Вы находитесь на странице: 1из 9

Proposal Tugas Akhir

Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium
Aluminium adalah jenis logam karbon rendah yang banyak digunakan
sebagai bahan konstruksi setelah baja, karena alumunium memiliki kelebihan
dibandingkan logam karbon rendah lainnya, yaitu jika alumunium tersebut
ditambah unsur paduan yang tepat dapat meningkatkan sifat mekanik alumunium
tersebut. Paduan alumunium diklasifikasikan dalam tiga metode, yaitu berdasarkan
pembuatan dengan klasifkasi paduan cor dan paduan tempa, perlakuan panas
dengan klasifikasi dapat dan tidak dapat diperlaku-panaskan, dan berdasarkan
unsur-unsur paduannya [1] Berdasarkan unsur paduannya, aluminium dibedakan
menjadi tujuh jenis, yaitu :
1. Al-murni
Aluminium murni adalah jenis alumunium dengan kemurnian antara 99,0%
sampai dengan 99,9%. Aluminium jenis ini memiliki sifat anti korosif,
konduksi panas, dan konduksi listrik yang baik. Tetapi, aluminium jenis ini
memiliki sifat kekuatan yang rendah.
2. Paduan Al-Cu (Aluminium copper alloy)
Paduan Al-Cu adalah paduan antara aluminium dengan tembaga yang
memiliki kadar sekitar 4,5% dan merupakan jenis aluminium yang dapat
diperlaku-panaskan. Aluminium jenis ini akan memiliki kekuatan yang tinggi
apabila dilakukan perlakuan penyepuhan. Tetapi, aluminium jenis ini
memiliki sifat korosif dan sifat mampu cor yang kurang baik dibandingkan
jenis paduan aluminium yang lain.
3. Paduan Al-Mn (Alumunium magnese alloy)
Paduan Al-Mn merupakan jenis paduan antara aluminium dengan mangan
yang memiliki sifat yang tidak dapat diperlaku-panaskan. Kekuatan
aluminium jenis ini dapat ditingkatkan dengan perlakuan pendinginan (cold
treatment) saat proses pembuatan.
4. Paduan Al-Si (Alumunium silikon alloy)
Aluminium jenis ini merupakan paduan antara aluminium dengan silikon
yang mempunyai sifat mampu alir yang baik pada kondisi cair, dimana hampir

II - 1
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

tidak retak ketika terjadi proses pembekuan, tetapi aluminium jenis ini
merupakan jenis aluminium yang tidak dapat diperlaku-panaskan.
5. Paduan Al-Mg (Alumunium magnesium alloy)
Aluminium paduan jenis ini merupakan paduan antara aluminium dengan
magnesium yang mengandung kadar magnesium sekitar 4% sampai dengan
10%. Aluminium jenis ini termasuk jenis aluminium paduan yang tidak dapat
diperlaku-panaskan dan lebih sulit dituang, tetapi aluminium jenis ini
mempunyai kekuatan yang baik serta memiliki sifat anti korosif yang yang
baik, terutama pada air laut.
6. Paduan Al-Mg-Si (Alumunium magnesium silikon alloy)
Aluminium paduan jenis ini merupakan paduan antara aluminium dengan
magnesium dan silikon yang termasuk dalam jenis paduan yang dapat
diperlaku-panaskan dan mempunyai sifat anti korosif yang cukup baik.
Aluminium jenis ini merupakan logam paduan yang memiliki sifat ulet,
mampu dibentuk ketika di tempa, ekstrusi, anti korosif, dan sifat mekanik
lainnya.
7. Paduan Al-Zn (Alumunium zink alloy)
Paduan aluminium dengan zink termasuk jenis paduan aluminium yang dapat
diperlaku-panaskan. Biasanya ke dalam paduan pokok Al-Zn ditambahkan
Mg, Cu, dan Cr. Aluminium paduan jenis ini juga sering disebut ultra
duralumin, dimana aluminium jenis ini memiliki kekuatan tarik yang baik,
tetapi memiliki sifat mampu las dan anti korosif yang kurang baik.

