Вы находитесь на странице: 1из 179

MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN

BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN


DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN

DANIAL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengembangan
Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar Sulawesi
Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2011

Danial
C462070011
ABSTRACT

DANIAL. Development Model for Fishery Industry based on the Fishing Port in
Makassar South Sulawesi. Under supervision of JOHN HALUAN,
MUSTARUDDIN, and DARMAWAN.
Makassar, the capital of South Sulawesi Province, and the main gate to the
Eastern Region of Indonesia, is higly potential to establish as the largest fishery
industry centre in Indonesia. The objectives of this research were to develop a
model of fishery industry in Makassar based on Archipelagic Fishery Port, by
presenting the current condition of fishery activities, identify the influential
factors to the development of the fishery industry, and formulate the development
strategy of fishery port-based of fishery industry. This research was conducted
from January to December 2009 at the fishery port or fishery industry areas of
Makassar. The research activities included: site visit during April - May 2009 to
determine the variables and to collect preliminary data from the fishery industries,
both primary and secondary from fishery industries June to November 2009.
Primary data collection in volved direct observation and data collection,
confirmation and recheck of the respondent. Data of fishery yields was analyzed
applying SEM (structural equation modelling) by using software Amos version
4.01. Results of modification showed smaller chi-square than the initial
modification, criteria of fit model of 568.689, and other criteria of goodness of fit
indices i.e. RMSEA 0.052, CFI 0.935, IFI 0.938, GFI 0.827, AGFI 0.761 and
PGFI 0.599. Based on the above analysis, the strategic of fisheries development
could be focusted or prioritied an quality improvement of available human
resources, utilization of new technology packages, monitoring, bureaucracy
simplification, improvement of government support to face global competition
and cooperation among related ministries to implement development program of
fishery. The model could be used to formulate development strategies of fishery
industry in several other fishery ports provided that addition or reduction of
factors and variables should be based on literature review, initiated by a set of
scientific exploration to obtain justification to the established theoretical model.

Key word: Model, fishing port, fishery industry, SEM


RINGKASAN

DANIAL. Model Pengembangan Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan


Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh JOHN HALUAN,
MUSTARUDDIN, dan DARMAWAN.
Kota Makassar merupakan salah satu ibukota provinsi yang memiliki
potensi dan peluang untuk dikembangkan industri perikanannya menjadi sentra
industri perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Secara geografis, hal
tersebut didukung oleh letak Kota Makassar yang merupakan pintu gerbang
Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi pintu gerbang ekspor hasil
perdagangan secara umum.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model pengembangan industri
perikanan di Kota Makassar yang berbasis Pelabuhan Perikanan Nusantara,
dengan memaparkan kondisi terkini (existing condition) kegiatan perikanan
tangkap, melakukan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pengembangan industri perikanan dan merumuskan strategi pengembangan
industri perikanan yang berbasis Pelabuhan Perikanan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2009 di Kota Makassar Sulawesi
Selatan pada kawasan pelabuhan perikanan atau kawasan industri perikanan.
Adapun kegiatan penelitian meliputi: survei lokasi penelitian pada bulan April -
Mei 2009 untuk merancang variabel dan melakukan wawancara untuk
mendapatkan data-data awal dari industri perikanan yang ada di Kota Makassar,
kemudian pengambilan data dari industri perikanan yang berkaitan dengan data-
data penelitian yang dilakukan pada bulan Juni - November 2009 yang berlokasi
di Kota Makassar Sulawesi Selatan.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan
data primer dilakukan dalam 2 jenis: yaitu pengamatan langsung dan pengambilan
data, konfirmasi dan pengecekan ulang atas jawaban dari responden. Penetapan
kelompok industri dilakukan berdasarkan kriteria berikut: industri perikanan
tangkap, industri perikanan pengolahan, industri perikanan pemasaran meliputi:
(nelayan, pengelola perusahaan, pedagang pengumpul, dinas kelautan dan
perikanan, polairud dan konsumen). Untuk mendapatkan hasil yang proporsional
dan mendekati kebenaran dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive,
random sampling. Analisis Data dilakukan dengan pengolahan data awal secara
deskriptif tentang kondisi lokasi penelitian saat ini (existing condition) dan
keadaan industri perikanan yang ada di Kota Makassar. Selanjutanya data hasil
penelitian dianalisis dengan menggunakan SEM (structural equation modelling)
dengan bantuan perangkat lunak Amos. Langkah awal SEM adalah
pengembangan model hipotik, kemudian dilakukan verifikasi berdasarkan data
empirik. Dengan demikian peneliti dalam mengembangkan teori harus
melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka guna
mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.
Pengadaan sarana PPI Paotere Makassar atas program bersama antara
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Direktorat
Jenderal Perikanan melalui proyek pengembangan dan pembangunan prasarana
perikanan tahun anggaran 1991/1992, yang dananya bersumber dari bantuan luar
negeri (ADB) dan APBN. Pembangunan fisik dilaksanakan selama 11 bulan dari
bulan Januari 1991 s/d bulan Maret 1992. Sampai saat ini, PPI Paotere masih
berfungsi dengan baik, namun sudah tidak mampu lagi menampung semua
kegiatan perikanan yang ada di Kota Makassar karena keterbatasan lahan yang
tersedia. Sejak awal tahun 2008 telah dibangun PPN Untia yang berlokasi di
Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar dengan luas area yang
disediakan oleh pemerintah sebesar 38 ha, namun sampai awal tahun 2010
pembangunan pelabuhan perikanan tersebut, baru sekitar 30% tingkat
pembangunannya. Kebijakan pemerintah untuk membangun pelabuhan perikanan
pada wilayah tersebut, dengan harapan Kelurahan Untia akan dijadikan sebagai
kawasan industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan.
Berdasarkan hasil modifikasi menunjukkan nilai chi-square sudah lebih
kecil dibandingkan pada saat modifikasi awal, sebagai salah satu kriteria model fit
menunjukkan nilai sebesar 568.689 dengan nilai dari kriteria goodness goodness
of fit index lainnya, yaitu: nilai RMSEA sebesar 0.052, nilai CFI sebesar 0.935,
nilai IFI sebesar 0.938, nilai GFI sebesar 0.827, nilai AGFI sebesar 0.761 dan nilai
PGFI sebesar 0.599, maka secara keseluruhan kriteria ini sudah memenuhi standar
yang direkomendasikan. Berdasarkan hasil evaluasi kriteria goodness of fit
terhadap model secara keseluruhan, terbukti secara nyata bahwa sudah tidak
terdapat pelanggaran nilai secara kritis, sehingga dapat dikemukakan bahwa
model relatif dapat diterima atau telah sesuai dengan data.
Pelabuhan perikanan sebagai prasarana usaha penangkapan ikan adalah
merupakan faktor penting dalam pembangunan dunia perikanan. Sebagai tempat
berlabuh dan bertambat kapal untuk melakukan bongkar muat hasil tangkapan,
dalam kelancaran kegiatan produksi di sektor perikanan tangkap karena menjadi
penghubung antar daerah foreland dan hinterland. Dengan segenap fasilitasnya
sangat menentukan penunjang keberhasilan dalam pemanfaatan potensi
sumberdaya ikan secara optimal melalui kegiatan penangkapan ikan dan juga akan
menjadi pusat kegiatan di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran hasil-hasil
perikananperikanan.
Strategi pengembangan industri perikanan berbasis Pelabuhan Perikanan
Nusantara Untia Makassar diperlukan langkah-langkah optimalisasi terhadap
kedelapan faktor yang membentuk model industri perikanan, karena setiap faktor
saling berpengaruh secara signifikan yaitu: 1) kebijakan pemerintah dalam
membangun PPN Untia Makassar akan menjamin kegiatan produksi penangkapan
ikan untuk kelangsungan penyediaan bahan baku industri perikanan, 2)
sumberdaya manusia (SDM) yang melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan
Kota Makassar masih memiliki keterampilan yang kurang, oleh karena itu perlu
adanya peningkatan keterampilan bagi pengguna pelabuhan perikanan khususnya
kepada pengelola, 3) Pelabuhan Perikanan Nusantara Untia Makassar dirancang
untuk memberikan dukungan terhadap berkembangnya industri perikanan yang
modern, 4) Pelayanan terhadap industri perikanan dalam menghadapi persaingan
pasar, pengelola PPN Untia di Makassar diharapkan benar-benar konsisten dalam
menerapkan pelayanan yang prima, yaitu dengan menyederhanakan birokrasi dan
bentuk pungutan yang dapat menghambat kemampuan daya saing industri
perikanan, 5) Perlunya dukungan dari pemerintah dan dukungan dari berbagai
kementerian yang berkepentingan.
Produksi perikanan di Kota Makassar mengalami kenaikan rata-rata
sebesar 0.98% per tahun yaitu dari 16 347.67 ton pada tahun 2005 menjadi 16
540.70 ton pada tahun 2009, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan
tangkap masih perlu ditingkatkan sarana dan prasarananya. Faktor/variabel yang
berinteraksi secara signifikan yang terkait dengan pengembangan industri
perikanan adalah: variabel kemampuan sumberdaya manusia industri perikanan
dan inovasi penggunaan teknologi industri terhadap konstruk internal industri,
variabel perkembangan teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan dan
kondisi industri pemasok terhadap konstruk eksternal industri, ariabel sumberdaya
ikan, daerah penangkapan ikan dan energi pendukung terhadap konstruk
sumberdaya alam dan lingkungan, variabel program jangka panjang terhadap
konstruk lingkungan industri perikanan, variabel laba (rugi) perusahaan,
pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan harga bersaing,
mutu produk, tingkat penyerapan tenaga kerja dan jaringan pemasaran yang luas
terhadap konstruk kinerja industri perikanan.
Strategi pengembangan model industri perikanan yang berbasis pelabuhan
perikanan perlu diarahkan dan diperioritaskan pada: peningkatan kualitas SDM
yang dimiliki, penggunaan paket teknologi baru, pengawasan, penyederhanaan
birokrasi, peningkatan dukungan pemerintah untuk menghadapi persaingan dan
kerjasama antar kementerian yang terkait untuk pelaksanaan program
pembangunan perikanan.
Model pengembangan industri perikanan di Kota Makassar dapat
digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan industri perikanan pada
beberapa lokasi pelabuhan perikanan lainnya, namun penambahan atau
pengurangan faktor dan variabel harus tetap didasarkan pada telaah pustaka, yang
diawali dengan serangkaian eksplorasi ilmiah guna mendapatkan justifikasi atas
model teoritis yang dikembangkan.

Kata-kata Kunci: model, pelabuhan perikanan, industri perikanan, SEM


© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN
BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN
DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN

DANIAL

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc

Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. H.Muhammad Natsir Nessa, MS

Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M.Sc


Judul Disertasi : Model Pengembangan Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan
Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan
Nama : Danial
NIM : C462070011
Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc


Ketua

Dr. Ir. Darmawan, MAMA Dr. Mustaruddin, STP


Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Sistem & Pemodelan Perikanan Tangkap

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 17 Januari 2011 Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT., senangtiasa penulis panjatkan karena


atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga disertasi ini bisa
diselesaikan. Judul yang dipilih untuk disertasi ini adalah Model Pengembangan
Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar
Sulawesi Selatan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan untuk dapat menyumbangkan
pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengambil kebijakan baik pemerintah maupun pihak swasta
dalam mengembangkan industri perikanan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya yaitu
Ayahanda H. Sultan dan Ibunda Hj. Sitti Hanida (almarhumah) yang telah
melahirkan, merawat, membesarkan, mendidik dan memberikan kasih sayang
serta banyak memberikan bantuan baik materil maupun spritual yang tak mungkin
saya bisa membalasnya. Semoga beliau selalu mendapat rahmat, taufiq dan
inayah dari Allah SWT.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak komisi pembimbing
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc., Dr. Mustaruddin, STP dan Dr. Ir. Darmawan,
MAMA, yang telah mengarahkan, mengajarkan dan memberikan petunjuk dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Rektor dan Bapak
Dekan Sekolah Pascasarjan IPB yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih pula saya
sampaikan kepada Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta Bapak
ketua program studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) yang telah
mengarahkan saya selama mengikuti pendidikan pascasarjana pada program
doktor di IPB.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ketua Yayasan Wakaf,
Rektor serta Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim
Indonesia (UMI) Makassar, yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti pendidikan pada IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Paman H.Syamsuddin Achmad dan
Ibu Hj. Andi Nurhayati beserta keluarga di Jakarta serta saudara(i) saya yaitu:
Diana, Uly, Aty, Sulfa, Caya, Herminah dan Damrin yang telah banyak
mendoakan dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan studi saya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Mertua H. Abdul Karim
(almarhum) dan Hj. Sitti Hudayah beserta keluarga di Makassar yang telah
banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan studi saya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada rekan-rekan pada program
SPT dan TPT angkatan 2007 yaitu: Muh. Syahrir Ramang, Yopi Novita, Albert
Ch Nanlohy, Rusmilyansari, Jois C Rumakat dan Karnan, yang telah banyak
memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan studi ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan alumni dan mahasiswa
pascasarjana IPB yang berasal dari Sulawesi atas dukungan dan kerjasamanya,
khususnya Kepada Dr. Ir. Muh. Syahrir Akil, Muh. Aliyas Rajamuddin, S.Pi.,
M.Si, dan Ir. Muh. Sayuti Mas’ud, M.Si yang telah banyak memberikan bantuan
dalam menyelesaikan studi saya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada isteri tercinta Hj. Sitti Bulkis,
S.Pi atas kesetiaan dan keikhlasannya dalam menjaga, membimbing dan
mengasuh anak-anak kami yaitu: Muhammad Fathurahman, Fathona
Fathuljannah, Rifkathul Mukarramah, Ghina Rahmikhumaerah dan Muhammad
Faridfayyad sehingga saya dapat menyelesaikan studi di IPB.
Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendoakan, sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.
Akhirnya, semoga bantuan Bapak/Ibu/Saudara(i) dapat dinilai sebagai
amal ibadah oleh Allah SWT., dan mendapat imbalan yang setimpal. Amin..........

Bogor, Januari 2011


Danial
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di sebuah desa yang bernama


Desa Kampiri, Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo
Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Juni 1968
dari ayah H. Sultan dan Ibu Hj. Sitti Hanida
(almarhumah). Penulis merupakan putra keenam dari
delapan bersaudara.
Pendidikan sarjana (S1) masuk pada tahun 1987 di
Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, lulus pada tahun 1992.
Pada tahun 1996, penulis diterima pada Program Studi Teknologi Kelautan di
program pascasarjana (S2) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menamatkan pada
tahun 1998 dengan beasiswa dari Yayasan Wakaf UMI Makassar. Kesempatan
untuk melanjutkan ke program doktor (S3) pada program studi Sistem dan
Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) Institut Pertanian Bogor diperoleh pada
tahun 2007 dan menamatkan pada bulan Januari tahun 2011. Beasiswa
pendidikan program doktor diperoleh dari BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan Nasioanal dan Yayasan Wakaf UMI Makassar.
Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar (dosen) sejak bulan November
tahun 1993 pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim
Indonesia Makassar sampai sekarang. Pada tahun 2000-2004, penulis terpilih
sebagai ketua Jurusan Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
UMI Makassar. Kemudian pada tahun 2004-2007, kembali terpilih menjadi ketua
jurusan pada program yang sama.
Selama mengikuti program S3, penulis juga aktif meneliti pada program
hibah kompetitif penelitian strategis nasional yang dibiayai oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasioanal, yaitu pada tahun
2009 dan pada tahun 2010. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Model
Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan memasuki Era Globalisasi: Kasus
Pelabuhan Perikanan Nusantara Untia Makassar pada jurnal Phinisi. Karya ilmiah
tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis. Penulis juga aktif sebagai
pengurus Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Cabang Makassar dan
pengurus Himpunan Alumni IPB (HA-IPB) Cabang Makassar sampai saat ini.
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL............................................................................................. xvi


DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xviii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xix
1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 6
1.5 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 6
2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9
2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ................................................... 9
2.2 Pelabuhan Perikanan Sebagai Pusat Pengembangan Industri .............. 11
2.3 Lingkungan Industri Perikanan ............................................................ 16
2.3.1 Internal industri ......................................................................... 18
2.3.2 Eksternal industri......................................................................... 19
2.3.3 Sumberdaya alam dan lingkungan ............................................. 20
2.4 Kebijakan Pemerintah .......................................................................... 21
2.5 Kinerja Industri Perikanan ................................................................... 22
2.6 Daya Saing Industri Perikanan ............................................................. 23
2.7 Model Pengelolaan Sumberdaya .......................................................... 24
2.7.1 Pemodelan secara umum............................................................. 24
2.7.2 Model persamaan stuktural (SEM) ........................................... 26
3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 29
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 29
3.2 Tahapan Penelitian ............................................................................... 29
3.3 Jenis dan Jumlah Data yang Dibutuhkan ............................................. 31
3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 33
3.4.1 Pengumpulan data primer ........................................................... 33
3.4.2 Pengumpulan data sekunder ....................................................... 34
3.5 Analisis Data ........................................................................................ 34
3.5.1 Pengolahan data awal ................................................................. 34
3.5.2 Analisis persamaan struktural .................................................... 35
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 44
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 44
4.1.1 Keadaan geografi, iklim dan penduduk Kota Makassar ............. 44
4.1.2 Keadaan umum perikanan Kota Makassar ................................. 46
4.2 Peran Pelabuhan Perikanan dalam Mendukung Pengembangan
Industri Perikanan di Kota Makassar ................................................... 49
4.2.1 Peran pangkalan pendaratan ikan (PPI) Paotere ......................... 50
4.2.1.1 Fasilitas PPI Paotere ...................................................... 52
4.2.1.2 Pengelolaan PPI Paotere ................................................ 57
4.2.2 Peran PPN Untia Makassar ........................................................ 59
4.2.2.1 Fasilitas PPN Untia Makassar........................................ 61
4.2.2.2 Pengelolaan PPN Untia Makassar ................................. 63
4.2.2.3 Industri perikanan .......................................................... 67
4.3 Hasil Analisis SEM .............................................................................. 69
4.3.1 Kajian teoritis model ................................................................. 69
4.3.2 Kesesuaian model dengan data .................................................. 72
4.4 Pembahasan .......................................................................................... 83
4.4.1 Pelabuhan perikanan sebagai basis pengembangan industri
perikanan .................................................................................... 83
4.4.2 Pengembangan lingkungan industri perikanan (LIP) ................. 85
4.4.2.1 Pengembangan industri perikanan dari faktor internal... 86
4.4.2.2 Pengembangan industri perikanan dari faktor eksternal 88
4.4.2.3 Pengembangan industri perikanan dari faktor
sumberdaya alam ........................................................... 90
4.4.3 Pengembangan kinerja industri perikanan (KIP) ....................... 92
4.4.3.1 Pengembangan dari aspek lingkungan industri
perikanan ....................................................................... 93
4.4.3.2 Pengembangan dari aspek sumberdaya alam dan
lingkungan ..................................................................... 94
4.4.3.3 Pengembangan dari aspek pelayanan pelabuhan
perikanan ....................................................................... 96
4.4.4 Daya saing industri perikanan (DIP) .......................................... 97
4.4.4.1 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan
terhadap DIP .................................................................. 98
4.4.4.2 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap DIP ... 99
4.4.4.3 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan terhadap
DIP ................................................................................ 100
4.5 Strategi Pengembangan Industri Perikanan .......................................... 102
5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 106
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 106
5.2 Saran-saran ........................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 114
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik pelabuhan perikanan ................................................... 14


2 Definisi dari masing-masing faktor ................................................. 37
3 Goodness of fit statistics yang digunakan sebagai pedoman dalam
menilai fit-nya suatu model yang dianalisis ..................................... 42
4 Jumlah nelayan menurut kategori nelayan perikanan tangkap
di Kota Makassar tahun 2005-2009 ................................................. 48
5 Jumlah perahu/kapal perikanan menurut kategori di Kota
Makassar tahun 2005-2009 .............................................................. 48
6 Jumlah perahu/kapal perikanan menurut kecamatan dan
berdasarkan ukuran GT di Kota Makassar pada tahun 2009............. 49
7 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model awal........................ 73
8 Nilai-nilai modification indices ........................................................ 74
9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model akhir ....................... 77
10 Nilai regression weights terhadap interaksi II dengan faktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 78
11 Nilai regression weights terhadap interaksi EI dengan faktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 79
12 Nilai regression weights terhadap interaksi SAL dengan faktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 79
13 Nilai regression weights terhadap interaksi LIP dengan faktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 80
14 Nilai regression weights terhadap interaksi KIP dengan faktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 80
15 Nilai regression weights terhadap interaksi KP dengan faktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 81
16 Nilai regression weights terhadap interaksi PLP dengan faktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 82
17 Nilai regression weights terhadap interaksi DIP dengan aktor
lainnya yang diuji ............................................................................. 82
18 Interaksi antar variabel/faktor yang signifikan dengan strategi yang
digunakan ........................................................................................ 102
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran model pengembangan industri perikanan ....... 8


2 Modifikasi agrobased industri cluster (ABIC) Porter (1990) dan
Kotler (1997) .................................................................................... 17
3 Tahapan penelitian yang diawali penentuan kondisi awal dan
diikuti dengan analisis SEM ........................................................... 30
4 Hubungan antar faktor pada rancangan path diagram ..................... 36
5 Peta administrasi Kota Makassar sebagai lokasi penelitian ............ 45
6 Suasana tempat pelelangan ikan di areal PPI Paotere ..................... 54
7 (a) Pabrik es balok yang berada di areal PPI Paotere ....................... 55
(b) Mesin penghancur es yang berada di areal PPI Paotere ............ 55
8 Fasilitas BBM berupa dua buah tangki berkapasitas masing-
masing 5 000 liter yang berada di areal PPI Paotere ........................ 56
9 Struktur organisasi unit pelaksana teknis daerah (UPTD) PPN
Untia Makassar ................................................................................. 65
10 Model awal dari SEM industri perikanan di Kota Makassar
sebelum dilakukan modifikasi indeks ............................................. 72
11 Model akhir dari SEM industri perikanan di Kota Makassar setelah
dilakukan modifikasi indeks ............................................................. 77
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Luas wilayah kecamatan, banyaknya kelurahan dan RT, RW


menurut kecamatan di Kota Makassar tahun 2008 .................... 114

2 Jumlah produksi perikanan (ton) menurut jenis alat tangkap


di Kota Makassar tahun 2005-2009 ............................................. 115

3 Daftar perusahaan perikanan di Kota Makassar tahun 2009 ....... 116

4 Layout PPN Untia Kota Makassar ............................................... 117

5 Nilai-nilai variabel berdasarkan hasil wawancara dengan


responden .................................................................................... 118

6 Output analisis data penelitian dengan menggunakan AMOS ..... 123


DAFTAR ISTILAH

SEM : structural equation modelling = model persamaan stuktural


Faktor : konstruk / variabel laten / konstruk laten / unobserved variabel
Variabel : Indikator / variabel manifes / observed variabel / measured
measured
CR : critical ratio / tingkat keritis
P : probabilitas / kemungkinan salah / (p)
Amos : analisis of moment structur
β : regression weigth / bobot regresi
δ : error / disturbance term
2
X : chi-square
S.E : standardized estimates
Signifikan : penting, nyata
RMSEA : root mean square error of approximation
CFI : comparative fit index
IFI : incremental fit index
AGFI : adjusted goodness of fit index
GFI : goodness of fit indices
PGFI : parsimony goodness of fit index
MI : modification indices
ML : maximum likelihood
II : internal industri
EI : eksternal industri
SAL : sumberdaya alam dan lingkungan
LIP : lingkungan industri perikanan
KIP : kinerja industri perikanan
KP : kebijakan pemerintah
PLP : pelayanan pelabuhan perikanan
DIP : daya saing industri perikanan
PPN : pelabuhan perikanan nusantara
PPI : pangkalan pendaratan ikan
Jolloro : kapal pengangkut ikan (istilah lokal)
Fish carrier : kapal pengangkut ikan
HNSI : himpunan nelayan seluruh indonesia
Ispikani : ikatan sarjana perikanan indonesia
UPTD : unit pelaksana teknis daerah
ABK : anak buah kapal
GT : gross tonnage
Fishing ground: daerah penangkapan ikan
WPP : wilayah pengelolaan perikanan
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam


bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket
teknologi. Menurut Porter (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi industri
dapat dibagi menjadi tiga penentu keberhasilan industri pada lingkungan internal
industri yang meliputi potensi sumberdaya manusia yang dimiliki industri,
teknologi yang digunakan industri dan keuangan serta aset yang dimiliki industri.
Faktor utama yang mendukung pengembangan industri perikanan
khususnya pada kegiatan industri penangkapan ikan adalah dengan tersedianya
prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat berlabuhnya kapal perikanan,
tempat melakukan kegiatan bongkar muat hasil perikanan dan sarana produksi dan
produksi, sehingga fungsi pelabuhan perikanan menjadi sangat luas. Pelabuhan
perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan, karena
pembangunan pelabuhan perikanan di suatu daerah atau wilayah merupakan
embrio pembangunan perekonomian. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti
fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi
lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi suatu kawasan pengembangan
industri perikanan (Yusuf et al. 2005).
Tantangan dalam pengembangan industri perikanan adalah bagaimana
kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan
sebagai penyedia bahan baku industri. Oleh karena itu, diperlukan strategi
kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan industri perikanan menurut
Putro (2002) yaitu: 1) membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan yang
tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri
perikanan, 2) penyederhanaan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri,
3) mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan tradisional
mampu mengembangkan usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan
dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri dan 4) menyediakan modal
investasi dan modal kerja kepada industri perikanan agar mampu meningkatkan
kualitas produk dengan harga yang kompetitif.
2

Salah satu provinsi yang terletak di Kawasan Timur Indonesia adalah


Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar yang memiliki potensi dan
peluang untuk dikembangkan industri perikanannya menjadi sentra industri
perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Secara geografis, hal tersebut
didukung oleh letak Kota Makassar yang merupakan salah satu kota terbesar dan
merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi
pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara umum (Danial 2006).
Secara administratif Provinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi 20
kabupaten dan 4 kota dengan Makassar sebagai ibukota provinsi. Kota Makassar
memiliki luas wilayah sebesar 175.77 km2 yang terbagi menjadi 14 kecamatan,
dengan jumlah produksi perikanan sebesar 16 540.7 ton yang terdiri dari produksi
perikanan laut sebesar 15 972.0 ton dan produksi perikanan darat sebesar 568.7
ton. Sedangkan produksi perikanan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 1 006 818
ton (DPK Provinsi Sul-Sel 2009).
Berdasarkan data perusahaan penanganan dan pengolahan hasil perikanan
di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat sebanyak 40 unit perusahaan, dan sebanyak
72.5% berkedudukan di Kota Makassar atau sebanyak 29 unit perusahaan, namun
ada beberapa perusahaan memiliki cabang di daerah dengan nama perusahaan
yang sama. Sebagian besar perusahaan yang ada di Kota Makassar berada dalam
suatu kawasan yang disebut PT. Kawasan Industri Makassar (PT. KIMA),
kawasan tersebut disiapkan oleh pemerintah Kota Makassar sebagai pusat industri
dari berbagai bidang dengan luas 200 ha. Di kawasan tersebut terdapat berbagai
bidang industri seperti: industri perikanan, industri kimia, industri makanan,
industri furniture, industri elektronik, dan lain-lain. Namun, untuk lebih efisien
dan efektifnya industri perikanan seharusnya berada dalam suatu kawasan yaitu
pada kawasan pelabuhan perikanan supaya dekat dengan sumber bahan baku.
Saat ini, jumlah armada penangkapan ikan yang ada di Kota Makassar
sebanyak 1 225 unit, meliputi perahu tanpa motor sebanyak 493 unit, motor
tempel sebanyak 461 unit dan kapal motor sebanyak 271 unit (DKKP Kota
Makassar 2009). Sampai saat ini industri perikanan Kota Makassar hanya
ditunjang oleh satu Pangkalan Pendaratan Ikan (Pelabuhan Perikanan Tipe D)
yaitu PPI Paotere.
3

PPI Paotere sudah tidak mampu lagi menampung semua kegiatan


perikanan yang ada di Kota Makassar, mulai dari pendaratan hasil tangkapan,
penanganan, pengolahan sampai pada pemasaran hasil perikanan, tanpa diimbangi
penambahan atau perluasan areal dan prasarana pelabuhan perikanan (Danial
1998). Keadaan PPI Paotere sudah semakin ramai karena banyaknya kapal ikan
yang ingin bersandar, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk
membongkar hasil tangkapannya (Danial 2006). Oleh karena itu, banyak
pengusaha perikanan yang melakukan kegiatan penanganan/pengolahan di luar
dari kawasan PPI Paotere, sehingga kegiatan industri perikanan menjadi menyebar
dan tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan. Berkaitan dengan hal tersebut, guna
meningkatkan keterkaitan antara sub sistem dalam sistem agribisnis perikanan,
meningkatkan aktivitas ekonomi perikanan, menunjang tumbuhnya usaha
perikanan skala besar dan skala menengah/kecil, serta terwujudnya sentra
produksi perikanan dalam skala ekonomi yang efisien di Kota Makassar, maka
perlu dilakukan penambahan sarana dan prasarana pada PPI Paotere atau
pembangunan pelabuhan perikanan yang berskala nasional.
Sejak awal tahun 2008 telah dibangun Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Untia yang berlokasi di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar dengan luas area yang disediakan oleh pemerintah sebesar 38 ha, namun
sampai awal tahun 2010 pembangunan pelabuhan perikanan tersebut, baru sekitar
30% tingkat pembangunannya. Kebijakan pemerintah untuk membangun
pelabuhan perikanan pada wilayah tersebut, dengan harapan Kelurahan Untia
akan dijadikan sebagai kawasan industri perikanan yang berbasis pelabuhan
perikanan, dan akan menunjang Kota Makassar sebagai pintu gerbang Kawasan
Timur Indonesia. Walaupun beberapa tahun sebelumnya yaitu tahun 1999 telah
dilakukan studi kelayakan tentang rencana pembangunan pelabuhan perikanan
pada lokasi yang berbeda yaitu kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota
Makassar, namun pada tahun 2005 pemerintah Kota Makassar telah merubah
kebijakannya dan menetapkan Barombong sebagai kawasan wisata bahari.
Berdasarkan Perda Kota Makassar No. 6 Tahun 2006 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015 pasal 4 dengan Visi Kota
Makassar yaitu penataan ruang kota adalah mewujudkan Makassar sebagai kota
4

maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global, berwawasan
lingkungan dan paling bersahabat. Selanjutnya pasal 1 ayat 37 menyatakan
bahwa Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah kawasan terpadu yang diarahkan
sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam sistem ruang yang
bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan
dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya.
PPN Untia Makassar diharapkan menjadi pelabuhan perikanan yang
bertaraf nasional dan merupakan pelabuhan terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan.
Tujuan pembangunan PPN Untia Makassar adalah: 1) meningkatkan kemampuan
armada penangkapan ikan nusantara, yakni meningkatkan jumlah hasil tangkapan,
meningkatkan jumlah armada penangkapan dan jarak fishing ground yang luas,
2) meningkatkan ekspor hasil perikanan untuk menambah devisa negara dari
sektor non migas dan 3) menyediakan kawasan industri untuk kegiatan industri
perikanan yang berorientasi kepada pemberian nilai tambah produksi perikanan
yakni dengan membangun pelabuhan perikanan dengan fasilitas yang memadai
(DPK Provinsi Sul-Sel 2005).

1.2 Perumusan Masalah

Pembangunan pelabuhan perikanan didasarkan pada program yang


mempunyai prospek jangka panjang sebagai konsekwensi logis dan realisasi dari
segenap kebutuhan masyarakat nelayan. Sebagai sebuah infrastruktur
pembangunan ekonomi, pelabuhan perikanan memiliki peranan penting sebagai
penggerak roda ekonomi suatu daerah (Pramusinto 2006). Pembangunan
pelabuhan perikanan merupakan salah satu kebijakan dalam upaya mengurangi
biaya-biaya yang digunakan pada seluruh aspek yang mendukung industri
perikanan. Industri perikanan meliputi industri penangkapan ikan, industri
pengolahan dan industri pemasaran.
Industri perikanan di Kota Makassar memiliki prospek untuk
dikembangkan, namun hanya didukung oleh satu pelabuhan perikanan yaitu
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paotere yang merupakan pelabuhan perikanan
tipe D. Saat ini, Pangkalan Pendaratan Ikan Paotere sudah tidak mampu lagi
menampung semua kegiatan perikanan yang ada di Kota Makassar, mulai dari
5

pendaratan hasil tangkapan, penanganan hasil tangkapan, pengolahan hasil


perikanan sampai pada pemasaran hasil perikanan.
Sejalan dengan adanya kebijaksanaan pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan, sejak tahun 2008 telah dibangun Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Untia yang berlokasi di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar, yang akan dilengkapi dengan sarana dan prasarana industri perikanan
serta diharapkan menjadi kawasan industri perikanan. Meskipun sampai saat ini
belum selesai pembangunannya, namun diperlukan suatu kajian terpadu dan
komprehensif tentang model pengembangan industri perikanan yang berbasis
Pelabuhan Perikanan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kusyanto (2006) tentang model industri perikanan berbasis Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS) memasuki era globalisasi, kasus PPS Nizam Zachman Jakarta.
Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang model pengembangan
industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar Sulawesi
Selatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan-pertanyaan tentang
“Model Pengembangan Industri Perikanan yang Berbasis Pelabuhan Perikanan di
Kota Makassar” adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh dari internal industri terhadap lingkungan industri
perikanan dan kinerja industri perikanan?
2) Bagaimana pengaruh dari eksternal industri terhadap lingkungan industri
perikanan dan kinerja industri perikanan?
3) Bagaimana pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap lingkungan
industri perikanan?
4) Bagaimana pengaruh pelayanan pelabuhan perikanan yang ada di Kota
Makassar terhadap lingkungan industri perikanan?
5) Bagaimana pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap kinerja
industri perikanan?
6) Bagaimana pengaruh antara pelayanan pelabuhan perikanan yang ada di
Kota Makassar terhadap kinerja industri perikanan?
7) Bagaimana pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap daya saing
industri perikanan?
6

8) Bagaimana pengaruh kinerja industri perikanan terhadap daya saing


industri perikanan?
9) Bagaimana pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap daya saing
industri perikanan?
10) Bagaimana membangun variabel yang optimal untuk meningkatkan
kinerja industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan?
11) Bagaimana merumuskan strategi pengembangan industri perikanan yang
berbasis pelabuhan perikanan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hasil identifikasi dan perumusan masalah di atas, maka


penelitian ini akan mengembangkan model industri perikanan yang berbasis
pelabuhan perikanan dengan tujuan:
1) Memaparkan kondisi terkini (existing condition) kegiatan perikanan yang ada
di Kota Makassar.
2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
pengembangan industri perikanan di Kota Makassar
3) Merumuskan strategi pengembangan industri perikanan Kota Makassar yang
berbasis Pelabuhan Perikanan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada:


1) Pemahaman tentang variabel-variabel yang mempengaruhi industri
perikanan dan daya saing produk perikanan.
2) Perumusan kebijakan dan langkah strategis guna meningkatkan kinerja
dan memperkuat daya saing industri perikanan
3) Sebagai dasar pengembangan penelitian di bidang teknologi kelautan dan
perikanan, khususnya aspek perencanaan industri perikanan dan rencana
pembangunan pelabuhan perikanan
4) Pengambilan kebijakan untuk meramalkan kinerja industri perikanan
dalam mengantisipasi persaingan pasar
7

5) Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk digunakan


sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan untuk membangun
prasarana perikanan guna mendukung dan membina industri perikanan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Secara potensial industri perikanan di Kota Makassar dapat memberikan


manfaat bagi kehidupan ekonomi, sosial dan politik serta kebudayaan, namun di
sisi lain jika tidak dikelola dengan baik dan tanpa persiapan yang memadai maka
dampak negatif akan muncul. Pengembangan industri perikanan merupakan
peluang sekaligus ancaman yang harus dicermati dan merupakan bagian yang
sangat mempengaruhi dan menentukan arah dan hasil dari pembangunan kelautan
dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.
Industri perikanan di Kota Makassar memiliki potensi dan peluang untuk
dikembangan karena didukung oleh sumberdaya alam dan lingkungan, seperti
ketersediaan ikan yang cukup besar, daerah penangkapan ikan yang dekat dengan
tempat pendaratan ikan serta lingkungan dan kondisi perairan yang mendukung.
Selain itu, didukung oleh banyaknya sumber daya manusia yang bekerja pada
industri perikanan tangkap dan kemampuan keuangan serta asset yang dimiliki
oleh industri perikanan yang ada dan merupakan faktor internal industri
perikanan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini akan mengkaji
berbagai faktor yang mempengaruhi pengembangan industri perikanan di Kota
Makassar Sulawesi Selatan, dan akan memberikan berbagai gagasan dan saran,
apakah mampu memperoleh manfaat dari pengembangan industri perikanan yang
berbasis pelabuhan perikanan.
Rendahnya kinerja industri perikanan di Kota Makassar, tidak hanya
diakibatkan oleh kurang optimalnya pelabuhan perikanan dan jenis fasilitas, tetapi
juga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan industri perikanan dan kebijakan
pemerintah. Faktor-faktor utama yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah;
1) internal industri, 2) eksternal industri, 3) sumberdaya alam dan lingkungan, 4)
lingkungan industri perikanan, 5) kinerja industri perikanan, 6) kebijakan
pemerintah, 7) pelayanan pelabuhan dan 8) daya saing industri perikanan.
8

Kajian lingkungan industri perikanan akan dilihat dengan tingkat pengaruh


oleh faktor internal industri perikanan dan ekternal industri perikanan.
Selanjutnya faktor kinerja industri perikanan, akan dilihat dengan tingkat
pengaruh dari faktor kebijakan pemerintah dan faktor pelayanan pelabuhan
perikanan dengan mengeluarkan kebijakan pemerintah melalui Dinas Perikanan
dan Kelautan serta pelayanan terhadap pelabuhan perikanan yang ada saat ini.
Pelayanan harus dapat memberi pengaruh berupa kemudahan untuk mendorong
tumbuh kembangnya industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan di
Kota Makassar dalam melakukan persaingan pasar bebas (Gambar 1).

Industri Perikanan
di Kota Makassar

Potensi & Peluang

Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Internal Industri Lingkungan Industri Kondisi Eksternal


Perikanan

Kebijakan Kinerja Pelayanan


Pemerintah Industri Perikanan Pelabuhan Perikanan

Daya Saing
Industri Perikanan

Gambar 1 Kerangka pemikiran model pengembangan industri perikanan


9

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya ikan dan lingkungannya merupakan anugerah Tuhan yang


harus ditransformasikan menjadi berkah. Oleh karena itu, pembangunan perikanan
tidak saja diarahkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang optimal, tetapi
juga bagaimana agar manfaat ekonomi tersebut benar-benar dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya, serta bagaimana agar
sumberdaya ikan dan lingkungannya dapat terjaga kelestariannya sehingga tetap
dapat dinikmati oleh generasi mendatang (Kamaluddin 2002).
Pembangunan perikanan ke depan dinilai cerah karena potensi dan
prospek yang dimiliki bangsa Indonesia, antara lain besarnya luas perairan yang
dimiliki dengan sumber daya yang ada di dalamnya, baik berupa laut maupun
perairan umum (danau, waduk, sungai, rawa dan genangan air lainnya) (Barani
2006).
Di samping itu, potensi SDM nelayan yang melimpah masih dapat
dioptimalkan. Prospek pasar dalam dan luar negeri pun menunjukkan
kecenderungan yang semakin menggembirakan untuk produk-produk perikanan.
Permintaan ikan untuk konsumsi dalam dan luar negeri sangat tinggi seiring
meningkatnya jumlah penduduk. Permintaan tersebut dipengaruhi pula oleh
peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya ikan sebagai bahan pangan
yang aman, sehat dan bebas kolesterol sehingga masyarakat beralih dari
mengkonsumsi red-meat menjadi white meat (DKP 2006).
Potensi sumberdaya ikan, sumberdaya manusia serta permintaan pasar
yang terus meningkat, memungkinkan bagi kita untuk mewujudkan industri
perikanan yang kokoh, mandiri dan berkelanjutan serta memperluas penyerapan
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan nelayan, meningkatkan konsumsi dalam
negeri, dan meningkatkan penerimaan devisa negara yang pada gilirannnya akan
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan
harapan tersebut diperlukan perumusan kebijakan pembangunan perikanan
tangkap nasional yang tepat, terarah dan terpadu yang dilaksanakan secara
konsisten dan berkelanjutan (Nikijuluw 2002).
10

Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan juga memiliki


keunggulan komparatif dan peluang pemanfaatan yang besar dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya. Setidaknya ada 7 alasan utama mengapa sektor
kelautan dan perikanan memiliki potensi untuk dibangun. Pertama, Indonesia
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik ditinjau dari kuantitas maupun
diversitas. Kedua, Indonesia memiliki daya saing (competitive advantage) yang
tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku
yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya. Ketiga, industri di sektor
kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage)
yang kuat dengan industri-industri lainnya. Keempat, sumberdaya di sektor
kelautan dan perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat diperbaharui
(renewable resources) sehingga bertahan dalam jangka panjang asal diikuti
dengan pengelolaan yang arif. Kelima, investasi di sektor kelautan dan perikanan
memiliki efisiensi yang relatif tinggi sebagaimana dicerminkan dalam Incremental
Capital Output Ratio (ICOR) yang rendah dan memiliki daya serap tenaga kerja
yang tinggi. Keenam, daya serap tenaga kerja industri kelautan dan perikanan
cukup tinggi dan Ketujuh, pada umumnya industri perikanan berbasis sumberdaya
lokal dengan input rupiah namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar
(DKP 2008).
Upaya pengelolaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan, untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu pula ditanamkan falsafah dalam
mengelola sumberdaya tersebut, yaitu ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga
tercapai suatu keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi. Untuk itu
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyusun rencana strategis
pembangunan dengan visi: Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang
lestari dan bertanggungjawab bagi kesatuan serta kesejahteraan anak bangsa.
Sedangkan misi Departemen Kelautan dan Perikanan yang diemban adalah: (1)
meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan
masyarakat pesisir lainnya, (2) meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, (3) memelihara daya dukung dan
meningkatkan kualitas lingkungan perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan
11

lautan, (4) meningkatkan kecerdasan dan kesehatan bangsa melalui peningkatan


konsumsi ikan dan (5) meningkatkan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan
memperkuat budaya bahari bangsa (DKP 2008).

