dan memiliki fisik sempurna dan bagus. Harga jual puyuh pembibit PPBT
selama umur proyek diasumsikan tetap yaitu Rp 7.000,- per ekor dan merupakan
puyuh betina. Pada tahun pertama penjualan puyuh pembibit baru dapat dimulai
pada bulan ke-10 sebanyak 1.640 ekor. Hal ini terjadi karena pada bulan
sebelumnya puyuh-puyuh betina yang dihasilkan dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan puyuh petelur PPBT sendiri sebanyak 11.000 ekor, sehingga saat tahun
pertama PPBT baru mampu menjual puyuh pembibit sebanyak 4.200 ekor. Pada
tahun ke-2 hingga ke-7, PPBT mampu menjual puyuh pembibit sebanyak 7.560
ekor. Jumlah produksi dan nilai penjualan puyuh pembibit di PPBT dapat dilihat
pada Tabel 25.

Tabel 25. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pembibit PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh Harga Satuan Nilai
(ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 4.200 7.000 29.400.000
2 7.560 7.000 52.920.000
3 7.560 7.000 52.920.000
4 7.560 7.000 52.920.000
5 7.560 7.000 52.920.000
6 7.560 7.000 52.920.000
7 7.560 7.000 52.920.000
Total 49.560 346.920.000

Untuk penjualan puyuh pejantan hampir dilakukan setiap bulan. Puyuh


jantan hasil penetasan setiap bulan yaitu sekitar 1.120 ekor. Pada bulan ke-6 dan
ke-12 PPBT mengambil puyuh jantan sebanyak 200 ekor dari hasil penetasan
untuk mengganti puyuh pembibit yang telah diafkir serta sisanya dijual. Harga
jual puyuh jantan yaitu Rp 2.000,- per ekor. Pada tahun pertama penjualan puyuh
jantan PPBT dimulai pada bulan ke-3 sehingga total puyuh jantan yang mampu

88
dijual PPBT saat tahun pertama yaitu 10.800 ekor, sedangkan pada tahun ke-2
sampai ke-7 jumlah puyuh yang dijual PPBT sebanyak 13.040 ekor. Jumlah
produksi dan nilai penjualan puyuh pejantan di PPBT dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pejantan di PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh Harga Satuan Nilai
(ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 10.800 2.000 21.600.000
2 13.040 2.000 26.080.000
3 13.040 2.000 26.080.000
4 13.040 2.000 26.080.000
5 13.040 2.000 26.080.000
6 13.040 2.000 26.080.000
7 13.040 2.000 26.080.000
Total 89.040 178.080.000

Sumber penerimaan lain PPBT yaitu penjualan pakan. Sama seperti pada
pola usaha I, setiap tahun PPBT menerima hasil penjualan pakan sebesar
Rp 349.200.000,-. Proporsi untuk konsumsi sendiri serta untuk pakan yang dijual
juga sama dengan pola I. Dalam satu tahun, PPBT mampu memproduksi pakan
sebanyak ± 140 ton. Dari jumlah tersebut, PPBT menggunakan sekitar 40 persen
untuk memenuhi kebutuhan pakan 12.000 ekor puyuhnya, sedangkan 60 persen
dari produksi pakan dijual ke peternak puyuh lainnya. Jumlah pakan yang dijual
PPBT setiap tahun dibagi menjadi dua macam, yaitu 48.000 kilogram dengan
harga jual Rp 4.350,- per kilogram yang dijual ke daerah peternak-peternak di
Sukabumi serta 36.000 kilogram dengan harga jual Rp 3.900,- yang dijual ke
peternakan milik Pak Jajuli.
Penerimaan dari penjualan puyuh afkir pada pola usaha II dengan harga
jual Rp 2.000,- per ekor pada tahun pertama yaitu sebanyak Rp 4.000.000,-.
Diperoleh dari 2.000 ekor sebagai hasil dari afkir puyuh pembibit pada bulan ke-6
dan bulan ke-12. Untuk tahun ke-2 hingga tahun ke-7, penjualan puyuh afkir yaitu
Rp 24.000.000,- didapat dari 12.000 ekor puyuh yang diafkir dikalikan harga jual
yang sama seperti pada tahun pertama. Jumlah produksi dan nilai penjualan puyuh
afkir dapat dilihat pada Tabel 27.

89
Tabel 27. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Afkir PPBT pada Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh Harga Satuan Nilai
(ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 2.000 2000 4.000.000
2 12.000 2000 24.000.000
3 12.000 2000 24.000.000
4 12.000 2000 24.000.000
5 12.000 2000 24.000.000
6 12.000 2000 24.000.000
7 12.000 2000 24.000.000
Total 85.500 148.000.000

Untuk penerimaan dari hasil penjualan kotoran pada pola usaha II tidak
berbeda dengan penerimaan pada pola usaha I. Untuk penjualan kotoran, PPBT
mendapatkan Rp 4.840.000,- pada tahun pertama dan Rp 5.280.000,- pada tahun
kedua. Setiap bulan, PPBT menghasilkan kotoran puyuh sebanyak 110 karung,
dimana setiap karung berkapasitas 50 kilogram. Harga jual kotoran puyuh per
karung yaitu Rp 4.000,-. Jumlah produksi dan nilai penjualan kotoran puyuh dapat
dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Kotoran Puyuh PPBT Pola II
Tahun Ke Jumlah Produksi Kotoran Harga Satuan Nilai
(karung) (Rp/karung) (Rp)
1 1.210 4.000 4.840.000
2 1.320 4.000 5.280.000
3 1.320 4.000 5.280.000
4 1.320 4.000 5.280.000
5 1.320 4.000 5.280.000
6 1.320 4.000 5.280.000
7 1.320 4.000 5.280.000
Total 9.130 36.520.000

Sama seperti pada pola usaha I, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari
nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama
yang tidak habis terpakai selama umur proyek. Nilai sisa yang terdapat hingga
akhir umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya
investasi pada usaha puyuh PPBT yang masih memiliki nilai hingga akhir umur
proyek antara lain generator, timbangan besar, mesin giling jagung, dan kendaraan
mobil. Penambahan investasi baru pada pola II berupa mesin tetas maupun baki
air tidak mempunyai nilai sisa, sehingga nilai sisa pola II sama dengan nilai sisa
pada pola I. Nilai sisa pada proyek dapat dilihat pada Tabel 29.

90
Tabel 29. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola II
No Uraian Nilai Umur Penyusutan Nilai Sisa Nilai Sisa
(Rp) Ekonomis Per Tahun Umur Umur
(tahun) Ekonomis Proyek
10 Tahun 7 Tahun
(Rp) (Rp)
1. Generator 1.300.000 10 91.000 390.000 663.000
2. Timbangan 1.200.000 10 60.000 600.000 780.000
Besar
3. Mesin Giling 6.500.000 10 455.000 1.950.000 3.315.000
Jagung
4. Mobil 40.000.000 10 2.800.000 12.000.000 20.400.000
Total 25.158.000

7.2.2. Arus Pengeluaran (Outflow)


Arus pengeluaran pada pola usaha II terdiri dari pengeluaran untuk biaya
investasi, serta biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama
proyek. Biaya investasi pada pola usaha II terdiri dari :
1. Kandang grower dan layer. Kandang yang digunakan ada 3 buah. Untuk pola
ini, 2 buah kandang diisi seluruhnya oleh puyuh petelur, sedangkan 1
kandang diisi puyuh petelur dan puyuh pembibit. Kandang grower dan layer
digunakan untuk tempat produksi puyuh-puyuh petelur maupun pembibit
yang siap berproduksi sampai menjelang umur afkir.
2. Kandang starter yang digunakan untuk menempatkan puyuh yang baru
menetas untuk dibesarkan dahulu sampai umur sebulan sebelum dipindahkan
ke kandang grower dan layer.
3. Kurung, terbuat dari kayu dan kawat yang telah dilengkapi dengan tempat
pakan serta tempat minum. Satu kurung terdiri dari 5 tingkat. Untuk kurung
puyuh grower dan layer, masing-masing tingkat mampu menampung 40 ekor
puyuh. Kurung untuk puyuh starter, masing-masing tingkat berkapasitas 100
ekor puyuh. Pada kurung starter dilengkapi dengan lampu penghangat
terutama untuk kurung puyuh yang baru dipindahkan dari mesin tetas atau
sering disebut DOQ.
4. Tandon air, digunakan untuk menampung air dari sumur pompa yang
dialirkan ke keran di depan masing-masing kandang. Keran air ini berfungsi

91
untuk memberi minum puyuh maupun tempat membersihkan peralatan pakan
dan minum puyuh.
5. Pompa air, berfungsi sebagai alat memompa air dari sumber air (sumur).
6. Pipa, digunakan untuk mengalirkan air dari pompa air ke tandon serta dari
tandon ke keran air.
7. Generator, digunakan pada penggunaan mesin giling jagung, penerangan
kandang puyuh dan kurung puyuh DOQ, dan terutama untuk pemakaian
mesin tetas jika terjadi pemadaman listrik. Lampu di mesin tetas dinyalakan
24 jam pada masa penetasan 17 hari. Jika lampu mati, resiko kegagalan
menetas puyuh akan semakin besar.
8. Instalasi listrik, sebagai sumber listrik yang sangat diperlukan pada mesin
tetas, penerangan kandang puyuh, kandang starter serta pada produksi pakan.
9. Alat penyemprot, digunakan untuk menyemprot kurung, mesin tetas, dan
kandang maupun lingkungan sekitar kandang dengan menggunakan
desinfektan.
10. Ember plastik, berfungsi untuk menampung air di keran air yang digunakan
saat mencuci peralatan pakan serta minum, juga untuk tempat persiapan
minum puyuh.
11. Nampan panen, terbuat dari kayu dengan bantalan busa. Digunakan untuk
memanen telur puyuh setiap pagi.
12. Alas pakan, terbuat dari kotak papan yang besar untuk tempat persiapan
pakan. Alas pakan berada di dalam masing-masing kandang grower dan
layer.
13. Timbangan besar, digunakan untuk menimbang bahan-bahan pakan seperti
jagung dan menimbang hasil produksi pakan yang akan dijual.
14. Bangunan pengolahan pakan, terbuat dari bangunan semi permanen tanpa
dinding dengan atap seng.
15. Mesin jahit, digunakan untuk menjahit karung berisi hasil pakan yang akan
dijual.
16. Sekop, digunakan untuk mencampur masing-masing bahan pakan menjadi
adonan pakan.

92
17. Mesin giling, berfungsi untuk menggiling jagung menjadi tepung jagung yang
halus. Tepung jagung ini merupakan bahan dasar pakan puyuh.
18. Kendaraan mobil, berupa mobil pick up dan digunakan untuk mengantarkan
telur ke pasar, mengangkut pakan yang akan dijual, serta untuk kebutuhan
transportasi yang lainnya.
19. Terpal penutup, berfungsi untuk menutup telur-telur puyuh dalam kemasan
peti maupun dus yang telah ditempatkan di mobil pada saat perjalanan dibawa
ke pasar.
20. Mesin tetas, berjumlah 6 buah dimana 4 buah mesin tetas berkapasitas 600
butir telur dan 2 buah mesin tetas berkapasitas 800 butir telur. Mesin tetas
terbuat dari papan kayu yang di dalamnya telah dilengkapi dengan bohlam-
bohlam lampu untuk sumber pemanas. Pada masin tetas kapasitas 600 butir
dibutuhkan bohlam lampu sebanyak 4 buah, sedangkan mesin tetas kapasitas
800 butir membutuhkan bohlam lampu sebanyak 6 buah. Masing-masing
mesin tetas digunakan selama masa penetasan 17 hari, dan terus menerus
dinyalakan selama 24 jam, sehingga dalam setahun bohlam lampu diganti
sebanyak 4 kali.
21. Baki air berfungsi untuk menampung air yang digunakan dalam mesin tetas
selama masa penetasan. Air di dalam baki harus terus diperiksa setiap hari
untuk memastikan air tidak habis. Baki air ini berfungsi untuk menjaga
kelembaban kondisi mesin tetas sehingga telur-telur tidak terlampau kering.
22. Keranjang bibit berfungsi untuk tempat bibit puyuh sewaktu dibawa ke
peternakan mitra untuk dijual. Satu keranjang dapat menampung ± 40 ekor.
Rincian biaya investasi pada pola usaha II terdapat pada Tabel 30.

