Вы находитесь на странице: 1из 36

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor merupakan sekelompok sel-sel abnormal yang terbentuk dari hasil


proses pembelahan sel yang berlebihan dan tak terkoordinasi. Tumor dikenal
sebagai Neoplasia. Neo berarti baru, plasia berarti pertumbuhan/pembelahan, jadi
Neoplasia mengacu pada pertumbuhan sel yang baru, yang berbeda dari
pertumbuhan sel-sel di sekitarnya yang normal. Tumor timbul akibat pengaruh
berbagai faktor penyebab yang menyebabkan jaringan setempat kehilangan
kendali normal atas tubuhnya. Tumor dibagi menjadi dua yaitu tumor jinak
(benign tumor) dan tumor ganas (malignant tumor). Tumor ganas sering disebut
sebagai kanker.1
Kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh
melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah
tubuh dan menyebar ke organ lain. Proses ini disebut metastasis. Metastasis
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker.1
Tumor Intra Abdomen adalah pertumbuhan suatu jaringan dengan
multiplikasi sel – sel yang tidak terkontrol dan progresif yang bermanifestasi di
abdomen. Tumor ditandai dengan adanya suatu massa padat yang tidak nyeri,
gejala lain tergantung dari tempat asalnya tumor tersebut. Tumor abdomen
merupakan sepertiga dari seluruh tumor ganas. Sifat rongga abdomen yang
longgar dan fleksibel menyebabkan tumor abdomen berbeda dengan jenis tumor
lainnya yang mudah diraba ketika mulai mendesak jaringan disekitarnya. Tumor
intra abdomen meliputi tumor hepar, tumor limpa / lien, tumor lambung / usus
halus, tumor colon, tumor ginjal (hipernefroma), tumor pankreas. Pada anak-anak
dapat terjadi tumor wilms (ginjal).1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Tumor abdomen adalah massa irregular dari sel-sel abnormal yang


lokasinya terdapat di dalam rongga perut. Tumor dapat bersifat jinak/benigna
yang biasanya tumbuh lambat dan tidak berbahaya atau ganas/maligna dan juga
dapat bersifat pre-malignant (tumor jinak yang dapat menjadi ganas). Penyebab,
gejala dan tatalaksana tumor abdomen berbeda-beda namun tumor abdomen
memiliki prognosis yang buruk dibanding tumor lain. Tumor abdomen disebabkan
oleh sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas
dari kendali pertumbuhan sel normal, sehingga sel tersebut berbeda dari sel
normal dalam bentuk dan strukturnya. Kelainan ini dapat meluas ke
retroperitonium, dapat terjadi obstruksi ureter atau vena kava inferior. Jenis-jenis
tumor intra abdomen antara lain, tumor hepar, tumor limpa / lien, tumor lambung /
usus halus, tumor colon, tumor ginjal (hipernefroma), tumor pankreas. Pada anak-
anak dapat terjadi tumor wilms (ginjal).1

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Bagian abdomen (perut) sering dibagi menjadi 9 area berdasarkan posisi dari
2 garis horizontal dan 2 garis vertikal yang membagi-bagi abdomen.3

Pembagian berdasarkan region:

1. Regio hipokondrika kanan


2. Regio epigastrika
3. Regio hipokondrika kiri
4. Regio lumbal kanan
5. Regio umbilicus
6. Regio lumbal kiri

2
7. Regio iliaka kanan
8. Regio hipogastrika
9. Regio iliaka kiri

Bagian abdomen juga dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan posisi dari
satu garis horizontal dan 1 garis vertikal yang membagi daerah abdomen.

1. Kuadran kanan atas


2. Kuadran kiri atas
3. Kuadran kanan bawah
4. Kuadran kiri bawah

3
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang
abnormal. Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab neoplasia antara lain
meliputi genetik, bahan kimiawi, fisik, gaya hidup. Perbedaan sifat sel tumor
tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi dalam
pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan
metastasis.2,3

A. Genetik
Salah satu pendapat yang dipegang luas adalah bahwa kanker adalah
penyakit genetik yang timbul dari akumulasi perubahan genom yang
mengarah pada pemilihan sel dengan perilaku semakin agresif.
Perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan fungsi onkogen atau
hilangnya fungsi gen supresor tumor. Perubahan gen yang didapat ini
disebut mutasi somatik untuk membedakannya dari mutasi germline
yang diwarisi dari orang tua dan ditransmisikan ke keturunannya.
Mutasi somatik pada genom sel kanker telah terakumulasi sepanjang

4
masa pasien. DNA pada sel normal terus menerus rusak oleh mutagen
internal dan eksternal. Sebagian besar kerusakan ini diperbaiki namun
sebagian kecil mungkin tetap sebagai mutasi tetap. Tingkat mutasi
meningkat dengan adanya eksposur mutagenik eksogen yang luar biasa,
seperti karsinogen tembakau atau berbagai bentuk radiasi, termasuk
sinar ultraviolet.3

B. Bahan kimiawi
Pada tahun 1761, John Hill mencatat hubungan antara kanker hidung
dan penggunaan tembakau tembakau secara berlebihan. Saat ini, sekitar
60% sampai 90% kanker diperkirakan disebabkan oleh faktor
lingkungan. Setiap agen yang dapat berkontribusi pada pembentukan
tumor disebut sebagai karsinogen dan dapat menjadi agen kimia, fisik,
atau virus. Bahan kimia dikelompokkan menjadi tiga kelompok
berdasarkan bagaimana mereka berkontribusi terhadap pembentukan
tumor. Kelompok pertama zat kimia, genotoksin, dapat memulai
karsinogenesis dengan menyebabkan mutasi. Kelompok kedua,
cocarcinogen, yang sebenarnya tidak dapat menyebabkan kanker namun
mempotensiasi karsinogenesis dengan meningkatkan potensi genotoxin.
Kelompok ketiga, promotor tumor, meningkatkan pembentukan tumor
setelah terpapar genotoxins.3

5
Benzopire suatu pencemar lingkungan yang terdapat di mana saja,
berasal dari pembakaran tak sempurna pada mesin mobil dan atau mesin
lain (jelaga dan ter) dan terkenal sebagai suatu karsinogen bagi hewan
maupun manusia. Berbagai karsinogen lain antara lain nikel arsen,
aflatoksin, vinilklorida. Salah satu jenis benzopire, yakni, hidrokarbon
aromatik polisiklik (PAH), yang banyak ditemukan di dalam makanan
yang dibakar menggunakan arang menimbulkan kerusakan DNA
sehingga menyebabkan neoplasia usus, payudara atau prostat.3

