Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
2
7. Regio iliaka kanan
8. Regio hipogastrika
9. Regio iliaka kiri
Bagian abdomen juga dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan posisi dari
satu garis horizontal dan 1 garis vertikal yang membagi daerah abdomen.
3
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang
abnormal. Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab neoplasia antara lain
meliputi genetik, bahan kimiawi, fisik, gaya hidup. Perbedaan sifat sel tumor
tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi dalam
pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan
metastasis.2,3
A. Genetik
Salah satu pendapat yang dipegang luas adalah bahwa kanker adalah
penyakit genetik yang timbul dari akumulasi perubahan genom yang
mengarah pada pemilihan sel dengan perilaku semakin agresif.
Perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan fungsi onkogen atau
hilangnya fungsi gen supresor tumor. Perubahan gen yang didapat ini
disebut mutasi somatik untuk membedakannya dari mutasi germline
yang diwarisi dari orang tua dan ditransmisikan ke keturunannya.
Mutasi somatik pada genom sel kanker telah terakumulasi sepanjang
4
masa pasien. DNA pada sel normal terus menerus rusak oleh mutagen
internal dan eksternal. Sebagian besar kerusakan ini diperbaiki namun
sebagian kecil mungkin tetap sebagai mutasi tetap. Tingkat mutasi
meningkat dengan adanya eksposur mutagenik eksogen yang luar biasa,
seperti karsinogen tembakau atau berbagai bentuk radiasi, termasuk
sinar ultraviolet.3
B. Bahan kimiawi
Pada tahun 1761, John Hill mencatat hubungan antara kanker hidung
dan penggunaan tembakau tembakau secara berlebihan. Saat ini, sekitar
60% sampai 90% kanker diperkirakan disebabkan oleh faktor
lingkungan. Setiap agen yang dapat berkontribusi pada pembentukan
tumor disebut sebagai karsinogen dan dapat menjadi agen kimia, fisik,
atau virus. Bahan kimia dikelompokkan menjadi tiga kelompok
berdasarkan bagaimana mereka berkontribusi terhadap pembentukan
tumor. Kelompok pertama zat kimia, genotoksin, dapat memulai
karsinogenesis dengan menyebabkan mutasi. Kelompok kedua,
cocarcinogen, yang sebenarnya tidak dapat menyebabkan kanker namun
mempotensiasi karsinogenesis dengan meningkatkan potensi genotoxin.
Kelompok ketiga, promotor tumor, meningkatkan pembentukan tumor
setelah terpapar genotoxins.3
5
Benzopire suatu pencemar lingkungan yang terdapat di mana saja,
berasal dari pembakaran tak sempurna pada mesin mobil dan atau mesin
lain (jelaga dan ter) dan terkenal sebagai suatu karsinogen bagi hewan
maupun manusia. Berbagai karsinogen lain antara lain nikel arsen,
aflatoksin, vinilklorida. Salah satu jenis benzopire, yakni, hidrokarbon
aromatik polisiklik (PAH), yang banyak ditemukan di dalam makanan
yang dibakar menggunakan arang menimbulkan kerusakan DNA
sehingga menyebabkan neoplasia usus, payudara atau prostat.3
C. Bahan fisik
Karsinogenesis fisik dapat terjadi melalui induksi inflamasi dan
proliferasi sel selama periode waktu atau melalui paparan agen fisik
yang menginduksi kerusakan DNA. Benda asing dapat menyebabkan
iritasi kronis yang dapat mengekspos sel menjadi karsinogenesis karena
zat lingkungan lainnya. Pada model hewan, misalnya, implantasi
subkutan dari benda asing dapat menyebabkan perkembangan tumor
yang disebabkan oleh iritasi kronis dari benda asing. Pada manusia,
skenario klinis yang terkait dengan iritasi dan pembengkakan kronis
seperti luka nonhealing kronis, luka bakar, dan sindrom radang usus
besar semuanya dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker. Infeksi H.
pylori berhubungan dengan gastritis dan kanker lambung, dengan
demikian, karsinogenisitasnya dapat dianggap sebagai karsinogenesis
fisik.3
D. Virus
Saat ini, beberapa virus manusia diketahui memiliki sifat onkogenik,
dan beberapa diantaranya terkait secara kausal dengan kanker manusia.
