Вы находитесь на странице: 1из 13

Keterkaitan Utang Luar Negeri terhadap Pembangunan Nasional

Ekonomi Pembangunan

DISUSUN OLEH:
Ary Adianto C1A016072
Dhika Alviyanto C1A016113
Nanda Alfa K P C1A016059
Hilman Malik M C1A016051
Tri Irvan Denizar C1A016072

ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber pembiayaan pembangunan dapat dikategorikan dalam dua sumber, yaitu sumber
konvensional dan sumber non konvensional. Sumber pembiayaan konvensional merupakan
sumber pembiayaan yang diperoleh dari pemerintah seperti APBN, APBD, Pajak, dan
Retribusi. Sementara sumber pembiayaan non konvensional, merupakan sumber pembiayaan
yang diperoleh dari gabungan dana pemerintah, swasta, dan masyarakat seperti kerjasama
pemerintah dan swasta, utang luar negeri, dan swadaya masyarakat.

Pembangunan suatu negara memerlukan dana yang relatif besar, namun usaha untuk
membiayai pembangunan tersebut kerap menghadapi kendala. Kendala utama yang terjadi
adalah pembentukan modal yang bersumber dari penerimaan pemerintah maupun dari
masyarakat. Sehingga perlu adanya sumber pembiayaan lain yang dapat memenuhi kebutuhan
modal tersebut, salah satunya adalah melalui utang luar negeri.

Utang luar negeri merupakan bantuan luar negeri (loan) yang diberikan oleh pemerintah
negara-negara maju atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan
utang semacam itu dengan kewajiban untuk membayar kembali dan membayar bunga utang
tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, sumber pembiayaan dari luar negeri dianggap
sebagai alternatif paling tepat dan mudah dalam membiayai kekurangan modal pembangunan
dan terjaminnya sumber dana tersebut secara kontinyu.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam pembahasan makalah ini akan membahas
permasalahan antara lain:
1. Apa pengertian hutang luar negeri?
2. Mengapa perlunya melakukan hutang Luar Negeri?
3. Bagaimana klasifikasi hutang Luar Negeri?
4. Bagaimana perencanaan hutang Luar Negeri?
5. Bagaimana pelaksanaan hutang Luar Negeri?
6. Bagaimana pembayaran hutang Luar Negeri?
7. Apa saja dampak utang luar negeri Indonesia?
8. Faktor apa saja yang menyebabkan utang luar negeri Indonesia?
9. Apa saja tujuan pembangunan ekonomi ?
10. Bagaimana strategi pembangunan ekonomi ?
11. Darimana saja sumber pembiayaan pembangunan ekonomi Indonesia?

C. TUJUAN
Setelah pembahasan makalah ini, maka akan diketahui tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian hutang luar dan dalam negeri ?
2. Untuk mengetahui perlunya melakukan hutang luar dan dalam negeri ?
3. Untuk mengetahui klasifikasi hutang luar dan dalam negeri ?
4. Untuk mengetahui perencanaan hutang luar dan dalam negeri ?
5. Untuk mengetahui pelaksanaan hutang luar dan dalam negeri ?
6. Untuk mengetahui pembayaran hutang luar dan dalam negeri ?
7. Untuk mengetahui dampak utang luar dan dalam negeri ?
8. Untuk mengetahui faktor penyebab utang luar dan dalam negeri ?
9. Untuk mengetahui tujuan pembangunan ekonomi ?
10. Untuk mengetahui strategi pembangunan ekonomi ?
BAB I
PEMBAHASAN

A. Hutang negara
Utang negara (Inggris: Sovereign debt) adalah utang yang dijamin oleh pemerintah, sering
disebut sebagai utang luar negeri. Dalam rangka mengumpulkan uang, pemerintah akan
menerbitkan obligasi dan menjualnya kepada investor asing (pemberi pinjaman). Obligasi
adalah instrumen utang yang harus dibayar kembali pada waktu tertentu (bisa selama sepuluh
tahun atau satu tahun) dengan pokok utang ditambah bunga. Untuk membayar utang,
pemerintah harus mengembalikannya dalam mata uang asing saat ia menjual obligasi.