C. Bahan fisik
Karsinogenesis fisik dapat terjadi melalui induksi inflamasi dan
proliferasi sel selama periode waktu atau melalui paparan agen fisik
yang menginduksi kerusakan DNA. Benda asing dapat menyebabkan
iritasi kronis yang dapat mengekspos sel menjadi karsinogenesis karena
zat lingkungan lainnya. Pada model hewan, misalnya, implantasi
subkutan dari benda asing dapat menyebabkan perkembangan tumor
yang disebabkan oleh iritasi kronis dari benda asing. Pada manusia,
skenario klinis yang terkait dengan iritasi dan pembengkakan kronis
seperti luka nonhealing kronis, luka bakar, dan sindrom radang usus
besar semuanya dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker. Infeksi H.
pylori berhubungan dengan gastritis dan kanker lambung, dengan
demikian, karsinogenisitasnya dapat dianggap sebagai karsinogenesis
fisik.3

D. Virus
Saat ini, beberapa virus manusia diketahui memiliki sifat onkogenik,
dan beberapa diantaranya terkait secara kausal dengan kanker manusia.
Diperkirakan bahwa 15% dari semua tumor manusia di seluruh dunia
disebabkan oleh virus. Virus dapat menyebabkan atau meningkatkan
risiko keganasan melalui beberapa mekanisme, termasuk transformasi
langsung, ekspresi onkogen yang mengganggu perbaikan DNA, ekspresi
sitokinin atau faktor pertumbuhan lainnya, dan perubahan sistem

6
kekebalan tubuh. kebanyakan pasien yang terinfeksi virus onkogenik
tidak mengembangkan kanker. Saat kanker berkembang, biasanya
terjadi beberapa tahun setelah infeksi virus. Diperkirakan, misalnya,
bahwa risiko karsinoma hepatoselular (HCC) di antara individu yang
terinfeksi virus hepatitis C adalah 1% sampai 3% setelah 30 tahun.
Mungkin ada sinergi antara berbagai faktor lingkungan dan virus dalam
karsinogenesis. Pengenalan asal virus untuk beberapa tumor telah
menyebabkan pengejaran vaksinasi sebagai strategi pencegahan.
Penggunaan vaksinasi hepatitis B masa kanak-kanak telah
diterjemahkan ke dalam penurunan kejadian kanker hati.3

E. Gaya hidup
Mekanisme penyebab kanker akibat minuman beralkohol tidak
diketahui. Etanol belum ditetapkan sebagai karsinogenik pada hewan
percobaan. Senyawa ini tampaknya tidak bereaksi dengan DNA dalam
jaringan mamalia. Diantara hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan
peningkatan risiko kanker adalah (i) efek karsinogenik bahan kimia
selain etanol yang ada dalam minuman beralkohol (seperti N-
nitrosamin); (Ii) tindakan pelarut yang memfasilitasi penyerapan
karsinogen lainnya (misalnya asap rokok); (Iii) peran karsinogenik
untuk asetaldehid, metabolit etanol utama (Gambar 2.12). Hipotesis
terakhir ini didukung oleh bukti bahwa asetaldehida bersifat
karsinogenik pada hewan percobaan.3
Rokok tembakau diketahui menjadi penyebab kematian terkait kanker di
seluruh dunia. Merokok paling umum menyebabkan kanker paru-paru.
Bagi seorang perokok risiko ditentukan oleh dosis karsinogen, durasi
dan intensitas pemaparan. Risikonya juga sebanding dengan durasi
merokok. Makanya, tingkat kematian tahunan akibat kanker paru-paru
di kalangan usia 55-64 tahun yang merokok 21-39 batang sehari sekitar
tiga kali lebih tinggi bagi mereka yang mulai merokok pada usia 15
tahun dibandingkan dengan mereka yang memulai pada usia 25 tahun.3

7
KLASIFIKASI4
Dewasa :

- Tumor hepar
- Tumor limpa / lien
- Tumor lambung / usus halus
- Tumor colon
- Tumor ginjal (hipernefroma)
- Tumor pankreas

Anak-anak :

- Tumor wilms (ginjal)

GEJALA KLINIS
Tumor intra abdomen pada umumnya tidak menimbulkan gejala yang jelas.
Terutama pada stadium awal. Kanker dini sering kali tidak memberikan keluhan
spesifik atau menunjukan tanda selama beberapa tahun. Umumnya penderita
merasa sehat, tidak nyeri dan tidak terganggu dalam melakukan pekerjaan sehari-
hari. Pemeriksaan darah atau pemeriksaan penunjang umumnya juga tidak
menunjukkan kelainan. Jika massa berkembang dan meluas, penderita dapat
mengeluh adanya benjolan, nyeri, diare, berat badan turun, mual, muntah dan
masalah pencernaan yang lain. Keganasan dapat menyebabkan demam, fatigue
dan darah pada feses. Gejala-gejala lain yang timbul sesuai dengan lokasi tumor.
Sebagai contoh tumor hepar dapat menyebabkan jaundice, tumor vesica urinaria
menyebabkan gangguan miksi dan tumor ginjal menyebabkan tekanan darah
tinggi3,4

American Cancer Society mengeluarkan peringatan tentang tanda dan gejala


yang mungkin disebabkan kanker. Tanda ini disebut “7-danfer warning signals
CAUTION”. Yayasan Kanker Indonesia menggunakan akronim WASPADA
sebagai tanda bahaya keganasan yang perlu dicuragai.

8
Tumor abdomen merupakan salah satu tumor yang sangat sulit untuk
dideteksi. Berbeda dengan jenis tumor lainnya yang mudah diraba ketika mulai
mendesak jaringan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena sifat rongga tumor
abdomen yang longgar dan sangat fleksibel. Tumor abdomen bila telah terdeteksi
harus mendapat penanganan khusus. Bahkan, bila perlu dilakukan pemantauan
disertai dukungan pemeriksaan secara intensif. Bila demikian, pengangkatan dapat
dilakukan sedini mungkin.

Biasanya adanya tumor dalam abdomen dapat diketahui setelah perut


tampak membuncit dan mengeras. Jika positif, harus dilakukan pemeriksaan fisik
dengan hati-hati dan lembut untuk menghindari trauma berlebihan yang dapat
mempermudah terjadinya tumor pecah ataupun metastasis. Dengan demikian
mudah ditentukan pula apakah letak tumornya intraperitoneal atau retroperitoneal.
Tumor yang terlalu besar sulit menentukan letak tumor secara pasti. Demikian
pula bila tumor yang berasal dari rongga pelvis yang telah mendesak ke rongga
abdomen.

Berbagai pemeriksaan penunjang perlu pula dilakukan, seperti pemeriksaan


darah tepi, laju endap darah untuk menentukan tumor ganas atau tidak. Kemudian
mengecek apakah tumor telah mengganggu sistem hematopoiesis, seperti
pendarahan intra tumor atau metastasis ke sumsum tulang dan melakukan
pemeriksaan USG atau pemeriksaan lainnya.

9
PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis seorang pasien, dapat bermacam-macam mulai dari tidak ada


keluhan sampai banyak sekali keluhan, bisa ringan sampai dengan berat. Semakin
lanjut stadium tumor, maka akan semakin banyak timbul keluhan gejala akibat
tumor ganas itu sendiri atau akibat penyulit yang ditimbulkannya.