Diperkirakan bahwa 15% dari semua tumor manusia di seluruh dunia
disebabkan oleh virus. Virus dapat menyebabkan atau meningkatkan
risiko keganasan melalui beberapa mekanisme, termasuk transformasi
langsung, ekspresi onkogen yang mengganggu perbaikan DNA, ekspresi
sitokinin atau faktor pertumbuhan lainnya, dan perubahan sistem
6
kekebalan tubuh. kebanyakan pasien yang terinfeksi virus onkogenik
tidak mengembangkan kanker. Saat kanker berkembang, biasanya
terjadi beberapa tahun setelah infeksi virus. Diperkirakan, misalnya,
bahwa risiko karsinoma hepatoselular (HCC) di antara individu yang
terinfeksi virus hepatitis C adalah 1% sampai 3% setelah 30 tahun.
Mungkin ada sinergi antara berbagai faktor lingkungan dan virus dalam
karsinogenesis. Pengenalan asal virus untuk beberapa tumor telah
menyebabkan pengejaran vaksinasi sebagai strategi pencegahan.
Penggunaan vaksinasi hepatitis B masa kanak-kanak telah
diterjemahkan ke dalam penurunan kejadian kanker hati.3
E. Gaya hidup
Mekanisme penyebab kanker akibat minuman beralkohol tidak
diketahui. Etanol belum ditetapkan sebagai karsinogenik pada hewan
percobaan. Senyawa ini tampaknya tidak bereaksi dengan DNA dalam
jaringan mamalia. Diantara hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan
peningkatan risiko kanker adalah (i) efek karsinogenik bahan kimia
selain etanol yang ada dalam minuman beralkohol (seperti N-
nitrosamin); (Ii) tindakan pelarut yang memfasilitasi penyerapan
karsinogen lainnya (misalnya asap rokok); (Iii) peran karsinogenik
untuk asetaldehid, metabolit etanol utama (Gambar 2.12). Hipotesis
terakhir ini didukung oleh bukti bahwa asetaldehida bersifat
karsinogenik pada hewan percobaan.3
Rokok tembakau diketahui menjadi penyebab kematian terkait kanker di
seluruh dunia. Merokok paling umum menyebabkan kanker paru-paru.
Bagi seorang perokok risiko ditentukan oleh dosis karsinogen, durasi
dan intensitas pemaparan. Risikonya juga sebanding dengan durasi
merokok. Makanya, tingkat kematian tahunan akibat kanker paru-paru
di kalangan usia 55-64 tahun yang merokok 21-39 batang sehari sekitar
tiga kali lebih tinggi bagi mereka yang mulai merokok pada usia 15
tahun dibandingkan dengan mereka yang memulai pada usia 25 tahun.3
7
KLASIFIKASI4
Dewasa :
- Tumor hepar
- Tumor limpa / lien
- Tumor lambung / usus halus
- Tumor colon
- Tumor ginjal (hipernefroma)
- Tumor pankreas
Anak-anak :
GEJALA KLINIS
Tumor intra abdomen pada umumnya tidak menimbulkan gejala yang jelas.
Terutama pada stadium awal. Kanker dini sering kali tidak memberikan keluhan
spesifik atau menunjukan tanda selama beberapa tahun. Umumnya penderita
merasa sehat, tidak nyeri dan tidak terganggu dalam melakukan pekerjaan sehari-
hari. Pemeriksaan darah atau pemeriksaan penunjang umumnya juga tidak
menunjukkan kelainan. Jika massa berkembang dan meluas, penderita dapat
mengeluh adanya benjolan, nyeri, diare, berat badan turun, mual, muntah dan
masalah pencernaan yang lain. Keganasan dapat menyebabkan demam, fatigue
dan darah pada feses. Gejala-gejala lain yang timbul sesuai dengan lokasi tumor.
Sebagai contoh tumor hepar dapat menyebabkan jaundice, tumor vesica urinaria
menyebabkan gangguan miksi dan tumor ginjal menyebabkan tekanan darah
tinggi3,4
8
Tumor abdomen merupakan salah satu tumor yang sangat sulit untuk
dideteksi. Berbeda dengan jenis tumor lainnya yang mudah diraba ketika mulai
mendesak jaringan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena sifat rongga tumor
abdomen yang longgar dan sangat fleksibel. Tumor abdomen bila telah terdeteksi
harus mendapat penanganan khusus. Bahkan, bila perlu dilakukan pemantauan
disertai dukungan pemeriksaan secara intensif. Bila demikian, pengangkatan dapat
dilakukan sedini mungkin.