2.2 Pelabuhan Perikanan Sebagai Pusat Pengembangan Industri

Guckian and Van Den Hazel (1970) yang diacu dalam Danial (2003)
mendefinisikan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu areal perairan tertentu
yang tertutup dan terlindung dari gangguan badai dan merupakan tempat yang
aman untuk akomodasi kapal-kapal yang sedang mengisi bahan bakar,
perbekalan, perbaikan dan bongkar muat barang. Pelabuhan perikanan adalah
tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis
perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh
dan/atau bongkar muat ikan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran
dan kegiatan penunjang perikanan (Kepmen KP No. Per. 16/MEN/2006).
Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas
berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja, namun
demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan kerja adalah cukup
luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan untuk
dapat berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut
tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi atau terintegrasi antara
berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha
dan masyarakat perikanan (Danial 2007).
Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi
Pelabuhan Perikanan Nusantara disiapkan untuk menampung industri perikanan
dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut di atas. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan
dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang
bersangkutan. Mengingat Pelabuhan Perikanan Nusantara merupakan lingkungan
kerja untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas
dan majemuk. Oleh karena itu di dalam pengelolaannya memerlukan berbagai
12

tatanan yang kondusif, pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat


memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat
berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan (Elfandi 2000).
Menurut Murdiyanto (2004) pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola
pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah
dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak
berbelit-belit
2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat
ketentuan berikut:
(1) Tatacara pelayanan mudah diikuti
(2) Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis maupun
administratif
(3) Unit kerja dan pejabat yang memberikan pelayanan
(4) Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran
(5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan
(6) Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima
pelayanan sesuai bukti pemrosesan
(7) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan
(8) Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan kepastian
hukum selama proses pelayanan diberikan
(9) Keterbukaan; yaitu prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja penanggung
jawab pelayanan, jangka waktu pelayanan, rincian biaya, tarif yang
berlaku berkaitan dengan pelayanan wajib diinformasikan ke pelanggan
serta terbuka, sehingga dapat diketahui oleh masyarakat umum baik
diminta ataupun tidak
(10) Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat
dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan
(11) Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada
hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan produk
13

pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan kelengkapan


persyaratan terutama antara unit kerja atau antara instansi
(12) Ekonomis, yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan
sesuai ketentuan yang berlaku
(13) Keadilan, maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan merata
serta dapat dinikmati oleh semua pihak.
Konsep pembangunan ekonomi, pada sektor minabisnis (padanan
agribisnis di sektor pertanian) mencakup 4 sub sektor yaitu: pertama; sub sektor
minabisnis hulu (up-stream fishery businness) yakni kegiatan industri dan
perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer (pembibitan,
alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang dan lain-lain), kedua;
sub sektor usaha penangkapan (on-farm fishery businness) yakni kegiatan
ekonomi yang menggunakan sarana produksi perikanan primer untuk
menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha
penangkapan ikan), ketiga; sub sektor minabisnis hilir (down-stream fishery
businness) yakni kegiatan industri yang mengolah komoditas primer menjadi
produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan
ikan, dll) serta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket,
distributor, dll), dan keempat; sub sektor jasa penunjang (fishery supporting
institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis (perbankan,
litbang dan kebijakan pemerintah). Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan
ekonominya pada sektor minabisnis (yang berbasis perikanan), sehingga jika kita
membicarakan kegiatan usaha pada umumnya, usaha kecil, menengah dan
koperasi khususnya, maka sebagian besar akan berada di sektor minabisnis
(Ditjen Perikanan Tangkap 2005).
Kegiatan minabisnis akan berkembang dengan baik di pelabuhan
perikanan bila ditunjang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang
prima (Mustaruddin 2010). Keempat sub sektor minabisnis merupakan satu
kesatuan yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu
ditumbuhkembangkan pada pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan
usaha perikanan.
14

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:


PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan
dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: 1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)/tipe
A, 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)/tipe B, 3) Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP)/tipe C dan 4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)/tipe D (Tabel 1).

Tabel 1 Karakteristik pelabuhan perikanan

Kriteria
No. PPS PPN PPP PPI
Pelabuhan
Perikanan
1. Daerah Wilayah laut Perairan Perairan Perairan
operasional kapal teritorial, ZEEI dan pedalaman, pedalaman
yang dilayani ZEEI dan laut perairan dan
perairan teritorial kepulauan, perairan
internasional laut kepulauan
teritorial,
ZEEI
2. Ukuran kapal
penangkap ikan > 100 50-100 30-50 < 30
(GT)
3. Panjang dermaga >300 150-300 100-150 50-100
(m) dan Kedalaman >3 >3 >2 >2
kolam (m)
4. Kapasitas >6000 GT 6000-2250 300-2250 60-300 GT
menampung kapal (equivalen GT GT (equivalen
dgn 100 (equivalen (equivalen dgn 20
buah kapal dgn 75 dgn 30 buah kapal
berukuran buah kapal buah kapal berukuran
60GT) berukuran berukuran 3 GT)
30 GT) 10 GT)

5. Volume ikan yang


didaratkan >100 80-100 25-80 10-25
(ton/hari)
6. Ekspor ikan Ya Ya Tidak Tidak

7. Luas lahan (ha) >50 30-50 10-30 <10


8. Fasilitas
pembinaan mutu Tersedia Tersedia Tersedia Tidak
hasil perikanan
9. Tata ruang
pengolahan/ Ada Ada Ada Tidak
pengembangan
industri perikanan
Sumber: Permen Nomor: PER.16/MEN/2006
15

Pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik yaitu dapat melindungi


kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi
fungsinya pelabuhan perikanan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yaitu:
1. Fasilitas pokok, yaitu fasilitas dasar yang dimaksudkan untuk melindungi
kegiatan di pelabuhan terhadap gangguan alam seperti gelombang, arus,
angin, pengendapan lumpur atau pasir. Termasuk ke dalam fasilitas pokok
adalah: dermaga, alur pelayaran, pemecah gelombang/penahan gelombang,
tembok penahan tanah, kolam pelabuhan jetty dan dolpin.
2. Fasilitas fungsional, yaitu fasilitas yang langsung menunjang fungsi
pelabuhan dalam memberikan pelayanan yang menjadi kewajiban pelabuhan
seperti: gedung tempat pelelangan ikan, pabrik es, tempat penyimpanan ikan
(cold storage, cool room), bengkel dok (slipway), instalasi air bersih,
instalasi bahan bakar, telekomunikasi, balai pertemuan nelayan dan
perkantoran.
3. Fasilitas Tambahan, yaitu fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan
pelaksanaan fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan kepada kegiatan
perikanan. Yang termasuk dalam fasilitas tambahan yaitu: penginapan
nelayan, kios bahan alat perikanan, poliklinik, tempat ibadah, satuan pemadam
kebakaran yang dilengkapi dengan kapal, dan mess operator.
Fungsi pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan
pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan
dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya dapat berupa: 1) pelayanan
tambat dan labuh kapal perikanan, 2) pelayanan bongkar muat, 3) pelayanan
pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, 4) pemasaran dan distribusi
ikan, 5) pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, 6) tempat pelaksanaan
penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, 7) pelaksanaan kegiatan
operasional kapal perikanan, 8) tempat pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sumberdaya ikan, 9) pelaksanaan kesyahbandaran, 10) tempat
16

pelaksanaan fungsi karantina ikan, 11) publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh
kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, 12) tempat publikasi hasil
riset kelautan dan perikanan, 13) pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari
dan 14) pengendalian lingkungan (Undang-undang RI No. 45 Tahun 2009).

2.3 Lingkungan Industri Perikanan (LIP)

Kotler (1997) menjelaskan bahwa industri adalah sekelompok perusahaan


yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat
satu sama lainnya. Pengertian subtitusi dekat disini adalah produk dengan
elastisitas silang permintaan yang tinggi, jika permintaan akan suatu produk
meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua produk
tersebut merupakan subtitusi dekat. Bagi produk olahan perikanan yang
dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau sulit
didapat di pasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti
cakalang, kakap, udang dan lain-lain) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang atau
ikan kakap merupakan barang subtitusi dekat.
Lingkungan industri adalah salah satu faktor penting untuk menunjang
keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan tujuan,
sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis yang mendalam
serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada.
Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan
didasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan
tersebut, yaitu lingkungan internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan
eksternal (lingkungan luar industri) (Suherman et al. 2006).
Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu
mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru
maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya
selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap
perubahan apakah perubahan merupakan peluang, ancaman bahkan tantangan.
Kegagalan dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau pemasaran
dapat berakibat kegagalan industri (Eriyatno dan Winarno 1999).
17

Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri


yang dapat dibagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu: (1) Lingkungan
internal industri yakni menggali informasi tentang LII (Life Internal Industry)
yaitu mengenai potensi SDM yang dimiliki, (2) teknologi yang digunakan industri
dan (3) keuangan serta asset yang dimiliki industri.
Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati
dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan
teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan
(bank) dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan
ekonomi industri yang diduga memiliki hubungan dan pengaruh yang kuat
bersama faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri dalam
perkembangan teknologi perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi
perdagangan dunia serta ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta
energi pendukung (Gambar 2).

KONDISI EKONOMI INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU)

FAKTOR-FAKTOR BAHAN BAKU BAHAN MESIN DAN


PROCESSING PERLENGKAPAN

TEKNOLOGI
R&D
INFORMASI GLOBAL
LINGKUNGAN INDUSTRI INDUSTRI INDUSTRI PASAR
ENERGI PENDUKUNG LOKAL HILIR
SDM NILAI TAMBAH HULU
MODAL PERTENAGA EKSPOR
PEMBIAYAAN KERJA R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET
SUMBER AIR
DLL VALUE ADDED
PRODUKTV
PER UNIT PRODUKSI BAHAN PROCESSING PROCESSING DOMESTIK
BAKU PRIMER SEKUNDER

INDUSTRI JASA, INDUSTRI TERKAIT, MODAL

PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN


BANK R&D TRAINING PEMELIHARAAN TRANSPOR DISTRIBUSI EKSPOR

Gambar 2 Modifikasi agrobased industri cluster (ABIC)


Porter (1990) dan Kotler (1997)
18

Justifikasi variabel yang mempengaruhi faktor lingkungan industri


perikanan adalah Internal Industri (II), Eksternal Industri (EI) dan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan (SAL). Ketiga hal tersebut merupakan indikator penelitian
yang akan dijelaskan oleh beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai
berikut:
1) Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator; SDM yang terlibat di
dalam kegiatan industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman), teknologi
industri yang digunakan, keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan
2) Kondisi eksternal industri (EI) akan dijelaskan dengan indikator
perkembangan teknologi, jasa pelatihan pegawai dan ketersediaan
infrastruktur dari pemerintah
3) Sumberdaya alam dan lingkungan (SAL) akan dijelaskan dengan indikator
sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan (fishing ground), lingkungan dan
kondisi perairan serta energi pendukung.

2.3.1 Internal industri (II)

Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor


dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti:
1) Sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki industri (jumlah, tingkat
pendidikan, usia, pengetahuan, pengalaman) dan secara faktual kondisi
tersebut masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu, teknologi
yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan tingkat
kemampuan SDM, dan masih menggunakan teknologi yang sederhana
terutama dalam penanganan pasca panen, akibatnya mutu bahan baku rendah.
Rendahnya mutu bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil
produksi, dampak yang dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat
bersaing di pasaran (Wahyuni 2002).
2) Teknologi yang digunakan oleh perusahaan disamping mempertimbangkan
faktor efisiensi juga ketersediaan SDM yang akan mengelola teknologi yang
akan digunakan. Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan SDM, maka pemilihan teknologi tinggi merupakan salah satu
jawaban dari peningkatan efisiensi (Putro 2002).
19

3) Keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan


rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat
mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan, hal ini dapat menghambat
pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing
yang memiliki modal yang cukup tinggi (Supanto 2001).

2.3.2 Eksternal industri (EI)

Faktor eksternal industri juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti:


1) Perkembangan teknologi industri, mesin dan kelengkapan teknologi yang
sangat diperlukan dalam proses produksi. Kapasitas dan kualitas infrastruktur
yang tersedia sangat mempengaruhi proses produksi, pada gilirannya akan
berdampak pada tingkat efisiensi (Murdjito 1997). Kebijakan pemerintah
membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui UU
nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan, Undang-undang nomor 31 Tahun
2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan yang
dimaksudkan untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan serta
mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang
usaha perikanan, serta ekonomi masyarakat pesisir bisa lebih ditingkatkan
(Anggaini 2006).
2) Ketersediaan jasa pelatihan sangat mendukung perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan SDM yang dimiliki. Jasa pelatihan yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan sangat
menolong upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan SDM yang terlibat di dalam perusahaan baik manajerial maupun
operator (Madecor Group 2001).
3) Ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan,
transportasi, pemasaran) yang dapat mendukung dan memberikan kemudahan
serta efisiensi produksi. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung
industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya biaya untuk mendapatkan hal-
hal tersebut. Faktor eksternal industri ini harus disediakan oleh pemerintah
untuk memberikanan pelayanan kepada industri agar benar-benar dapat
mendukung kinerja industri perikanan (Wahyuni 2002).
20

2.3.3 Sumberdaya alam dan lingkungan (SAL)

Faktor sumberdaya alam dan lingkungan akan dapat mempengaruhi


lingkungan industri perikanan antara lain:
1) Sumberdaya ikan, ketersediaan sumberdaya ikan dalam mensuplai kebutuhan
bahan baku industri merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Keunggulan
ketersediaan sumberdaya ikan yang banyak dan beragam yang dimiliki
sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi tingkat
kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri, jika
mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito
1996). Hal ini sangat didukung oleh kondisi perairan Selat Makassar dan
Laut Flores masih banyak tersedia ikan, ditandai dengan tingkat produksi
perikanan di Sulawesi Selatan masih mengalami peningkatan setiap tahunnya,
ketersediaan sumberdaya ikan sangat menentukan tingkat keberhasilan
industri perikanan.
2) Daerah penangkapan ikan (fishing ground), keberadaan daerah penangkapan
ikan sangat menentukan tingkat keberhasilan industri perikanan, terutama
pada faktor jarak dari pelabuhan perikanan memungkinkan nelayan bisa
mendaratkan hasil tangkapannya. Ada kecendrungan nelayan mencari daerah
penangkapan ikan yang dekat dengan pelabuhan perikanan agar dalam
memasarkan hasil tangkapannya membutuhkan waktu yang singkat dan biaya
yang sedikit. Daerah penangkapan adalah meliputi wilayah pengelolaan
perikanan (WPP) IV yang meliputi selat Makassar dan laut Flores, dimana
ikan pelagis kecil masih terbuka peluang untuk dikembangkan, pelagis besar
pengelolaannya harus hati-hati dengan monitoring ketat dan udang penaeid
sudah tidak ada peluang untuk dikembangkan.
3) Lingkungan dan kondisi perairan, ketersediaan sumberdaya hayati perairan
yang cukup besar di perairan laut, tidak menjamin bahwa sumberdaya
tersebut bisa dimanfaatkan kecuali jika wilayah itu dapat dijangkau oleh
nelayan serta dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan aman. Hal
ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca perairan yang seringkali nelayan
tidak bisa melaut, keadaan tersebut sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan industri perikanan.
21

4) Energi pendukung yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku


industri perikanan merupakan faktor yang juga berpengaruh. Keunggulan
ketersediaan energi pendukung yang ada sangat menentukan tingkat
keberhasilan industri perikanan (Handoko 2001).

2.4 Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah dalam pembangunan industri perikanan meliputi


beberapa hal, yaitu:
1) Pembangunan pelabuhan perikanan, telah dilaksanakan sejak pelita II antara
lain bertujuan mendukung pembangunan perikanan dan rencana
pembangunan lima tahun berikutnya. Pada Pelita V pembangunan prasarana
perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen
pelabuhan perikanan.
2) Membentuk badan usaha milik negara, (perusahaan umum prasarana
perikanan melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990). Tujuan
pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsi pelabuhan perikanan
seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1985
tentang perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama
kegiatan produksi juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil,
pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk: prasarana
penangkapan ikan, prasarana penanganan dan pengolahan hasil, prasarana
penyaluran hasil/pemasaran dan prasarana pelestarian sumber. Tindak lanjut
dari kebijakan tersebut adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
dan pendapatan petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan
sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
berwawasan lingkungan serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan.
3) Pengaturan pemanfaatan tanah industri, di dalam kawasan industri perikanan
berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan investasi bagi industri
perikanan dikeluarkan melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
nomor 32 tahun 2000 dan nomor 12 tahun 2001.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam mewujudkan penerapan
kebijakan dibidang perikanan tersebut, adalah meningkatkan keterkaitan
22

fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing


subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang
tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan
aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan
kemitraan usaha antar usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan
dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu
skala ekonomi yang efisien (Saksono 2008).
Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan
perlu dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas
dan ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan
konsumen, industri perikanan perlu mendapat dukungan infrastruktur,
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan faktor permodalan. Dilain pihak
faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan
faktor pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang
efektif, sehingga hasil yang diperoleh bisa optimal dengan biaya minimal atau
dengan resiko yang kecil.

2.5 Kinerja Industri Perikanan

Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat


kinerja keuangan, sebagai variabel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh: 1)
tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (return of
investment/ROI), dan 3) tingkat pengembalian yang wajar (return on equity/
ROE) serta perkembangan dari industri perikanan (Kotler 1997).
Selanjutnya variabel kinerja industri perikanan adalah dibidang
pemasaran, hal ini penting dan harus ditangani dengan serius yaitu; 4) informasi
pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga
produk. Ketersediaan informasi pasar merupakan salah satu komponen yang
strategis agar mampu mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar
domestik maupun pasar ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat
diperlukan kerjasama antar instansi terkait, pihak swasta dan asosiasi perikanan.
Dilain pihak penetapan harga produk disamping untuk kepentingan industri juga
harus memperhatikan harga yang ditawarkan oleh para pesaingnya. Pemasaran
23

hasil produksi pada agribisnis dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: 7)
volume penjualan, 8) pertumbuhan penjualan, 9) pertumbuhan pelanggan.
Berdasarkan kondisi di atas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu
pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi
bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik di dalam
maupun di luar negeri. Untuk mengantisipasi persaingan bebas tersebut dan
meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi
usaha dan 10) diversivikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan
pamasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur dengan 11)
tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri perikanan, 12) serta produktivitas
kerja (Wahyuni 2002).
Model kinerja industri perikanan sebagai variabel kinerja dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
- Peningkatan kinerja keuangan (laba/rugi)
- Pemasaran (informasi pasar, diversifikasi produk, mutu produk, harga
produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan pelanggan)
- Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja,
kesejahteraan tenaga kerja).

2.6 Daya Saing Industri Perikanan

Memasuki era pasar bebas akan terjadi pertumbuhan perdagangan secara


umum dan persaingan internasional. Di sini tidak ada negara yang tetap dapat
terisolasi dari ekonomi dunia, jika negara itu menutup pasarnya dari persaingan
asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang berkualitas lebih
rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan menghadapi persaingan
ketat dan banyak usaha domestik akan menderita (Kotler 1997).
Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah
perubahan teknologi. Seperti saat ini, perkembangan teknologi informasi dan
kecepatan komunikasi, perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti
merek makanan, bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan
24

merek dan mutu serta harga barang, sehingga perusahaan ataupun industri harus
mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif (Kotler
1997).
Upaya peningkatan daya saing industri, termasuk industri perikanan
dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam
persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi,
komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup bahkan
aspek hak azasi manusia (pengeksploitasian buruh).
Konsep daya saing diekspresikan oleh beberapa orang dan lembaga
dengan cara yang berbeda, perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau
konteks yang mereka telaah dan dapat diterapkan pada level nasional tak lain
adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh
seorang tenaga kerja (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Selain mengamati
perusahaan yang menghasilkan produk dan pasar yang sama, penghematan
variabel yang mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan
kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya manusia yang terlibat di dalam
industri perikanan (Purnomo et al. 2003).

2.7 Model Pengelolaan Sumberdaya

2.7.1 Pemodelan secara umum

Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah


obyek atau situasi aktual. Definisi tersebut mengandung dua unsur yaitu adanya
perwakilan atau representasi dan abstraksi atau penggambaran. Perwakilan atau
representasi mengandung pengertian bahwa di dalam model terdapat suatu
pemetaan dari karakteristik sistem kongkrit. Model dapat digunakan secara
berarti, jika antara model dan sistem terdapat suatu persamaan atau
korespondensi. Jenis korespondensi antara model dan sistem dapat secara
isomorphi, yaitu satu elemen sistem berkorespondensi dengan satu elemen model
atau dapat pula secara homomorphi yaitu satu elemen model berkorespondensi
dengan beberapa elemen sistem (Nurani 2002).
Suatu model berfungsi untuk dapat menyederhanakan kompleksitas dalam
upaya menemukan variabel-variabel yang penting dan tepat. Penemuan variabel-
25

variabel tersebut sangat berkaitan dengan analisis sistem, yaitu sebagai wahana
untuk dapat memperbesar pengertian seseorang tentang bagaimana hal-hal
tertentu bekerja dan sebagai alat untuk membantu pemikiran secara rasional
(Nurani 2010).
Tujuan umum dari model dapat dibagi berdasarkan tujuan akademik dan
tujuan manajerial. Tujuan akademik dari model adalah sebagai alat untuk
menjelaskan suatu fakta karena belum ada teori, jika teori sudah ada maka model
digunakan sebagai alat untuk mencari konfirmasi. Sedangkan model untuk tujuan
manajerial adalah sebagai alat pengambilan keputusan, sebagai proses belajar dan
alat komunikasi (Nurani 2002).
Penggunaan model menguntungkan dalam analisis kuantitatif, hal ini
dikarenakan:
1) Dengan model dapat dilakukan analisis dan percobaan dengan situasi yang
kompleks dengan mengubah-ubah nilai atau bentuk relasi antar variabel
yang mungkin sulit dilakukan pada sistem nyata
2) Model memberikan penghematan dalam mendeskripsikan dan
penyelidikan sesuatu keadaan nyata
3) Menghemat waktu dan biaya dalam melakukan analisis masalah
4) Dapat memfokuskan perhatian lebih banyak pada karakteristik yang
penting dari masalah.
Secara umum model dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi, struktur,
dan cara aspek waktu serta faktor peluang dimasukkan ke dalam model.
Berdasarkan fungsi, model dapat diklasifikasikan ke dalam model deskriptif,
prediktif dan normatif. Model deskriptif yaitu model yang menggambarkan
situasi tertentu, model prediktif adalah model yang dapat digunakan untuk
meramalkan sesuatu, sedangkan model normatif mengharuskan dilakukannya
suatu tindakan (Nurani 2002).
Berdasarkan struktur, model diklasifikasikan ke dalam model ikonik,
analog dan simbolik. Model ikonik yaitu model yang memiliki beberapa sifat
fisik dari hal yang digambarkan, pada model analog terdapat subtitusi dan relasi
antara model dengan hal nyata, sedangkan model simbolik adalah model yang
menggambarkan kenyataan dengan bantuan simbol-simbol.
26

2.7.2 Model persamaan struktural (SEM)

Menurut Santoso (2007), yang dimaksudkan dengan SEM adalah teknik


statistik multivariat yang merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis
regresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar
variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antar indikator dengan konstruknya
ataupun hubungan antar konstruk.
Teknik analisis SEM merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis
faktor, model struktural dan analisis path. Di sisi lain SEM juga merupakan
pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep.
Dalam penggunaan SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan secara serentak
yaitu: pemeriksaan, validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan faktor
analisis confirmatory), pengujian model hubungan antara variabel latent (setara
dengan analisis path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan
(setara dengan model struktural atau analisis regresi) (Solimun 2002).
Keunggulan SEM dijelaskan oleh Fornell dan Lacker (1981) yang diacu
dalam Mustaruddin (2010) mengatakan bahwa model persamaan struktural adalah
generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk
menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-
recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.
Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM
dapat menguji secara bersama-sama yaitu: 1) model struktural; hubungan antara
konstruk (yaitu variabel laten/unobserved/variabel yang tidak dapat diukur secara
langsung dan memerlukan beberapa indikator untuk mengukurnya) independen
dan dependen, 2) model measurement; hubungan antara variabel dengan konstruk
(faktor).
Kline et al. (2001) yang diacu dalam Wijanto (2008) lebih mendorong
penggunaan SEM dibandingkan regresi berganda karena 5 alasan sebagai berikut:
(1) SEM memeriksa hubungan diantara variabel-variabel sebagai sebuah unit,
tidak seperti pada regresi berganda yang pendekatannya sedikit demi sedikit, (2)
asumsi pengukuran yang andal dan sempurna pada regresi berganda tidak dapat
dipertahankan, dan pengukuran dengan kesalahan dapat ditangani dengan mudah
oleh SEM, (3) Modification Index yang dihasilkan oleh SEM menyediakan lebih
27

banyak isyarat tentang arah penelitian dan pemodelan yang perlu ditindaklanjuti
dibandingkan pada regresi, (4) interaksi juga dapat ditangani dalam SEM dan (5)
kemampuan SEM dalam menangani non recursive parth.
Sebagai metode statistik multivariat yang kompleks, terlebih dahulu
diperlukan pemahaman berbagai konsep dasar tentang SEM sebelum
menggunakan sebuah software, yaitu:
1) Variabel laten dan variabel manifes
Isi sebuah model SEM pastilah variabel-variabel, apakah itu variabel laten
atau variabel manifes. Menurut Ferdinan (2002) jika ada sebuah variabel laten
pastilah akan ada 2 atau lebih variabel manifes, ada pendapat menyarankan
sebuah variabel laten sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak 3 variabel manifes,
hal ini akan lebih jelas saat pembahasan perhitungan degree of freedom.
Variabel laten (unobserved variable, konstruk/konstruk laten) adalah
variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau
lebih variabel manifes. Dalam AMOS, sebuah variabel laten diberi simbol
lingkaran (tepatnya elips) dan harus selalu disertai dengan beberapa variabel
manifes. Sedangkan variabel manifes (observed variable, atau indikator) adalah
variabel yang digunakan untuk menjelaskan atau mengukur sebuah variabel laten.
Dalam AMOS, sebuah variabel manifes diberi simbol kotak (Santoso 2007).
2) Variabel laten eksogen dan variabel laten endogen
Variabel eksogen adalah variabel independen yang mempengaruhi variabel
dependen. Pada model SEM, variabel eksogen ditunjukkan dengan adanya anak
panah yang berasal dari variabel tersebut menuju variabel endogen. Sedangkan
variabel endogen adalah variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Pada model SEM, variabel eksogen ditunjukkan dengan adanya anak
panah yang menuju variabel tersebut (Santoso 2007).
3) Measurement model dan structural model
Secara umum, sebuah model SEM dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu:
measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan
hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya. Stuctural model
adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan antar variabel
laten atau variabel eksogen dengan variabel laten (Solimun 2005).
28

Software yang tersedia untuk menganalisis SEM seperti LISREL, AMOS,


EQS dan sebagainya. Sejak diakuisisi (dibeli) oleh SPSS-software statistik paling
populer di dunia, AMOS sudah mulai populer digunakan baik oleh kalangan
peneliti, akademisi maupun para praktisi. Kelebihan software AMOS terutama
ada pada sifat software yang user friendly dan juga powerful, sehingga dapat
digunakan bagi para pemula di bidang SEM (Wijaya 2009).
Saat ini versi AMOS sudah mencapai AMOS 7 bahkan AMOS 16.
Namun demikian semua data dan output dapat diakses dengan program AMOS 4,
AMOS 5 maupun AMOS 6. Program AMOS 16 telah diperkenalkan lewat
internet dan akan dirilis secara bersamaan dengan rilis versi terbaru dari SPSS,
yakni SPSS 16. Dengan demikian ada lompatan versi AMOS dari 7 ke 16, yang
disebabkan adanya keinginan untuk menyamakan versi AMOS dengan versi SPSS
terbaru. Namun dari sisi kontent dan feature hampir tidak ada perubahan, kecuali
adanya kemampuan mixed modelling yang ada pada versi 16 (Santoso 2007).
29

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2009 dengan


tempat penelitian di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Khususnya pada kawasan
pelabuhan perikanan atau kawasan industri perikanan. Adapun kegiatan
penelitian meliputi:
1) Survei lokasi penelitian pada bulan April - Mei 2009 untuk merancang variabel
dan melakukan wawancara untuk mendapatkan data-data awal dari industri
perikanan yang ada di Kota Makassar.
2) Pengambilan data dari industri perikanan yang berkaitan dengan data-data
SEM yang dilakukan pada bulan Juni - November 2009 yang berlokasi di Kota
Makassar Sulawesi Selatan.

3.2 Tahapan Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran dari rencana penelitian ini, maka tahapan


penelitian akan difokuskan pada deskripsi existing condition industri perikanan
yang ada saat ini di Kota Makassar. Selanjutnya menganalisis tentang industri
perikanan, pengaruh internal dan eksternal industri serta sumberdaya alam dan
lingkungan terhadap lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah,
peranan pelabuhan perikanan yang ada di Kota Makassar sebagai basis
pengembangan industri perikanan dan daya saing industri perikanan.
Pengembangan model teoritis dilakukan dengan menggunakan analisis
SEM (Structural equation modelling) yaitu meliputi perancangan awal path
diagram, persamaan pengukuran (measurement model) dan persamaan stuktur
(structural model). Kemudian dilakukan uji kesesuaian, jika diterima maka akan
menghasilkan model industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan,
kemudian akan dilihat prioritas strategi pengembangan industri perikanan yang
akan menjadi perhatian untuk dikembangkan di Kota Makassar. Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.
30

Mulai

Survei Lapang, Studi Pustaka, Diskusi Pakar


Tentang Industri Perikanan

Pengembangan Konsep Model


Berdasarkan Teori dan Existing Condition

Kondisi Kondisi Kondisi


SD Alam & Lingk. Internal Industri Eksternal Industri

Kebijakan
Pemerintah

Analisis Kinerja Analisis Daya Analisis


Industri Perikanan Saing Industri Pelayanan Pelabuhan

KONDISI AWAL
ANALISIS SEM

Pengembangan TEORI
Konsep Model

Analisis SEM (Path Diagram,


Measurement Model, Structural Model)

Tidak
Uji Kesesuain

Ya
Model Industri Perikanan
Berbasis Pelabuhan Perikanan

Prioritas Strategi
Pengembangan Industri Perikanan

SELESAI

Gambar 3 Tahapan penelitian yang diawali penentuan kondisi awal


dan diikuti dengan analisis SEM
31

3.3 Jenis dan Jumlah Data yang Dibutuhkan

Pengambilan data dilakukan kepada responden yang ada kaitannya dengan


industri perikanan yang memiliki karakteristik industri penangkapan ikan, industri
pengolahan dan pemasaran serta pengambil kebijakan. Jenis data yang diperlukan
dan dikumpulkan untuk dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor (konstruk)
yang terkait dengan variabel yang diteliti pada industri perikanan yaitu: internal
industri, eksternal industri, sumberdaya alam dan lingkungan, lingkungan industri
perikanan, kinerja industri perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan pelabuhan
perikanan dan daya saing industri. Penetapan faktor (konstruk) tersebut melalui
kajian pustaka dinyatakan sebagai bentukan variabel dari masing-masing faktor
tersebut.
Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi
hasil analisis SEM (Structural Equation Modelling). Hair et al. (1998) yang diacu
dalam Ferdinan (2002) mengatakan bahwa ukuran sampel yang sesuai adalah
antara 100-200. Bila ukuran sampel menjadi terlalu besar, misalnya lebih dari
400, maka metode menjadi sangat sensitif sehingga sulit untuk mendapatkan
ukuran-ukuran Goodness of Fit Index yang baik.
Jumlah data yang diambil mengacu pada teknik Maximum Likelihood
Estimation (ML), maka jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penggunaan
analisis SEM berkisar antara 100 sampai 200 sampel. Ukuran sampel ini
ditetapkan dengan pertimbangan syarat keterwakilan aspek kajian dan kebutuhan
analisis, teknik pengambilan sampel adalah purposive, random sampling.
Berdasarkan teknik ini, kemudian ditetapkan 150 orang responden yang diperoleh
dari jumlah total responden yang dianggap mewakili setiap responden, sebesar
10% dari setiap kelompok. Rincian pengelompokan responden adalah:
1) Pengambil kebijakan sebanyak 16 orang, yaitu: (pejabat dalam lingkungan
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 5 orang,
pejabat dalam lingkungan Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota
Makassar sebanyak 5 orang, pengelola PPI Paotere sebanyak 2 orang (Kepala
PPI dan KTU), Polairud, kepala pasar ikan Rajawali, ketua HNSI cabang
Sulawesi Selatan dan ketua Ispikani cabang Sulawesi Selatan masing-masing 1
orang).
32

2) Pengusaha Perikanan sebanyak 19 orang, yaitu: (Pengusaha ekspor sebanyak 7


orang yang mewakili setiap jenis produksi, pengusaha lokal sebanyak 6 orang
dan pemilik modal (Juragan) sebanyak 6 orang dimana setiap orang mewakili
satu kecamatan yang wilayahnya berbatasan dengan pantai).
3) Pengusaha Pengumpul Ikan (Fish Carrier/Jolloro) sebanyak 20 orang, yaitu:
- Yang berdomisili di Makassar dengan jumlah sebanyak 97 orang dipilih
sebanyak 10 orang responden
- Yang berdomisili di luar Kota Makassar dalam Wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan dipilih sebanyak 3 orang responden
- Yang berdomisili di luar Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 2 orang
responden yaitu dari Provinsi Kalimantan Timur dan dari Provinsi Sulawesi
Tenggara, karena nelayan kedua provinsi tersebut banyak mendaratkan hasil
tangkapannya di pelabuhan perikanan yang ada di Kota Makassar
- Pengumpul ikan di darat sebanyak 57 orang, dipilih sebanyak 5 orang
responden
4) Nelayan berdasarkan kelompok alat tangkap yang digunakan sebanyak 105
orang yang diperoleh dari jumlah total responden yang mewakili setiap
kelompok alat tangkap minimal sebesar 10%, yaitu:
- Pukat Kantong (payang/lampara, dogol/ cantrang, pukat pantai dengan
jumlah 170 unit) dipilih sebanyak 20 orang responden
- Pukat cincin (Purse Seine, Gae) dengan jumlah 64 unit dipilih sebanyak 10
orang responden yaitu:
a) Berdasarkan waktu operasi penangkapan ikan sebanyak 4 orang
responden, masing-masing 2 orang responden waktu operasi pada siang
hari dan 2 orang responden waktu operasi pada malam hari
b) Berdasarkan daerah penangkapan ikan yaitu sebanyak 6 orang
responden, masing-masing 2 orang responden yang melakukan operasi
penangkapan ikan di wilayah perairan Kota Makassar, 2 orang
responden yang melakukan operasi penangkapan ikan di luar wilayah
perairan Kota Makassar dan 2 orang responden yang melakukan operasi
penangkapan ikan di luar wilayah perairan provinsi Sulawesi Selatan
- Jaring insang (jaring hanyut, jaring lingkar, jaring klitik, jaring tetap/lanra,
jaring tiga lapis/trammel net dengan jumlah 383) dipilih sebanyak 30 orang
sebagai responden
33

- Jaring angkat (bagan rambo, bagan perahu, bagan tancap, serok dengan
jumlah 29 unit) dipilih sebanyak 5 orang responden
- Pancing (rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, rawai dasar dengan jumlah
225 unit) dipilih sebanyak 15 orang responden
- Pancing lainnya (pancing tonda, pancing ulur, pancing tegak, pancing cumi-
cumi dengan jumlah 332 unit) dipilih sebanyak 15 orang responden
- Perangkap (sero, bubu, lainnya dengan jumlah 198 unit) dipilih sebanyak 10
orang responden

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Pengumpulan data primer


Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data yang terkait langsung
dengan penelitian. Pengumpulan data primer akan dilakukan dalam 2 jenis: yaitu
pengamatan langsung dan pengambilan data, konfirmasi dan pengecekan ulang
atas jawaban dari responden.

a) Pengamatan langsung
Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan yang akan diteliti secara
langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Setelah mendapat
persetujuan dari pemilik atau pengelola perusahaan yang menjadi obyek
penelitian, kemudian dilakukan pengamatan secara langsung.

b) Pengambilan data responden


Pengambilan data responden dilakukan dengan dua tahap yaitu penentuan
kelompok sampel dan wawancara kepada responden.
Penentuan kelompok sampel
Penetapan kelompok industri dilakukan berdasarkan kriteria berikut:
industri perikanan tangkap, industri perikanan pengolahan, industri perikanan
pemasaran meliputi: (nelayan, pengelola perusahaan, pedagang pengumpul dan
pengambil kebijakan). Untuk mendapatkan hasil yang proporsional dan
mendekati kebenaran dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive,
random sampling. Metode ini adalah cara pengambilan sampel dari masing-
masing kelompok industri perikanan yang dilakukan secara acak untuk mewakili
34

kelompoknya. Responden yang dipilih adalah yang mengetahui secara internal


dan eksternal kondisi industri perikanan dan mampu memberikan jawaban dan
konfirmasi tentang pertanyaan yang diajukan.

Wawancara responden
Metode ini dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan dan
langsung melakukan wawancara kepada responden yang terpilih sebagai sampel
penelitian. Data dan informasi yang diperoleh adalah hasil tatap muka dan
wawancara langsung dengan responden. Keberhasilan mendapatkan data dan
informasi tergantung pada situasi dimana wawancara dilaksanakan dan faktor
kemampuan dari si pewawancara. Jawaban pertanyaan dengan memilih angka
yang berskala 1-5 (Skala Likert), nilai tergantung dari banyaknya item yang
dipenuhi pada setiap pertanyaan yang diajukan kepada responden, dimana
semakin banyak item yang dipenuhi maka semakin baik nilainya. Nilai jawaban
menggunakan pernyataan yang kurang sampai sangat baik.

kurang sangat baik

1 2 3 4 5

3.4.2 Pengumpulan data sekunder

Metode pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari


beberapa catatan yang dipublikasikan atau yang tidak dipublikasikan. Data ini
diperoleh dari lingkungan obyek penelitian maupun di luar obyek penelitian atau
instansi pemerintah setempat yang terkait, seperti Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota Makassar,
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan dan Badan Pusat Statistik Kota
Makassar dan instansi lainnya yang terkait.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Pengolahan data awal


Pengolahan data awal merupakan pengolahan terhadap data-data dari
kondisi lokasi penelitian saat ini (existing condition) tentang keadaan industri
35

perikanan yang ada di Kota Makassar. Pengolahan data melalui kegiatan


pengelompokan data yang sejenis, tabulasi dan lain-lain.

3.5.2 Analisis persamaan struktural

Menurut (Hair et al. 1998) ada beberapa langkah dalam penggunaan SEM
dengan rincian sebagai berikut:

1) Pengembangan model berdasarkan teori dan existing condition


Prinsip di dalam SEM adalah menganalisis hubungan kausal antar variabel
eksogen dan endogen, hubungan kausal apabila terjadi perubahan nilai di dalam
suatu variabel akan menghasilkan perubahan dalam variabel lain.
Solimun (2002) yang diacu dalam Mustaruddin (2010) mengatakan bahwa
langkah awal SEM adalah pengembangan model teoritis yang dimaksudkan untuk
mendapatkan justifikasi terhadap konsep-konsep yang dikembangkan, sehingga
model akhir yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan dan mendapat
kebenaran secara ilmiah. Dalam kaitan ini, peneliti dalam mengembangkan teori
harus melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang
berkaitan, dan diskusi pakar menjadi hal penting untuk dilakukan guna
mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan. Dengan
demikian tanpa dilandasi teoritis yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan, hal
ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model
melainkan digunakan untuk mengkonfirmasi model melalui data empirik.
Berdasarkan telaah pendahuluan, beberapa komponen yang berinteraksi
dalam pengembangan industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan di Kota
Makassar, adalah internal industri, eksternal industri, sumberdaya alam dan
lingkungan, lingkungan industri perikanan, kinerja industri perikanan, kebijakan
pemerintah, pelayanan pelabuhan dan daya saing industri perikanan.
Analisis SEM dalam penelitian ini akan dikembangkan untuk melihat
terjadinya interaksi diantara komponen-komponen tersebut dan mengetahui
interaksi mana yang paling berperan dalam pengembangan industri perikanan
berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar. Gambaran interaksi diantara
komponen tersebut kemudian diilustrasikan dalam rancangan awal path diagram.
36

2) Penyusunan rancangan path diagram

Penyusunan rancangan path diagram merupakan kegiatan penggambaran


interaksi antar komponen yang dikembangkan secara teoritis dan kemudian
menjadi konstruk penelitian. Dalam penggambaran ini, konstruk/faktor/variabel
laten penelitian tersebut harus dilengkapi dengan dimensi/variabel manifes.
Setelah model teoritis diuraikan pada langkah pertama maka dikembangkan path
diagram. Model path diagram dalam kajian model pengembangan industri
perikanan berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan
disajikan pada Gambar 4.

KINERJA
INDUSTRI PRK
INTERNAL
INDUSTRI

DAYA SAING
LINGKUNGAN
INDUSTRI PRK
INDUSTRI PRK

EKSTERNAL
INDUSTRI PELAYANAN
PELABUHAN PRK

SDA &
LINGKUNGAN

KEBIJAKAN
PEMERINTAH

Gambar 4 Hubungan antar faktor pada rancangan path diagram

Komponen yang berupa konstruk/variabel laten pada diagram di atas dapat


dibedakan menjadi 2 kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk
endogen. Konstruk eksogen (independent variable) adalah variabel independen
yang mempengaruhi variabel dependen. Pada model SEM, variabel eksogen
ditunjukkan dengan adanya anak panah yang berasal dari variabel tersebut menuju
ke variabel endogen. Variabel endogen adalah variabel dependen yang
dipengaruhi oleh variabel independen (eksogen). Pada model SEM, variabel
eksogen ditunjukkan dengan adanya anak panah yang menuju pada variabel
tersebut.
37

Penelitian ini akan menguji ada tidaknya pengaruh-pengaruh diantara


kedelapan faktor yang telah ditentukan di atas. Adapun rincian definisi setiap
faktor disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Definisi dari masing-masing faktor

Faktor Definisi

Internal industri Kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai


tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasikan
kegiatan orang lain.
Eksternal industri Faktor di luar industri yang menjadi obyek utama
penelitian, yang mempengaruhi kinerja industri baik
langsung maupun tidak langsung.
Sumberdaya alam dan Keadaan sumberdaya alam biasanya dilihat dari
lingkungan ketersediaan sumberdaya ikan, keadaan daerah
penangkapan ikan serta energi pendukung.
Lingkungan industri Industri dan pemasok akan berada dalam suatu
perikanan lingkungan makro yang dapat menciptakan peluang
dan ancaman (Kotler 1997).
Kinerja industri Ukuran keberhasilan industri, biasanya dilihat dari
perikanan nilai keuangan, pemasaran, daya serap tenaga kerja
Kebijakan pemerintah Keputusan yang dikeluarkan pemerintah dalam upaya
memberikan pelayanan umum kepada pengguna jasa
di bidang perikanan.
Pelayanan pelabuhan Pengguna jasa pelabuhan yang berorientasi pada
perikanan efisiensi, transparansi dan memberikan dampak positif
bagi perkembangan usaha perikanan.
Daya saing Kemampuan suatu produk dalam memasuki pasar
untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan
kepuasan pelanggan.

Penjelasan dari 8 faktor tersebut yaitu: Internal Industri (II), Eksternal


Industri (EI), Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SAL), Lingkungan Industri
Perikanan (LIP), Kinerja Industri Perikanan, Kebijakan Pemerintah (KP),
Pelayanan Pelabuhan (PLP) dan Daya Saing Industri Perikanan (DIP) yang
digunakan sebanyak 33 variabel, dari masing-masing variabel diberi nilai.
Pemberian nilai variabel menggunakan skala Likert (skala 1 sampai 5).
38

3) Konversi diagram alir ke dalam persamaan

Setelah digambarkan dalam sebuah diagram pada langkah kedua, maka


langkah berikutnya dilakukan konversi kedalam rangkaian persamaan. Persamaan
yang dibangun ada dua macam:
a) Persamaan struktural
Persamaan ini menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai konstruk
sebagai berikut:
Faktor endogen = Faktor eksogen + Error
Persamaan strukturnya adalah sebagai berikut:
Y1 = β1 Y2 + β2 Y3 + β3 Y4 + β4 Y5 + δ1 .......................................... (1)
Dimana:
Y1 = Faktor endogen
Y 2 ,Y 3 ,Y 4 ,Y 5 = Faktor eksogen
β = Bobot regresi (regression weigth)
δ = Disturbance term (error)

b) Persamaan spesifikasi model pengukuran


Pada spesifikasi ini peneliti akan menentukan variabel mana mengukur
faktor (konstruk) serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukkan
korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau faktor. Persamaan untuk model
pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel 1 (X 1 ) = λ 1 Y 1 + ε 1 .................................................................
(2)
Variabel 1 (X 2 ) = λ 2 Y 2 + ε 2 ................................................................
(3)
Variabel 1 (X 3 ) = λ 3 Y 3 + ε 3 .................................................................
(4)
Dimana:
X 1 , X 2 , X 3 = Variabel yang disurvei
λ = Loading Factor
ε = Error

4) Pemilihan matrik input dan estimasi model


39

SEM hanya menggunakan matrik kovarians atau matrik korelasi sebagai


data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. SEM pada awalnya
sebagai alat analisis yang berbasis pada matrik kovarians. Matrik kovarians
digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang
valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda, hal ini tidak dapat
digunakan analisis korelasi. Menurut Kline et al. (2001) yang diacu dalam
Kusyanto (2006) menyarankan agar menggunakan matrik kovarians pada saat
pengujian teori, sebab kovarians lebih memenuhi asumsi metodologi dan
merupakan bentuk data yang lebih sesuai untuk memvalidasi hubungan kausalitas.