Apabila ditemukan tumor ganas di dalam atau di permukaan tubuh yang


jumlahnya banyak (multiple), maka perlu ditanyakan tumor mana yang timbul
lebih dahulu. Tujuannya adalah untuk memperkirakan asal dari tumor tersebut.
Pemeriksaan fisik ini sangat penting sebagai data dasar keadaan umum pasien dan
keadaan awal tumor ganas tersebut saat didiagnosa. Selain pemeriksaan umum,
pemeriksaan khusus terhadap tumor ganas tersebut perlu dideskripsikan secara
teliti dan rinci. Untuk tumor ganas yang letaknya berada di atau dekat dengan
permukaan tubuh, jika perlu dapat digambar topografinya pada organ tubuh
supaya mudah mendeskripsikannya. Selain itu juga perlu dicatat :

1. Ukuran tumor ganas, dalam 2 atau 3 dimensi,


2. Konsistensinya
3. Ada perlekatan atau tidak dengan organ di bawahnya atau kulit di atasnya.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Endoskopi (sebuah penelitian dimana sebuah pipa elastis digunakan untuk
melihat bagian dalam pada saluran pencernaan) adalah prosedur diagnosa terbaik.
Hal yang memudahkan seorang dokter untuk melihat langsung dalam perut, untuk
memeriksa helicobacter pylori, dan untuk mengambil contoh jaringan untuk
diteliti di bawah sebuah mikroskop (biopsi). Sinar X barium jarang digunakan
karena hal tersebut jarang mengungkapkan kanker tahap awal dan tidak
dianjurkan untuk biopsi. Jika kanker ditemukan, orang biasanya menggunakan
computed tomography (CT) scan pada dada dan perut untuk memastikan
penyebarannya yang mana tumor tersebut telah menyebar ke organ-organ lainnya.
Jika CT scan tidak bisa menunjukkan penyebaran tumor. Dokter biasanya
melakukan endoskopi ultrasonic (yang memperlihatkan lapisan saluran

10
pencernaan lebih jelas karena pemeriksaan diletakkan pada ujung endoskopi)
untuk memastikan kedalaman tumor tersebut dan pengaruh pada sekitar getah
bening.
Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis tumor ganas (radiodiagnosis) banyak jenisnya mulai dari yang
konvensional sampai dengan yang canggih, dan untuk efisiensi harus dipilih
sesuai dengan kasus yang dihadapi. Pada tumor ganas yang letaknya profunda dari
bagian tubuh atau organ, pemeriksaan imaging diperlukan untuk tuntunan
(guiding) pengambilan sample patologi anatomi, baik itu dengan cara fine needle
aspiration biopsi (FNAB) atau biopsy lainnya. Selain untuk membantu
menegakkan diagnosis, pemeriksaan imaging juga berperan dalam menentukan
staging dari tumor ganas. Beberapa pemeriksaan imaging tersebut antara lain:

- Radiografi polos atau radiografi tanpa kontras, contoh: X-foto tengkorak, leher,
toraks, abdomen, tulang, mammografi, dll.
- Radiografi dengan kontras, contoh: Foto Upper Gr, bronkografi, Colon in loop,
kistografi, dll.
- USG (Ultrasonografi), yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara.
Contoh: USG abdomen, USG urologi, mammosografi, dll.
- CT-scan (Computerized Tomography Scanning), contoh: Scan kepala, thoraks,
abdomen, whole body scan, dll.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging). Merupakan alat scanning yang masih
tergolong baru dan pada umumnya hanya berada di rumah sakit besar. Hasilnya
dikatakan lebih baik dari CT.
- Scinfigrafi atau sidikan Radioisotop. Alat ini merupakan salah satu alat scanning
dengan menggunakan isotop radioaktif, seperti: Iodium, Technetium, dll. Contoh:
scinfigrafitiroid, tulang, otak, dll.
- RIA (Radio Immuno Assay), untuk mengetahui petanda tumor (tumor marker).

GAMBARAN RADIOLOGI5,6
1. Tumor Hepar
Ada 2 macam gambaran hepatoma yaitu bentuk nodular yang gambaran
nodul tumor jelas atau bentuk difuse. Hepatoma bentuk difuse ditandai dengan

11
echo pattern yang sangat kasar dan mengelompok dengan batas tidak teratur dan
bagian sentralnya lebih echogenik. Pembuluh darah disekitarnya sering distorted.
Seringkali para ultrasonografer yang tidak berpengalaman membuat diagnosa
sirosis padahal diagnosa yang betul adalah sirosis dan hepatoma diffuse.
Gambaran hepatoma diffuse harus dibedakan dari gambaran focal fatty liver
dimana ada gambaran echopattern yang kasar tetapi fokal.

Gambar 2.1 - Hepatoma Difuse dan Hepatoma Noduler

Hepatoma yang berukuran 3 cm atau kurang disebut : Hepatoma dini


(early). Bila ukuran lebih dari 3 cm disebut : Hepatoma lanjut (advanced).
Hepatoma dini sering kali bersifat hypoechoic sedang hepatoma lanjut biasanya
hyperechoic atau multiple echo yang menunjukkan nekrosis atau fibrosis dalam
tumor. Kadang – kadang hepatoma dini berbentuk seperti mata sapi (bull’s eye).

Gambar 2.2 - Gambaran USG Hepatoma Lanjut berupa hyperechoic

12
2. Tumor Limpa
Pada tumor primer pada limpa ditemukan gambaran bulging atau
penggelembungan tepi limpa dengan struktur eko parenkim yang tidak homogen.

Gambar 2.3 - Spiral CT scan dipotong 7 mm, dengan limpa sangat membesar (di
sebelah kanan pemirsa), menunjukkan massa tumor kurang radiodense dengan
limpa agak padat normal berdekatan.

3. Tumor Lambung atau Usus halus


Bila ada tumor lambung, maka dengan sendirinya kontras tidak dapat
mengisinya, sehingga pada pengisian lambung, tempat tersebut merupakan tempat
yang luput dari pengisian kontras (luput isi atau filling defect).

Stadium Awal Kanker Lambung

Lesi-lesi yang Nampak di mukosa dan submukosa diklasifikasikan menjadi 3 tipe:

- Lesi tipe I yaitu adanya elevasi dan penonjolan keluar lumen lebih dari 5 mm.
- Lesi tipe II yaitu adanya lesi superficial yang adanya elevasi (IIa), datar (IIb),
atau tertekan (IIc).
- Lesi tipe III stadium kanker awal adalah gambaran dangkal, ulkus ireguler
dikelilingi nodul-nodul, kumpulan lipatan-lipatan mukosa.

13
Kanker Lambung Stadium Lanjut

Kanker lambung kadang-kadang Nampak dalam foto polos abdomen


sebagai gambaran abnormalitas pada kontur gaster atau adanya gambaran massa
soft tissue yang masuk ke dalam kontur gaster. Jarang ditemukan musin yang
diproduksi kanker yang akan memberikan gambaran area kalsifikasi. Pada studi
barium, karsinoma gaster tampak gambaran polypoid, ulcerative atau lesi
infiltrate.