9
PEMERIKSAAN KLINIS
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Endoskopi (sebuah penelitian dimana sebuah pipa elastis digunakan untuk
melihat bagian dalam pada saluran pencernaan) adalah prosedur diagnosa terbaik.
Hal yang memudahkan seorang dokter untuk melihat langsung dalam perut, untuk
memeriksa helicobacter pylori, dan untuk mengambil contoh jaringan untuk
diteliti di bawah sebuah mikroskop (biopsi). Sinar X barium jarang digunakan
karena hal tersebut jarang mengungkapkan kanker tahap awal dan tidak
dianjurkan untuk biopsi. Jika kanker ditemukan, orang biasanya menggunakan
computed tomography (CT) scan pada dada dan perut untuk memastikan
penyebarannya yang mana tumor tersebut telah menyebar ke organ-organ lainnya.
Jika CT scan tidak bisa menunjukkan penyebaran tumor. Dokter biasanya
melakukan endoskopi ultrasonic (yang memperlihatkan lapisan saluran
10
pencernaan lebih jelas karena pemeriksaan diletakkan pada ujung endoskopi)
untuk memastikan kedalaman tumor tersebut dan pengaruh pada sekitar getah
bening.
Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis tumor ganas (radiodiagnosis) banyak jenisnya mulai dari yang
konvensional sampai dengan yang canggih, dan untuk efisiensi harus dipilih
sesuai dengan kasus yang dihadapi. Pada tumor ganas yang letaknya profunda dari
bagian tubuh atau organ, pemeriksaan imaging diperlukan untuk tuntunan
(guiding) pengambilan sample patologi anatomi, baik itu dengan cara fine needle
aspiration biopsi (FNAB) atau biopsy lainnya. Selain untuk membantu
menegakkan diagnosis, pemeriksaan imaging juga berperan dalam menentukan
staging dari tumor ganas. Beberapa pemeriksaan imaging tersebut antara lain:
- Radiografi polos atau radiografi tanpa kontras, contoh: X-foto tengkorak, leher,
toraks, abdomen, tulang, mammografi, dll.
- Radiografi dengan kontras, contoh: Foto Upper Gr, bronkografi, Colon in loop,
kistografi, dll.
- USG (Ultrasonografi), yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara.
Contoh: USG abdomen, USG urologi, mammosografi, dll.
- CT-scan (Computerized Tomography Scanning), contoh: Scan kepala, thoraks,
abdomen, whole body scan, dll.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging). Merupakan alat scanning yang masih
tergolong baru dan pada umumnya hanya berada di rumah sakit besar. Hasilnya
dikatakan lebih baik dari CT.
- Scinfigrafi atau sidikan Radioisotop. Alat ini merupakan salah satu alat scanning
dengan menggunakan isotop radioaktif, seperti: Iodium, Technetium, dll. Contoh:
scinfigrafitiroid, tulang, otak, dll.
- RIA (Radio Immuno Assay), untuk mengetahui petanda tumor (tumor marker).
GAMBARAN RADIOLOGI5,6
1. Tumor Hepar
Ada 2 macam gambaran hepatoma yaitu bentuk nodular yang gambaran
nodul tumor jelas atau bentuk difuse. Hepatoma bentuk difuse ditandai dengan
11
echo pattern yang sangat kasar dan mengelompok dengan batas tidak teratur dan
bagian sentralnya lebih echogenik. Pembuluh darah disekitarnya sering distorted.
Seringkali para ultrasonografer yang tidak berpengalaman membuat diagnosa
sirosis padahal diagnosa yang betul adalah sirosis dan hepatoma diffuse.
Gambaran hepatoma diffuse harus dibedakan dari gambaran focal fatty liver
dimana ada gambaran echopattern yang kasar tetapi fokal.
12
2. Tumor Limpa
Pada tumor primer pada limpa ditemukan gambaran bulging atau
penggelembungan tepi limpa dengan struktur eko parenkim yang tidak homogen.
Gambar 2.3 - Spiral CT scan dipotong 7 mm, dengan limpa sangat membesar (di
sebelah kanan pemirsa), menunjukkan massa tumor kurang radiodense dengan
limpa agak padat normal berdekatan.
- Lesi tipe I yaitu adanya elevasi dan penonjolan keluar lumen lebih dari 5 mm.