5) Antisipasi munculnya masalah identifikasi

Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model


kausal ini adalah terletak pada masalah ketidakmampuan dari model yang
dikembangkan untuk menghasilkan estimasi model yang baik. Gejala yang
muncul pada problem identifikasi adalah sebagai berikut:
1) Standar error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar
2) Program tidak menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan
3) Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif
4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat
(nilai lebih dari 0,9).
Langkah-langkah untuk menguji ada tidaknya problem identifikasi adalah
sebagai berikut:
1) Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan
menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila ternyata hasilnya adalah
model tidak konvergen pada titik yang sama setiap kali re-estimasi dilakukan.
2) Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien dari salah satu variabel
dicatat, berikutnya koefisien itu ditentukan sebagai sesuatu yang fix pada faktor
atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi ulang ini
overall fit indeknya berubah total dan berbeda sangat besar dari sebelumnya
diduga ada masalah pada identifikasi. Disarankan apabila setiap estimasi
muncul masalah pada identifikasi ini, maka model ini sebaiknya
dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk.
40

6) Evaluasi kriteria goodness of fit

Tahapan ini merupakan kegiatan mengevaluasi kesesuaian model yang


dibuat menggunakan berbagai kriteria Goodness of Fit Index. Secara garis besar
tahapan ini terdiri dari 3 kegiatan besar, yaitu; 1) evaluasi data (digunakan untuk
mengetahui apakah data telah memenuhi asumsi-asumsi SEM atau tidak yang
meliputi evaluasi ukuran sampel, normalitas, outliers, dan lain-lain), 2) uji
kesesuaian dan uji statistik dan 3) effect analysis.
Peneliti harus menggunakan indikator-indikator goodness of fit dalam menilai
fit suatu model, namun peneliti tidak boleh hanya menggunakan satu indeks atau
beberapa indeks saja untuk menilai suatu model fit, akan tetapi harus
mempertimbangkan seluruh indeks (Bentler 1990). Wijaya (2010) mengatakan
ada sebanyak 38 program makro untuk menampilkan statistik Goodness of Fit
dalam Amos, namun penggunaan indeks dalam suatu penelitian hanya bisa
digunakan beberapa saja, karena semakin banyak indeks yang digunakan akan
mempengaruhi nilai-nilai goodness of fit lainnya. Berikut disajikan beberapa
indeks sebagai kriteria goodness of fit (Ghozali dan Fuad 2005).
1) Chi-square (X2)
Tujuan pengujian Chi-square adalah untuk mengetahui apakah matriks
kovarians sampel berbeda secara signifikan dengan matriks kovarians
estimasi (Santoso 2007). Menurut Ghozali (2005), chi-square merupakan
ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai Chi-square diharapkan
kecil, apabila nilainya sebesar 0 (nol) menunjukkan bahwa model memiliki fit
yang sempurna (perfect fit), uji ini digunakan untuk mengukur overall fit atau
kesesuaian model yang dibangun dengan data yang tersedia. Semakin kecil
nilai chi-square, semakin baik model itu (karena dalam uji beda chi-square,
X 2 = 0, berarti benar-benar tidak ada perbedaan, H 0 , diterima).
2) Probabilitas signifikansi (significant probability)
Probabilitas digunakan untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar
sebagaimana ditunjukkan oleh nilai chi-square, sehingga nilai chi-square
yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data empiris yang
diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan
structural equation modelling. Nilai probabilitas adalah signifikan (p =
41

0.05). Apabila hasil analisis didapat lebih besar dari p = 0.05 maka model
dikatakan tidak fit.

3) RMSEA (root mean square error of approximation)


RMSEA merupakan indikator model fit yang paling informatif. Hipotesis
dapat diterima apabila hasil evaluasi menunjukkan angka RMSEA lebih kecil
atau sama dengan 0.08 adalah good fit, sedang RMSEA < 0.05 adalah close
fit (Joreskog dan Sorbon 2005).
4) CFI (comparative fit index)
CFI merupakan index yang menunjukkan tingkat fit-nya model yang
dibangun. Index ini pada dasarnya membandingkan angka NCP (non
centrality parameter) pada berbagai model. Nilai berkisar antara 0-1. Suatu
model dikatakan good fit apabila hasil analisis memiliki nilai CFI > 0.90,
sedang 0.80 < CFI < 0.90 adalah marginal fit (Wijanto 2008).
5) IFI (incremental fit index)
Nilai berkisar antara 0-1. Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih
besar atau sama dengan 0.90, sedang 0.80 < IFI < 0.90 adalah marginal fit
(Wijanto 2008)
6) GFI (goodness of fit indices)
GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan
observed matriks kovarians. Untuk menghasilkan model yang fit nilai GFI
antar 0 sampai 1. GFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < GFI < 0.90
adalah marginal fit (Wijanto 2008)
7) AGFI (adjusted goodness of fit index)
AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of
freedom pada suatu model (Ghozali 2005). Secara teoritis nilai AGFI
berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit) , dengan nilai lebih tinggi
adalah lebih baik. AGFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < AGFI < 0.90
adalah marginal fit (Wijanto 2008).
8) PGFI ( parsimony goodness of fit index)
42

Spesifikasi ulang dari GFI, dimana nilai lebih tinggi menunjukkan parsimoni
yang lebih besar. Ukuran ini digunakan untuk perbandingan model-model.
Nilai PGFI > 0.90 adalah good fit (Wijanto 2008).

Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas, maka
suatu model akan diuji melalui goodness of fit (Tabel 3).
Tabel 3 Goodness of fit statistics yang digunakan sebagai pedoman dalam menilai
fit-nya suatu model yang dianalisis

No. Goodness of fit index Cut-off value


1 Chi-square Diharapkan kecil
2 Probability > 0.05
3 RMSEA < 0.08
4 CFI > 0.90
5 IFI > 0.90
6 GFI > 0.90
7 AGFI > 0.90
8 PGFI > 0.90
Sumber: Wijanto (2008)

7) Modifikasi dan interpretasi model


Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model
cukup baik maka langkah berikutnya dalam SEM melakukan interpretasi dan
modifikasi yaitu:
a) Interpretasi
Penggunaan SEM bukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model
yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini
maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan
prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan.
Penggunaan standardized residual covariance matrik akan dihasilkan nilai
residual standar. Apabila interpretasi terhadap residual yang dihasilkan model
melalui pengamatan variabel mempunyai nilai residual standard lebih besar dari
besaran tertentu maka model dapat diterima sehingga tidak perlu dilakukan
modifikasi model.
b) Indeks modifikasi
43

Apabila model belum baik, perlu diadakan modifikasi dan di dalam


penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan
modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi
teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi. Revisi model melalui suatu modifikasi
dilakukan dengan cara melihat niali covariance modification indices yang didapat
dari hasil analisis SEM. Nilai modification indices (MI) pada covariance
menandakan akan turunnya nilai chi-square jika covariance dari indikator-
indikator tersebut dikorelasikan. Dimulai dengan nilai modification indices
tertinggi dengan menghubungkan covariance antar variabel yang dituju.
Selanjutnya langkah yang harus dilakukan adalah mengorelasikan variabel yang
mempunyai nilai MI yang lebih besar dari 4 (nilai MI > 4), sampai diperoleh
sebuah model yang dinilai benar-benar fit.

8) Perumusan strategi pengembangan industri perikanan

Berdasarkan dari delapan faktor (konstruk) yang dilihat, akan merumuskan


strategi pengembangan industri perikanan di Kota Makassar yang berbasis
Pelabuhan Perikanan. Dasar dari hasil rumusan tersebut dapat dilihat dari
hubungan mana yang signifikan atau tidak signifikan, berhubungan positif atau
negatif, kemudian hubungan yang signifikan akan menjadi perhatian dalam
mengembangkan industri perikanan di Kota Makassar.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penenlitian

4.1.1 Keadaan geografi, iklim dan penduduk kota makassar

Berdasarkan letak geografi, kota Makassar terletak antara 119o24’17’’ –


119o24’38’’ Bujur Timur dan 5o8’6’’ – 5o8’19’’ Lintang Selatan yang berbatasan
dengan Kabupaten Maros di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur,
Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Selat Makassar di sebelah barat. Luas
wilayah Kota Makassar tercatat 175.77 km persegi yang meliputi 14 kecamatan
dan 143 desa/kelurahan (Lampiran 1). Gambar 5 memperlihatkan peta
administrasi Kota Makassar yang merupakan lokasi penelitian.
Berdasarkan data pada Stasiun Meteorologi Maritim Paotere, suhu udara
minimum 23.6oC dan suhu udara maksimum 32.9oC dengan nilai rata-rata 27.6oC,
kelembaban udara antara 75%-91% dengan nilai rata-rata 81.5%, lama penyinaran
matahari antara 25.5%-87.5% dengan nilai rata-rata 61.02%. Curah hujan
perbulan antara 4-760.5 mm dengan nilai rata-rata 277.9 mm per bulan, dengan
jumlah hari hujan rata-rata 13.4 hari/bulan. Curah hujan tertinggi pada bulan
Februari (882 mm) dan terendah pada bulan Agustus (4 mm). Kecepatan angin
rata-rata 5.2 knot dan kecepatan angin maksimum 44 knot yang terjadi pada bulan
Februari (BPS Kota Makassar 2009). Kecepatan angin setiap bulannya
mempengaruhi tinggi gelombang di laut yang juga mempengaruhi aktivitas
penangkapan ikan oleh nelayan. Jika angin kencang maka nelayan tidak akan
melaut, karena kurang aman dalam operasi penangkapan ikan.
Penduduk Kota Makassar tahun 2009 tercatat sebanyak 1 271 870 jiwa
yang terdiri dari 628 614 laki-laki dan 643 256 perempuan, rasio jenis kelamin
sekitar 97 yang berarti setiap 100 penduduk wanita terdapat 97 laki-laki.
Penyebaran penduduk per kecamatan tidak merata, dimana konsentrasi penduduk
tertinggi terdapat di kecamatan Tamalate yaitu sebanyak 152 197 jiwa atau sekitar
12.14% dari total penduduk disusul kecamatan Rappocini sebanyak 142 98 jiwa
(11.40%), kecamatan Panakkukang sebanyak 134 621 jiwa (10.72%) dan
seterusnya dengan laju pertumbuhan penduduk 1.53% per tahun (BPS Kota
Makassar 2009).
1

Gambar 5 Peta administrasi Kota Makassar sebagai lokasi penelitian


Struktur penduduk di Kota Makassar tahun 2009 berdasarkan sebaran
penduduk setiap kelompok umur memperlihatkan bahwa jumlah penduduk
dewasa (>15 tahun) lebih banyak dibanding anak-anak (28% : 62%) yang berarti
struktur penduduk cendrung ke struktur penduduk dewasa di mana hal ini
disebabkan tingkat laju pertumbuhan yang rendah dan membaiknya kualitas hidup
masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk yang lanjut
usia. Struktur penduduk yang demikian berkorelasi dengan banyaknya pencari
kerja di Kota Makassar yang terus meningkat. Pada tahun 2008, pencari kerja
yang tercatat sebanyak 33 561 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 15 827
orang dan perempuan sebanyak 17 734 orang, dan yang tersalurkan sebanyak 28
326 orang yang terdiri dari laki-laki 12 724 orang dan perempuan 15 502 orang
(BPS Kota Makassar).

4.1.2 Keadaan umum perikanan Kota Makassar

a) Produksi perikanan

Berdasarkan laporan statistik perikanan Kota Makassar dalam periode lima


tahun terakhir (2005-2009), produksi perikanan Kota Makassar naik rata-rata
0.98% per tahun yaitu dari 16 347.67 ton pada tahun 2005 menjadi 16 540.70 ton
pada tahun 2009. Produksi perikanan di Kota Makassar selama ini didominasi
oleh produksi perikanan laut yaitu 15 972.00 ton atau sebesar 96.56% dari total
produksi perikanan. Produksi perikanan darat didominasi oleh budidaya tambak
dengan jumlah produksi sebesar 568.70 ton pada tahun 2009.
Berdasarkan data produksi perikanan di Kota Makassar, maka produksi
perikanan didominasi oleh ikan pelagis kecil antara lain ikan kembung, tembang,
layang, teri, tongkol. Namun demikian, beberapa jenis ikan ekonomis penting
lainnya seperti ikan tuna dan cakalang dibawa oleh nelayan dari Kendari.
Begitupula ikan demersal yang bernilai ekonomis penting antara lain ikan merah,
kerapu, lencam termasuk udang putih produksinya cukup tinggi. Dominannya
ikan-ikan pelagis kecil di dalam hasil tangkapan di daerah ini erat hubungannya
dengan alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan, dimana alat tangkap
seperti payang, pukat cincing (Purse Seine), jaring insang hanyut, bagan, adalah
merupakan alat tangkap yang bertujuan untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil.
Jumlah produksi perikanan menurut jenis alat tangkap yang digunakan di Kota
Makassar Tahun 2005-2009, selengkapnya pada Lampiran 2.

b) Rumah tangga/perusahaan perikanan

Jumlah rumah tangga perusahaan perikanan yang ada di Kota Makassar


sampai dengan tahun 2009 adalah sebanyak 29 unit perusahaan yang terdaftar
sebagai perusahaan perikanan yang melakukan kegiatan hasil perikanan baik
dijual dalam negeri maupun ekspor. Jenis produksi yang dihasilkan oleh
perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: frozen srimp, frozen cooked srimp,
frozen cephalopoda, frozen fish, dried flying fish roe, frozen tuna, fresh tuna,
fresh cephalopoda, fresh fish (fillet) dan frozen fish (fillet). Pada umumnya
perusahaan perikanan yang ada di Kota Makassar jenis produk yang dihasilkan
adalah ikan beku (frozen fish) (Lampiran 3).

c) Nelayan

Nelayan di Kota Makassar terdiri dari tiga kategori yaitu nelayan penuh
adalah orang yang memiliki pekerjaan tetap sebagai nelayan dan sebagai pemiliki
alat tangkap, nelayan sambilan utama adalah orang yang memiliki alat tangkap
tetapi bukan dia yang melakukan penangkapan ikan dan nelayan sambilan
tambahan adalah orang yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan tetapi bukan
pemiliki alat tangkap (DPK Provinsi Sul-Sel 2009). Berdasarkan data statistik
tahun 2009, bahwa di Kota Makassar terdapat 1 963 nelayan, dimana jumlah ini
dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami penurunan rata-rata sebesar
1.88%, yaitu sebanyak 2 120 orang pada tahun 2005 menjadi 1 963 orang pada
tahun 2009, namun ketiga kategori tersebut yakni nelayan penuh dan nelayan
sambilan utama mengalami penurunan masing-masing rata-rata sebesar 2.03%
dan 4.79%. Nelayan sambilan tambahan mengalami peningkatan sebesar rata-rata
sebesar 16.14% pertahun. Tahun 2009, jumlah nelayan terbanyak berdomisili di
kecamatan Ujung Tanah sebanyak 583 orang, menyusul kecamatan Tamalate
sebanyak 515 orang, kecamatan Tallo sebanyak 372, kecamatan Mariso sebanyak
231 orang, kecamatan Biringkanaya sebanyak 214 orang dan Tamalanrea
sebanyak 48 orang. Jumlah nelayan menurut kategori lima tahun terakhir
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah nelayan menurut kategori nelayan perikanan tangkap di Kota
Makassar tahun 2005-2009.

Kategori nelayan
Tahun Jumlah
Nelayan penuh Sambilan utama Sambilan tambahan
2005 1 305 624 191 2 120
2006 1 232 664 119 2 015
2007 1 230 639 120 1 989
2008 1 205 633 132 1 970
2009 1 201 501 261 1 963
Kenaikan
rata-rata (%) -2.03 -4.79 16.14 -1.88
2005-2009
Sumber: BPS Kota Makassar 2009

d) Perahu/kapal perikanan

Jumlah perahu/kapal perikanan pada tahun 2009 sebanyak 1 225 unit,


yang terdiri atas perahu tanpa motor sebanyak 493 unit (40.24%), motor tempel
sebanyak 461 unit (37.63%) dan kapal motor sebanyak 271 unit (22.12%).
Selama periode lima tahun terakhir (2005-2009) jumlah perahu/kapal perikanan
mengalami penurunan rata-rata 3.05% pertahun yaitu 1 388 unit pada tahun 2005
menjadi 1 225 unit pada tahun 2009. Jumlah perahu tanpa motor mengalami
penurunan yaitu sebesar 10.72%, sedangkan motor tempel dan kapal motor
mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2.49% dan 9.25% rata-rata per
tahun (Tabel 5).

Tabel 5 Jumlah perahu/kapal perikanan menurut kategori di Kota Makassar


tahun 2005-2009.

Kategori perahu/kapal
Tahun Jumlah
Tanpa motor Motor tempel Kapal motor
2005 778 418 192 1 388
2006 675 439 221 1 335
2007 603 441 259 1 303
2008 521 450 256 1 227
2009 493 461 271 1 225
Kenaikan -10.72 2.49 9.25 -3.05
rata-rata (%)
2005-2009
Sumber: BPS Kota Makassar 2009
Kapal motor yang digunakan oleh nelayan di Kota Makassar berukuran
paling besar 10-20 GT dengan komposisi ukuran 0-5 GT sebanyak 92 unit, 5-10
GT sebanyak 155 unit, -10-20 GT sebanyak 24 unit pada tahun 2009. Kapal
motor tersebut tersebar di enam kecamatan dari delapan kecamatan yang memiliki
garis pantai, yaitu kecamatan Biringkanaya sebanyak 7 unit, kecamatan Tamalate
sebanyak 64 unit, kecamatan Ujung Tanah sebanyak 119 unit, kecamatan Tallo
sebanyak 57 unit, kecamatan Tamalanrea sebanyak 8 unit dan kecamatan Mariso
sebanyak 16 unit (Tabel 6).

Tabel 6 Jumlah perahu/kapal perikanan menurut kecamatan dan berdasarkan


ukuran GT di Kota Makassar pada tahun 2009.

Kecamatan Tanpa Motor Kapal motor (GT) Jumlah


motor tempel 0-5 5-10 10-20
Biringkanaya 46 16 4 3 - 69
Tamalate 118 115 19 35 10 297
U. Pandang - - - - - -
Bontoala - - - - - -
Rappocini - - - - - -
Panakkukang - - - - - -
Wajo - - - - - -
Manggala - - - - - -
Ujung Tanah 126 203 31 76 12 448
Tallo 87 106 24 31 2 250
Makassar - - - - - -
Mamajang - - - - - -
Tamalanrea 39 9 6 2 - 56
Mariso 77 12 8 8 - 105
Jumlah 493 461 92 155 24 1 225
Sumber: BPS Kota Makassar 2009

4.2 Peran Pelabuhan Perikanan dalam Mendukung Pengembangan Industri


Perikanan di Kota Makassar

Pembangunan pelabuhan perikanan yang dilakukan oleh pemerintah


didasarkan pada program yang mempunyai prospek jangka panjang sebagai
konsekwensi logis dan realisasi dari segenap kebutuhan masyarakat nelayan.
Oleh sebab itu, secara prinsip pelabuhan perikanan merupakan public utility yang
kepentingannya menyangkut kepentingan orang banyak, disamping sebagai social
overhead capital untuk mendorong berkembangnya usaha perikanan baik
penangkapan, penanganan, pengolahan maupun pemasaran hasil-hasil perikanan.
Pelabuhan perikanan merupakan sebuah infrastruktur dalam pembangunan
ekonomi yang memiliki peranan penting sebagai penggerak roda perekonomian
suatu kawasan. Pembangunan pelabuhan perikanan merupakan salah satu
kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost industri perikanan.
Melalui pelabuhan perikanan, industri perikanan akan mendapat pelayanan dan
kemudahan untuk berusaha sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing,
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang
perikanan, selanjutnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Per.16/16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan yang menjelaskan tentang
fungsi-fungsi pelabuhan perikanan.
Kebijakan pemerintah Kota Makassar, selanjutnya dijabarkan ke dalam
suatu program dimana untuk program PPN Untia diarahkan sebagai pusat industri
perikanan dari hulu sampai hilir, serta sebagai pusat pembinaan nelayan.
Harapannya adalah keberadaan PPN Untia akan mampu menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi perikanan dimana industri dan jasa-jasa terkait dengan
usaha perikanan ada di kawasan pelabuhan perikanan tersebut.
Saat ini penyediaan prasarana berupa pelabuhan perikanan yang ada di
Kota Makassar berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paotere memiliki fungsi
strategis. Berdasarkan data pada tahun 2009 jumlah pengunjung yang datang di
PPI Paotere setiap harinya mencapai 900 sampai dengan 3 900 orang, yang terdiri
dari nelayan bakul sebanyak 200-500 orang, pengusaha perikanan sebanyak 50-
60 orang, nelayan penggarap sebanyak 460-1 000 orang dan pengunjung biasa
200-300 orang.

4.2.1 Peran pangkalan pendaratan ikan (PPI) Paotere

Pengadaan sarana PPI Paotere Makassar atas program bersama antara


Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Direktorat
Jenderal Perikanan melalui proyek pengembangan dan pembangunan prasarana
perikanan tahun anggaran 1991/1992, anggarannya bersumber dari bantuan luar
negeri (ADB) dan APBN. Pembangunan fisik dilaksanakan selama 11 bulan dari
bulan Januari 1991 sampai dengan bulan Maret 1992.
Tahun 2008, pemerintah pusat melalui Departemen Kelautan dan
Perikanan mengeluarkan program pengembangan sistem rantai dingin (Cold
Chain System) di berbagai daerah di Indonesia. Khusus di Sulawesi Selatan, PPI
Paotere mendapat kesempatan sebagai tempat pelaksanaan program tersebut.
Dengan tujuan sebagai berukut:
1) Untuk menekan tingkat kemunduran mutu ikan selama proses distribusi
berlangsung,
2) Meningkatkan mutu produk perikanan dan penyediaan bahan pangan
protein hewani yang bergizi dalam rangka peningkatan kualitas
sumberdaya manusia.
3) Meningkatkan mutu dan jaminan keamanan bahan pangan asal ikan, dalam
rangka perlindungan konsumen
4) Meningkatkan mutu dan nilai tambah yang memiliki daya saing di pasar
global
5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan
6) Meningkatkan ekspor/devisa negara.
PPI Paotere ditetapkan sebagai pelabuhan perikanan dengan klasifikasi
pelabuhan perikanan tipe D, berarti hanya mampu melayani kapal perikanan
dengan ukuran di bawah atau sama dengan 30 GT dan mampu menampung 20
buah kapal sekaligus serta melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan
pedalaman dan perairan kepulauan serta volume ikan yang di daratkan sekitar 10-
25 ton/hari, hal ini sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh Dirjen Perikanan
1998. Namun kenyataannya, jumlah kapal yang melakukan aktivitas pendaratan
ikan sebanyak 30 s/d 75 unit kapal perhari, dan bahkan ada beberapa kapal ikan
yang berukuran > 30 GT yang mendaratkan hasil tangkapannya seperti kapal ikan
dari Kalimantan dan Kendari. Produksi ikan yang di daratkan pada tahun 2009
yakni sebesar 7 737 924 kg, dengan produksi terbesar pada bulan Maret sebesar
950 233 kg dan terendah pada bulan Februari sebesar 304 471 kg, jadi volume
ikan yang di daratkan rata-rata 10 s/d 30 ton perhari, dengan demikian PPI Paotere
melebihi dari kapasitasnya sebagai pelabuhan perikanan tipe D. Oleh karena itu,
pemerintah Kota Makassar sedang membangun pelabuhan perikanan tipe B yakni
PPN Untia untuk melayani kapal ikan yang berukuran lebih besar dari 30 GT.

4.2.1.1 Fasilitas PPI Paotere

Fasilitas pelabuhan perikanan secara umum dibagi dalam tiga kelompok


yaitu: fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan. Adapun ketiga
kelompok fasilitas tersebut yang dimiliki oleh PPI Paotere yaitu:

a) Fasilitas pokok

Fasilitas pokok yaitu fasilitas dasar yang dimaksudkan untuk melindungi


kegiatan di pelabuhan terhadap gangguan alam seperti gelombang, arus, angin,
pengendapan lumpur atau pasir. Termasuk ke dalam fasilitas pokok adalah: dermaga,
alur pelayaran, pemecah gelombang (break water), tembok penahan tanah, kolam
pelabuhan jetty dan dolpin. Berikut penjelasan secara rinci setiap fasilitas tersebut.

- Luas lahan
PPI Paotere memiliki luas lahan kurang lebih sebesar 33 502 m2 atau 3.35 ha,
yang terdiri dari gedung tempat pelelangan ikan dengan luas sebesar 1 176 m2, luas
tempat pendaratan ikan berupa dermaga beton sebesar 586 m2, luas pelataran parkir
yang telah dibangun saat ini seluas 400 m2, luas kolam pelabuhan sebasar 29 300 m2
serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Kawasan PPI Paotere sudah tidak bisa lagi dikembangkan atau diperluas, karena
di sebalah Selatan adalah markas TNI Angkatan Laut dan sebelah Utara adalah Kantor
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) serta sebelah Barat adalah perumahan
penduduk dan ruko. Kawasan tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk dibangun
fasilitas-fasilitas tambahan lainnya seperti perkantoran untuk perusahaan-perusahaan
perikanan dan lain sebagainya.

- Dermaga
Fasilitas dermaga yang tersedia di PPI Paotere sepanjang 340 m, sebagai tempat
bersandarnya kapal untuk melakukan pendaratan hasil tangkapan serta mengisi
perbekalan untuk melaut. Pada awalnya bentuk dermaga di PPI Paotere berbentuk
dermaga memanjang, dimana muka dermaga adalah sejajar dengan garis pantai, namun
karena banyaknya kapal yang akan bertambat, maka dermaga ditambah keluar dengan
bentuk dermaga menyerupai jari (finger type warf) dermaga ini dibangun biasanya bila
garis kedalaman terbesar menjorok ke laut dan tidak teratur, hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Kramadibrata (1985).

- Kolam pelabuhan
Luas kolam pelabuhan perikanan yang tersedia di PPI Paotere sebesar 29 300
m2, dengan kedalaman antara -1 sampai dengan -7 m pada saat surut terendah.
Kapasitas fasilitas ini dipersiapkan untuk dapat mengakomodir kapal ikan berbobot
sampai dengan 50 GT.

- Penahan gelombang (break water)


Penahan gelombang atau pemecah gelombang merupakan pelindung utama bagi
pelabuhan buatan. Tujuan utama dari penahan gelombang adalah melindungi kawasan
pelabuhan baik kolam maupun daratan pelabuhan guna memperkecil gelombang laut,
sehingga kapal dapat berlabuh dengan tenang dan melakukan bongkar muat. Pada
dasarnya PPI Paotere tidak memiliki penahan gelombang, namun karena TNI AL
letaknya bersebelahan dan telah membangun penahan gelombang (break water),
sehingg PPI Paotere tidak perlu lagi membangun penahan gelombang.

- Rambu navigasi
Rambu navigasi bertujuan untuk memandu kapal ikan yang akan masuk atau
keluar pelabuhan perikanan terutama pada malam hari, letaknya pada ujung penahan
gelombang dipasang dua buah rambu navigasi berwarna hijau dan merah sebagai tanda
alur keluar masuk kapal perikanan.

b) Fasilitas fungsional

Fasilitas fungsional yaitu fasilitas yang langsung menunjang fungsi pelabuhan


dalam memberikan pelayanan yang menjadi kewajiban pelabuhan seperti: gedung
tempat pelelangan ikan, tempat penyimpanan ikan (cold storage), pabrik es, bengkel
dok, instalasi air bersih, instalasi bahan bakar, instalasi listrik, telekomunikasi, balai
pertemuan nelayan dan perkantoran. Berikut penjelasan secara rinci fasilitas fungsional
yang dimiliki PPI Paotere.
- Gedung tempat pelelangan ikan
Gedung tempat pelelangan ikan merupakan pusat kegiatan nelayan yang
merupakan tempat bertemunya nelayan sebagai produsen dan pedagang ikan sebagai
pembeli. Fasilitas ini dibangun dengan luas bangunan 1 176 m2, fasilitas ini
dimanfaatkan oleh nelayan, pedagang bakul, pedagangan ikan serta masyarakat umum
dengan jumlah rata-rata perhari berkisar antara 900-3 900 orang (Gambar 6).

Gambar 6 Suasana tempat pelelangan ikan di areal PPI Paotere

- Ruang pendingin (cold room)


Ruang pendingin (cold room) merupakan salah satu fasilitas fungsional yang
ada di PPI Paotere yang berfungsi untuk menampung produksi hasil tangkapan nelayan
yang tidak dapat dipasarkan sehingga mutu dan kualitas ikan dapat dipertahankan
dengan kapasitas 5 ton. Namun saat ini, kondisi gudang pendingin yang ada tidak dapat
berfungsi dengan baik, oleh karena itu nelayan menggunakan kotak (box) yang diisi
dengan es curah (cold box) yang telah disiapkan oleh pihak pengelola PPI Paotere atau
Dinas Perikanan dan Kelautan setempat, dengan jumlah sebanyak 99 unit dengan
kondisi baik.

- Pabrik es
Salah satu kebutuhan logistik nelayan yang dibutuhkan sebelum melaut adalah
es, untuk mempertahankan mutu dan kualitas ikan hasil tangkapannya. Kapasitas
produksi es balok di PPI Paotere saat ini hanya mencapai 400 balok perhari, namun
produksi ini hanya dapat memenuhi kebutuhan di dalam kawasan tempat pelelangan
ikan, sedangkan kebutuhan nelayan rata-rata 600-700 balok perhari, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, pihak pengelola mendatangkan es balok dari luar
kawasan PPI. Di PPI Paotere juga telah tersedia pabrik yang berfungsi untuk
menghancurkan es balok menjadi es curah, hal ini sangat membatu nelayan karena tidak
lagi mengancurkan es secara mekanik dan waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat
(Gambar 7).
(a) (b)

Gambar 7 (a) Pabrik es balok yang berada di areal PPI Paotere


(b) Mesin penghancur es yang berada di areal PPI Paotere

- Instalasi listrik
Instalasi listrik merupakan salah satu fasilitas fungsional pada suatu
pelabuhan perikanan, instalasi listrik yang ada di kawasan PPI Paotere dengan
kapasitas 10 000 watt, untuk saat ini kapasitas tersebut masih cukup karena cold
room tidak berfungsi dengan baik.

- Tangki bahan bakar minyak


Stasiun pengisian bahan bakar minyak berupa tangki BBM sebanyak dua unit,
masing-masing berkapasitas 5 000 liter. Pengelolaannya ditangani oleh koperasi
nelayan yang bekerjasa dengan pengelola PPI Paotere (Gambar 8).
Gambar 8 Fasilitas BBM berupa dua buah tangki berkapasitas
masing-masing 5 000 liter yang berada di areal PPI Paotere

c) Fasilitas tambahan
Fasilitas tambahan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
meningkatkan pelaksanaan fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan pada
kegiatan perikanan. Yang termasuk dalam fasilitas tambahan yaitu: lahan parkir,
wisma nelayan, kantin, rumah jaga. Berikut penjelasan setiap fasilitas tersebut.

- Lahan parkir
Lahan parkir yang dimiliki oleh PPI Paotere hanya seluas 400 m2,
kendaraan yang menggunakan jasa parkir yaitu mobil pengangkut ikan rata-rata
setiap hari dapat mencapai 10-50 unit, sedang sepeda motor rata-rata perhari dapat
mencapai 100-200 unit, dan sepeda rata-rata 200-450 unit perhari.

- Wisma nelayan
Wisma nelayan di PPI Paotere sebanyak satu unit dengan luas 400 m2,
yang diperuntukkan bagi nelayan yang berasal dari luar daerah untuk menginap.

- Kantin/kios
Kantin yang tersedia di PPI Paotere seluas 192 m2, diperuntukkan bagi
nelayan yang ingin makan atau pengunjung yang datang di kawasan pelabuhan
perikanan dan ingin menikmati ikan bakar.

- Rumah jaga

Rumah jaga yang di bangun di PPI Paotere sebagai tempat istirahat para
petugas pelabuhan perikanan yang dibangun dengan luas 15 m2.
4.2.1.2 Pengelolaan PPI Paotere

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I


Sulawesi Selatan, Nomor: 427/IV/1992, tentang Penyerahan Pengelolaan PPI
Paotere kepada Pemerintah Kota Makassar, maka Walikota Makassar menerbitkan
Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor: 820.3-52/92 tanggal 27 Juli 1992,
tentang Petugas Pengelola PPI Paotere. Petugas yang dimaksud adalah Dinas
Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota Makassar, yang telah mengangkat dan
menugaskan personilnya pada PPI Paotere. Selanjutnya kepala PPI Paotere dalam
menjalankan tugasnya berkoordinasi langsung dengan dinas tersebut.
Keadaan personil Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPI Paotere
sampai dengan tahun 2009 tercatat sebanyak 28 orang, yang terdiri dari 20 orang
sebagai pegawai tetap dan 8 orang sebagai tenaga sukarela. Dari 28 orang
tersebut 5 orang berijasah sarjana, 1 orang diploma tiga, 14 orang setingkat SMU
dan yang lainnya SMP.
Kegiatan usaha nelayan di PPI Paotere dibawah koordinasi langsung
Koperasi Insan Perikanan dan Kerukunan Nelayan Beringin Andalan, sehingga
nelayan didalam memenuhi kebutuhan melaut maupun kebutuhan rumah
tangganya dapat disuplai melalui koperasi nelayan yang ada.

a) Pembinaan organisasi nelayan

Pembinaan organisasi nelayan yang dilaksanakan pengelola PPI Paotere


dapat berjalan lancar berkat adanya kerjasama dengan instansi yang terkait serta
dukungan dari nelayan, sehingga program tersebut dapat terlaksana. Adapun
kegiatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Setiap bulan petugas PPI Paotere melaksanakan pertemuan dengan pengurus
Koperasi Insan Perikanan bersama dengan ketua-ketua kelompok nelayan
membahas tentang aktivitas perikanan.
- Setiap 3 bulan petugas PPI Paotere melakukan pertemuan dengan anggota
Koperasi Insan Perikanan dan Kerukunan Nelayan Beringin Andalan, guna
melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan usaha perikanan dan sekaligus
memberikan bimbingan dalam meningkatkan kegiatan usahanya.
- Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan taruna nelayan dalam
bidang juru mudi kapal, yakni denga mengikutkan dalam kegiatan
pelatihan/kursus yang diselenggarakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Sul-Sel dan kerjasama dengan kantor Syahbandar Makassar.
- Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengurus koperasi dalam
bidang perkoperasian, pada kegiatan pelatihan/kursus yang diselenggarakan
oleh Dinas Koperasi setempat.
- Pembinaan nelayan secara terpadu dengan instansi terkait yang dilakukan oleh
pengelola PPI Paotere, yaitu: 1) pembinaan penertiban perizinan kapal perikan
dan kegiatan penyuluhan tentang penempatan alat navigasi bekerjasama
dengan kantor Syahbandar Kota Makassar, 2) Pembinaan dalam rangka
keselamatan di laut, bekerjasama dengan kantor Meteorologi Wilayah IV Kota
Makassar, 3) Pembinaan tentang program kesehatan bekerjasama dengan Dinas
Kesehatan Kota Makassar dan 4) Pembinaan tentang keamanan di laut
bekerjasama dengan Tripika Kecamatan Ujung Tanah.

b) Pemasaran

Pemasaran ikan di PPI Paotere mengikuti waktu pendaratan ikan yaitu


dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dari jam 05.00-10.00 dan
pada siang hari dari jam 13.00-17.00 wita. Pada umumnya nelayan mendaratkan
hasil tangkapannya pada pagi hari, namun pada siang hari beberapa nelayan juga
mendaratkan hasil tangkapannya tetapi tidak seramai pada pagi hari. Hal ini
disebabkan karena pasar yang ada di Kota Makassar dan sekitarnya hanya ramai
pada pagi sampai siang hari.
Tujuan pemasaran ikan yang di daratkan di PPI Paotere umumnya di Kota
Makassar, serta daerah pemasaran di luar wilayah Kota Makassar. Disamping itu
ada beberapa jenis ikan yang didaratkan di PPI Paotere yang dipasarkan di luar
negeri atau diekspor seperti: cakalang, tuna, tenggiri, kakap, ekor kuning, kerapu
dan teri. Namun sistem pendaratannya telah dilakukan kerjasama antara nelayan,
pengelola PPI dan pengusaha perikanan dan tidak dilakukan lagi sistem lelang.
Sistem pemasaran yang dilakukan oleh nelayan di PPI Paotere belum
menganut sistem lelang secara langsung, karena ikan hasil tangkapan nelayan
yang didaratkan di PPI dibeli oleh koperasi, kemudian pihak koperasi menjual
atau melelang kepada pedagang bakul atau pengusaha perikanan. Namun nelayan
tidak menanggung resiko, jika ikan tidak dipasarkan semua, tetapi harga ikan
yang diterima nelayan adalah harga penjualan bersih setelah dikurangi biaya
kebutuhan melaut seperti BBM dan retribusi sebesar 2.5%.

c) Jasa dan retribusi

Pungutan jasa dan retribusi yang dilaksanakan di PPI Paotere belum


sepenuhnya terlaksana sesuai dengan Perda Nomor: 7 Tahun1993. Hal ini
disebabkan karena di kawasan PPI Paotere belum sepenuhnya tersedia fasilitas
yang seharusnya ada di suatu pelabuhan perikanan, Namun demikian, hanya ada
beberapa fasilitas yang dapat menghasilkan jasa retribusi, yaitu: retribusi lelang,
jasa tambat/labuh, jasa bangunan, jasa pas masuk kendaraan dan jasa kios.

d) Kebutuhan logistik

Pengelola PPI Paotere menyediakan kebutuhan logistik bagi nelayan,


pengadaannya dilaksanakan oleh Koperasi Nelayan Insan Perikanan demi untuk
kelancaran aktivitas nelayan dalam usaha penangkapan ikan. Koperasi ini juga
menyediakan pinjaman modal kerja dengan bunga sebesar 2.5% perbulan.
Adapun jenis usaha Koperasi Insan Perikanan di PPI Paotere yang
dilakukan dalam membantu kegiatan usaha anggotanya, yaitu: usaha simpan
pinjam, penyaluran bahan bakar minyak, pertokoan atau kios, penjualan es balok,
penyewaan box penyimpanan ikan, pemungutan jasa tambat/labuh dan
pemungutan jasa pelataran lelang.

4.2.2 Peran PPN Untia Makassar

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Untia yang sementara dibangun


terletak di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.
Berdasarkan letak geografi, Kelurahan Untia terletak antara 119024’17’’ –
119024’38’’ Bujur Timur dan 508’6’’ – 508’19’’ Lintang Selatan yang berbatasan
dengan Kecamatan Tamalanrea di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah
timur, Kabupaten Maros di sebelah selatan dan Selat Makassar di sebelah barat.
PPN Untia Makassar diharapkan mampu mendukung pengembangan
industri perikanan di Kota Makassar pada khususnya serta Provinsi Sulawesi
Selatan sampai pada Kawasan Timur Indonesia pada umumnya (Danial 2003).
Peran penting PPN Untia Makassar antara lain diharapkan sebagai sarana tambat
labuh dan bongkar muat kapal-kapal perikanan, sentra pembinaan kepada nelayan
serta sebagai pusat pengembangan usaha pendukung baik hulu maupun hilir.
Diharapkan memberikan dampak ganda (multiplier effect), keberadaan PPN Untia
Makassar diharapkan akan memberikan stimulasi tumbuhnya perekonomian lokal
(regional) yang secara langsung telah memberikan dampak bagi peningkatan
pendapatan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, PPN Untia Makassar perlu
diselesaikan pembangunannya, agar dapat berperan secara optimal bagi
pengembangan industri perikanan secara umum.
Penyediaan prasarana berupa PPN Untia Kota Makassar diharapkan
mampu memberikan dukungan pengembangan industri perikanan di masa
mendatang terutama dalam menghadapi era globalisasi, sehingga jenis dan
kapasitas fasilitas yang akan dibangun di kawasan PPN dipersiapkan sesuai
dengan kebutuhan pengembangan industri perikanan. Pemerintah selain
menyediakan fasilitas juga diharapkan mempersiapkan organisasi pengelola yang
profesional agar mampu melayani segenap kegiatan industri perikanan.
Kebijakan pemerintah akan dijabarkan ke dalam suatu program, dimana
program suatu pelabuhan perikanan diarahkan sebagai pusat pembinaan nelayan.
Dengan harapan keberadaan PPN Untia Makassar akan mampu menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi perikanan, dimana pelaku industri dan jasa-jasa lainnya
yang terkait dengan pengembangan industri perikanan berada dalam kawasan
pelabuhan perikanan.
Implementasi kebijakan dan program pemerintah di atas, pengelola
pelabuhan perikanan harus mampu: 1) Memberikan pelayanan prima bagi
pengguna jasa PPN antara lain memberikan pelayanan yang cepat dan tepat waktu
serta sesuai kebutuhan pelanggan, 2) Menciptakan PPN Untia Makassar yang
bersih dan sehat sesuai program pemerintah setempat “go green”, 3) Memberikan
kesempatan yang sama kepada pengguna jasa PPN didalam memperoleh fasilitas
dan 4) Melakukan pengendalian terhadap segenap kegiatan di dalam kawasan
PPN Untia Makassar.
PPN Untia Makassar ditetapkan sebagai pelabuhan perikanan dengan
klasifikasi pelabuhan tipe B atau kelas 2, yang berarti harus mampu melayani
kapal ikan yang beroperasi di perairan ZEEI dan perairan laut teritorial.
Disamping itu harus melayani kapal perikanan di atas 50-100 GT dan mampu
menampung di atas 75 buah kapal sekaligus serta dapat menampung jumlah ikan
yang didaratkan sebesar 80-100 ton/hari (Elfandi 2000). Mengingat komoditi
perikanan cepat sekali mengalamai kemunduran mutu, harus disediakan fasilitas
pembinaan mutu serta gudang pendingin yang berupa coldstorage, tempat
pelayanan ikan serta penyediaan sarana pemasaran baik domestik maupun ekspor.

4.2.2.1 Fasilitas PPN Untia Makassar

PPN Untia Makassar akan dibangun berbagai sarana atau fasilitas


pelabuhan perikanan antara lain dermaga untuk mendaratkan ikan, tempat
pelelangan ikan, coldstorage, fasilitas industri pengolahan ikan berupa kawasan
industri perikanan, pabrik es, serta berbagai fasilitas pendukung kegiatan
perikanan.
Fasilitas pelabuhan perikanan PPN Untia Makassar terbagi kedalam tiga
kelompok yaitu:

a) Fasilitas pokok
Fasilitas pokok yaitu fasilitas dasar yang dimaksudkan untuk melindungi
kegiatan di pelabuhan terhadap gangguan alam seperti gelombang, arus, angin,
pengendapan lumpur atau pasir. Termasuk ke dalam fasilitas pokok adalah: dermaga,
alur pelayaran, pemecah gelombang (break water), tembok penahan tanah, kolam
pelabuhan, rambu navigasi, turap (revetment), jetty dan jalan kompleks. Berikut
penjelasan secara rinci setiap fasilitas tersebut.

- Luas lahan
PPN Untia memiliki luas lahan kurang lebih sebesar 38 ha dan apabila
dilakukan penimbunan, maka luas lahan bisa mencapai 50 ha. Hal ini sesuai dengan
standar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006
tentang Pelabuhan Perikanan Nusantara (tipe D/kelas IV) dengan luas lahan yaitu
30 sampai dengan 50 ha.
- Dermaga
Fasilitas dermaga yang akan dibangun di PPN Untia sepanjang 1 200 m-1 300 m,
kebutuhan dermaga untuk persiapan operasi penangkapan ikan, bongkar muat hasil
tangkapan. Bentuk dermaga di PPN Untia berbentuk dermaga memanjang, dimana
muka dermaga adalah sejajar dengan garis pantai, namun karena faktor kedalaman
perairan yang tidak merata, maka dermaga ditambah keluar dengan bentuk dermaga
menyerupai jari (finger type warf) dermaga ini dibangun biasanya bila garis kedalaman
terbesar menjorok ke laut dan tidak teratur, hal ini sesuai dengan yang dikemukanan
oleh Kramadibrata (1985).