2.1.1. Aluminium 6061


Aluminium 6061 merupakan logam paduan antara aluminium dengan
magnesium dan silikon yang memiliki sifat ulet, mampu dibentuk ketika di tempa,
anti korosif, dan sifat mekanik lainnya sehingga aluminium jenis ini sangat cocok
digunakan untuk rangka konstruksi. Di bidang perkapalan, aluminium 6061 banyak
digunakan sebagai rangka kostruksi, seperti rangka pada konstruksi stiffener,
konstruksi panel dek pada kapal cepat aluminium, dan juga konstruksi pada
bangunan lepas pantai [6].. Aluminium termasuk logam nonferro ringan yang
memiliki berat jenis yang lebih kecil dari baja. Aluminium memiliki sifat anti

II - 2
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

korosif yang baik karena aluminium mempunyai lapisan oksida yang


melindunginya dari udara luar.

Gambar 2.1. Plat Aluminium 6061

2.2 Pengelasan
Las menurut DIN (Deutch Industrie Normen) adalah suatu ikatan metalurgi
pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan cair. Las dapat
didefinisikan sebagai sambungan dari beberapa logam paduan menggunakan energi
panas yang dilakukan dalam keadaan cair. Pengelasan adalah proses
penyambungan antara beberapa material logam atau non logam yang dilakukan
dengan mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi yang dilakukan
dengan atau tanpa menggunakan tekanan (pressure), serta dengan atau tanpa
menggunakan logam pengisi (filler) yang menghasilkan sambungan yang kontinyu
.

2.3 Las TIG (Tungsten Inert Gas)


Las TIG (Tungsten Inert Gas) adalah jenis pengelasan busur listrik
menggunakan elektroda tidak terumpan yang terbuat dari wolfram sebagai
pengumpan busur nyala, serta menggunakan gas Argon sebagai pelindung oksidasi
terhadap pengaruh udara luar. Las TIG adalah jenis pengelasan gas tungsten-arc,
dimana elektrodanya hanya digunakan sebagai pengumpan busur nyala api yang
tidak mencair ketika pengelasan. Peleburan logam pada pengelasan TIG terjadi
karena panas yang dihasilkan dari busur listrik antara elektroda tungsten dan
elektroda pengisi dengan logam induk .
Sumber listrik yang digunakan dalam pengelasan TIG adalah listrik DC atau
AC. Pada umumnya, pengelasan TIG menggunakan sumber listrik DC yang
mempunyai karakteristik yang lamban, sehingga perlu ditambah dengan listrik AC

II - 3
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

yang memiliki frekuensi tinggi ketika memulai pengelasan. Elektroda yang


digunakan pada pengelasan TIG adalah elektroda (filler) yang terbuat dari wolfram
murni atau paduan antara wolfram-torium yang berbentuk batang. Ukuran diameter
elektroda yang digunakan pada pengelasan TIG berkisar antara 1,0 mm sampai 4,8
mm. Sedangkan gas yang digunakan sebagai pelindung oksidasi pada pengelasan
TIG adalah gas Argon murni.

Gambar 2.2. Skema Pengelasan TIG (Aljufri, 2007)

Gambar 2.3. Komponen Las TIG

Perangkat yang dipakai dalam pengelasan TIG adalah:


1) Gas Argon 7) Saluran Air Keluar
2) Box Pengatur Suhu pengelasan 8) Torch
3) Saluran Elektroda 9) Logam Pengisi
4) Saluran Gas 10) Logam Induk
5) Penyuplai Air Dingin 11) Tombol Kaki
6) Saluran Work

II - 4
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

2.4 Sambungan Las


Sambungan las adalah bagian antara dua material logam atau lebih yang
menyatu akibat dari proses pengelasan. Sambungan las memiliki beberapa tipe
sambungan, antara lain sambungan sebidang (butt joint), sambungan lewatan (lap
joint), sambungan tegak (tee joint), sambungan sudut (corner joint), dan sambungan
sisi (edge joint), dimana pada masing-masing tipe dibagi lagi berdasarkan jenis
pengelasannya. Tipe sambungan las dipilih berdasarkan beberapa kriteria antara
lain, kualitas material, metode pengelasan, struktur material, dan sebagainya.
Penelitian ini menggunakan jenis sambungan las tipe butt joint (double V-butt joint)
dengan variasi sudut kampuh 60°.

