Вы находитесь на странице: 1из 14

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORANGTUA-ANAK

DENGAN PERILAKU BULLYING

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Oleh:
NOURMA APRIYANTI
F. 100110178

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
` HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORANGTUA-ANAK

DENGAN PERILAKU BULLYING

PUBLIKASI ILMIAH

Diajukan oleh:
NOURMA APRIYANTI
F. 100110178

Telah disetujui untuk dipertahankan


Di depan Dewan Penguji

Telah disetujui oleh:


Pembimbing

(Dra. Juliani Prasetyaningrum, M.Si)

i
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORANGTUA-ANAK


DENGAN PERILAKU BULLYING

Yang diajukan oleh :

NOURMA APRIYANTI
F. 100110178

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal Agustus 2017
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Penguji Utama

Dra. Juliani Prasetyaningrum, M.Si ________________________

Penguji Pendamping I

Dra. Partini, M.Si


________________________

Penguji Pendamping II

Siti Nurina Hakim, S. Psi, M.Si

________________________

Surakarta, Agustus 2017


Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Psikologi
Dekan

Dr. Moordiningsih, M. Si, Psi

ii
SURAT PERNYATAAN

Bismillahirrahmanirrohim

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nourma Apriyanti

NIM : F. 100110178

Fakultas/Jurusan : Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Hubungan Antara Komunikasi Orangtua-Anak Dengan

Perilaku Bullying

Dengan ini menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan

Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan segala kesungguhan.

Apabila di lain waktu ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan pernyataan saya,

maka saya bersedia menerima konsekuensinya.

Surakarta, Agustus 2017


Yang menyatakan

(Nourma Apriyanti)
085725387639

iii
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORANGTUA-ANAK
DENGAN PERILAKU BULLYING
Abstrak

Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui hubungan antara komunikasi


orangtua-anak dengan perilaku bullying pada siswa SMK. (2) Mengetahui tingkat
komunikasi orangtua-anak pada siswa SMK. (3) Mengetahui tingkat perilaku
bullying siswa SMK. (4) Mengetahui sumbangan efektif komunikasi orangtua-anak
terhadap perilaku bullying pada siswa SMK. Subjek yang dijadikan populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas X – XII SMK Swasta di Wonogiri
berjumlah 1.475 siswa. Sampel dalam penelitian ini siswa kelas XI Teknik Mesin
SMK Swasta di Wonogiri terdiri dari empat kelas berjumlah 120 siswa. Sampling
atau teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster
random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala psikologi ada dua
yaitu komunikasi orangtua-anak dan skala perilaku bullying. Analisis data
menggunakan korelasi product moment. Kesimpulan dari penelitian adalah: (1) Ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara komunikasi orangtua-anak dengan
perilaku bullying pada siswa SMK. Artinya semakin baik komunikasi orangtua-
anak, maka semakin rendah perilaku bullying siswa. Sebaliknya, semakin buruk
komunikasi orangtua-anak maka perilaku bullying semakin tinggi. (2) Tingkat
komunikasi orangtua-anak pada siswa SMK termasuk kategori tinggi. (3) Tingkat
perilaku bullying siswa SMK termasuk kategori sedang. (4) Sumbangan efektif
komunikasi orangtua-anak terhadap perilaku bullying pada siswa SMK sebesar
8,1%. Hal ini berarti masih ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi perilaku
bullying sebesar 91,9% diluar variabel komunikasi orangtua-anak. Variabel lain
diantaranya kepribadian, lingkungan keluarga, atau teman sebaya.