1. Sifat Hutang Luar Negeri

Pinjaman luar negeri, dalam praktiknya memiliki bentuk atau jenis yang beragam sesuai
dengan sifatnya. Jika dilihat dari sifat persyaratan pinjaman, maka pinjaman luar negeri dapat
diklasifikasikan atas:
a) Pinjaman Lunak (Concessional Loan)

Pinjaman ini berasal dari lembaga multilateral maupun lembaga bilateral. Pinjaman ini
bercirikan tingkat bunga yang rendah (sekitar 3,5%), jangka waktu pengembalian yang panjang
(sekitar 25 tahun), dan masa tenggang (grace period) cukup panjang, yakni 7 tahun. Contohnya
seperti pinjaman-pinjaman yang diberikan Bank Dunia danAsian Development Bank (ADB)
yang seringkali memberikan pinjaman untuk jangka waktu 25-40 tahun
b) Pinjaman Setengah Lunak (Semi Concessional Loan)

Pinjaman ini adalah pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman sebagian komersil
namun dijamin oleh suatu lembaga pengembangan ekspor. Biasanya bentuknya berupa fasilitas
kredit ekspor, misalnya suatu negara yang ingin memajukan ekspor di negaranya akan
menyediakan pembiayaan bagi suppliernya untuk menjual barangnya kepada debitor. Dulu
dikenal juga dengan istilah purchase and installment sales agreement, contohnya dari Leasing
Company di Jepang
c) Pinjaman Komersial (Commercial Loan)

Pinjaman ini adalah pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga keuangan dengan
persyaratan yang berlaku di pasar internasional pada umumnya. Berdasarkan sifatnya lagi,
terdapat lagi pembedaan seperti:

i.Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman dengan jumlah kecil yang berasal dari satu bank

ii.Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman dalam jumlah besar yang berbentuk sindikasi.

ii.Sedangkan berdasarkan bentuknya, terdapat juga pembedaan seperti:

i) Bentuk surat utang (notes) dengan bunga mengambang, atau obligasi (bonds) dengan
bunga yang tetap. Keduanya sama-sama berasal dari pasar modal (capital market)
ii) Pinjaman dari perbankan internasional yang berbentuk sindikasi dengan jumlah
pinjaman yang besar.

2. Sumber Hutang Luar negeri


Utang luar negeri (atau hutang luar negeri ) adalah utang total yang harus dimiliki negara
terhadap kreditur luar negeri, yang dilengkapi dengan hutang internal yang terhutang kepada
kreditur domestik. Debitur bisa menjadi pemerintah, perusahaan atau warga negara dari negara
tersebut. Utang tersebut mencakup uang yang harus dibayarkan kepada bank umum swasta,
pemerintah lain, atau lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional
(IMF) dan Bank Dunia . Perhatikan bahwa penggunaan angka kewajiban kotor sangat
mendistorsi rasio bagi negara-negara yang memiliki pusat uang utama seperti Inggris karena
peran London sebagai modal finansial. Kontras dengan posisi investasi internasional bersih .

