Вы находитесь на странице: 1из 15

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN KONSEP DIRI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa

Dosen pengampu : Fitriana NK, M.Kep

Disusun oleh :

PRODI S1 KEPERAWATAN TINGKAT 2


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatNya kami sekelompok, boleh menyelesaikan tugas makalah tentang ‘Asuhan
keperawatan pada bayi dengan asfiksia’. Adapun maksud dari pembuatan makalah ini sebagai
perkuliahan mata kuliah ‘Keperawatan Jiwa’.

Terima kasih juga di sampaikan kepada teman- teman yang telah terlibat dalam
pembuatan makalah ini, yang sudah meluangkan waktu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisannya kami sudah berusaha agar apa yang kami tulis dapat dimengerti oleh
pembaca. Semoga dengan makalah ini juga dapat menambah wawasan atau pengetahuan kita
baik sebagai penulis maupun pembaca.

Namun sebagai manusia biasa kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, kami mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun
dari para pembaca agar dapat tercipta suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan kita
sebagai mahasiswa.

Klaten, ,mei 2019

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 1
B. TUJUAN PEMBELAJARAN..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI ..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
B. RENTANG KONSEP DIRI ......................................................... Error! Bookmark not defined.
C. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI ......................... Error! Bookmark not defined.
D. MEKANISME KOPING ............................................................................................................ 6
E. HUBUNGAN DIAGNOSA MEDIS DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN.................... 7
F. ASUHAN KEPERAWTAN ....................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. Tujuan Pembelajaran

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau
segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan
keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI,
1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan
hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita
asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir
terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman
klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966)
yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada
bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi
sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya
sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi
baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan
pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi
anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat
dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah
mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat.
Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk
menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan
istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi pada
penderita asfiksia.

2
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

B. Penyebab

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan
kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian
besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian
janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu
disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat
perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia
ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia
dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan
pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah
ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.

3
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat
anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi
pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra
cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
C. Manifestasi klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang
secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda
asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan
cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
j. Pernafasan terganggu
k. Detik jantung berkurang
l. Reflek / respon bayi melemah
m. Tonus otot menurun
n. Warna kulit biru atau pucat

D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa asfiksia
pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin

4
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika
tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-
nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di
bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum,
sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat
asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna.
Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20
gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik

E. Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :


a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.

5
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan
sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh
darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2
hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

F. Patofisologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas
oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin.
Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah
dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan
melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat
ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk
dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan
meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang
cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup
sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan
perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada

6
usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan
otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard
dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat
ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan
memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE
ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi
secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

G. Penatalaksanaan Keperawatan

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan
yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau
mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat

7
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau
stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam waktu 30-60 detik
tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi
sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan
dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan
abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-
2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung
segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari
mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan
berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot,
intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa

8
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

1. Proses Keperawatan

1) Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal mrs,
tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam medik)
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, umur)
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
- Keluhan utama
Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat otot
pernapasan yang kurang optimal.
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit
lainnya.
d. Kebutuhan dasar
- Sirkulasi
 Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
 Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
 Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
- Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
- Makanan/ cairan
 Berat badan : 2500-4000 gram
 Panjang badan : 44-45 cm

9
 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
- Neurosensori
 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
- Pernafasan
 Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
- Keamanan
 Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna
merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar
minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin,
petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan
berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak
mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

2) Diagnosa Keperawatan

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Alen. C.V. (1998). MemahamiProsesKeperawatan dan DiagnosaKeperawatan. EGC. Jakarta


Arif. M. (2000). KapitaSelektaKedokteran. Jilid 2. FKUI. Jakarta
Brunner and Suddart. (2001). Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah, Edisi 8, EGC. Jakarta
Carpenito. J.L. (2001). DiagnosaKeperawatan. EGC. Jakarta
Doengoes. M.E. (2001). PenerapanProsesKeperawatan dan DiagnosaKeperawatan. EGC. Jakarta
Dorland. (2002). KamusSakuKedokteran. Edisi 25. EGC. Jakarta

11
Hidayat. A.A.A. (2005). PengantarIlmuKeperawatanAnak I. Salemba Media. Jakarta
Markum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta
Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta
Nursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Salemba Medika: Jakarta

12

Вам также может понравиться