Kata Kunci : Komunikasi Orangtua-Anak dan Perilaku Bullying

Abstract
This study aims: (1) Knowing the relationship between parent-child
communication with bullying behavior on vocational students. (2) Knowing parent-
child communication level to vocational students. (3) Knowing the level of bullying
behavior of SMK students. (4) Knowing the effective contribution of parent-child
communication to bullying behavior on vocational students. Subjects who made the
population in this study is all students of Class X - XII Private SMK in Wonogiri
amounted to 1470 students. The sample in this research class student of XI
Mechanical Engineering SMK Swasta in Wonogiri consists of four classes totaling
120 students. Sampling or sampling technique used in this research is cluster
random sampling. Methods of data collection using psychological scale there are
two namely parent-child communication and the scale of bullying behavior. Data
analysis using product moment correlation. The conclusion of this research are: (1)
There is a very significant negative relationship between parent-child
communication with bullying behavior on vocational students. This means that the
better parent-child communication, the lower the bullying behavior of students.
Conversely, the worse the parent-child communication then the higher the bullying
behavior. (2) The level of parent-child communication in vocational students is high
category. (3) The level of bullying behavior of SMK students is medium category.
(4) Effective contribution of parent-child communication to bullying behavior on
vocational students is 8.1%. This means there are still some other variables that
influence the bullying behavior of 91.9% beyond the parent-child communication
variable. Other variables include personality, family environment, or peers.

Keywords: Parent-Child Communication and Bullying Behavior

1. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini kasus kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik melalui
informasi di media cetak maupun di layar televisi. Selain perkelahian antar pelajar,
ada bentuk-bentuk perilaku agresif atau kekerasan yang mungkin sudah lama terjadi
di sekolah-sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dan merupakan
tempat siswa untuk belajar mempunyai tugas pokok menciptakan kondisi sekolah
yang kondusif. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak semua sekolah dapat
mewujudkan proses kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat
terjadi, karena adanya perilaku-perilaku negatif siswa yang merugikan siswa lain,
salah satunya yaitu perilaku bullying.
Efianingrum (2009) berpendapat bahwa maraknya aksi tawuran dan
kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh siswa tidak saja mencoreng citra
pendidikan yang selama ini dipercaya oleh banyak kalangan sebagai sebuah tempat
di mana proses humanisasi berlangsung, namun juga menimbulkan sejumlah
pertanyaan, bahkan gugatan dari berbagai pihak yang semakin kritis
mempertanyakan esensi pendidikan di sekolah dewasa ini.
Di negara Indonesia sendiri, kasus bullying di sekolah menduduki peringkat
teratas pengaduan masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di
sektor pendidikan. Dari Januari 2011 sampai Agustus 2014, KPAI mencatat 369
pengaduan terkait masalah tersebut, pada tahun 2011 terdapat 61 kasus, 2012
terdapat 130 kasus, 2013 terdapat 91 kasus, dan hingga Agustus 2014 terdapat 87
kasus. Jumlah tersebut sekitar 25 persen dari total pengaduan di bidang pendidikan

2
sebanyak 1.480 kasus. Bullying tidak hanya terjadi di SD, melainkan juga SMP dan
SMA/SMK (Republika, 2014).
Kebiasaan bullying yang dilakukan siswa perlu mendapat perhatian bagi
pihak sekolah, orang tua, ataupun masyarakat, mengingat dampak bullying sangat
mempengaruhi perkembangan fisk dan psikis siswa. Soedjatmiko, dkk., (2013)
menjelaskan bahwa siswa yang menjadi korban bullying akan merasa rendah diri,
cemas, takut, kecewa, sedih, merasa tertekan, terancam, terhina dan putus asa.
Bahkan dampak bullying yang paling parah dapat merenggut nyawa korban
bullying, seperti peristiwa yang terjadi pada seorang siswa kelas II di Sekolah Usaha
Perikanan Menengah (SUPM) Pariaman, Sumatra Barat, tewas lantaran diduga
mengalami kekerasan oleh seniornya, Yahya tewas pada Ahad. Polisi masih
menyelidiki kasus ini, sementara tersangka telah diskor selama setahun (Republika,
2014).
Diana dan Retnowati (2009) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang
mempengauhi perilaku bullying disebabkan oleh lingkungan. Khususnya lingkungan
keluarga sebagai faktor utama yang membentuk kepribadiannya menjadi agresif dan
kurang mampu mengendalikan emosi, misalnya lingkungan rumah dan keluarga
yang tidak harmonis yaitu sering terjadi pertengkaran antara suami istri yang
dilakukan didepan anak-anak, atau sering terjadi tindak kekerasan yang dilakukan
orangtua terhadap anaknya, anak yang terlalu dikekang atau serba dilarang atau anak
yang diperlakukan secara permisif.
Lingkungan keluarga memberikan tempat yang nyaman untuk seseorang
maka perilaku bullying tidak akan terjadi. Salah satu lingkungan keluarga yang
dikatakan nyaman yaitu dimana dalam kelurga terjalin hubungan yang harmonis
seperti halnya dalam komunikasi karena komunikasi merupakan cara terbaik untuk
menjalin hubungan yang baik. Rakhmat (2008) berpendapat bahwa kehadiran
keluarga sebagai komunitas masyarakat terkecil memiliki arti penting dan strategis
dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Kehidupan keluarga
yang harmonis perlu dibangun di atas sistem interaksi yang kondusif. Komunikasi
adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa
komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog dan