- Kolam pelabuhan
Luas kolam pelabuhan perikanan yang tersedia di PPN Untia sebesar 6.6 ha,
dengan kedalaman antara -1 sampai dengan -3.5 m pada saat surut terendah, untuk
mendapatkan kedalaman yang ideal perlu dilakukan pengerukan kolam pelabuhan agar
kedalaman bisa lebih besar dari 3 m, berdasarkan standar Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor: PFR.16/MEN/2006. Kolam pelabuhan berfungsi untuk
berlabuh (bongkar muat) kapal ikan, selain itu juga berfungsi sebagai tempat
berputarnya kapal ikan (turning basin).

- Penahan gelombang (break water)


Penahan gelombang atau pemecah gelombang merupakan pelindung utama bagi
pelabuhan buatan. Tujuan utama dari penahan gelombang adalah melindungi kawasan
pelabuhan baik kolam maupun daratan pelabuhan guna memperkecil gelombang laut,
sehingga kapal dapat berlabuh dengan tenang dan melakukan bongkar muat.

- Rambu navigasi
Rambu navigasi bertujuan untuk memandu kapal ikan yang akan masuk atau
keluar pelabuhan perikanan terutama pada malam hari, letaknya pada ujung penahan
gelombang dipasang dua buah rambu navigasi berwarna hijau dan merah sebagai tanda
alur keluar masuk kapal perikanan.

b) Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang langsung menunjang fungsi
pelabuhan dalam memberikan pelayanan yang menjadi kewajiban pelabuhan seperti:
gedung tempat pelelangan ikan dengan ukuran 6 052 m2, pabrik es berkapasitas 100
ton/hari, tempat penyimpanan ikan (cold storage, cool room) 1 unit, bengkel dok
(slipway) sebesar 200 m2, instalasi air bersih 1 unit, bangunan SPBU dan tangki 1
unit, instalasi listri 1 unit, balai pertemuan nelayan seluas 200 m2, genset dan instalasi
berkapasitas 150 KVA, lapangan parkir seluas 1 000 m2, gudang pengepakan ikan seluas
200 m2, tempat jemur jaring seluas 5 000 m2, areal docking sebesar 3 000 m2 dan
perkantoran sebesar 200 m2.

c) Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang, yaitu fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan
pelaksanaan fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan kepada kegiatan
perikanan. Yang termasuk dalam fasilitas tambahan yaitu: rumah dinas kepala
pelabuhan seluas 120 m2, rumah syahbandar seluas 100 m2, mess operator seluas 200 m2,
waserba seluas 200 m2, mushollah seluas 120 m2, rumah staf seluas 7 x 70 m2, kantin
seluas 150 m2, bangunan bank seluas 100 m2, bangunan kantor pos seluas 100 m2, kios
bahan alat perikanan, poliklinik dan speed boat sebanyak 1 unit.

4.2.2.2 Pengelolaan PPN Untia Makassar

Pengelolaan pelabuhan perikanan dikoordinasikan oleh Unit Pelaksana


Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai instansi
pemerintah yang melakukan tugas-tugas pemerintahan. Sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya di dalam pelabuhan perikanan berkoordinasi dengan
berbagai instansi yang terkait dalam pengelolaan pelabuhan perikanan. Oleh
karena itu, di dalam PPN Untia diharapkan terdapat berbagai instansi yakni;
UPTD PPN Untia, Perusahaan umum prasarana perikanan nusantara, Dinas
Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota Makassar, klinik kesehatan pelabuhan
Kementrian Kesehatan, Syahbandar Kementrian Perhubungan, Imigrasi, Bea dan
Cukai, Karantina Ikan dan Polairud.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi
didalam melayani masyarakat perikanan dalam kawasan pelabuhan perikanan,
maka diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.07/MEN/2005 tentang organisasi dan tata kerja Kementrian Kelautan dan
Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.13/MEN/2006. Secara rinci tugas pokok dan fungsi dari
masing-masing instansi adalah sebagai berikut:

a) Unit pelaksana teknis daerah PPN Untia Makassar

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor


PER.02/MEN/2006 tentang organisasi dan tata kerja pelabuhan perikanan,
menetapkan bahwa pelabuhan perikanan sekelas Pelabuhan Perikanan Nusantara
Untia Makassar adalah unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perikanan di
bidang prasarana pelabuhan perikanan yang berada di bawah dan tanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Perikanan yang melaksanankan tugas-tugas
pemerintahan di dalam PPN Untia Makassar. Struktur organisasi PPN Untia
Makassar, selengkapnya pada Gambar 9.
PPN Untia Makassar mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
pelabuhan perikanan, pengawasan dalam melakukan penangkapan ikan dan
pelayanan teknis kapal perikanan. Dalam melaksanankan tugas tersebut PPN
Untia Makassar menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: 1) Perencanaan
pengendalian pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan serta
koordinasi pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan, 2) Pelayanan teknis kapal
perikanan dan kesyahbandaran pelabuhan, 3) Koordinasi pelaksanaan urusan
keamanan, ketertiban dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan,
4) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan, 5)
Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi,
distribusi dan pemasaran hasil perikanan, 6) Pelaksanaan pengawasan
penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran dan mutu hasil perikanan, 7)
Pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data dan statistik
perikanan, 8) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil
riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya, 9)
Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wilayah bahari dan 10) Pelaksanaan
urusan tata usaha dan rumah tangga.
KEPALA

BAGIAN
TATA USAHA

SUB BAGIAN SUB BAGIAN


KEUANGAN UMUM

BIDANG BIDANG TATA


PENGEMBANGAN OPERASIONAL

SEKSI SEKSI
SARANA KESYAHBANDARAN
PERIKANAN

SEKSI SEKSI
TATA PEMASARAN
PELAYANAN DAN INFORMASI

KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL

Gambar 9 Struktur organisasi unit pelaksana teknis daerah (UPTD)


PPN Untia Makassar

b) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan berkepentingan


dalam kegiatan pengelolaan PPN Untia Makassar. Sesuai dengan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2006 tentang Organisasi
dan tata Kerja Pelabuhan Perikanan sebagai pelaksana teknis daerah pelabuhan
perikanan dengan instansi terkait dalam pengelolaan pelabuhan perikanan
dinyatakan bahwa dinas perikanan mempunyai wewenang dan tanggung jawab
pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah di
Bidang Perikanan dan Kelautan. Mengingat keberadaan PPN Untia Makassar di
Wilayah Kota Makassar, maka dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi
Selatan bersama dengan dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Kota Makassar,
berkepentingan dalam tugas-tugas pengumpulan data baik jumlah ikan,
pengolahan, kegiatan pemasaran maupun kegiatan perikanan lainnya yang ada
dalam kawasan PPN Untia Makassar.
c) Kantor syahbandar

Kantor syahbandar sebagai perwakilan dari departemen perhubungan


mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan yang
berkaitan dengan keselamatan berlayar bagi kapal-kapal perikanan.

d) Kantor kesehatan

Kantor kesehatan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan


penanganan dan pengawasan kesehatan di lingkungan pelabuhan perikanan seperti
pemberian vaksinasi, pengobatan, pemeriksaan bagi nelayan atau yang lainnya
yang meninggal/kecelakaan di kapal perikanan, menanggulangi/mencegah
berjangkitnya penyakit menular.

e) Kantor imigrasi

Kantor imigrasi mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan


pengawasan terhadap anak buah kapal (ABK) asing yang keluar/masuk wilayah
Republik Indonesia.

f) Kantor bea dan cukai

Kantor Bea dan Cukai mempunyai wewenang dan tanggung jawab


melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal perikanan
dari/menuju pulau-pulau lain bahkan dari/ke luar negeri yang berkaitan dengan
pabean.

g) Karantina ikan

Karantina ikan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan


pemeriksaan ikan baik antar pulau/wilayah maupun antar negara yang melakukan
pengangkutan/transportasi ikan melalui pelabuhan perikanan.

h) Polri (Polairud)

Polri (Polairud) mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam


melaksanakan penanganan, penyidikan dan penanggulangan kasus-kasus
kejahatan umum atau kriminal di lingkungan pelabuhan perikanan atau di sekitar
wilayah perairan laut.
4.2.2.3 Industri perikanan
Salah satu program Kementrian Kelautan dan Perikanan adalah
pembangunan dan perbaikan mutu industri perikanan. Program ini cukup
beralasan karena sebutan negara maritim yang memiliki kekayaan alam berupa
ikan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku industri sekitar 6.7 juta ton
pertahun. Secara faktual sektor perikanan masih sekitar 2% hasilnya yang
diekspor dan mampu mempekerjakan lebih dari 2.7 juta jiwa, tetapi kemiskinan di
wilayah pesisir masih menjadi ciri khas sektor perikanan (Nikijuluw 2002).
Berbagai kebijakan dan upaya pemerintah telah dilaksanakan untuk
memajukan industri perikanan, salah satunya adalah kebijakan pemerintah dalam
menyediakan sarana dan prasarana berupa pembangunan PPN Untia Makassar.
Selanjutnya pemerintah diharapkan dapat mengelola pelabuhan perikanan, serta
perangkat lunak berupa ketentuan yang mengatur pemanfaatan lahan pelabuhan
perikanan dalam mendorong tumbuh kembangnya industri perikanan.
Diharapkan dengan dibangunnya PPN Untia Makassar akan menarik
investor di bidang industri perikanan untuk melakukan kegiatan perikanan,
khususnya investor yang telah malakukan aktivitas industri perikanan di PT.
Kawasan Industri Makassar (PT. KIMA) agar membuka cabang di kawasan
tersebut, sehingga kawasan PPN Untia menjadi sebuah kawasan industri
perikanan yang lengkap dan modern.

a) Industri penangkapan

Kapal motor yang digunakan oleh nelayan di Kota Makassar berukuran


paling besar 10-20 GT dengan komposisi ukuran 0-5 GT sebanyak 92 unit, 5-10
GT sebanyak 155 unit, dan 10-20 GT sebanyak 24 unit pada tahun 2009. Dengan
dibangunnya PPN Untia Makassar, diharapkan kapal perikanan yang berkapasitas
besar dapat melakukan bongkar muat ikan hasil tangkapan dari berbagai daerah di
Sulawesi Selatan bahkan dari provinsi lain, seperti kapal-kapal perikanan dari
provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara, saat ini banyak melakukan
bongkar muat barang hasil tangkapan karena menganggap bahwa Kota Makassar
merupakan tempat pemasaran ikan yang cukup baik, meskipun harus antri sampai
berjam-jam atau melakukan bongkar muat barang di luar kolam pelabuhan.
b) Industri prosessing

Sampai dengan tahun 2009 tercatat sebanyak 40 perusahaan perikanan


yang terdaftar pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan,
yakni industri perikanan dengan berbagai skala usaha yang melakukan kegiatan di
bidang perikanan di Sulawesi Selatan. Ada sebanyak 29 industri perikanan
bidang penanganan dan pengolahan hasil perikanan melakukan kegiatan di Kota
Makassar yang terdiri dari 18 perusahaan berada dalam PT. Kawasan Industri
Makassar (PT. KIMA) atau sebesar 72.5% dan 11 perusahaan berada di luar
kawasan industri (Lampiran 3). Jenis produk olahan yang dihasilkan dari industri
pengolahan ada berbagai jenis yang dipasarkan lokal maupun ekspor, khusus
bentuk utuh (bulk fish) di ekspor ke Jepang. Bahan baku diperoleh dari industri
penangkapan ikan, membeli ikan dari berbagai pulau atau daerah yang diangkut
baik melalui transportasi darat maupun melalui transportasi laut. Disamping
dijual dalam bentuk olahan, jenis ikan tuna dalam bentuk loin yang di ekspor ke
Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.

c) Pemasaran

Pemasaran produk perikanan yang didaratkan melalui pelabuhan


perikanan yang ada di Makassar terbagi dalam 3 bentuk yaitu pertama dipasarkan
dalam bentuk utuh (bulk fish). Jenis ikan tuna yang dijual utuh terutama tujuan
Jepang karena selain masih akan dipasarkan kembali di pasar setempat, juga
permintaan ikan utuh dimaksudkan akan dikonsumsi dalam bentuk segar
khususnya di Jepang terkenal dengan nama sashimi. Untuk jenis ikan selain tuna
(tenggiri, kembung, cucut, teri, bawal, dll) tetap dijual utuh, akan tetapi terbatas
pada pasar lokal dan sebagai pasokan bahan baku industri prosessing. Sedangkan
bentuk ke dua adalah bentuk loin (potongan dalam ukuran tertentu) yang
dipasarkan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. Jenis ikan yang dijual dalam
bentuk lion pada umumnya jenis ikan tuna. Bentuk ketiga adalah dalam bentuk
olahan (product development) atau kalengan. Bentuk olahan ini sebagian dijual
lokal dan sebagian lagi diekspor.
4.3 Hasil Analisis SEM

4.3.1 Kajian teoritis model

Kajian ini akan menjelaskan semua konstruk (faktor) yang menjadi acuan
teoritis dalam penelitian ini, yaitu meliputi internal industri, eksternal industri,
sumberdaya alam dan lingkungan, lingkungan industri perikanan, kinerja industri
perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan pelabuhan perikanan dan daya saing
industri perikanan.
Menurut Wahyuni (2002), faktor internal industri memegang peranan
penting dan merupakan faktor dominan terhadap keberhasilan kinerja industri
seperti: sumberdaya manusia yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan,
usia, pengetahuan, pengalaman), teknologi yang digunakan dan modal usaha dari
perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Porter (1990), mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi industri yang dapat dibagi menjadi 3 penentu
keberhasilan industri yaitu: (1) Lingkungan internal industri yakni menggali
informasi tentang LII (Life Internal Industry) yaitu mengenai potensi SDM yang
dimiliki, (2) teknologi yang digunakan industri dan (3) keuangan serta asset yang
dimiliki industri. Maka dalam penelitian ini ditentukan bahwa internal industri
mempunyai interaksi dengan kemampuan SDM industri perikanan, inovasi
penggunaan teknologi industri dan kemampuan keuangan dan asset perusahaan.
Menurut Putro (2002), faktor eksternal industri harus disediakan oleh
pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada industri, khususnya ketersediaan
infrastruktur berupa pelabuhan perikanan, transportasi dan pemasaran. Sedangkan
menurut Madecor Group (2002), eksternal industri harus ditunjang oleh
perkembangan teknologi industri, ketersediaan jasa pelatihan, ketersediaan
infrastruktur dan ketersediaan modal sebagai industri pemasok. Pada penelitian
ditentukan bahwa ekternal industri mempunyai interaksi dengan perkembangan
teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan, ketersediaan infrastruktur dan
kondisi industri pemasok.
Gardjito (1996), mengatakan bahwa sumberdaya alam sangat didukung
oleh ketersediaan bahan baku, kemampuan manusia untuk memanfaatkan,
keaadaan lingkungan dan energi pendukung. Menurut Dahuri (2002),
sumberdaya alam laut harus didukung oleh ketersediaan bahan baku berupa ikan,
kondisi laut yang menunjang serta adanya energi pendukung. Maka dalam
penelitian ini ditentukan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai
interaksi dengan sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan, lingkungan dan
kondisi perairan dan energi pendukung.
Lingkungan industri perikanan akan dipengaruhi oleh internal industri,
eksternal industri dan kebijakan program pemerintah berupa program jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang (Putro 2002). Pada penelitian ini
ditentukan bahwa lingkungan industri perikanan mempunyai interaksi dengan
program jangka pendek dan program jangka panjang. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan nomor 12 tahun 2001,
mengeluarkan kebijakan tentang pengaturan pemanfaatan prasarana industri
perikanan, kebijakan pembangunan pelabuhan perikanan dan membentuk badan
usaha milik negara. Dalam penelitian ini ditentukan bahwa kebijakan pemerintah
mempunyai interaksi dengan pembangunan pelabuhan perikanan, pembentukan
BUMN dan pengaturan pemanfaatan tanah industri.
Kotler (1997), mengatakan bahwa kinerja industri perikanan antara lain
diukur dari keberhasilan tingkat kinerja keuangan, sebagai variabel keberhasilan
kinerja keuangan diukur oleh: tingkat laba (rugi) perusahaan, tingkat
pengembalian investasi, dan tingkat pengembalian yang wajar serta
perkembangan dari industri perikanan. Sedangkan menurut Wahyuni (2002),
mengatakan bahwa variabel kinerja industri perikanan adalah pemasaran,
informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang mutu produk, dan
harga produk, volume penjualan, pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan
pelanggan. Selain itu, diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi usaha
dan diversivikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan pamasaran.
Namun demikian kinerja industri juga harus diukur dengan tingkat penyerapan
tenaga kerja dan produktivitas kerja. Maka dalam penelitian ini ditentukan bahwa
kinerja industri perikanan mempunyai interaksi dengan laba (rugi) perusahaan,
volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan
harga bersaing, mutu produk, tingkat penyerapan tenaga kerja dan jaringan
pemasaran luas.
Menurut Murdiyanto (2004), pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola
pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
kesederhanaan, mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara
rinci memuat ketentuan sebagai berikut: tatacara pelayanan mudah diikuti, jenis
persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna, unit kerja dan pejabat yang
memberikan pelayanan, jenis dan rincian biaya serta tata cara pembayaran, jangka
waktu penyelesaian pelayanan, hak dan kewajiban kedua belah pihak baik
pemberi maupun penerima pelayanan sesuai bukti pemrosesan, keamanan,
keterbukaan, ketepatan waktu, efektif, ekonomis dan adil. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per. 16/MEN/2006, mengatakan
bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan
dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Maka dalam
penelitian ini ditentukan bahwa pelayanan pelabuhan perikanan mempunyai
interaksi dengan pelayanan kegiatan produksi melalui tambat labuh, pelayanan
industri prosessing, pelayanan kegiatan pemasaran dan pelayanan logistik kapal.
Menurut Kotler (1997), daya saing industri akan menghadapi kekuatan
baru yaitu perubahan teknologi, seperti perkembangan teknologi informasi dan
kecepatan komunikasi, perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti
merek makanan, bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan
merek dan mutu serta harga barang, sehingga perusahaan ataupun industri harus
mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif. Konsep
daya saing diekspresikan oleh beberapa orang dan lembaga dengan cara yang
berbeda, perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau konteks yang
mereka telaah dan dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah
produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang
tenaga kerja (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Selain mengamati perusahaan
yang menghasilkan produk dan pasar yang sama, penghematan variabel yang
mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan,
pemasaran, ketersediaan bahan baku dan sumberdaya manusia yang terlibat di
dalam industri perikanan (Purnomo et al. 2003). Dalam penelitian ini ditentukan
bahwa daya saing industri perikanan mempunyai interaksi dengan kemampuan
teknologi informasi dan komunikasi, jaminan mutu produk, produk mempunyai
kemampuan imitabilitas dan ketersediaan sumberdaya bahan baku.

4.3.2 Kesesuaian model dengan data

Berdasarkan hasil kajian teoritis dengan mengacu pada path diagram yang
telah dirancang sebelumnya (Bab 3) dan menjadi acuan di lapangan, maka dapat
disusun model awal dengan melakukan analisis SEM. Gambar 10 menunjukkan
interaksi antar konstruk dengan konstruk dan antar konstruk dengan variabel
dengan nilai-nilai yang dihasilkan. Nilai hasil analisis yang didapat masih belum
memenuhi standar indeks pengujian kelayakan sebagai syarat sebuah model yang
fit berdasarkan Tebel 3 sebagai batasan dan kriteria untuk menilai suatu model.

,67 ,61 ,58 ,91 1,07 ,65 ,84 1,00


E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8
1 1 1 1 1 1 1 1
X51 X52 X53 X54 X55 X56 X57 X58
,90 1,001,45 1,25
1,33 1,311,101,23
,69
KIP 1
X81 H1
1,00 ,92
-,69 1
,64
1 1,00 1,08 1,08 X82 H2
,98
A1 X11 1,22 ,56 D1 D2 1,03 1
,53
1 1,21 1 -12,66
1 DIP ,55
X83 H3
,99
A2 X12
1,00 II ,53X84 1
,95 X41 X42 1,70 H4
1 ,03 1,00
1,08 1,22
A3 X13 1
-,27 X85 H5
,88
1 33,44
B1 X21
LIP 1,39
1,03 ,82 -,03 1
1 ,90 -2,52 X71 G1
B2 X22 ,86 1,00 1,05
,59 1,00 7,40 X72 1
1 EI G2
B3 X231,00 2,52 PLP 6,54 ,72
1,17 1
1 6,65
X73
4,51 G3
B4 X24 ,10 1,20
1
X74 G4
2,36 KP
SAL
2,412,10 1,002,81 ,55 ,42 1,00

X31 X32 X33 X34 X61 X62 X63


1 1 1 1 1 1,25
1 1,19
1 1,08
,98 ,70 ,97 1,10
C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3

Gambar 10 Model awal dari SEM industri perikanan di Kota Makassar


sebelum dilakukan modifikasi indeks
Keterangan: Variabel-variabel yang digunakan (nilai variabel berdasarkan hasil
wawancara selengkapnya pada Lampiran 5).
X11 Kemampuan SDM industri X56 Mutu produk
perikanan X57 Tingkat penyerapan tenaga kerja
X12 Inovasi penggunaan teknologi X58 Jaringan pemasaran luas
industri X61 Pembangunan pelabuhan perikanan
X13 Kemampuan keuangan & aset X62 Pembentukan BUMN
perusahaan X63 Pengaturan pemanfaatan tanah
X21 Perkembangan teknologi perikanan industri
X22 Ketersediaan jasa pelatihan X71 Pelayanan kegiatan produksi melalui
X23 Ketersediaan infrastruktur tambat labuh
X24 Kondisi industri pemasok X72 Pelayanan industri prosessing
X31 Sumberdaya ikan X73 Pelayanan kegiatan pemasaran
X32 Daerah penangkapan ikan X74 Pelayanan kebutuhan logistik kapal
X33 Lingkungan dan kondisi perairan X81 Kemampuan teknologi informasi
X34 Energi pendukung dan komunikasi pemasaran
X41 Program jangka pendek X82 Jaminan mutu produk
X42 Program jangka panjang X83 Produk mempunyai kemampuan
X51 Laba (rugi) perusahaan imitabilitas
X52 Volume penjualan X84 Harga produk kompetitif
X53 Pertumbuhan penjualan X85 Ketersediaan Sumberdaya bahan
X54 Pertumbuhan pelanggan baku berkelanjutan
X55 Kemampuan harga bersaing

Berikut ini disajikan evaluasi kriteria Goodness of Fit Index untuk model
awal pada pengukuran masing-masing konstruk dengan confirmatory factor
analysis. Tujuannya adalah untuk mengukur apakah model pengembangan
industri perikanan berbasis Pelabuhan Perikanan Nusantara di Kota Makassar
sudah memenuhi kriteria Goodness of Fit Index berdasarkan syarat sebuah model
yang fit sebagai batasan dan kriteria untuk menilai suatu model. Hasil evaluasi
dimaksud ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model awal


Indeks kesesuaian model Syarat sebuah Hasil Evaluasi
terhadap data model fit analisis model
Chi-square Diharapkan kecil 1 536.2 Buruk
Significance Probability > 0.05 0.000 Marginal
RMSEA(root mean square error of approximation) < 0.08 0.120 Buruk
CFI (comparative fit index) > 0.90 0.584 Buruk
IFI (incremental fit index) > 0.90 0.590 Buruk
GFI (goodness-of-fit index) > 0.90 0.625 Buruk
AGFI (adjusted goodness-of-fit index) > 0.90 0.570 Buruk
PGFI (parsimony goodness of fit index) > 0.90 0.545 Buruk
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 7, model tersebut belum fit atau belum sesuai karena
nilai Chi-square masih tinggi yaitu sebesar 1 536.2 dan nilai probabilitas (p) =
0.000 lebih kecil dari 0.05, selanjutnya nilai RMSEA, CFI, IFI, GFI, AGFI, PGFI
masih jauh dari nilai standar, oleh karena itu model akan dimodifikasi dengan
melihat nlai Modification Indices (MI) dapat dilihat pada Tabel 8.
Model SEM yang telah dibuat dan diuji dengan hasil yang belum fit, maka
dapat dilakukan modifikasi. Adapun tujuan modifikasi adalah untuk melihat
apakah modifikasi yang dilakukan dapat menurunkan nilai Chi-square. Dalam
suatu penelitian sering terjadi beberapa faktor tidak secara eksplisit dapat dibuat
model, karena tidak semua teori bisa dikembangkan sampai mencapai spesifikasi
model secara sempurna. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1)
ukuran sampel yang tidak mencerminkan ukuran populasi, 2) situasi dan kondisi
responden di lapangan dan 3) peneliti tidak mampu mendapatkan ukuran yang
dikehendaki, hal ini disebut dengan kesalahan spesifikasi model (Ghozali 2005).
Indikator variabel laten dalam model secara sistematik kemungkinan
dipengaruhi oleh sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukkan ke dalam
model, sehingga sangat dimungkinkan terjadinya korelasi antar kesalahan
pengukuran indikator. Selanjutnya untuk menganalisis kesalahan pengukuran
dapat dilihat dari nilai koefisien MI atau bila ingin memperbaiki suatu model
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) mulai dari awal membangun kembali
suatu model yang baru sebagai pengganti model terdahulu, dan 2) memodifikasi
model yang ditolak agar dapat memperbaiki model menjadi fit.
Revisi model melalui suatu modifikasi dapat dilakukan dengan cara
melihat covariance modification indices. Nilai modification indices (MI) pada
covariance menandakan akan turunnya nilai chi-square jika covariance dari
indikator-indikator tersebut dikorelasikan. Adapun nilai MI yang didapat dari
model pada Gambar 10 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai-nilai modification indices (M.I.)

Covariances M.I. Par change


1 2 3
EI <--> SAL 71.117 0.230
II <--> SAL 86.304 0.205
II <--> EI 66.529 0.572
H4 <--> H5 34.052 0.542
H2 <--> H5 7.322 0.256
H1 <--> H5 4.889 -0.182
G4 <--> H3 15.296 -0.373
G2 <--> H4 6.421 0.223
G2 <--> G3 5.462 0.178
G1 <--> G4 10.948 0.354
F1 <--> H2 9.285 0.290
1 2 3
F1 <--> G4 4.676 0.220
F1 <--> G1 23.320 0.524
F2 <--> H5 13.321 -0.366
F2 <--> H4 5.078 -0.205
F3 <--> H1 15.471 0.306
F3 <--> F2 24.717 0.471
E8 <--> II 7.345 0.189
E8 <--> F1 5.984 -0.230
E8 <--> F3 4.307 -0.184
E7 <--> II 13.791 0.238
E7 <--> G1 11.852 0.312
E7 <--> E8 14.906 0.304
E6 <--> G3 4.175 0.124
E5 <--> H2 4.607 0.193
E5 <--> F2 5.392 -0.222
E1 <--> G2 4.938 -0.161
E1 <--> F3 7.690 0.200
E4 <--> II 5.168 -0.152
E4 <--> G1 9.445 -0.290
E4 <--> F3 4.613 -0.182
E3 <--> F1 9.653 0.231
E3 <--> F3 4.258 -0.144
E3 <--> E4 15.229 0.252
E2 <--> II 4.571 -0.117
E2 <--> H1 4.747 0.129
E2 <--> G1 5.354 -0.179
E2 <--> F3 8.964 0.207
E2 <--> E1 43.326 0.360
D2 <--> H4 8.761 -0.262
D2 <--> E5 6.912 -0.245
D1 <--> E1 4.511 -0.149
D1 <--> D2 15.031 0.347
C4 <--> F1 7.636 -0.274
C4 <--> E6 4.795 0.163
C4 <--> E1 4.343 -0.154
C4 <--> D2 6.782 0.245
C1 <--> EI 13.406 0.313
C1 <--> H2 5.009 -0.192
C1 <--> F2 8.005 0.257
C1 <--> E6 4.356 -0.146
C1 <--> E4 12.966 0.293
C1 <--> D2 7.242 0.238
C2 <--> II 4.846 0.129
C2 <--> E7 16.752 0.270
C2 <--> E3 7.729 -0.158
C2 <--> D2 5.095 0.169
1 2 3
C3 <--> H5 4.605 0.194
C3 <--> H1 6.678 -0.188
C3 <--> E6 4.196 -0.139
B4 <--> H2 17.586 -0.408
B4 <--> G4 10.049 0.330
B1 <--> SAL 18.986 0.114
B1 <--> II 21.823 0.316
B1 <--> H3 9.034 0.256
B1 <--> G2 8.551 0.251
B1 <--> E4 7.836 -0.222
B2 <--> II 16.158 0.293
B2 <--> F2 5.632 0.227
B2 <--> E7 5.942 0.200
B2 <--> E3 5.357 -0.163
B2 <--> D2 7.523 0.256
B3 <--> H4 8.048 0.205
B3 <--> G2 5.151 0.171
A1 <--> SAL 13.549 0.090
A1 <--> H2 9.490 0.241
A1 <--> G4 4.288 -0.174
A1 <--> E4 8.704 -0.219
A1 <--> E3 8.971 0.183
A1 <--> D1 8.638 0.229
A1 <--> B4 12.857 -0.312
A1 <--> B1 9.645 0.233
A2 <--> SAL 6.360 0.058
A2 <--> EI 10.209 0.233
A2 <--> E5 7.306 -0.204
A2 <--> E3 6.263 -0.143
A2 <--> B4 5.393 0.189
A3 <--> SAL 8.175 0.079
A3 <--> EI 15.873 0.348
A3 <--> G4 10.236 0.301
A3 <--> C4 9.928 -0.289
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis
SEM (2010)

Nilai modification indices tertinggi adalah sebesar 86.304 yang


menghubungkan covariance dari variabel II dengan SAL. Berdasarkan informasi
ini, jika model akan direvisi dengan mengorelasikan variabel II dengan SAL,
maka nilai chi-square akan turun paling sedikit 86.304. Selanjutnya langkah yang
harus dilakukan adalah mengorelasikan variabel yang mempunyai nilai MI yang
terbesar dengan syarat nilainya lebih besar dari 4 (nilai MI > 4), sampai diperoleh
sebuah model yang dinilai benar-benar fit. Dengan mengorelasikan koefisien
antar kesalahan pengukuran indikator (error measurement), maka diperoleh
model sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 11.
,04 -,09
Chi-Square = 568,689
,22 ,13
df = 406 ,31 -,27 ,17 ,48
prob = 0,000 ,66 ,57 ,47 -,21 ,78 1,05 ,65 1,01 1,28 ,03
-,08 E1 ,09
E2 E3 ,10
E4 E5 E6 E7 E8
,17 1 1 1 1 1 1 1 1
-,15 ,18 -,63
X51 X52 X53 X54 X55 X56 X57 X58 ,13
,80 1,001,34 1,20
1,36 1,111,241,40 -,05
,01
-,26 1,02
KIP 1
,15 -,11 X81 H1
,32 1,90,40
,30 -,14 1,00 1
,01 -,15
,69
1 1,00 1,04
-,11
2,00 X82 H2 ,06
-,14 1,02
A1 X11 1,07-,18 ,70 D1 D2 ,14 -,161,22 1
,56
1 1,07 ,18 1 -3,64
1 DIP ,55
X83 ,16H3
-,18 ,08 ,30 1,03
,14
A2 X12
1,00 II -,24
,57 1
,82 X41 X42,14 -,29 1,10 X84
-,09 H4
1 ,25 1,00
1,09 ,00
,30 1,22
,49
A3 X13 -,181
-,25
-,13 X85 H5
,68
1 ,71 9,09
B1 X21
LIP ,25 -,22
-,16 ,15
1,32
-,23 1
-,17 ,77 1,04 1,32 ,18 ,26 -,36
X71 G1 ,16
1 1,10 ,76 -,27
-,27 ,42 ,18
1,00
B2 X22 1,04
,73 1,00 ,23 7,99 X72 1
1 EI G2
B3 X23 ,76 -,13 -1,58 -,15 PLP 6,32 ,79 ,20
,22
1,59
,30
,26 1
1 ,22 X73
3,76 G3
B4 X24 ,86 1,18
,24 ,08 ,14 -,64 1
,17 X74 G4
1,76 KP
SAL
,33 2,351,82 1,002,12 ,67 ,48 1,00

X31 X32 X33 X34 ,06 X61 X62 X63


,17 1 1 1
1 ,82
1 ,66
1 ,92
1 1,22 1,21 1,17 1,09
C1 C2 C3 C4 F1 F2 F3

-,59 ,13
,22 ,40
,20

Gambar 11 Model akhir dari SEM industri perikanan di Kota Makassar


setelah dilakukan modifikasi indeks

Pengujian model konseptual sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11


setelah dilakukan modifikasi indeks, menunjukkan nilai kriteria goodness of fit
yang dihasilkan sudah memenuhi syarat sebagai suatu model fit dan evaluasi hasil
berdasarkan kriteria goodness of fit index, diperoleh hasil seperti ditunjukkan pada
Tabel 9.

Tabel 9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model akhir


Indeks kesesuaian model Syarat sebuah Hasil Evaluasi
terhadap data model fit analisis model
Chi-square Diharapkan kecil 568.689 Baik
Significance Probability > 0.05 0.000 Marginal
RMSEA(root mean square error of approximation) < 0.08 0.052 Baik
CFI (comparative fit index) > 0.90 0.935 Baik
IFI (incremental fit index) > 0.90 0.938 Baik
GFI (goodness-of-fit index) > 0.90 0.827 Baik
AGFI (adjusted goodness-of-fit index) > 0.90 0.761 Marginal
PGFI (parsimony goodness of fit index) > 0.90 0.599 Marginal
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 11 menunjukkan nilai chi-square sudah
lebih kecil dibandingkan pada saat modifikasi awal, sebagai salah satu kriteria
model fit menunjukkan nilai sebesar 568.689 dengan nilai dari kriteria goodness
of fit index lainnya, yaitu: nilai RMSEA sebesar 0.052, nilai CFI sebesar 0.935,
nilai IFI sebesar 0.938, nilai GFI sebesar 0.827, nilai AGFI sebesar 0.761 dan nilai
PGFI sebesar 0.599, maka secara keseluruhan kriteria ini sudah memenuhi standar
yang direkomendasikan. Sekalipun nilai probabilitas masih sama dengan p =
0.000, berdasarkan hasil evaluasi kriteria goodness of fit terhadap model secara
keseluruhan, terbukti secara nyata bahwa sudah tidak terdapat pelanggaran nilai
secara kritis, sehingga dapat dikemukakan bahwa model relatif dapat diterima atau
telah sesuai dengan data.
Selanjutnya berdasarkan model fit tersebut di atas, akan dilakukan
pengujian terhadap nilai regression weights terhadap interaksi konstruk dengan
faktor-faktor lainnya. Hasil analisis interaksi Internal Industri (II) dengan faktor
lainnya yang diuji disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai regression weights terhadap interaksi internal industri (II) dengan
faktor lainnya yang diuji

Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label


LIP II 0.254 0.161 1.577 0.115 Par-26
X 11 II 1.066 0.131 8.143 0.000 Par-02
X 12 II 1.071 0.125 8.597 0.000 Par-01
X 13 II 1.000
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 10, koefisien pengaruh internal industri (II) terhadap


indikator kemampuan sumberdaya manusia industri perikanan (X 11 ) dan inovasi
penggunaan teknologi industri (X 12 ) adalah berpengaruh signifikan karena
signifikansi t-hitung lebih kecil dari nilai probabilitas < 0.05, hal ini disebabkan
karena penggunaan teknologi sangat dipengaruhi oleh kemampuan sumberdaya
manusia dalam memanfaatkan teknologi tersebut terhadap hasil-hasil produksi
perikanan. Sedangkan koefisien pengaruh internal industri terhadap lingkungan
industri perikanan (LIP) adalah ada pengaruh namun tidak signifikan dan
koefisien internal industri terhadap indikator kemampuan keuangan dan aset
perusahaan (X 13 ) adalah fix.
Tabel 11 Nilai regression weights terhadap interaksi external industri (EI)
dengan faktor lainnya yang diuji

Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label


LIP EI 1.324 1.371 0.966 0.334 Par-27
X 21 EI 1.034 0.118 8.819 0.000 Par-04
X 22 EI 1.102 0.125 8.799 0.000 Par-03
X 23 EI 1.000
X 24 EI 0.758 0.137 5.546 0.000 Par-05
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 11, koefisien pengaruh eksternal industri (EI) terhadap


indikator perkembangan teknologi perikanan (X 21 ), ketersediaan jasa pelatihan
(X 22 ) dan kondisi industri pemasok (X 24 ) adalah berpengaruh signifikan karena
signifikansi t-hitung lebih kecil dari nilai probabilitas < 0.05, hal ini disebabkan
karena ketersediaan jasa pelatihan sangat dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi perikanan demikian pula kondisi industri pemasok. Sedangkan
koefisien pengaruh EI terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) adalah ada
hubungan namun tidak signifikan dan koefisien eksternal industri terhadap
indikator ketersediaan infrastruktur(X 23 ) adalah fix.

Tabel 12 Nilai regression weights terhadap interaksi sumberdaya alam dan


lingkungan (SAL) dengan faktor lainnya yang diuji

Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label


LIP SAL -1.580 3.358 -0.471 0.638 Par-28
KIP SAL 9.086 5.399 1.683 0.092 Par-29
PLP SAL 0.862 0.846 1.020 0.308 Par-31
KP SAL 1.757 0.566 3.102 0.002 Par-35
X 31 SAL 2.349 0.549 4.278 0.000 Par-07
X 32 SAL 1.820 0.435 4.182 0.000 Par-06
X 33 SAL 1.000
X 34 SAL 2.117 0.526 4.028 0.000 Par-08
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 12, koefisien pengaruh sumbedaya alam dan


lingkungan (SAL) terhadap kebijakan pemerintah berpengaruh signifikan,
begitupula terhadap indikator sumberdaya ikan (X 31 ), daerah penangkapan ikan
(X 32 ), dan energi pendukung (X 34 ), juga dipengaruhi secara signifikan oleh
sumberdaya alam dan lingkungan, karena didapatkan nilai p = 0.000, angka ini
lebih kecil dari 0.05 sehingga H 0 ditolak yang berarti berbeda nyata atau
signifikan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan sumberdaya ikan di perairan
serta energi pendukung lainnya adalah faktor penentu kelestarian alam dan
lingkungan laut, dan indikator lingkungan dan kondisi perairan adalah fix.
Sedangkan koefisien pengaruh SAL terhadap lingkungan industri perikanan,
kinerja industri perikanan dan PLP ada pengaruh, namun tidak secara signifikan.
Sedangkan indikator lingkungan dan kondisi perairan adalah fix.

Tabel 13 Nilai regression weights terhadap interaksi lingkungan industri


perikanan (LIP) dengan faktor lainnya yang diuji

Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label


KIP LIP -3.642 2.406 -1.513 0.130 Par-33
DIP LIP 1.104 0.211 5.226 0.000 Par-30
PLP LIP -0.269 0.304 -0.885 0.376 Par-32
X 41 LIP 1.000
X 42 LIP 1.089 0.136 7.986 0.000 Par-09
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 13, koefisien pengaruh lingkungan industri perikanan


(LIP) terhadap daya saing industri perikanan dan indikator program jangka
panjang (X 41 ), dipengaruhi secara signifikan. Sedangkan koefisien pengaruh LIP
dengan faktor KIP (nilai p = 0.130) dan faktor PLP (nilai p = 0.376), angka ini >
0.05 sehingga H 0 diterima yang berarti ada pengaruh namun tidak signifikan.
Sedangkan faktor LIP terhadap indikator program jangka pendek (X 41 ) adalah fix.
Tabel 14 Nilai regression weights terhadap kinerja industri perikanan (KIP)
dengan faktor lainnya yang diuji
Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label
DIP KIP -0.141 0.196 -0.718 0.473 Par-34
KP KIP -0.251 0.214 -1.173 0.241 Par-36
X 51 KIP 0.800 0.093 8.606 0.000 Par-12
X 52 KIP 1.000
X 53 KIP 1.343 0.157 8.569 0.000 Par-10
X 54 KIP 1.195 0.160 7.454 0.000 Par-11
X 55 KIP 1.360 0.189 7.198 0.000 Par-13
X 56 KIP 1.105 0.158 7.010 0.000 Par-14
X 57 KIP 1.237 0.184 6.715 0.000 Par-15
X 58 KIP 1.399 0.208 6.727 0.000 Par-16
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)
Berdasarkan Tabel 14, koefisien pengaruh kinerja industri perikanan (KIP)
terhadap indikator laba (rugi) perusahaan (X 51 ), pertumbuhan penjualan (X 53 ),
pertumbuhan pelanggan (X 54 ), kemampuan harga bersaing (X 55 ), mutu produk
(X 56 ), tingkat penyerapan tenaga kerja (X 57 ) dan jaringan pemasaran luas (X 58 )
masing-masing nilai p = 0.000, angka ini lebih kecil dari 0.05 sehingga H 0 ditolak
yang berarti berbeda nyata atau signifikan. Hal ini disebabkan karena kinerja
industri perikanan pada suatu pelabuhan perikanan akan mempengaruhi berbagai
variabel, dimana semakin baik kinerja industri akan memberikan dampak positif
terhadap variabel-variabel lainnya. Sedangkan koefisien pengaruh kebijakan
industri perikanan terhadap konstruk daya saing industri perikanan dan kebijakan
pemerintah ada pengaruh namun tidak secara signifikan. Sedangkan koefisen
pengaruh kebijakan industri perikanan terhadap indikator volume penjualan (X 52 )
adalah fix.

Tabel 15 Nilai regression weights terhadap interaksi kebijakan pemerintah (KP)


dengan faktor lainnya yang diuji

Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label

X 61 KP 0.673 0.212 3.180 0.001 Par-18


X 62 KP 0.481 0.166 2.891 0.004 Par-17
X 63 KP 1.000
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 15, koefisien pengaruh kebijakan pemerintah (KP)


terhadap indikator pembangunan pelabuhan perikanan (X 61 ) dengan nilai p =
0.001, pembentukan badan usaha milik negara (X 62 ) dengan nilai p = 0.004,
angka ini lebih kecil dari 0.05 sehingga H 0 ditolak yang berarti berbeda nyata atau
signifikan. Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah dalam membangun
sarana dan prasaran pelabuhan perikanan akan mempengaruhi berbagai variabel,
dimana semakin baik sarana dan prasarana suatu pelabuhan perikanan akan
memberikan dampak positif terhadap aktivitas nelayan dan pengguna jasa lainnya.
Sedangkan koefisien kebijakan pemerintah terhadap indikator pengaturan
pemanfaatan tanah industri adalah fix.
Tabel 16 Nilai regression weights terhadap interaksi pelayanan pelabuhan
perikanan (PLP) dengan faktor lainnya yang diuji

Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label


X 71 PLP 1.000
X 72 PLP 7.992 6.533 1.223 0.221 Par-19
X 73 PLP 6.315 5.167 1.222 0.222 Par-20
X 74 PLP 3.764 3.021 1.246 0.213 Par-21
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 16, koefisien pengaruh pelayanan pelabuhan perikanan


(PLP) terhadap indikator pelayanan industri processing (X 72 ) dengan nilai p =
0.221, pelayanan kegiatan pemasaran (X 73 ) dengan nilai p = 0.222 dan pelayanan
kebutuhan logistik kapal (X 74 ) dengan nilai p = 0.213 ada pengaruh namun, tidak
secara signifikan. Hal ini disebabkan karena pelabuhan perikanan yang ada saat
ini belum mampu melayani semua aktivitas nelayan. Sedangkan koefisien PLP
terhadap indikator pelayanan kegiatan produksi melalui tambat labuh adalah fix.