1) Bantuan Teknis dan Organisasi Non Pemerintah


Satu bentuk khusus dari bantuan asing adalah bantuan teknis atau bantuan
kerjasama. Sasarannya adalah untuk menciptakan tenaga berskil dan lembaga-lembaga
pendukung akselerasi pembangunan. Wujudnya bisa berupa pengiriman tenaga-tenaga ahli di
bidang tertentu ke negara-negara berkembang, bisa juga berupa pendidikan atau training
bertempat di negar donor.
Jika dihitung dari seluruh negara OECD, kerjasama teknis terhitung sekitar 25
persen dari bantuan total, dengan variasi yang besar antar negara. Kebanyakan bantuan teknis
disalurkan melalui agen-agen khusus dari PBB, misalnya Food and Agricultural Organization
(FAO) dan World Health Organization (WHO). Kebanyakan pendanaan PBB yang berupa
bantuan teknis datang dari United Nations Development Program (UNDP). Proyek-proyek
Bank Dunia juga sering mengandung elemen bantuan teknis yang besar.
Terdapat beberapa masalah dengan bantuan teknis, pertama, bantuan ini sering tidak
sesuai dengan kondisi negara penerima. Masalah kedua berhubungan dengan bentuk paling
umum dari bantuan teknis tersebut, yaitu pengiriman pakar asing ke negara berkembang, yang
di antaranya bertugas melatih tenaga domestik. Meningkatnya penggunaan para sukarelawan
dan orang-orang yang bekerja dengan NGO sebagian merupakan tanggapan dari kesulitan-
kesulitan semacam ini.
Peran NGO semakin hari semakin penting dalam pembangunan di negara-negara
berkembang. Yang dilakukan oleh NGO-NGO tersebut adalah memberikan bantuan teknis.
Kebanyakan berupa sukarelawan muda yang mempersiapkan diri untuk bekerja dengan
bayaran kecil dan hidup menyatu dengan masyarakat yang akan mereka tolong. Tugasnya
sangat bervariasi. Beberapa dari NGO tersebut telah sangat berperan dalam upaya membangun
masyarakat termiskin di negara-negara berkembang, khususnya dengan mengajarkan
kemampuan-kemampuan dasar.
2) Bantuan Bilateral dan Bantuan Multilateral
Bantuan bilateral adalah bantuan yang langsung diberikan sebuah negara donor ke
sebuah negara penerima, sedangkan bantuan Miltilateral adalah bantuan yang tidak langsung
diberikan oleh negara donor ke negara penerimanya, tetapi terlebih dahulu melewati lembaga-
lembaga keuangan internasional. Negara donor secara umum lebih suka mengalirkan dananya
secara balateral karena dengan cara ini mereka bisa mengontrol penggunaan dana tersebut
dengan lebih mudah. Biasanya bantuan bilateral lebih mengandung pertimbangan politik di
bandingkan dengan bantuan multilateral, sehingga negara penerima bantuan lebih menyukai
dana multilateral. Lembaga-lembaga bantuan internasional, terutama Bank Dunia, mempunyai
satu peran yang sukar digantikan oleh satu negara donor secara individu, yaitu mengkoordinasi
bantuan-bantuan dari berbagai negara donor sehingga tidak terjadi duplikasi. Dengan
koordinasi Bank Dunia, maka hal itu bisa dihindari.
Untuk mendapatkan dana, Bank Dunia mengeluarkan obligasi yang dinominasikan
dsalam dolar Amerika di pasar internasional. Bank Dunia meminjamkan lebih dari $30 miliar
ke pemerintah-pemerintah negara berkembang secara tahunan, termasuk dana-dana untuk
investasi sosial di negara-negara berkembang. Bank Dunia juga menggunakan ahli-ahli
perencanaan dan teknisnya untuk meningkatkan standar proyek-proyek di negara berkembang
supaya memenuhi standar perbankan sehingga lebih mudah mengakses pasar uang.
IMF menyediakan kredit bagi negara berkembang yang mengalami masalah neraca
pembayaran senilai porsi cadangan yang dimiliki. Jika masalah yang dihadapi lebih serius, IMF
memberikan skema-skema pinjaman khusus yang lain.
Kritik negara-negara berkembang terhadap IMF adalah bahwa IMF menganggap
masalah-masalah neraca pembayaran internasional hanya bisa dipecahkan dengan mengurangi
program-program sosial, memotong subsidi, mendepresikan mata uang, dan mengadakan
restrukturasi. Mereka menganggap bahwa tekanan IMF pada tindakan drastis dalam jangka
pendek seperti itu akan membebani negara-negara berpendapatan rendah yang akan
mengurangi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Selain Bank Dunia dan IMF, sumber multilateral yang lain dari pinjaman luar negeri
adalah Asian Development Bank.bertusas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-
negara di kawasan Asia.