3
bertukar pikiran. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar
untuk dihindari. Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan istri, komunikasi
antara ayah, ibu, dan anak, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu
dan anak, dan komunikasi antara anak dan anak, perlu dibangun secara harmonis
dalam rangka membangun pendidikan yang baik dalam keluarga.
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap)
maupun aktif (melakukan tindakan). Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku
pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli
membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan,
sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude,
practice (Sarwono, 2004).
Priyatna (2010) menjelaskan bahwa perilaku bullying adalah perbuatan yang
disengaja, sehingga mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau
terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang.
Kesimpulan perilaku bullying adalah perbuatan yang disengaja, sehingga
mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan
biasanya terjadi berulang-ulang yang dilakukan oleh pelaku, yaitu individu yang
memiliki kekuatan lebih dan berbuat dengan sengaja untuk menyakiti pihak lain
yang lebih lemah.
Perilaku bullying diungkap menggunakan skala berdasarkan aspek-aspek
yang dikemukakan oleh Riauskina, dkk., (2005) ada empat aspek yaitu kontak fisik
langsung, kontak verbal langsung, perilaku non-verbal langsung, dan perilaku non-
verbal tidak langsung.
Komunikasi secara terminologis mempunyai arti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Definisi komunikasi yang mengacu
pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang

4
terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai
pengaruh tertentu, dan ada kesempatan melakukan umpan balik (Effendy, 2004).
Liliweri (2003) menerangkan bahwa komunikasi bila dilihat dari segi bentuk
komunikasinya secara garis besar dibagi ke dalam tiga sistem, yaitu (1) komunikasi
pribadi terdiri dari komunikasi inter dan antar pribadi, (2) komunikasi kelompok
dibedakan atas kelompok kecil dan kelompok besar, dan (3) komunikasi massa yaitu
pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar individu.
Komunikasi orangtua-anak adalah komunikasi interpersonal yang terjadi
pada dua orang antara orang tua dan anak secara tatap-muka, saling mengirim dan
menerima pesan baik verbal ataupun non-verbal.
Komunikasi orangtua-anak diketahui melalui skala yang mengacu pada
aspek-aspek komunikasi orangtua-anak yang dikemukakan oleh DeVito (dalam
Dimitria, 2010) yaitu: openness, empathy, positiveness, immediacy, interaction
management, expressiveness, other-orientation.
Berdasarkan penjelasan pada hubungan antara komunikasi orangtua-anak
dengan perilaku bullying dapat diajukan hipotesis penelitian, yaitu :
Ada hubungan negatif antara komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku
bullying. Artinya, semakin baik komunikasi orangtua dengan anak, semakin rendah
perilaku bullying, sebaliknya semakin buruk komunikasi orangtua dengan anak
semakin tinggi perilaku bullying.
2. METODE PENELITIAN
Subjek yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
Kelas X - XII SMK Swasta di Wonogiri berjumlah 1.475 siswa. Sampel dalam
penelitian ini siswa SMK Swasta di Wonogiri dari kelas X sampai kelas XII
berjumlah 120 siswa. Sampling atau teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah cluster random sampling.
Pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua yaitu skala psikologi untuk
komunikasi orangtua-anak dan skala perilaku bullying. Adapun teknik analisis data
yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah teknik analisis
product moment.