- Lesi tipe II yaitu adanya lesi superficial yang adanya elevasi (IIa), datar (IIb),
atau tertekan (IIc).
- Lesi tipe III stadium kanker awal adalah gambaran dangkal, ulkus ireguler
dikelilingi nodul-nodul, kumpulan lipatan-lipatan mukosa.
13
Kanker Lambung Stadium Lanjut
14
4. Tumor Ginjal
- pemeriksaan dengan IVP terlihat gambaran sistem kalixes yang tidak teratur
(tumor willms).
- bayangan masa dapat tidak homogen, tidak ada kalsifikasi, mengandung
banyak jaringan lunak (hipernefroma).
- massa di daerah ginjal, batas tidak jelas, menutupi bayangan musculus psoas
bagian atas (sarcoma ginjal).
Gambar 2.6 - CT scan bayi dengan massa ginjal yang besar (panah). Jaringan
ginjal normal adalah ditunjukkan di sebelah kanan tumor Wilms (panah kepala,
struktur berwarna putih).
6. Tumor Ureter
Terdapat gambaran filling defect pada daerah yang terdapat polip dengan atau
tanpa dilatasi proksimalnya.
15
Gambar 2.7 Gambaran filling defect (panah) di ureter adalah karakteristik dari
polip fibroepithelial.
7. Tumor Buli-buli
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian pada
vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film
kandung kemih pascamiksi. Jika urogram intravena menunjukkan adanya
obstruksi ureter, hal tersebut lebih menekankan pada keterlibatan otot – otot di
dekat orifisium ureter dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma yang
menekan ureter. CT atau MRI bermanfaat dalam penilaian praoperatif terhadap
penyebab intramural dan ekstramural, invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe,
dan deposit sekunder pada hati atau paru
16
Gambar 2.8 - Transisi Cell Carcinoma. Radiografi dari urogram ekskretoris
menunjukkan massa lobulated (panah) yang menyebabkan kelainan di dasar
kandung kemih
8. Tumor Pankreas
CT Scan dari multisection aksial pada pasien dengan kanker pankreas
menunjukkan penipisan massa rendah di kepala pankreas, berdekatan dengan vena
mesenterika superior.
17
9. Tumor kolon
Polip
Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak
di kolon dan rectum. Terdapat polip yang bertangkai dan tidak bertangkai.
Diantara polip kolon ada yang berpotensi ganas.
Polip juvenil terdapat pada anak berusia sekitar 5 tahun dan ditemukan
diseluruh kolon. Biasanya, tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat
ganas.4 Polip juvenil sering kali besar, vascular, dan mempunyai pedikel
panjang.3 Gejala klinis utamanya adalah perdarahan spontan dari rektum yang
kadang disertai lendir. Karena selalu bertangkai, polip dapat menonjol keluar dari
anus sewaktu defekasi. Karena bisa mengalami regresi spontan tidak diperlukan
terapi yang agresif.
18
Adenoma polip adalah polip neoplastik yang berkisar dari tumor kecil yang
sering bertangkai hingga lesi besar yang biasanya sessile. Semua lesi adenomatosa
terjadi akibat proliferasi dan displasi epitel, yang bersifat ringan sampai
sedemikan berat sehingga mencerminkan transformasi menjadi karsinoma. Polip
adenomatosa dibagi atas tiga subtipe sesuai dengan struktur epitelnya:
Gambaran klinis:
Poliposis Kolon
19
sama pada pria atau wanita. Polip yang tersebar pada seluruh kolon dan rectum ini
umumnya tidak bergejala. Kadang timbul rasa mulas atau diare disertai
perdarahan per ani. Biasanya sekum tidak terkena. Resiko keganasan nya 60% dan
sering multiple.
20
Teknik pencitraan modern memungkinkan deteksi noninvasive dan stadium
klinis. Enema barium konvensional mendeteksi besar tumor, sedangkan air-
contrast radiography meningkatkan visualisasi lesi. Sementara itu, perkembangan
endoskopi memiliki dampak besar pada diagnosis dan pengobatan. Kolonoskopi
memungkinkan pengamatan permukaan mukosa seluruh usus besar dengan biopsi
lesi yang teridentifikasi. Chromoendoscopy menggunakan pewarna untuk
memperbaiki visualisasi lesi dan pembesaran yang tidak menonjol. Endoskopi
terapeutik, termasuk polipektomi snare dan mukosektomi endoskopik, dapat
digunakan untuk menghilangkan neoplasma kolorektal, terutama adenoma, dan
karsinoma dengan invasi submukosa minimal. Neoplasma yang menonjol
biasanya dapat dihilangkan dengan polipektomi snare. Lesi superfisial (datar dan
tertekan) dan beberapa lesi menonjol dapat diangkat dengan reseksi mukosa
endoskopik.