Gambar 2.4 - Polypoid Carcinoma lambung. Radiografi dengan kontras Foto


Upper GI menunjukkan kelainan yang mengisi lobulated (panah) di antrum
lambung.

Gambar 2.5 - Tumor jinak stroma gastrointestinal dalam Duodenum

14
4. Tumor Ginjal
- pemeriksaan dengan IVP terlihat gambaran sistem kalixes yang tidak teratur
(tumor willms).
- bayangan masa dapat tidak homogen, tidak ada kalsifikasi, mengandung
banyak jaringan lunak (hipernefroma).
- massa di daerah ginjal, batas tidak jelas, menutupi bayangan musculus psoas
bagian atas (sarcoma ginjal).

Gambar 2.6 - CT scan bayi dengan massa ginjal yang besar (panah). Jaringan
ginjal normal adalah ditunjukkan di sebelah kanan tumor Wilms (panah kepala,
struktur berwarna putih).

6. Tumor Ureter
Terdapat gambaran filling defect pada daerah yang terdapat polip dengan atau
tanpa dilatasi proksimalnya.

15
Gambar 2.7 Gambaran filling defect (panah) di ureter adalah karakteristik dari
polip fibroepithelial.

7. Tumor Buli-buli
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian pada
vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film
kandung kemih pascamiksi. Jika urogram intravena menunjukkan adanya
obstruksi ureter, hal tersebut lebih menekankan pada keterlibatan otot – otot di
dekat orifisium ureter dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma yang
menekan ureter. CT atau MRI bermanfaat dalam penilaian praoperatif terhadap
penyebab intramural dan ekstramural, invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe,
dan deposit sekunder pada hati atau paru

16
Gambar 2.8 - Transisi Cell Carcinoma. Radiografi dari urogram ekskretoris
menunjukkan massa lobulated (panah) yang menyebabkan kelainan di dasar
kandung kemih

8. Tumor Pankreas
CT Scan dari multisection aksial pada pasien dengan kanker pankreas
menunjukkan penipisan massa rendah di kepala pankreas, berdekatan dengan vena
mesenterika superior.

Gambar 2.9 – CT Scan Tumor Pankreas (kiri)

Gambar 2.10 - Endoskopi Tumor pancreas (kanan)

17
9. Tumor kolon

Karsinoma kolorektal adalah keganasan saluran gastrointestinal yang paling


umum. Lebih dari 140.000 kasus baru didiagnosis setiap tahun di Amerika
Serikat, dan lebih dari 50.000 pasien meninggal karena penyakit ini setiap tahun,
membuat kanker kolorektal menjadi kanker yang paling mematikan di Amerika
Serikat. Insiden ini serupa pada pria dan wanita dan tetap terbilang Konstan
selama 20 tahun terakhir.

Tumor Kolon Jinak3

Polip

Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak
di kolon dan rectum. Terdapat polip yang bertangkai dan tidak bertangkai.
Diantara polip kolon ada yang berpotensi ganas.

Polip juvenil terdapat pada anak berusia sekitar 5 tahun dan ditemukan
diseluruh kolon. Biasanya, tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat
ganas.4 Polip juvenil sering kali besar, vascular, dan mempunyai pedikel
panjang.3 Gejala klinis utamanya adalah perdarahan spontan dari rektum yang
kadang disertai lendir. Karena selalu bertangkai, polip dapat menonjol keluar dari
anus sewaktu defekasi. Karena bisa mengalami regresi spontan tidak diperlukan
terapi yang agresif.

Polip hiperplastik merupakan tumor kecil berdiameter 1 – 3 mm dan berasal


dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik. Polip ini dapat ditemukan di
kolon, namun sering ditemukan di regio rektosigmoid. Secara histologis, polip
mengandung banyak kriptus yang dilapisi oleh sel epitel absorptif atau sel goblet
berdiferensiasi baik, dan dipisahkan oleh sedikit lamina propia. Sebagian besar
tumor hiperplastik tidak berpotensi menjadi ganas, namun sebagian dari polip
hiperplastik disisi kanan kolon mungkin merupakan prekusor karsinoma
kolonrektum, karena polip memperlihatkan instabilitas mikrosatelit dan dapat
menimbulkan kanker kolon akibat ketidaksesuaian jalur perbaikan.

18
Adenoma polip adalah polip neoplastik yang berkisar dari tumor kecil yang
sering bertangkai hingga lesi besar yang biasanya sessile. Semua lesi adenomatosa
terjadi akibat proliferasi dan displasi epitel, yang bersifat ringan sampai
sedemikan berat sehingga mencerminkan transformasi menjadi karsinoma. Polip
adenomatosa dibagi atas tiga subtipe sesuai dengan struktur epitelnya:

- Adenoma tubular : terutama kelenjar tubular, merekapitulasi topologi


mukosa.

- Adenoma villosa : tonjolan – tonjolan seperti vilus.

- Adenoma tubulovilosa : campuran dari adenoma tubular dan adenoma vilosa.

Gambaran klinis:

Adenoma kecil biasanya asimptomatik sampai terjadi perdarahan samar


yang menyebabkan anemia. Adenoma villosa memiliki gejala perdarahan rektum,
baik samar maupun nyata, hipoproteinemia dan hypokalemia.

Polip semu (pseudopolip) atau polip sekunder dapat timbul sebagai


proliferasi radang pada setiap colitis kronik terutama kolitis ulserosa.

Jenis Risiko malignitas


Juvenile -
Pseudopoliposis -
Poliposis kolon 60%
Adenoma vilosa 40%
Polip adenomatosa 60%

 Poliposis Kolon

Poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit herediter yang


jarang ditemukan gejala pertamanya timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya

19
sama pada pria atau wanita. Polip yang tersebar pada seluruh kolon dan rectum ini
umumnya tidak bergejala. Kadang timbul rasa mulas atau diare disertai
perdarahan per ani. Biasanya sekum tidak terkena. Resiko keganasan nya 60% dan
sering multiple.

Sedapat mungkin segera dilakukan kolektomi disertai anastomosis ileorectal


dengan kantong ileum atau reservoir. Pada penderita ini, harus dilakukan
pemeriksaan endoskopi seumur hidup karena masih terdapat sisa mukosa rectum.
Setelah kolektomi total, dapat dilakukan ileocutaneostomi (biasanya disingkat
ileostomy) yang merupakan anus prenaturalis pada ileum. Karena kanalis anus
tidak dihinggapi polyposis, dapat juga dilakukan anastomosis ileoanal
(anoileostomi) dengan dibuat reservoir dan ileum terminal.

Sebagai pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya menjalani


pemeriksaan genetik untuk mencari adanya perubahan kromosom dan menjalani
pemeriksaan endoskopi atau foto enemabarium berkala untuk mengurangi resiko
karsinoma kolon. Peran endoskopi sangat besar dalam penanganan polyposis.
Biopsy jaringan dan polipektomi biasanya dikerjakan secara bersamaan.

