Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DANIAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengembangan
Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar Sulawesi
Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Danial
C462070011
ABSTRACT
DANIAL. Development Model for Fishery Industry based on the Fishing Port in
Makassar South Sulawesi. Under supervision of JOHN HALUAN,
MUSTARUDDIN, and DARMAWAN.
Makassar, the capital of South Sulawesi Province, and the main gate to the
Eastern Region of Indonesia, is higly potential to establish as the largest fishery
industry centre in Indonesia. The objectives of this research were to develop a
model of fishery industry in Makassar based on Archipelagic Fishery Port, by
presenting the current condition of fishery activities, identify the influential
factors to the development of the fishery industry, and formulate the development
strategy of fishery port-based of fishery industry. This research was conducted
from January to December 2009 at the fishery port or fishery industry areas of
Makassar. The research activities included: site visit during April - May 2009 to
determine the variables and to collect preliminary data from the fishery industries,
both primary and secondary from fishery industries June to November 2009.
Primary data collection in volved direct observation and data collection,
confirmation and recheck of the respondent. Data of fishery yields was analyzed
applying SEM (structural equation modelling) by using software Amos version
4.01. Results of modification showed smaller chi-square than the initial
modification, criteria of fit model of 568.689, and other criteria of goodness of fit
indices i.e. RMSEA 0.052, CFI 0.935, IFI 0.938, GFI 0.827, AGFI 0.761 and
PGFI 0.599. Based on the above analysis, the strategic of fisheries development
could be focusted or prioritied an quality improvement of available human
resources, utilization of new technology packages, monitoring, bureaucracy
simplification, improvement of government support to face global competition
and cooperation among related ministries to implement development program of
fishery. The model could be used to formulate development strategies of fishery
industry in several other fishery ports provided that addition or reduction of
factors and variables should be based on literature review, initiated by a set of
scientific exploration to obtain justification to the established theoretical model.
DANIAL
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. H.Muhammad Natsir Nessa, MS
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 17 Januari 2011 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Halaman
Halaman
Halaman
1 PENDAHULUAN
maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global, berwawasan
lingkungan dan paling bersahabat. Selanjutnya pasal 1 ayat 37 menyatakan
bahwa Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah kawasan terpadu yang diarahkan
sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam sistem ruang yang
bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan
dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya.
PPN Untia Makassar diharapkan menjadi pelabuhan perikanan yang
bertaraf nasional dan merupakan pelabuhan terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan.
Tujuan pembangunan PPN Untia Makassar adalah: 1) meningkatkan kemampuan
armada penangkapan ikan nusantara, yakni meningkatkan jumlah hasil tangkapan,
meningkatkan jumlah armada penangkapan dan jarak fishing ground yang luas,
2) meningkatkan ekspor hasil perikanan untuk menambah devisa negara dari
sektor non migas dan 3) menyediakan kawasan industri untuk kegiatan industri
perikanan yang berorientasi kepada pemberian nilai tambah produksi perikanan
yakni dengan membangun pelabuhan perikanan dengan fasilitas yang memadai
(DPK Provinsi Sul-Sel 2005).
Industri Perikanan
di Kota Makassar
Sumberdaya Alam
dan Lingkungan
Daya Saing
Industri Perikanan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Guckian and Van Den Hazel (1970) yang diacu dalam Danial (2003)
mendefinisikan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu areal perairan tertentu
yang tertutup dan terlindung dari gangguan badai dan merupakan tempat yang
aman untuk akomodasi kapal-kapal yang sedang mengisi bahan bakar,
perbekalan, perbaikan dan bongkar muat barang. Pelabuhan perikanan adalah
tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis
perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh
dan/atau bongkar muat ikan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran
dan kegiatan penunjang perikanan (Kepmen KP No. Per. 16/MEN/2006).
Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas
berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja, namun
demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan kerja adalah cukup
luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan untuk
dapat berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut
tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi atau terintegrasi antara
berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha
dan masyarakat perikanan (Danial 2007).
Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi
Pelabuhan Perikanan Nusantara disiapkan untuk menampung industri perikanan
dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut di atas. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan
dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang
bersangkutan. Mengingat Pelabuhan Perikanan Nusantara merupakan lingkungan
kerja untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas
dan majemuk. Oleh karena itu di dalam pengelolaannya memerlukan berbagai
12
Kriteria
No. PPS PPN PPP PPI
Pelabuhan
Perikanan
1. Daerah Wilayah laut Perairan Perairan Perairan
operasional kapal teritorial, ZEEI dan pedalaman, pedalaman
yang dilayani ZEEI dan laut perairan dan
perairan teritorial kepulauan, perairan
internasional laut kepulauan
teritorial,
ZEEI
2. Ukuran kapal
penangkap ikan > 100 50-100 30-50 < 30
(GT)
3. Panjang dermaga >300 150-300 100-150 50-100
(m) dan Kedalaman >3 >3 >2 >2
kolam (m)
4. Kapasitas >6000 GT 6000-2250 300-2250 60-300 GT
menampung kapal (equivalen GT GT (equivalen
dgn 100 (equivalen (equivalen dgn 20
buah kapal dgn 75 dgn 30 buah kapal
berukuran buah kapal buah kapal berukuran
60GT) berukuran berukuran 3 GT)
30 GT) 10 GT)
pelaksanaan fungsi karantina ikan, 11) publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh
kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, 12) tempat publikasi hasil
riset kelautan dan perikanan, 13) pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari
dan 14) pengendalian lingkungan (Undang-undang RI No. 45 Tahun 2009).
TEKNOLOGI
R&D
INFORMASI GLOBAL
LINGKUNGAN INDUSTRI INDUSTRI INDUSTRI PASAR
ENERGI PENDUKUNG LOKAL HILIR
SDM NILAI TAMBAH HULU
MODAL PERTENAGA EKSPOR
PEMBIAYAAN KERJA R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET
SUMBER AIR
DLL VALUE ADDED
PRODUKTV
PER UNIT PRODUKSI BAHAN PROCESSING PROCESSING DOMESTIK
BAKU PRIMER SEKUNDER
hasil produksi pada agribisnis dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: 7)
volume penjualan, 8) pertumbuhan penjualan, 9) pertumbuhan pelanggan.
Berdasarkan kondisi di atas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu
pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi
bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik di dalam
maupun di luar negeri. Untuk mengantisipasi persaingan bebas tersebut dan
meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi
usaha dan 10) diversivikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan
pamasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur dengan 11)
tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri perikanan, 12) serta produktivitas
kerja (Wahyuni 2002).
Model kinerja industri perikanan sebagai variabel kinerja dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
- Peningkatan kinerja keuangan (laba/rugi)
- Pemasaran (informasi pasar, diversifikasi produk, mutu produk, harga
produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan pelanggan)
- Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja,
kesejahteraan tenaga kerja).
merek dan mutu serta harga barang, sehingga perusahaan ataupun industri harus
mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif (Kotler
1997).
Upaya peningkatan daya saing industri, termasuk industri perikanan
dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam
persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi,
komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup bahkan
aspek hak azasi manusia (pengeksploitasian buruh).