3) Penanaman Modal Portofolio


Selain penanaman modal asing dapat pula berupa penanaman modal portofolio. Penanaman
modal portofolio berupa penyertaan dalam pemilikan perusahaan dan bukan pengurusan
kegiatan perusahaan sehari-hari. Penanaman modal portofolio lebih menguntungkan
dibandingkan penanaman modal asing. Terdapatnya penanaman modal portofolio ke negara
berkembang yang masih berada dibawah potensinya ini disebabkan karena :
a. Adanya keraguan para penanam modal atas kemampuan perusahaan-perusahaan di
negara berkembang membayar kembali utang-utang dan deviden saham yang
dikeluarkan;
b. Ketidakstabilan politik ekonomi negara berkembang menyebbkan keengganan untuk
menanam modal ke negara-negara itu;
c. Pasar modal dibanyak negara berkembang masih belum sepenuhnya tumbuh;
d. Kekurangan mengenai pembangunan ekonomi yang tengah dijalankan menyebabkan
para penanam modal dari negara maju tidak mengetahui kesempatan-kesempatan yang
menguntungkan.
4) Motivasi Negara Donor
Tidak selamanya negara donor memberikan bantuan kepada negara berkembang ataupun
negara miskin berdasarkan atas dasar kemanusian ataupun tanggung jawab moral dari
penduduk kaya terhadap penduduk miskin. Tetapi bisa saja negara donor termotivasi untuk
memberikan modal ataupun hutang kepada negara sedang berkembang ataupun negara miskin
atas dasar kepentingan ekonomi, bahkan strategi politik.
Hal ini dikarenakan negara donor melihat potensi dari kerja sama yang akan terjalin antara
kedua negara. Dengan demikian, negara donor tidak akan merasakan kerugian atas pemberian
modal kepada negara yang bersangkutan. Selain itu, mereka juga akan memiliki pengaruh
dalam proses politik negara tersebut karena mereka tidak ingin dirugikan akibat dari
keputusan-keputusan politik di negara yang bersangkutan. Itulah kenapa sebelum memberikan
modal kepada negara bersangkutan, negara donor akan menawarkan nota-nota kesepakatan dari
pemberian modal tersebut.

3. Sumber Pinjaman Dalam Negeri

Utang internal atau hutang dalam negeri adalah bagian dari total hutang pemerintah di
negara yang berhutang kepada pemberi pinjaman di dalam negeri. Pelengkap hutang
internal adalah utang luar negeri. Bank komersial, lembaga keuangan lainnya dan lain -lain
merupakan sumber dana untuk hutang internal

Utang publik internal yang terhutang oleh pemerintah (uang yang dipinjam pemerintah
dari warganya) adalah bagian dari hutang nasional negara tersebut. Ini adalah bentuk
penciptaan uang secara fiat, di mana pemerintah memperoleh keuangan bukan dengan
menciptakannya secara de novo, tapi dengan meminjamnya. Uang yang tercipta berupa
surat berharga treasury atau surat berharga yang dipinjam dari bank sentral. Adapun sumber
hutang dalam negeri sebagai berikut :