93
Tabel 30. Biaya Investasi pada Pola Usaha II
No Uraian Satuan Jumlah Umur Nilai per
Nilai Total
Ekonomis Unit
(Thn) (Rp) (Rp)
1 Kandang grower dan Unit 3 7 7.500.000 22.500.000
layer
2 Kandang starter Unit 1 7 5.000.000 5.000.000
3 Kurung+( tempat Unit 82 5 350.000 28.700.000
pakan dan minum)
4 Tandon air Buah 2 7 450.000 900.000
5 Pompa air Unit 1 7 450.000 450.000
6 Pipa Batang 50 7 30.000 1.500.000
7 Penggalian sumur - - - - 1.650.000
8 Generator Unit 1 10 1.300.000 1.300.000
9 Instalasi listrik Unit 1 7 1.200.000 1.200.000
10 Alat penyemprot Unit 1 3 82.500 82.500
11 Ember plastik Buah 7 2 18.000 126.000
12 Nampan panen Buah 30 2 10.000 300.000
13 Alas pakan Buah 3 5 200.000 600.000
14 Timbangan besar Unit 1 10 1.200.000 1.200.000
15 Bangunan Unit 1 7 5.000.000 5.000.000
pengolahan pakan
16 Mesin jahit Unit 1 5 450.000 450.000
17 Sekop Buah 2 2 32.500 65.000
18 Mesin giling Unit 1 10 6.500.000 6.500.000
19 Kendaraan Unit 1 10 40.000.000 40.000.000
20 Terpal penutup Lembar 2 2 400.000 800.000
21 Mesin tetas Unit 6 5 365.000 2.190.000
22 Baki air Buah 40 2 8.000 320.000
23 Keranjang bibit Buah 200 5 8.000 1.600.000
Total 122.433.500

Selain biaya investasi juga terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan


oleh PPBT apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur
ekonomisnya. Tidak semua biaya barang investasi pada pola usaha II ini
mengalami reinvestasi, hanya beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak
selama umur proyek. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan PPBT pada pola usaha II
dapat dilihat pada Tabel 31.

94
Tabel 31. Biaya Reinvestasi PPBT pada Pola Usaha II
No Uraian Satuan Jumlah Umur Nilai Nilai Total
Ekonomis per
Unit
(Thn) (Rp) (Rp)
1 Kurung+(tempat pakan dan Unit 82 5 350.000 28.700.000
minum)
2 Alat penyemprot Unit 1 3 82.500 82.500
3 Ember plastik Buah 7 2 18.000 126.000
4 Nampan panen Buah 30 2 10.000 300.000
5 Alas pakan Buah 3 5 200.000 600.000
6 Mesin jahit Unit 1 5 450.000 450.000
7 Sekop Buah 2 2 32.500 65.000
8 Terpal penutup Lembar 2 2 400.000 800.000
9 Mesin tetas Unit 6 5 365.000 2.190.000
10 Baki air Buah 40 2 8.000 320.000
11 Keranjang bibit Buah 200 5 8.000 1.600.000

b. Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
yang dikeluarkan oleh PPBT pada pola usaha II terdiri atas biaya gaji karyawan,
perawatan kendaraan, kandang, dan mesin pakan, biaya listrik dan air, sewa lahan,
biaya BBM, bohlam lampu pada mesin tetas, pembelian sapu lidi, pajak mobil,
konsumsi karyawan, biaya komunikasi (pulsa), THR karyawan, serta biaya tidak
terduga yang dianggarkan sebesar 5 persen dari total biaya tetap yang ada. Nilai
biaya tetap pada pola usaha II sama seperti nilai biaya tetap pada pola usaha I,
perbedaan yang ada hanya pada nilai biaya listrik dan air serta adanya tambahan
biaya bohlam lampu pada mesin tetas. Biaya listrik dan air pada pola usaha II
lebih besar dari pola usaha I yaitu Rp 15.000.000,- per tahun. Bertambahnya biaya
listrik dan air terjadi karena jumlah pemakaian listrik pada pola usaha II lebih
besar yaitu untuk pengoperasian mesin tetas yang membutuhkan penggunaan
listrik 24 jam selama 17 hari berturut-turut per masing-masing mesin tetas. Biaya
tetap pola usaha II PPBT dapat dilihat di Tabel 32.

95
Tabel 32. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha II
No Uraian Jumlah Nilai (Rp)
1. Gaji karyawan 9 orang 58.200.000
2. Perawatan Kendaraan 1.800.000
3. Listrik dan air 3125 watt 15.000.000
4. Sewa lahan 2000 m2 2.000.000
5 BBM 21.000.000
6 Bohlam lampu 280 buah 1.120.000
7 Sapu lidi 12 buah 30.000
8 Pemeliharaan kandang 150.000
9 Perawatan mesin pakan 840.000
10 Pajak kendaraan 550.000
11 Keperluan dapur 21.000.000
12 Pulsa 600.000
13 THR karyawan 4.850.000
14 Biaya tidak terduga (5%) 7.165.421
Total 134.305.421

Selain biaya investasi dan biaya tetap, PPBT juga mengeluarkan biaya
variabel. Biaya variabel pada pola usaha II ini terdiri atas : 1) bibit puyuh (masa
starter); 2) bahan pakan puyuh seperti jagung, dedak padi, konsentrat, serta bahan
tambahan: 3) vitamin; 4) vaksin; 5) obat-obatan puyuh; 6) desinfektan seperti
formalin dan biodes; 7) peti kemas; 8) dus kemas; 9) sekam padi; 10) karung
pengemas; dan 11) benang jahit. Untuk pembelian bibit puyuh hanya dilakukan
pada tahun pertama sebagai induk awalan sebanyak 1.000 ekor dengan harga beli
Rp 2.750,- per ekor. Pada tahun-tahun selanjutnya, PPBT tidak membeli bibit
puyuh lagi dan menetaskan bibit sendiri.
Sama seperti pada pola usaha I, pakan puyuh diproduksi setiap 2 hari
sekali. Pakan yang dihasilkan PPBT selama satu bulan yaitu 11,7 ton. Vitamin
diberikan kepada puyuh setiap minggu (3 hari berturut-turut) sebanyak 375 gram
untuk keseluruhan puyuh. Obat-obatan diberikan jika ada puyuh yang sakit atau
bermasalah. Untuk vaksin dilakukan setiap 2 bulan sekali dengan pemakaian
sebanyak 1 liter per dua bulan. Penyemprotan desinfektan dilakukan setiap dua
hari sekali dengan menggunakan formalin untuk di luar kandang serta biodes
untuk di dalam kandang atau pada kurung dan mesin tetas. Penggunaan
desinfektan yaitu sebanyak 5 liter per dua bulan. Biaya variabel pada pola usaha
II tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 33.

96
Tabel 33. Biaya Variabel Tahun ke-1 pada Pola Usaha II
No Uraian Satuan Jumlah Harga Nilai (Rp)
Satuan
(Rp)
1 Bibit puyuh Ekor 1000 2.750 2.750.000
2 Pakan puyuh
Jagung Kilogram 120.000 2.200 264.000.000
Dedak padi Kilogram 24.000 1.300 31.200.000
Konsentrat Kilogram 108.000 5.200 561.600.000
Bahan tambahan Kilogram 1.200 10.000 12.000.000
3 Vitamin Gram 18.000 175 3.150.000
4 Vaksin Liter 6 35.000 210.000
5 Obat-obatan Liter 1 375.000 375.000
6 Disenfektan
Formalin Liter 30 10.000 300.000
Biodes Liter 30 35.000 1.050.000
7 Peti kemasan Buah 60 6.500 390.000
8 Dus kemasan Buah 60 6.000 360.000
9 Sekam Karung 41 2500 102.500
10 Karung pengemas pakan Lembar 2.000 750 1.500.000
11 Benang jahit Rol 12 20.000 240.000
Total 879.227.500

Kebutuhan akan peti, dus kemasan serta sekam pada tahun ke-1 dan tahun
ke-2 terdapat perbedaan. Pada tahun ke-1 kebutuhan peti kemas dan dus kemas
masing-masing 60 buah. Untuk kebutuhan dus kemas per enam bulan yaitu 30
buah, sehingga dalam setahun PPBT melakukan pembelian dus kemas sebanyak
dua kali. Peti kemas lebih tahan lama, sehingga dalam setahun PPBT hanya
melakukan pembelian peti kemas sebanyak satu kali. Peti kemas dan dus kemas
dipakai berulang, artinya setiap mengantar telur peti dan dus dibawa pulang
kembali oleh PPBT. Pada tahun pertama penggunaan sekam sebagai bantalan telur
dalam peti membutuhkan 41 karung atau sama dengan 2.050 kilogram. Pada tahun
ke-2 hingga tahun ke-7, kebutuhan peti kemas dan dus kemas masing-masing
adalah 102 buah, sedangkan kebutuhan sekam yaitu 70 karung atau setara dengan
3.500 kilogram. Perbedaan kebutuhan peti, dus, serta sekam ini disesuaikan
dengan jumlah produksi telur puyuh antara tahun pertama dan tahun-tahun
selanjutnya. Secara ringkas, biaya variabel pola usaha II pada tahun ke-2 sampai
tahun ke-7 dapat dilihat pada Tabel 34.

97
Tabel 34. Biaya Variabel Tahun ke-2 sampai ke-7 pada Pola Usaha II
No Uraian Satuan Jumlah Harga Nilai (Rp)
Satuan
(Rp)
1 Pakan puyuh
Jagung Kilogram 120.000 2.200 264.000.000
Dedak padi Kilogram 24.000 1.300 31.200.000
Konsentrat Kilogram 108.000 5.200 561.600.000
Bahan tambahan Kilogram 1.200 10.000 12.000.000
2 Vitamin Gram 18.000 175 3.150.000
3 Vaksin Liter 6 35.000 210.000
4 Obat-obatan Liter 1 375.000 375.000
5 Desinfektan
Formalin Liter 30 10.000 300.000
Biodes Liter 30 35.000 1.050.000
6 Peti kemasan Buah 102 6.500 663.000
7 Dus kemasan Buah 102 6.000 612.000
8 Sekam Karung 70 2500 175.000
9 Karung pengemas pakan Lembar 2.000 750 1.500.000
10 Benang jahit Rol 12 20.000 240.000
Total 877.075.000

7.2.3. Analisis Kelayakan Finansial


Kelayakan finansial usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT dapat dilihat
dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Hasil
cashflow pada pola usaha ini disajikan pada Tabel 35 :

Tabel 35. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II


Kriteria Hasil
Net Present Value (rupiah) 171.209.542
Net Benefit and Cost Ratio 1,58
Internal Rate Return (persen) 27
Payback Periode (tahun) 4,34

Pada pola usaha II diperoleh nilai NPV> 0 yaitu sebesar Rp 171.209.542,-


sehingga usaha puyuh petelur dan usaha puyuh pembibit PPBT ini dikatakan
layak. Nilai pada NPV menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha
puyuh petelur dan pembibit pada discount rate yang berlaku. Hasil Net B/C yang
diperoleh adalah 1,58 dimana Net B/C > 1 sehingga usaha ini layak untuk
dijalankan. Net B/C sama dengan 1,58 berarti setiap Rp 1,- biaya yang
dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 1,58,- manfaat bersih. IRR
yang diperoleh pada pola usaha II ini adalah 27 persen dan lebih besar dari tingkat
discount rate yang berlaku yaitu sebesar 9 persen. Ini berarti usaha puyuh petelur
dan pembibit PPBT layak untuk dilaksanakan dengan tingkat pengembalian

98
internal sebesar 27 persen. Untuk periode yang diperlukan dalam pengembalian
semua biaya investasi pada pola usaha II yaitu 4,34 tahun atau setara 4 tahun 4
bulan 2 hari.
7.2.4. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti
(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil
switching value pada pola usaha II disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II


Perubahan Persentase NPV Net IRR Payback
(persen) (rupiah) B/C (persen) Periode
(tahun)
Penurunan Jumlah Produksi Telur 5,34089 0 1,00 9 7,00
Kenaikan Harga Pakan 5,44529 0 1,00 9 7,00

Hasil switching value pada pola usaha II menunjukkan bahwa perubahan


terhadap penurunan jumlah produksi telur dan kenaikan harga pakan yang masih
membuat usaha ini layak adalah 5,34089 persen dan 5,44529 persen. Perubahan
terhadap produksi telur adalah perubahan yang lebih berpengaruh terhadap
kelayakan usaha, walaupun selisih antara persentase perubahan produksi telur
dengan harga pakan tidak signifikan. Berdasarkan hasil switching value, usaha
puyuh petelur dan pembibit PPBT masih layak diusahakan apabila besarnya
penurunan jumlah produksi telur tidak melebihi 5,34089 persen serta kenaikan
harga pakan tidak melebihi 5,44529 persen. Jika penurunan yang terjadi lebih
besar dari 5,34089 persen untuk produksi telur dan 5,44529 persen untuk
kenaikan harga pakan, maka usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT menjadi
tidak layak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pola usaha II yaitu
usaha puyuh petelur dan sebagai puyuh pembibit di PPBT lebih sensitif terhadap
perubahan jumlah produksi telur dibandingkan dengan perubahan harga pakan
meskipun selisih persentase diantara keduanya sangat kecil.
Berdasarkan pengalaman PPBT, persentase penurunan produksi telur PPBT
pada pola II yaitu sebesar 6 sampai 7 persen, sehingga dapat dikatakan usaha
puyuh ini peka terhadap kelayakan dan memiliki resiko usaha yang besar. Hal ini
terjadi karena karakteristik puyuh yang mudah terkena penyakit dan terjadi wabah
yang menyebabkan banyak puyuh yang mati. Sama halnya dengan pola usaha I,
kenaikan harga bahan pakan yang pernah terjadi tidak terlalu signifikan.