Konsep daya saing diekspresikan oleh beberapa orang dan lembaga
dengan cara yang berbeda, perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau
konteks yang mereka telaah dan dapat diterapkan pada level nasional tak lain
adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh
seorang tenaga kerja (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Selain mengamati
perusahaan yang menghasilkan produk dan pasar yang sama, penghematan
variabel yang mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan
kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya manusia yang terlibat di dalam
industri perikanan (Purnomo et al. 2003).
variabel tersebut sangat berkaitan dengan analisis sistem, yaitu sebagai wahana
untuk dapat memperbesar pengertian seseorang tentang bagaimana hal-hal
tertentu bekerja dan sebagai alat untuk membantu pemikiran secara rasional
(Nurani 2010).
Tujuan umum dari model dapat dibagi berdasarkan tujuan akademik dan
tujuan manajerial. Tujuan akademik dari model adalah sebagai alat untuk
menjelaskan suatu fakta karena belum ada teori, jika teori sudah ada maka model
digunakan sebagai alat untuk mencari konfirmasi. Sedangkan model untuk tujuan
manajerial adalah sebagai alat pengambilan keputusan, sebagai proses belajar dan
alat komunikasi (Nurani 2002).
Penggunaan model menguntungkan dalam analisis kuantitatif, hal ini
dikarenakan:
1) Dengan model dapat dilakukan analisis dan percobaan dengan situasi yang
kompleks dengan mengubah-ubah nilai atau bentuk relasi antar variabel
yang mungkin sulit dilakukan pada sistem nyata
2) Model memberikan penghematan dalam mendeskripsikan dan
penyelidikan sesuatu keadaan nyata
3) Menghemat waktu dan biaya dalam melakukan analisis masalah
4) Dapat memfokuskan perhatian lebih banyak pada karakteristik yang
penting dari masalah.
Secara umum model dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi, struktur,
dan cara aspek waktu serta faktor peluang dimasukkan ke dalam model.
Berdasarkan fungsi, model dapat diklasifikasikan ke dalam model deskriptif,
prediktif dan normatif. Model deskriptif yaitu model yang menggambarkan
situasi tertentu, model prediktif adalah model yang dapat digunakan untuk
meramalkan sesuatu, sedangkan model normatif mengharuskan dilakukannya
suatu tindakan (Nurani 2002).
Berdasarkan struktur, model diklasifikasikan ke dalam model ikonik,
analog dan simbolik. Model ikonik yaitu model yang memiliki beberapa sifat
fisik dari hal yang digambarkan, pada model analog terdapat subtitusi dan relasi
antara model dengan hal nyata, sedangkan model simbolik adalah model yang
menggambarkan kenyataan dengan bantuan simbol-simbol.
26
banyak isyarat tentang arah penelitian dan pemodelan yang perlu ditindaklanjuti
dibandingkan pada regresi, (4) interaksi juga dapat ditangani dalam SEM dan (5)
kemampuan SEM dalam menangani non recursive parth.
Sebagai metode statistik multivariat yang kompleks, terlebih dahulu
diperlukan pemahaman berbagai konsep dasar tentang SEM sebelum
menggunakan sebuah software, yaitu:
1) Variabel laten dan variabel manifes
Isi sebuah model SEM pastilah variabel-variabel, apakah itu variabel laten
atau variabel manifes. Menurut Ferdinan (2002) jika ada sebuah variabel laten
pastilah akan ada 2 atau lebih variabel manifes, ada pendapat menyarankan
sebuah variabel laten sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak 3 variabel manifes,
hal ini akan lebih jelas saat pembahasan perhitungan degree of freedom.
Variabel laten (unobserved variable, konstruk/konstruk laten) adalah
variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau
lebih variabel manifes. Dalam AMOS, sebuah variabel laten diberi simbol
lingkaran (tepatnya elips) dan harus selalu disertai dengan beberapa variabel
manifes. Sedangkan variabel manifes (observed variable, atau indikator) adalah
variabel yang digunakan untuk menjelaskan atau mengukur sebuah variabel laten.
Dalam AMOS, sebuah variabel manifes diberi simbol kotak (Santoso 2007).
2) Variabel laten eksogen dan variabel laten endogen
Variabel eksogen adalah variabel independen yang mempengaruhi variabel
dependen. Pada model SEM, variabel eksogen ditunjukkan dengan adanya anak
panah yang berasal dari variabel tersebut menuju variabel endogen. Sedangkan
variabel endogen adalah variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Pada model SEM, variabel eksogen ditunjukkan dengan adanya anak
panah yang menuju variabel tersebut (Santoso 2007).
3) Measurement model dan structural model
Secara umum, sebuah model SEM dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu:
measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan
hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya. Stuctural model
adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan antar variabel
laten atau variabel eksogen dengan variabel laten (Solimun 2005).
28
3 METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Kebijakan
Pemerintah
KONDISI AWAL
ANALISIS SEM
Pengembangan TEORI
Konsep Model
Tidak
Uji Kesesuain
Ya
Model Industri Perikanan
Berbasis Pelabuhan Perikanan
Prioritas Strategi
Pengembangan Industri Perikanan
SELESAI
- Jaring angkat (bagan rambo, bagan perahu, bagan tancap, serok dengan
jumlah 29 unit) dipilih sebanyak 5 orang responden
- Pancing (rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, rawai dasar dengan jumlah
225 unit) dipilih sebanyak 15 orang responden
- Pancing lainnya (pancing tonda, pancing ulur, pancing tegak, pancing cumi-
cumi dengan jumlah 332 unit) dipilih sebanyak 15 orang responden
- Perangkap (sero, bubu, lainnya dengan jumlah 198 unit) dipilih sebanyak 10
orang responden
a) Pengamatan langsung
Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan yang akan diteliti secara
langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Setelah mendapat
persetujuan dari pemilik atau pengelola perusahaan yang menjadi obyek
penelitian, kemudian dilakukan pengamatan secara langsung.
Wawancara responden
Metode ini dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan dan
langsung melakukan wawancara kepada responden yang terpilih sebagai sampel
penelitian. Data dan informasi yang diperoleh adalah hasil tatap muka dan
wawancara langsung dengan responden. Keberhasilan mendapatkan data dan
informasi tergantung pada situasi dimana wawancara dilaksanakan dan faktor
kemampuan dari si pewawancara. Jawaban pertanyaan dengan memilih angka
yang berskala 1-5 (Skala Likert), nilai tergantung dari banyaknya item yang
dipenuhi pada setiap pertanyaan yang diajukan kepada responden, dimana
semakin banyak item yang dipenuhi maka semakin baik nilainya. Nilai jawaban
menggunakan pernyataan yang kurang sampai sangat baik.
1 2 3 4 5
Menurut (Hair et al. 1998) ada beberapa langkah dalam penggunaan SEM
dengan rincian sebagai berikut:
KINERJA
INDUSTRI PRK
INTERNAL
INDUSTRI
DAYA SAING
LINGKUNGAN
INDUSTRI PRK
INDUSTRI PRK
EKSTERNAL
INDUSTRI PELAYANAN
PELABUHAN PRK
SDA &
LINGKUNGAN
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
Faktor Definisi
0.05). Apabila hasil analisis didapat lebih besar dari p = 0.05 maka model
dikatakan tidak fit.
Spesifikasi ulang dari GFI, dimana nilai lebih tinggi menunjukkan parsimoni
yang lebih besar. Ukuran ini digunakan untuk perbandingan model-model.