5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan dengan korelasi product moment sebesar -0,285 dengan p
= 0,001 (p ≤ 0.01) yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara
komunikasi orangtua-anak dengan perilaku bullying. Maksudnya, semakin tinggi
komunikasi orangtua-anak maka semakin rendah perilaku bullying. Sebaliknya,
semakin rendah komunikasi orangtua-anak, maka semakin tinggi perilaku bullying
subjek.
Hasil tersebut mendukung penelitian yang pernah dilakukan oleh Usman
(2013) dengan hasil penelitiannya yaitu ada pengaruh negatif yang signifikan antara
komunikasi interpersonal remaja dengan orang tua terhadap perilaku bullying pada
siswa SMA di kota Gorontalo. Semakin baik komunikasi interpersonal yang
dibangun remaja dengan orangtuanya, semakin rendah perilaku bullying pada siswa
SMA di Kota Gorontalo.
Perilaku bullying remaja, menurut Selemogwe, dkk., (2014) salah satunya
disebabkan oleh faktor ketidakharmonisan komunikasi dan konflik dengan orangtua
dapat menyebabkan perilaku bullying. Usman (2013) berpendapat bahwa siswa
remaja yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi yang
negatif seperti sarcasm akan cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam
kesehariannya. Kekerasan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan
menjadi contoh perilaku. Hal ini akan diperparah dengan kurangnya kehangatan
kasih sayang dan tiadanya dukungan dan pengarahan terhadap remaja, membuat
siswa remaja memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku bullying.
Sebaliknya, siswa remaja yang melakukan komunikasi dengan orangtua
secara harmonis, sebagaimana digambarkan oleh Olson dan de Frain (dalam Diana
dan Retnowati, 2009), memiliki keterbukaan diri. Remaja dapat membagi
perasaannya kepada anggota keluarga lain, terutama orangtua. Selain itu,
komunikasi yang harmonis antara remaja dan orangtua ditandai oleh kemampuan
mendengarkan pada dua pihak. Pelajar sangat mendambakan orangtuanya dapat
mendengarkan apa yang menjadi keluh kesah atau permasalahan mereka. Dengan
kemampuan membuka diri dan kemampuan mendengarkan, maka komunikasi
remaja dan orangtua dapat dimanfaatkan untuk menanggapi stimulus-stimulus yang