99
7.3. Analisis Kelayakan Finansial Pola III (Budidaya Puyuh Petelur dan
Pembibit dengan Populasi 24.000 Ekor)
Pola III ini merupakan rencana pengembangan usaha PPBT untuk
menambah jumlah puyuh petelurnya dua kali lipat dari populasi semula yang
semua kebutuhan bibit puyuh petelur dipenuhi dengan penetasan bibit sendiri.
PPBT mengusahakan 24.000 ekor puyuh untuk dijadikan puyuh petelur dan
puyuh pembibit dengan proporsi 22.000 ekor untuk puyuh petelur dan 2.000 ekor
(1.600 ekor betina dan 400 ekor jantan) untuk puyuh pembibit. Untuk memenuhi
kebutuhan puyuh sebanyak 24.000 ekor, PPBT menambah investasi baru berupa
kandang grower dan layer, kurung puyuh, mesin tetas, dan keperluan mesin tetas
seperti baki air.
7.3.1. Arus Penerimaan (Inflow)
Pada pola usaha III yaitu usaha puyuh petelur dan pembibit dengan
populasi 24.000 ini, arus penerimaan diperoleh dari hasil penjualan telur puyuh,
puyuh pembibit, puyuh jantan, puyuh afkir, kotoran puyuh, serta pakan puyuh.
Sama seperti kedua pola yang lain, penerimaan juga diperoleh dari nilai sisa biaya
investasi proyek berupa generator, timbangan besar, mesin giling jagung, serta
kendaraan mobil.
Pola usaha III merupakan pola pengembangan dari pola usaha II sehingga
cara pemenuhan jumlah puyuh petelur pola III sama dengan sistem pemenuhan
puyuh pada pola II. Pada tahun pertama pemenuhan jumlah puyuh petelur yaitu
disesuaikan dengan hasil penetasan DOQ dari mesin tetas yang ada. Setiap bulan
mesin mampu menetaskan 5.320 ekor DOQ dimana 60 persen yaitu sekitar 3.192
ekor puyuh betina dan 40 persen yaitu sekitar 2.128 ekor adalah puyuh jantan.
Pada bulan ke-6 dan ke-12 puyuh betina hasil penetasan diseleksi sebanyak 1.600
ekor untuk puyuh pembibit, dan sisanya dimanfaatkan untuk puyuh petelur. Hal
ini dilakukan karena pada bulan ke-6 dan ke-12 puyuh pembibit mengalami
pengafkiran sehingga harus diganti dengan puyuh yang baru. Pada tahun pertama
jumlah puyuh telur sebanyak 22.000 ekor baru dapat terpenuhi pada bulan ke-10
sedangkan produksi puyuh petelur dimulai pada bulan ke-3 dari populasi awal
3.192 ekor. Jumlah produksi telur puyuh pada pola usaha III di tahun pertama
yaitu sebanyak 4.502.316 butir telur, sedangkan pada tahun ke-2 sampai tahun ke-

100
7 diasumsikan tetap sebesar 7.869.400 butir telur. Nilai-nilai tersebut diperoleh
dari jumlah puyuh yang ada dikalikan jumlah hari produksi, kemudian dikalikan
dengan persentase perolehan telur layak jual sebesar 98 persen. Harga jual telur
puyuh selama umur proyek 7 tahun diasumsikan tetap yaitu Rp 175,- per butir.
Jumlah produksi per tahun dan nilai penjualan telur puyuh disajikan Tabel 37.

Tabel 37. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Telur Puyuh PPBT pada Pola III
Tahun Ke Jumlah Produksi Telur Harga Satuan Nilai
(Butir) (Rp/butir) (Rp)
1 4.502.316 175 787.905.300
2 7.869.400 175 1.377.145.000
3 7.869.400 175 1.377.145.000
4 7.869.400 175 1.377.145.000
5 7.869.400 175 1.377.145.000
6 7.869.400 175 1.377.145.000
7 7.869.400 175 1.377.145.000
Total 51.718.716 9.050.775.300

Penerimaan lain yang didapat PPBT adalah hasil penjualan puyuh


pembibit. Harga jual puyuh pembibit PPBT selama umur proyek diasumsikan
tetap yaitu Rp 7.000,- per ekor dan merupakan puyuh betina. Pada tahun pertama
penjualan puyuh pembibit baru dapat dimulai pada bulan ke-10 sebanyak 1.936
ekor. Hal ini terjadi karena pada bulan sebelumnya puyuh-puyuh betina yang
dihasilkan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan puyuh petelur PPBT sendiri
sebanyak 22.000 ekor, sehingga saat tahun pertama PPBT baru mampu menjual
puyuh pembibit sebanyak 6.720 ekor. Pada tahun ke-2 hingga ke-7, PPBT
mampu menjual puyuh pembibit sebanyak 13.104 ekor. Jumlah produksi dan nilai
penjualan puyuh pembibit di PPBT dapat dilihat pada Tabel 38.

Tabel 38. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pembibit PPBT Pola III
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh Harga Satuan Nilai
(ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 6.720 7.000 47.040.000
2 13.104 7.000 91.728.000
3 13.104 7.000 91.728.000
4 13.104 7.000 91.728.000
5 13.104 7.000 91.728.000
6 13.104 7.000 91.728.000
7 13.104 7.000 91.728.000
Total 85.344 597.408.000

Hasil penjualan dari puyuh jantan juga merupakan salah satu pemasukan
kas bagi PPBT. Puyuh jantan hasil penetasan setiap bulan yaitu sekitar 2.128 ekor.

101
Pada bulan ke-6 dan ke-12 PPBT mengambil puyuh jantan sebanyak 400 ekor dari
hasil penetasan untuk mengganti puyuh pembibit yang telah diafkir serta sisanya
dijual. Harga jual puyuh jantan selama umur proyek tujuh tahun diasumsikan tetap
yaitu Rp 2.000,- per ekor. Pada tahun pertama penjualan puyuh yaitu 20.480 ekor,
sedangkan pada tahun ke-2 sampai ke-7 jumlah puyuh yang dijual PPBT
sebanyak 24.736 ekor. Jumlah produksi dan nilai penjualan puyuh pejantan di
PPBT dapat dilihat pada Tabel 39.

Tabel 39. Jumlah Produksi daan Nilai Penjualan Puyuh Pejantan PPBT Pola III
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh Harga Satuan Nilai
(ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 20.480 2.000 40.960.000
2 24.736 2.000 49.472.000
3 24.736 2.000 49.472.000
4 24.736 2.000 49.472.000
5 24.736 2.000 49.472.000
6 24.736 2.000 49.472.000
7 24.736 2.000 49.472.000
Total 168.896 337.792.000

Sumber penerimaan lain PPBT yaitu penjualan pakan. Sama seperti pada
pola usaha I dan II, setiap tahun PPBT menerima hasil penjualan pakan sebesar
Rp 349.200.000,-. Akan tetapi pada pola usaha III terdapat perbedaan penentuan
proporsi untuk konsumsi sendiri serta untuk pakan yang dijual. Dalam satu tahun,
PPBT mampu memproduksi pakan sebanyak 210 ton. Dari jumlah tersebut, PPBT
menggunakan sekitar 60 persen untuk memenuhi kebutuhan pakan 24.000 ekor
puyuhnya, sedangkan 40 persen dari produksi pakan dijual ke peternak puyuh
lainnya. Perbedaan proporsi penggunaan pakan ini dilakukan karena kebutuhan
pakan PPBT bertambah, sedangkan permintaan pakan diasumsikan tetap atau
sama dengan pola usaha I dan II. Jumlah pakan yang dijual PPBT setiap tahun
dibagi menjadi dua macam, yaitu 48.000 kilogram dengan harga jual Rp 4.350,-
per kilogram yang dijual ke daerah peternak-peternak di Sukabumi serta 36.000
kilogram dengan harga jual Rp 3.900,- yang dijual ke peternakan milik Pak Jajuli.
Penerimaan dari penjualan puyuh afkir pada pola usaha III pada tahun
pertama yaitu sebanyak Rp 8.000.000,-. Diperoleh dari 4.000 ekor sebagai hasil
dari afkir puyuh pembibit pada bulan ke-6 dan bulan ke-12. Untuk tahun ke-2
hingga tahun ke-7, penjualan puyuh afkir yaitu Rp 48.000.000,- didapat dari

102
24.000 ekor puyuh yang diafkir dikalikan harga jual. Harga jual puyuh afkir
selama umur proyek diasumsikan tetap yaitu sebesar Rp 2.000,- per ekor. Jumlah
produksi dan nilai penjualan puyuh afkir dapat dilihat pada Tabel 40.

Tabel 40. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Afkir PPBT pada Pola III
Tahun Ke Jumlah Produksi Puyuh Harga Satuan Nilai
(ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 4.000 2.000 8.000.000
2 24.000 2.000 48.000.000
3 24.000 2.000 48.000.000
4 24.000 2.000 48.000.000
5 24.000 2.000 48.000.000
6 24.000 2.000 48.000.000
7 24.000 2.000 48.000.000
Total 148.000 296.000.000

Untuk hasil penjualan kotoran pada pola usaha III, penerimaan PPBT yaitu
Rp 9.680.000,- pada tahun pertama dan Rp 10.560.000,- pada tahun kedua. Setiap
bulan, PPBT menghasilkan kotoran puyuh sebanyak 220 karung, dimana setiap
karung berkapasitas 50 kilogram. Harga jual kotoran puyuh per karung selama
tujuh tahun atau selama umur proyek diasumsikan tetap yaitu Rp 4.000,-. Jumlah
produksi dan nilai penjualan kotoran puyuh dapat dilihat pada Tabel 41.

Tabel 41. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Kotoran Puyuh PPBT Pola III
Tahun Ke Jumlah Produksi Kotoran Harga Satuan Nilai
Puyuh
(ekor) (Rp/ekor) (Rp)
1 2.420 4.000 9.680.000
2 2.640 4.000 10.560.000
3 2.640 4.000 10.560.000
4 2.640 4.000 10.560.000
5 2.640 4.000 10.560.000
6 2.640 4.000 10.560.000
7 2.640 4.000 10.560.000
Total 18.260 73.040.000

Seperti pada pola-pola usaha sebelumnya, penerimaan PPBT juga


diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang dikeluarkan pada
tahun pertama yang tidak habis terpakai selama umur proyek. Nilai sisa yang
terdapat hingga akhir umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek.
Biaya-biaya investasi pada usaha puyuh PPBT yang masih memiliki nilai hingga
akhir umur proyek antara lain, generator, timbangan besar, mesin giling jagung,
dan kendaraan mobil. Penambahan investasi baru pada pola III berupa kandang

103
grower dan layer, kurung puyuh, mesin tetas maupun baki air tidak mempunyai
nilai sisa, sehingga nilai sisa pola III sama dengan nilai sisa pada pola I dan pola
II. Nilai sisa pada proyek dapat dilihat pada Tabel 42.

Tabel 42. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha III
No Uraian Nilai Umur Penyusutan Nilai Sisa Nilai Sisa
(Rp) Ekonomis Per Tahun Umur Umur
(tahun) Ekonomis Proyek
10 Tahun 7 Tahun
(Rp) (Rp)
1. Generator 1.300.000 10 91.000 390.000 663.000
2. Timbangan 1.200.000 10 60.000 600.000 780.000
Besar
3. Mesin Giling 6.500.000 10 455.000 1.950.000 3.315.000
Jagung
4. Mobil 40.000.000 10 2.800.000 12.000.000 20.400.000
Total 25.158.000

7.3.2. Arus Pengeluaran (Outflow)


Arus pengeluaran pada pola usaha III terdiri atas pengeluaran untuk biaya
investasi, serta biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama
proyek yang terdiri dari:
1. Kandang grower dan layer. Kandang grower dan layer digunakan untuk
tempat produksi puyuh-puyuh petelur maupun pembibit yang siap
berproduksi sampai menjelang umur afkir. Pada pola usaha III kandang yang
digunakan ada 4 buah, 3 buah kandang diisi seluruhnya oleh puyuh petelur,
sedangkan 1 kandang diisi puyuh petelur dan puyuh pembibit. Tiga unit
kandang besar masing-masing mampu menampung puyuh sebanyak 5.000
ekor, dan satu unit kandang besar memiliki ukuran dua kali luas kandang
yang lain sehingga mampu menampung ± 11.500 ekor puyuh. Akan tetapi
PPBT hanya mengisi kandang tersebut dengan populasi 11.000 puyuh petelur
dengan pertimbangan kepadatan dan ruang gerak puyuh.
2. Kandang starter yang digunakan untuk menempatkan puyuh yang baru
menetas untuk dibesarkan dahulu sampai umur sebulan sebelum dipindahkan
ke kandang grower dan layer.