Nilai PGFI > 0.90 adalah good fit (Wijanto 2008).
Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas, maka
suatu model akan diuji melalui goodness of fit (Tabel 3).
Tabel 3 Goodness of fit statistics yang digunakan sebagai pedoman dalam menilai
fit-nya suatu model yang dianalisis
a) Produksi perikanan
c) Nelayan
Nelayan di Kota Makassar terdiri dari tiga kategori yaitu nelayan penuh
adalah orang yang memiliki pekerjaan tetap sebagai nelayan dan sebagai pemiliki
alat tangkap, nelayan sambilan utama adalah orang yang memiliki alat tangkap
tetapi bukan dia yang melakukan penangkapan ikan dan nelayan sambilan
tambahan adalah orang yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan tetapi bukan
pemiliki alat tangkap (DPK Provinsi Sul-Sel 2009). Berdasarkan data statistik
tahun 2009, bahwa di Kota Makassar terdapat 1 963 nelayan, dimana jumlah ini
dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami penurunan rata-rata sebesar
1.88%, yaitu sebanyak 2 120 orang pada tahun 2005 menjadi 1 963 orang pada
tahun 2009, namun ketiga kategori tersebut yakni nelayan penuh dan nelayan
sambilan utama mengalami penurunan masing-masing rata-rata sebesar 2.03%
dan 4.79%. Nelayan sambilan tambahan mengalami peningkatan sebesar rata-rata
sebesar 16.14% pertahun. Tahun 2009, jumlah nelayan terbanyak berdomisili di
kecamatan Ujung Tanah sebanyak 583 orang, menyusul kecamatan Tamalate
sebanyak 515 orang, kecamatan Tallo sebanyak 372, kecamatan Mariso sebanyak
231 orang, kecamatan Biringkanaya sebanyak 214 orang dan Tamalanrea
sebanyak 48 orang. Jumlah nelayan menurut kategori lima tahun terakhir
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah nelayan menurut kategori nelayan perikanan tangkap di Kota
Makassar tahun 2005-2009.
Kategori nelayan
Tahun Jumlah
Nelayan penuh Sambilan utama Sambilan tambahan
2005 1 305 624 191 2 120
2006 1 232 664 119 2 015
2007 1 230 639 120 1 989
2008 1 205 633 132 1 970
2009 1 201 501 261 1 963
Kenaikan
rata-rata (%) -2.03 -4.79 16.14 -1.88
2005-2009
Sumber: BPS Kota Makassar 2009
d) Perahu/kapal perikanan
Kategori perahu/kapal
Tahun Jumlah
Tanpa motor Motor tempel Kapal motor
2005 778 418 192 1 388
2006 675 439 221 1 335
2007 603 441 259 1 303
2008 521 450 256 1 227
2009 493 461 271 1 225
Kenaikan -10.72 2.49 9.25 -3.05
rata-rata (%)
2005-2009
Sumber: BPS Kota Makassar 2009
Kapal motor yang digunakan oleh nelayan di Kota Makassar berukuran
paling besar 10-20 GT dengan komposisi ukuran 0-5 GT sebanyak 92 unit, 5-10
GT sebanyak 155 unit, -10-20 GT sebanyak 24 unit pada tahun 2009. Kapal
motor tersebut tersebar di enam kecamatan dari delapan kecamatan yang memiliki
garis pantai, yaitu kecamatan Biringkanaya sebanyak 7 unit, kecamatan Tamalate
sebanyak 64 unit, kecamatan Ujung Tanah sebanyak 119 unit, kecamatan Tallo
sebanyak 57 unit, kecamatan Tamalanrea sebanyak 8 unit dan kecamatan Mariso
sebanyak 16 unit (Tabel 6).
a) Fasilitas pokok
- Luas lahan
PPI Paotere memiliki luas lahan kurang lebih sebesar 33 502 m2 atau 3.35 ha,
yang terdiri dari gedung tempat pelelangan ikan dengan luas sebesar 1 176 m2, luas
tempat pendaratan ikan berupa dermaga beton sebesar 586 m2, luas pelataran parkir
yang telah dibangun saat ini seluas 400 m2, luas kolam pelabuhan sebasar 29 300 m2
serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Kawasan PPI Paotere sudah tidak bisa lagi dikembangkan atau diperluas, karena
di sebalah Selatan adalah markas TNI Angkatan Laut dan sebelah Utara adalah Kantor
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) serta sebelah Barat adalah perumahan
penduduk dan ruko. Kawasan tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk dibangun
fasilitas-fasilitas tambahan lainnya seperti perkantoran untuk perusahaan-perusahaan
perikanan dan lain sebagainya.
- Dermaga
Fasilitas dermaga yang tersedia di PPI Paotere sepanjang 340 m, sebagai tempat
bersandarnya kapal untuk melakukan pendaratan hasil tangkapan serta mengisi
perbekalan untuk melaut. Pada awalnya bentuk dermaga di PPI Paotere berbentuk
dermaga memanjang, dimana muka dermaga adalah sejajar dengan garis pantai, namun
karena banyaknya kapal yang akan bertambat, maka dermaga ditambah keluar dengan
bentuk dermaga menyerupai jari (finger type warf) dermaga ini dibangun biasanya bila
garis kedalaman terbesar menjorok ke laut dan tidak teratur, hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Kramadibrata (1985).
- Kolam pelabuhan
Luas kolam pelabuhan perikanan yang tersedia di PPI Paotere sebesar 29 300
m2, dengan kedalaman antara -1 sampai dengan -7 m pada saat surut terendah.
Kapasitas fasilitas ini dipersiapkan untuk dapat mengakomodir kapal ikan berbobot
sampai dengan 50 GT.
- Rambu navigasi
Rambu navigasi bertujuan untuk memandu kapal ikan yang akan masuk atau
keluar pelabuhan perikanan terutama pada malam hari, letaknya pada ujung penahan
gelombang dipasang dua buah rambu navigasi berwarna hijau dan merah sebagai tanda
alur keluar masuk kapal perikanan.
b) Fasilitas fungsional
- Pabrik es
Salah satu kebutuhan logistik nelayan yang dibutuhkan sebelum melaut adalah
es, untuk mempertahankan mutu dan kualitas ikan hasil tangkapannya. Kapasitas
produksi es balok di PPI Paotere saat ini hanya mencapai 400 balok perhari, namun
produksi ini hanya dapat memenuhi kebutuhan di dalam kawasan tempat pelelangan
ikan, sedangkan kebutuhan nelayan rata-rata 600-700 balok perhari, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, pihak pengelola mendatangkan es balok dari luar
kawasan PPI. Di PPI Paotere juga telah tersedia pabrik yang berfungsi untuk
menghancurkan es balok menjadi es curah, hal ini sangat membatu nelayan karena tidak
lagi mengancurkan es secara mekanik dan waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat
(Gambar 7).
(a) (b)
- Instalasi listrik
Instalasi listrik merupakan salah satu fasilitas fungsional pada suatu
pelabuhan perikanan, instalasi listrik yang ada di kawasan PPI Paotere dengan
kapasitas 10 000 watt, untuk saat ini kapasitas tersebut masih cukup karena cold
room tidak berfungsi dengan baik.
c) Fasilitas tambahan
Fasilitas tambahan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
meningkatkan pelaksanaan fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan pada
kegiatan perikanan. Yang termasuk dalam fasilitas tambahan yaitu: lahan parkir,
wisma nelayan, kantin, rumah jaga. Berikut penjelasan setiap fasilitas tersebut.