6
hadir pada diri secara tepat. Problem-problem yang hadir pada pelajar pun dapat
dipetakan secara baik dan dicarikan jalan keluarnya.
Karina, dkk, (2013) menjelaskan bhawa melalui komunikasi yang baik
antara remaja dan orangtua, setiap problem dapat disikapi secara tepat dan bijak,
Dengan cara inilah, pelajar akan menghindarkan diri dari keterlibatan dalam bullying
yang distimulasikan oleh lingkungannya. Nilai penting komunikasi remaja dan
orangtua adalah pada kualitas komunikasi di antara remaja dengan orangtua.
Seorang pelajar tidak tinggal serumah dengan orangtuanya, namun karena kualitas
komunikasinya tinggi, maka itu sangat membantu mereka dalam menyikapi secara
tepat stimulus yang hadir pada diri pelajar.
Hasil kategori komunikasi orangtua-anak tergolong tinggi artinya terjalin
komunikasi yang efektif antara orangtua-anak, seperti yang dijelaskan oleh Karina,
dkk., (2013) bahwa komunikasi orangtua-anak berjalan efektif apabila kedua belah
pihak dapat menjadi pendengar yang baik dan anak mau membuka diri pada
orangtua dan orangtua mau mendengarkan keluhan atau keinginan anak. Selain itu,
dari hasil perolehan skor pada siswa yang termasuk kategori sangat tinggi berjumlah
112 siswa atau 93,3%. Didukung hasil wawancara dengan 10 siswa (Wawancara
dengan siswa SMK di Wonogiri, 1 Desember 2015) diperoleh jawaban yang sama
pada 6 siswa bahwa siswa apabila ada masalah diutarakan kepada ibu dan
selanjutnya ibu siswa membantu menyelesaikan masalah dan memberikan nasehat.
Komunikasi yang dilakukan oleh enam siswa menunjukkan salah satu komunikasi
yang harmonis antara orangtua dengan anak.
Hasil kategori perilaku bullying tergolong sedang. Hal tersebut dapat terjadi
karena pihak sekolah SMK di Wonogiri telah melakukan pencegahan terjadinya
perilaku bullying pada siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK SMK
di Wonogiri (Wawancara guru BK, 1 Desember 2015) diketahui bahwa guru BK
telah memahami faktor penyebab bullying. Oleh sebab itu, guru BK telah
memberikan layanan BK dalam upaya mencegah perilaku bullying. Layanan BK
yang paling dominan adalah layanan orientasi dan telah melakukan kerjasama
dengan personil lainnya di sekolah yaitu guru wali kelas dan kepala sekolah. Selain
itu guru BK juga melakukan pengawasan terutama di tempat bermain dan lapangan,

7
sehingga dapat mencegah secepatnya apabila ada siswa berperilaku bullying
terhadap teman lainnya. Selain itu, guru BK telah melakukan kerja sama dengan
orangtua yang anaknya melakukan perilaku bullying dan telah mendapat teguran 3
kali.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara komunikasi
orangtua-anak dengan perilaku bullying dapat diperoleh kesimpulan, sebagai
berikut: (1) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara komunikasi
orangtua-anak dengan perilaku bullying pada siswa SMK. Artinya semakin baik
komunikasi orangtua-anak, maka semakin rendah perilaku bullying siswa.
Sebaliknya, semakin rendah komunikasi orangtua-anak maka perilaku bullying
semakin tinggi. (2) Tingkat komunikasi orangtua-anak pada siswa SMK termasuk
kategori tinggi. (3) Tingkat perilaku bullying siswa SMK termasuk kategori sedang.
(4) Sumbangan efektif komunikasi orangtua-anak terhadap perilaku bullying pada
siswa SMK sebesar 8,1%. Hal ini berarti masih terdapat beberapa variabel lain yang
mempengaruhi perilaku bullying sebesar 91,9% diluar variabel komunikasi
orangtua-anak. Variabel lain tersebut diantaranya yaitu kepribadian, lingkungan
keluarga, atau teman sebaya.
Dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan dapat diketahui bahwa
hasil kategori komunikasi orangtua-anak termasuk sangat tinggi dan perilaku
bullying termasuk kategori rendah, maka penulis mengajukan beberapa saran
sebagai berikut:
Bagi siswa, untuk menurunkan perilaku bullying menjadi semakin sangat
rendah atau tidak melakukan perilaku bullying. Cara yang dapat dilakukan oleh
siswa, antara lain: (a) Tidak melakukan kontak fisik langsung antara lain: tidak
melakukan pemukulan, mendorong, menjambak, atau menendang saat ada
perbedaan pendapat dengan teman. (b) Tidak melakukan kontak verbal langsung
antara lain mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi
panggilan nama yang buruk, dan tidak kasar saat melakukan interaksi dengan teman.
(c) Tidak melakukan perilaku non-verbal langsung antara lain: tidak melihat dengan
sinis, tidak menjulurkan lidah, atau menampilkan ekspresi muka yang merendahkan