Tabel 17 Nilai regression weights terhadap interaksi daya saing industri


perikanan (DIP) dengan faktor lainnya yang diuji

Regression weights Estimate S.E. C.R. P Label


X 81 DIP 1.000
X 82 DIP 1.998 1.055 1.893 0.058 Par-22
X 83 DIP 1.218 0.166 7.342 0.000 Par-23
X 84 DIP 0.554 0.124 4.470 0.000 Par-24
X 85 DIP 0.567 0.134 4.231 0.000 Par-25
Sumber: Lampiran 6 Hasil pengolahan data dengan analisis SEM (2010)

Berdasarkan Tabel 17, koefisien pengaruh daya saing industri perikanan


terhadap indikator produk mempunyai kemampuan imitabilitas (X 83 ), harga
produk kompetitif (X 84 ) dan ketersediaan bahan baku berkelanjutan (X 85 ) dengan
nilai p = 0.000 angka ini lebih kecil dari 0.05 sehingga H 0 ditolak yang berarti
signifikan atau berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena sumberdaya hayati
perikanan yang ada di perairan Kota Makassar dan sekitar memiliki daya saing
yang tinggi serta stok sumberdaya hayati perikanan masih cukup tersedia.
Sedangkan indikator jaminan mutu produk (X 82 ) memiliki nilai p = 0.058 ada
pengaruh namun tidak secara signifikan.
4.4 Pembahasan

4.4.1 Pelabuhan perikanan sebagai basis pengembangan industri perikanan

Pelabuhan perikanan sebagai prasarana usaha penangkapan ikan adalah


merupakan faktor penting dalam pembangunan dunia perikanan. Sebagai tempat
berlabuh dan bertambat kapal untuk melakukan bongkar muat hasil tangkapan,
maka pelabuhan perikanan menjadi penunjang dalam kelancaran kegiatan
produksi di sektor perikanan tangkap karena menjadi penghubung antar daerah
atau antar pulau. Dengan segenap fasilitasnya sangat menentukan keberhasilan
dalam pemanfaatan potensi sumberdaya ikan secara optimal melalui kegiatan
penangkapan ikan dan juga akan menjadi pusat kegiatan di bidang produksi,
pengolahan dan pemasaran perikanan.
Pelabuhan perikanan sebagai suatu lingkungan kerja, maka pelabuhan
perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menigkatkan perikanan,
fungsi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Per.16/16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan yang menjelaskan tentang
fungsi-fungsi pelabuhan perikanan. Sebagai suatu lingkungan kerja maka
pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang mendukung
kelancaran kerja, namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu
lingkungan keja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai
tatanan dalam menjalankan fungsi sebagai pelabuhan perikanan secara optimal.
Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut, karena adanya kerjasama yang
terkoordinasi antar berbagai instansi yang berkaitan dengan pengembangan usaha
dan masyarakat perikanan.
Mengingat fungsi pelabuhan perikanan cukup luas maka pembangunan
dan pengoperasiannya tidak berjalan sendiri, akan tetapi harus didukung dengan
berbagai kegiatan lainnya baik antar subsektor maupun lintas sektoral.
Koordinasi dan singkronisasi antara semua pihak yang terkait mutlak diperlukan.
Kenyataan yang berkembang saat ini dukungan masyarakat maupun instansi
pemerintah yang terkait belum sepenuhnya ditujukan untuk mewujudkan peranan
pelabuhan perikanan agar dapat berfungsi secara optimal.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pengembangan industri
perikanan adalah keberadaan faktor sumberdaya alam dan lingkungan yang di
dalamnya termasuk variabel-variabel yang sangat berpengaruh adalah ada
tidaknya sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan bisa dijangkau, lingkungan
dan kondisi perairan bisa dijangkau oleh nelayan dan keberadaan energi
pendukung cukup tersedia. Berdasarkan laporan statistik perikanan Kota
Makassar dalam periode lima tahun terakhir (2005-2009) produksi perikanan
mengalami kenaikan rata-rata 0.98% pertahun, namun tidak ada data tentang asal
daerah penangkapan secara spesifik tetapi ikan yang didaratkan di pelabuhan
perikanan berasal dari berbagai wilayah perairan antara lain dari perairan
Kalimantan, Kendari serta perairan Sulawesi pada umumnnya. Produksi
perikanan selama ini didominasi oleh oleh ikan pelagis kecil, hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang di lakukan di pantai Barat Sulawesi Selatan menunjukkan
bahwa ikan pelagis kecil masih cukup tersedia (Nelwan et al. 2010).
Pelabuhan perikanan yang ada di Kota Makassar yang memiliki sarana dan
prasarana adalah PPI Paotere, namun saat ini sudah tidak mampu lagi menampung
semua kegiatan industri perikanan. Jumlah kapal motor yang ada di Kota
Makassar sebanyak 131 unit, namun yang melakukan aktivitas bongkar muat di
PPI Paotere sebanyak 30 s/d 75 unit kapal per hari, sedangkan kapasitas normal
sekitar 20 unit kapal per hari. Meskipun didukung oleh beberapa TPI tradisonal
yang tidak dilengkapi sarana dan prasarana perikanan; seperti TPI tradisional
Tallo dengan jumlah kapal yang bersandar (motor tempel) sebanyak 10-25 unit
per hari, TPI tradisional Cambaya dengan jumlah kapal yang bersandar sebanyak
10-20 unit per hari, TPI tradisional Barombong dengan jumlah kapal yang
bersandar (motor tempel dan perahu tanpa motor) sebanyak 50-75 unit per hari
dan pasar ikan Rajawali dengan jumlah kapal yang bersandar (motor tempel)
sebanyak 20-30 unit per hari. Nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor
umumnya melakukan bongkar muat hasil tangkapan disekitar tempat tinggalnya.
Oleh karena itu penyelesaian pembangunan PPN Untia sangat diharapkan
untuk dapat menampung semua aktivitas industri perikanan yang ada di Kota
Makassar sebagai basis pengembangan industri perikanan. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kusyanto (2006) yang mengatakan bahwa salah
satu contoh model pengembangan industri perikanan yang berbasis pelabuhan
perikanan adalah Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dan
merupakan kawasan industri perikanan yang lengkap dan modern.
Sesuai dengan pasal 41 Undang-undang perikanan Nomor 31 tahun 2004
tentang perikanan, maka peranan penting yang diharapkan pelabuhan perikanan
adalah mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas
kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan,
pelaksanaan dan pengendalian sumberdaya ikan dan mempercepat pelayanan
kegiatan di bidang usaha perikanan. Selanjutnya pada pasal 5 Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan
yang dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, BUMN maupun perusahaan swasta.

4.4.2 Pengembangan lingkungan industri perikanan (LIP)

Pengembangan LIP dipengaruhi oleh faktor internal industri (II), eksternal


industri (EI) serta sumberdaya alam dan lingkungan (SAL). Lingkungan industri
perikanan adalah salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan industri
perikanan dalam persaingan pasar. Untuk membuat atau menentukan tujuan,
sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis yang mendalam
serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suherman et al. (2006) yang mengatakan
bahwa lingkungan industri perikanan dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua
lingkungan didasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-
lingkungan tersebut, yaitu lingkungan internal (lingkungan dalam industri) dan
lingkungan eksternal (lingkungan luar industri).
Faktor lingkungan industri perikanan mempengaruhi secara signifikan
terhadap faktor daya saing industri perikanan (Tabel 13) dengan nilai probabilitas
sebesar 0.000, artinya perlu diantisipasi dengan menawarkan suatu produk atau
kelas produk yang berkualitas dan memiliki harga yang bersaing. Namun, jika
permintaan akan suatu produk meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu
produk lain, maka perusahaan akan menawarkan produk lain yang merupakan
subtitusi dekat. Pengertian subtitusi dekat disini adalah produk dengan elastisitas
silang permintaan. Sebagai contoh, bagi produk olahan perikanan yang dihasilkan
oleh PT Mega Pratama Indo yang berada pada Kawasan Industri Makassar
(KIMA), jika harga ikan tuna meningkat atau sulit didapat di pasaran maka akan
dipasarkan produk olahan jenis ikan lainnya (seperti cakalang, kakap, udang dan
lain-lain) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang atau ikan kakap merupakan barang
subtitusi dekat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kotler (1997), menjelaskan
bahwa industri adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk
atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lainnya.
Variabel program jangka panjang berpengaruh secara signifikan terhadap
lingkungan industri perikanan (Tabel 13) dengan nilai probabilitas sebesar 0.000,
artinya perlu diantisipasi dengan perencanaan yang matang oleh pemerintah dalam
hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sul-Sel harus membuat aturan-
aturan yang mengikat bagi pelaku industri perikanan yang tertuang dalam suatu
surat kesepahaman yang berisi tentang program-program jangka panjang yang
akan dikerjakan, agar dalam mengelola sumberdaya alam bisa tertata dan lestari.
Selanjutnya langkah-langkah yang ditempuh dalam mewujudkan penerapan
kebijakan dibidang perikanan tersebut, adalah meningkatkan keterkaitan
fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing
subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang tinggi.

4.4.2.1 Pengembangan industri perikanan dari faktor internal

Faktor internal memegang peranan penting dalam pengembangan industri


perikanan, adapun jenis variabel manifes (indikator) yang digunakan untuk
mengukur faktor internal industri dalam penelitian ini adalah kemampuan SDM
industri perikanan (X 11 ) dengan nilai probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel 10),
hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh secara signifikan.
SDM yang bekerja pada industri perikanan di Kota Makassar umumnya memiliki
tingkat pendidikan yang relatif rendah, khususnya pada industri penangkapan ikan
hanya memiliki tingkat pendidikan SD dan industri pengolahan hasil perikanan
memiliki tingkat pendidikan SMP. Oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
peningkatan keterampilan tenaga kerja yang bergerak di bidang industri perikanan
dengan cara melakukan training atau pelatihan yang sesuai dengan bidang
kerjanya. Hal ini bisa berjalan apabila ada kerjasama antar pemilik perusahaan
dengan pemerintah yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Tenaga Kerja
dalam melakukan pelatihan tenaga kerja industri perikanan, agar dapat memiliki
sumberdaya manusia yang terampil.
Jenis variabel inovasi penggunaan teknologi (X 12 ) dengan nilai p = 0.000
(Tabel 10) hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan pengenalan teknologi baru
yang digunakan dalam industri perikanan. Hal ini bisa berjalan dengan dukungan
keuangan yang dimiliki oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang industri
perikanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Porter (1990) yang menyatakan bahwa
penentu keberhasilan industri yaitu: (1) Lingkungan internal industri yakni
menggali informasi tentang LII (life internal industry) yaitu mengenai potensi
SDM yang dimiliki, (2) teknologi yang digunakan industri dan (3) keuangan serta
asset yang dimiliki industri.
Berdasarkan teori, internal industri merupakan determinasi dari
lingkungan industri perikanan artinya semakin tinggi nilai internal industri akan
dapat mempengaruhi kondisi lingkungan industri perikanan, hal ini dapat dilihat
dari variabel yang digunakan untuk mengukur. Ternyata dari hasil anlisis
kemampuan SDM, inovasi penggunaan teknologi dan kemampuan keuangan &
aset perusahaan pada pengguna pelabuhan perikanan di Kota Makassar masih
sangat rendah dan akan mempengaruhi kondisi lingkungan industri perikanan di
masa yang akan datang.
Pengaruh internal industri dengan variabel inovasi penggunaan teknologi
terhadap kondisi LIP, dimana teknologi digunakan untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi dalam menghadapi persaingan bagi industri perikanan
yang memiliki inovasi teknologi, dan harus mempertimbangkan keserasian mesin
yang digunakan yang efisien, hemat energi dan tersedia suku cadang, praktis dan
mudah dioperasikan. Dengan demikian inovasi teknologi merupakan variabel
yang dapat mempengaruhi LIP untuk pengembangan industri perikanan termasuk
dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam menghadapi persaingan
antar perusahaan.
Pengaruh internal industri dengan variabel kamampuan keuangan dan aset
perusahaan (X 13 ) adalah fix atau tidak bisa diukur, hal ini dikarenakan belum
adanya perusahaan yang menanamkan modal pada lokasi pelabuhan perikanan
khususnya pada PPN Untia Makassar, namun diharapkan pada masa yang akan
datang pemilik perusahaan diharapkan mampu mengembangkan industri
perikanan dalam kaitannya dengan rencana pengembangan atau pembangunan
pelabuhan perikanan, karena dengan terkonsentrasinya kegiatan industri perikanan
pada suatu area atau wilayah pelabuhan perikanan akan meningkatkan
produktivitas dan mengurangi biaya transpor bahan baku.

4.4.2.2 Pengembangan industri perikanan dari faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor di luar industri yang mempengaruhi


pengembangan industri perikanan. Jenis variabel yang digunakan untuk
mengukur faktor eksternal industri adalah perkembangan teknologi perikanan
(X 21 ) dengan nilai probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel 11), hal ini
menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh secara signifikan, oleh karena
itu perlu diantisipasi dengan mengikuti perkembangan teknologi yang digunakaan
dalam bidang perikanan saat ini. Selanjutnya variabel ketersediaan jasa pelatihan
(X 22 ) dengan nilai probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel 11), hal ini
menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh secara signifikan, oleh karena
itu perlu diantisipasi dengan mengadakan pelatihan terhadap tenaga kerja, agar
memiliki keterampilan yang cukup.
Variabel lain yang digunakan untuk mengukur eksternal industri adalah
kondisi industri pemasok (X 24 ) dengan nilai probabilitas sama dengan 0.000
(Tabel 11), hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan penyediaan infrastruktur
berupa kapal penangkapan ikan yang dilengkapi dengan alat bantu penangkapan
ikan. Berdasarkan data BPS Kota Makassar, jumlah kapal perikanan yang ada
pada tahun 2009 berupa perahu tanpa motor sebanyak 493 unit, motor tempel
sebanyak 461 unit dan kapal motor sebanyak 271 unit, hal ini menujukkan bahwa
kondisi industri pemasok bahan baku sangat mendukung dari segi jumlah, namun
belum dilengkapi dengan alat bantu penangkapan ikan berupa echo-sounder dan
fish finder. Hal ini sesuai dengan pendapat Porter (1990) mengatakan bahwa
faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati dengan
melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi,
ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan (bank) dan
pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan ekonomi
industri yang diduga memiliki hubungan dan pengaruh yang kuat bersama faktor
eksternal industri terhadap lingkungan industri dalam perkembangan teknologi
perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia serta
ketersediaan sumberdaya alam dan energi
Eksternal industri sebagai determinasi dari lingkungan industri perikanan,
hal ini dapat dilihat dari variabel perkembangan teknologi perikanan (X 21 ) masih
sangat kurang digunakan oleh nelayan di Kota Makassar, demikian pula dengan
instansi yang terkait belum menyediakan jasa pelatihan (X 22 ) terhadap nelayan
(ABK), ketersediaan infrastruktur (X 23 ) masih sangat kurang, sehingga variabel-
variabel tersebut perlu ditingkatkan ketersediaannya.
Dampak teknologi dalam proses produksi adalah tingkat produktivitas dan
efisiensi, sehingga pilihan perusahaan dalam menghadapi persaingan antar
perusahaan sejenis adalah melalui penggunaan dan perkembangan teknologi, hal
ini yang belum sepenuhnya dilakukan oleh perusahaan yang ada di Kota
Makassar. Dibidang teknologi ini menyebabkan industri pemasok akan dipacu
untuk menyediakan kebutuhan perusahaan dalam menghadapi pesaingnya, karena
tanpa dukungan teknologi yang disiapkan oleh industri pemasok sulit bagi industri
untuk memiliki kemampuan bersaing.
Pengaruh faktor eksternal industri dengan variabel eksternal industri
menurut Madecor Group (2001), adalah lembaga-lembaga training yang
menyediakan jasa-jasa pelatihan, jasa pelayanan bank, jasa transpor, pelayanan
ekspor dan variabel kondisi ekonomi. Sebagai faktor eksternal industri, maka
pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Tenaga Kerja
bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti Unhas atau UMI dalam melakukan
pelatihan dalam upaya peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, karena
dengan perkembangan dan pemilihan penggunaan teknologi akan mendorong
perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusianya serta daya
saing perusahaan, sehingga tanpa dukungan lembaga jasa pelatihan yang memadai
akan menimbulkan kesulitan bagi perusahaan untuk menyediakan sumberdaya
manusia yang memiliki kemampuan sesuai dengan tingkat perkembangan
teknologi yang akan digunakan oleh perusahaan.
Faktor eksternal industri dengan variabel ketersediaan infrastruktur (X 23 )
berpengaruh terhadap lingkungan industri perikanan, artinya semakin lengkap
ketersediaan infrastruktur akan semakin mendukung kondisi LIP. Hal ini sesuai
dengan Murdiyanto (2004) mengatakan bahwa ketersediaan infrastruktur akan
mempengaruhi kondisi LIP dan akan menyebabkan perusahaan akan tertarik
melakukan investasi. Untuk menciptakan kondisi LIP yang dapat menarik minat
investor, sebaiknya pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan
membangun pelabuhan perikanan dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh
perusahaan perikanan agar dapat memberikan pelayanan dalam mendukung
pengembangan industri perikanan yang berbasis Pelabuhan Perikanan Nusantara
Untia Makassar.

4.4.2.3 Pengembangan industri perikanan dari faktor sumberdaya alam

Pengaruh faktor sumberdaya alam dan lingkungan terhadap LIP, KIP dan
PLP (Tabel 12) diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari 0.05 berarti ada
pengaruh namun tidak secara signifikan. Sedangkan SAL terhadap kebijakan
pemerintah memiliki nilai probabilitas 0.002 artinya berpengaruh secara
signifikan, hal ini perlu diantisipasi dengan membuat kebijakan yang mengarah
kepada pengelolaan sumberdaya alam yang lestari dan pengaturan pemanfaatan
wilayah perairan laut berdasarkan potensi yang dimiliki. Perlu adanya
pengawasan dalam mengelolah sumberdaya hayati laut yang dilakukan oleh
pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan, polair bekerja sama dengan
Ispikani, HNSI serta LSM yang bergerak dalam bidang perikanan laut.
Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur faktor sumberdaya alam
dan lingkungan adalah sumberdaya ikan (X 31 ) dengan nilai probabilitas sama
dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
melakukan pengawasan terhadap alat tangkap yang digunakan oleh nelayan.
Seperti halnya pengaturan mesh size pada alat tangkap purse seine, dogol dan
trawl, agar bisa selektif dalam menangkap ikan.
Berdasarkan data BPS Kota Makassar (2009) produksi perikanan tertinggi
menurut jenis alat tangkap ikan yang digunakan untuk melakukan penangkapan
ikan di sekitar perairan Kota Makassar adalah pukat cincin (purse seine) dengan
jumlah produksi sebesar 4 694.8 ton dengan jenis ikan pelagis yang dominan
tertangkap adalah ikan kembung (Rastrelliger sp) sebesar 1 625.2 ton, ikan
tongkol (Auxis thazard) sebesar 1 230.6 ton, ikan lemuru (Sardinella longiceps)
sebesar 1 130.7 ton, ikan layang (Decapterus sp) sebesar 1 015.3 ton, ikan
tenggiri (Scomberomorus sp) sebesar 642.4 ton, cumi-cumi (Loligo sp) sebesar
347.5 ton dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 68.4 ton. Jenis ikan
demersal yang dominan tertangkap dengan alat tangkap jaring insang (gill net),
pancing, bubu dasar (stationery fish pot) dan dogol adalah udang putih (Penaeus
marguensis) sebesar 1 046.6 ton, ikan kakap (Lates calcarifer) sebesar 1 017.0
ton, ikan peperek (Leiognathus sp) sebesar 796.7 ton, ikan kerapu (Epinephelus
sp) sebesar 427.4 ton.
Variabel lain yang digunakan untuk mengukur sumberdaya alam dan
lingkungan adalah daerah penangkapan ikan (X 32 ) dengan nilai probabilitas sama
dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
berpedoman pada aturan tentang wilayah pengelolaan perikanan (WPP) IV yang
meliputi selat Makassar dan laut Flores, dimana ikan pelagis kecil masih terbuka
peluang untuk dikembangkan, pelagis besar pengelolaannya harus hati-hati dan
udang penaeid sudah tidak ada peluang untuk dikembangkan.
Selanjutnya jenis variabel lain yang digunakan untuk mengukur
sumberdaya alam dan lingkungan adalah energi pendukung (X 34 ) dengan nilai
probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
melihat bahan pendukung yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku
industri perikanan, hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (2001) mengatakan
bahwa keunggulan ketersediaan energi pendukung yang ada sangat menentukan
tingkat keberhasilan industri perikanan.
Kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam dan
energi yang dimiliki Kota Makassar sebagai penyedia bahan baku industri
mendorong industri perikanan untuk dapat memanfaatkan agar dapat memiliki
nilai tambah, sehingga harga produk dapat bersaing dan pengaruh lainnya adalah
kemampuan memanfaatkan sumberdaya alam dan energi yang dimiiki.

4.4.3 Pengembangan kinerja industri perikanan (KIP)

Kinerja industri perikanan akan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan


industri perikanan dan sumberdaya alam dan lingkungan, sebaliknya kinerja
industri perikanan akan mempengaruhi kebijakan pemerintah dan daya saing
industri perikanan.
Variabel-variabel yang mempengaruhi faktor kinerja industri perikanan
adalah laba (rugi) perusahaan (X 51 ), pertumbuhan penjualan (X 53 ), pertumbuhan
pelanggan (X 54 ), dengan nilai probabilitas masing-masing sama dengan 0.000
(Tabel 14), yang berarti berpengaruh secara signifikan, hal ini perlu diantisipasi
dengan melakukan peningkatkan produksi serta mencari pasar-pasar baru guna
meningkatkan pertumbuhan penjualan. Berdasarkan data BPS perikanan Kota
Makassar dari tahun 2005 sampai dengan 2009 produksi perikanan naik rata-rata
sebesar 0.98% per tahun, dan nilai produksi perikanan mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 32.4% dari tahun 2005-2009. Hal tersebut akan mempengaruhi
tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan perikanan yang ada di Kota Makassar.
Variabel lain yang mempengaruhi faktor kinerja industri perikanan adalah
kemampuan harga bersaing (X 55 ), mutu produk (X 56 ), tingkat penyerapan tenaga
kerja (X 57 ) dan jaringan pemasaran luas (X 58 ) dengan nilai probabilitas masing-
masing sama dengan 0.000 (Tabel 14), yang berarti berbeda nyata atau
berpengaruh secara signifikan. Hal ini perlu diantisipasi dengan peningkatkan
kualitas produk yang dihasilkan dan ditangani secara serius seperti melakukan
usaha untuk mendapatkan informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama
tentang mutu produk dan harga produk.
Ketersediaan informasi pasar merupakan salah satu komponen yang
strategis agar mampu mengembangkan pemasaran yang lebih luas baik untuk
pasar domestik maupun pasar ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat
diperlukan kerjasama antar instansi terkait, pihak swasta dan asosiasi perikanan
seperti HNSI maupun Ispikani.
Kinerja industri perikanan pada pelabuhan perikanan yang ada di Kota
Makassar akan mempengaruhi berbagai variabel, dimana semakin baik kinerja
industri akan memberikan dampak positif terhadap variabel-variabel lainnya.
Sedangkan koefisien pengaruh kebijakan industri perikanan terhadap konstruk
daya saing industri perikanan dan kebijakan pemerintah ada pengaruh namun
tidak secara signifikan.

4.4.3.1 Pengembangan dari aspek lingkungan industri perikanan

Lingkungan industri perikanan akan mempengaruhi kinerja industri


perikanan, daya saing industri perikanan dan pelayanan pelabuhan perikanan,
berdasarkan (Gambar 11 dan Tabel 13) hasil yang didapat tidak berpengaruh
secara signifikan dengan nilai p masing-masing 0.130 dan 0.376. Variabel yang
digunakan untuk mengukur lingkungan industri perikanan adalah variabel
program jangka panjang (X 42 ) dengan nilai probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel
13) artinya berpengaruh secara signifikan. Hal ini perlu diantisipasi dengan
membuat program-program yang arahnya untuk peningkatan kinerja industri
perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Perikanan dan
Kelautan.
Lingkungan industri perikanan yang ada di Kota Makassar khususnya
pada pelayanan pelabuhan perikanan belum sepenuhnya mendukung kinerja
industri perikanan, seperti yang terjadi pada PPI Paotere karena sarana dan
prasarana kurang mendukung, maka pengusaha industri perikanan akan
melakukan aktivitas di luar dari kawasan pelabuhan perikanan, sehingga kegiatan
industri perikanan menyebar dan tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wahyuni (2002) yang mengatakan bahwa ketersediaan
infrastruktur berupa sarana dan prasarana pelabuhan perikanan, transportasi,
pemasaran) dapat mendukung dan memberikan kemudahan serta efisiensi
produksi, keterbatasan sarana dan prasarana pendukung industri tidak tertutup
kemungkinan timbulnya biaya untuk mendapatkan hal-hal tersebut.
Berdasarkan kondisi tersebut, berarti sistem pendukung agribisnis yaitu
pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi
bagi produk perikanan di Kota Makassar mampu bersaing dipasaran, baik di
dalam maupun di luar negeri. Untuk mengantisipasi persaingan bebas tersebut
dan meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan
efisiensi usaha dan diversifikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan
pamasaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni (2002) yang mengatakan
bahwa kinerja industri juga harus diukur dengan tingkat penyerapan tenaga kerja
dan produktivitas kerja.
Jika lingkungan industri perikanan merupakan determinasi dari kinerja
industri perikanan, jika kondisinya semakin baik akan mendorong untuk tumbuh
dan berkembangnya kinerja industri perikanan. Dari aspek pemasaran bagi
industri perikanan akan memiliki kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses
usaha inti seperti pengembangan produk, perolehan penjualan, volume penjualan,
pertumbuhan penjualan dan mutu produk.
Pengaruh lingkungan industri perikanan dengan berbagai faktor terhadap
kinerja industri perikanan dengan variabel yang digunakan yaitu kinerja
keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja sumberdaya manusia, jika ketiga hal
tersebut dapat teratasi maka industri perikanan bisa berjalan dengan baik. Jika
program pembangunan PPN Untia Makassar diarahkan sebagai pusat
pengembangan industri hulu sampai hilir serta sebagai pusat pembinaan nelayan,
maka pemerintah harus memperhatikan kesiapan sumberdaya manusia yang ada
dengan harapan keberadaan PPN tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
perikanan akan mampu mengatasi dampak negatif kondisi ekonomi sehingga
mampu mendukung kinerja industri perikanan.

4.4.3.2 Pengembangan dari aspek sumberdaya alam dan lingkungan

Kinerja industri perikanan dipengaruhi oleh faktor sumberdaya alam dan


lingkungan (Gambar 11 dan Tabel 12), setelah diuji menunjukkan ada pengaruh
meskipun tidak berpengaruh secara signifikan.
Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur faktor sumberdaya alam
dan lingkungan adalah sumberdaya ikan (X 31 ) dengan nilai probabilitas sama
dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
melakukan pengawasan terhadap alat tangkap yang digunakan oleh nelayan.
Seperti halnya pengaturan ukuran mata jaring (mesh size) pada alat tangkap jaring
lingkar (purse seine), jaring insang (gill net) dogol dan trawl, agar bisa selektif
dalam menangkap ikan.
Jenis variabel lain yang digunakan untuk mengukur sumberdaya alam dan
lingkungan adalah daerah penangkapan ikan (X 32 ) dengan nilai probabilitas sama
dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
berpedoman pada aturan tentang wilayah pengelolaan perikanan (WPP) IV yang
meliputi selat Makassar dan laut Flores, dimana ikan pelagis kecil masih terbuka
peluang untuk dikembangkan, pelagis besar pengelolaannya harus hati-hati
dengan monitoring ketat dan udang penaeid sudah tidak ada peluang untuk
dikembangkan. Perlu adanya pengawasan pemerintah melalui Dinas Perikanan
dan Kelautan bekerjasama dengan Polair terhadap penggunaan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom ikan dan pembiusan, hal ini
akan merusak lingkungan perairan terutama pada daerah terumbu karang akan
berdampak daerah penangkapan ikan menjadi rusak.
Selanjutnya jenis variabel lain yang digunakan untuk mengukur
sumberdaya alam dan lingkungan adalah energi pendukung (X 34 ) dengan nilai
probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
melihat bahan pendukung yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku
industri perikanan, hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (2001) mengatakan
bahwa keunggulan ketersediaan energi pendukung yang ada sangat menentukan
tingkat keberhasilan industri perikanan.
Kota Makassar memiliki potensi sumberdaya alam dan energi yang cukup
besar sebagai penyedia bahan baku berupa sumberdaya ikan yang beragam,
kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam yang dimiliki
akan mendorong industri perikanan untuk dapat meningkatkan hasil produksi
serta memberikan nilai tambah, agar supaya harga produk dapat bersaing. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gardjito (1996) bahwa keunggulan
ketersediaan sumberdaya ikan yang banyak dan beragam yang dimiliki sebagai
penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi tingkat kemampuan
komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri perikanan, jika mampu
memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah.

4.4.3.3 Pengembangan dari aspek pelayanan pelabuhan perikanan

Pengaruh pelayanan pelabuhan perikanan dengan variabel pelayanan


kegiatan produksi melalui tambat labuh (X 71 ) terhadap KIP terkait dengan aspek
pemasaran terutama kelangsungan suplai dan mutu produk (X 56 ) serta
kemampuan mengembangkan produk. Untuk mengukur pelayanan pelabuhan
perikanan maka variabel pelayanan kegiatan produksi melalui tambat labuh (X 71
dengan nilai p = adalah fix) hal ini disebabkan karena di PPN Untia Makassar
belum ada aktivitas tambat labuh. Oleh karena itu harus menyediakan fasilitas
dermaga untuk tambat labuh kapal, bongkar muat barang, fasilitas kolam
pelabuhan untuk olah gerak kapal di dalam pelabuhan perikanan yang cukup,
fasilitas penahan gelombang (break water), fasilitas lelang hasil tangkapan
nelayan, dll.
Demikian pula dengan variabel pelayanan industri prosessing (X 72 dengan
nilai p = 0.221), pelayanan kegiatan pemasaran (X 73 dengan nilai p = 0.222) dan
pelayanan kebutuhan logistik kapal (X 74 dengan nilai p = 0.213) ada pengaruh,
hal ini disebabkan karena PPN Untia belum berfungsi sehingga variabel-variabel
penyerta belum berpengaruh secara signifikan. Kegiatan tambat labuh kapal-
kapal ikan masih terkonsentrasi pada pelabuhan perikanan lama yaitu Pangkalan
Pendaratan Ikan Paotere.
Pelabuhan perikanan seperti PPN Untia diharapkan memiliki sarana dan
prasarana yang lengkap untuk dapat berfungsi dengan baik. Kondisi demikian
menurut Danial (2003) pelabuhan perikanan merupakan lingkungan kerja untuk
melayani kegiatan perikanan dan memiliki fungsi yang cukup luas dan majemuk
dengan tatanan yang kondusif, sehingga pengelola dalam menjalankan kewajiban
harus dapat memberikan pelayanan terbaik agar dapat berfungsi secara optimal
untuk melayani aktivitas industri perikanan.
Faktor pelayanan pelabuhan perikanan dengan variabel pelayanan fasilitas
pendukung industri juga berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan dengan
fasilitas lahan industri dan jalan kompleks. Jenis dan kapasitas fasilitas
disesuaikan dengan kebutuhan industri baik sekarang maupun proyeksi 5 sampai
dengan 10 tahun yang akan datang.

4.4.4 Daya saing industri perikanan (DIP)

Daya saing industri perikanan dalam pemasaran hasil perikanan


dipengaruhi oleh lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan
pelabuhan perikanan dan kinerja industri perikanan.
Faktor daya saing industri perikanan dipengaruhi secara signifikan oleh
faktor lingkungan industri perikanan dengan nilai probabilitas sama dengan 0.000
(Tabel 13), hal ini harus diantisipasi dengan meningkatkan kinerja industri seperti
industri penangkapan ikan, industri penanganan dan pengolahan serta industri
pemasaran. Sehingga hasil produksi industri perikanan bisa berjalan secara
berkesinambungan.
Berdasarkan Tabel 17, pengaruh faktor daya saing industri perikanan
terhadap variabel produk mempunyai kemampuan imitabilitas (X 83 ) dengan nilai
probabilitas sama dengan 0.000 berpengaruh secara signifikan. Hal ini perlu
diantisipasi dengan diversivikasi produk dengan tetap menjaga mutu produk dan
harga produk bisa bersaing. Pengaruh faktor daya saing industri perikanan
terhadap variabel harga produk kompetitif (X 84 ) dengan nilai probabilitas sama
dengan 0.000 (Tabel 17) berpengaruh secara signifikan. Hal ini perlu diantisipasi
dengan menjaga mutu produk yang dihasilkan serta harga produk bisa bersaing.
Untuk mengantisipasi persaingan tersebut dan meraih keunggulan kompetitif
diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi usaha serta manajemen mutu
yang baik.
Variabel ketersediaan bahan baku berkelanjutan (X 85 ) dengan nilai
probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel 17) nilai ini lebih kecil dari 0.05 yang
berarti berpengaruh secara signifikan. Hal ini sangat didukung oleh ketersediaan
sumberdaya hayati perikanan yang ada di perairan Kota Makassar dan sekitarnya
serta memiliki daya saing yang tinggi serta stok sumberdaya hayati perikanan
masih cukup tersedia. Namun perlu adanya pengawasan dalam pengelolaan
sumberda hayati perikanan agar bisa berkesinambungan, agar tidak tidak terjadi
kelebihan tangkap (over fishing).
Memasuki era pasar bebas akan terjadi pertumbuhan perdagangan secara
umum dan persaingan secara bebas baik skala lokal, nasional maupun skala
internasional. Hal ini sesuai pendapat Kotler (1997) yang mengatakan bahwa jika
suatu negara itu menutup pasarnya dari persaingan asing, penduduknya akan
membayar lebih mahal untuk barang berkualitas lebih rendah. Tetapi jika negara
itu membuka pasarnya, akan menghadapi persaingan ketat dan banyak usaha
domestik akan menderita.
Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah
perubahan teknologi. Saat ini, perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi mengalami perubahan yang sangat cepat, seperti merek makanan,
bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan merek dan mutu
serta harga barang, sehingga perusahaan ataupun industri harus mampu merubah
keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif.
Upaya peningkatan daya saing industri, termasuk industri perikanan
dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam
persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi,
komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup bahkan
aspek hak azasi manusia (pengeksploitasian buruh). Konsep daya saing
diekspresikan oleh beberapa orang dan lembaga dengan cara yang berbeda,
perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau konteks yang mereka telaah
dan dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah produktivitas yang
didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.

4.4.4.1 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan terhadap DIP

Lingkungan industri perikanan berpengaruh secara signifikan terhadap


daya saing industri perikanan (Gambar 11 dan Tabel 13) menunjukkan nilai
probabilitas sama dengan 0.000 hal ini perlu diantisipasi dengan mengamati dan
mengawasi setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap perubahan
yang terjadi, apakah perubahan merupakan peluang, ancaman ataupun tantangan.
Menurut pendapat Eriyatno dan Winarno (1999) mengatakan bahwa, kegagalan
dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau pemasaran dapat
berakibat kegagalan industri.
Lingkungan industri perikanan dapat didekati dengan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi industri yaitu internal industri, eksternal
industri dan sumberdaya alam dan lingkungan. Lingkungan internal dapat
didekati dengan melihat potensi sumberdaya manusia, teknologi dan keuangan
serta aset perusahaan Potter (1990). Lebih lanjut dikatakan bahwa eksternal
industri mempengaruhi lingkungan industri dapat didekati dengan melihat kondisi
ketersediaan jasa pelatihan, jasa perbankan, kemudian sumberdaya alam dan
lingkungan diidentifikasi dengan ketersediaan sumberdaya ikan, daerah
penangkapan ikan dapat dijangkau, lingkungan dan kondisi perairan
memungkinkan untuk dilakukan operasi penangkapan ikan serta tersedianya
energi pendukung lainnya.
Lain halnya dengan pendapat Kotler (1997), bahwa suatu industri
perikanan dalam memenangkan persaingan pada perdagangan bebas harus mampu
memanfaatkan tantangan dan peluang lingkungan indusri. Kemampuan
memanfaatkan peluang akan dapat menciptakan produk sesuai kebutuhan
konsumen baik dari sisi harga, mutu, bentuk, waktu kebutuhan, sehingga akan
memiliki produk yang berdaya saing. Untuk menciptakan produk yang memiliki
daya saing, ternyata setiap industri membutuhkan dukungan industri pemasok
seperti mesin, teknologi, bahan pengemas, bahan baku dan peralatan lainnya.
Berdasarkan teori ini, berarti lingkungan industri perikanan akan berpengaruh
terhadap daya saing industri perikanan terutama pada kemampuan industri dalam
memanfaatkan peluang dalam menciptakan produk yang memiliki daya saing
dalam pemasaran hasil industri perikanan.

4.4.4.2 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap DIP

Daya saing industri perikanan (DIP) dalam pemasaran hasil perikanan


dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah. Dari tiga jenis variabel
yang digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah, dua diantaranya yang
berpengaruh secara signifikan yang berarti berpengaruh secara signifikan terhadap
daya saing industri perikanan.
Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah
adalah pembangunan pelabuhan perikanan (X 61 ) dengan nilai probabilitas 0.001,
artinya berpengaruh secara signifikan, hal ini perlu diantisipasi dengan
menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap dengan paket teknologi yang
mampu mengefektifkan waktu bongkar muat hasil tangkapan di pelabuhan, agar
tidak terjadi antrian kapal ikan. Disamping itu variabel pembentukan badan usaha
milik negara (X 62 ) dengan nilai probabilitas sama dengan 0.004, berpengaruh
secara signifikan, hal ini perlu diantisipasi dengan membentuk badan usaha milik
negara yang menyediakan sarana dan prasaran yang sangat menunjang aktivitas
industri perikanan pada area pelabuhan perikanan.
Pembangunan PPN Untia Makassar merupakan salah satu bentuk
kontribusi pemerintah dalam upaya mendukung industri perikanan dalam
memasuki persaingan industri hasil perikanan. Memasuki era globalisasi
diramalkan akan terjadi persaingan perdagangan yang semakin tajam, sehingga
akan mendorong setiap negara untuk menciptakan suatu keunggulan (Kotler
1997). Menghadapi tantangan di atas industri perikanan akan dihadapkan pada
kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan yang
dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri. Disamping itu industri perikanan
harus mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada sehingga memiliki nilai
tambah, memiliki produk bernilai dan bermutu tinggi, sehingga produk bisa
bersaing (Gardjito 1996).
Hasil penelitian Madecor Group (2001) untuk pengembangan industri
perikanan seperti pengembangan industri pengolahan ikan dan industri
pengalengan selain diperlukan infrastruktur berupa kawasan industri perikanan
yang berbasis pelabuhan perikanan juga sangat dibutuhkan modal usaha maupun
modal investasi. Untuk mengatasi kendala ini sangat diperlukan kebijakan
pemerintah, yakni kebijakan pemerintah dalam pemberian kemudahan kepada
investor untuk mendapatkan modal usaha melalui pengaturan pemanfaatan tanah
industri untuk dijadikan sebagai agunan dalam mendapatkan modal usaha.

4.4.4.3 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan terhadap DIP

Daya saing industri perikanan dalam pemasaran hasil dipengaruhi oleh


kinerja industri perikanan (Gambar 11), jenis variabel yang digunakan untuk
mengukur kinerja industri perikanan adalah aspek keuangan berupa laba (rugi)
perusahaan (X 51 ), volume penjualan (X 52 ), pertumbuhan penjualan (X 53 ),
pertumbuhan pelanggan (X 54 ), kemampuan harga bersaing (X 55 ), mutu produk
(X 56 ), tingkat penyerapan tenaga kerja (X 57 ) dan jaringan pemasaran luas (X 58 ).
Apabila suatu industri memiliki kemampuan laba yang semakin meningkat
berarti akan semakin kuat industri itu dalam meningkatkan kinerjanya, hal ini
merupakan tujuan dari perusahaan untuk mendapatkan laba, tingginya
kemampuan suatu perusahaan mendapatkan laba akan mendorong nilai return of
investment dan return on equity pada suatu industri. Dilain pihak dalam
menghadapi pemasaran hasil perikanan, suatu industri akan menghadapi suatu
tantangan dalam memilki daya saing industri perikanan.
Peningkatan kinerja industri perikanan di bidang pemasaran ternyata
dalam menghadapi persaingan saat ini bukan hanya sekedar mendapatkan
besarnya margin usaha akan tetapi industri perikanan harus mampu menciptakan
kepuasan pelanggan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kotler (1997) yang
mengatakan bahwa, khusus bagi produk hasil perikanan yang memiliki daya tahan
kesegaran yang sangat singkat, diperlukan penanganan yang lebih baik dan
optimal karena apabila penanganan kurang bagus maka nilai jual langsung
menurun dan bahkan tidak ada nilainya sama sekali. Berdasarkan terori tersebut,
maka apabila industri perikanan berada di dalam suatu kawasan pelabuhan
perikanan akan mampu mempertahankan kualitas produk hasil perikanan karena
penanganan bisa lebih cepat dengan waktu yang dituhkan sangat singkat.
Salah satu variabel daya saing industri perikanan dalam pemasaran hasil
perikanan adalah adanya jaminan mutu produk. Variabel ini mengantisipasi
konsumen yang saat ini semakin memiliki tuntutan atas kualitas produk yang
lebih baik dan aman untuk dikonsumsi, disamping memiliki respon yang lebih
cepat (tepat waktu) ternyata juga menuntut adanya nilai lebih yang diberikan oleh
perusahaan. Hal inilah yang harus dimiliki oleh industri perikanan di Kota
Makassar yang untuk mampu memenuhi tuntutan kualitas produk yang dihasilkan
berdasarkan keinginan konsumen. Oleh karena itu perlu adanya upaya dalam
meningkatkan daya saing hasil perikanan dengan kemampuan teknologi informasi
dan komunikasi serta jaminan mutu produk serta harga produk yang kompetitif
perlu ditingkatkan, agar mampu bersaing di pasaran umum.
Berdasarkan data BPS Kota Makassar (2009) serta Dinas Kelautan dan
Ketahanan Pangan Kota Makassar (2009) hasil produksi industri perikanan
umumnya dipasarkan dalam bentuk segar yaitu sebesar 14 739.5 ton, dalam
bentuk beku sebesar 1 463.6 ton dan dalam bentuk pengeringan atau penggaraman
sebesar 337.6 ton. Hal inilah yang merupakan keunggulan hasil produksi
perikanan yang ada di Kota Makassar, karena hasil produksi perikanan umumnya
dipasarkan dalam bentuk segar. Hal ini sesuai dengan pendapat Putro (2002)
yang mengatakan bahwa hasil produksi perikanan yang dipasarkan, yang paling
diminati oleh konsumen adalah ikan dalam bentuk segar.