- Lahan parkir
Lahan parkir yang dimiliki oleh PPI Paotere hanya seluas 400 m2,
kendaraan yang menggunakan jasa parkir yaitu mobil pengangkut ikan rata-rata
setiap hari dapat mencapai 10-50 unit, sedang sepeda motor rata-rata perhari dapat
mencapai 100-200 unit, dan sepeda rata-rata 200-450 unit perhari.
- Wisma nelayan
Wisma nelayan di PPI Paotere sebanyak satu unit dengan luas 400 m2,
yang diperuntukkan bagi nelayan yang berasal dari luar daerah untuk menginap.
- Kantin/kios
Kantin yang tersedia di PPI Paotere seluas 192 m2, diperuntukkan bagi
nelayan yang ingin makan atau pengunjung yang datang di kawasan pelabuhan
perikanan dan ingin menikmati ikan bakar.
- Rumah jaga
Rumah jaga yang di bangun di PPI Paotere sebagai tempat istirahat para
petugas pelabuhan perikanan yang dibangun dengan luas 15 m2.
4.2.1.2 Pengelolaan PPI Paotere
b) Pemasaran
d) Kebutuhan logistik
a) Fasilitas pokok
Fasilitas pokok yaitu fasilitas dasar yang dimaksudkan untuk melindungi
kegiatan di pelabuhan terhadap gangguan alam seperti gelombang, arus, angin,
pengendapan lumpur atau pasir. Termasuk ke dalam fasilitas pokok adalah: dermaga,
alur pelayaran, pemecah gelombang (break water), tembok penahan tanah, kolam
pelabuhan, rambu navigasi, turap (revetment), jetty dan jalan kompleks. Berikut
penjelasan secara rinci setiap fasilitas tersebut.
- Luas lahan
PPN Untia memiliki luas lahan kurang lebih sebesar 38 ha dan apabila
dilakukan penimbunan, maka luas lahan bisa mencapai 50 ha. Hal ini sesuai dengan
standar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006
tentang Pelabuhan Perikanan Nusantara (tipe D/kelas IV) dengan luas lahan yaitu
30 sampai dengan 50 ha.
- Dermaga
Fasilitas dermaga yang akan dibangun di PPN Untia sepanjang 1 200 m-1 300 m,
kebutuhan dermaga untuk persiapan operasi penangkapan ikan, bongkar muat hasil
tangkapan. Bentuk dermaga di PPN Untia berbentuk dermaga memanjang, dimana
muka dermaga adalah sejajar dengan garis pantai, namun karena faktor kedalaman
perairan yang tidak merata, maka dermaga ditambah keluar dengan bentuk dermaga
menyerupai jari (finger type warf) dermaga ini dibangun biasanya bila garis kedalaman
terbesar menjorok ke laut dan tidak teratur, hal ini sesuai dengan yang dikemukanan
oleh Kramadibrata (1985).
- Kolam pelabuhan
Luas kolam pelabuhan perikanan yang tersedia di PPN Untia sebesar 6.6 ha,
dengan kedalaman antara -1 sampai dengan -3.5 m pada saat surut terendah, untuk
mendapatkan kedalaman yang ideal perlu dilakukan pengerukan kolam pelabuhan agar
kedalaman bisa lebih besar dari 3 m, berdasarkan standar Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor: PFR.16/MEN/2006. Kolam pelabuhan berfungsi untuk
berlabuh (bongkar muat) kapal ikan, selain itu juga berfungsi sebagai tempat
berputarnya kapal ikan (turning basin).
- Rambu navigasi
Rambu navigasi bertujuan untuk memandu kapal ikan yang akan masuk atau
keluar pelabuhan perikanan terutama pada malam hari, letaknya pada ujung penahan
gelombang dipasang dua buah rambu navigasi berwarna hijau dan merah sebagai tanda
alur keluar masuk kapal perikanan.
b) Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang langsung menunjang fungsi
pelabuhan dalam memberikan pelayanan yang menjadi kewajiban pelabuhan seperti:
gedung tempat pelelangan ikan dengan ukuran 6 052 m2, pabrik es berkapasitas 100
ton/hari, tempat penyimpanan ikan (cold storage, cool room) 1 unit, bengkel dok
(slipway) sebesar 200 m2, instalasi air bersih 1 unit, bangunan SPBU dan tangki 1
unit, instalasi listri 1 unit, balai pertemuan nelayan seluas 200 m2, genset dan instalasi
berkapasitas 150 KVA, lapangan parkir seluas 1 000 m2, gudang pengepakan ikan seluas
200 m2, tempat jemur jaring seluas 5 000 m2, areal docking sebesar 3 000 m2 dan
perkantoran sebesar 200 m2.
c) Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang, yaitu fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan
pelaksanaan fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan kepada kegiatan
perikanan. Yang termasuk dalam fasilitas tambahan yaitu: rumah dinas kepala
pelabuhan seluas 120 m2, rumah syahbandar seluas 100 m2, mess operator seluas 200 m2,
waserba seluas 200 m2, mushollah seluas 120 m2, rumah staf seluas 7 x 70 m2, kantin
seluas 150 m2, bangunan bank seluas 100 m2, bangunan kantor pos seluas 100 m2, kios
bahan alat perikanan, poliklinik dan speed boat sebanyak 1 unit.
BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI SEKSI
SARANA KESYAHBANDARAN
PERIKANAN
SEKSI SEKSI
TATA PEMASARAN
PELAYANAN DAN INFORMASI
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
d) Kantor kesehatan
e) Kantor imigrasi
g) Karantina ikan
h) Polri (Polairud)
a) Industri penangkapan
c) Pemasaran
Kajian ini akan menjelaskan semua konstruk (faktor) yang menjadi acuan
teoritis dalam penelitian ini, yaitu meliputi internal industri, eksternal industri,
sumberdaya alam dan lingkungan, lingkungan industri perikanan, kinerja industri
perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan pelabuhan perikanan dan daya saing
industri perikanan.
Menurut Wahyuni (2002), faktor internal industri memegang peranan
penting dan merupakan faktor dominan terhadap keberhasilan kinerja industri
seperti: sumberdaya manusia yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan,
usia, pengetahuan, pengalaman), teknologi yang digunakan dan modal usaha dari
perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Porter (1990), mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi industri yang dapat dibagi menjadi 3 penentu
keberhasilan industri yaitu: (1) Lingkungan internal industri yakni menggali
informasi tentang LII (Life Internal Industry) yaitu mengenai potensi SDM yang
dimiliki, (2) teknologi yang digunakan industri dan (3) keuangan serta asset yang
dimiliki industri. Maka dalam penelitian ini ditentukan bahwa internal industri
mempunyai interaksi dengan kemampuan SDM industri perikanan, inovasi
penggunaan teknologi industri dan kemampuan keuangan dan asset perusahaan.