Kanker kolon merupakan salah satu tumor ganas saluran cerna yang paling sering
ditemukan.
a. Epidemiologi
b. Etiologi
21
mengkonsumsi makanan tinggi serat. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet
rendah serat dan tinggi karbohidrat murni mengakibatkan perubahan flora fases
dan perubahan degradasi garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak,
sebagian zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan
pemekatan zat berpotensi karsinogenik ini menjadi fases yang bervolume lebih
kecil. Selain itu, masa transit fases meningkat. Akibatnya kontak zat berpotensi
karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
c. Klasifikasi
22
Karsinoma kolon dan rectum mulai berkembang di mukosa dan tumbuh
menembus dinding dan meluas secara sirkuler kearah oral dan aboral. Di daerah
rectum, penyebaran kearah anal jarang melebihi 2 cm. penyebaran
percontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya
ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke
kelenjar parailiaca, mesenterium, dan paraorta. Penyebaran hematogen terutama
ke hati. Penyebaran peritoneal menyebabkan peritonitis karsinomatosa dengan
atau tanpa asites. Penyebaran intralumen dapat terjadi, sehingga pada saat
didiagnosis terdapat 2 atau lebih tumor yang sama didalam kolon dan rektum.
d. Manifestasi klinis
Kanker kolon stadium dini tanpa gejala jelas, setelah penyakit progresi ke
tingkat tertentu baru muncul gejala klinis, terutama tampak dalam 5 aspek berikut:
(1) Tanda iritasi usus dan muncul perubahan kebiasaan defekasi: sering buang air
besar, diare atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare silih berganti,
tenesmus, anus turun tegang, sering terdapat nyari samar abdomen. Pasien lansia
bereaksi tumpul dan lamban, tidak peka nyeri, kadang kala setelah terjadi
perforasi tumor, peritonitis baru merasakan nyeri dan berobat.
23
(2) Hematokezia: tumor luka ulserasi berdarah, kadang kala merah segar atau
merah gelap, biasanya tidak banyak, intermiten. Jika posisi tumor agak tinggi,
darah dan fases bercampur menjadikan fases mirip selai. Kadang kala keluar
lender berdarah.
(3) Ileus: ileus merupakan tanda lajut kanker kolon. Ileus kolon sering
ditemukan. Kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplastik menginvasi ke sekitar
dinding usus membuat lumen usus menyempit hingga ileus, sering berupa ileus
mekanik nontotal kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perut,
lalu timbul sakit perut intermiten, obstipasi atau fases menjadi kecil (seperti pensil
atau kotoran kambing) bahkan tak dapat buang angin atau fases. Sedangkan ileus
akut umunya disebabkan karsinoma kolon tipe infiltratif. Tidak jarang terjadi
intususepsi dan ileus karena tumor pada pasien lansia, maka pada lansia dengan
intususepsi harus memikirkan kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut
maupun kronik, gejala muntah tidak menonjol, bila terdapat muntah, mungkin
usus kecil (khususnya proksimal) sudah terinvasi tumor.
(4) Massa abdominal, ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu di daerah
abdomen dapat diraba adanya massa, sering ditemukan pada kolon belahan kanan.
Pasien lansia umumnya mengurus, dinding abdomen relatif longgar, massa mudah
diraba. Pada awalnya massa bersifat mobile, setelah menginvasi menjadi
terfiksasi.
(5) Anemia, penurunan berat badan, demam dan gejala toksik lain. Karena
pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi tubuh, perdarahan kronis jangka
panjang menyebabkan anemia; infeksi sekunder tumor menyebabkan demam dan
gejala toksik.
e. Diagnosis
24
- Pemeriksaan Fisik
Tumor kecil pada tahap dini tidak dapat teraba pada palpasi perut, terabanya
tumor menandakan bahwa tumor sudah dalam tahap lanjut.