Gambar 2.5. Sambungan Las double V- Butt Joint


Kualitas dari sambungan las sangat menentukan kekuatan hasil sambungan
las tersebut. Pengelasan yang baik akan menghasilkan kualitas sambungan dan
masukan panas (heat input) yang baik. Masukan panas (heat input) yang baik
berpengaruh pada kualitas sambungan las, dimana masukan panas yang kecil akan
menyebabkan penetrasi yang kurang dalam dan masukan panas yang sedang akan
menghasilkan penetrasi yang cukup baik, sedangkan masukan panas yang terlalu
besar dapat menyebabkan timbulnya keretakan pada daerah yang terkena panas.
Masukan panas (heat input) dalam pengelasan ditentukan oleh beberapa parameter
pengelasan diantaranya adalah tegangan busur las, arus listrik las, dan kecepatan
pengelasan.
𝟔𝟎 𝐱 𝐄 𝐱 𝑰
𝐇𝐈 = (1)
𝒗
Keterangan :
HI = Heat Input (Joule/cm) I = Kuat Arus (Ampere)
E = Tegangan Busur (volt) v = Kecepatan Las (cm/menit)

II - 5
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

2.5 Pengujian Tarik


Pengujian tarik merupakan pengujian merusak yang dilakukan dengan
memberikan gaya tarik pada material yang berlawanan pada benda dengan arah
menjauh dari titik tengah, atau dengan memberikan gaya pada salah satu ujung
benda dan ujung lainnya yang diikat hingga benda putus dengan tujuan untuk
mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya, khususnya pada
kekuatan tarik material tersebut. Uji tarik merupakan dasar dari pengujian-
pengujian bahan yang dijadikan dasar pada studi mengenai kekuatan suatu bahan
atau material.
Uji tarik dapat menunjukkan bagaimana proses terjadinya deformasi pada
bahan. Hasil pengukuran dari pengujian tarik adalah suatu kurva yang
menggambarkan hubungan antara gaya yang digunakan dan perpanjangan yang
dialami oleh spesimen.

Gambar 2.6. Contoh Hasil Uji Tarik


Besarnya kekuatan tarik dari suatu bahan atau material ditentukan oleh
tegangan maksimum yang diperoleh dari kurva tarik dapat dirumuskan sebagai
berikut :
σu = Pu / A0 (2)
Dimana, Pu = beban maksimum (kg)
A0 = luas penampang awal (mm2)
Sifat-sifat yang dihasilkan dari pengujian tarik adalah sebagai berikut :
1. Tegangan tarik (σ)
Tegangan tarik merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh
material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Kekuatan tarik maksimum
dari suatu bahan dapat dirumuskan:
𝐏
𝛔=
𝐀𝐨
II - 6
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Dimana, adalah Tegangan tarik maksimum (MPa, N/mm2), P adalah Beban


Maksimum (N), dan Ao adalah Luas Penampang Mula-mula (mm2).
2. Regangan tarik (𝑒)
Regangan tarik maksimum adalah pertambahan panjang maksimum yang
dihasilkan dari suatu material setelah dilakukan pengujian tarik. Regangan tarik
dapat menunjukkan pertambahan panjang dari suatu material setelah perpatahan
terhadap panjang awalnya.
𝚫𝐋
𝒆= 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑳𝒐
𝐋𝐢−𝐋𝐨
𝒆= 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (3)
𝐋𝐨