Menurut Putro (2002), faktor eksternal industri harus disediakan oleh
pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada industri, khususnya ketersediaan
infrastruktur berupa pelabuhan perikanan, transportasi dan pemasaran. Sedangkan
menurut Madecor Group (2002), eksternal industri harus ditunjang oleh
perkembangan teknologi industri, ketersediaan jasa pelatihan, ketersediaan
infrastruktur dan ketersediaan modal sebagai industri pemasok. Pada penelitian
ditentukan bahwa ekternal industri mempunyai interaksi dengan perkembangan
teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan, ketersediaan infrastruktur dan
kondisi industri pemasok.
Gardjito (1996), mengatakan bahwa sumberdaya alam sangat didukung
oleh ketersediaan bahan baku, kemampuan manusia untuk memanfaatkan,
keaadaan lingkungan dan energi pendukung. Menurut Dahuri (2002),
sumberdaya alam laut harus didukung oleh ketersediaan bahan baku berupa ikan,
kondisi laut yang menunjang serta adanya energi pendukung. Maka dalam
penelitian ini ditentukan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai
interaksi dengan sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan, lingkungan dan
kondisi perairan dan energi pendukung.
Lingkungan industri perikanan akan dipengaruhi oleh internal industri,
eksternal industri dan kebijakan program pemerintah berupa program jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang (Putro 2002). Pada penelitian ini
ditentukan bahwa lingkungan industri perikanan mempunyai interaksi dengan
program jangka pendek dan program jangka panjang. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan nomor 12 tahun 2001,
mengeluarkan kebijakan tentang pengaturan pemanfaatan prasarana industri
perikanan, kebijakan pembangunan pelabuhan perikanan dan membentuk badan
usaha milik negara. Dalam penelitian ini ditentukan bahwa kebijakan pemerintah
mempunyai interaksi dengan pembangunan pelabuhan perikanan, pembentukan
BUMN dan pengaturan pemanfaatan tanah industri.
Kotler (1997), mengatakan bahwa kinerja industri perikanan antara lain
diukur dari keberhasilan tingkat kinerja keuangan, sebagai variabel keberhasilan
kinerja keuangan diukur oleh: tingkat laba (rugi) perusahaan, tingkat
pengembalian investasi, dan tingkat pengembalian yang wajar serta
perkembangan dari industri perikanan. Sedangkan menurut Wahyuni (2002),
mengatakan bahwa variabel kinerja industri perikanan adalah pemasaran,
informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang mutu produk, dan
harga produk, volume penjualan, pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan
pelanggan. Selain itu, diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi usaha
dan diversivikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan pamasaran.
Namun demikian kinerja industri juga harus diukur dengan tingkat penyerapan
tenaga kerja dan produktivitas kerja. Maka dalam penelitian ini ditentukan bahwa
kinerja industri perikanan mempunyai interaksi dengan laba (rugi) perusahaan,
volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan
harga bersaing, mutu produk, tingkat penyerapan tenaga kerja dan jaringan
pemasaran luas.
Menurut Murdiyanto (2004), pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola
pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
kesederhanaan, mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara
rinci memuat ketentuan sebagai berikut: tatacara pelayanan mudah diikuti, jenis
persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna, unit kerja dan pejabat yang
memberikan pelayanan, jenis dan rincian biaya serta tata cara pembayaran, jangka
waktu penyelesaian pelayanan, hak dan kewajiban kedua belah pihak baik
pemberi maupun penerima pelayanan sesuai bukti pemrosesan, keamanan,
keterbukaan, ketepatan waktu, efektif, ekonomis dan adil. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per. 16/MEN/2006, mengatakan
bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan
dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Maka dalam
penelitian ini ditentukan bahwa pelayanan pelabuhan perikanan mempunyai
interaksi dengan pelayanan kegiatan produksi melalui tambat labuh, pelayanan
industri prosessing, pelayanan kegiatan pemasaran dan pelayanan logistik kapal.
Menurut Kotler (1997), daya saing industri akan menghadapi kekuatan
baru yaitu perubahan teknologi, seperti perkembangan teknologi informasi dan
kecepatan komunikasi, perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti
merek makanan, bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan
merek dan mutu serta harga barang, sehingga perusahaan ataupun industri harus
mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif. Konsep
daya saing diekspresikan oleh beberapa orang dan lembaga dengan cara yang
berbeda, perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau konteks yang
mereka telaah dan dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah
produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang
tenaga kerja (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Selain mengamati perusahaan
yang menghasilkan produk dan pasar yang sama, penghematan variabel yang
mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan,
pemasaran, ketersediaan bahan baku dan sumberdaya manusia yang terlibat di
dalam industri perikanan (Purnomo et al. 2003). Dalam penelitian ini ditentukan
bahwa daya saing industri perikanan mempunyai interaksi dengan kemampuan
teknologi informasi dan komunikasi, jaminan mutu produk, produk mempunyai
kemampuan imitabilitas dan ketersediaan sumberdaya bahan baku.
Berdasarkan hasil kajian teoritis dengan mengacu pada path diagram yang
telah dirancang sebelumnya (Bab 3) dan menjadi acuan di lapangan, maka dapat
disusun model awal dengan melakukan analisis SEM. Gambar 10 menunjukkan
interaksi antar konstruk dengan konstruk dan antar konstruk dengan variabel
dengan nilai-nilai yang dihasilkan. Nilai hasil analisis yang didapat masih belum
memenuhi standar indeks pengujian kelayakan sebagai syarat sebuah model yang
fit berdasarkan Tebel 3 sebagai batasan dan kriteria untuk menilai suatu model.
Berikut ini disajikan evaluasi kriteria Goodness of Fit Index untuk model
awal pada pengukuran masing-masing konstruk dengan confirmatory factor
analysis. Tujuannya adalah untuk mengukur apakah model pengembangan
industri perikanan berbasis Pelabuhan Perikanan Nusantara di Kota Makassar
sudah memenuhi kriteria Goodness of Fit Index berdasarkan syarat sebuah model
yang fit sebagai batasan dan kriteria untuk menilai suatu model. Hasil evaluasi
dimaksud ditunjukkan pada Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 7, model tersebut belum fit atau belum sesuai karena
nilai Chi-square masih tinggi yaitu sebesar 1 536.2 dan nilai probabilitas (p) =
0.000 lebih kecil dari 0.05, selanjutnya nilai RMSEA, CFI, IFI, GFI, AGFI, PGFI
masih jauh dari nilai standar, oleh karena itu model akan dimodifikasi dengan
melihat nlai Modification Indices (MI) dapat dilihat pada Tabel 8.
Model SEM yang telah dibuat dan diuji dengan hasil yang belum fit, maka
dapat dilakukan modifikasi. Adapun tujuan modifikasi adalah untuk melihat
apakah modifikasi yang dilakukan dapat menurunkan nilai Chi-square. Dalam
suatu penelitian sering terjadi beberapa faktor tidak secara eksplisit dapat dibuat
model, karena tidak semua teori bisa dikembangkan sampai mencapai spesifikasi
model secara sempurna. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1)
ukuran sampel yang tidak mencerminkan ukuran populasi, 2) situasi dan kondisi
responden di lapangan dan 3) peneliti tidak mampu mendapatkan ukuran yang
dikehendaki, hal ini disebut dengan kesalahan spesifikasi model (Ghozali 2005).