1. Individu dalam masyarakat,


Pemberian pinjaman oleh para individu dengan cara mereka membeli obligasi negara. mi
dapat mempengaruhi pola konsumsi dan pola tabungan para individu yang bersangkutan.
Pada umumnya orang tidak akan mengurangi konsumsi sekedar untuk membeli obligasi
negara, tetapi mereka akan mengurangi tabungan mereka un tuk niembeli obligasi.
Sesungguhnya ada beberapa alternatif penggunaan dana tabungan yaitu dana ini dapat
dipakai untuk perluasan usaha, atau disimpan dalam bentuk uang kas yang menganggur
untuk keperluan spekulasi. Alternatif-alternatif ini tidak dipilih karena obligasi
memberikan hasil atau pendapatan lebih tinggi dalam bentuk bunga daripada alternatif -
alternatif lain tersebut. Satu alternatif lain lagi ialah pembelian surat berharga bukan
obligasi negara. Pembelian obligasi negara akan menekan harga surat berharga yang lain
seperti surat-surat saham dan ini akan meningkatkan tingkat hunga sehingga menekan
keinginan mengadakan investasi dan menghambat ekspansi perusahaan.
2.Sektor perusahaan dan
Pemerintah dapat pula menjual surat obligasi negara kepada perusahaan asuransi dan
sebagainya yang bukan bank. Pembelian obligasi oleh perusahaan jenis ini dilakukan
dengan menggunakan dana yang mengganggur yang seharusnya dapat pula dipakai untuk
membeli surat-surat saham dan lain sebagainya. Sebagai akibat dan pembelian obligasi itu,
maka kemungkinan perluasan usaha perusahaan-perusahaan yang ingin menjual saham jadi
terhambat karena kekurangan dana. Hal mi hanya dapat terjadi bila obligasi negara itu
benar-benar menarik dengan memberikan hasil yang tinggi dibanding dengan tingkat
deviden yang diperoleh sehagai hasil memegang saham.
3. Bank Umum
Bank umum karena kemampuannya memberikan kredit berbeda dengan lembaga
keuangan lain maka mi dapat menciptakan tenaga beli baru dengan mendasarkan pada
deking (reserve) yang di punyai. Bank Sentral memberikan pedoman bahwa untuk memburi
kan kredit, bank umum harus punya deking misalnya sctinggi 20% (reserve
requirement 20%).
Dengan pembelian obligasi negara berarti bank umum mempunyai tambahan deking
sehingga dengan reserve requirement setinggi 20%, maka dapat diciptakan uang giral
sebanyak lima kali lipat. Jadi cara ini tidak mempunyai sifat menurunkan pendapatan
nasional.
4. Bank Sentral.
Pemerintah dapat menjual obligasi kepada Bank Sentral. Tindakan ini juga menciptakan
tenaga beli seperti halnya bila pemerintah menjual obligasi kepada Bank umum. Bank
Sentral membuka rekening pemerintah dan seolah-olah pemerintah mempunyai simpanan
di Bank Sentral. Kalau kemudian pemerintah mengambil uang dan Bank dan melakukan
pembayaran kepada individu-individu dalam masyarakat dan bila para individu menyimpan
dana itu di Bank umum, maka ini akan merupakan deking bagi Bank umum sehingga Bank
umum dapat menciptakan kredit yang akhirnya berbentuk uang giral. Jadi pinjaman
pemerintah dan Bank Sentral tidak akan bersifat menekan tingkat pendapatan nasional
A.Pembangunan Ekonomi dan Pinjaman luar Negeri
a) Pendahuluan
Pinjaman Negara dalam pembangunan ekonomi semakin meningkat apabila penerimaan
Negara yang berasal dari sumber-sumber lain terlalu kecil untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran atau karena terlalu kecilnya dana tabungan yang tersedia untuk investasi. Bagi
Negara-negara sedang berkembang yang ingin mempercepat laju pertumbuhan ekonominya
yang kemudian dapat menyamai tingkat hidup di Negara-negara yang sudah maju, investasi
dalam jumlah yang cukup besar perlu di jalankan, sehingga hasilnya tidak akan hanya diserap
oleh pertambahan penduduk saja.
Kalau suatu Negara mempunyai pinjaman, maka pengelolaan dari pinjaman Negara itu
sangat penting demi kestabilan dan pertumbuhan dari pendapatan nasional. Adapun peranan
pinjaman Negara dalam pembangunan ekonomi semakin meningkat apabila penerimaan
Negara yang berasal dari sumber-sumber lain terlalu kecil untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran atau karena terlalu kecilnya dana tabungan yang tersedia untuk investasi.
Tabungan di Negara-negara yang sedang berkembang rendah karena adanya lingkaran setan
yang tak berujung pangkal (vicius circle) di Negara-negara tersebut bahwa Negara-negara itu
miskin karena miskin. Dengan rendahnya dana tabungan yang ada dalam masyarakat maka
pembangunan tak dapat dipercayakan kepada kemampuan swasta sehingga pemerintah
terpakasa lebih aktif dalam mengusahakan berhasilnya pembanguna ekonomi di Negara-negara
tersebut. Pemerintah-pemerintah di Negara sedang berkembang sangat aktif dalam usaha
mengejar ketinggalannya terhadap Negara-negara maju.
Oleh karena itu kegiatan-kegiatan pemerintah semakin meningkat dengan berbagai program
dan proyek pembangunan sehingga jelas bahwa pengeluaran-pegeluarannya juga meningkat.