4.5 Strategi Pengembangan Industri Perikanan

Strategi pengembangan industri perikanan ini dirumuskan dengan


memperhatikan faktor-faktor yang berinteraksi berdasarkan analisis model pada
bagian sebelumnya. Strategi ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan interaksi
dari faktor-faktor yang signifikan tersebut, sehingga pengembangan industri
perikanan menjadi lebih optimal. Interaksi antar variabel/faktor serta strategi
yang digunakan dapat di lihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Interaksi antar variabel/faktor yang signifikan dengan strategi yang


digunakan
No. Interaksi antar variabel/faktor Strategi
1 2 3
1. Internal Industri (II) dengan Peningkatan keterampilan SDM dengan
kemampuan SDM (X 11 ), pelatihan dan pengenalan paket-paket
inovasi penggunaan teknologi baru yang dilaksanakan oleh
teknologi (X 12 ) perusahaan perikanan terhadap
anggotanya.
2. Eksternal Industri (EI) Pengembangan kemitraan industri dengan
dengan perkembangan pihak pemasok teknologi, ketersediaan jasa
teknologi (X 21 ), ketersediaan pelatihan dan ketersediaan infrastruktur.
jasa pelatihan (X 22 ) , kondisi Faktor ini harus dilaksanakan oleh
industri pemasok (X 24 ) perusahaan industri perikanan bekerjasama
dengan pemerintah (Dinas Perikanan dan
Kelautan, Dinas Tenaga Kerja serta pihak
perguruan tinggi seperti Unhas, UMI dan
universitas lainnya yang ada di Makassar).
1 2 3
3. Sumberdaya Alam dan Perlunya pengawasan dalam pemanfaatan
Lingkungan (SAL) dengan SDA seperti penggunaan alat penangkapan
Kebijakan Pemerintah (KP), ikan yang ilegal, pembatasan penangkapan
sumberdaya ikan (X 31 ), jenis ikan yang over fishing, pelarangan
daerah penangkapan ikan penangkapan pada daerah perlindungan
(X 32 ), lingkungan & kondisi laut yang dilaksanakan oleh pemerintah
perairan (X 34 ) (Dinas Perikanan dan Kelautan, Polair)
bekerjasama dengan perguruan tinggi
(Unhas, UMI) dan lembaga swasta lainnya
(LSM, HNSI, Ispikani).
4. Lingkungan Industri Diperlukan program-program yang
Perikanan (LIP) dengan Daya inovatif, unggul dan kompetitif guna
Saing Industri Perikanan menghasilkan produk yang mampu
(DIP), program jangka bersaing, hal ini dilaksanakan oleh
panjang (X 42 ) perusahaan yang bergerak dalam bidang
industri perikanan.
5. Kinerja Industri Perikanan Diperlukan peningkatan kinerja keuangan
(KIP) dengan volume dengan dukungan modal yang kuat dari
penjualan (X 52 ), pemerintah melalui bank (BRI, Bukopin,
pertumbuhan penjualan atau lembaga keuangan swasta lainnya
(X 53 ), pertumbuhan seperti Baitul Mal Wattamwil dan
pelanggan (X 54 ), kemampuan Koperasi Nelayan Mandiri), perlu inovasi
harga bersaing (X 55 ), mutu hasil produksi dengan tingkat kualitas yang
produk (X 56 ), tingkat terjamin, perlu promosi dan perluasan
penyerapan tenaga kerja jaringan pemasaran yang dilakukan oleh
(X 57 ), jaringan pemasaran pihak perusahaan bersama pemerintah
luas (X 58 ) (Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas
Tenaga Kerja).
6. Kebijakan Pemerintah (KP) Diperlukan pembangunan pelabuhan
dengan pembangunan perikanan yang dilengkapi dengan sarana
pelabuhan perikanan (X 61 ), dan prasaran yang lengkap, serta
pembentukan BUMN (X 62 ) pembentukan badan usaha milik negara
yang dilaksanakan oleh pemerintah (Dinas
Perikanan dan Kelautan).
7. Daya Saing Industri Berkomitmen untuk selalu mengembang-
Perikanan (DIP) dengan kan produk dengan kualitas yang lebih
produk mempunyai baik dengan memenuhi persyaratan seperti
kemampuan imitabilitas jaminan kandungan nutrisi, komposisi
(X 83 ), harga produk bahan baku, keamanan mengkonsumsi dan
kompetitif (X 84 ), aspek lingkungan hidup untuk menghadapi
ketersediaan bahan baku persaingan, yang dilaksanakan oleh
berkelanjutan (X 85 ) pemerintah (Dinas Perikanan dan Kelautan
Dinas Perindustrian).
1) Mengingat sumberdaya manusia yang dimiliki industri perikanan yang ada di
Kota Makassar secara faktual kondisinya masih memiliki pendidikan yang
relatif rendah (tingkat pendidikan, usia, pengetahuan dan pengalaman),
sehingga teknologi yang digunakan oleh industri perikanan disesuaikan
dengan tingkat kemampuan SDM yang dimiliki. Oleh karena itu, perlu
peningkatan keterampilan dan pengetahuan dengan jalan melakukan pelatihan
dan pengenalan serta penggunaan paket-paket teknologi yang baru, yang
dilaksanakan oleh pihak perusahaan industri perikanan dengan bekerjasama
pemerintah (Dinas Perikanan dan Kelautan), perguruan tinggi seperti Unhas,
UMI, dan perguruan tinggi lainnya, agar internal industri bisa menjadi kuat
karena merupakan faktor dominan terhadap keberhasilan kinerja industri.
2) Perlunya penggunaan paket-paket teknologi yang baru seperti penggunaan
mesin dan kelengkapan teknologi yang sangat diperlukan dalam proses
produksi, dimana kapasitas dan kualitas infrastruktur yang tersedia sangat
mempengaruhi proses produksi, serta pemberian kursus dan pelatihan tentang
penggunaannya yang dilaksanakan oleh pihak perusahaan bekerjasama
dengan perguruan tinggi (Unhas, UMI) dan pemerintah (Dinas Perikanan dan
Kelautan, Dinas Tenaga Kerja) dalam mendukung eksternal industri.
3) Perlunya pengawasan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
seperti pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan yang ilegal,
pembatasan penangkapan jenis ikan yang over fishing, pelarangan
penangkapan pada daerah perlindungan laut yang dilaksanakan oleh
pemerintah (Dinas Perikanan dan Kelautan, Polair) bekerja sama dengan
perguruan tinggi (Unhas, UMI, dan perguruan tinggi lainnya) dan lembaga
swasta lainnya (LSM, HNSI, ISPIKANI). Agar supaya ketersediaan bahan
baku industri perikanan bisa tersedia dan berkesinambungan.
4) Industri perikanan di Kota Makassar perlu mengembangkan produk-produk
yang inovatif yang disukai oleh konsumen atau pasar, bila hal tersebut bisa
dilakukan akan menciptakan peluang membuka pasar yang baru, maka secara
otomatis akan meningkatkan produksi dari perusahaan serta peningkatan
pendapatan. Namun produk yang dihasilkan harus benar-benar diperhatikan
kualitas dan harga yang bersaing, bila hal ini dapat dilakukan akan
mendukung kinerja industri perikanan yang kondusif.
5) Peningkatan kinerja industri perikanan harus memperhatikan berbagai bidang
antara lain; dibidang pemasaran, hal ini penting dan harus ditangani dengan
serius yaitu harus mendapatkan informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat
terutama tentang mutu produk dan harga produk. Ketersediaan informasi
pasar merupakan salah satu komponen yang strategis agar mampu
mengembangkan pemasaran yang lebih luas, baik untuk pasar domestik
maupun pasar ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat diperlukan
kerjasama antar instansi terkait, pihak swasta dan asosiasi perikanan. Dilain
pihak penetapan harga produk disamping untuk kepentingan industri juga
harus memperhatikan harga yang ditawarkan oleh para pesaingnya. Selain
itu, diperlukan peningkatan kinerja keuangan dengan dukungan modal yang
kuat dari pemerintah melalui bank (BRI, Bukopin, dan lembaga keuangan
swasta lainnya seperti Baitul Mal Wattamwil dan Koperasi Nelayan Mandiri).
6) Dalam rangka upaya memberikan pelayanan terhadap industri perikanan
dalam menghadapi persaingan pasar, pengelola Pelabuhan Perikanan
Nusantara Untia di Kota Makassar diharapkan benar-benar konsisten dalam
menerapkan pelayanan yang baik, sehingga pelaku-pelaku industri bisa
menanamkan modal dan melakukan aktivitas industri perikanan pada
kawasan pelabuhan perikanan, serta pembentukan badan usaha milik negara
yang mendukung industri perikanan yang dilaksanakan oleh pemerintah
(Dinas Perikanan dan Kelautan).
7) Perlunya dukungan dari pemerintah dalam menghadapi persaingan pasar
terutama perlakuan yang tidak seimbang dari negara pesaing serta berbagai
aturan yang tidak mampu diakomodir oleh industri perikanan terkait dengan
berbagai aturan dan ketentuan internasional yang pada akhirnya dapat
menghambat kinerja industri perikanan terutama dalam hal pemasaran luar
negeri (ekspor), dengan upaya peningkatan daya saing industri yang harus
mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam persyaratan yang lebih
lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi, komposisi bahan baku,
keamanan mengkonsumsi serta aspek lingkungan hidup, yang dilaksanakan
oleh pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Keuangan).
106

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian tentang model pengembangan industri perikanan berbasis


Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan yang menggunakan
pendekatan SEM (struktural equation modelling) dengan bantuan piranti lunak
berupa AMOS, menyimpulkan bahwa:
1) Produksi perikanan di Kota Makassar mengalami kenaikan rata-rata sebesar
0.98% per tahun yaitu dari 16 347.67 ton pada tahun 2005 menjadi 16 540.70
ton pada tahun 2009, hal ini menunjukkan bahwa industri perikanan masih
perlu ditingkatkan sarana dan prasarananya. PPI Paotere sudah tidak mampu
lagi menampung semua aktivitas industri perikanan, oleh karena itu pemerintah
perlu mempercepat penyelesaian pembangunan PPN Untia Makassar agar bisa
menampung semua aktivitas industri perikanan yang ada, karena Kota
Makassar memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan industri
perikanannya yang berbasis pelabuhan perikanan.
2) Faktor/variabel yang berinteraksi secara signifikan yang terkait dengan
pengembangan industri perikanan adalah:
- Variabel kemampuan sumberdaya manusia industri perikanan dan inovasi
penggunaan teknologi industri terhadap konstruk internal industri.
- Variabel perkembangan teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan
dan kondisi industri pemasok terhadap konstruk eksternal industri.
- Variabel sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan dan energi pendukung
terhadap konstruk sumberdaya alam dan lingkungan.
- Variabel program jangka panjang terhadap konstruk lingkungan industri
perikanan.
- Variabel laba (rugi) perusahaan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan
pelanggan, kemampuan harga bersaing, mutu produk, tingkat penyerapan
tenaga kerja dan jaringan pemasaran yang luas terhadap konstruk kinerja
industri perikanan.
107

- Variabel pembangunan pelabuhan perikanan dan pembentukan badan usaha


milik negara serta sumberdaya alam dan lingkungan terhadap konstruk
kebijakan pemerintah.
- Variabel kemampuan imitabilitas, harga produk kompetitif dan
ketersediaan bahan baku berkelanjutan terhadap konstruk daya saing
industri perikanan.
3) Strategi pengembangan model industri perikanan yang berbasis pelabuhan
perikanan perlu diarahkan dan diperioritaskan pada: peningkatan kualitas SDM
yang dimiliki oleh industri perikanan, penggunaan paket teknologi baru pada
industri penangkapan, industri pengolahan dan industri pemasaran, serta
peningkatan dukungan pemerintah untuk menghadapi persaingan dan
kerjasama antar kementerian yang terkait untuk pelaksanaan program
pembangunan perikanan.

5.2 Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian terhadap model pengembangan industri


perikanan berbasis Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan,
dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:
1) Model pengembangan industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan di Kota
Makassar dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan industri
perikanan pada beberapa lokasi pelabuhan perikanan lainnya dengan melihat
konstruk/faktor maupun variabel yang digunakan, namun penambahan atau
pengurangan faktor dan variabel harus tetap didasarkan pada telaah pustaka,
yang diawali dengan serangkaian eksplorasi ilmiah guna mendapatkan
justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.
2) Model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan dapat digunakan
sebagai pedoman implementasi kebijakan dalam perencanaan dan peramalan
pengembangan industri perikanan.
3) Mengingat situasi dan kondisi Pelabuhan Perikanan Nusantara Untia Makassar
masih dalam tahap pembangunan, maka perlu dilakukan penyelesaian
pembangunannya, agar pengembangan industri perikanan di Kota Makassar
dapat berbasis pada Pelabuhan Perikanan Nusantara Untia.
114

Lampiran 1 Luas wilayah kecamatan, banyaknya kelurahan dan RT, RW


menurut kecamatan di Kota Makassar tahun 2009.

Persentase
Luas
No. Kecamatan terhadap Kelurahan RT RW
(Km2)
Makassar
1 Mariso 1.82 1.04 9 215 45
2 Mamajang 2.25 1.28 13 302 57
3 Tamalate 18.18 10.34 10 524 82
4 Rapocini 9.23 5.25 10 488 93
5 Makassar 2.52 1.43 14 390 69
6 Ujung Pandang 2.63 1.50 10 143 38
7 Wajo 1.99 1.13 8 181 44
8 Bontoala 2.10 1.19 12 257 56
9 Ujung Tanah* 5.94 3.38 12 208 50
10 Tallo 8.75 4.98 15 454 73
11 Panakkukang 13.03 7.41 11 440 86
12 Manggala 24.14 13.73 6 280 52
13 Biringkanaya** 48.22 27.43 7 280 60
14 Tamalanrea*** 31.84 18.11 6 283 63

Jumlah 175.77 100.00 143 4 445 805

Sumber: Makassar dalam angka tahun 2009


*Kecamatan di mana terletak Lokasi PPI Paotere
** Kecamatan di mana terletak lokasi PPN Untia
***Kecamatan di mana terletak lokasi Kawasan Industri Makassar (KIMA)
115

Lampiran 2 Jumlah produksi perikanan (ton) menurut jenis alat tangkap di


Kota Makassar tahun 2005-2009.

No. Jenis alat tangkap 2005 2006 2007 2008 2009


1. Payang 511 523 498 513 513
2. Pukat Pantai 362 388 332 322 313
3. Pukat Cincin 4 352 4 371 4 462 4 472 4 491
4. Jaring Insang 1 495 1 512 1 437 1 417 1 522
Hanyut
5. Jaring Lingkar 279 297 322 319 325
6. Jaring Klitik 1 160 1 165 1 159 1 158 1 144
7. Jaring Insang 1 167 1 181 1 169 1 177 1 172
Tetap
8. Trammel Net 370 378 367 384 389
9. Bagan Perahu 924 943 952 960 1 071
10. Bagan Tancap 1 954 1 973 1 751 1 721 1 608
11. Jaring Angkat 87 94 84 81 78
Lainnya
12. Rawai Tetap 126 163 184 190 193
13. Pancing Lainnya 1 922 1 975 1 896 2 061 2 078
14. Pancing Tonda 123 101 563 755 927
15. Sero 92 108 96 92 103
16. Bubu 20 29 20 18 21
17. Perangkap Lainnya 3 5 4 6 7
18. Lain-lain 10 16 15 17 17

Jumlah 14 957 15 222 15 311 15 663 15 972

Sumber: Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota Makassar, 2009


116

Lampiran 3 Daftar Perusahaan Perikanan di Kota Makassar tahun 2009.

No. Nama Perusahaan Alamat Jenis Produksi

1. PT. Sitto Mas Mulia Sakti Jl. Kima VII Kav J2 Frozen Shrimp
2. PT. Bogatama Marinusa Jl. Kima Raya II No. N6 Frozen Shrimp, Frozen
Cephalopod, Frozen
Cooked Shrimp.
3. PT. Mitra Kartika Sejati Jl. Kima Raya Kav. D-1B Frozen Shrimp
4. PT. Multi Monodon Indonesia Jl. Kima Raya I No.D-2B Frozen (Shrimp, fish),
Frozen Cooked Shrimp.
5. PT. South Suco Jl. Kima VI No.G-4 Frozen (Shrimp, fish)
6. PT. Wahyu Pradana BM Jl. Kima Raya I No. D-2C Frozen (Shrimp, fish,
Cephalopod) dan Dried
Flying Fish Roe
7. PT Pole Pare Jl. Kima VI Kav G3 No.2 Frozen Shrimp
8. PT.Mega Bahari Adhimandiri Jl. Teuku Umar No. 100 Fresh Fish, Frozen Fish
9. PT. Sinar Graha Jl. Sultan Abdullah No. 59 Frozen Fish
10. PT. Prima Bahari Inti Lestari Jl. Kima XII Kav. 5C Fresh (Tuna, Cephalopod)
Frozen (Fish, Cephalopod,
Tuna), Fillet (Fresh Fish n
Frozen Fish).
11. PT. Mega Pratama Indo Jl. Kima VI Kav F1-A2 Frozen Tuna, Fresh Tuna
12. PT. Chen Woo Fishery Jl. Kima IV Kav K9-B2 Frozen Fish, Fresh Fish
13. PT. Pandu Andhika Putra Jl. Kima V Kav E No. 3A Frozen Fish
14. PT. Perikanan Samudra Besar Jl. Sabutung No.1 Paotere Frozen Fish
15. PT. Toyo Mas Jl. Kima IV Kav P-3B Frozen Fish
16. PT. Mina Samudra Makassar Jl. Kima V Kav E-31 Frozen Tuna, Fresh Tuna
17. PT. Nuansa Cipta Magello Jl. Kima III Kav K-5 Pasteurized Canned Crab
Meat
18. PT. Balqis Pratama Jl. Andi Tonro No. 29 Dried Flying Fish Roe
19. CV. Fajrin Putra Ariny Jl. Rajawali I/13B No. 125 Dried Flying Fish Roe
20. PT. Tobiko Utama Jl.Sultan Alauddin No.47/51 Dried Flying Fish Roe
21. CV. Indah Sari Jl. Dg.Tata IV Griya T. Asri Dried Flying Fish Roe
22. CV. Jireh Indonesia Jl. Boulevard A.II/2 Dried Flying Fish Roe
23. PT. Tae Ho Bumi Abadi Jl. Kima III Kav. 4B Dried Flying Fish Roe,
Frozen Produk
24. PT. Pintu Baru Jl. Tol Lama No.22 Dried Flying Fish Roe
25. PT. Makassar Jaya Jl. Batara Bira PU No. 13 Dried Sea Cucumber
26. Pusat Kopersai Pengrajin Ikan Jl. Kima VIII No. 9 Frozen Cooked Sea
Cucumber
27. PT. Mutiara Sakti Jl. Petta Punggawa No. 54 Dried Sea Cucumber
28. PT. Multi Sari Makassar Jl. Kima XIV Kav SS No.12 Frozen Cephalopod
29. PT. Kemilau Bintang Timur Jl. Kima III Kav. 2A Frozen Cephalopod

Sumber: Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan Kota Makassar, 2009


117

Lampiran 4 Output Analisis Data Penelitian dengan Menggunakan AMOS

Modification 5
22 April 2010 09:32:02

Amos

by James L. Arbuckle

Version 4.01

Copyright 1994-1999 SmallWaters Corporation


1507 E. 53rd Street - #452
Chicago, IL 60615 USA
773-667-8635
Fax: 773-955-6252
http://www.smallwaters.com

********************************************
Title

Modification 5: 22 April 2010 09:32

Your model contains the following variables

X13 observed endogenous


X12 observed endogenous
X11 observed endogenous
X23 observed endogenous
X22 observed endogenous
X21 observed endogenous
X24 observed endogenous
X33 observed endogenous
X32 observed endogenous
X31 observed endogenous
X34 observed endogenous
X41 observed endogenous
X42 observed endogenous
X52 observed endogenous
X53 observed endogenous
X54 observed endogenous
X51 observed endogenous
X55 observed endogenous
X56 observed endogenous
X57 observed endogenous
X58 observed endogenous
X63 observed endogenous
X62 observed endogenous
X61 observed endogenous
X71 observed endogenous
X72 observed endogenous
X73 observed endogenous
X74 observed endogenous
118

X81 observed endogenous


X82 observed endogenous
X83 observed endogenous
X84 observed endogenous
X85 observed endogenous
LIP unobserved endogenous
KIP unobserved endogenous
KP unobserved endogenous
PLP unobserved endogenous
DIP unobserved endogenous
II unobserved exogenous
A3 unobserved exogenous
A2 unobserved exogenous
A1 unobserved exogenous
EI unobserved exogenous
B3 unobserved exogenous
B2 unobserved exogenous
B1 unobserved exogenous
B4 unobserved exogenous
SAL unobserved exogenous
C3 unobserved exogenous
C2 unobserved exogenous
C1 unobserved exogenous
C4 unobserved exogenous
D1 unobserved exogenous
D2 unobserved exogenous
E2 unobserved exogenous
E3 unobserved exogenous
E4 unobserved exogenous
E1 unobserved exogenous
E5 unobserved exogenous
E6 unobserved exogenous
E7 unobserved exogenous
E8 unobserved exogenous
F3 unobserved exogenous
F2 unobserved exogenous
F1 unobserved exogenous
G1 unobserved exogenous
G2 unobserved exogenous
G3 unobserved exogenous
G4 unobserved exogenous
H1 unobserved exogenous
H2 unobserved exogenous
H3 unobserved exogenous
H4 unobserved exogenous
H5 unobserved exogenous

Number of variables in your model: 74


Number of observed variables: 33
Number of unobserved variables: 41
Number of exogenous variables: 36
Number of endogenous variables: 38
119

Summary of Parameters

Weights Covariances Variances Means Intercepts Total


------- ----------- --------- ----- ---------- -----
Fixed: 41 0 0 0 0 41
Labeled: 0 0 0 0 0 0
Unlabeled: 36 83 36 0 0 155
------- ----------- --------- ----- ---------- -----
Total: 77 83 36 0 0 196

NOTE:
The model is recursive.

Assessment of normality

min max skew c.r. kurtosis c.r.


-------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 1,000 5,000 -0,494 -2,471 -0,709 -1,774
X84 1,000 5,000 -0,691 -3,453 -0,299 -0,747
X83 1,000 5,000 0,565 2,823 -0,965 -2,413
X82 1,000 5,000 -0,033 -0,163 -1,396 -3,491
X81 1,000 5,000 0,186 0,932 -0,983 -2,458
X74 1,000 5,000 -0,456 -2,280 -0,740 -1,850
X73 1,000 5,000 -0,277 -1,387 -0,837 -2,093
X72 1,000 5,000 0,315 1,575 -1,083 -2,708
X71 1,000 5,000 -0,741 -3,707 -0,154 -0,385
X61 1,000 5,000 -0,509 -2,547 -0,659 -1,646
X62 1,000 5,000 0,738 3,689 -0,436 -1,091
X63 1,000 5,000 0,278 1,391 -1,140 -2,849
X58 1,000 5,000 -0,036 -0,180 -1,117 -2,792
X57 1,000 5,000 -0,080 -0,399 -0,755 -1,888
X56 1,000 5,000 -0,332 -1,658 -0,564 -1,410
X55 1,000 5,000 -0,095 -0,473 -1,282 -3,206
X51 1,000 5,000 -0,512 -2,560 -0,304 -0,761
X54 1,000 5,000 0,206 1,031 -1,049 -2,622
X53 1,000 5,000 -0,338 -1,690 -0,787 -1,969
X52 1,000 5,000 -0,338 -1,690 -0,179 -0,448
X42 1,000 5,000 0,498 2,492 -1,069 -2,673
X41 1,000 5,000 0,142 0,710 -1,025 -2,563
X34 1,000 5,000 0,174 0,870 -1,245 -3,113
X31 1,000 5,000 0,796 3,979 -0,482 -1,206
X32 1,000 5,000 0,606 3,032 -0,438 -1,095
X33 1,000 5,000 -0,747 -3,736 0,166 0,415
X24 1,000 5,000 -0,000 -0,001 -1,395 -3,488
X21 1,000 5,000 0,429 2,143 -0,724 -1,810
X22 1,000 5,000 0,869 4,345 -0,450 -1,125
X23 1,000 5,000 0,186 0,930 -0,871 -2,178
X11 1,000 5,000 0,245 1,223 -0,897 -2,244
X12 1,000 5,000 0,301 1,507 -0,771 -1,928
X13 1,000 5,000 -0,328 -1,642 -0,804 -2,011

Multivariate 128,728 16,402


120

Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance)

Observation Mahalanobis
number d-squared p1 p2
------------- ------------- ------------- -------------
8 74,190 0,000 0,008
44 70,238 0,000 0,000
37 70,011 0,000 0,000
16 62,678 0,001 0,000
1 58,809 0,004 0,000
15 58,768 0,004 0,000
5 58,649 0,004 0,000
79 58,206 0,004 0,000
36 56,753 0,006 0,000
47 55,839 0,008 0,000
42 55,528 0,008 0,000
7 55,059 0,009 0,000
84 54,937 0,010 0,000
23 54,611 0,010 0,000
2 53,794 0,013 0,000
102 53,429 0,014 0,000
38 53,134 0,015 0,000
29 52,551 0,017 0,000
12 52,354 0,017 0,000
3 51,775 0,020 0,000
32 50,825 0,024 0,000
24 48,382 0,041 0,000
28 47,725 0,047 0,000
71 47,501 0,049 0,000
25 47,235 0,052 0,000
99 46,847 0,056 0,000
20 46,729 0,057 0,000
104 45,426 0,073 0,000
55 45,385 0,074 0,000
52 45,190 0,077 0,000
50 44,849 0,082 0,000
35 44,528 0,087 0,000
56 43,098 0,112 0,000
73 42,444 0,126 0,000
10 42,276 0,129 0,000
21 41,070 0,158 0,006
27 40,819 0,164 0,006
26 39,951 0,189 0,031
70 39,905 0,190 0,022
41 39,088 0,215 0,078
9 38,958 0,219 0,070
53 38,766 0,226 0,070
58 38,579 0,232 0,070
83 38,549 0,233 0,052
74 38,407 0,238 0,048
43 38,211 0,245 0,050
17 38,172 0,246 0,037
30 37,946 0,254 0,041
14 37,716 0,262 0,047
19 36,933 0,292 0,153
121

80 36,785 0,298 0,149


59 36,707 0,301 0,129
18 36,086 0,326 0,266
93 35,873 0,335 0,287
81 35,663 0,344 0,309
45 35,626 0,346 0,265
48 35,139 0,367 0,401
11 34,924 0,377 0,431
51 34,883 0,379 0,384
77 34,642 0,389 0,426
64 34,071 0,416 0,621
39 33,589 0,439 0,761
6 33,568 0,440 0,715
106 33,447 0,446 0,707
65 32,982 0,468 0,825
4 32,981 0,468 0,780
107 32,818 0,476 0,790
62 32,601 0,487 0,817
149 32,444 0,495 0,824
49 32,295 0,502 0,828
60 32,190 0,507 0,819
46 31,726 0,530 0,906
31 31,200 0,557 0,965
67 31,071 0,563 0,965
54 30,996 0,567 0,959
33 30,772 0,578 0,968
69 30,734 0,580 0,959
40 30,597 0,587 0,960
76 29,456 0,644 0,999
87 29,312 0,651 0,999
98 29,251 0,654 0,999
13 29,118 0,661 0,999
95 28,567 0,688 1,000
150 28,345 0,698 1,000
108 28,315 0,700 1,000
100 28,238 0,703 1,000
86 27,905 0,719 1,000
126 27,707 0,728 1,000
57 27,202 0,751 1,000
113 27,200 0,751 1,000
105 26,855 0,766 1,000
22 26,758 0,770 1,000
88 26,627 0,776 1,000
119 26,536 0,780 1,000
109 26,211 0,793 1,000
61 26,022 0,801 1,000
132 25,928 0,805 1,000
78 25,892 0,806 1,000
123 25,733 0,812 1,000
92 25,008 0,840 1,000
122

Sample size: 150


Sample Covariances

X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 1,488
X84 0,788 1,280
X83 0,596 0,651 1,967
X82 0,759 0,664 0,982 2,030
X81 0,350 0,439 0,916 1,073 1,626
X74 0,058 0,188 -0,085 0,428 0,299 1,506
X73 0,327 0,287 0,540 0,620 0,633 0,453 1,360
X72 0,660 0,591 0,819 0,801 0,645 0,385 0,880
X71 0,209 0,163 -0,088 0,236 -0,048 0,414 0,187
X61 0,322 0,099 0,242 0,577 0,194 0,338 0,327
X62 -0,233 -0,069 0,113 0,118 0,352 0,215 0,133
X63 0,167 0,465 0,541 0,541 0,829 0,146 0,313
X58 0,278 0,316 0,826 0,820 0,723 0,320 0,673
X57 0,244 0,377 0,595 0,794 0,661 0,523 0,480
X56 0,246 0,339 0,618 0,560 0,536 0,426 0,767
X55 0,322 0,521 0,763 0,915 0,789 0,633 0,587
X51 0,137 0,216 0,342 0,333 0,424 0,328 0,453
X54 0,031 -0,044 0,406 0,318 0,417 0,452 0,607
X53 0,305 0,273 0,579 0,725 0,588 0,475 0,760
X52 0,116 0,120 0,424 0,390 0,551 0,359 0,480
X42 0,304 0,191 0,858 0,676 0,835 0,226 0,553
X41 0,260 0,267 0,804 0,738 0,726 0,170 0,507
X34 0,446 0,420 0,786 0,797 0,821 0,299 0,520
X31 0,192 0,237 0,749 0,537 0,653 0,364 0,673
X32 0,291 0,413 0,656 0,567 0,549 0,151 0,307
X33 0,326 0,268 0,255 0,357 0,111 0,260 0,213
X24 0,142 0,168 0,280 -0,090 0,175 0,773 0,560
X21 0,366 0,383 0,967 0,653 0,675 0,244 0,700
X22 0,307 0,307 0,850 0,781 0,800 0,500 0,587
X23 0,386 0,461 0,531 0,613 0,538 0,610 0,700
X11 0,500 0,469 0,964 1,014 0,802 0,138 0,460
X12 0,379 0,344 0,829 0,680 0,653 0,227 0,560
X13 0,348 0,469 0,848 0,625 0,620 0,572 0,593

X72 X71 X61 X62 X63 X58 X57


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X72 1,871
X71 0,193 1,401
X61 0,338 0,551 1,357
X62 0,205 0,023 0,245 1,255
X63 0,531 -0,110 0,077 0,601 1,428
X58 0,668 0,143 0,061 0,088 0,251 1,602
X57 0,547 0,382 0,356 0,207 0,280 0,817 1,325
X56 0,661 0,063 0,195 0,191 0,256 0,677 0,527
X55 0,627 0,144 0,332 0,014 0,479 0,620 0,663
X51 0,370 0,091 0,229 0,314 0,422 0,333 0,353
X54 0,627 -0,178 0,211 0,194 0,099 0,607 0,385
X53 0,819 0,080 0,466 0,102 0,252 0,696 0,550
X52 0,464 -0,092 0,176 0,234 0,461 0,384 0,296
123

X42 0,690 0,024 0,148 0,253 0,350 0,736 0,752


X41 0,664 0,084 0,115 0,127 0,403 0,568 0,632
X34 0,833 -0,108 0,030 0,240 0,474 0,745 0,575
X31 0,714 -0,056 0,300 0,427 0,432 0,598 0,603
X32 0,582 0,116 0,078 0,189 0,409 0,629 0,718
X33 0,492 0,195 0,175 0,069 0,172 0,335 0,348
X24 0,731 0,285 0,167 0,304 0,146 0,581 0,548
X21 0,962 0,102 0,331 0,192 0,453 0,577 0,648
X22 0,870 -0,052 0,188 0,477 0,586 0,688 0,772
X23 0,969 0,218 0,326 0,162 0,402 0,641 0,562
X11 0,738 0,216 0,507 0,168 0,513 0,578 0,647
X12 0,714 0,080 0,340 0,337 0,415 0,718 0,670
X13 0,662 0,285 0,352 0,192 0,385 0,834 0,718

X56 X55 X51 X54 X53 X52 X42


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X56 1,332
X55 0,734 1,778
X51 0,501 0,525 0,993
X54 0,662 0,664 0,478 1,527
X53 0,767 0,860 0,593 0,934 1,419
X52 0,450 0,544 0,688 0,556 0,686 1,006
X42 0,480 0,478 0,315 0,589 0,562 0,401 1,785
X41 0,541 0,625 0,218 0,303 0,501 0,361 0,967
X34 0,752 0,630 0,285 0,567 0,611 0,418 0,953
X31 0,475 0,459 0,401 0,785 0,652 0,484 0,839
X32 0,433 0,556 0,236 0,331 0,364 0,318 0,702
X33 0,127 0,276 0,190 0,145 0,297 0,201 0,133
X24 0,738 0,370 0,353 0,680 0,565 0,289 0,695
X21 0,661 0,643 0,411 0,460 0,615 0,403 0,780
X22 0,637 0,645 0,428 0,696 0,638 0,564 1,024
X23 0,720 0,698 0,439 0,689 0,789 0,453 0,613
X11 0,445 0,721 0,292 0,176 0,580 0,281 0,750
X12 0,459 0,419 0,324 0,411 0,356 0,221 0,816
X13 0,451 0,703 0,381 0,479 0,546 0,288 0,594

X41 X34 X31 X32 X33 X24 X21


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X41 1,606
X34 0,882 1,862
X31 0,604 0,686 1,543
X32 0,602 0,669 0,549 1,129
X33 0,228 0,144 0,284 0,316 1,063
X24 0,247 0,492 0,696 0,438 0,227 2,077
X21 0,722 0,829 0,906 0,627 0,368 0,655 1,491
X22 0,836 0,836 0,977 0,689 0,358 0,780 0,732
X23 0,609 0,595 0,807 0,547 0,402 0,854 0,806
X11 0,898 0,705 0,502 0,662 0,286 0,269 0,883
X12 0,587 0,746 0,837 0,622 0,301 0,676 0,836
X13 0,551 0,385 0,713 0,549 0,434 0,770 0,686
124

X22 X23 X11 X12 X13


-------- -------- -------- -------- --------
X22 1,702
X23 0,829 1,492
X11 0,808 0,662 1,484
X12 0,817 0,661 0,806 1,353
X13 0,821 0,703 0,693 0,756 1,516

Eigenvalues of Sample Covariances

1,573e-001 1,980e-001 2,410e-001 2,684e-001 3,344e-001 3,700e-001


3,811e-001 4,008e-001 4,111e-001 4,378e-001 4,420e-001 4,930e-001
5,318e-001 5,468e-001 5,973e-001 6,645e-001 7,216e-001 7,522e-001
7,777e-001 8,513e-001 9,841e-001 1,013e+000 1,131e+000 1,224e+000
1,268e+000 1,523e+000 1,648e+000 1,907e+000 2,155e+000 2,462e+000
3,005e+000 3,737e+000 1,802e+001

Condition number of Sample Covariances = 1,145637e+002

Sample Correlations
X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 1,000
X84 0,571 1,000
X83 0,348 0,410 1,000
X82 0,437 0,412 0,492 1,000
X81 0,225 0,304 0,512 0,590 1,000
X74 0,039 0,135 -0,050 0,245 0,191 1,000
X73 0,230 0,217 0,330 0,373 0,426 0,317 1,000
X72 0,395 0,382 0,427 0,411 0,370 0,229 0,552
X71 0,145 0,121 -0,053 0,140 -0,032 0,285 0,135
X61 0,227 0,075 0,148 0,347 0,131 0,236 0,240
X62 -0,171 -0,055 0,072 0,074 0,246 0,157 0,102
X63 0,114 0,344 0,323 0,318 0,544 0,100 0,225
X58 0,180 0,221 0,466 0,455 0,448 0,206 0,456
X57 0,174 0,290 0,368 0,484 0,450 0,370 0,358
X56 0,175 0,259 0,382 0,341 0,364 0,301 0,570
X55 0,198 0,346 0,408 0,482 0,464 0,387 0,377
X51 0,113 0,192 0,245 0,234 0,334 0,268 0,390
X54 0,020 -0,031 0,234 0,180 0,265 0,298 0,421
X53 0,210 0,203 0,347 0,427 0,387 0,325 0,547
X52 0,094 0,106 0,302 0,273 0,431 0,292 0,410
X42 0,186 0,126 0,458 0,355 0,490 0,138 0,355
X41 0,169 0,186 0,452 0,409 0,449 0,110 0,343
X34 0,268 0,272 0,411 0,410 0,472 0,179 0,327
X31 0,127 0,169 0,430 0,303 0,412 0,239 0,465
X32 0,225 0,344 0,440 0,374 0,405 0,116 0,247
X33 0,259 0,230 0,176 0,243 0,085 0,206 0,177
X24 0,081 0,103 0,138 -0,044 0,095 0,437 0,333
X21 0,246 0,277 0,565 0,375 0,434 0,163 0,492
X22 0,193 0,208 0,465 0,420 0,481 0,313 0,386
X23 0,259 0,334 0,310 0,352 0,346 0,407 0,491
X11 0,336 0,341 0,564 0,584 0,516 0,092 0,324
X12 0,267 0,261 0,508 0,411 0,440 0,159 0,413
X13 0,231 0,337 0,491 0,356 0,395 0,379 0,413
125

X72 X71 X61 X62 X63 X58 X57


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X72 1,000
X71 0,119 1,000
X61 0,212 0,399 1,000
X62 0,134 0,017 0,188 1,000
X63 0,325 -0,077 0,055 0,449 1,000
X58 0,386 0,096 0,042 0,062 0,166 1,000
X57 0,347 0,280 0,266 0,160 0,203 0,561 1,000
X56 0,418 0,046 0,145 0,147 0,185 0,463 0,397
X55 0,344 0,091 0,214 0,009 0,301 0,367 0,432
X51 0,272 0,077 0,197 0,281 0,355 0,264 0,307
X54 0,371 -0,122 0,147 0,140 0,067 0,388 0,271
X53 0,503 0,057 0,336 0,077 0,177 0,462 0,401
X52 0,339 -0,078 0,150 0,209 0,385 0,303 0,256
X42 0,377 0,015 0,095 0,169 0,219 0,435 0,489
X41 0,383 0,056 0,078 0,089 0,266 0,354 0,434
X34 0,446 -0,067 0,019 0,157 0,291 0,431 0,366
X31 0,420 -0,038 0,207 0,307 0,291 0,381 0,422
X32 0,401 0,092 0,063 0,159 0,322 0,468 0,587
X33 0,349 0,160 0,146 0,060 0,140 0,257 0,293
X24 0,371 0,167 0,100 0,188 0,084 0,318 0,331
X21 0,576 0,070 0,233 0,140 0,311 0,373 0,461
X22 0,488 -0,034 0,124 0,326 0,376 0,416 0,514
X23 0,580 0,151 0,229 0,118 0,276 0,414 0,400
X11 0,443 0,150 0,357 0,123 0,352 0,375 0,462
X12 0,449 0,058 0,251 0,259 0,299 0,488 0,500
X13 0,393 0,196 0,245 0,140 0,262 0,535 0,507

X56 X55 X51 X54 X53 X52 X42


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X56 1,000
X55 0,477 1,000
X51 0,436 0,395 1,000
X54 0,464 0,403 0,388 1,000
X53 0,558 0,542 0,500 0,635 1,000
X52 0,389 0,407 0,688 0,448 0,574 1,000
X42 0,311 0,268 0,237 0,357 0,353 0,299 1,000
X41 0,370 0,370 0,172 0,194 0,332 0,284 0,571
X34 0,478 0,346 0,209 0,336 0,376 0,305 0,523
X31 0,331 0,277 0,324 0,511 0,441 0,389 0,506
X32 0,353 0,392 0,222 0,252 0,288 0,298 0,495
X33 0,107 0,201 0,185 0,114 0,242 0,195 0,097
X24 0,444 0,193 0,246 0,382 0,329 0,200 0,361
X21 0,469 0,395 0,338 0,305 0,423 0,329 0,478
X22 0,423 0,371 0,329 0,432 0,410 0,431 0,587
X23 0,511 0,428 0,361 0,456 0,542 0,370 0,375
X11 0,317 0,444 0,240 0,117 0,400 0,230 0,461
X12 0,342 0,270 0,280 0,286 0,257 0,190 0,525
X13 0,317 0,428 0,311 0,315 0,373 0,233 0,361
126

X41 X34 X31 X32 X33 X24 X21


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X41 1,000
X34 0,510 1,000
X31 0,383 0,405 1,000
X32 0,447 0,461 0,416 1,000
X33 0,175 0,102 0,222 0,288 1,000
X24 0,135 0,250 0,389 0,286 0,153 1,000
X21 0,467 0,498 0,597 0,483 0,292 0,372 1,000
X22 0,505 0,469 0,603 0,497 0,266 0,415 0,459
X23 0,394 0,357 0,532 0,421 0,319 0,485 0,540
X11 0,581 0,424 0,332 0,512 0,228 0,153 0,594
X12 0,398 0,470 0,579 0,503 0,251 0,403 0,588
X13 0,353 0,229 0,466 0,420 0,342 0,434 0,456

X22 X23 X11 X12 X13


-------- -------- -------- -------- --------
X22 1,000
X23 0,520 1,000
X11 0,508 0,445 1,000
X12 0,538 0,465 0,569 1,000
X13 0,511 0,468 0,462 0,528 1,000

Eigenvalues of Sample Correlations

1,175e-001 1,509e-001 1,592e-001 1,794e-001 2,128e-001 2,330e-001


2,496e-001 2,661e-001 2,818e-001 2,940e-001 3,005e-001 3,571e-001
3,621e-001 3,759e-001 3,920e-001 4,284e-001 4,744e-001 4,852e-001
5,509e-001 5,591e-001 6,749e-001 7,331e-001 7,628e-001 8,164e-001
8,753e-001 9,806e-001 1,136e+000 1,259e+000 1,542e+000 1,688e+000
2,042e+000 2,371e+000 1,169e+001

Condition number of Sample Correlations = 9,948870e+001

Determinant of sample covariance matrix = 5,5687e-004

Model: Default model


127

Computation of degrees of freedom

Number of distinct sample moments: 561


Number of distinct parameters to be estimated: 155
-------------------------
Degrees of freedom: 406
0e 44 0,0e+000 -2,1115e+000 1,00e+004 3,03979435562e+003 0 1,00e+004
1e*30 0,0e+000 -4,6962e-001 2,17e+000 2,14443055000e+003 21 4,26e-001
2e*13 0,0e+000 -1,6956e+000 1,24e+000 1,55774228360e+003 6 7,54e-001
3e 8 0,0e+000 -2,4076e-001 7,56e-001 1,23439400718e+003 8 9,14e-001
4e* 5 0,0e+000 -7,7458e-001 6,47e-001 1,07441925420e+003 6 7,29e-001
5e 3 0,0e+000 -1,4915e-001 6,56e-001 9,25689208668e+002 5 7,68e-001
6e 3 0,0e+000 -1,7743e-001 9,30e-001 7,98816572949e+002 5 8,39e-001
7e 3 0,0e+000 -9,6208e-002 9,22e-001 7,17785535835e+002 5 8,73e-001
8e 3 0,0e+000 -4,1708e-002 5,61e-002 7,09779603845e+002 9 7,02e-001
9e 3 0,0e+000 -3,0233e-001 1,00e+000 6,55690942139e+002 11 8,04e-001
10e 2 0,0e+000 -7,1419e-002 4,13e-002 6,50903552892e+002 9 5,30e-001
11e 2 0,0e+000 -6,8418e-001 8,69e-001 6,21831468868e+002 13 7,71e-001
12e 0 9,5e+005 0,0000e+000 2,87e-002 6,18131222271e+002 11 5,90e-001
13e 0 1,5e+005 0,0000e+000 5,71e-001 6,12880176129e+002 4 0,00e+000
14e 2 0,0e+000 -5,1877e-001 1,24e+000 5,96543375470e+002 1 9,00e-001
15e 0 2,1e+007 0,0000e+000 1,10e-001 5,89755398871e+002 11 7,87e-001
16e 0 4,7e+006 0,0000e+000 4,35e-001 5,88354528122e+002 5 0,00e+000
17e 0 5,4e+006 0,0000e+000 1,44e-001 5,87127196956e+002 5 0,00e+000
18e 0 9,3e+006 0,0000e+000 1,33e+000 5,81233211595e+002 1 8,83e-001
19e 0 6,0e+007 0,0000e+000 1,09e+000 5,75994297351e+002 1 1,11e+000
20e 0 9,3e+007 0,0000e+000 1,97e-001 5,75445739942e+002 5 0,00e+000
21e 0 1,2e+008 0,0000e+000 1,36e+000 5,73210887538e+002 1 1,07e+000
22e 0 2,4e+008 0,0000e+000 7,51e-001 5,72558409867e+002 2 0,00e+000
23e 1 0,0e+000 -3,6079e-001 6,34e-001 5,72149094919e+002 3 0,00e+000
24e 0 8,3e+008 0,0000e+000 2,86e-002 5,71461880818e+002 6 9,63e-001
25e 2 0,0e+000 -2,6216e-002 1,47e+000 5,71443541557e+002 1 2,73e-002
26e 0 3,2e+009 0,0000e+000 5,86e-002 5,70495418062e+002 11 1,05e+000
27e 0 4,1e+009 0,0000e+000 6,80e-001 5,70311738179e+002 2 0,00e+000
28e 1 0,0e+000 -1,0620e-001 8,42e-001 5,70106209532e+002 1 1,08e+000
29e 0 1,1e+010 0,0000e+000 1,09e-002 5,70030316050e+002 9 8,50e-001
30e 0 1,4e+010 0,0000e+000 3,44e-001 5,69925273182e+002 2 0,00e+000
31e 0 1,9e+010 0,0000e+000 4,66e-001 5,69808673162e+002 1 1,28e+000
32e 0 2,2e+010 0,0000e+000 2,77e-001 5,69719664558e+002 1 1,24e+000
33e 0 2,4e+010 0,0000e+000 2,07e-001 5,69638197525e+002 1 1,16e+000
34e 0 2,3e+010 0,0000e+000 1,58e-001 5,69585864289e+002 2 0,00e+000
35e 0 2,6e+010 0,0000e+000 1,67e-001 5,69511294584e+002 1 1,12e+000
36e 0 2,4e+010 0,0000e+000 1,17e-001 5,69463267441e+002 2 0,00e+000
37e 0 2,6e+010 0,0000e+000 1,20e-001 5,69400529863e+002 1 1,19e+000
38e 0 2,6e+010 0,0000e+000 1,17e-001 5,69350433597e+002 1 9,79e-001
39e 0 2,7e+010 0,0000e+000 1,14e-001 5,69299209360e+002 2 0,00e+000
40e 0 3,0e+010 0,0000e+000 8,10e-002 5,69248002370e+002 1 1,21e+000
41e 0 2,7e+010 0,0000e+000 8,28e-002 5,69201364615e+002 1 1,17e+000
42e 0 3,6e+010 0,0000e+000 1,78e-001 5,69194975850e+002 1 1,35e-001
43e 0 3,1e+010 0,0000e+000 1,70e-001 5,69138779026e+002 2 0,00e+000
44e 0 3,2e+010 0,0000e+000 9,48e-002 5,69075889780e+002 1 1,14e+000
45e 0 3,0e+010 0,0000e+000 7,50e-002 5,69051985510e+002 3 0,00e+000
46e 0 3,2e+010 0,0000e+000 6,44e-002 5,69011141174e+002 1 1,27e+000
47e 0 3,0e+010 0,0000e+000 6,06e-002 5,68990215295e+002 2 0,00e+000
48e 0 3,3e+010 0,0000e+000 8,16e-002 5,68955824083e+002 1 1,24e+000
128