Indikator variabel laten dalam model secara sistematik kemungkinan
dipengaruhi oleh sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukkan ke dalam
model, sehingga sangat dimungkinkan terjadinya korelasi antar kesalahan
pengukuran indikator. Selanjutnya untuk menganalisis kesalahan pengukuran
dapat dilihat dari nilai koefisien MI atau bila ingin memperbaiki suatu model
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) mulai dari awal membangun kembali
suatu model yang baru sebagai pengganti model terdahulu, dan 2) memodifikasi
model yang ditolak agar dapat memperbaiki model menjadi fit.
Revisi model melalui suatu modifikasi dapat dilakukan dengan cara
melihat covariance modification indices. Nilai modification indices (MI) pada
covariance menandakan akan turunnya nilai chi-square jika covariance dari
indikator-indikator tersebut dikorelasikan. Adapun nilai MI yang didapat dari
model pada Gambar 10 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai-nilai modification indices (M.I.)
-,59 ,13
,22 ,40
,20
Tabel 10 Nilai regression weights terhadap interaksi internal industri (II) dengan
faktor lainnya yang diuji
Pengaruh faktor sumberdaya alam dan lingkungan terhadap LIP, KIP dan
PLP (Tabel 12) diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari 0.05 berarti ada
pengaruh namun tidak secara signifikan. Sedangkan SAL terhadap kebijakan
pemerintah memiliki nilai probabilitas 0.002 artinya berpengaruh secara
signifikan, hal ini perlu diantisipasi dengan membuat kebijakan yang mengarah
kepada pengelolaan sumberdaya alam yang lestari dan pengaturan pemanfaatan
wilayah perairan laut berdasarkan potensi yang dimiliki. Perlu adanya
pengawasan dalam mengelolah sumberdaya hayati laut yang dilakukan oleh
pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan, polair bekerja sama dengan
Ispikani, HNSI serta LSM yang bergerak dalam bidang perikanan laut.
Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur faktor sumberdaya alam
dan lingkungan adalah sumberdaya ikan (X 31 ) dengan nilai probabilitas sama
dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
melakukan pengawasan terhadap alat tangkap yang digunakan oleh nelayan.
Seperti halnya pengaturan mesh size pada alat tangkap purse seine, dogol dan
trawl, agar bisa selektif dalam menangkap ikan.
Berdasarkan data BPS Kota Makassar (2009) produksi perikanan tertinggi
menurut jenis alat tangkap ikan yang digunakan untuk melakukan penangkapan
ikan di sekitar perairan Kota Makassar adalah pukat cincin (purse seine) dengan
jumlah produksi sebesar 4 694.8 ton dengan jenis ikan pelagis yang dominan
tertangkap adalah ikan kembung (Rastrelliger sp) sebesar 1 625.2 ton, ikan
tongkol (Auxis thazard) sebesar 1 230.6 ton, ikan lemuru (Sardinella longiceps)
sebesar 1 130.7 ton, ikan layang (Decapterus sp) sebesar 1 015.3 ton, ikan
tenggiri (Scomberomorus sp) sebesar 642.4 ton, cumi-cumi (Loligo sp) sebesar
347.5 ton dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 68.4 ton. Jenis ikan
demersal yang dominan tertangkap dengan alat tangkap jaring insang (gill net),
pancing, bubu dasar (stationery fish pot) dan dogol adalah udang putih (Penaeus
marguensis) sebesar 1 046.6 ton, ikan kakap (Lates calcarifer) sebesar 1 017.0
ton, ikan peperek (Leiognathus sp) sebesar 796.7 ton, ikan kerapu (Epinephelus
sp) sebesar 427.4 ton.
Variabel lain yang digunakan untuk mengukur sumberdaya alam dan
lingkungan adalah daerah penangkapan ikan (X 32 ) dengan nilai probabilitas sama
dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
berpedoman pada aturan tentang wilayah pengelolaan perikanan (WPP) IV yang
meliputi selat Makassar dan laut Flores, dimana ikan pelagis kecil masih terbuka
peluang untuk dikembangkan, pelagis besar pengelolaannya harus hati-hati dan
udang penaeid sudah tidak ada peluang untuk dikembangkan.
Selanjutnya jenis variabel lain yang digunakan untuk mengukur
sumberdaya alam dan lingkungan adalah energi pendukung (X 34 ) dengan nilai
probabilitas sama dengan 0.000 (Tabel 12), hal ini menunjukkan bahwa variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan, oleh karena itu perlu diantisipasi dengan
melihat bahan pendukung yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku
industri perikanan, hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (2001) mengatakan
bahwa keunggulan ketersediaan energi pendukung yang ada sangat menentukan
tingkat keberhasilan industri perikanan.
Kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam dan
energi yang dimiliki Kota Makassar sebagai penyedia bahan baku industri
mendorong industri perikanan untuk dapat memanfaatkan agar dapat memiliki
nilai tambah, sehingga harga produk dapat bersaing dan pengaruh lainnya adalah
kemampuan memanfaatkan sumberdaya alam dan energi yang dimiiki.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran-saran
Persentase
Luas
No. Kecamatan terhadap Kelurahan RT RW
(Km2)
Makassar
1 Mariso 1.82 1.04 9 215 45
2 Mamajang 2.25 1.28 13 302 57
3 Tamalate 18.18 10.34 10 524 82
4 Rapocini 9.23 5.25 10 488 93
5 Makassar 2.52 1.43 14 390 69
6 Ujung Pandang 2.63 1.50 10 143 38
7 Wajo 1.99 1.13 8 181 44
8 Bontoala 2.10 1.19 12 257 56
9 Ujung Tanah* 5.94 3.38 12 208 50
10 Tallo 8.75 4.98 15 454 73
11 Panakkukang 13.03 7.41 11 440 86
12 Manggala 24.14 13.73 6 280 52
13 Biringkanaya** 48.22 27.43 7 280 60
14 Tamalanrea*** 31.84 18.11 6 283 63
1. PT. Sitto Mas Mulia Sakti Jl. Kima VII Kav J2 Frozen Shrimp
2. PT. Bogatama Marinusa Jl. Kima Raya II No. N6 Frozen Shrimp, Frozen
Cephalopod, Frozen
Cooked Shrimp.
3. PT. Mitra Kartika Sejati Jl. Kima Raya Kav. D-1B Frozen Shrimp
4. PT. Multi Monodon Indonesia Jl. Kima Raya I No.D-2B Frozen (Shrimp, fish),
Frozen Cooked Shrimp.
5. PT. South Suco Jl. Kima VI No.G-4 Frozen (Shrimp, fish)
6. PT. Wahyu Pradana BM Jl. Kima Raya I No. D-2C Frozen (Shrimp, fish,
Cephalopod) dan Dried
Flying Fish Roe
7. PT Pole Pare Jl. Kima VI Kav G3 No.2 Frozen Shrimp
8. PT.Mega Bahari Adhimandiri Jl. Teuku Umar No. 100 Fresh Fish, Frozen Fish
9. PT. Sinar Graha Jl. Sultan Abdullah No. 59 Frozen Fish
10. PT. Prima Bahari Inti Lestari Jl. Kima XII Kav. 5C Fresh (Tuna, Cephalopod)
Frozen (Fish, Cephalopod,
Tuna), Fillet (Fresh Fish n
Frozen Fish).