b) Pertimbangan Hutang Luar Negeri Terhadap Pembangunan Ekonomi

1. Pinjaman Luar Negeri Sebagai Sumber Kapital


Di Negara-negara sedang berkembang, kemungkinan bagi akumulasi capital terbatas karena
di samping rendahnya produktivitas juga karena tingginya tingkat konsumsi baik untuk sector
swasta maupun sector pemerintah yang di sebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan
adanya efek pamer (international demonstration effects). Untuk dapat melaksanakan
pembangunan ekonomi denagn baik dan karrena tersedianya barang-barang dan jasa di dalam
negeri, mak diperlukan impor baik yang berupa impor bahan dasar maupun barang-barang
capital termasuk pengetahuan teknik dan ahli-ahlinya. Agar supaya dapat memgimpor barang-
barang tersebut, Negara-negara sedang berkembang harus memiliki devisa yang cukkup
banyak dan untuk memdapatkan devisa itu, langkah pertama ynag harus di tempuh ialah
meningkatkan kemampuan ekspor, dan cara yan g lain ialah mendapatkan bantuan luar negeri.
Akan tetapi ekspor Negara-negara sedang berkembang sebagian besar berup produksi primer,
sehingga penerimaan devisa dari hasil ekspor terlalu rendah disbanding dengan kebutuhan-
kebutuhan impornya.
alasan mengapa barang-barang primer memberikan penerimaan devisa yang rendah adalah
karena :
a. Rendahnya Elastisitas Permintaan
b. Ketidakstabilan Harga
c. Memburuknya Nilai Tukar
d. Penggunaan barang-barang Sintetis dan Barang-barang Substitusi
e. Tariff dan Kuota

2. Pemilihan Antara Pinjaman dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri


Kegagalan dari tabungan dalam negeri guna menghadapi kebutuhan investasi, sserta
kegagalan penerimaan Negara dari sumber di dalam negeri dalam melayani pengeluaran
Negara, menyebabkan peranan pinjaman Negara menjadi meningkat. Pinjaman Negara ini
seperti telah di katakan dapat berupa pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Apabila perbedaannya hanya karena perbedaan sumber atau asal bantuan, maka tidak akan
sulit untuk melakukan pemilihan di antara mereka. Bagi Negara-negara yang kaya tingkat
tabungan di Negara itu biasanya sudah tingkat tinggi, tetapi mungkin penerimaan pemerintah
relatif rendah dan tidak cukup untuk menutup pengeluarannya. Hal ini menunjukan bahwa
masih ada masalah pemilihan mana yang lebih baik untuk ditempuh untuk membiayai
pengeluarannya apakah pinjaman dari luar negeri ataukah pinjam dari dalam negeri.
Pemilihan tersebut memerlukan beberapa pertimbangan berhubungan dengan sifat-sifat
pinjaman itu seperti yang pernah di sebutkan di depan.
a. Pada Masa Penerimaan Pinjaman
b. Pada Masa Pembayaran Kembali Pinjaman
c. Kapasitas Meningkatkan Pendapatan Nasional
d. Tersedianya Dana dari Pinjaman dalam Negeri