Sindrom Gardner merupakan penyakit herediter yang terdiri dari polyposis


kolon disertai osteoma (terutama pada mandibula, tulag tengkorak dan sinus
hidung), tumor epidermoid multiple kista sebaseus, dan tumor dermoid. Terapi
dan pencegahannya sama dengan dilakukan pada poliposis kolon.

Haematochezia dan anemia umum terjadi karena pendarahan dari tumor.


Banyak pasien mengalami perubahan kebiasaan buang air besar, di usus besar
kanan, cairan kotoran bisa melewati massa eksofitik, sedangkan di kolon kiri,
kotoran padat lebih sering terhenti oleh tumor annular sehingga konstipasi lebih
sering terjadi. Mungkin ada hubungan distensi abdomen. Lesi rektosigmoid dapat
menghasilkan tenesmus. Gejala lainnya termasuk demam, malaise, penurunan
berat badan, dan nyeri perut. Beberapa pasien mengalami komplikasi obstruksi
atau perforasi.

20
Teknik pencitraan modern memungkinkan deteksi noninvasive dan stadium
klinis. Enema barium konvensional mendeteksi besar tumor, sedangkan air-
contrast radiography meningkatkan visualisasi lesi. Sementara itu, perkembangan
endoskopi memiliki dampak besar pada diagnosis dan pengobatan. Kolonoskopi
memungkinkan pengamatan permukaan mukosa seluruh usus besar dengan biopsi
lesi yang teridentifikasi. Chromoendoscopy menggunakan pewarna untuk
memperbaiki visualisasi lesi dan pembesaran yang tidak menonjol. Endoskopi
terapeutik, termasuk polipektomi snare dan mukosektomi endoskopik, dapat
digunakan untuk menghilangkan neoplasma kolorektal, terutama adenoma, dan
karsinoma dengan invasi submukosa minimal. Neoplasma yang menonjol
biasanya dapat dihilangkan dengan polipektomi snare. Lesi superfisial (datar dan
tertekan) dan beberapa lesi menonjol dapat diangkat dengan reseksi mukosa
endoskopik.

Tumor Kolon Ganas3

Kanker kolon merupakan salah satu tumor ganas saluran cerna yang paling sering
ditemukan.

a. Epidemiologi

Insiden karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian


juga angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita dan lebih
banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmod, dan merupakan
penyakit orang usia lanjut.

b. Etiologi

Penyebab kanker kolon masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa


faktor predisposisi yang berhubungan dengan kanker kolon.

Faktor predisposisi yang berhubungan dengan kebiasaan makan. Hal ini


karena kanker usus besar terjadi 10 kali lebih banyak pada penduduk wilayah
barat yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat
murni dan rendah serat, dibandingkan penduduk primitif (missal, di Afrika) yang

21
mengkonsumsi makanan tinggi serat. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet
rendah serat dan tinggi karbohidrat murni mengakibatkan perubahan flora fases
dan perubahan degradasi garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak,
sebagian zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan
pemekatan zat berpotensi karsinogenik ini menjadi fases yang bervolume lebih
kecil. Selain itu, masa transit fases meningkat. Akibatnya kontak zat berpotensi
karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga setiap


polip kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon, seperti colitis ulserosa atau
colitis amuba kronik, juga beresiko tinggi menjadi maligna. Faktor genetic
berperan walaupun jarang.

c. Klasifikasi

Secara makroskopis, terdapat 3 tipe karsinoma colon, dan rectum. Tipe


polypoid atau vegetative tumbuh menonjol ke dalam lumen anus, berbentuk
bunga kol dan ditemukan terutama disekum dan kolon ascenden. Tipe skirus
mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama ditemukan dikolon descenden, sigmoid, dan rectum. Bentuk ulseratif
terjadi karena nekrosis dibagian sentral terdapat direktum. Pada tahap lanjut,
sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

22
Karsinoma kolon dan rectum mulai berkembang di mukosa dan tumbuh
menembus dinding dan meluas secara sirkuler kearah oral dan aboral. Di daerah
rectum, penyebaran kearah anal jarang melebihi 2 cm. penyebaran
percontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya
ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke
kelenjar parailiaca, mesenterium, dan paraorta. Penyebaran hematogen terutama
ke hati. Penyebaran peritoneal menyebabkan peritonitis karsinomatosa dengan
atau tanpa asites. Penyebaran intralumen dapat terjadi, sehingga pada saat
didiagnosis terdapat 2 atau lebih tumor yang sama didalam kolon dan rektum.

d. Manifestasi klinis

Kanker kolon stadium dini tanpa gejala jelas, setelah penyakit progresi ke
tingkat tertentu baru muncul gejala klinis, terutama tampak dalam 5 aspek berikut:

(1) Tanda iritasi usus dan muncul perubahan kebiasaan defekasi: sering buang air
besar, diare atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare silih berganti,
tenesmus, anus turun tegang, sering terdapat nyari samar abdomen. Pasien lansia
bereaksi tumpul dan lamban, tidak peka nyeri, kadang kala setelah terjadi
perforasi tumor, peritonitis baru merasakan nyeri dan berobat.

23
(2) Hematokezia: tumor luka ulserasi berdarah, kadang kala merah segar atau
merah gelap, biasanya tidak banyak, intermiten. Jika posisi tumor agak tinggi,
darah dan fases bercampur menjadikan fases mirip selai. Kadang kala keluar
lender berdarah.

(3) Ileus: ileus merupakan tanda lajut kanker kolon. Ileus kolon sering
ditemukan. Kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplastik menginvasi ke sekitar
dinding usus membuat lumen usus menyempit hingga ileus, sering berupa ileus
mekanik nontotal kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perut,
lalu timbul sakit perut intermiten, obstipasi atau fases menjadi kecil (seperti pensil
atau kotoran kambing) bahkan tak dapat buang angin atau fases. Sedangkan ileus
akut umunya disebabkan karsinoma kolon tipe infiltratif. Tidak jarang terjadi
intususepsi dan ileus karena tumor pada pasien lansia, maka pada lansia dengan
intususepsi harus memikirkan kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut
maupun kronik, gejala muntah tidak menonjol, bila terdapat muntah, mungkin
usus kecil (khususnya proksimal) sudah terinvasi tumor.

(4) Massa abdominal, ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu di daerah
abdomen dapat diraba adanya massa, sering ditemukan pada kolon belahan kanan.
Pasien lansia umumnya mengurus, dinding abdomen relatif longgar, massa mudah
diraba. Pada awalnya massa bersifat mobile, setelah menginvasi menjadi
terfiksasi.

(5) Anemia, penurunan berat badan, demam dan gejala toksik lain. Karena
pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi tubuh, perdarahan kronis jangka
panjang menyebabkan anemia; infeksi sekunder tumor menyebabkan demam dan
gejala toksik.

e. Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun
untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan
patologi anatomi.