104
3. Kurung, terbuat dari kayu dan kawat yang telah dilengkapi dengan tempat
pakan serta tempat minum. Satu kurung terdiri dari 5 tingkat. Untuk satu
kurung puyuh grower dan layer kapasitas 5.000 ekor, mampu menampung
200 ekor puyuh. Jumlah kurung pada masing-masing kandang grower dan
layer kapasitas 5.000 ekor yaitu 25 unit. Pada kandang grower dan layer
kapasitas 11.500 ekor dapat diisi 80 unit kurung dengan kapasitas masing-
masing kurung 140 ekor. Perbedaan daya tampung kurung serta kandang pada
kapasitas 11.500 karena bentuk kurung yang dibuat lebih ramping sehingga
tidak banyak memakan tempat. Kurung untuk puyuh starter, berkapasitas 500
ekor puyuh per unit. Pada kurung starter dilengkapi dengan lampu
penghangat terutama untuk kurung puyuh yang baru dipindahkan dari mesin
tetas atau sering disebut DOQ.
4. Tandon air, digunakan untuk menampung air dari sumur pompa yang
dialirkan ke keran di depan masing-masing kandang. Keran air ini berfungsi
untuk memberi minum puyuh maupun tempat membersihkan peralatan pakan
dan minum puyuh.
5. Pompa air, berfungsi sebagai alat memompa air dari sumber air (sumur).
6. Pipa, digunakan untuk mengalirkan air dari pompa air ke tandon serta dari
tandon ke keran air.
7. Generator, digunakan pada penggunaan mesin giling jagung, penerangan
kandang puyuh dan kurung puyuh DOQ, dan terutama untuk pemakaian
mesin tetas jika terjadi pemadaman listrik. Lampu di mesin tetas dinyalakan
24 jam pada masa penetasan 17 hari. Jika lampu mati, resiko kegagalan
menetas puyuh akan semakin besar.
8. Instalasi listrik, sebagai sumber listrik yang sangat diperlukan pada
penerangan kandang puyuh, terutama mesin tetas, kandang starter serta pada
produksi pakan.
9. Alat penyemprot, digunakan untuk menyemprot kurung, mesin tetas, dan
kandang maupun lingkungan sekitar kandang dengan menggunakan
desinfektan.

105
10. Ember plastik, berfungsi untuk menampung air di keran air yang digunakan
saat mencuci peralatan pakan serta minum, juga untuk alat persiapan minum
puyuh.
11. Nampan panen, terbuat dari kayu dengan bantalan busa. Digunakan untuk
memanen telur puyuh setiap pagi.
12. Alas pakan, terbuat dari kotak papan yang besar untuk tempat persiapan
pakan. Alas pakan berada di dalam masing-masing kandang grower dan
layer.
13. Timbangan besar, digunakan untuk menimbang bahan-bahan pakan seperti
jagung dan menimbang hasil produksi pakan yang akan dijual.
14. Bangunan pengolahan pakan, terbuat dari bangunan semi permanen tanpa
dinding dengan atap seng.
15. Mesin jahit, digunakan untuk menjahit karung berisi hasil pakan yang akan
dijual.
16. Sekop, digunakan untuk mencampur masing-masing bahan pakan menjadi
adonan pakan.
17. Mesin giling, berfungsi untuk menggiling jagung menjadi tepung jagung yang
halus. Tepung jagung ini merupakan bahan dasar pakan puyuh.
18. Kendaraan mobil, berupa mobil pick up dan digunakan untuk mengantarkan
telur ke pasar, mengangkut pakan yang akan dijual, serta untuk kebutuhan
transportasi yang lainnya.
19. Terpal penutup, berfungsi untuk menutup telur-telur puyuh dalam kemasan
peti maupun dus yang telah ditempatkan di mobil pada saat perjalanan dibawa
ke pasar.
20. Mesin tetas, pada pola usaha III berjumlah 9 buah dimana 5 buah mesin tetas
berkapasitas 600 butir telur, 2 buah mesin tetas berkapasitas 800 butir telur,
dan 2 buah mesin tetas berkapasitas 1.500 butir telur. Mesin tetas terbuat dari
papan kayu yang di dalamnya telah dilengkapi dengan bohlam-bohlam lampu
untuk sumber panas. Pada masin tetas kapasitas 600 butir dibutuhkan bohlam
lampu sebanyak 4 buah, mesin tetas kapasitas 800 butir membutuhkan
bohlam lampu sebanyak 6 buah, sedangkan kebutuhan bohlam lampu pada
mesin tetas kapasitas 1.500 butir yaitu 10 buah. Masing-masing mesin tetas

106
digunakan selama masa penetasan 17 hari, dan terus menerus dinyalakan
selama 24 jam, sehingga dalam setahun bohlam lampu diganti sebanyak 4
kali.
21. Baki air berfungsi untuk menampung air yang digunakan dalam mesin tetas
selama masa penetasan. Air di dalam baki harus terus diperiksa setiap hari
untuk memastikan air tidak habis. Baki air ini berfungsi untuk menjaga
kelembaban kondisi mesin tetas sehingga telur-telur tidak terlampau kering.
22. Keranjang bibit berfungsi untuk tempat bibit puyuh sewaktu dibawa ke
peternakan mitra untuk dijual. Satu keranjang dapat menampung ± 40 ekor.
Rincian biaya investasi pada pola usaha II terdapat pada Tabel 43.

Tabel 43. Biaya Investasi pada Pola Usaha III


No Uraian Satuan Jumlah Umur Nilai per
Nilai Total
Ekonomis Unit
(Thn) (Rp) (Rp)
1 Kandang grower dan Unit 4 7 8.125.000 32.500.000
layer
2 Kandang starter Unit 1 7 5.000.000 5.000.000
3 Kurung+( tempat pakan Unit 166 5 350.000 58.100.000
dan minum)
4 Tandon air Buah 2 7 450.000 900.000
5 Pompa air Unit 1 7 450.000 450.000
6 Pipa Batang 50 7 30.000 1.500.000
7 Penggalian sumur - - - 1.650.000 1.650.000
8 Generator Unit 1 10 1.300.000 1.300.000
9 Instalasi listrik Unit 1 7 1.200.000 1.200.000
10 Alat penyemprot Unit 1 3 82.500 82.500
11 Ember plastik Buah 9 2 18.000 162.000
12 Nampan panen Buah 30 2 10.000 300.000
13 Alas pakan Buah 4 5 200.000 800.000
14 Timbangan besar Unit 1 10 1.200.000 1.200.000
15 Bangunan pengolahan Unit 1 7 5.000.000 5.000.000
pakan
16 Mesin jahit Unit 1 5 450.000 450.000
17 Sekop Buah 2 2 32.500 65.000
18 Mesin giling Unit 1 10 6.500.000 6.500.000
19 Kendaraan Unit 1 10 40.000.000 40.000.000
20 Terpal penutup Lembar 2 2 400.000 800.000
21 Mesin tetas Unit 9 5 450.000 4.050.000
22 Baki air Buah 88 2 8.000 704.000
23 Keranjang bibit Buah 400 5 8.000 3.200.000
Total 165.913.500

Selain biaya investasi juga terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan


oleh perusahaan apabila biaya investasi yang dimiliki telah habis umur

107
ekonomisnya. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat
pada Tabel 44.

Tabel 44. Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha III


No Uraian Satuan Jumlah Umur Nilai per Nilai Total
Ekonomis Unit
(Thn) (Rp) (Rp)
1 Kurung+(tempat Unit 166 5 350.000 58.100.000
pakan & minum)
2 Alat penyemprot Unit 1 3 82.500 82.500
3 Ember plastik Buah 7 2 18.000 126.000
4 Nampan panen Buah 30 2 10.000 300.000
5 Alas pakan Buah 3 5 200.000 600.000
6 Mesin jahit Unit 1 5 450.000 450.000
7 Sekop Buah 2 2 32.500 65.000
8 Terpal penutup Lembar 2 2 400.000 800.000
9 Mesin tetas Unit 9 5 405.000 4.050.000
10 Baki air Buah 88 2 8.000 704.000
11 Keranjang bibit Buah 400 5 8.000 3.200.000

b. Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Dalam
analisis ini besarnya nilai biaya tetap diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya
tetap pada pola usaha III terdiri dari biaya gaji karyawan, perawatan kendaraan,
kandang, dan mesin pakan, biaya listrik dan air, sewa lahan, biaya BBM,
pembelian bohlam lampu, pembelian sapu lidi, pajak mobil, konsumsi karyawan,
biaya komunikasi (pulsa), THR karyawan, serta biaya tidak terduga yang
dianggarkan sebesar 5 persen dari total biaya tetap yang ada. Pada pola usaha III
dengan pola usaha II terdapat perbedaan jumlah karyawan. Jumlah karyawan pada
pola usaha II yaitu 9 orang, dimana 3 orang diantaranya bekerja di bagian
pemeliharaan, dengan populasi puyuh sebanyak 12.000 ekor. Untuk pola usaha
III, jumlah karyawan PPBT yang dipekerjakan yaitu sebelas orang. Setiap
karyawan bagian pemeliharaan puyuh mampu menangani ± 5.000 ekor, sehingga
untuk populasi 24.000 ekor PPBT membutuhkan karyawan bagian pemeliharaan
sebanyak 5 orang. Gaji karyawan di bagian pemeliharaan yaitu Rp 500.000 per
bulan untuk tiap pekerja. Selain biaya tenaga kerja, biaya listrik dan air pada pola
usaha III lebih besar dari pola usaha II yaitu Rp 20.000.000,- per tahun.
Bertambahnya biaya listrik dan air terjadi karena jumlah pemakaian listrik pada
pola usaha III lebih besar yaitu untuk pengoperasian mesin tetas yang lebih
banyak. Biaya tetap pola usaha III PPBT dapat dilihat di Tabel 45.

108
Tabel 45. Biaya Tetap per Tahun pada PolaUsaha III
No Uraian Jumlah Nilai (Rp)
1. Gaji karyawan 11 orang 70.200.000
2. Perawatan Kendaraan 1.800.000
3. Listrik dan air 4167 watt 20.000.000
4. Sewa lahan 2000 m2 2.000.000
5 BBM 21.000.000
6 Bohlam lampu 450 buah 1.800.000
7 Sapu lidi 24 buah 60.000
8 Pemeliharaan kandang 200.000
9 Perawatan mesin pakan 840.000
10 Pajak kendaraan 550.000
11 Keperluan dapur 25.000.000
12 Pulsa 600.000
13 THR karyawan 5.850.000
14 Biaya tidak terduga (5%) 8.593.950
Total 159.255.950

Selain biaya investasi dan biaya tetap, PPBT juga mengeluarkan biaya
variabel. Biaya variabel yang dibutuhkan pada pola usaha III pada dasarnya sama
dengan biaya variabel pada pola usaha II, yang menjadi pembeda hanya besar
nilainya. Biaya variabel pada pola usaha III ini terdiri atas : 1) bibit puyuh (masa
starter); 2) bahan pakan puyuh seperti jagung, dedak padi, konsentrat, serta bahan
tambahan: 3) vitamin; 4) vaksin; 5) obat-obatan puyuh; 6) desinfektan seperti
formalin dan biodes; 7) peti kemas; 8) dus kemas; 9) sekam padi; 10) karung
pengemas; dan 11) benang jahit. Untuk pembelian bibit puyuh hanya dilakukan
pada tahun pertama sebagai induk awalan sebanyak 2.000 ekor dengan harga beli
Rp 2.750,- per ekor. Pada tahun-tahun selanjutnya, PPBT tidak membeli bibit
puyuh lagi dan menetaskan bibit sendiri.
Sama seperti pada pola usaha I dan II, pakan puyuh diproduksi setiap 2
hari sekali. Pakan yang dihasilkan PPBT selama satu bulan yaitu 17,5 ton.
Vitamin diberikan kepada puyuh setiap minggu (3 hari berturut-turut) sebanyak
718,75 gram untuk keseluruhan puyuh. Obat-obatan diberikan jika ada puyuh
yang sakit atau bermasalah. Untuk vaksin dilakukan setiap 2 bulan sekali dengan
pemakaian sebanyak 2 liter. Penyemprotan desinfektan dilakukan setiap dua hari
sekali dengan menggunakan formalin untuk diluar kandang serta biodes untuk di
dalam kandang atau pada kurung dan mesin tetas. Penggunaan desinfektan
masing-masing yaitu sebanyak 9,7 liter per dua bulan. Biaya variabel pada pola
usaha II tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 46.