3. Pinjaman Luar Negeri Dan Inflasi


Indonesia jelas termasuk dalam Negara-negara yang sedang berkembang dan rrencana
pembangunan ekonomi Indonesia selalu dideking oleh pinjaman-pinjaman luar negeri oleh
karena kurangnya dana capital di negeri tersebut. Aspek utama pinjaman luar negeri di setiap
Negara adalah sama, tetapi cirri-ciri dari perekonomian Indonesia pada masa-masa sebelum
tahun 1968 adalah inflasi yang cepat yaitu “hyper inflation” dan bahkan “sky-rocketing
inflation”, sehingga akibat dari pinjaman-pinjaman luar negeri itu berbeda dengan di Negara-
negara lain.
Pinjaman luar negeri berdasarkan pengalaman Indonesia dapat di gunakan untuk
membendung inflasi melalui penggunaannya untuk mengimpor barang-barang baik barang
konsumsi maupun alat-alat capital, sehingga harga-harga akan tetap kalau tidak bahkan
menurun. Hal ini disebabkan karena sifat inflasi di satu pihak adalah adanya kebanjiran tenaga
beli sebagai akibat dari besarnya pengeluaran pemerintah yang mencerminkan dalam deficit
anggaran belanja dan di lain pihak adanya kekurangan barang-barang dan dari jasa-jasa.
Memang kalau sebagian dari pinjaman luar negeri itu dipergunakan untuk mengimpor barang-
barang modal, ini akan meningkatkan pendapatan nasional, melalui akibat pengganda dari
pengeluaran pemerintah maupun investasi nasional. Tetapi sayangnya peningkatan dalam
pendapatan nasioal itu tidak bersifat permanen dan segera akan berakhir, sedangkan pinjaman
beserta dengan akibat-akibatnya akan tetap ada untuk jangka yang lama. Hal itulah yang
merupakan sumber dari timbulnya masalah pinjaman. Terutama dalam masa inflasi, meskipun
terdapat keuntungan yang besar dalam masa inflasi itu, tetapi akan ada suatu perbedaan harga
antara harga barang-barang dalam negeri dan barang-barang impor dan biasanya barang-barang
impor memiliki kualitas yang lebih baik dan harga-harga yang relatif lebih murah daripada
barang-barang hasil produksi dalam negeri. Akibatnya ialah kenaikan-kenaikan dalam
pendapatan nasional akan digunakan untuk mengimpor barang-barang tersebut (terutama
barang-barang konsumsi) dan tidak akan ada yang ditabung, karena nilai mata uang itu selalu
menurun. Dengan demikian pinjaman luar negeri hanya sekedar menciptakan beban baru, bagi
Negara yang mengalami inflasi tersebut, setelah menolong untuk sementar
4. Kapasitas Untuk Membiayai Pinjaman Luar Negeri
Pinjaman luar negeri memiliki atau menghadapi beberapa rintangan atau pembatasan.
Batasan umum adalah mengenai kapasitas Negara pinjaman tersebut untuk membayar kembali
pinjaman dan bunganya di masa yang akan dating. Di Negara sedang berkembang, oleh karena
lambannya pertumbuhan ekspor hasil-hasil produksi primer, penerimaan devisa dari hasil
ekspor itu dipergunakan untuk mengimpor barang-barang yang perlu bagi pembangunan
ekonominya dan hanya jumlah tertentu yang dipakai untuk membayar kembali pinjaman dan
bunganya.
Sebenarnya pelunasan pinjaman luar negeri itu dapat dicapai melalui penarikan pajak, tetapi
karena rendahnya tingkat pendapatan di Negara-negara sedang berkembang termasuk
Indonesia, maka untuk membayar pinjaman dalam bentuk bunga dan cicilan pokok pinjaman
dengan penerimaan dari pajak saja sangat tidak cukup karena untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran rutin Negara saja kadang-kadang tidak cukup pula. Oleh seba itu maka Indonesia
mengundur pembayaran utangnya.
5. Meringankan Beban Pinjaman
Beberapa tindakan telah diambil untuk meringankan beban pinjaman ini di antaranya
melalui harus konsorsiuim bantuan (aid consortia). Sebagai missal pinjaman Pakistan sebesar
$990 juta ditentukan kembali saat pengembaliannya (reschedule), India menerima $1,25 miliar
peringanan pinjaman antara 1968 dan 1976 dari konsorsium bantuan (aid consortia) terutama
untuk memperbaiki kualitas pada saat pembayaran “debt service” yang membatasi India untuk
mencapai sumber-sumber devisa luar negeri. Biasanya peringanan beban pinjaman ini
diperpanjang untuk periode 12 sampai 18 bulan dengan syarat Negara debitur harus
menterapkan program stabilisasi yang disetujui oleh dana moneter internasional IMF
(Internasional Monetary Fund).
c) Tepatkah, Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur dengan Utang Luar Negeri?
Pembangunan infrastruktur seharusnya merupakan salah satu prioritas utama pemerintah dalam
pembangunan. Namun faktanya pembangunan infrastruktur sering kali terhambat, hal ini diakibatkan
kurangnya kesiapan dalam proyek pembangunan infrastruktur salah satunya adalah kurang siapnya
rencana pembiayaan program pembangunan infrastruktur. Hal ini disebabkan sulitnya anggaran untuk
pembangunan infrasruktur. Pada dasarnya sumber pembiayaan pembangunan ada dua macam yaitu
secara konvensional dan non konvensional. Sumber pembiayaan konvensional merupakan sumber-
sumber pembiayaan yang diperoleh dari pemerintah (pembiayaan publik), yang dituangkan dari APBN
atau APBD yang terdiri dari Rencana Pendapatan dan Rencana Belanja, sedangkan pembiayaan non
konvensional dapat berasal dari pemerintah (publik), swasta termasuk di dalalmnya masyarakat
(private), dan pemerintah-swasta (publik-private)