49e 0 3,0e+010 0,0000e+000 7,00e-002 5,68936800351e+002 2 0,00e+000


50e 0 3,3e+010 0,0000e+000 7,66e-002 5,68907078032e+002 1 1,25e+000
51e 0 3,1e+010 0,0000e+000 5,66e-002 5,68889806816e+002 2 0,00e+000
52e 0 3,3e+010 0,0000e+000 5,91e-002 5,68865982557e+002 1 1,31e+000
53e 0 3,2e+010 0,0000e+000 6,44e-002 5,68852260181e+002 1 7,74e-001
54e 0 3,5e+010 0,0000e+000 1,02e-001 5,68826158784e+002 1 1,09e+000
55e 0 3,4e+010 0,0000e+000 5,12e-002 5,68813666104e+002 3 0,00e+000
56e 0 3,4e+010 0,0000e+000 3,45e-002 5,68798018932e+002 1 1,25e+000
57e 0 3,5e+010 0,0000e+000 4,62e-002 5,68782710450e+002 1 1,35e+000
58e 0 3,5e+010 0,0000e+000 4,80e-002 5,68773373951e+002 1 8,69e-001
59e 0 3,6e+010 0,0000e+000 5,55e-002 5,68757820074e+002 1 1,20e+000
60e 0 3,5e+010 0,0000e+000 5,23e-002 5,68754612119e+002 2 0,00e+000
61e 0 3,6e+010 0,0000e+000 4,86e-002 5,68738782551e+002 1 1,12e+000
62e 0 3,6e+010 0,0000e+000 3,38e-002 5,68732821920e+002 3 0,00e+000
63e 0 3,6e+010 0,0000e+000 2,14e-002 5,68724759859e+002 1 1,36e+000
64e 0 3,7e+010 0,0000e+000 4,22e-002 5,68721303310e+002 1 6,18e-001
65e 0 3,8e+010 0,0000e+000 2,96e-002 5,68712494443e+002 1 1,15e+000
66e 0 3,8e+010 0,0000e+000 2,35e-002 5,68709162173e+002 3 0,00e+000
67e 0 3,8e+010 0,0000e+000 2,86e-002 5,68705148607e+002 1 1,20e+000
68e 0 3,7e+010 0,0000e+000 2,42e-002 5,68701177193e+002 1 1,34e+000
69e 0 3,8e+010 0,0000e+000 3,93e-002 5,68699942790e+002 1 4,58e-001
70e 0 3,9e+010 0,0000e+000 2,11e-002 5,68695593563e+002 1 1,11e+000
71e 0 3,9e+010 0,0000e+000 1,86e-002 5,68694232628e+002 3 0,00e+000
72e 0 3,9e+010 0,0000e+000 2,45e-002 5,68692759065e+002 1 1,13e+000
73e 0 3,9e+010 0,0000e+000 1,66e-002 5,68691327367e+002 1 1,30e+000
74e 0 3,9e+010 0,0000e+000 3,25e-002 5,68691199452e+002 1 1,42e-001
75e 0 4,0e+010 0,0000e+000 1,07e-002 5,68689687773e+002 1 1,06e+000
76e 0 3,9e+010 0,0000e+000 2,01e-002 5,68689411259e+002 2 0,00e+000
77e 0 3,9e+010 0,0000e+000 6,81e-003 5,68689065659e+002 1 1,17e+000
78e 0 4,0e+010 0,0000e+000 1,89e-002 5,68689022438e+002 1 3,10e-001
79e 0 4,0e+010 0,0000e+000 2,69e-003 5,68688876600e+002 1 1,03e+000
80e 0 4,0e+010 0,0000e+000 5,78e-003 5,68688867847e+002 1 9,03e-001
81e 0 3,9e+010 0,0000e+000 2,05e-004 5,68688866514e+002 1 1,00e+000
82e 0 3,9e+010 0,0000e+000 5,14e-005 5,68688866514e+002 1 1,00e+000
83e 0 4,0e+010 0,0000e+000 1,93e-008 5,68688866514e+002 1-1,23e+002

Minimum was achieved

Chi-square = 568,689
Degrees of freedom = 406
Probability level = 0,000
129

Maximum Likelihood Estimates


----------------------------
Regression Weights: Estimate S.E. C.R. Label
------------------- -------- ------- ------- -------
LIP <----- II 0,254 0,161 1,577 par-26
LIP <----- EI 1,324 1,371 0,966 par-27
LIP <---- SAL -1,580 3,358 -0,471 par-28
KIP <---- SAL 9,086 5,399 1,683 par-29
KIP <---- LIP -3,642 2,406 -1,513 par-33
DIP <---- LIP 1,104 0,211 5,226 par-30
PLP <---- SAL 0,862 0,846 1,020 par-31
PLP <---- LIP -0,269 0,304 -0,885 par-32
DIP <---- KIP -0,141 0,196 -0,718 par-34
KP <----- SAL 1,757 0,566 3,102 par-35
KP <----- KIP -0,251 0,214 -1,173 par-36
X13 <----- II 1,000
X12 <----- II 1,071 0,125 8,597 par-1
X11 <----- II 1,066 0,131 8,143 par-2
X23 <----- EI 1,000
X22 <----- EI 1,102 0,125 8,799 par-3
X21 <----- EI 1,043 0,118 8,819 par-4
X24 <----- EI 0,758 0,137 5,546 par-5
X33 <---- SAL 1,000
X32 <---- SAL 1,820 0,435 4,182 par-6
X31 <---- SAL 2,349 0,549 4,278 par-7
X34 <---- SAL 2,117 0,526 4,028 par-8
X41 <---- LIP 1,000
X42 <---- LIP 1,089 0,136 7,986 par-9
X52 <---- KIP 1,000
X53 <---- KIP 1,343 0,157 8,569 par-10
X54 <---- KIP 1,195 0,160 7,454 par-11
X51 <---- KIP 0,800 0,093 8,606 par-12
X55 <---- KIP 1,360 0,189 7,198 par-13
X56 <---- KIP 1,105 0,158 7,010 par-14
X57 <---- KIP 1,237 0,184 6,715 par-15
X58 <---- KIP 1,399 0,208 6,727 par-16
X63 <----- KP 1,000
X62 <----- KP 0,481 0,166 2,891 par-17
X61 <----- KP 0,673 0,212 3,180 par-18
X71 <---- PLP 1,000
X72 <---- PLP 7,992 6,533 1,223 par-19
X73 <---- PLP 6,315 5,167 1,222 par-20
X74 <---- PLP 3,764 3,021 1,246 par-21
X81 <---- DIP 1,000
X82 <---- DIP 1,998 1,055 1,893 par-22
X83 <---- DIP 1,218 0,166 7,342 par-23
X84 <---- DIP 0,554 0,124 4,470 par-24
X85 <---- DIP 0,567 0,134 4,231 par-25
130

Standardized Regression Weights: Estimate


-------------------------------- --------
LIP <----- II 0,271
LIP <----- EI 1,481
LIP <---- SAL -0,752
KIP <---- SAL 4,662
KIP <---- LIP -3,924
DIP <---- LIP 1,083
PLP <---- SAL 2,717
PLP <---- LIP -1,779
DIP <---- KIP -0,128
KP <----- SAL 1,251
KP <----- KIP -0,349
X13 <----- II 0,678
X12 <----- II 0,768
X11 <----- II 0,730
X23 <----- EI 0,715
X22 <----- EI 0,739
X21 <----- EI 0,741
X24 <----- EI 0,465
X33 <---- SAL 0,362
X32 <---- SAL 0,640
X31 <---- SAL 0,695
X34 <---- SAL 0,582
X41 <---- LIP 0,616
X42 <---- LIP 0,641
X52 <---- KIP 0,724
X53 <---- KIP 0,819
X54 <---- KIP 0,700
X51 <---- KIP 0,580
X55 <---- KIP 0,740
X56 <---- KIP 0,706
X57 <---- KIP 0,784
X58 <---- KIP 0,789
X63 <----- KP 0,448
X62 <----- KP 0,227
X61 <----- KP 0,304
X71 <---- PLP 0,102
X72 <---- PLP 0,691
X73 <---- PLP 0,644
X74 <---- PLP 0,374
X81 <---- DIP 0,632
X82 <---- DIP 1,131
X83 <---- DIP 0,693
X84 <---- DIP 0,399
X85 <---- DIP 0,378
131

Covariances: Estimate S.E. C.R. Label


------------ -------- ------- ------- -------
EI <----> SAL 0,325 0,085 3,846 par-37
II <-----> EI 0,715 0,122 5,839 par-38
II <----> SAL 0,297 0,079 3,763 par-39
F1 <-----> G1 0,423 0,092 4,592 par-40
F3 <-----> F2 0,398 0,083 4,816 par-41
E7 <-----> II 0,221 0,051 4,335 par-42
E2 <-----> E1 0,307 0,062 4,976 par-43
C2 <-----> E7 0,224 0,061 3,692 par-44
B4 <-----> H2 -0,595 0,119 -5,017 par-45
H4 <-----> H5 0,488 0,092 5,275 par-46
G4 <-----> H3 -0,357 0,098 -3,647 par-47
E2 <-----> EI 0,010 0,010 0,964 par-48
H3 <-----> H4 0,143 0,072 1,995 par-49
H2 <----> SAL -0,259 0,309 -0,837 par-50
H2 <-----> EI -0,627 0,720 -0,871 par-51
H2 <-----> II -0,637 0,689 -0,925 par-52
H2 <-----> H4 0,158 0,076 2,077 par-53
G4 <----> SAL 0,002 0,004 0,396 par-54
G4 <-----> II -0,051 0,046 -1,097 par-55
G4 <-----> H2 0,147 0,096 1,532 par-56
H2 <-----> H5 0,305 0,088 3,464 par-57
F3 <-----> H1 0,299 0,076 3,959 par-58
F3 <-----> H4 0,262 0,073 3,609 par-59
E8 <-----> F1 -0,286 0,083 -3,437 par-60
H1 <----> SAL 0,008 0,007 1,065 par-61
G2 <-----> G3 0,202 0,072 2,803 par-62
G2 <-----> II 0,059 0,030 1,991 par-63
G2 <-----> H5 0,158 0,076 2,089 par-64
G1 <-----> G4 0,223 0,088 2,524 par-65
F2 <-----> F1 0,223 0,075 2,971 par-66
H1 <-----> H2 0,400 0,106 3,789 par-67
F2 <-----> H5 -0,228 0,076 -3,013 par-68
E5 <-----> F2 -0,239 0,084 -2,842 par-69
E7 <-----> E8 0,483 0,119 4,074 par-70
E6 <-----> G3 0,176 0,061 2,860 par-71
E1 <-----> E5 0,040 0,059 0,679 par-72
E7 <-----> G1 0,133 0,068 1,961 par-73
E8 <-----> H2 0,033 0,089 0,367 par-74
E5 <-----> H3 0,125 0,082 1,528 par-75
E4 <-----> H4 -0,224 0,066 -3,419 par-76
G1 <-----> H3 -0,183 0,087 -2,117 par-77
E1 <-----> E8 -0,112 0,054 -2,062 par-78
E8 <-----> II 0,251 0,065 3,877 par-79
E4 <-----> G1 -0,266 0,081 -3,290 par-80
E3 <-----> F1 0,233 0,067 3,494 par-81
E2 <-----> G1 -0,154 0,055 -2,776 par-82
E2 <-----> F3 0,081 0,049 1,650 par-83
C4 <-----> E6 0,176 0,070 2,501 par-84
C4 <-----> D2 0,256 0,093 2,765 par-85
D1 <-----> D2 0,297 0,086 3,472 par-86
E5 <-----> H1 0,079 0,080 0,988 par-87
E4 <-----> F3 -0,162 0,069 -2,350 par-88
E2 <-----> E6 -0,090 0,042 -2,161 par-89
132

D1 <-----> E4 -0,148 0,066 -2,250 par-90


C4 <-----> D1 0,237 0,092 2,588 par-91
C1 <-----> E6 -0,141 0,056 -2,534 par-92
C1 <-----> E5 -0,184 0,071 -2,591 par-93
C1 <-----> E4 0,178 0,071 2,507 par-94
C2 <-----> G3 -0,131 0,055 -2,405 par-95
C4 <-----> H1 0,141 0,077 1,836 par-96
D2 <-----> H1 0,165 0,070 2,346 par-97
D1 <-----> E1 -0,112 0,054 -2,075 par-98
C1 <-----> G1 -0,180 0,074 -2,435 par-99
C1 <-----> F2 0,196 0,066 2,979 par-100
C3 <-----> H1 -0,151 0,069 -2,183 par-101
C3 <-----> G2 0,127 0,076 1,673 par-102
C3 <-----> D2 -0,127 0,074 -1,711 par-103
B4 <-----> H1 -0,274 0,098 -2,804 par-104
B4 <-----> D2 0,170 0,085 2,005 par-105
H1 <-----> H3 0,058 0,077 0,752 par-106
G2 <-----> H1 -0,086 0,069 -1,247 par-107
C2 <-----> G4 -0,157 0,064 -2,443 par-108
E5 <-----> II 0,095 0,040 2,385 par-109
B4 <-----> G4 0,319 0,111 2,887 par-110
B4 <-----> E6 0,174 0,071 2,450 par-111
B1 <-----> G2 0,181 0,067 2,692 par-112
B1 <-----> E4 -0,082 0,060 -1,358 par-113
B1 <-----> C1 0,170 0,065 2,634 par-114
B2 <-----> F2 0,144 0,068 2,127 par-115
B2 <-----> D2 0,153 0,070 2,188 par-116
B2 <-----> B1 -0,168 0,059 -2,862 par-117
B3 <-----> H4 0,101 0,063 1,603 par-118
B3 <-----> H3 -0,205 0,074 -2,771 par-119

Correlations: Estimate
------------- --------
EI <----> SAL 1,000
II <-----> EI 0,979
II <----> SAL 0,954
F1 <-----> G1 0,335
F3 <-----> F2 0,354
E7 <-----> II 0,263
E2 <-----> E1 0,498
C2 <-----> E7 0,274
B4 <-----> H2 -0,342
H4 <-----> H5 0,434
G4 <-----> H3 -0,326
H3 <-----> H4 0,139
H2 <----> SAL -0,504
H2 <-----> EI -0,521
H2 <-----> H4 0,113
G4 <----> SAL 0,004
G4 <-----> II -0,056
G4 <-----> H2 0,099
H2 <-----> H5 0,200
F3 <-----> H1 0,284
E8 <-----> F1 -0,230
H1 <----> SAL 0,021
133

G2 <-----> G3 0,223
G2 <-----> II 0,070
G1 <-----> G4 0,179
F2 <-----> F1 0,187
H1 <-----> H2 0,288
F2 <-----> H5 -0,191
E5 <-----> F2 -0,217
E7 <-----> E8 0,426
E6 <-----> G3 0,246
E1 <-----> E5 0,048
E7 <-----> G1 0,115
E8 <-----> H2 0,021
E5 <-----> H3 0,121
E4 <-----> H4 -0,249
G1 <-----> H3 -0,158
E1 <-----> E8 -0,122
E8 <-----> II 0,266
E4 <-----> G1 -0,262
E3 <-----> F1 0,310
E2 <-----> G1 -0,177
E2 <-----> F3 0,103
C4 <-----> E6 0,198
C4 <-----> D2 0,228
D1 <-----> D2 0,291
E5 <-----> H1 0,077
E4 <-----> F3 -0,175
E2 <-----> E6 -0,149
D1 <-----> E4 -0,167
C4 <-----> D1 0,215
C1 <-----> E6 -0,194
C1 <-----> E5 -0,200
C1 <-----> E4 0,223
C2 <-----> G3 -0,182
C4 <-----> H1 0,127
D2 <-----> H1 0,160
D1 <-----> E1 -0,137
C1 <-----> G1 -0,173
C1 <-----> F2 0,201
C3 <-----> H1 -0,156
C3 <-----> G2 0,129
C3 <-----> D2 -0,130
B4 <-----> H1 -0,215
B4 <-----> D2 0,132
H1 <-----> H3 0,057
G2 <-----> H1 -0,083
C2 <-----> G4 -0,178
E5 <-----> II 0,111
B4 <-----> G4 0,233
B4 <-----> E6 0,171
B1 <-----> G2 0,215
B1 <-----> C1 0,228
B2 <-----> F2 0,152
B2 <-----> D2 0,171
B3 <-----> H4 0,116
B3 <-----> H3 -0,237
134

Variances: Estimate S.E. C.R. Label


---------- -------- ------- ------- -------
II 0,698 0,153 4,570 par-120
EI 0,764 0,155 4,930 par-121
SAL 0,139 0,062 2,226 par-122
A3 0,821 0,103 7,965 par-123
A2 0,557 0,077 7,212 par-124
A1 0,694 0,091 7,660 par-125
B3 0,730 0,092 7,982 par-126
B2 0,770 0,096 8,020 par-127
B1 0,681 0,089 7,616 par-128
B4 1,594 0,183 8,702 par-129
C3 0,920 0,107 8,590 par-130
C2 0,662 0,080 8,299 par-131
C1 0,816 0,099 8,204 par-132
C4 1,216 0,145 8,397 par-133
D1 1,000 0,120 8,342 par-134
D2 1,042 0,123 8,506 par-135
E2 0,569 0,075 7,584 par-136
E3 0,468 0,076 6,170 par-137
E4 0,781 0,103 7,615 par-138
E1 0,665 0,083 8,026 par-139
E5 1,046 0,135 7,747 par-140
E6 0,648 0,086 7,504 par-141
E7 1,011 0,136 7,457 par-142
E8 1,275 0,177 7,202 par-143
F3 1,088 0,119 9,128 par-144
F2 1,166 0,130 9,000 par-145
F1 1,213 0,136 8,940 par-146
G1 1,319 0,145 9,099 par-147
G2 1,041 0,123 8,436 par-148
G3 0,786 0,097 8,121 par-149
G4 1,176 0,131 8,968 par-150
H1 1,017 0,123 8,280 par-151
H2 1,899 1,240 1,531 par-152
H3 1,020 0,128 7,977 par-153
H4 1,034 0,114 9,059 par-154
H5 1,223 0,137 8,901 par-155
135

Squared Multiple Correlations: Estimate


------------------------------ --------
X85 0,143
X84 0,159
X83 0,480
X82 0,043
X81 0,362
X74 0,170
X73 0,415
X72 0,443
X71 0,010
X61 0,093
X62 0,051
X63 0,201
X58 0,230
X57 0,229
X56 0,498
X55 0,413
X51 0,336
X54 0,491
X53 0,670
X52 0,433
X42 0,410
X41 0,379
X34 0,338
X31 0,484
X32 0,409
X33 0,131
X24 0,216
X21 0,550
X22 0,547
X23 0,511
X11 0,534
X12 0,590
X13 0,460
136

The following covariance matrix is not positive definite

SAL EI II H5 H4 H3 H2
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,139
EI 0,325 0,764
II 0,297 0,715 0,698
H5 0,000 0,000 0,000 1,223
H4 0,000 0,000 0,000 0,488 1,034
H3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,143 1,020
H2 -0,259 -0,627 -0,637 0,305 0,158 0,000 1,899
H1 0,008 0,000 0,000 0,000 0,000 0,058 0,400
G4 0,002 0,000 -0,051 0,000 0,000 -0,357 0,147
G3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
G2 0,000 0,000 0,059 0,158 0,000 0,000 0,000
G1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,183 0,000
F1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
F2 0,000 0,000 0,000 -0,228 0,000 0,000 0,000
F3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,262 0,000 0,000
E8 0,000 0,000 0,251 0,000 0,000 0,000 0,033
E7 0,000 0,000 0,221 0,000 0,000 0,000 0,000
E6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E5 0,000 0,000 0,095 0,000 0,000 0,125 0,000
E1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E4 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,224 0,000 0,000
E3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E2 0,000 0,010 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,595
B1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,101 -0,205 0,000
137

H1 G4 G3 G2 G1 F1 F2
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
H1 1,017
G4 0,000 1,176
G3 0,000 0,000 0,786
G2 -0,086 0,000 0,202 1,041
G1 0,000 0,223 0,000 0,000 1,319
F1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,423 1,213
F2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,223 1,166
F3 0,299 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,398
E8 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,286 0,000
E7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,133 0,000 0,000
E6 0,000 0,000 0,176 0,000 0,000 0,000 0,000
E5 0,079 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,239
E1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E4 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,266 0,000 0,000
E3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,233 0,000
E2 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,154 0,000 0,000
D2 0,165 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C4 0,141 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C1 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,180 0,000 0,196
C2 0,000 -0,157 -0,131 0,000 0,000 0,000 0,000
C3 -0,151 0,000 0,000 0,127 0,000 0,000 0,000
B4 -0,274 0,319 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B1 0,000 0,000 0,000 0,181 0,000 0,000 0,000
B2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,144
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

F3 E8 E7 E6 E5 E1 E4
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
F3 1,088
E8 0,000 1,275
E7 0,000 0,483 1,011
E6 0,000 0,000 0,000 0,648
E5 0,000 0,000 0,000 0,000 1,046
E1 0,000 -0,112 0,000 0,000 0,040 0,665
E4 -0,162 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,781
E3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E2 0,081 0,000 0,000 -0,090 0,000 0,307 0,000
D2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,112 -0,148
C4 0,000 0,000 0,000 0,176 0,000 0,000 0,000
C1 0,000 0,000 0,000 -0,141 -0,184 0,000 0,178
C2 0,000 0,000 0,224 0,000 0,000 0,000 0,000
C3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B4 0,000 0,000 0,000 0,174 0,000 0,000 0,000
B1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,082
B2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
138

E3 E2 D2 D1 C4 C1 C2
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
E3 0,468
E2 0,000 0,569
D2 0,000 0,000 1,042
D1 0,000 0,000 0,297 1,000
C4 0,000 0,000 0,256 0,237 1,216
C1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,816
C2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,662
C3 0,000 0,000 -0,127 0,000 0,000 0,000 0,000
B4 0,000 0,000 0,170 0,000 0,000 0,000 0,000
B1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,170 0,000
B2 0,000 0,000 0,153 0,000 0,000 0,000 0,000
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

C3 B4 B1 B2 B3
-------- -------- -------- -------- --------
C3 0,920
B4 0,000 1,594
B1 0,000 0,000 0,681
B2 0,000 0,000 -0,168 0,770
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,730

NOTE:
This solution is not admissible.
Implied (for all variables) Covariances

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,139
EI 0,325 0,764
II 0,297 0,715 0,698
LIP 0,287 0,679 0,655 0,611
KIP 0,213 0,485 0,312 0,386 0,526
DIP 0,287 0,681 0,679 0,621 0,352 0,636
PLP 0,042 0,098 0,080 0,084 0,080 0,081 0,014
KP 0,190 0,450 0,443 0,408 0,241 0,417 0,054
X85 0,163 0,386 0,385 0,352 0,199 0,360 0,046
X84 0,159 0,378 0,377 0,344 0,195 0,352 0,045
X83 0,350 0,830 0,827 0,756 0,428 0,774 0,099
X82 0,316 0,734 0,720 0,656 0,480 0,657 0,096
X81 0,295 0,681 0,679 0,608 0,467 0,606 0,091
X74 0,161 0,369 0,250 0,299 0,372 0,278 0,058
X73 0,267 0,620 0,504 0,528 0,503 0,512 0,088
X72 0,338 0,784 0,698 0,683 0,581 0,672 0,108
X71 0,042 0,098 0,080 0,084 0,080 0,081 0,014
X61 0,128 0,303 0,298 0,275 0,162 0,280 0,036
X62 0,091 0,216 0,213 0,196 0,116 0,200 0,026
X63 0,190 0,450 0,443 0,408 0,241 0,417 0,054
X58 0,297 0,679 0,687 0,603 0,505 0,595 0,094
X57 0,263 0,600 0,607 0,533 0,447 0,526 0,083
X56 0,235 0,536 0,345 0,426 0,582 0,389 0,088
X55 0,289 0,660 0,519 0,549 0,628 0,518 0,102
X51 0,170 0,388 0,250 0,309 0,421 0,282 0,064
139

X54 0,254 0,580 0,373 0,461 0,629 0,421 0,095


X53 0,285 0,651 0,419 0,518 0,707 0,473 0,107
X52 0,213 0,495 0,312 0,398 0,481 0,372 0,076
X42 0,313 0,739 0,713 0,666 0,420 0,676 0,091
X41 0,287 0,679 0,655 0,611 0,386 0,621 0,084
X34 0,293 0,689 0,629 0,609 0,450 0,609 0,089
X31 0,326 0,764 0,697 0,675 0,499 0,675 0,099
X32 0,252 0,592 0,540 0,523 0,387 0,523 0,077
X33 0,139 0,325 0,297 0,287 0,213 0,287 0,042
X24 0,247 0,579 0,542 0,515 0,368 0,517 0,074
X21 0,339 0,797 0,746 0,708 0,506 0,711 0,102
X22 0,359 0,842 0,788 0,748 0,535 0,751 0,108
X23 0,325 0,764 0,715 0,679 0,485 0,681 0,098
X11 0,317 0,762 0,745 0,698 0,333 0,724 0,085
X12 0,318 0,766 0,748 0,701 0,334 0,728 0,086
X13 0,297 0,715 0,698 0,655 0,312 0,679 0,080

KP X85 X84 X83 X82 X81 X74


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
KP 0,273
X85 0,236 1,427
X84 0,231 0,687 1,230
X83 0,507 0,439 0,572 1,963
X82 0,434 0,677 0,522 0,799 1,985
X81 0,401 0,344 0,336 0,796 0,997 1,594
X74 0,189 0,157 0,154 -0,019 0,453 0,315 1,416
X73 0,342 0,290 0,284 0,623 0,605 0,575 0,368
X72 0,447 0,539 0,373 0,818 0,815 0,666 0,450
X71 0,054 0,046 0,045 -0,085 0,096 0,091 0,281
X61 0,184 0,159 0,155 0,341 0,292 0,270 0,127
X62 0,131 -0,115 0,111 0,244 0,209 0,193 0,091
X63 0,273 0,236 0,493 0,507 0,434 0,700 0,189
X58 0,396 0,337 0,330 0,725 0,910 0,756 0,455
X57 0,350 0,298 0,292 0,641 0,775 0,668 0,403
X56 0,267 0,220 0,216 0,474 0,530 0,516 0,411
X55 0,350 0,293 0,287 0,756 0,730 0,753 0,481
X51 0,193 0,160 0,156 0,343 0,384 0,373 0,297
X54 0,288 0,238 0,009 0,512 0,573 0,558 0,444
X53 0,324 0,268 0,262 0,575 0,644 0,627 0,499
X52 0,253 0,211 0,206 0,453 0,520 0,487 0,359
X42 0,444 0,383 0,375 0,823 0,714 0,828 0,325
X41 0,408 0,352 0,344 0,756 0,656 0,608 0,299
X34 0,402 0,345 0,337 0,741 0,668 0,766 0,340
X31 0,446 0,383 0,374 0,822 0,741 0,693 0,377
X32 0,346 0,297 0,290 0,637 0,574 0,537 0,136
X33 0,190 0,163 0,159 0,350 0,316 0,144 0,161
X24 0,341 0,293 0,286 0,629 -0,038 0,242 0,600
X21 0,469 0,403 0,394 0,865 0,765 0,711 0,385
X22 0,496 0,426 0,416 0,915 0,809 0,751 0,407
X23 0,450 0,386 0,479 0,625 0,734 0,681 0,369
X11 0,473 0,411 0,402 0,882 0,768 0,724 0,266
X12 0,475 0,412 0,403 0,886 0,771 0,728 0,268
X13 0,443 0,385 0,377 0,827 0,720 0,679 0,250
140

X73 X72 X71 X61 X62 X63 X58


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X73 1,343
X72 0,881 1,868
X71 0,088 0,108 1,333
X61 0,230 0,301 0,460 1,337
X62 0,165 0,215 0,026 0,311 1,229
X63 0,342 0,447 0,054 0,184 0,530 1,362
X58 0,595 0,676 0,094 -0,019 0,190 0,396 1,656
X57 0,526 0,598 0,216 0,235 0,168 0,350 0,821
X56 0,731 0,642 0,088 0,179 0,128 0,267 0,558
X55 0,643 0,739 0,102 0,235 -0,071 0,350 0,564
X51 0,402 0,465 0,064 0,130 0,093 0,193 0,292
X54 0,601 0,695 -0,171 0,194 0,138 0,126 0,603
X53 0,675 0,780 0,107 0,451 0,156 0,324 0,678
X52 0,481 0,554 -0,078 0,170 0,121 0,333 0,440
X42 0,575 0,744 0,091 0,299 0,214 0,444 0,657
X41 0,528 0,683 0,084 0,275 0,196 0,408 0,603
X34 0,565 0,715 0,089 0,271 0,193 0,402 0,630
X31 0,627 0,793 -0,080 0,300 0,411 0,446 0,698
X32 0,354 0,614 0,077 0,233 0,166 0,346 0,541
X33 0,267 0,464 0,042 0,128 0,091 0,190 0,297
X24 0,470 0,595 0,074 0,229 0,164 0,341 0,515
X21 0,647 0,999 0,102 0,316 0,226 0,469 0,708
X22 0,683 0,865 0,108 0,334 0,382 0,496 0,748
X23 0,620 0,784 0,098 0,303 0,216 0,450 0,679
X11 0,538 0,744 0,085 0,318 0,227 0,473 0,733
X12 0,540 0,747 0,086 0,319 0,228 0,475 0,736
X13 0,504 0,698 0,080 0,298 0,213 0,443 0,687

X57 X56 X55 X51 X54 X53 X52


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X57 1,311
X56 0,494 1,291
X55 0,499 0,695 1,781
X51 0,358 0,466 0,543 1,002
X54 0,534 0,696 0,751 0,504 1,533
X53 0,600 0,782 0,844 0,566 0,845 1,417
X52 0,390 0,441 0,566 0,691 0,574 0,645 1,004
X42 0,581 0,464 0,598 0,336 0,502 0,564 0,434
X41 0,533 0,426 0,549 0,197 0,313 0,518 0,398
X34 0,557 0,673 0,612 0,360 0,538 0,604 0,450
X31 0,618 0,411 0,495 0,399 0,775 0,670 0,499
X32 0,703 0,428 0,526 0,310 0,462 0,519 0,387
X33 0,263 0,235 0,289 0,170 0,254 0,285 0,213
X24 0,455 0,581 0,500 0,294 0,440 0,494 0,375
X21 0,626 0,559 0,688 0,405 0,523 0,679 0,516
X22 0,662 0,591 0,727 0,428 0,639 0,718 0,545
X23 0,600 0,536 0,660 0,388 0,580 0,651 0,495
X11 0,647 0,368 0,554 0,266 0,397 0,447 0,333
X12 0,650 0,369 0,556 0,267 0,399 0,448 0,334
X13 0,607 0,345 0,519 0,250 0,373 0,419 0,312
141

X42 X41 X34 X31 X32 X33 X24


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X42 1,767
X41 0,963 1,611
X34 0,919 0,846 1,837
X31 0,735 0,675 0,689 1,581
X32 0,570 0,523 0,534 0,592 1,121
X33 0,186 0,287 0,293 0,326 0,252 1,059
X24 0,731 0,515 0,523 0,580 0,449 0,247 2,033
X21 0,771 0,708 0,719 0,967 0,618 0,339 0,604
X22 0,968 0,748 0,760 0,843 0,653 0,359 0,638
X23 0,739 0,679 0,689 0,764 0,592 0,325 0,579
X11 0,761 0,698 0,670 0,743 0,576 0,317 0,578
X12 0,764 0,701 0,673 0,747 0,578 0,318 0,580
X13 0,713 0,655 0,629 0,697 0,540 0,297 0,542
X21 X22 X23 X11 X12 X13
-------- -------- -------- -------- -------- --------
X21 1,512
X22 0,710 1,698
X23 0,797 0,842 1,494
X11 0,795 0,840 0,762 1,488
X12 0,798 0,844 0,766 0,797 1,357
X13 0,746 0,788 0,715 0,745 0,748 1,519

Implied (for all variables) Correlations

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 1,000
EI 1,000 1,000
II 0,954 0,979 1,000
LIP 0,988 0,994 1,003 1,000
KIP 0,787 0,765 0,514 0,680 1,000
DIP 0,968 0,978 1,020 0,996 0,608 1,000
PLP 0,960 0,950 0,809 0,904 0,928 0,860 1,000
KP 0,977 0,985 1,014 0,998 0,636 0,999 0,877
X85 0,366 0,370 0,386 0,377 0,230 0,378 0,325
X84 0,386 0,390 0,406 0,397 0,242 0,399 0,343
X83 0,671 0,678 0,707 0,690 0,421 0,693 0,596
X82 0,602 0,596 0,611 0,595 0,469 0,584 0,576
X81 0,628 0,618 0,644 0,616 0,509 0,602 0,610
X74 0,363 0,355 0,251 0,321 0,430 0,293 0,414
X73 0,618 0,612 0,521 0,582 0,598 0,554 0,644
X72 0,663 0,657 0,611 0,639 0,586 0,617 0,666
X71 0,098 0,097 0,083 0,093 0,095 0,088 0,102
X61 0,297 0,300 0,309 0,304 0,193 0,304 0,267
X62 0,221 0,223 0,230 0,226 0,144 0,226 0,199
X63 0,438 0,441 0,454 0,447 0,285 0,448 0,393
X58 0,621 0,603 0,639 0,600 0,540 0,580 0,619
X57 0,617 0,600 0,635 0,596 0,538 0,576 0,616
X56 0,555 0,540 0,363 0,480 0,706 0,429 0,655
X55 0,582 0,566 0,465 0,526 0,649 0,486 0,645
X51 0,456 0,444 0,298 0,394 0,580 0,353 0,538
X54 0,551 0,536 0,360 0,476 0,700 0,426 0,650
142

X53 0,644 0,626 0,421 0,557 0,819 0,498 0,760


X52 0,570 0,565 0,372 0,509 0,661 0,466 0,643
X42 0,633 0,636 0,642 0,641 0,436 0,638 0,579
X41 0,608 0,612 0,618 0,616 0,419 0,613 0,557
X34 0,582 0,582 0,555 0,574 0,458 0,563 0,558
X31 0,695 0,696 0,664 0,687 0,547 0,674 0,668
X32 0,640 0,640 0,611 0,632 0,503 0,620 0,614
X33 0,362 0,362 0,345 0,357 0,285 0,350 0,347
X24 0,465 0,465 0,455 0,462 0,355 0,454 0,442
X21 0,742 0,741 0,726 0,737 0,567 0,725 0,705
X22 0,740 0,739 0,724 0,735 0,566 0,723 0,703
X23 0,715 0,715 0,700 0,710 0,547 0,699 0,679
X11 0,697 0,715 0,730 0,732 0,376 0,745 0,591
X12 0,733 0,752 0,768 0,770 0,395 0,783 0,621
X13 0,647 0,664 0,678 0,680 0,349 0,691 0,548

KP X85 X84 X83 X82 X81 X74


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
KP 1,000
X85 0,378 1,000
X84 0,398 0,519 1,000
X83 0,693 0,262 0,368 1,000
X82 0,589 0,402 0,334 0,405 1,000
X81 0,608 0,228 0,240 0,450 0,561 1,000
X74 0,304 0,111 0,117 -0,011 0,270 0,210 1,000
X73 0,565 0,210 0,221 0,384 0,371 0,393 0,267
X72 0,626 0,330 0,246 0,427 0,423 0,386 0,277
X71 0,090 0,033 0,035 -0,052 0,059 0,062 0,205
X61 0,304 0,115 0,121 0,211 0,179 0,185 0,092
X62 0,227 -0,087 0,090 0,157 0,133 0,138 0,069
X63 0,448 0,169 0,381 0,310 0,264 0,475 0,136
X58 0,588 0,219 0,231 0,402 0,502 0,465 0,297
X57 0,584 0,218 0,230 0,399 0,480 0,462 0,296
X56 0,449 0,162 0,171 0,297 0,331 0,359 0,304
X55 0,502 0,184 0,194 0,404 0,388 0,447 0,303
X51 0,369 0,133 0,141 0,244 0,272 0,295 0,250
X54 0,445 0,161 0,007 0,295 0,329 0,357 0,301
X53 0,520 0,188 0,198 0,345 0,384 0,417 0,352
X52 0,482 0,176 0,186 0,323 0,369 0,385 0,301
X42 0,639 0,241 0,254 0,442 0,381 0,493 0,206
X41 0,615 0,232 0,244 0,425 0,367 0,380 0,198
X34 0,568 0,213 0,225 0,390 0,350 0,448 0,211
X31 0,679 0,255 0,268 0,467 0,418 0,437 0,252
X32 0,625 0,234 0,247 0,429 0,385 0,402 0,108
X33 0,353 0,133 0,140 0,243 0,218 0,111 0,131
X24 0,458 0,172 0,181 0,315 -0,019 0,135 0,353
X21 0,730 0,274 0,289 0,502 0,442 0,458 0,263
X22 0,728 0,273 0,288 0,501 0,441 0,457 0,263
X23 0,704 0,264 0,353 0,365 0,426 0,441 0,254
X11 0,741 0,282 0,297 0,516 0,447 0,470 0,184
X12 0,779 0,296 0,312 0,543 0,470 0,495 0,193
X13 0,688 0,261 0,276 0,479 0,414 0,437 0,170
143

X73 X72 X71 X61 X62 X63 X58


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X73 1,000
X72 0,556 1,000
X71 0,066 0,068 1,000
X61 0,172 0,190 0,345 1,000
X62 0,128 0,142 0,020 0,243 1,000
X63 0,253 0,280 0,040 0,136 0,409 1,000
X58 0,399 0,384 0,063 -0,013 0,133 0,263 1,000
X57 0,397 0,382 0,164 0,178 0,132 0,262 0,558
X56 0,555 0,414 0,067 0,136 0,102 0,201 0,381
X55 0,416 0,405 0,066 0,153 -0,048 0,225 0,328
X51 0,347 0,340 0,055 0,112 0,084 0,165 0,227
X54 0,419 0,410 -0,119 0,135 0,101 0,088 0,378
X53 0,489 0,480 0,078 0,328 0,118 0,233 0,442
X52 0,414 0,405 -0,067 0,147 0,109 0,285 0,341
X42 0,373 0,409 0,059 0,195 0,145 0,287 0,384
X41 0,359 0,393 0,057 0,187 0,139 0,276 0,369
X34 0,360 0,386 0,057 0,173 0,129 0,254 0,361
X31 0,430 0,461 -0,055 0,207 0,295 0,304 0,432
X32 0,289 0,424 0,063 0,190 0,142 0,280 0,397
X33 0,224 0,330 0,036 0,107 0,080 0,158 0,225
X24 0,284 0,305 0,045 0,139 0,104 0,205 0,280
X21 0,454 0,594 0,072 0,222 0,165 0,327 0,447
X22 0,452 0,486 0,072 0,222 0,265 0,326 0,446
X23 0,438 0,469 0,070 0,214 0,160 0,315 0,431
X11 0,381 0,446 0,060 0,225 0,168 0,332 0,467
X12 0,400 0,469 0,064 0,237 0,177 0,349 0,491
X13 0,353 0,414 0,056 0,209 0,156 0,308 0,433

X57 X56 X55 X51 X54 X53 X52


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X57 1,000
X56 0,380 1,000
X55 0,327 0,458 1,000
X51 0,312 0,409 0,406 1,000
X54 0,377 0,494 0,455 0,406 1,000
X53 0,440 0,578 0,531 0,475 0,573 1,000
X52 0,340 0,387 0,423 0,689 0,463 0,541 1,000
X42 0,382 0,307 0,337 0,253 0,305 0,357 0,326
X41 0,367 0,296 0,324 0,155 0,199 0,343 0,313
X34 0,359 0,437 0,338 0,265 0,321 0,375 0,331
X31 0,429 0,288 0,295 0,317 0,498 0,448 0,396
X32 0,580 0,355 0,372 0,292 0,353 0,412 0,365
X33 0,223 0,201 0,211 0,165 0,199 0,233 0,206
X24 0,279 0,358 0,263 0,206 0,249 0,291 0,262
X21 0,445 0,400 0,419 0,329 0,344 0,464 0,419
X22 0,444 0,399 0,418 0,328 0,396 0,463 0,418
X23 0,429 0,386 0,404 0,317 0,383 0,448 0,404
X11 0,464 0,265 0,340 0,218 0,263 0,308 0,272
X12 0,487 0,279 0,358 0,229 0,277 0,323 0,286
X13 0,430 0,246 0,316 0,202 0,244 0,285 0,252
144

X42 X41 X34 X31 X32 X33 X24


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X42 1,000
X41 0,571 1,000
X34 0,510 0,492 1,000
X31 0,440 0,423 0,404 1,000
X32 0,405 0,389 0,372 0,445 1,000
X33 0,136 0,220 0,210 0,252 0,231 1,000
X24 0,386 0,284 0,270 0,323 0,297 0,168 1,000
X21 0,472 0,454 0,431 0,626 0,475 0,268 0,345
X22 0,559 0,453 0,430 0,514 0,473 0,268 0,344
X23 0,455 0,438 0,416 0,497 0,458 0,259 0,332
X11 0,469 0,451 0,405 0,485 0,446 0,252 0,332
X12 0,493 0,474 0,426 0,510 0,469 0,265 0,349
X13 0,435 0,419 0,376 0,450 0,414 0,234 0,308

X21 X22 X23 X11 X12 X13


-------- -------- -------- -------- -------- --------
X21 1,000
X22 0,443 1,000
X23 0,530 0,529 1,000
X11 0,530 0,529 0,511 1,000
X12 0,557 0,556 0,538 0,561 1,000
X13 0,492 0,491 0,474 0,495 0,521 1,000

Implied Covariances

X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 1,427
X84 0,687 1,230
X83 0,439 0,572 1,963
X82 0,677 0,522 0,799 1,985
X81 0,344 0,336 0,796 0,997 1,594
X74 0,157 0,154 -0,019 0,453 0,315 1,416
X73 0,290 0,284 0,623 0,605 0,575 0,368 1,343
X72 0,539 0,373 0,818 0,815 0,666 0,450 0,881
X71 0,046 0,045 -0,085 0,096 0,091 0,281 0,088
X61 0,159 0,155 0,341 0,292 0,270 0,127 0,230
X62 -0,115 0,111 0,244 0,209 0,193 0,091 0,165
X63 0,236 0,493 0,507 0,434 0,700 0,189 0,342
X58 0,337 0,330 0,725 0,910 0,756 0,455 0,595
X57 0,298 0,292 0,641 0,775 0,668 0,403 0,526
X56 0,220 0,216 0,474 0,530 0,516 0,411 0,731
X55 0,293 0,287 0,756 0,730 0,753 0,481 0,643
X51 0,160 0,156 0,343 0,384 0,373 0,297 0,402
X54 0,238 0,009 0,512 0,573 0,558 0,444 0,601
X53 0,268 0,262 0,575 0,644 0,627 0,499 0,675
X52 0,211 0,206 0,453 0,520 0,487 0,359 0,481
X42 0,383 0,375 0,823 0,714 0,828 0,325 0,575
X41 0,352 0,344 0,756 0,656 0,608 0,299 0,528
X34 0,345 0,337 0,741 0,668 0,766 0,340 0,565
145