109
Tabel 46. Biaya Variabel Tahun ke-1 pada Pola Usaha III
No Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
1 Bibit puyuh Ekor 2000 2.750 5.500.000
2 Pakan puyuh
Jagung Kilogram 192.000 2.200 422.400.000
Dedak padi Kilogram 38.400 1.300 49.920.000
Konsentrat Kilogram 172.800 5.200 898.560.000
Bahan tambahan Kilogram 1.920 10.000 19.200.000
3 Vitamin Gram 34.500 175 6.037.500
4 Vaksin Liter 12 35.000 402.500
5 Obat-obatan Liter 2 375.000 712.500
6 Desinfektan
Formalin Liter 58 10.000 575.000
Biodes Liter 58 35.000 2.012.500
7 Peti kemasan Buah 158 6.500 1.027.000
8 Dus kemasan Buah 158 6.000 948.000
9 Sekam Karung 108 2500 270.000
10 Karung pengemas pakan Lembar 2.000 750 1.500.000
11 Benang jahit Rol 12 20.000 240.000
Total 1.409.305.000

Kebutuhan akan peti, dus kemasan serta sekam pada tahun ke-1 dan tahun
ke-2 terdapat perbedaan. Pada tahun ke-1 kebutuhan peti kemas dan dus kemas
masing-masing 158 buah. Untuk kebutuhan dus kemas per enam bulan yaitu 79
buah, sehingga dalam setahun PPBT melakukan pembelian dus kemas sebanyak
dua kali. Peti kemas lebih tahan lama, sehingga dalam setahun PPBT hanya
melakukan pembelian peti kemas sebanyak satu kali. Peti kemas dan dus kemas
dipakai berulang, artinya setiap mengantar telur peti dan dus dibawa pulang
kembali oleh PPBT. Pada tahun pertama penggunaan sekam sebagai bantalan telur
dalam peti membutuhkan 108 karung atau sama dengan 5.400 kilogram sekam.
Pada tahun ke-2 hingga tahun ke-7, kebutuhan peti kemas dan dus kemas masing-
masing adalah 204 buah, sedangkan kebutuhan sekam yaitu 140 karung atau
setara dengan 7.000 kilogram sekam. Perbedaan kebutuhan peti, dus, serta sekam
ini disesuaikan dengan jumlah produksi telur puyuh antara tahun pertama dan
tahun-tahun selanjutnya. Rincian biaya variabel pola usaha III pada tahun ke-2
hingga tahun ke-7 dapat dilihat pada Tabel 47.

110
Tabel 47. Biaya Variabel Tahun ke-2 hingga Tahun ke-7 pada Pola Usaha III
No Uraian Satuan Jumlah Harga Nilai (Rp)
Satuan
(Rp)
1 Pakan puyuh
Jagung Kilogram 192.000 2.200 422.400.000
Dedak padi Kilogram 38.400 1.300 49.920.000
Konsentrat Kilogram 172.800 5.200 898.560.000
Bahan tambahan Kilogram 1.920 10.000 19.200.000
2 Vitamin Gram 34.500 175 6.037.500
3 Vaksin Liter 12 35.000 402.500
4 Obat-obatan Liter 2 375.000 712.500
5 Desinfektan
Formalin Liter 58 10.000 575.000
Biodes Liter 58 35.000 2.012.500
6 Peti kemasan Buah 204 6.500 1.326.000
7 Dus kemasan Buah 204 6.000 1.224.000
8 Sekam Karung 140 2500 350.000
9 Karung pengemas pakan Lembar 2.000 750 1.500.000
10 Benang jahit Rol 12 20.000 240.000
Total 1.404.460.000

7.3.3. Analisis Kelayakan Finansial


Analisis kelayakan finansial dari usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT
pada populasi puyuh 24.000 ekor dilihat dari kriteria nilai NPV, Net B/C, IRR,
dan Payback Periode. Hasil analisis finansial pada pola usaha III disajikan pada
Tabel 48.

Tabel 48. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III


Kriteria Hasil
Net Present Value (rupiah) 800.958.779
Net Benefit and Cost Ratio 3.56
Internal Rate Return (persen) 78
Payback Periode (tahun) 2,37

Menurut hasil analisis finansial pola usaha III yang ada dapat disimpulkan
bahwa usaha budidaya puyuh petelur dan pembibit PPBT dengan jumlah populasi
puyuh sebesar 24.000 ekor, memperoleh NPV > 0 yaitu sebesar Rp 800.958.779,-
yang artinya bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Nilai NPV yang sama
dengan Rp 800.958.779,- juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari
usaha pengembangan puyuh petelur dengan pembibitan sendiri ini selama umur
proyek terhadap tingkat diskon (discount rate) yang berlaku.

111
Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada pola usaha III diperoleh
Net B/C > 1 yaitu sebesar 3,56 yang menyatakan bahwa usaha puyuh pola III
layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 3,56 artinya setiap Rp 1,- yang
dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 3,56,- satuan manfaat bersih.
IRR yang diperoleh dari analisis finansial pola usaha III adalah 78 persen dimana
IRR tersebut lebih besar dari discount factor yang berlaku yaitu 9 persen. Nilai
IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 78
persen dan karena IRR > 9 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan
untuk dijalankan. Pola usaha puyuh petelur dan pembibit dengan populasi 24.000
ekor ini memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 2,37 tahun atau 2
tahun 4 bulan 13 hari.

7.3.4. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)


Analisis sensitivitas diakukan dengan menggunakan nilai pengganti
(switching value) sampai mendapatkan nilai NPV yang mendekati nol. Hasil
switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 49 .

Tabel 49. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III


Perubahan Persentase NPV Net IRR Payback
(persen) (rupiah) B/C (persen) Periode
(tahun)
Penurunan Jumlah Produksi Telur 12,5335 0 1,00 9 7,00
Kenaikan Harga Pakan 15,2893 0 1,00 9 7,00
Kenaikan Total Biaya Usaha 9,6735317 0 1,00 9 7,00

Dari hasil analisis switching value di atas dapat dilihat bahwa batas
maksimal perubahan terhadap penurunan jumlah produksi, kenaikan harga pakan,
serta kenaikan total biaya usaha masing-masing adalah 12,5335 persen, 15,2893
persen serta 9,6735317 persen. Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas
tersebut, maka usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT pada populasi 24.000
ekor ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Besarnya penurunan
jumlah produksi telur puyuh sebesar 12,5335 persen menunjukkan bahwa usaha
puyuh pola III masih layak, apabila penurunan yang terjadi terhadap jumlah
produksi telur puyuh tidak lebih besar dari 12,5335 persen. Batas maksimal
kenaikan harga pakan yang masih mendatangkan keuntungan bagi usaha puyuh
petelur PPBT adalah 15,2893 persen. Ini berarti kenaikan harga pakan memiliki
pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan penurunan jumlah produksi telur

112
puyuh. Sementara itu, batas maksimal kenaikan jumlah biaya total yang masih
mendatangkan keuntungan bagi pola usaha ini sebesar 9,6735317 persen, jika
total biaya usaha melebihi batas tersebut, maka usaha ini menjadi tidak layak
dilaksanakan.
Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap pola usaha III dapat
disimpulkan bahwa usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT pada populasi puyuh
24.000 ekor lebih peka terhadap perubahan jumlah produksi telur dibandingkan
dengan perubahan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase
perubahan yang dapat mengubah tingkat kelayakan usaha puyuh pada pola III di
PPBT. Batas maksimal pada pola usaha III memiliki nilai yang lebih besar
daripada batas maksimal pada pola usaha I dan II. Ini terjadi karena kapasitas
produksi PPBT yang lebih besar dan keuntungan PPBT lebih tinggi, sehingga
PPBT mampu mengurangi resiko yang ada terutama penurunan produksi dan
kenaikan harga pakan. Hal tersebut dapat terjadi apabila total biaya pada pola
usaha ini tidak mengalami kenaikan melebihi batas 9,6735317 persen.

7.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha


Secara finansial, ketiga pola usaha puyuh PPBT layak untuk dijalankan.
Namun untuk melihat jenis pengusahaan mana yang paling menguntungkan jika
diusahakan, dapat dilihat dari perbandingan hasil kelayakan finansial ketiga pola
usaha pada Tabel 50.

Tabel 50. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha


Kriteria Pola Usaha I Pola Usaha Pola Usaha
II III
Net Present Value (rupiah) 145.175.809 171.209.542 800.958.779
Net Benefit and Cost Ratio 1,77 1,58 3.56
Internal Rate Return (persen) 32 27 78
Payback Periode (tahun) 3,93 4,34 2,37

Tabel di atas menunjukkan bahwa pola usaha III (usaha pengembangan


puyuh petelur dan pembibit pada populasi puyuh 24.000 ekor) merupakan pola
usaha yang memberikan keuntungan paling besar dibandingkan dengan pola usaha
I dan pola usaha II. Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV pola usaha III
lebih besar dari pola usaha I dan II. Demikian pula dengan nilai Net B/C dan IRR,
pola usaha III menghasilkan Net B/C serta IRR yang lebih besar dibandingkan

113
kedua pola yang lainnya. Masa pengembalian biaya investasi (payback periode)
pola usaha III juga lebih cepat dibandingkan pola usaha I dan II.

7.5. Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha


Untuk melihat perbandingan tingkat sensitivitas pengusahaan puyuh PPBT
pada ketiga pola usaha dapat dilihat dari hasil analisis switching value.
Perbandingan hasil switching value pada ketiga pola usaha puyuh di PPBT dapat
dilihat pada Tabel 51.

Tabel 51. Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha di PPBT
Perubahan Pola Usaha I Pola Usaha II Pola Usaha III
Penurunan Jumlah Produksi Telur 3,9894449 % 5,34089 % 12,5335 %
Kenaikan Harga Pakan 5,551397 % 5,44529 % 15,2893 %

Dari hasil analisis switching value yang ada dapat diketahui bahwa pada
perubahan jumlah produksi telur, pola usaha I merupakan pola usaha yang paling
sensitif. Batas maksimal terhadap perubahan penurunan jumlah produksi telur
yang masih memberikan keuntungan pada pola usaha I hanya sebesar 3,9894449
persen, sedangkan untuk pola usaha II dan III masing-masing sebesar 5,34089
persen dan 12,5335 persen. Pada perubahan kenaikan harga pakan, pola usaha II
memiliki batas maksimal sebesar 5,44529 persen yang merupakan batas maksimal
perubahan terkecil dibandingkan dengan pola usaha I dan III yang mempunyai
nilai batas maksimal terhadap kenaikan harga pakan masing-masing yaitu
5,551397 persen serta 15,2893 persen.
Berdasarkan switching value, dapat disimpulkan bahwa usaha puyuh
PPBT sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi dan memiliki resiko usaha
yang besar. Perubahan jumlah produksi telur puyuh adalah perubahan yang paling
sensitif terhadap kelayakan ketiga pola usaha apabila dibandingkan dengan
perubahan harga pakan. Untuk jenis pola usaha yang paling menguntungkan jika
diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas terkecil terhadap perubahan adalah
pola usaha III yaitu usaha puyuh petelur dengan pembibitan sendiri pada populasi
puyuh 24.000 ekor.
Besarnya resiko usaha puyuh di PPBT dapat diatasi dengan tindakan-
tindakan pencegahan. Kemungkinan penurunan jumlah produksi telur dapat
terjadi karena banyaknya puyuh yang mati akibat terkena penyakit atau gangguan

114
lain yang membuat puyuh menjadi stress sehingga kemampuan berproduksi
telurnya menurun. Hal tersebut dapat diantisipasi PPBT dengan menjaga
kesehatan seluruh puyuhnya dengan baik. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan
secara rutin memberikan asupan vitamin kepada seluruh puyuh, melakukan
vaksinasi dengan teratur, melakukan pengawasan setiap hari untuk memeriksa jika
ada puyuh yang sakit dan segera memisahkan puyuh sakit tersebut dari puyuh
sehat agar tidak terjadi penularan. Selain melakukan perawatan yang lebih
intensif, sanitasi kandang juga harus selalu dijaga agar tetap bersih agar
meminimalisir bakteri-bakteri sumber penyakit yang dapat menyerang puyuh.
Untuk antisipasi pada gangguan eksternal dilakukan dengan cara menjaga
ketenangan di sekitar kandang puyuh, contohnya dengan membatasi kandang
dengan pagar supaya puyuh tidak terganggu oleh lalu lalang para pekerja atau
orang lain.
Perubahan harga pakan meskipun memiliki pengaruh yang lebih kecil
terhadap kelayakan usaha puyuh PPBT daripada perubahan jumlah produksi telur,
namun tetap harus diperhatikan agar kenaikannya tidak melampaui batas
maksimal yang ada. Biaya pakan merupakan pengeluaran terbesar dalam usaha
puyuh yaitu mencapai 70 persen dari total biaya. Antisipasi yang dapat dilakukan
PPBT yaitu dengan tetap mengolah pakan sendiri dan menjual beberapa bagian
hasil pakannya. Jika harga bahan pakan mengalami kenaikan secara drastis, maka
PPBT harus menyeimbangkan dengan menaikkan harga penjualan pakannya serta
menaikkan harga penjualan telurnya.