24
- Pemeriksaan Fisik
Tumor kecil pada tahap dini tidak dapat teraba pada palpasi perut, terabanya
tumor menandakan bahwa tumor sudah dalam tahap lanjut.
Rectal toucher:
- Tonus sfingter ani : kuat atau lemah
- Ampula rectum : kolaps, kembung atau terisi feses
- Mukosa : kasar, berenjol – benjol
- Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus dengan jari, mudah
berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis anorektal
sampai tumor

- Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboraturium : HB, HT, feses (benzidine test)
 Biopsi jaringan :
Sebagai test konfirmasi adanya malignansi pada jaringan.
 Pemeriksaan radiologik:
o Foto polos abdomen dengan Barium Enema
Foto polos abdomen merupakan langkah awal dalam mengevaluasi
komplikasi dari kanker kolon seperti obstruksi atau perforasi. Barium enema ini
digunakan sebagai salah skrining kanker kolon, namun belakangan ini terjadi
penurunan pemakaian dikarenakan nilai positif palsu yang tinggi.

o CT-scan
CT-scan digunakan sebagai skrining untuk karsinoma kolon dalam penentuan
stadium kanker dan mendeteksi seberapa jauh terjadinya metastasis kanker.

o Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukkan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rektum. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk
mementukan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratannya sebesar 94%.

25
Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsy, polipektomi, mengontrol
perdarahan dan dilatasi dari striktur.

Tumor Kolon

- Adanya penonjolan ke dalam lumen berupa polip bertangkai


(pedunculated) atau tak bertangkai (sesile).

- Terjadi kerancuan dinding kolon bersifat simetris (napskin ring) atau


asimetris (apple core).

- Kekakuan dinding colon bersifat segmental (lumen colon dapat atau


tidak menyempit)

Gambar 2.11 – Pedunculated polip pada kolon descenden

Gambar 2.12 - Gambaran “apple core” pada colon sigmoid

26
Gambar 2.13 – Kanker caecum. Massa polipoid mendesak lipatan iliocaecal
sehingga menyebabkan obstruksi.

Gambar 2.14 - Polypoid carcinoma. Massa berlobus besar di rectosigmoid


junction

f. Diagnosis Banding3

- Diverkulitis
Divertikulitis merupakan suatu keadaan pada kolon yang dicirikan sebagai
herniasi mukosa melalui tunika muskularis yang membentuk kantong seperti botol,
dan kantong tersebut mengalami suatu peradangan.
Gejala klinis pada pasien umumnya bersifat ringan seperti flatulen, diare atau
konstipasi intermiten, rasa tidak enak pada kuadran kiri bawah abdomen. Pada

27
divertikulitis akut atau kronik dapat menyebabkan perdarahan, perforasi, peritonitis,
abses, pembentukan fistula atau obstruksi usus akibat striktur.

- Kolitis ulseratif
Kolitis ulseratif merupakan menyakit radang kolon nonspesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti –
ganti. Gejala dan tanda paling sering diemukan adalah nyeri abdomen, diare dan
perdarahan rektum.

g. Penatalaksanaan3
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin yang melibatkan
beberapa spesialisasi/ subspesialisasi antara lain gastroenterologi, bedah digestif,
onkologi medik, dan radioterapi. Pilihan dan rekomendasi terapi tergantung pada
beberapa faktor, eperti stadium kanker, histopatologi, kemungkinan efek samping,
kondisi pasien dan preferensi pasien. Terapi bedah merupakan modalitas utama
untuk kanker stadium dini dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan pertama
pada kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Radioterapi merupakan salah satu
modalitas utama terapi kanker rektum. Saat ini, terapi biologis (targeted therapy)
dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat dan dapat diberikan dalam
berbagai situasi klinis, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan
modalitas terapi lainnya.

28
Penatalaksanaan kanker kolorektal dibedakan menjadi penatalaksanaan kanker kolon
Stadium Terapi

Stadium 0  Eksisi lokal atau polipektomi sederhana


(TisN0M0)  Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak
memenuhi syarat eksisi lokal
Stadium I  Wide surgical resection dengan anastomosis tanpa
(T1-2N0M0) kemoterapi ajuvan
Stadium II  Wide surgical resection dengan anastomosis
(T3N0M0, T4a-bN0 M0)  Terapi ajuvan setelah pembedahan pada pasien dengan
risiko tinggi
Stadium III  Wide surgical resection dengan anastomosis
(T apapun N1-2M0)  Terapi ajuvan setelah pembeda
 Reseksi tumor primer pada kasus kanker kolorektal
Stadium IV
dengan metastasis yang dapat direseksi
(T apapun, N
 Kemoterapi sistemik pada kasus kanker kolorektal
apapun M1) dengan metastasis yang tidak dapat direseksi dan tanpa
gejala

1. Terapi Endoskopi
Terapi endoskopik dilakukan untuk polip kolorektal, yaitu lesi mukosa
kolorektal yang menonjol ke dalam lumen. Polip merupakan istilah non-spesifik
yang makna klinisnya ditentukan dari hasil pemeriksaan histopatologi. Secara
histopatologi, polip dapat dibedakan menjadi polip neoplastik (adenoma dan
karsinoma) serta polip non-neoplastik. Secara morfologi, polip dapat berbentuk sesil
(dasar lebar) atau pedunkulata (bertangkai). Literatur juga menyebut adanya polip
datar (flat) atau depressed.
Metode yang digunakan untuk polipektomi tergantung pada ukuran, bentuk
dan tipe histolopatologinya. Polip dapat dibiopsi terlebih dahulu untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Biopsi polip umumnya dilakukan dengan mengambil 4-6
spesimen atau 8-10 spesimen untuk lesi yang lebih besar.

29
Panduan American College of Gastroenterology menyatakan bahwa:
 Polip kecil harus dibuang secara utuh.
 Jika jumlahnya banyak (lebih dari 20), harus dilakukan biopsi representatif.
 Polip pendukulata besar biasanya mudah dibuang dengan hot snare.
 Polip sesil besar mungkin membutuhkan piecemeal resectionatau injeksi
submukosal untuk menaikkan mukosa dari tunika muskularis propria agar dapat
dilakukan endoscopic mucosa resection (EMR).
2. Eksisi Lokal (Polipektomi Sederhana)
Eksisi lokal dilakukan baik untuk polip kolon maupun polip rektum.
Polipektomi endoskopik harus dilakukan apabila struktur morfologik polip
memungkinkan. Sebagian besar polip kolorektal dapat diterapi dengan polipektomi
endoskopik, baik dengan biopsy forceps maupun snare polypectomy. Hampir semua
polip bertangkai dan sebagian polip sesil dapat dibuang dengan electrocautery snare.
Kontraindikasi relatif polipektomi kolonoskopik antara lain adalah pasien yang
mendapat terapi antikoagulan, memiliki kecenderungan perdarahan (bleeding
diathesis), kolitis akut, dan secara klinis terdapat bukti yang mengarah pada
keganasan invasif, seperti ulserasi sentral, lesi keras dan terfiksasi, nekrosis, atau esi
tidak dapat dinaikkan dengan injeksi submukosal. Gambaran histopatologis yang
kurang baik meliputi: adenokarsinoma musinosum, signet ring cell carcinoma, invasi
ke kelenjar getah bening dan vena, derajat diferensiasi 3, invasi menembus lapisan
submukosa dinding usus, atau keterlibatan margin eksisi.
3. Terapi Bedah
A. Kolektomi dan reseksi KGB regional en-Bloc
Teknik ini diindikasikan untuk kanker kolon yang masih dapat direseksi
(resectable) dan tidak ada metastasis jauh. Luas kolektomi sesuai lokasi tumor, jalan
arteri yang berisi kelenjar getah bening, serta kelenjar lainnya yang berasal dari
pembuluh darah yang ke arah tumor dengan batas sayatan yang bebas tumor (R0).
Bila ada kelenjar getah bening yang mencurigakan diluar jalan vena yang terlibat
sebaiknya direseksi. Reseksi harus lengkap untuk mencegah adanya KGB positif
yang tertinggal (incomplete resection R1 dan R2).