X31 0,383 0,374 0,822 0,741 0,693 0,377 0,627


X32 0,297 0,290 0,637 0,574 0,537 0,136 0,354
X33 0,163 0,159 0,350 0,316 0,144 0,161 0,267
X24 0,293 0,286 0,629 -0,038 0,242 0,600 0,470
X21 0,403 0,394 0,865 0,765 0,711 0,385 0,647
X22 0,426 0,416 0,915 0,809 0,751 0,407 0,683
X23 0,386 0,479 0,625 0,734 0,681 0,369 0,620
X11 0,411 0,402 0,882 0,768 0,724 0,266 0,538
X12 0,412 0,403 0,886 0,771 0,728 0,268 0,540
X13 0,385 0,377 0,827 0,720 0,679 0,250 0,504

X72 X71 X61 X62 X63 X58 X57


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X72 1,868
X71 0,108 1,333
X61 0,301 0,460 1,337
X62 0,215 0,026 0,311 1,229
X63 0,447 0,054 0,184 0,530 1,362
X58 0,676 0,094 -0,019 0,190 0,396 1,656
X57 0,598 0,216 0,235 0,168 0,350 0,821 1,311
X56 0,642 0,088 0,179 0,128 0,267 0,558 0,494
X55 0,739 0,102 0,235 -0,071 0,350 0,564 0,499
X51 0,465 0,064 0,130 0,093 0,193 0,292 0,358
X54 0,695 -0,171 0,194 0,138 0,126 0,603 0,534
X53 0,780 0,107 0,451 0,156 0,324 0,678 0,600
X52 0,554 -0,078 0,170 0,121 0,333 0,440 0,390
X42 0,744 0,091 0,299 0,214 0,444 0,657 0,581
X41 0,683 0,084 0,275 0,196 0,408 0,603 0,533
X34 0,715 0,089 0,271 0,193 0,402 0,630 0,557
X31 0,793 -0,080 0,300 0,411 0,446 0,698 0,618
X32 0,614 0,077 0,233 0,166 0,346 0,541 0,703
X33 0,464 0,042 0,128 0,091 0,190 0,297 0,263
X24 0,595 0,074 0,229 0,164 0,341 0,515 0,455
X21 0,999 0,102 0,316 0,226 0,469 0,708 0,626
X22 0,865 0,108 0,334 0,382 0,496 0,748 0,662
X23 0,784 0,098 0,303 0,216 0,450 0,679 0,600
X11 0,744 0,085 0,318 0,227 0,473 0,733 0,647
X12 0,747 0,086 0,319 0,228 0,475 0,736 0,650
X13 0,698 0,080 0,298 0,213 0,443 0,687 0,607
146

X56 X55 X51 X54 X53 X52 X42


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X56 1,291
X55 0,695 1,781
X51 0,466 0,543 1,002
X54 0,696 0,751 0,504 1,533
X53 0,782 0,844 0,566 0,845 1,417
X52 0,441 0,566 0,691 0,574 0,645 1,004
X42 0,464 0,598 0,336 0,502 0,564 0,434 1,767
X41 0,426 0,549 0,197 0,313 0,518 0,398 0,963
X34 0,673 0,612 0,360 0,538 0,604 0,450 0,919
X31 0,411 0,495 0,399 0,775 0,670 0,499 0,735
X32 0,428 0,526 0,310 0,462 0,519 0,387 0,570
X33 0,235 0,289 0,170 0,254 0,285 0,213 0,186
X24 0,581 0,500 0,294 0,440 0,494 0,375 0,731
X21 0,559 0,688 0,405 0,523 0,679 0,516 0,771
X22 0,591 0,727 0,428 0,639 0,718 0,545 0,968
X23 0,536 0,660 0,388 0,580 0,651 0,495 0,739
X11 0,368 0,554 0,266 0,397 0,447 0,333 0,761
X12 0,369 0,556 0,267 0,399 0,448 0,334 0,764
X13 0,345 0,519 0,250 0,373 0,419 0,312 0,713

X41 X34 X31 X32 X33 X24 X21


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X41 1,611
X34 0,846 1,837
X31 0,675 0,689 1,581
X32 0,523 0,534 0,592 1,121
X33 0,287 0,293 0,326 0,252 1,059
X24 0,515 0,523 0,580 0,449 0,247 2,033
X21 0,708 0,719 0,967 0,618 0,339 0,604 1,512
X22 0,748 0,760 0,843 0,653 0,359 0,638 0,710
X23 0,679 0,689 0,764 0,592 0,325 0,579 0,797
X11 0,698 0,670 0,743 0,576 0,317 0,578 0,795
X12 0,701 0,673 0,747 0,578 0,318 0,580 0,798
X13 0,655 0,629 0,697 0,540 0,297 0,542 0,746

X22 X23 X11 X12 X13


-------- -------- -------- -------- --------
X22 1,698
X23 0,842 1,494
X11 0,840 0,762 1,488
X12 0,844 0,766 0,797 1,357
X13 0,788 0,715 0,745 0,748 1,519
147

Implied Correlations

X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 1,000
X84 0,519 1,000
X83 0,262 0,368 1,000
X82 0,402 0,334 0,405 1,000
X81 0,228 0,240 0,450 0,561 1,000
X74 0,111 0,117 -0,011 0,270 0,210 1,000
X73 0,210 0,221 0,384 0,371 0,393 0,267 1,000
X72 0,330 0,246 0,427 0,423 0,386 0,277 0,556
X71 0,033 0,035 -0,052 0,059 0,062 0,205 0,066
X61 0,115 0,121 0,211 0,179 0,185 0,092 0,172
X62 -0,087 0,090 0,157 0,133 0,138 0,069 0,128
X63 0,169 0,381 0,310 0,264 0,475 0,136 0,253
X58 0,219 0,231 0,402 0,502 0,465 0,297 0,399
X57 0,218 0,230 0,399 0,480 0,462 0,296 0,397
X56 0,162 0,171 0,297 0,331 0,359 0,304 0,555
X55 0,184 0,194 0,404 0,388 0,447 0,303 0,416
X51 0,133 0,141 0,244 0,272 0,295 0,250 0,347
X54 0,161 0,007 0,295 0,329 0,357 0,301 0,419
X53 0,188 0,198 0,345 0,384 0,417 0,352 0,489
X52 0,176 0,186 0,323 0,369 0,385 0,301 0,414
X42 0,241 0,254 0,442 0,381 0,493 0,206 0,373
X41 0,232 0,244 0,425 0,367 0,380 0,198 0,359
X34 0,213 0,225 0,390 0,350 0,448 0,211 0,360
X31 0,255 0,268 0,467 0,418 0,437 0,252 0,430
X32 0,234 0,247 0,429 0,385 0,402 0,108 0,289
X33 0,133 0,140 0,243 0,218 0,111 0,131 0,224
X24 0,172 0,181 0,315 -0,019 0,135 0,353 0,284
X21 0,274 0,289 0,502 0,442 0,458 0,263 0,454

X72 X71 X61 X62 X63 X58 X57


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X72 1,000
X71 0,068 1,000
X61 0,190 0,345 1,000
X62 0,142 0,020 0,243 1,000
X63 0,280 0,040 0,136 0,409 1,000
X58 0,384 0,063 -0,013 0,133 0,263 1,000
X57 0,382 0,164 0,178 0,132 0,262 0,558 1,000
X56 0,414 0,067 0,136 0,102 0,201 0,381 0,380
X55 0,405 0,066 0,153 -0,048 0,225 0,328 0,327
X51 0,340 0,055 0,112 0,084 0,165 0,227 0,312
X54 0,410 -0,119 0,135 0,101 0,088 0,378 0,377
X53 0,480 0,078 0,328 0,118 0,233 0,442 0,440
X52 0,405 -0,067 0,147 0,109 0,285 0,341 0,340
X42 0,409 0,059 0,195 0,145 0,287 0,384 0,382
X41 0,393 0,057 0,187 0,139 0,276 0,369 0,367
X34 0,386 0,057 0,173 0,129 0,254 0,361 0,359
X31 0,461 -0,055 0,207 0,295 0,304 0,432 0,429
X32 0,424 0,063 0,190 0,142 0,280 0,397 0,580
X33 0,330 0,036 0,107 0,080 0,158 0,225 0,223
148

X24 0,305 0,045 0,139 0,104 0,205 0,280 0,279


X21 0,594 0,072 0,222 0,165 0,327 0,447 0,445
X22 0,486 0,072 0,222 0,265 0,326 0,446 0,444
X23 0,469 0,070 0,214 0,160 0,315 0,431 0,429
X11 0,446 0,060 0,225 0,168 0,332 0,467 0,464
X12 0,469 0,064 0,237 0,177 0,349 0,491 0,487
X13 0,414 0,056 0,209 0,156 0,308 0,433 0,430

X56 X55 X51 X54 X53 X52 X42


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X56 1,000
X55 0,458 1,000
X51 0,409 0,406 1,000
X54 0,494 0,455 0,406 1,000
X53 0,578 0,531 0,475 0,573 1,000
X52 0,387 0,423 0,689 0,463 0,541 1,000
X42 0,307 0,337 0,253 0,305 0,357 0,326 1,000
X41 0,296 0,324 0,155 0,199 0,343 0,313 0,571
X34 0,437 0,338 0,265 0,321 0,375 0,331 0,510
X31 0,288 0,295 0,317 0,498 0,448 0,396 0,440
X32 0,355 0,372 0,292 0,353 0,412 0,365 0,405
X33 0,201 0,211 0,165 0,199 0,233 0,206 0,136
X24 0,358 0,263 0,206 0,249 0,291 0,262 0,386
X21 0,400 0,419 0,329 0,344 0,464 0,419 0,472
X22 0,399 0,418 0,328 0,396 0,463 0,418 0,559
X23 0,386 0,404 0,317 0,383 0,448 0,404 0,455
X11 0,265 0,340 0,218 0,263 0,308 0,272 0,469
X12 0,279 0,358 0,229 0,277 0,323 0,286 0,493
X13 0,246 0,316 0,202 0,244 0,285 0,252 0,435

X41 X34 X31 X32 X33 X24 X21


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X41 1,000
X34 0,492 1,000
X31 0,423 0,404 1,000
X32 0,389 0,372 0,445 1,000
X33 0,220 0,210 0,252 0,231 1,000
X24 0,284 0,270 0,323 0,297 0,168 1,000
X21 0,454 0,431 0,626 0,475 0,268 0,345 1,000
X22 0,453 0,430 0,514 0,473 0,268 0,344 0,443
X23 0,438 0,416 0,497 0,458 0,259 0,332 0,530
X11 0,451 0,405 0,485 0,446 0,252 0,332 0,530
X12 0,474 0,426 0,510 0,469 0,265 0,349 0,557
X13 0,419 0,376 0,450 0,414 0,234 0,308 0,492
149

X22 X23 X11 X12 X13


-------- -------- -------- -------- --------
X22 1,000
X23 0,529 1,000
X11 0,529 0,511 1,000
X12 0,556 0,538 0,561 1,000
X13 0,491 0,474 0,495 0,521 1,000

Residual Covariances

X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 0,060
X84 0,101 0,050
X83 0,157 0,078 0,004
X82 0,083 0,142 0,183 0,045
X81 0,006 0,103 0,120 0,075 0,032
X74 -0,099 0,034 -0,066 -0,025 -0,016 0,090
X73 0,037 0,003 -0,083 0,015 0,059 0,086 0,017
X72 0,121 0,218 0,001 -0,014 -0,021 -0,065 -0,001
X71 0,163 0,118 -0,003 0,140 -0,139 0,132 0,098
X61 0,163 -0,057 -0,099 0,285 -0,076 0,211 0,096
X62 -0,119 -0,180 -0,131 -0,091 0,159 0,124 -0,031
X63 -0,069 -0,028 0,034 0,107 0,129 -0,043 -0,029
X58 -0,059 -0,014 0,102 -0,089 -0,033 -0,136 0,078
X57 -0,054 0,086 -0,046 0,020 -0,007 0,120 -0,046
X56 0,026 0,123 0,144 0,030 0,021 0,015 0,036
X55 0,029 0,234 0,007 0,185 0,036 0,152 -0,056
X51 -0,023 0,060 -0,000 -0,051 0,051 0,031 0,051
X54 -0,208 -0,053 -0,106 -0,256 -0,140 0,008 0,006
X53 0,037 0,011 0,004 0,080 -0,038 -0,024 0,085
X52 -0,095 -0,086 -0,029 -0,130 0,064 0,000 -0,001
X42 -0,079 -0,184 0,035 -0,038 0,007 -0,100 -0,021
X41 -0,091 -0,077 0,048 0,082 0,118 -0,128 -0,021
X34 0,101 0,083 0,045 0,129 0,055 -0,041 -0,045
X31 -0,191 -0,137 -0,073 -0,204 -0,040 -0,013 0,047
X32 -0,005 0,123 0,019 -0,008 0,012 0,015 -0,048
X33 0,163 0,109 -0,095 0,042 -0,033 0,099 -0,053
150

X72 X71 X61 X62 X63 X58 X57


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X72 0,003
X71 0,086 0,068
X61 0,038 0,091 0,021
X62 -0,010 -0,003 -0,066 0,025
X63 0,084 -0,164 -0,107 0,071 0,067
X58 -0,008 0,049 0,081 -0,102 -0,145 -0,054
X57 -0,051 0,166 0,121 0,039 -0,070 -0,005 0,014
X56 0,018 -0,025 0,016 0,062 -0,011 0,119 0,033
X55 -0,112 0,042 0,097 0,085 0,129 0,057 0,163
X51 -0,095 0,027 0,099 0,221 0,229 0,041 -0,005
X54 -0,067 -0,008 0,017 0,056 -0,028 0,004 -0,149
X53 0,039 -0,027 0,015 -0,053 -0,072 0,019 -0,050
X52 -0,090 -0,015 0,006 0,113 0,128 -0,056 -0,094
X42 -0,054 -0,066 -0,151 0,040 -0,094 0,079 0,171
X41 -0,019 0,001 -0,159 -0,069 -0,005 -0,036 0,099
X34 0,118 -0,198 -0,241 0,046 0,072 0,115 0,018
X31 -0,079 0,024 -0,001 0,017 -0,014 -0,100 -0,015
X32 -0,032 0,039 -0,155 0,023 0,063 0,088 0,015
X33 0,028 0,153 0,047 -0,022 -0,018 0,037 0,085
X24 0,136 0,211 -0,062 0,140 -0,196 0,066 0,093
X21 -0,037 -0,001 0,016 -0,034 -0,016 -0,131 0,022
X22 0,005 -0,161 -0,145 0,095 0,090 -0,061 0,111
X23 0,184 0,120 0,024 -0,054 -0,048 -0,038 -0,038
X11 -0,006 0,131 0,189 -0,059 0,040 -0,155 -0,000
X12 -0,033 -0,005 0,020 0,109 -0,059 -0,018 0,019
X13 -0,035 0,205 0,054 -0,020 -0,058 0,147 0,111

X56 X55 X51 X54 X53 X52 X42


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X56 0,040
X55 0,040 -0,003
X51 0,036 -0,017 -0,009
X54 -0,033 -0,087 -0,026 -0,005
X53 -0,014 0,016 0,027 0,089 0,002
X52 0,009 -0,022 -0,003 -0,019 0,040 0,002
X42 0,015 -0,120 -0,021 0,087 -0,002 -0,033 0,018
X41 0,114 0,076 0,021 -0,010 -0,017 -0,037 0,004
X34 0,079 0,018 -0,075 0,029 0,007 -0,032 0,034
X31 0,064 -0,036 0,002 0,010 -0,018 -0,015 0,104
X32 0,006 0,029 -0,074 -0,131 -0,155 -0,069 0,133
X33 -0,108 -0,013 0,020 -0,109 0,012 -0,011 -0,053
X24 0,158 -0,130 0,059 0,241 0,071 -0,086 -0,036
X21 0,102 -0,045 0,006 -0,063 -0,064 -0,112 0,008
X22 0,046 -0,082 -0,000 0,057 -0,080 0,019 0,056
X23 0,184 0,038 0,051 0,109 0,138 -0,041 -0,127
X11 0,078 0,168 0,026 -0,221 0,133 -0,051 -0,011
X12 0,089 -0,137 0,057 0,012 -0,093 -0,113 0,052
X13 0,106 0,184 0,132 0,106 0,128 -0,024 -0,120
151

Standardized Residual Covariances

X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 0,365
X84 0,822 0,353
X83 1,108 0,577 0,019
X82 0,556 1,051 1,048 0,194
X81 0,046 0,870 0,756 0,451 0,176
X74 -0,844 0,313 -0,485 -0,178 -0,130 0,548
X73 0,315 0,027 -0,584 0,102 0,456 0,734 0,108
X72 0,860 1,706 0,006 -0,080 -0,136 -0,468 -0,008
X71 1,442 1,122 -0,026 1,047 -1,159 1,152 0,896
X61 1,432 -0,536 -0,730 2,099 -0,625 1,863 0,865
X62 -1,089 -1,783 -1,018 -0,703 1,375 1,149 -0,294
X63 -0,598 -0,245 0,243 0,770 0,963 -0,372 -0,254
X58 -0,459 -0,117 0,638 -0,537 -0,224 -1,037 0,596
X57 -0,470 0,803 -0,324 0,133 -0,055 1,033 -0,397
X56 0,230 1,175 1,060 0,215 0,164 0,130 0,289
X55 0,216 1,898 0,044 1,120 0,238 1,116 -0,409
X51 -0,229 0,652 -0,003 -0,425 0,472 0,308 0,509
X54 -1,692 -0,472 -0,716 -1,700 -1,033 0,064 0,047
X53 0,312 0,103 0,026 0,546 -0,286 -0,196 0,676
X52 -0,959 -0,933 -0,238 -1,058 0,578 0,001 -0,011
X42 -0,592 -1,477 0,209 -0,230 0,046 -0,753 -0,158
X41 -0,716 -0,652 0,302 0,527 0,838 -1,018 -0,163
X34 0,743 0,654 0,270 0,778 0,358 -0,304 -0,328
X31 -1,503 -1,158 -0,461 -1,298 -0,282 -0,106 0,360
X32 -0,051 1,245 0,140 -0,059 0,099 0,149 -0,456
X33 1,605 1,151 -0,782 0,344 -0,306 0,982 -0,534
X24 -1,062 -0,899 -2,034 -0,312 -0,453 1,178 0,640
X21 -0,296 -0,097 0,644 -0,724 -0,252 -1,141 0,417
X22 -0,897 -0,891 -0,385 -0,167 0,326 0,710 -0,712
X23 -0,005 -0,147 -0,624 -0,788 -1,035 1,954 0,632
X11 0,718 0,586 0,519 1,600 0,554 -1,066 -0,629
X12 -0,284 -0,535 -0,376 -0,609 -0,551 -0,349 0,166
X13 -0,300 0,798 0,132 -0,616 -0,424 2,645 0,716

X72 X71 X61 X62 X63 X58 X57


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X72 0,014
X71 0,660 0,440
X61 0,285 0,784 0,133
X62 -0,081 -0,028 -0,610 0,177
X63 0,617 -1,483 -0,961 0,620 0,424
X58 -0,054 0,402 0,661 -0,868 -1,137 -0,283
X57 -0,375 1,510 1,097 0,370 -0,620 -0,035 0,092
X56 0,132 -0,234 0,144 0,602 -0,098 0,929 0,292
X55 -0,693 0,334 0,756 0,697 0,988 0,382 1,240
X51 -0,799 0,284 1,042 2,423 2,365 0,377 -0,049
X54 -0,448 -0,066 0,145 0,492 -0,235 0,028 -1,200
X53 0,261 -0,240 0,129 -0,488 -0,616 0,137 -0,409
X52 -0,740 -0,155 0,058 1,235 1,283 -0,500 -0,952
X42 -0,333 -0,528 -1,180 0,325 -0,714 0,523 1,282
152

X41 -0,125 0,006 -1,304 -0,595 -0,041 -0,252 0,780


X34 0,726 -1,541 -1,850 0,372 0,536 0,758 0,135
X31 -0,509 0,204 -0,006 0,139 -0,114 -0,693 -0,115
X32 -0,249 0,386 -1,518 0,233 0,599 0,730 0,131
X33 0,231 1,573 0,479 -0,238 -0,182 0,336 0,859
X24 0,814 1,559 -0,456 1,075 -1,406 0,425 0,672
X21 -0,233 -0,005 0,132 -0,300 -0,128 -0,921 0,177
X22 0,034 -1,300 -1,149 0,773 0,688 -0,403 0,829
X23 1,219 1,033 0,200 -0,481 -0,388 -0,272 -0,305
X11 -0,037 1,131 1,593 -0,522 0,329 -1,092 -0,000
X12 -0,231 -0,046 0,180 1,016 -0,501 -0,129 0,159
X13 -0,236 1,759 0,451 -0,181 -0,472 1,035 0,881

X56 X55 X51 X54 X53 X52 X42


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X56 0,270
X55 0,291 -0,013
X51 0,355 -0,147 -0,076
X54 -0,260 -0,588 -0,237 -0,030
X53 -0,111 0,112 0,253 0,641 0,010
X52 0,092 -0,181 -0,033 -0,168 0,361 0,014
X42 0,119 -0,783 -0,187 0,614 -0,013 -0,285 0,088
X41 0,927 0,521 0,198 -0,077 -0,130 -0,341 0,023
X34 0,572 0,115 -0,654 0,203 0,047 -0,275 0,203
X31 0,528 -0,248 0,016 0,070 -0,134 -0,133 0,695
X32 0,055 0,238 -0,818 -1,152 -1,388 -0,746 1,065
X33 -1,104 -0,116 0,234 -1,025 0,113 -0,133 -0,468
X24 1,120 -0,808 0,492 1,614 0,490 -0,711 -0,219
X21 0,830 -0,309 0,059 -0,479 -0,485 -1,028 0,057
X22 0,354 -0,534 -0,003 0,404 -0,574 0,166 0,341
X23 1,505 0,262 0,485 0,820 1,056 -0,381 -0,866
X11 0,663 1,192 0,253 -1,729 1,070 -0,495 -0,074
X12 0,794 -1,012 0,584 0,100 -0,776 -1,134 0,367
X13 0,898 1,299 1,277 0,825 1,021 -0,231 -0,817

X41 X34 X31 X32 X33 X24 X21


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X41 -0,029
X34 0,233 0,118
X31 -0,504 -0,020 -0,204
X32 0,670 1,075 -0,364 0,061
X33 -0,541 -1,284 -0,377 0,691 0,034
X24 -1,736 -0,183 0,754 -0,087 -0,159 0,185
X21 0,099 0,743 -0,414 0,075 0,265 0,337 -0,118
X22 0,586 0,481 0,889 0,287 -0,005 0,882 0,150
X23 -0,502 -0,643 0,306 -0,391 0,715 1,824 0,066
X11 1,431 0,237 -1,726 0,744 -0,287 -2,057 0,633
X12 -0,854 0,520 0,668 0,392 -0,166 0,662 0,277
X13 -0,749 -1,666 0,115 0,075 1,286 1,515 -0,433
153

X22 X23 X11 X12 X13


-------- -------- -------- -------- --------
X22 0,021
X23 -0,087 -0,012
X11 -0,223 -0,732 -0,023
X12 -0,190 -0,791 0,064 -0,026
X13 0,224 -0,086 -0,373 0,066 -0,020

Factor Score Weights

X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,004 -0,001 0,031 0,009 0,002 0,013 0,016
EI 0,012 -0,003 0,078 0,018 -0,009 0,038 0,040
II 0,015 -0,022 0,090 0,062 0,066 -0,007 0,036
LIP 0,013 -0,009 0,077 0,026 0,001 0,028 0,037
KIP -0,011 0,029 0,004 -0,014 0,019 0,020 0,012
DIP 0,016 -0,014 0,085 0,031 -0,002 0,028 0,039
PLP -0,000 0,002 0,006 0,001 0,002 0,004 0,004
KP 0,010 -0,008 0,054 0,019 -0,000 0,019 0,025

X72 X71 X61 X62 X63 X58 X57


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,005 0,014 -0,001 -0,004 0,012 0,008 -0,005
EI 0,001 0,038 -0,010 -0,010 0,031 -0,003 -0,034
II 0,027 -0,037 0,087 -0,027 0,040 0,104 0,063
LIP 0,001 0,020 0,010 -0,014 0,032 0,010 -0,021
KIP 0,037 0,052 -0,047 0,016 -0,009 0,034 0,035
DIP -0,004 0,015 0,018 -0,017 0,037 0,006 -0,028
PLP 0,004 0,006 -0,004 0,000 0,002 0,004 0,002
KP -0,001 0,011 0,010 -0,011 0,023 0,005 -0,017

X56 X55 X51 X54 X53 X52 X42


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,013 0,007 0,003 0,021 0,024 0,022 0,005
EI 0,033 0,005 -0,007 0,050 0,057 0,072 0,017
II -0,092 0,010 0,058 -0,032 -0,111 -0,133 -0,000
LIP -0,000 -0,003 0,001 0,024 0,010 0,027 0,015
KIP 0,117 0,076 0,023 0,106 0,179 0,103 -0,005
DIP -0,017 -0,014 -0,002 0,012 -0,015 0,015 0,017
PLP 0,011 0,007 0,002 0,012 0,018 0,012 0,001
KP -0,007 -0,006 -0,001 0,011 -0,004 0,013 0,011

X41 X34 X31 X32 X33 X24 X21


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,016 0,006 0,017 0,027 0,008 0,007 0,029
EI 0,033 0,014 0,040 0,073 0,018 0,008 0,063
II 0,051 0,030 0,027 0,039 0,029 0,076 0,108
LIP 0,032 0,017 0,032 0,063 0,019 0,019 0,065
KIP 0,027 -0,009 0,039 0,017 0,006 -0,010 0,028
DIP 0,032 0,020 0,030 0,068 0,020 0,023 0,067
PLP 0,005 0,000 0,006 0,007 0,002 0,001 0,008
KP 0,021 0,013 0,021 0,044 0,013 0,014 0,044
154

X22 X23 X11 X12 X13


-------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,029 0,031 0,031 0,038 0,024
EI 0,061 0,069 0,097 0,121 0,077
II 0,119 0,115 0,025 0,031 0,020
LIP 0,064 0,071 0,086 0,108 0,068
KIP 0,030 0,022 -0,037 -0,046 -0,029
DIP 0,067 0,076 0,100 0,126 0,080
PLP 0,008 0,008 0,003 0,004 0,002
KP 0,044 0,049 0,063 0,079 0,050

Total Effects

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
LIP -1,580 1,324 0,254 0,000 0,000 0,000 0,000
KIP 14,840 -4,823 -0,925 -3,642 0,000 0,000 0,000
DIP -3,830 2,140 0,410 1,616 -0,141 0,000 0,000
PLP 1,287 -0,356 -0,068 -0,269 0,000 0,000 0,000
KP -1,973 1,212 0,232 0,915 -0,251 0,000 0,000
X85 -2,171 1,213 0,233 0,916 -0,080 0,567 0,000
X84 -2,123 1,186 0,227 0,896 -0,078 0,554 0,000
X83 -4,663 2,606 0,499 1,967 -0,171 1,218 0,000
X82 -7,651 4,275 0,820 3,228 -0,281 1,998 0,000
X81 -3,830 2,140 0,410 1,616 -0,141 1,000 0,000
X74 4,844 -1,340 -0,257 -1,012 0,000 0,000 3,764
X73 8,128 -2,249 -0,431 -1,698 0,000 0,000 6,315
X72 10,286 -2,845 -0,545 -2,148 0,000 0,000 7,992
X71 1,287 -0,356 -0,068 -0,269 0,000 0,000 1,000
X61 -1,327 0,816 0,156 0,616 -0,169 0,000 0,000
X62 -0,948 0,583 0,112 0,440 -0,121 0,000 0,000
X63 -1,973 1,212 0,232 0,915 -0,251 0,000 0,000
X58 20,764 -6,748 -1,294 -5,095 1,399 0,000 0,000
X57 18,361 -5,967 -1,144 -4,506 1,237 0,000 0,000
X56 16,403 -5,331 -1,022 -4,025 1,105 0,000 0,000
X55 20,187 -6,561 -1,258 -4,954 1,360 0,000 0,000
X51 11,875 -3,859 -0,740 -2,914 0,800 0,000 0,000
X54 17,735 -5,764 -1,105 -4,352 1,195 0,000 0,000
X53 19,930 -6,477 -1,242 -4,891 1,343 0,000 0,000
X52 14,840 -4,823 -0,925 -3,642 1,000 0,000 0,000
X42 -1,721 1,442 0,277 1,089 0,000 0,000 0,000
X41 -1,580 1,324 0,254 1,000 0,000 0,000 0,000
X34 2,117 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X31 2,349 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X32 1,820 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X33 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X24 0,000 0,758 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X21 0,000 1,043 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X22 0,000 1,102 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X23 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X11 0,000 0,000 1,066 0,000 0,000 0,000 0,000
X12 0,000 0,000 1,071 0,000 0,000 0,000 0,000
X13 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000
155

Standardized Total Effects

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
LIP -0,752 1,481 0,271 0,000 0,000 0,000 0,000
KIP 7,614 -5,809 -1,065 -3,924 0,000 0,000 0,000
DIP -1,788 2,346 0,430 1,584 -0,128 0,000 0,000
PLP 4,055 -2,633 -0,483 -1,779 0,000 0,000 0,000
KP -1,405 2,026 0,371 1,369 -0,349 0,000 0,000
X85 -0,677 0,887 0,163 0,599 -0,048 0,378 0,000
X84 -0,713 0,935 0,171 0,632 -0,051 0,399 0,000
X83 -1,239 1,626 0,298 1,098 -0,089 0,693 0,000
X82 -2,022 2,652 0,486 1,791 -0,145 1,131 0,000
X81 -1,129 1,482 0,272 1,001 -0,081 0,632 0,000
X74 1,516 -0,984 -0,180 -0,665 0,000 0,000 0,374
X73 2,611 -1,696 -0,311 -1,145 0,000 0,000 0,644
X72 2,802 -1,819 -0,333 -1,229 0,000 0,000 0,691
X71 0,415 -0,269 -0,049 -0,182 0,000 0,000 0,102
X61 -0,427 0,617 0,113 0,416 -0,106 0,000 0,000
X62 -0,318 0,459 0,084 0,310 -0,079 0,000 0,000
X63 -0,629 0,908 0,166 0,613 -0,156 0,000 0,000
X58 6,007 -4,583 -0,840 -3,096 0,789 0,000 0,000
X57 5,971 -4,556 -0,835 -3,077 0,784 0,000 0,000
X56 5,374 -4,101 -0,752 -2,770 0,706 0,000 0,000
X55 5,631 -4,296 -0,787 -2,902 0,740 0,000 0,000
X51 4,416 -3,370 -0,618 -2,276 0,580 0,000 0,000
X54 5,333 -4,069 -0,746 -2,749 0,700 0,000 0,000
X53 6,233 -4,755 -0,872 -3,212 0,819 0,000 0,000
X52 5,514 -4,207 -0,771 -2,842 0,724 0,000 0,000
X42 -0,482 0,948 0,174 0,641 0,000 0,000 0,000
X41 -0,463 0,912 0,167 0,616 0,000 0,000 0,000
X34 0,582 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X31 0,695 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X32 0,640 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X33 0,362 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X24 0,000 0,465 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X21 0,000 0,741 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X22 0,000 0,739 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X23 0,000 0,715 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X11 0,000 0,000 0,730 0,000 0,000 0,000 0,000
X12 0,000 0,000 0,768 0,000 0,000 0,000 0,000
X13 0,000 0,000 0,678 0,000 0,000 0,000 0,000
156

Direct Effects

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
LIP -1,580 1,324 0,254 0,000 0,000 0,000 0,000
KIP 9,086 0,000 0,000 -3,642 0,000 0,000 0,000
DIP 0,000 0,000 0,000 1,104 -0,141 0,000 0,000
PLP 0,862 0,000 0,000 -0,269 0,000 0,000 0,000
KP 1,757 0,000 0,000 0,000 -0,251 0,000 0,000
X85 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,567 0,000
X84 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,554 0,000
X83 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,218 0,000
X82 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,998 0,000
X81 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000
X74 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 3,764
X73 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 6,315
X72 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 7,992
X71 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000
X61 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X62 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X63 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X58 0,000 0,000 0,000 0,000 1,399 0,000 0,000
X57 0,000 0,000 0,000 0,000 1,237 0,000 0,000
X56 0,000 0,000 0,000 0,000 1,105 0,000 0,000
X55 0,000 0,000 0,000 0,000 1,360 0,000 0,000
X51 0,000 0,000 0,000 0,000 0,800 0,000 0,000
X54 0,000 0,000 0,000 0,000 1,195 0,000 0,000
X53 0,000 0,000 0,000 0,000 1,343 0,000 0,000
X52 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000
X42 0,000 0,000 0,000 1,089 0,000 0,000 0,000
X41 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000
X34 2,117 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X31 2,349 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X32 1,820 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X33 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X24 0,000 0,758 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X21 0,000 1,043 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X22 0,000 1,102 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X23 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X11 0,000 0,000 1,066 0,000 0,000 0,000 0,000
X12 0,000 0,000 1,071 0,000 0,000 0,000 0,000
X13 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000
157

Standardized Direct Effects

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
LIP -0,752 1,481 0,271 0,000 0,000 0,000 0,000
KIP 4,662 0,000 0,000 -3,924 0,000 0,000 0,000
DIP 0,000 0,000 0,000 1,083 -0,128 0,000 0,000
PLP 2,717 0,000 0,000 -1,779 0,000 0,000 0,000
KP 1,251 0,000 0,000 0,000 -0,349 0,000 0,000
X85 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,378 0,000
X84 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,399 0,000
X83 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,693 0,000
X82 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,131 0,000
X81 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,632 0,000
X74 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,374
X73 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,644
X72 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,691
X71 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,102
X61 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X62 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X63 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X58 0,000 0,000 0,000 0,000 0,789 0,000 0,000
X57 0,000 0,000 0,000 0,000 0,784 0,000 0,000
X56 0,000 0,000 0,000 0,000 0,706 0,000 0,000
X55 0,000 0,000 0,000 0,000 0,740 0,000 0,000
X51 0,000 0,000 0,000 0,000 0,580 0,000 0,000
X54 0,000 0,000 0,000 0,000 0,700 0,000 0,000
X53 0,000 0,000 0,000 0,000 0,819 0,000 0,000
X52 0,000 0,000 0,000 0,000 0,724 0,000 0,000
X42 0,000 0,000 0,000 0,641 0,000 0,000 0,000
X41 0,000 0,000 0,000 0,616 0,000 0,000 0,000
X34 0,582 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X31 0,695 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X32 0,640 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X33 0,362 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X24 0,000 0,465 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X21 0,000 0,741 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X22 0,000 0,739 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X23 0,000 0,715 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X11 0,000 0,000 0,730 0,000 0,000 0,000 0,000
X12 0,000 0,000 0,768 0,000 0,000 0,000 0,000
X13 0,000 0,000 0,678 0,000 0,000 0,000 0,000
158

Indirect Effects

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
LIP 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
KIP 5,754 -4,823 -0,925 0,000 0,000 0,000 0,000
DIP -3,830 2,140 0,410 0,512 0,000 0,000 0,000
PLP 0,425 -0,356 -0,068 0,000 0,000 0,000 0,000
KP -3,730 1,212 0,232 0,915 0,000 0,000 0,000
X85 -2,171 1,213 0,233 0,916 -0,080 0,000 0,000
X84 -2,123 1,186 0,227 0,896 -0,078 0,000 0,000
X83 -4,663 2,606 0,499 1,967 -0,171 0,000 0,000
X82 -7,651 4,275 0,820 3,228 -0,281 0,000 0,000
X81 -3,830 2,140 0,410 1,616 -0,141 0,000 0,000
X74 4,844 -1,340 -0,257 -1,012 0,000 0,000 0,000
X73 8,128 -2,249 -0,431 -1,698 0,000 0,000 0,000
X72 10,286 -2,845 -0,545 -2,148 0,000 0,000 0,000
X71 1,287 -0,356 -0,068 -0,269 0,000 0,000 0,000
X61 -1,327 0,816 0,156 0,616 -0,169 0,000 0,000
X62 -0,948 0,583 0,112 0,440 -0,121 0,000 0,000
X63 -1,973 1,212 0,232 0,915 -0,251 0,000 0,000
X58 20,764 -6,748 -1,294 -5,095 0,000 0,000 0,000
X57 18,361 -5,967 -1,144 -4,506 0,000 0,000 0,000
X56 16,403 -5,331 -1,022 -4,025 0,000 0,000 0,000
X55 20,187 -6,561 -1,258 -4,954 0,000 0,000 0,000
X51 11,875 -3,859 -0,740 -2,914 0,000 0,000 0,000
X54 17,735 -5,764 -1,105 -4,352 0,000 0,000 0,000
X53 19,930 -6,477 -1,242 -4,891 0,000 0,000 0,000
X52 14,840 -4,823 -0,925 -3,642 0,000 0,000 0,000
X42 -1,721 1,442 0,277 0,000 0,000 0,000 0,000
X41 -1,580 1,324 0,254 0,000 0,000 0,000 0,000
X34 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X31 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X32 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X33 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X24 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X21 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X22 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X23 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X11 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X12 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X13 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
159

Standardized Indirect Effects

SAL EI II LIP KIP DIP PLP


-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
LIP 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
KIP 2,952 -5,809 -1,065 0,000 0,000 0,000 0,000
DIP -1,788 2,346 0,430 0,502 0,000 0,000 0,000
PLP 1,338 -2,633 -0,483 0,000 0,000 0,000 0,000
KP -2,656 2,026 0,371 1,369 0,000 0,000 0,000
X85 -0,677 0,887 0,163 0,599 -0,048 0,000 0,000
X84 -0,713 0,935 0,171 0,632 -0,051 0,000 0,000
X83 -1,239 1,626 0,298 1,098 -0,089 0,000 0,000
X82 -2,022 2,652 0,486 1,791 -0,145 0,000 0,000
X81 -1,129 1,482 0,272 1,001 -0,081 0,000 0,000
X74 1,516 -0,984 -0,180 -0,665 0,000 0,000 0,000
X73 2,611 -1,696 -0,311 -1,145 0,000 0,000 0,000
X72 2,802 -1,819 -0,333 -1,229 0,000 0,000 0,000
X71 0,415 -0,269 -0,049 -0,182 0,000 0,000 0,000
X61 -0,427 0,617 0,113 0,416 -0,106 0,000 0,000
X62 -0,318 0,459 0,084 0,310 -0,079 0,000 0,000
X63 -0,629 0,908 0,166 0,613 -0,156 0,000 0,000
X58 6,007 -4,583 -0,840 -3,096 0,000 0,000 0,000
X57 5,971 -4,556 -0,835 -3,077 0,000 0,000 0,000
X56 5,374 -4,101 -0,752 -2,770 0,000 0,000 0,000
X55 5,631 -4,296 -0,787 -2,902 0,000 0,000 0,000
X51 4,416 -3,370 -0,618 -2,276 0,000 0,000 0,000
X54 5,333 -4,069 -0,746 -2,749 0,000 0,000 0,000
X53 6,233 -4,755 -0,872 -3,212 0,000 0,000 0,000
X52 5,514 -4,207 -0,771 -2,842 0,000 0,000 0,000
X42 -0,482 0,948 0,174 0,000 0,000 0,000 0,000
X41 -0,463 0,912 0,167 0,000 0,000 0,000 0,000
X34 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X31 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X32 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X33 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X24 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X21 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X22 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X23 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X11 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X12 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
X13 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
160

Modification Indices
--------------------
Covariances: M.I. Par Change
--------- ----------
E5 <-----> G4 4,375 0,148
B4 <-----> H3 4,808 -0,167
B2 <-----> E8 4,406 -0,128
A1 <-----> H2 4,223 0,126
A1 <-----> E3 6,989 0,133
A1 <-----> D1 8,868 0,189
A1 <-----> C1 9,651 -0,169
A3 <-----> G4 6,263 0,171
A3 <-----> E8 4,172 0,133
A3 <-----> C4 8,647 -0,226

Variances: M.I. Par Change


--------- ----------

Regression Weights: M.I. Par Change


--------- ----------
X74 <---- X13 4,355 0,127
X72 <---- X84 4,798 0,151
X56 <---- X83 4,868 0,097
X55 <---- X57 4,125 0,138
X51 <---- X63 5,577 0,111
X34 <---- X13 4,661 -0,147
X31 <---- X11 4,277 -0,109
X32 <---- X61 4,005 -0,106
X24 <---- X83 5,808 -0,143
X22 <---- X71 7,543 -0,166
X23 <---- X74 6,106 0,145
X23 <---- X24 4,155 0,099
X11 <---- X82 5,361 0,114
X11 <---- X74 4,005 -0,116
X11 <---- X61 6,321 0,150
X11 <---- X54 4,892 -0,124
X11 <---- X41 6,063 0,134
X11 <---- X31 6,386 -0,139
X11 <---- X24 9,169 -0,147
X13 <---- X74 11,211 0,211
X13 <---- X34 6,964 -0,146
X13 <---- X24 5,480 0,123
161

Summary of models
-----------------

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF


---------------- ---- --------- -- --------- ---------
Default model 155 568,689 406 0,000 1,401
Saturated model 561 0,000 0
Independence model 33 3044,357 528 0,000 5,766

Model RMR GFI AGFI PGFI


---------------- ---------- ---------- ---------- ----------
Default model 0,094 0,827 0,761 0,599
Saturated model 0,000 1,000
Independence model 0,519 0,205 0,155 0,193

DELTA1 RHO1 DELTA2 RHO2


Model NFI RFI IFI TLI CFI
---------------- ---------- ---------- ---------- ---------- ----------
Default model 0,813 0,757 0,938 0,916 0,935
Saturated model 1,000 1,000 1,000
Independence model 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Model PRATIO PNFI PCFI


---------------- ---------- ---------- ----------
Default model 0,769 0,625 0,719
Saturated model 0,000 0,000 0,000
Independence model 1,000 0,000 0,000

Model NCP LO 90 HI 90
---------------- ---------- ---------- ----------
Default model 162,689 103,767 229,647
Saturated model 0,000 0,000 0,000
Independence model 2516,357 2346,548 2693,588

Model FMIN F0 LO 90 HI 90
---------------- ---------- ---------- ---------- ----------
Default model 3,817 1,092 0,696 1,541
Saturated model 0,000 0,000 0,000 0,000
Independence model 20,432 16,888 15,749 18,078
162

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE


---------------- ---------- ---------- ---------- ----------
Default model 0,052 0,041 0,062 0,373
Independence model 0,179 0,173 0,185 0,000

Model AIC BCC BIC CAIC


---------------- ---------- ---------- ---------- ----------
Default model 878,689 970,341 1887,296 1500,337
Saturated model 1122,000 1453,722 4772,507 3371,966
Independence model 3110,357 3129,870 3325,093 3242,708

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI


---------------- ---------- ---------- ---------- ----------
Default model 5,897 5,502 6,347 6,512
Saturated model 7,530 7,530 7,530 9,757
Independence model 20,875 19,735 22,064 21,006

HOELTER HOELTER
Model .05 .01
---------------- ---------- ----------
Default model 119 125
Independence model 29 30

Execution time summary:

Minimization: 1,185
Miscellaneous: 0,719
Bootstrap: 0,000
Total: 1,904
163

Lampiran 7 Foto-foto di lokasi saat melakukan penelitian

a Seorang enumerator sedang mewawancarai seorang nelayan

b Foto bersama dengan kepala PPI Paotere dan pegawai BMG,


setelah melakukan wawancara

c Nampak dua orang enumerator sedang menuju ke dermaga untuk


mencari responden
164

d Nampak dua orang nelayan gill net sedang mempersiapkan perahunya

e Nampak seorang enumerator sedang melakukan wawancara


dengan nelayan cantrang

f Kapal pengangkut ikan yang berasal dari Kalimantan sedang bersandar


165

g Kapal-kapal ikan sedang bersandar di dermaga

g. Penimbunan jalan menuju lokasi pembangunan PPN Untia Kota Makassar

h Lokasi pembangunan PPN Untia Makassar


166

Вам также может понравиться