115
VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial dari usaha puyuh PPBT
dapat disimpulkan bahwa analisis aspek pasar menunjukkan bahwa usaha
puyuh PPBT layak untuk diusahakan karena permintaan akan telur puyuh
maupun puyuh pembibit PPBT masih sangat tinggi dan PPBT telah memiliki
sistem pemasaran yang cukup baik. Hasil analisis teknis menunjukkan usaha
puyuh PPBT layak untuk dilaksanakan karena lokasi yang cukup mendukung
serta tehnik budidaya puyuh yang telah diterapkan dengan cukup baik
sehingga PPBT tidak menemui kendala yang berarti. Kegiatan pengusahaan
puyuh juga tidak memerlukan penggunaan teknologi yang canggih dan hanya
menggunakan peralatan sederhana seperti halnya usaha ayam petelur. Hasil
analisis aspek manajemen juga menunjukkan usaha ini layak dijalankan.
Struktur organisasi yang sangat sederhana tidak menjadi masalah untuk PPBT
dalam menjalankan usahanya. Pengusahaan puyuh dapat dilakukan secara
perseorangan dan tidak membutuhkan struktur organisasi yang kompleks.
Hasil analisis aspek hukum menunjukkan bahwa PPBT sudah cukup layak
dijalankan karena telah mendapat izin usaha dari Camat dan Kepala Desa
setempat. Untuk hasil analisis aspek sosial menunjukkan bahwa PPBT layak
untuk dilaksanakan karena usaha puyuh PPBT tidak menghasilkan limbah
yang mengganggu lingkungan sekitar. Selain itu dengan adanya usaha puyuh
PPBT akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar PPBT.
2. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha puyuh PPBT
layak untuk dijalankan, baik untuk usaha puyuh khusus petelur (pola I), usaha
puyuh dan pembibit (pola usaha II), maupun usaha pengembangan puyuh
petelur dan pembibit (pola usaha III). Usaha pengembangan puyuh petelur
dan pembibit yaitu pada populasi puyuh 24.000 ekor merupakan usaha yang
paling menguntungkan untuk dilaksanakan, kemudian diikuti oleh usaha
puyuh petelur dan pembibit pada populasi 12.000 ekor, lalu usaha puyuh
khusus petelur.
3. Hasil analisis sensitivitas dengan switching value menunjukkan bahwa usaha
puyuh PPBT memiliki sensitivitas yang tinggi dan resiko yang besar. Usaha

116
puyuh khusus petelur, usaha puyuh petelur dengan pembibit sendiri, serta
usaha pengembangan puyuh petelur dengan pembibit sendiri pada PPBT
paling sensitif terhadap perubahan jumlah produksi telur puyuh. Pada
perubahan produksi telur, usaha puyuh khusus petelur merupakan usaha yang
paling sensitif. Akan tetapi pada perubahan kenaikan harga pakan, pola usaha
yang paling sensitif adalah usaha puyuh petelur dan pembibit. Usaha puyuh
PPBT yang paling tidak sensitif atau beresiko rendah terhadap perubahan
jumlah produksi telur dan perubahan harga pakan adalah usaha
pengembangan puyuh petelur dan pembibit. Selain itu, pola usaha ini akan
tetap menguntungkan untuk dilaksanakan PPBT dengan batas maksimal
kenaikan total biaya usaha sebesar 9,6735317 persen.

8.2. Saran
1. Bagi perusahaan sebaiknya melakukan usaha puyuh petelur dengan
melakukan pembibitan sendiri daripada membeli bibit dari peternak lain.
Selain lebih menguntungkan, hal ini juga dapat mengurangi resiko pasokan
bibit yang macet seperti yang pernah dialami PPBT sebelumnya.
2. PPBT sebaiknya mengusahakan pola III yaitu mengembangkan puyuh
petelurnya dari 12.000 ekor menjadi 24.000 ekor dengan pemenuhan
kebutuhan bibit sendiri. Selain karena lebih menguntungkan, juga lebih dapat
bertahan apabila terjadi perubahan penurunan jumlah produksi telur maupun
kenaikan harga pakan. Dengan menjalankan pola usaha ini PPBT juga
mampu menambah penawarannya ke pasar sebesar 26,52 persen, sehingga
pemenuhan terhadap permintaan pelanggan lebih besar dari sebelumnya.
3. PPBT sebaiknya segera mengurus izin-izin usaha seperti SIUP dan SITU agar
memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat. Dengan adanya surat-surat izin
usaha yang lengkap tersebut, maka PPBT dapat lebih mudah melakukan
pinjaman modal ke lembaga-lembaga penyedia kredit. Modal tersebut dapat
digunakan untuk memperluas kembali usaha puyuhnya sehingga visi PPBT
sebagai pemasok utama telur puyuh di wilayah Bogor dapat terwujudkan.
4. Bagi masyarakat yang tertarik pada bisnis puyuh, dapat mengusahakan bisnis
ini, walaupun resikonya cukup besar namun terbukti menguntungkan. Resiko

117
yang besar dari usaha puyuh dapat dikurangi dengan menerapkan tata cara
pemeliharaan puyuh dengan baik dan memiliki sistem pemasaran yang kuat.
5. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
mengenai budidaya puyuh agar masyarakat dapat tertarik terhadap usaha ini.
Pemerintah hendaknya juga memberikan perhatian kepada para peternak
puyuh dengan cara pemberian bantuan kredit maupun penyuluhan-
penyuluhan tentang cara pemeliharaan dan perawatan kesehatan puyuh yang
baik agar puyuhnya tidak terserang penyakit seperti flu burung.

118
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2002. Meningkatkan Produktivitas Puyuh. Tangerang : Agromedia


Pustaka.

Afni, Kammala. 2008. Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar


[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Pertanian Indonesia. Jakarta : Badan
Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Pengeluaran Konsumsi Penduduk Indonesia.


Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta : Penerbit


Universitas Indonesia.

Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Husnan, Suad dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: Unit
Penerbit dan Pencetak AMP YKPN.

Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek (Edisi II). Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

Kadariah, Karlina, dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi keempat.
Yogyakarta: Penerbit AMP YKPN.

Komalasari, Laeli. 2008. Kelayakan Finansial Peternakan Ayam Broiler Terpadu


[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Edisi Ke-11. Jakarta :


Indeks.

Lipsey, Richard G. 2004. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Edisi Ke-10. Jakarta:


Binarupa Aksara.

Listiyowati E, Roospitasari K. 2005. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara


Komersial. Depok: Penebar Swadaya.

Maulana, M.E.S. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi


[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pappas, J. 2002. “Coturnix Japonica” Animal Diversity Web.


http://animaldiversity.Ummz.umich.edu/site/account/inormation/Coturnix/
japonica.html. [25 Mei 2009].

Progressio, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progressio.or.id. [25 Mei


2009].

119
Rustiana, Iswanti Noor. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Puree
Mangga [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sugama, NWN. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan


Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Sugiarti, Sri. 2008. Analisis kelayakan Finansial Usaha Peternakan Ayam Broiler
Abdul Djawad Farm di Desa Banyu Resmi Kecamatan Cigudeg
Kabupaten Bogor[skripsi]. Bogor : Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.

Soeharto, Iman. 2001. Manajemen Proyek. Jakarta : Erlangga.

Susilo, Hendri. 2008. Peningkatan Kapasitas Produksi Puyuh Petelur pada


Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor[tugas akhir]. Bogor : Direktorat Program Diploma,
Institut Pertanian Bogor.

Suwarto, Imam. 2003. Analisis Usaha ternak Burung Puyuh Studi Kasus di Bekasi
[tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Umar, Husein. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wahyudi, Agung Fajar. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ternak Ayam
Broiler “Cipinang Farm” Kabupaten Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor:
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Widagdho, NA. 2008. Analisis kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s


Rabbit Project Lembang Kabupaten Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor :
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Widhyasmara, Eka. 2008. Peningkatan Volume Produksi Pakan pada Peternakan


Puyuh Bintang Tiga Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor[tugas
akhir]. Bogor : Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor.

120
LAMPIRAN

121
Lampiran 1. Pola Budidaya Puyuh Petelur PPBT

Thn Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan peralatan
Pembelian bibit puyuh petelur
Pembesaran bibit puyuh petelur
Pemindahan induk petelur
Produksi puyuh petelur

2 Produksi puyuh petelur


s/d Pengafkiran puyuh petelur
7 Pembelian bibit puyuh petelur
Pembesaran bibit puyuh petelur
Pemindahan induk petelur
Produksi puyuh petelur
Pengafkiran puyuh petelur

122
Lampiran 2. Pola Budidaya Puyuh Petelur dan Pembibit PPBT

Tahun Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan peralatan
Pembelian bibit puyuh
Pembesaran bibit puyuh
Pemindahan induk pembibit
Produksi puyuh pembibit
Penetasan telur
Pembesaran DOQ
Pemindahan induk petelur
Produksi puyuh petelur
Pengafkiran puyuh pembibit

2 Produksi puyuh petelur


s/d Pengafkiran puyuh petelur
7 Pemindahan induk pembibit
Produksi puyuh pembibit
Penetasan telur
Pembesaran DOQ
Pemindahan induk petelur
Produksi puyuh petelur
Pengafkiran puyuh pembibit

123
Lampiran 3. Laporan Laba Rugi Pola I
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A. Penerimaan
1. Penjualan
Telur puyuh 596.820.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000
Puyuh afkir - 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
Total Penerimaan 950.860.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.154.808.000
B. Pengeluaran
1. Biaya Operasional
Bibit puyuh 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000
Pakan puyuh
jagung 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000
dedak padi 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000
konsentrat 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000
bahan tambahan 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 572.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000
Dus kemasan 528.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000
Sekam 150.000 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 909.875.000 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500
Laba Kotor 40.985.000 219.462.500 219.462.500 219.462.500 219.462.500 219.462.500 244.620.500
2. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Biaya penyusutan 15.250.429 15.250.429 15.250.429 15.250.429 15.250.429 15.250.429 15.250.429
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Biaya tidak terduga (5%) 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Total Biaya Tetap 142.663.950 142.663.950 142.663.950 142.663.950 142.663.950 142.663.950 142.663.950
EBIT -101.678.950 76.798.550 76.798.550 76.798.550 76.798.550 76.798.550 101.956.550
Biaya Bunga 0 0 0 0 0 0 0
EBT -101.678.950 76.798.550 76.798.550 76.798.550 76.798.550 76.798.550 101.956.550
Pajak Penghasilan - 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 12.793.483
Laba Bersih Setelah Pajak -101.678.950 67.778.768 67.778.768 67.778.768 67.778.768 67.778.768 89.163.068

124
Lampiran 4. Laporan Laba Rugi Pola II
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A. Penerimaan
1. Penjualan
Telur puyuh 405.261.360 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500
Puyuh pembibit 29.400.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000
Puyuh jantan 21.600.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000
Puyuh afkir 4.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
Total Penerimaan 814.301.360 1.146.052.500 1.146.052.500 1.146.052.500 1.146.052.500 1.146.052.500 1.171.210.500
B. Pengeluaran
1. Biaya Operasional
Bibit puyuh 2.750.000
Pakan puyuh
jagung 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000
dedak padi 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000
konsentrat 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000
bahan tambahan 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 390.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000
Dus kemasan 360.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000
Sekam 102.500 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 879.227.500 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000
Laba Kotor -64.926.140 268.977.500 268.977.500 268.977.500 268.977.500 268.977.500 294.135.500
2. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Biaya penyusutan 16.168.429 16.168.429 16.168.429 16.168.429 16.168.429 16.168.429 16.168.429
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Biaya tidak terduga (5 %) 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421
Total Biaya Tetap 150.473.850 150.473.850 150.473.850 150.473.850 150.473.850 150.473.850 150.473.850
EBIT -215.399.990 118.503.650 118.503.650 118.503.650 118.503.650 118.503.650 143.661.650
Biaya Bunga 0 0 0 0 0 0 0
EBT -215.399.990 118.503.650 118.503.650 118.503.650 118.503.650 118.503.650 143.661.650
Pajak Penghasilan - 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 25.598.495
Laba Bersih Setelah Pajak -215.399.990 100.452.555 100.452.555 100.452.555 100.452.555 100.452.555 118.063.155

125
Lampiran 5. Laporan Laba Rugi Pola III
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A. Penerimaan
1. Penjualan
Telur puyuh 787.905.300 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000
Puyuh pembibit 47.040.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000
Puyuh jantan 40.960.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000
Puyuh afkir 8.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 9.680.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
Total Penerimaan 1.242.785.300 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.951.263.000
B. Pengeluaran
1. Biaya Operasional
Bibit puyuh 5.500.000 0 0 0 0 0 0
Pakan puyuh
jagung 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000
dedak padi 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000
konsentrat 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000
bahan tambahan 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000
Vitamin 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500
Vaksin 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500
Obat-obatan 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500
Desinfektan 0 0 0 0 0 0 0
formalin 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000
biodes 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500
Peti kemasan 1.027.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000
Dus kemasan 948.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000
Sekam 270.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 1.409.305.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000
Laba Kotor -166.519.700 521.645.000 521.645.000 521.645.000 521.645.000 521.645.000 546.803.000
2. Biaya Tetap
Gaji karyawan 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000