11. PT. Mega Pratama Indo Jl. Kima VI Kav F1-A2 Frozen Tuna, Fresh Tuna
12. PT. Chen Woo Fishery Jl. Kima IV Kav K9-B2 Frozen Fish, Fresh Fish
13. PT. Pandu Andhika Putra Jl. Kima V Kav E No. 3A Frozen Fish
14. PT. Perikanan Samudra Besar Jl. Sabutung No.1 Paotere Frozen Fish
15. PT. Toyo Mas Jl. Kima IV Kav P-3B Frozen Fish
16. PT. Mina Samudra Makassar Jl. Kima V Kav E-31 Frozen Tuna, Fresh Tuna
17. PT. Nuansa Cipta Magello Jl. Kima III Kav K-5 Pasteurized Canned Crab
Meat
18. PT. Balqis Pratama Jl. Andi Tonro No. 29 Dried Flying Fish Roe
19. CV. Fajrin Putra Ariny Jl. Rajawali I/13B No. 125 Dried Flying Fish Roe
20. PT. Tobiko Utama Jl.Sultan Alauddin No.47/51 Dried Flying Fish Roe
21. CV. Indah Sari Jl. Dg.Tata IV Griya T. Asri Dried Flying Fish Roe
22. CV. Jireh Indonesia Jl. Boulevard A.II/2 Dried Flying Fish Roe
23. PT. Tae Ho Bumi Abadi Jl. Kima III Kav. 4B Dried Flying Fish Roe,
Frozen Produk
24. PT. Pintu Baru Jl. Tol Lama No.22 Dried Flying Fish Roe
25. PT. Makassar Jaya Jl. Batara Bira PU No. 13 Dried Sea Cucumber
26. Pusat Kopersai Pengrajin Ikan Jl. Kima VIII No. 9 Frozen Cooked Sea
Cucumber
27. PT. Mutiara Sakti Jl. Petta Punggawa No. 54 Dried Sea Cucumber
28. PT. Multi Sari Makassar Jl. Kima XIV Kav SS No.12 Frozen Cephalopod
29. PT. Kemilau Bintang Timur Jl. Kima III Kav. 2A Frozen Cephalopod
Modification 5
22 April 2010 09:32:02
Amos
by James L. Arbuckle
Version 4.01
********************************************
Title
Summary of Parameters
NOTE:
The model is recursive.
Assessment of normality
Observation Mahalanobis
number d-squared p1 p2
------------- ------------- ------------- -------------
8 74,190 0,000 0,008
44 70,238 0,000 0,000
37 70,011 0,000 0,000
16 62,678 0,001 0,000
1 58,809 0,004 0,000
15 58,768 0,004 0,000
5 58,649 0,004 0,000
79 58,206 0,004 0,000
36 56,753 0,006 0,000
47 55,839 0,008 0,000
42 55,528 0,008 0,000
7 55,059 0,009 0,000
84 54,937 0,010 0,000
23 54,611 0,010 0,000
2 53,794 0,013 0,000
102 53,429 0,014 0,000
38 53,134 0,015 0,000
29 52,551 0,017 0,000
12 52,354 0,017 0,000
3 51,775 0,020 0,000
32 50,825 0,024 0,000
24 48,382 0,041 0,000
28 47,725 0,047 0,000
71 47,501 0,049 0,000
25 47,235 0,052 0,000
99 46,847 0,056 0,000
20 46,729 0,057 0,000
104 45,426 0,073 0,000
55 45,385 0,074 0,000
52 45,190 0,077 0,000
50 44,849 0,082 0,000
35 44,528 0,087 0,000
56 43,098 0,112 0,000
73 42,444 0,126 0,000
10 42,276 0,129 0,000
21 41,070 0,158 0,006
27 40,819 0,164 0,006
26 39,951 0,189 0,031
70 39,905 0,190 0,022
41 39,088 0,215 0,078
9 38,958 0,219 0,070
53 38,766 0,226 0,070
58 38,579 0,232 0,070
83 38,549 0,233 0,052
74 38,407 0,238 0,048
43 38,211 0,245 0,050
17 38,172 0,246 0,037
30 37,946 0,254 0,041
14 37,716 0,262 0,047
19 36,933 0,292 0,153
121
Sample Correlations
X85 X84 X83 X82 X81 X74 X73
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
X85 1,000
X84 0,571 1,000
X83 0,348 0,410 1,000
X82 0,437 0,412 0,492 1,000
X81 0,225 0,304 0,512 0,590 1,000
X74 0,039 0,135 -0,050 0,245 0,191 1,000
X73 0,230 0,217 0,330 0,373 0,426 0,317 1,000
X72 0,395 0,382 0,427 0,411 0,370 0,229 0,552
X71 0,145 0,121 -0,053 0,140 -0,032 0,285 0,135
X61 0,227 0,075 0,148 0,347 0,131 0,236 0,240
X62 -0,171 -0,055 0,072 0,074 0,246 0,157 0,102
X63 0,114 0,344 0,323 0,318 0,544 0,100 0,225
X58 0,180 0,221 0,466 0,455 0,448 0,206 0,456
X57 0,174 0,290 0,368 0,484 0,450 0,370 0,358
X56 0,175 0,259 0,382 0,341 0,364 0,301 0,570
X55 0,198 0,346 0,408 0,482 0,464 0,387 0,377
X51 0,113 0,192 0,245 0,234 0,334 0,268 0,390
X54 0,020 -0,031 0,234 0,180 0,265 0,298 0,421
X53 0,210 0,203 0,347 0,427 0,387 0,325 0,547
X52 0,094 0,106 0,302 0,273 0,431 0,292 0,410
X42 0,186 0,126 0,458 0,355 0,490 0,138 0,355
X41 0,169 0,186 0,452 0,409 0,449 0,110 0,343
X34 0,268 0,272 0,411 0,410 0,472 0,179 0,327
X31 0,127 0,169 0,430 0,303 0,412 0,239 0,465
X32 0,225 0,344 0,440 0,374 0,405 0,116 0,247
X33 0,259 0,230 0,176 0,243 0,085 0,206 0,177
X24 0,081 0,103 0,138 -0,044 0,095 0,437 0,333
X21 0,246 0,277 0,565 0,375 0,434 0,163 0,492
X22 0,193 0,208 0,465 0,420 0,481 0,313 0,386
X23 0,259 0,334 0,310 0,352 0,346 0,407 0,491
X11 0,336 0,341 0,564 0,584 0,516 0,092 0,324
X12 0,267 0,261 0,508 0,411 0,440 0,159 0,413
X13 0,231 0,337 0,491 0,356 0,395 0,379 0,413
125
Chi-square = 568,689
Degrees of freedom = 406
Probability level = 0,000
129
Correlations: Estimate
------------- --------
EI <----> SAL 1,000
II <-----> EI 0,979
II <----> SAL 0,954
F1 <-----> G1 0,335
F3 <-----> F2 0,354
E7 <-----> II 0,263
E2 <-----> E1 0,498
C2 <-----> E7 0,274
B4 <-----> H2 -0,342
H4 <-----> H5 0,434
G4 <-----> H3 -0,326
H3 <-----> H4 0,139
H2 <----> SAL -0,504
H2 <-----> EI -0,521
H2 <-----> H4 0,113
G4 <----> SAL 0,004
G4 <-----> II -0,056
G4 <-----> H2 0,099
H2 <-----> H5 0,200
F3 <-----> H1 0,284
E8 <-----> F1 -0,230
H1 <----> SAL 0,021
133
G2 <-----> G3 0,223
G2 <-----> II 0,070
G1 <-----> G4 0,179
F2 <-----> F1 0,187
H1 <-----> H2 0,288
F2 <-----> H5 -0,191
E5 <-----> F2 -0,217
E7 <-----> E8 0,426
E6 <-----> G3 0,246
E1 <-----> E5 0,048
E7 <-----> G1 0,115
E8 <-----> H2 0,021
E5 <-----> H3 0,121
E4 <-----> H4 -0,249
G1 <-----> H3 -0,158
E1 <-----> E8 -0,122
E8 <-----> II 0,266
E4 <-----> G1 -0,262
E3 <-----> F1 0,310
E2 <-----> G1 -0,177
E2 <-----> F3 0,103
C4 <-----> E6 0,198
C4 <-----> D2 0,228
D1 <-----> D2 0,291
E5 <-----> H1 0,077
E4 <-----> F3 -0,175
E2 <-----> E6 -0,149
D1 <-----> E4 -0,167
C4 <-----> D1 0,215
C1 <-----> E6 -0,194
C1 <-----> E5 -0,200
C1 <-----> E4 0,223
C2 <-----> G3 -0,182
C4 <-----> H1 0,127
D2 <-----> H1 0,160
D1 <-----> E1 -0,137
C1 <-----> G1 -0,173
C1 <-----> F2 0,201
C3 <-----> H1 -0,156
C3 <-----> G2 0,129
C3 <-----> D2 -0,130
B4 <-----> H1 -0,215
B4 <-----> D2 0,132
H1 <-----> H3 0,057