30
Reseksi KGB harus mengikuti kaidah-kaidah sebagai berikut:
 KGB di area asal pembuluh harus diidentifikai untuk pemeriksaan patologis.
KGH yang positif secara klinis di luar lapangan reseksi yang dianggap
mencurigakan, harus dibiopsi atau diangkat
 KGB positif yang tertinggal menunjukkan reseksi inkomplit (R2)
 Minimal ada 12 KGB yang harus diperiksa untuk menegakkan stadium N.

B. Bedah laparoskopik pada kanker kolorektal


Kolektomi laparasokopik merupakan pilihan penatalaksanaan bedah untuk
kanker kolorektal. Bukti-bukti yang diperoleh dari beberapa uji acak terkontrol dan
penelitian kohort memperlihatkan bahwa bedah laparoskopik untuk kanker
kolorektal dapat dilakukan secara onkologis dan memiliki kelebihan dibandingkan
dengan bedah konvensional seperti berkurangnya nyeri pasca operasi, penggunaan
analgetika, lama rawat di rumah sakit, dan perdarahan. Selain itu, angka
kekambuhan dan ketahanan hidup sebanding dengan open surgery.
Uji klinik skala besar (COLOR Trial) memperlihatkan perbedaan absolut
sebesar 2% yang tidak bermakna antara open surgery vs. bedah laparoskopik dalam
hal ketahanan hidup 3-tahun. Dalam studi CLASSIC, tidak ada perbedaan yang
bermakna secara statistik dalam hal angka ketahanan hidup keseluruhan (overall
survival), ketahanan hidup bebas penyakit (disease free survival), dan kekambuhan
lokal di antara kedua teknik bedah tersebut. Luaran- luaran ketahanan hidup tersebut
masih tetap tidak berbeda pada evaluasi jangka panjang dengan median 62,9 bulan.
Meta-analisis terkini juga menyimpulkan beberapa keuntungan bedah
laparoskopik dalam jangka pendek dibandingkan open colectomy, seperti penurunan
kehilangan darah intraoperatif, asupan oral yang lebih cepat, dan rawat inap yang
lebih singkat. Meta- analisis juga mendapatkan luaran jangka panjang yang sama
dalam hal kekambuhan lokal dan ketahanan hidup pasien kanker kolon.
Bedah laparoskopik sebaiknya hanya dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman dalam melakukan teknik tersebut. Eksplorasi abdomen harus
dilakukan secara seksama. Pertimbangan lain untuk melakukan kolektomi
laparoskopik antara lain stadium tumor dan adanya obstruksi intraabdomen.

31
C. Tindakan bedah untuk kanker metastatik
1. Tumor primer resektabel dan metastasis resektabel
Pada KKR stadium 4 dengan metastasis hati dan atau paru, reseksi merupakan
pilihan yang terbaik dengan catatan tumor primer masih dapat direseksi. Tiga
paradigma pada terapi kanker kolorektal dengan metastasis hati adalah: klasik yaitu
kanker kolorektal dahulu, bersamaan yaitu kanker kolorektal dan metastasis hati
secara bersamaan, atau pendekatan terbalik yaitu pengangkatan tumor metastasis
hepar terlebih dahulu. Keputusan dibuat berdasarkan di tempat manakah yang lebih
dominan secara onkologikal dan simtomatis.
2. Tumor primer resektabel dan metastasis tidak resektabel
Pada keadaan seperti ini, dapat dilakukan reseksi tumor primer dilanjutkan
dengan kemoterapi untuk metastasisnya.
3. Tumor primer tidak resektabel, metasatasis tidak resektabel
Kombinasi kemoterapi dan pembedahan atau radiasi paliatif merupakan
penanganan standar untuk pasien dengan KKR metastasis. Pada kasus dengan
penyakit metastasis yang tidak resektabel maka terapi pilihannya adalah kemoterapi
sistemik. Untuk penyakit yang sudah jelas tidak dapat dioperasi, intervensi seperti
stenting atau laser ablation dapat dijadikan pilihan terapi paliatif yang berguna. In
situ ablation untuk metastasis hati yang tidak bisa direseksi juga memungkinkan,
tetapi keuntungannya belum jelas.

a. Terapi Sistemik
Kemoterapi untuk kanker kolorektal dilakukan dengan berbagai
pertimbangan, antara lain adalah stadium penyakit, risiko kekambuhan dan
performance status. Berdasarkan pertimbangan tersebut kemoterapi pada kanker
kolorektal dapat dilakukan sebagai terapi ajuvan, neoaduvan atau paliatif. Terapi
ajuvan direkomendasikan untuk KKR stadium III dan stadium II yang memiliki
risiko tinggi. Yang termasuk risiko tinggi adalah: jumlah KGB yang terambil <12
buah, tumor berdiferensiasi buruk, invasi vaskular atau limfatik atau perineural;
tumor dengan obstruksi atau perforasi, dan pT4. Kemoterapi ajuvan diberikan
kepada pasien dengan WHO performance status (PS) 0 atau 1. Selain itu, untuk