Dimana, Li adalah Panjang sesudah patah (mm), Lo adalah Panjang mula-mula


(mm), 𝑒 adalah Regangan (%).
3. Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas merupakan ukuran kekakuan suatu material pada grafik
tegangan-regangan. Semakin besar nilai dari modulus elastisitas, maka material
atau bahan tersebut semakin sedikit mengalami perubahan bentuk, sehingga
nilai regangan elastis dari material tersebut semakin kecil. Jika nilai modulus
elastisitas semakin besar maka menunjukkan bahwa sifat dari material atau
bahan tersebut semakin kaku. Modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari
slope kemiringan garis elastis yang linier, yang dirumuskan :
𝛔
𝐄=𝒆 (4)

Dimana, E adalah Modulus elastisitas (MPa), σ adalah Tegangan Maksimum


(KN/mm2), dan 𝑒 adalah Regangan (%).

Pada awal pemberian pembebanan, kurva tegangan regangan memberikan


grafik dengan garis yang menunjukkan kesepadanan antara tegangan dan regangan
bahan, yang menunjukkan bahwa material tersebut berada pada keadaan
proporsional. Penghentian pembebanan pada kondisi ini akan mengembalikan
bahan ke bentuk yang semula karena masih dalam batas deformasi elastis.
Metode off set adalah suatu metode yang menyatakan bahwa titik luluh
adalah suatu titik pada kurva yang menyatakan dicapainya regangan plastis sebesar
0,2 %. Metode ini digunakan untuk menentukan batas titik luluh pada baja karbon
rendah seperti aluminium yang memiliki titik luluh yang sukar untuk di amati.

II - 7
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

1 2 3 4
Gambar 2.7. Diagram Tegangan Regangan
Keterangan gambar :

1. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor
2. Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah
3. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium. Diperlukan
metode off set untuk mengetahui titik luluhnya
4. Kurva tegangan regangan sesungguhnya.

Pengujian tarik dapat menunjukan beberapa fenomena perpatahan ulet dan


getas yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Perpatahan ulet menunjukkan
bahwa sifat mekanik dari bahan tersebut adalah ulet dan tangguh. Sedangkan
perpatahan getas menunjukkan bahwa material tersebut memiliki sifat getas karena
tidak ada atau sedikit sekali terjadi deformasi plastis pada material tersebut (Setiaji,
R. 2009).

2.6 Pengujian Mikrografi


Uji mikrografi adalah proses pengujian visual yang dilakukan terhadap
material dengan tujuan untuk memperoleh gambar yang menunjukan struktur mikro
sebuah logam atau paduan. Struktur mikro dari suatu logam atau paduan dapat
diketahui melalui pengujian mikrografi dengan memperjelas batas-batas butir pada
material sehingga dapat langsung dilihat dengan menggunakan mikroskop dan
diambil gambarnya. (ASM Metal Handbook Volume 9, 2004)
Pengujian mikrografi dapat menunjukkan bagaimana sifat suatu material
ketika dilakukan dengan perlakuan berbeda seperti perlakuan panas (heat
treatment) dan perlakuan dingin (cold treatment). Pengujian mikrografi dapat
menunjukkan gambaran atom karbon yang merupakan penentu dari kekuatan
sebuah logam.

II - 8
Proposal Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

II - 9

Вам также может понравиться

  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ68 страниц
    Bab I Pendahuluan
    WISNU
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ9 страниц
    Bab 2
    WISNU
    Оценок пока нет
  • BAB 3 (Revisi)
    BAB 3 (Revisi)
    Документ5 страниц
    BAB 3 (Revisi)
    WISNU
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ7 страниц
    Bab 1
    WISNU
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ7 страниц
    Bab 1
    WISNU
    Оценок пока нет
  • BAB 3 (Revisi)
    BAB 3 (Revisi)
    Документ5 страниц
    BAB 3 (Revisi)
    WISNU
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ7 страниц
    Bab 1
    WISNU
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ6 страниц
    Bab 1
    WISNU
    Оценок пока нет