G2 <-----> H1 -0,083
C2 <-----> G4 -0,178
E5 <-----> II 0,111
B4 <-----> G4 0,233
B4 <-----> E6 0,171
B1 <-----> G2 0,215
B1 <-----> C1 0,228
B2 <-----> F2 0,152
B2 <-----> D2 0,171
B3 <-----> H4 0,116
B3 <-----> H3 -0,237
134
SAL EI II H5 H4 H3 H2
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
SAL 0,139
EI 0,325 0,764
II 0,297 0,715 0,698
H5 0,000 0,000 0,000 1,223
H4 0,000 0,000 0,000 0,488 1,034
H3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,143 1,020
H2 -0,259 -0,627 -0,637 0,305 0,158 0,000 1,899
H1 0,008 0,000 0,000 0,000 0,000 0,058 0,400
G4 0,002 0,000 -0,051 0,000 0,000 -0,357 0,147
G3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
G2 0,000 0,000 0,059 0,158 0,000 0,000 0,000
G1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,183 0,000
F1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
F2 0,000 0,000 0,000 -0,228 0,000 0,000 0,000
F3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,262 0,000 0,000
E8 0,000 0,000 0,251 0,000 0,000 0,000 0,033
E7 0,000 0,000 0,221 0,000 0,000 0,000 0,000
E6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E5 0,000 0,000 0,095 0,000 0,000 0,125 0,000
E1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E4 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,224 0,000 0,000
E3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E2 0,000 0,010 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,595
B1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,101 -0,205 0,000
137
H1 G4 G3 G2 G1 F1 F2
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
H1 1,017
G4 0,000 1,176
G3 0,000 0,000 0,786
G2 -0,086 0,000 0,202 1,041
G1 0,000 0,223 0,000 0,000 1,319
F1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,423 1,213
F2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,223 1,166
F3 0,299 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,398
E8 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,286 0,000
E7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,133 0,000 0,000
E6 0,000 0,000 0,176 0,000 0,000 0,000 0,000
E5 0,079 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,239
E1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E4 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,266 0,000 0,000
E3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,233 0,000
E2 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,154 0,000 0,000
D2 0,165 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C4 0,141 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C1 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,180 0,000 0,196
C2 0,000 -0,157 -0,131 0,000 0,000 0,000 0,000
C3 -0,151 0,000 0,000 0,127 0,000 0,000 0,000
B4 -0,274 0,319 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B1 0,000 0,000 0,000 0,181 0,000 0,000 0,000
B2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,144
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
F3 E8 E7 E6 E5 E1 E4
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
F3 1,088
E8 0,000 1,275
E7 0,000 0,483 1,011
E6 0,000 0,000 0,000 0,648
E5 0,000 0,000 0,000 0,000 1,046
E1 0,000 -0,112 0,000 0,000 0,040 0,665
E4 -0,162 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,781
E3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
E2 0,081 0,000 0,000 -0,090 0,000 0,307 0,000
D2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
D1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,112 -0,148
C4 0,000 0,000 0,000 0,176 0,000 0,000 0,000
C1 0,000 0,000 0,000 -0,141 -0,184 0,000 0,178
C2 0,000 0,000 0,224 0,000 0,000 0,000 0,000
C3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B4 0,000 0,000 0,000 0,174 0,000 0,000 0,000
B1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,082
B2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
138
E3 E2 D2 D1 C4 C1 C2
-------- -------- -------- -------- -------- -------- --------
E3 0,468
E2 0,000 0,569
D2 0,000 0,000 1,042
D1 0,000 0,000 0,297 1,000
C4 0,000 0,000 0,256 0,237 1,216
C1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,816
C2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,662
C3 0,000 0,000 -0,127 0,000 0,000 0,000 0,000
B4 0,000 0,000 0,170 0,000 0,000 0,000 0,000
B1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,170 0,000
B2 0,000 0,000 0,153 0,000 0,000 0,000 0,000
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
C3 B4 B1 B2 B3
-------- -------- -------- -------- --------
C3 0,920
B4 0,000 1,594
B1 0,000 0,000 0,681
B2 0,000 0,000 -0,168 0,770
B3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,730
NOTE:
This solution is not admissible.
Implied (for all variables) Covariances
Implied Covariances
Implied Correlations
Residual Covariances
Total Effects
Direct Effects
Indirect Effects
Modification Indices
--------------------
Covariances: M.I. Par Change
--------- ----------
E5 <-----> G4 4,375 0,148
B4 <-----> H3 4,808 -0,167
B2 <-----> E8 4,406 -0,128
A1 <-----> H2 4,223 0,126
A1 <-----> E3 6,989 0,133
A1 <-----> D1 8,868 0,189
A1 <-----> C1 9,651 -0,169
A3 <-----> G4 6,263 0,171
A3 <-----> E8 4,172 0,133
A3 <-----> C4 8,647 -0,226
Summary of models
-----------------
Model NCP LO 90 HI 90
---------------- ---------- ---------- ----------
Default model 162,689 103,767 229,647
Saturated model 0,000 0,000 0,000
Independence model 2516,357 2346,548 2693,588
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
---------------- ---------- ---------- ---------- ----------
Default model 3,817 1,092 0,696 1,541
Saturated model 0,000 0,000 0,000 0,000
Independence model 20,432 16,888 15,749 18,078
162
HOELTER HOELTER
Model .05 .01
---------------- ---------- ----------
Default model 119 125
Independence model 29 30
Minimization: 1,185
Miscellaneous: 0,719
Bootstrap: 0,000
Total: 1,904
163