8
saat berbicara dengan teman. (d) Tidak melakukan perilaku non-verbal tidak
langsung dengan mendiamkan seseorang, jangan mengucilkan atau mengabaikan
teman.
Bagi Guru sebagai pendidik dan pembimbing di sekolah diharapkan mampu
meminimalkan perilaku bullying siswa di sekolah. Adapun cara yang dapat
dilakukan oleh guru, antara lain: (a) Melakukan pengawasan saat siswa bermain di
sekolah, yaitu pada waktu istirahat, sehingga guru dapat bertindak cepat untuk
mencegah siswa yag melakukan perilaku bullying. (b) Guru dapat memberikan
sanksi bagi siswa yang melakukan perilaku bullying. (c) Guru dapat bekerja sama
memanggil orangtua siswa yang melakukan perilaku bullying.
Bagi orangtua disarankan untuk mempertahankan komunikasi yang
harmonis dengan anak, seperti orangtua menanyakan kegiatan anak di sekolah atau
kegiatan bersama teman-temannya, memantau keberadaan anak saat berada di luar
rumah, menyarankan anak untuk mencari teman yang baik. Hal ini perlu dilakukan
oleh orangtua sebagai upaya mencegah perilaku bullying pada anak melalui
komunikasi yang harmonis.
Bagi peneliti berikutnya apabila ingin meneliti yang berkaitan dengan
perilaku bullying pada siswa diharapkan dapat mengaitkan dengan variabel lain
misalnya, kematangan emosi, lingkungan teman sebaya, atau iklim sekolah. Saran
lainnya, peneliti lain perlu memahami proses dalam pembuatan skala dan prosedur
pengumpulan data, sehingga hasil penelitian menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Diana, R.R dan Retnowati, S. 2009. Komunikasi Remaja-Orangtua dan Agresivitas


Pelajar. Jurnal Psikologi, Vol. II, No. 2. Hal. 141-150.

Dimitria, E. 2010. Gambaran Komunikasi Interpersonal Pegawai Modern Retail


Wimode (PT Bakrie Telecom). Jurnal Psikologi. Volume 8 Nomor 2.

Effendy, O.U. (2004). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Yogyakarta: Kanisius.

Efianingrum, A. (2009). Mengurai Akar Kekerasan (Bullying) di Sekolah. Jurnal


Dinamika. Hal 1- 10 .

9
Kariana, Hastuti, D., dan Alfiasari. 2013. Perilaku Bullying dan Karakter Remaja
Serta Kaitannya dengan Karakteristik Keluarga dan Peer Group. Jurnal
Ilmiah Keluarga dan Konseling. Vol. 6, No. 2. Hal. 20-29.

Liliweri, A. 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Priyatna, A. 2010. Lets end Bullying: Memahami, Mencegah, dan Mengatasi


Bullying. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Rakhmat, J. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Republika. 2014. Aduan Bullying Tertinggi. Jakarta

Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S.R. 2005. ‘Gencet-gencetan’ di mata
siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah Kognitif tentang arti, skenario, dan
dampak ‘gencet-gencetan’. Journal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13.

Sarwono, S.W. 2004. Psikologi Remaja. Edisi Enam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Soedjatmiko, Waldi N., Anastasia M., dan Tjhin W. 2013 Gambaran Bullying dan
Hubungannya dengan Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak Sekolah
Dasar. Sari Pediatri, Vol. 15, No. 3. Hal. 174 – 180.

Selemogwe, M., Oagilez, S.L., dan Mphele, S. (2014). Bullying in Botswana


Schools: A Review. International Journal of African and Asian Studies - An
Open Access International Journal. Vol.4

Usman, I. (2013). Perilaku Bullying Ditinjau dari Kepribadian dan Komunikasi


Interpersonal Remaja dengan Orangtua pada Siswa SMA. Jurnal Psikologi 3
(2): 125-138.

10

Вам также может понравиться