Rectal toucher:
- Tonus sfingter ani : kuat atau lemah
- Ampula rectum : kolaps, kembung atau terisi feses
- Mukosa : kasar, berenjol – benjol
- Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus dengan jari, mudah
berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis anorektal
sampai tumor
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboraturium : HB, HT, feses (benzidine test)
Biopsi jaringan :
Sebagai test konfirmasi adanya malignansi pada jaringan.
Pemeriksaan radiologik:
o Foto polos abdomen dengan Barium Enema
Foto polos abdomen merupakan langkah awal dalam mengevaluasi
komplikasi dari kanker kolon seperti obstruksi atau perforasi. Barium enema ini
digunakan sebagai salah skrining kanker kolon, namun belakangan ini terjadi
penurunan pemakaian dikarenakan nilai positif palsu yang tinggi.
o CT-scan
CT-scan digunakan sebagai skrining untuk karsinoma kolon dalam penentuan
stadium kanker dan mendeteksi seberapa jauh terjadinya metastasis kanker.
o Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukkan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rektum. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk
mementukan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratannya sebesar 94%.
25
Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsy, polipektomi, mengontrol
perdarahan dan dilatasi dari striktur.
Tumor Kolon
26
Gambar 2.13 – Kanker caecum. Massa polipoid mendesak lipatan iliocaecal
sehingga menyebabkan obstruksi.
f. Diagnosis Banding3
- Diverkulitis
Divertikulitis merupakan suatu keadaan pada kolon yang dicirikan sebagai
herniasi mukosa melalui tunika muskularis yang membentuk kantong seperti botol,
dan kantong tersebut mengalami suatu peradangan.
Gejala klinis pada pasien umumnya bersifat ringan seperti flatulen, diare atau
konstipasi intermiten, rasa tidak enak pada kuadran kiri bawah abdomen. Pada
27
divertikulitis akut atau kronik dapat menyebabkan perdarahan, perforasi, peritonitis,
abses, pembentukan fistula atau obstruksi usus akibat striktur.
- Kolitis ulseratif
Kolitis ulseratif merupakan menyakit radang kolon nonspesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti –
ganti. Gejala dan tanda paling sering diemukan adalah nyeri abdomen, diare dan
perdarahan rektum.
g. Penatalaksanaan3
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin yang melibatkan
beberapa spesialisasi/ subspesialisasi antara lain gastroenterologi, bedah digestif,
onkologi medik, dan radioterapi. Pilihan dan rekomendasi terapi tergantung pada
beberapa faktor, eperti stadium kanker, histopatologi, kemungkinan efek samping,
kondisi pasien dan preferensi pasien. Terapi bedah merupakan modalitas utama
untuk kanker stadium dini dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan pertama
pada kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Radioterapi merupakan salah satu
modalitas utama terapi kanker rektum. Saat ini, terapi biologis (targeted therapy)
dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat dan dapat diberikan dalam
berbagai situasi klinis, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan
modalitas terapi lainnya.
28
Penatalaksanaan kanker kolorektal dibedakan menjadi penatalaksanaan kanker kolon
Stadium Terapi
1. Terapi Endoskopi
Terapi endoskopik dilakukan untuk polip kolorektal, yaitu lesi mukosa
kolorektal yang menonjol ke dalam lumen. Polip merupakan istilah non-spesifik
yang makna klinisnya ditentukan dari hasil pemeriksaan histopatologi. Secara
histopatologi, polip dapat dibedakan menjadi polip neoplastik (adenoma dan
karsinoma) serta polip non-neoplastik. Secara morfologi, polip dapat berbentuk sesil
(dasar lebar) atau pedunkulata (bertangkai). Literatur juga menyebut adanya polip
datar (flat) atau depressed.
Metode yang digunakan untuk polipektomi tergantung pada ukuran, bentuk
dan tipe histolopatologinya. Polip dapat dibiopsi terlebih dahulu untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Biopsi polip umumnya dilakukan dengan mengambil 4-6
spesimen atau 8-10 spesimen untuk lesi yang lebih besar.
29
Panduan American College of Gastroenterology menyatakan bahwa:
Polip kecil harus dibuang secara utuh.
Jika jumlahnya banyak (lebih dari 20), harus dilakukan biopsi representatif.
Polip pendukulata besar biasanya mudah dibuang dengan hot snare.
Polip sesil besar mungkin membutuhkan piecemeal resectionatau injeksi
submukosal untuk menaikkan mukosa dari tunika muskularis propria agar dapat
dilakukan endoscopic mucosa resection (EMR).