126
Sapu lidi 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000
Pemeliharaan kandang 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
Biaya penyusutan 24.419.000 24.419.000 24.419.000 24.419.000 24.419.000 24.419.000 24.419.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
THR karyawan 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000
Biaya tidak terduga (5 %) 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950
Total Biaya Tetap 183.034.950 183.034.950 183.034.950 183.034.950 183.034.950 183.034.950 183.034.950
EBIT -349.554.650 338.610.050 338.610.050 338.610.050 338.610.050 338.610.050 363.768.050
Biaya Bunga 0 0 0 0 0 0 0
EBT -349.554.650 338.610.050 338.610.050 338.610.050 338.610.050 338.610.050 363.768.050
Pajak Penghasilan - 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 91.630.415
Laba Bersih Setelah Pajak -349.554.650 254.527.035 254.527.035 254.527.035 254.527.035 254.527.035 272.137.635

127
Lampiran 6. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola I (Usaha Puyuh Khusus Petelur)
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 596.820.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000
Puyuh afkir - 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 950.860.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.129.650.000 1.154.808.000
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 22.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 28.700.000 28.700.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 126.000 126.000 126.000 126.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 600.000 600.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Total Biaya Investasi 118.323.500 - 1.291.000 82.500 1.291.000 29.750.000 1.373.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000
Pakan puyuh
jagung 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000
dedak padi 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000
konsentrat 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000
bahan tambahan 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000

128
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 572.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000
Dus kemasan 528.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000
Sekam 150.000 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 909.875.000 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Biaya tidak terduga (5 %) 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Total Biaya Tetap 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521
Pajak penghasilan 0 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 12.793.483
TOTAL OUTFLOW 1.155.612.021 1.046.620.804 1.047.911.804 1.046.703.304 1.047.911.804 1.076.370.804 1.051.768.004
NET BENEFIT (204.752.021) 83.029.197 81.738.197 82.946.697 81.738.197 53.279.197 103.039.997
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (187.845.891) 69.884.014 63.116.885 58.761.531 53.124.219 31.768.644 56.366.407
PV NEGATIF (187.845.891)
PV POSITIF 333.021.700
NET B/C 1,77
IRR 32%
NPV 145.175.809
PAYBACK PERIODE 3,93

129
Lampiran 7. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola II (Usaha Puyuh Petelur dan Pembibit)
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 405.261.360 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500
Puyuh pembibit 29.400.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000
Puyuh jantan 21.600.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000
Puyuh afkir 4.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 814.301.360 1.146.052.500 1.146.052.500 1.146.052.500 1.146.052.500 1.146.052.500 1.171.210.500
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 22.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 28.700.000 28.700.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 126.000 126.000 126.000 126.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 600.000 600.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Mesin tetas 2.190.000 2.190.000
Baki air 320.000 320.000 320.000 320.000
Keranjang bibit 1.600.000 1.600.000
Total Biaya Investasi 122.433.500 - 1.611.000 82.500 1.611.000 33.540.000 1.693.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 2.750.000
Pakan puyuh

130
jagung 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000
dedak padi 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000
konsentrat 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000
bahan tambahan 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 390.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000
Dus kemasan 360.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000
Sekam 102.500 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 879.227.500 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Biaya tidak terduga (5%) 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Total Biaya Tetap 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421
Pajak penghasilan - 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 25.598.495
TOTAL OUTFLOW 1.135.966.421 1.029.431.516 1.031.042.516 1.029.514.016 1.031.042.516 1.062.971.516 1.038.672.416
NET BENEFIT (321.665.061) 116.620.984 115.009.984 116.538.484 115.009.984 83.080.984 132.538.084
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (295.105.561) 98.157.549 88.808.809 82.558.800 74.748.598 49.538.476 72.502.871
PV NEGATIF (295.105.561)
PV POSITIF 466.315.103
NET B/C 1,58
IRR 27%
NPV 171.209.542
PAYBACK PERIODE 4,34
131
Lampiran 8. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola III (Pengembangan Usaha Puyuh Petelur dan Pembibit)
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 787.905.300 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000
Puyuh pembibit 47.040.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000
Puyuh jantan 40.960.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000
Puyuh afkir 8.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 9.680.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 1.242.785.300 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.951.263.000
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 32.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 58.100.000 58.100.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 162.000 162.000 162.000 162.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 800.000 800.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Mesin tetas 4.050.000 4.050.000
Baki air 704.000 704.000 704.000 704.000
Keranjang bibit 3.200.000 3.200.000
Total Biaya Investasi 165.913.500 - 2.031.000 82.500 2.031.000 66.600.000 2.113.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 5.500.000 0 0 0 0 0 0
Pakan puyuh

132
jagung 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000
dedak padi 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000
konsentrat 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000
bahan tambahan 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000
Vitamin 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500
Vaksin 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500
Obat-obatan 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500
Desinfektan 0 0 0 0 0 0 0
formalin 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000
biodes 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500
Peti kemasan 1.027.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000
Dus kemasan 948.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000
Sekam 270.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 1.409.305.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Sapu lidi 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000
Pemeliharaan kandang 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
THR karyawan 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000
Biaya tidak terduga (5 %) 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950
Total Biaya Tetap 8.593.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950
Pajak penghasilan - 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 91.630.415
TOTAL OUTFLOW 1.583.812.450 1.647.158.965 1.649.189.965 1.647.241.465 1.649.189.965 1.713.758.965 1.656.819.865
NET BENEFIT (341.027.150) 278.946.035 276.915.035 278.863.535 276.915.035 212.346.035 294.443.135
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (312.868.945) 234.783.297 213.829.215 197.553.959 179.975.773 126.615.003 161.070.478
PV NEGATIF (312.868.945)
PV POSITIF 1.113.827.724
NET B/C 3,56
IRR 78%
NPV 800.958.779
PAYBACK PERIODE 2,37
133
Lampiran 9. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh pada Pola I Sebesar 3,9894449%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 573.010.195 721.202.486 721.202.486 721.202.486 721.202.486 721.202.486 721.202.486
Puyuh afkir - 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 927.050.195 1.099.682.486 1.099.682.486 1.099.682.486 1.099.682.486 1.099.682.486 1.124.840.486
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 22.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 28.700.000 28.700.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 126.000 126.000 126.000 126.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 600.000 600.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Total Biaya Investasi 118.323.500 - 1.291.000 82.500 1.291.000 29.750.000 1.373.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000
Pakan puyuh
jagung 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000
dedak padi 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000
konsentrat 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000
bahan tambahan 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000

134
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 572.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000
Dus kemasan 528.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000
Sekam 150.000 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 909.875.000 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500 910.187.500
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Biaya tidak terduga (5 %) 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Total Biaya Tetap 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521
Pajak penghasilan 0 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 12.793.483
TOTAL OUTFLOW 1.155.612.021 1.046.620.804 1.047.911.804 1.046.703.304 1.047.911.804 1.076.370.804 1.051.768.004
NET BENEFIT (228.561.826) 53.061.683 51.770.683 52.979.183 51.770.683 23.311.683 73.072.483
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (209.689.749) 44.660.957 39.976.466 37.531.789 33.647.392 13.899.995 39.973.151
PV NEGATIF (209.689.749)
PV POSITIF 209.689.749
NET B/C 1,0000
IRR 9%
NPV 0
PAYBACK PERIODE 7,00

135
Lampiran 10. Switching Value Kenaikan Harga Pakan pada Pola I Sebesar 5,551397%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 596.820.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000 751.170.000
Puyuh afkir - 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 368.585.477 368.585.477 368.585.477 368.585.477 368.585.477 368.585.477 368.585.477
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 970.245.477 1.149.035.477 1.149.035.477 1.149.035.477 1.149.035.477 1.149.035.477 1.174.193.477
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 22.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 28.700.000 28.700.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 126.000 126.000 126.000 126.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 600.000 600.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Total Biaya Investasi 118.323.500 - 1.291.000 82.500 1.291.000 29.750.000 1.373.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000
Pakan puyuh
jagung 278.655.687 278.655.687 278.655.687 278.655.687 278.655.687 278.655.687 278.655.687
dedak padi 32.932.036 32.932.036 32.932.036 32.932.036 32.932.036 32.932.036 32.932.036
konsentrat 592.776.643 592.776.643 592.776.643 592.776.643 592.776.643 592.776.643 592.776.643
bahan tambahan 12.666.168 12.666.168 12.666.168 12.666.168 12.666.168 12.666.168 12.666.168
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000
136
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 572.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000 715.000
Dus kemasan 528.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000 660.000
Sekam 150.000 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500 187.500
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 958.105.533 958.418.033 958.418.033 958.418.033 958.418.033 958.418.033 958.418.033
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Biaya tidak terduga (5 %) 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521 6.793.521
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Total Biaya Tetap 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521 127.413.521
Pajak penghasilan 0 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 9.019.783 12.793.483
TOTAL OUTFLOW 1.203.842.554 1.094.851.337 1.096.142.337 1.094.933.837 1.096.142.337 1.124.601.337 1.099.998.537
NET BENEFIT (233.597.077) 54.184.140 52.893.140 54.101.640 52.893.140 24.434.140 74.194.940
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (214.309.245) 45.605.707 40.843.209 38.326.966 34.376.912 14.569.279 40.587.173
PV NEGATIF (214.309.245)
PV POSITIF 214.309.245
NET B/C 1,0000
IRR 9%
NPV 0
PAYBACK PERIODE 7,00