Dalam pembangunan infrastruktur dibutuhkan dana yang cukup besar, proyeksi jumlah anggaran
yang dibutuhkan untuk membangun berbagai proyek infrastruktur di Indonesia pada tahun 2019
mencapai Rp 4.900 triliun. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, pembangunan
infrastruktur mustahil untuk dibangun melalui APBN, oleh karena itu dibutuhkan campur tangan pihak
swasta agar program pembangunan infrastruktur dapat dilakukan. Selain itu upaya pemerintah untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur Indonesia pemerintah rela menambah utang luar negeri senilai
US$150 juta atau sekitar Rp 2 triliun (estimasi kurs 13.500 per dolar AS). Pinjaman luar negeri tersebut
mempunyai skema multilateral yang nantinya dananya digunakan untuk mempersiapkan berbagai hal
tekait proyek infrastruktur.

Upaya percepatan pembangunan infrastruktur malalui utang luar negeri memberi dampak baik dan
buruk bagi perekonomian Indonesia. Utang luar negeri merupakan sarana yang baik untuk
meningkatkan roda perekonomian nasional, karena dengna utang luar negeri yang stabil dan sehat maka
roda perekonomian akan berjalan dengan baik. Namun, jika utang luar negeri tidak terkendali maka
akan membawa dampak yang baik dengan stabilitas perekonomian nasional kedepannya. Utang luar
negeri seharusnya digunakan untuk pembiayaan kegiatan yang produktif seperti digunakan untuk
menutupi kekurangan anggaran APBN dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Direktur
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Robert Pakpahan berpendapat
bahwa “sesungguhnya utang diperlukan untuk menigktakan belanja, mendukung pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat”

Utang luar negeri merupakan suatu masalah serius pemerintah, karena jika suatu negara memiliki
utang luar negeri maka akan muncul masalah terkait beban utang yaitu pembayaran pokok dan bunga
utang luar negeri. Meskipun pembangunan infrastruktur merupakan salah satu pendongkrak
perekonomian, namun bisa saja pembangunan infrastruktur tidak menjamin perbaikan perekonomian
negara, apalagi jika sumber dana didapatkan dari utang luar negeri. Dalam hal ini ditakutkan jika
ternyata salah perhitungan, maka pembangunan infrastruktur akan menjadi beban negara, biasanya
kalau negara terancam gagal bayar utang, maka solusinya akan mencari utang baru untuk digunakan
mencicil utang lamanya.
Oleh karena itu perlu adanya pertimbangan dan kajian lebih dalam menentukan sumber-sumber
pembiayaan, pada kasus pembangunan infrastruktur prinsip BOT merupakan yang paling tepat, karena
dalam pembangunan proyek tersebut terjadi kerja sama antara swasta dengan pemerintah, dengan
pembiayaan proyek pada awalnya dibiayai oleh swasta yang selanjutnya kendali akan dipegang oleh
pihak swasta dan setelah utang lunas maka kendali akan kembali ke pemerintah
BAB III
KESIMPULAN

Di dalam mencari pinjaman luar negeri, suatu Negara hendaknya bersikap hati-hati yaitu mencari
pinjaman dengan syarat-syarat yang termurah secara relative dalam perbandingannya dengan hasil produksi
yang dapat diciptakan dari pinjaman tersebut. Dalam jangka pendek kapasitas memikul bebab utang itu
sangat dipengaruhi oleh fluktuasi dalam perdagangan internasional dan dalam jangka panjang adalah sulit
untuk menentukan karena tergantung pada berhasilnya pembangunan ekonomi
Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia secara berangsur-angsur harus membayar utang
yang telah diatur sedemikian jauh. Pinjaman-pinjaman baru hendaknya dalam jangka yang cukup pendek
dapat memberikan hasil yang dapat menunjang pembayaran utang-utang yang telah ditunda itu. Syarat-
syarat seperti itu merupakan batasan yang kaku untuk menggunakan pinjaman luar negeri. Ini berate bahwa
cara yang paling meguntungkan pada saat itu untuk memperbaiki ekonomi Indonesia adalah melalui
penarikan modal asing untuk ditanam di Indonesia. Akhirnya pinjaman luar negeri hendaknya digunakan
hanya pada bidang-bidang kegiatan yang jelas-jelas tidak menarik bagi investor swasta asing.

Вам также может понравиться