2. Eksisi Lokal (Polipektomi Sederhana)
Eksisi lokal dilakukan baik untuk polip kolon maupun polip rektum.
Polipektomi endoskopik harus dilakukan apabila struktur morfologik polip
memungkinkan. Sebagian besar polip kolorektal dapat diterapi dengan polipektomi
endoskopik, baik dengan biopsy forceps maupun snare polypectomy. Hampir semua
polip bertangkai dan sebagian polip sesil dapat dibuang dengan electrocautery snare.
Kontraindikasi relatif polipektomi kolonoskopik antara lain adalah pasien yang
mendapat terapi antikoagulan, memiliki kecenderungan perdarahan (bleeding
diathesis), kolitis akut, dan secara klinis terdapat bukti yang mengarah pada
keganasan invasif, seperti ulserasi sentral, lesi keras dan terfiksasi, nekrosis, atau esi
tidak dapat dinaikkan dengan injeksi submukosal. Gambaran histopatologis yang
kurang baik meliputi: adenokarsinoma musinosum, signet ring cell carcinoma, invasi
ke kelenjar getah bening dan vena, derajat diferensiasi 3, invasi menembus lapisan
submukosa dinding usus, atau keterlibatan margin eksisi.
3. Terapi Bedah
A. Kolektomi dan reseksi KGB regional en-Bloc
Teknik ini diindikasikan untuk kanker kolon yang masih dapat direseksi
(resectable) dan tidak ada metastasis jauh. Luas kolektomi sesuai lokasi tumor, jalan
arteri yang berisi kelenjar getah bening, serta kelenjar lainnya yang berasal dari
pembuluh darah yang ke arah tumor dengan batas sayatan yang bebas tumor (R0).
Bila ada kelenjar getah bening yang mencurigakan diluar jalan vena yang terlibat
sebaiknya direseksi. Reseksi harus lengkap untuk mencegah adanya KGB positif
yang tertinggal (incomplete resection R1 dan R2).
30
Reseksi KGB harus mengikuti kaidah-kaidah sebagai berikut:
KGB di area asal pembuluh harus diidentifikai untuk pemeriksaan patologis.
KGH yang positif secara klinis di luar lapangan reseksi yang dianggap
mencurigakan, harus dibiopsi atau diangkat
KGB positif yang tertinggal menunjukkan reseksi inkomplit (R2)
Minimal ada 12 KGB yang harus diperiksa untuk menegakkan stadium N.
31
C. Tindakan bedah untuk kanker metastatik
1. Tumor primer resektabel dan metastasis resektabel
Pada KKR stadium 4 dengan metastasis hati dan atau paru, reseksi merupakan
pilihan yang terbaik dengan catatan tumor primer masih dapat direseksi. Tiga
paradigma pada terapi kanker kolorektal dengan metastasis hati adalah: klasik yaitu
kanker kolorektal dahulu, bersamaan yaitu kanker kolorektal dan metastasis hati
secara bersamaan, atau pendekatan terbalik yaitu pengangkatan tumor metastasis
hepar terlebih dahulu. Keputusan dibuat berdasarkan di tempat manakah yang lebih
dominan secara onkologikal dan simtomatis.
2. Tumor primer resektabel dan metastasis tidak resektabel
Pada keadaan seperti ini, dapat dilakukan reseksi tumor primer dilanjutkan
dengan kemoterapi untuk metastasisnya.
3. Tumor primer tidak resektabel, metasatasis tidak resektabel
Kombinasi kemoterapi dan pembedahan atau radiasi paliatif merupakan
penanganan standar untuk pasien dengan KKR metastasis. Pada kasus dengan
penyakit metastasis yang tidak resektabel maka terapi pilihannya adalah kemoterapi
sistemik. Untuk penyakit yang sudah jelas tidak dapat dioperasi, intervensi seperti
stenting atau laser ablation dapat dijadikan pilihan terapi paliatif yang berguna. In
situ ablation untuk metastasis hati yang tidak bisa direseksi juga memungkinkan,
tetapi keuntungannya belum jelas.