137
Lampiran 11. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh pada Pola II Sebesar 5,34089%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 383.616.780 651.796.572 651.796.572 651.796.572 651.796.572 651.796.572 651.796.572
Puyuh pembibit 29.400.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000 52.920.000
Puyuh jantan 21.600.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000
Puyuh afkir 4.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 792.656.780 1.109.276.572 1.109.276.572 1.109.276.572 1.109.276.572 1.109.276.572 1.134.434.572
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 22.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 28.700.000 28.700.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 126.000 126.000 126.000 126.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 600.000 600.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Mesin tetas 2.190.000 2.190.000
Baki air 320.000 320.000 320.000 320.000
Keranjang bibit 1.600.000 1.600.000
Total Biaya Investasi 122.433.500 - 1.611.000 82.500 1.611.000 33.540.000 1.693.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 2.750.000 0 0 0 0 0 0
Pakan puyuh
138
jagung 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000 264.000.000
dedak padi 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000 31.200.000
konsentrat 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000 561.600.000
bahan tambahan 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 390.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000
Dus kemasan 360.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000
Sekam 102.500 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 879.227.500 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000 877.075.000
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Biaya tidak terduga (5%) 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Total Biaya Tetap 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421
Pajak penghasilan - 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 25.598.495
TOTAL OUTFLOW 1.135.966.421 1.029.431.516 1.031.042.516 1.029.514.016 1.031.042.516 1.062.971.516 1.038.672.416
NET BENEFIT (343.309.642) 79.845.055 78.234.055 79.762.555 78.234.055 46.305.055 95.762.155
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (314.962.974) 67.203.986 60.411.045 56.505.805 50.846.768 27.610.192 52.385.178
PV NEGATIF (314.962.974)
PV POSITIF 314.962.974
NET B/C 1,0000
IRR 9%
NPV 0
PAYBACK PERIODE 7,00
139
Lampiran 12. Switching Value Kenaikan Harga Pakan pada Pola II Sebesar 5,44529%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 405.261.360 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500 688.572.500
Puyuh pembibit 29.400.000 45.920.000 45.920.000 45.920.000 45.920.000 45.920.000 45.920.000
Puyuh jantan 21.600.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000 26.080.000
Puyuh afkir 4.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Pakan 368.214.939 368.214.939 368.214.939 368.214.939 368.214.939 368.214.939 368.214.939
Kotoran puyuh 4.840.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000 5.280.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 833.316.299 1.158.067.439 1.158.067.439 1.158.067.439 1.158.067.439 1.158.067.439 1.183.225.439
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 22.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 28.700.000 28.700.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 126.000 126.000 126.000 126.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 600.000 600.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Mesin tetas 2.190.000 2.190.000
Baki air 320.000 320.000 320.000 320.000
Keranjang bibit 1.600.000 1.600.000
Total Biaya Investasi 122.433.500 - 1.611.000 82.500 1.611.000 33.540.000 1.693.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 2.750.000 0 0 0 0 0 0
Pakan puyuh
140
jagung 278.375.555 278.375.555 278.375.555 278.375.555 278.375.555 278.375.555 278.375.555
dedak padi 32.898.929 32.898.929 32.898.929 32.898.929 32.898.929 32.898.929 32.898.929
konsentrat 592.180.727 592.180.727 592.180.727 592.180.727 592.180.727 592.180.727 592.180.727
bahan tambahan 12.653.434 12.653.434 12.653.434 12.653.434 12.653.434 12.653.434 12.653.434
Vitamin 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000
Vaksin 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000 210.000
Obat-obatan 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000 375.000
Desinfektan
formalin 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
biodes 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000 1.050.000
Peti kemasan 390.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000 663.000
Dus kemasan 360.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000 612.000
Sekam 102.500 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 926.536.145 924.383.645 924.383.645 924.383.645 924.383.645 924.383.645 924.383.645
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000 58.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000
Sapu lidi 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Pemeliharaan kandang 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Biaya tidak terduga (5%) 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421 7.165.421
THR karyawan 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000 4.850.000
Total Biaya Tetap 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421 134.305.421
Pajak penghasilan - 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 18.051.095 25.598.495
TOTAL OUTFLOW 1.183.275.067 1.076.740.162 1.078.351.162 1.076.822.662 1.078.351.162 1.110.280.162 1.085.981.062
NET BENEFIT (349.958.768) 81.327.277 79.716.277 81.244.777 79.716.277 47.787.277 97.244.377
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (321.063.090) 68.451.542 61.555.592 57.555.848 51.810.111 28.493.992 53.196.004
PV NEGATIF (321.063.090)
PV POSITIF 321.063.090
NET B/C 1,000
IRR 9%
NPV 0
PAYBACK PERIODE 7,00
141
Lampiran 13. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh pada Pola III Sebesar 12,5335%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 689.152.809 1.204.539.866 1.204.539.866 1.204.539.866 1.204.539.866 1.204.539.866 1.204.539.866
Puyuh pembibit 47.040.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000
Puyuh jantan 40.960.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000
Puyuh afkir 8.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 9.680.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 1.144.032.809 1.753.499.866 1.753.499.866 1.753.499.866 1.753.499.866 1.753.499.866 1.778.657.866
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 32.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 58.100.000 58.100.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 162.000 162.000 162.000 162.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 800.000 800.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Mesin tetas 4.050.000 4.050.000
Baki air 704.000 704.000 704.000 704.000
Keranjang bibit 3.200.000 3.200.000
Total Biaya Investasi 165.913.500 - 2.031.000 82.500 2.031.000 66.600.000 2.113.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 5.500.000 0 0 0 0 0 0
Pakan puyuh
142
jagung 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000
dedak padi 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000
konsentrat 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000
bahan tambahan 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000
Vitamin 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500
Vaksin 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500
Obat-obatan 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500
Desinfektan 0 0 0 0 0 0 0
formalin 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000
biodes 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500
Peti kemasan 1.027.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000
Dus kemasan 948.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000
Sekam 270.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 1.409.305.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Sapu lidi 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000
Pemeliharaan kandang 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
THR karyawan 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000
Biaya tidak terduga (5 %) 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950
Total Biaya Tetap 8.593.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950
Pajak penghasilan - 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 91.630.415
TOTAL OUTFLOW 1.583.812.450 1.647.158.965 1.649.189.965 1.647.241.465 1.649.189.965 1.713.758.965 1.656.819.865
NET BENEFIT (439.779.641) 106.340.901 104.309.901 106.258.401 104.309.901 39.740.901 121.838.001
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (403.467.561) 89.505.009 80.546.383 75.276.130 67.794.279 23.696.201 66.649.559
PV NEGATIF (403.467.561)
PV POSITIF 403.467.561
NET B/C 1
IRR 9%
NPV 0
PAYBACK PERIODE 7,00
143
Lampiran 14. Switching Value Kenaikan Harga Pakan pada Pola III Sebesar 15,2893%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 787.905.300 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000
Puyuh pembibit 47.040.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000
Puyuh jantan 40.960.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000
Puyuh afkir 8.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
Pakan 402.590.117 402.590.117 402.590.117 402.590.117 402.590.117 402.590.117 402.590.117
Kotoran puyuh 9.680.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 1.296.175.417 1.979.495.117 1.979.495.117 1.979.495.117 1.979.495.117 1.979.495.117 2.004.653.117
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 32.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 58.100.000 58.100.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 162.000 162.000 162.000 162.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 800.000 800.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Mesin tetas 4.050.000 4.050.000
Baki air 704.000 704.000 704.000 704.000
Keranjang bibit 3.200.000 3.200.000
Total Biaya Investasi 165.913.500 - 2.031.000 82.500 2.031.000 66.600.000 2.113.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 5.500.000 0 0 0 0 0 0
Pakan puyuh
144
jagung 486.981.860 486.981.860 486.981.860 486.981.860 486.981.860 486.981.860 486.981.860
dedak padi 57.552.402 57.552.402 57.552.402 57.552.402 57.552.402 57.552.402 57.552.402
konsentrat 1.035.943.230 1.035.943.230 1.035.943.230 1.035.943.230 1.035.943.230 1.035.943.230 1.035.943.230
bahan tambahan 22.135.539 22.135.539 22.135.539 22.135.539 22.135.539 22.135.539 22.135.539
Vitamin 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500
Vaksin 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500
Obat-obatan 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500
Desinfektan 0 0 0 0 0 0 0
formalin 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000
biodes 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500
Peti kemasan 1.027.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000
Dus kemasan 948.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000
Sekam 270.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 1.621.838.031 1.616.993.031 1.616.993.031 1.616.993.031 1.616.993.031 1.616.993.031 1.616.993.031
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Sapu lidi 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000
Pemeliharaan kandang 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
THR karyawan 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000
Biaya tidak terduga (5 %) 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950
Total Biaya Tetap 8.593.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950
Pajak penghasilan - 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 91.630.415
TOTAL OUTFLOW 1.796.345.481 1.859.691.996 1.861.722.996 1.859.774.496 1.861.722.996 1.926.291.996 1.869.352.896
NET BENEFIT (500.170.064) 119.803.121 117.772.121 119.720.621 117.772.121 53.203.121 135.300.221
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (458.871.618) 100.835.890 90.941.686 84.813.106 76.543.798 31.723.283 74.013.854
PV NEGATIF (458.871.618)
PV POSITIF 458.871.618
NET B/C 1
IRR 9%
NPV 0
PAYBACK PERIODE 7,00
145
Lampiran 15. Switching Value Kenaikan Total Biaya pada Pola III Sebesar 9,6735317 %
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6 7
INFLOW
1. Penjualan
Telur puyuh 787.905.300 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000 1.377.145.000
Puyuh pembibit 47.040.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000 91.728.000
Puyuh jantan 40.960.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000 49.472.000
Puyuh afkir 8.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000
Pakan 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000 349.200.000
Kotoran puyuh 9.680.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000 10.560.000
2. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 25.158.000
TOTAL INFLOW 1.242.785.300 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.926.105.000 1.951.263.000
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
Kandang grower dan layer 32.500.000
Kandang starter 5.000.000
Kurung+(tempat pakan&minum) 58.100.000 58.100.000
Tandon air 900.000
Pompa air 450.000
Pipa 1.500.000
Penggalian sumur 1.650.000
Generator 1.300.000
Instalasi listrik 1.200.000
Alat penyemprot 82.500 82.500 82.500
Ember plastik 162.000 162.000 162.000 162.000
Nampan panen 300.000 300.000 300.000 300.000
Alas pakan 800.000 800.000
Timbangan besar 1.200.000
Bangunan pengolahan pakan 5.000.000
Mesin jahit 450.000 450.000
Sekop 65.000 65.000 65.000 65.000
Mesin giling 6.500.000
Kendaraan 40.000.000
Terpal penutup 800.000 800.000 800.000 800.000
Mesin tetas 4.050.000 4.050.000
Baki air 704.000 704.000 704.000 704.000
Keranjang bibit 3.200.000 3.200.000
Total Biaya Investasi 165.913.500 - 2.031.000 82.500 2.031.000 66.600.000 2.113.500
2. Biaya Operasional
Bibit puyuh 5.500.000 0 0 0 0 0 0
Pakan puyuh
146
jagung 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000 422.400.000
dedak padi 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000 49.920.000
konsentrat 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000 898.560.000
bahan tambahan 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000
Vitamin 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500 6.037.500
Vaksin 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500 402.500
Obat-obatan 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500 712.500
Desinfektan 0 0 0 0 0 0 0
formalin 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000 575.000
biodes 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500 2.012.500
Peti kemasan 1.027.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000 1.326.000
Dus kemasan 948.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000 1.224.000
Sekam 270.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000
Karung pengemas pakan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Benang jahit 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
Total Biaya Operasional 1.409.305.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000 1.404.460.000
3. Biaya Tetap
Gaji karyawan 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000 70.200.000
Perawatan Kendaraan 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Listrik dan air 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000
Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
BBM 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000 21.000.000
Bohlam lampu 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Sapu lidi 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000
Pemeliharaan kandang 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000
Perawatan mesin pakan 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000 840.000
Pajak kendaraan 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000 550.000
Keperluan dapur 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
Pulsa 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
THR karyawan 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000 5.850.000
Biaya tidak terduga (5 %) 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950 8.715.950
Total Biaya Tetap 8.593.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950 158.615.950
Pajak penghasilan - 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 84.083.015 91.630.415
TOTAL OUTFLOW 1.737.023.049 1.806.497.409 1.808.724.878 1.806.587.890 1.808.724.878 1.879.539.981 1.817.092.859
NET BENEFIT (494.237.749) 119.607.591 117.380.122 119.517.110 117.380.122 46.565.019 134.170.141
DF 9% 0,9174 0,8417 0,7722 0,7084 0,6499 0,5963 0,5470
PV DF 9% (453.429.127) 100.671.316 90.638.991 84.668.934 76.289.025 27.765.199 73.395.662
PV NEGATIF (453.429.127)
PV POSITIF 453.429.127
NET B/C 1,00
IRR 9%
NPV 0
PAYBACK PERIODE 7,00
147
Lampiran 16. Dokumentasi pada Lokasi Penelitian di PPBT

Foto 1 : Kandang Grower dan Layer Foto 2 : Kurung Grower dan Layer

Foto 3 : Kurung Starter Foto 4 : Tempat Pengolahan Pakan

Foto 5 : Telur Puyuh PPBT Foto 6 : Mesin Tetas PPBT

148

Вам также может понравиться

  • Makalah Analisis Input Output
    Makalah Analisis Input Output
    Документ19 страниц
    Makalah Analisis Input Output
    Arsdy Novalentio
    Оценок пока нет
  • Manfaat Sim Dalam Dunia Pertanian
    Manfaat Sim Dalam Dunia Pertanian
    Документ9 страниц
    Manfaat Sim Dalam Dunia Pertanian
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • 1B. Curah Hujan
    1B. Curah Hujan
    Документ33 страницы
    1B. Curah Hujan
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Bab I-Iii
    Bab I-Iii
    Документ19 страниц
    Bab I-Iii
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Surat Permohonan Zehan
    Surat Permohonan Zehan
    Документ1 страница
    Surat Permohonan Zehan
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Analisis Keuntungan
    Analisis Keuntungan
    Документ27 страниц
    Analisis Keuntungan
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Efek Kesejahteraan Dari Kuota Impor
    Efek Kesejahteraan Dari Kuota Impor
    Документ5 страниц
    Efek Kesejahteraan Dari Kuota Impor
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Kebijakan Pemerintah Terhadap Ekspor Cpo
    Kebijakan Pemerintah Terhadap Ekspor Cpo
    Документ2 страницы
    Kebijakan Pemerintah Terhadap Ekspor Cpo
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ29 страниц
    Bab I Pendahuluan
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Isi
    Isi
    Документ31 страница
    Isi
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • NELVA
    NELVA
    Документ1 страница
    NELVA
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Penanggulangan Hama, Penyakit, Gulma Fase TBM
    Penanggulangan Hama, Penyakit, Gulma Fase TBM
    Документ39 страниц
    Penanggulangan Hama, Penyakit, Gulma Fase TBM
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Sekilas Tentang Batas Minimum Dan Maksimum Kepemilikan Tanah
    Sekilas Tentang Batas Minimum Dan Maksimum Kepemilikan Tanah
    Документ3 страницы
    Sekilas Tentang Batas Minimum Dan Maksimum Kepemilikan Tanah
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Cover, Katpeng, Dafis
    Cover, Katpeng, Dafis
    Документ3 страницы
    Cover, Katpeng, Dafis
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Soal Cerdas Tangkas Alkitab Remaja
    Soal Cerdas Tangkas Alkitab Remaja
    Документ5 страниц
    Soal Cerdas Tangkas Alkitab Remaja
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Tugas Manajemen Pemasaran
    Tugas Manajemen Pemasaran
    Документ2 страницы
    Tugas Manajemen Pemasaran
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Isi
    Isi
    Документ16 страниц
    Isi
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Isi Newwwwwwww
    Isi Newwwwwwww
    Документ13 страниц
    Isi Newwwwwwww
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Документ23 страницы
    Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Isi
    Isi
    Документ29 страниц
    Isi
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar & Dafis
    Kata Pengantar & Dafis
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar & Dafis
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Sekilas Tentang Batas Minimum Dan Maksimum Kepemilikan Tanah
    Sekilas Tentang Batas Minimum Dan Maksimum Kepemilikan Tanah
    Документ5 страниц
    Sekilas Tentang Batas Minimum Dan Maksimum Kepemilikan Tanah
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Isi
    Isi
    Документ16 страниц
    Isi
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ19 страниц
    Bab I Pendahuluan
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ19 страниц
    Bab I Pendahuluan
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • GABUNGAN
    GABUNGAN
    Документ18 страниц
    GABUNGAN
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • CHOP K1 Masalah Makanan
    CHOP K1 Masalah Makanan
    Документ25 страниц
    CHOP K1 Masalah Makanan
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет
  • Isi
    Isi
    Документ12 страниц
    Isi
    Nelva Meyriani Ginting
    Оценок пока нет