32
memantau efek samping, sebelum terapi perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), serta elektrolit darah.
a. 5-Flourourasil (5-FU)
Secara kimia, fluorourasil suatu fluorinated pyrimidine, adalah 5- fluoro-2,4
(1H,3H)-pyrimidinedione. 5-Fluorourasil (5-FU) merupakan obat kemoterapi
golongan antimetabolit pirimidin dengan mekanisme kerja menghambat metilasi
asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat dengan menghambat enzim timidilat
sintase, terjadi defisiensi timin sehingga menghambat sintesis asam
deoksiribonukleat (DNA), dan dalam tingkat yang lebih kecil dapat menghambat
pembentukan asam ribonukleat (RNA). DNA dan RNA ini penting dalam
pembelahan dan pertumbuhan sel, dan efek dari 5- FUdapat membuat defisiensi
timin yang menimbulkan ketidakseimbangan pertumbuhan dan menyebabkan
kematian sel. Untuk terjadinya mekanisme penghambatan timidilat sintase tersebut,
dibutuhkan k kofaktor folat tereduksi agar terjadi ikatan yang kuat antara 5-FdUMP
dan timidilat sintase. Kofaktor folat tereduksi didapatkan dari leucovorin.
5-FU efektif untuk terapi karsinoma kolon, rektum, payudara, gaster dan
pankreas. Kontraindikasi pada pasien dengan status nutrisi buruk, depresi sumsum
tulang, infeksi berat dan hipersensitif terhadap fluorourasil. Efek samping dapat
terjadi pada penggunaan 5-FU adalah sebagai berikut:
 Stomatitis dan esofagofaringitis, tampak lebih awal;
 Diare, anoreksia, mual dan muntah;
 Tukak dan perdarahan gastrointestinal;
 Lekopenia (leukosit < 3500/μL), atau penurunan leukosit
 secara cepat;
 Trombositopenia (trombosit < 100.000/μL);
 Efek yang jarang terjadi dapat berupa sindrom palmar-plantar
erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome, dan alopesia.

b. Leucovorin/Ca-folinat58
Leucovorin secara kimia merupakan turunan asam folat, yang juga dapat
digunakan sebagai antidotum obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat.

33
Leucovorin disebut juga asam folinat, citrovorum factor, atau asam 5-formil-5,6,7,8-
asam tetrahidrofolat. Secara biologi, merupakan bahan aktif dari campuran antara (-
)-I-isomer yang dikenal sebagai citrovorum factor atau (-)- asam folinat. Leucovorin
bukan merupakan obat antineoplastik, penggunaan bersama 5-FU tidak
menimbulkan perubahan farmakokinetik plasma.
Leucovorin dapat menambah efek terapi dan efek samping penggunaan
fluoropirimidintermasuk 5-FU pada pengobatan kanker. 5-FU dimetabolisme
menjadi asam fluorodeoksiuridilat, yang mengikat dan menghambat enzim timidilate
sintase (enzim yang penting dalam memperbaiki dan mereplikasi DNA). Leucovorin
dengan mudah diubah menjadi turunan folat yang lain, yaitu 5,10- metilin
tetrahidrofolat, yang mampu menstabilkan ikatan asam fluorodeoksiuridilat terhadap
timidilat sintase dan dengan demikian meningkatkan penghambatan enzim tersebut.
Leucovorin tidak boleh digunakan pada anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik
yang lain, sekunder akibat kekurangan vitamin B12.

g. Prognosis
Prognosis bergantung pada ada tidaknya metastasis jauh, yakni bergantung
pada klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan tumor. Pada tumor yang
terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima
tahun adalah 80%, pada tumor yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%,
dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh 1 %.

34
BAB III
Kesimpulan

Tumor abdomen merupakan suatu benjolan atau pembengkakan abnormal


dalam abdomen, yang meliputi organ-organ hepar, limpa, lambung dan usus
halus, kolon, ginjal, ureter, buli-buli, pancreas
Tumor abdomen merupakan salah satu tumor yang sangat sulit untuk
dideteksi. Berbeda dengan jenis tumor lainnya yang mudah diraba ketika mulai
mendesak jaringan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena sifat rongga tumor
abdomen yang longgar dan sangat fleksibel. Tumor abdomen bila telah terdeteksi
harus mendapat penanganan khusus. Bahkan, bila perlu dilakukan pemantauan
disertai dukungan pemeriksaan secara intensif. Bila demikian, pengangkatan dapat
dilakukan sedini mungkin.
Endoskopi (sebuah pemeriksaan dimana sebuah pipa elastis digunakan
untuk melihat bagian dalam pada saluran pencernaan) adalah prosedur diagnosa
terbaik. Hal yang memudahkan seorang dokter untuk melihat langsung dalam
perut, untuk memeriksa helicobacter pylori, dan untuk mengambil contoh jaringan
untuk diteliti di bawah sebuah mikroskop (biopsi). Sinar X barium jarang
digunakan karena hal tersebut jarang mengungkapkan kanker tahap awal dan tidak
dianjurkan untuk biopsi. Jika kanker ditemukan, orang biasanya menggunakan
computer tomography (CT) scan pada dada dan perut untuk memastikan
penyebarannya yang mana tumor tersebut telah menyebar ke organ-organ lainnya.
Jika CT scan tidak bisa menunjukkan penyebaran tumor. Dokter biasanya
melakukan endoskopi ultrasonic (yang memperlihatkan lapisan saluran
pencernaan lebih jelas karena pemeriksaan diletakkan pada ujung endoskopi)
untuk memastikan kedalaman tumor tersebut dan pengaruh pada sekitar getah
bening.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Saku Kedokteran Dorland, edisi 25.

2. Doherty GM. Small Intestines. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery


13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.
3. Ebook : Schwatzs Principles of Surgery, Ed 10. 2009
4. Jong, Wim de & Syamsuhidajat: Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 3. Jakarta : EGC,
2012.

5. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Gastrointestinal


Tumours. In : Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004.
Pennsylvania : Elsevier.
6. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Small
Intestine Surgery. In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008.
Washington : Lippincott Williams & Wilkins.

36

Вам также может понравиться

  • Case Report Corpus Alienum Telinga
    Case Report Corpus Alienum Telinga
    Документ25 страниц
    Case Report Corpus Alienum Telinga
    Filo Siwa
    Оценок пока нет
  • Document
    Document
    Документ3 страницы
    Document
    Filo Siwa
    Оценок пока нет
  • Forensik
    Forensik
    Документ16 страниц
    Forensik
    Filo Siwa
    Оценок пока нет
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Документ10 страниц
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Filologus Siwabessy
    Оценок пока нет
  • DHGDJH
    DHGDJH
    Документ4 страницы
    DHGDJH
    Filo Siwa
    Оценок пока нет
  • (PDF) Kesehatan Reproduksi Remaja
    (PDF) Kesehatan Reproduksi Remaja
    Документ104 страницы
    (PDF) Kesehatan Reproduksi Remaja
    Filo Siwa
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus SNH
    Laporan Kasus SNH
    Документ39 страниц
    Laporan Kasus SNH
    Filo Siwa
    Оценок пока нет
  • Kasus Malaria
    Kasus Malaria
    Документ27 страниц
    Kasus Malaria
    Hafizah Mailani Lestari
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Asma
    Laporan Kasus Asma
    Документ8 страниц
    Laporan Kasus Asma
    Filo Siwa
    Оценок пока нет
  • Infodatin Diabetes
    Infodatin Diabetes
    Документ2 страницы
    Infodatin Diabetes
    Rodiah
    Оценок пока нет
  • DHGDJH
    DHGDJH
    Документ4 страницы
    DHGDJH
    Filo Siwa
    Оценок пока нет