a. Terapi Sistemik
Kemoterapi untuk kanker kolorektal dilakukan dengan berbagai
pertimbangan, antara lain adalah stadium penyakit, risiko kekambuhan dan
performance status. Berdasarkan pertimbangan tersebut kemoterapi pada kanker
kolorektal dapat dilakukan sebagai terapi ajuvan, neoaduvan atau paliatif. Terapi
ajuvan direkomendasikan untuk KKR stadium III dan stadium II yang memiliki
risiko tinggi. Yang termasuk risiko tinggi adalah: jumlah KGB yang terambil <12
buah, tumor berdiferensiasi buruk, invasi vaskular atau limfatik atau perineural;
tumor dengan obstruksi atau perforasi, dan pT4. Kemoterapi ajuvan diberikan
kepada pasien dengan WHO performance status (PS) 0 atau 1. Selain itu, untuk
32
memantau efek samping, sebelum terapi perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), serta elektrolit darah.
a. 5-Flourourasil (5-FU)
Secara kimia, fluorourasil suatu fluorinated pyrimidine, adalah 5- fluoro-2,4
(1H,3H)-pyrimidinedione. 5-Fluorourasil (5-FU) merupakan obat kemoterapi
golongan antimetabolit pirimidin dengan mekanisme kerja menghambat metilasi
asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat dengan menghambat enzim timidilat
sintase, terjadi defisiensi timin sehingga menghambat sintesis asam
deoksiribonukleat (DNA), dan dalam tingkat yang lebih kecil dapat menghambat
pembentukan asam ribonukleat (RNA). DNA dan RNA ini penting dalam
pembelahan dan pertumbuhan sel, dan efek dari 5- FUdapat membuat defisiensi
timin yang menimbulkan ketidakseimbangan pertumbuhan dan menyebabkan
kematian sel. Untuk terjadinya mekanisme penghambatan timidilat sintase tersebut,
dibutuhkan k kofaktor folat tereduksi agar terjadi ikatan yang kuat antara 5-FdUMP
dan timidilat sintase. Kofaktor folat tereduksi didapatkan dari leucovorin.
5-FU efektif untuk terapi karsinoma kolon, rektum, payudara, gaster dan
pankreas. Kontraindikasi pada pasien dengan status nutrisi buruk, depresi sumsum
tulang, infeksi berat dan hipersensitif terhadap fluorourasil. Efek samping dapat
terjadi pada penggunaan 5-FU adalah sebagai berikut:
Stomatitis dan esofagofaringitis, tampak lebih awal;
Diare, anoreksia, mual dan muntah;
Tukak dan perdarahan gastrointestinal;
Lekopenia (leukosit < 3500/μL), atau penurunan leukosit
secara cepat;
Trombositopenia (trombosit < 100.000/μL);
Efek yang jarang terjadi dapat berupa sindrom palmar-plantar
erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome, dan alopesia.
b. Leucovorin/Ca-folinat58
Leucovorin secara kimia merupakan turunan asam folat, yang juga dapat
digunakan sebagai antidotum obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat.
33
Leucovorin disebut juga asam folinat, citrovorum factor, atau asam 5-formil-5,6,7,8-
asam tetrahidrofolat. Secara biologi, merupakan bahan aktif dari campuran antara (-
)-I-isomer yang dikenal sebagai citrovorum factor atau (-)- asam folinat. Leucovorin
bukan merupakan obat antineoplastik, penggunaan bersama 5-FU tidak
menimbulkan perubahan farmakokinetik plasma.
Leucovorin dapat menambah efek terapi dan efek samping penggunaan
fluoropirimidintermasuk 5-FU pada pengobatan kanker. 5-FU dimetabolisme
menjadi asam fluorodeoksiuridilat, yang mengikat dan menghambat enzim timidilate
sintase (enzim yang penting dalam memperbaiki dan mereplikasi DNA). Leucovorin
dengan mudah diubah menjadi turunan folat yang lain, yaitu 5,10- metilin
tetrahidrofolat, yang mampu menstabilkan ikatan asam fluorodeoksiuridilat terhadap
timidilat sintase dan dengan demikian meningkatkan penghambatan enzim tersebut.
Leucovorin tidak boleh digunakan pada anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik
yang lain, sekunder akibat kekurangan vitamin B12.
g. Prognosis
Prognosis bergantung pada ada tidaknya metastasis jauh, yakni bergantung
pada klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan tumor. Pada tumor yang
terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima
tahun adalah 80%, pada tumor yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%,
dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh 1 %.
34
BAB III
Kesimpulan
35
DAFTAR PUSTAKA
36