Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Indonesia sendiri. Tidak perlu ‘identiek’, artinya sama dengan demokrasi yang dijalankan
oleh bangsa-bangsa lain. Pesan Bung Karno: “Janganlah demokrasi kita itu demokrasi
jiplakan”. Menurut Soekarno dan Hatta, demokrasi yang diinginkan negara Indonesia yang
pada waktu itu sedang diperjuangkan kemerdekaannya, yakni, bukan demokrasi liberal yang
biasanya memihak golongan yang kuat social ekonominya.Selain itu, Bung Karno
menandaskan bahwa negara Indonesia tidak didirikan sebagai tempat merajalelanya kaum
kapitalis. Demokrasi di Indonesia adalah kedaulatan rakyat sebagaimana yang tercantum
pada Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945. Menurut Harjono (mantan hakim Mahkamah Konstitusi
RI), dalam konteks kedaulatan rakyat ini, ada dua hal yang harus dibedakan, yakni kadaulatan
yang masih berada di tangan rakyat dan kedaulatan yang telah dilimpahkan kepada atau
dilaksanakan dalam kerangka undang-undang dasar.
Demokrasi Indonesia pada hakikatnya merupakan demokrasi yang dijiwai dan
diintegrasikan dengan sila-sila yang terkandung pada Pancasila sebagai dasar negara. Hal itu
berarti bahwa hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada
Tuhan Yang Maha Esa, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan
harkat dan martabat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan haruslah
pula dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Sejak negara ini terbentuk pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, sudah
ada beberapa macam demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia, antara lain :
1. Demokrasi Parlementer (Liberal)
Pada masa berlakunya Demokrasi Parlementer (1945-1959), kehidupan politik dan
pemerintahan tidak stabil sehingga program suatu kabinet tidak dapat dilaksanakan dengan
baik dan berkesinambungan. Salah satu faktor penyebab ketidakstabilan tersebut adalah
sering bergantinya kabinet yang bertugas sebagai pelaksana pemerintahan. Misalnya, selama
tahun 1945-1949 dikenal beberapa kabinet antara lain Kabinet Syahrir I, Kabinet Syahrir II,
dan Kabinet Amir Syarifudin. Sementara itu, pada tahun 1950-1959, umur kabinet kurang
lebih hanya satu tahun dan terjadi tujuh kali pergantian kabinet, yaitu Kabinet Natsir,
Sukimin, Wilopo, Ali Sastro Amidjojo I, Burhanudin Harahap, Ali Sastro Amidjojo II, dan
Kabinet Djuanda.
Namun demikian praktek demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
Dominannya partai politik
Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950 Atas dasar
kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
Bubarkan konstituante
Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUDS 1950
Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Demokrasi Terpimpin
Istilah Demokrasi Terpimpin untuk pertama kalinya dipakai secara resmi dalam pidato
Presiden Soekarno pada 10 November 1956 ketika membuka sidang konstitunte di Bandung.
Menurut Soekarno, demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dari format politik yang kelihatannya
demokratis itu, dalam prateknya pada masa itu lebih terlihat mengarah kepada otoriter yang
memusatkan kekuasaannya pada Presiden saja yang ditandai dengan pembetukan
kepemimpinan yang inkonstitusional dengan keluarnya TAP MPR No. III/MPR/1963 tentang
pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup dan membatalkan masa jabatan
Presiden 5 tahun dalam UUD 1945. Sementara untuk pers yang dianggap menyimpang dari
“rel revolusi” ditiadakan dan dibredel. Demokrasi Terpimpin memiliki kelebihan yang dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat pada waktu itu. Hal itu dapat dilihat dari
ungkapan Bung Karno ketika memberikan amanat kepada konstituante pada 22 April 1959
tentang pokok-pokok Demokrasi Terpimpin yang antara lain adalah sebagai berikut:
Derap reformasi yang mengawali lengsernya Orde Baru pada awal tahun 1998 pada
dasarnya merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan komitmen bangsa Indonesia
yang secara rasional dan sistematis bertekad untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar
demokrasi. Nilai-nilai dasar tersebut antara lain berupa sikap transparan dan aspiratif dalam
segala pengambilan keputusan politik, pers yang bebas, sistem pemilu yang jujur dan adil,
pemisahan TNI dan POLRI, sistem otonomi daerah yang adil, dan prinsip good governance
yang mengedepankan profesionalisme birokrasi lembaga eksekutif, keberadaan badan
legislatif yang kuat dan berwibawa, kekuasaan kehakiman yang independen, partisipasi
masyarakat yang terorganisasi dengan baik, serta penghormatan terhadap supremasi hukum.
Masa demokrasi Pancasila era reformasi, dengan berakar pada kekuatan multipartai yang
berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga Negara, antara eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol sehingga iklim
demokrasi memperoleh nafas baru.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan praktek pelaksanaan demokrasi tersebut,
terdapat beberapa perubahan pelaksanaan demokrasi pada orde reformasi sekarang ini, yaitu:
a) Pemilihan umum yang lebih demokratis
b) Partai politik yang lebih mandiri
c) Pengaturan HAM
d) Lembaga demokrasi di indonesia yang lebih berfungsi
Adapun ciri-ciri khusus yang membedakan demokrasi pancasila di era orde baru dan era
reformasi ini adalah kandungan yang terdapat dalam demokrasi pancasila di era reformasi itu
sendiri, yaitu:
Aspek formal, yakni menunjukkan segi proses dan cara rakyat berpartisipasi dalam
penyelenggaraan negara, yang kesemuanya sudah diatur oleh undang-undang maupun
peraturan-peraturan pelaksanaan yang lainnya.
Aspek kaidah atau normatif, yang berarti bahwa Demokrasi Pancasila di era reformasi
mengandung seperangkat kaidah yang menjadi pembimbing dan aturan dalam
bertingkah laku yang mengikat negara dan warga negara dalam bertindak dan
melaksanakan hak dan kewajiban serta wewenangnya.
Aspek materil, yaitu adanya gambaran manusia yang menegaskan pengakuan atas
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan dan memanusiakan warga negara
dalam masyarakat negara kesatuan republik Indonesia dan masyarakat bangsa-bangsa
di dunia.
Aspek organisasi yang menggambarkan adanya perwujudan demokrasi pancasila dalam
bentuk organisasi pemerintahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Aspek semangat atau kejiwaan di mana demokrasi pancasila memerlukan warga negara
Indonesia yang berkepribadian peka terhadap apa yang menjadi hak dan kewajibannya,
berbudi pekerti luhur, dan tekun serta memiliki jiwa pengabdian.
Aspek tujuan, yaitu menunjukkan adanya keinginan atau tujuan untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang sejahtera dalam negara hukum, negara kesejahteraan,
negara bangsa, dan negara yang memiliki kebudayaan.
Kesimpulan
Demokrasi di negara Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan dan
kemajuan yang pesat meskipun belum benar-benar sesuai dengan yang di harapkan. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan diberikannya kebebasan menyelenggarakan pers,
kebebasan masyarakat dalam berkeyakinan, mengemukakan pendapat, berkumpul,
mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan.
Daftar Pustaka
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Civic Education (Pendidikan
Kewarganegaraan). Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press
Herdiawanto, Heri dan Hamdayama, Jumanta. 2010. Cerdas, Kritis, dan Aktif
Berkewarganegaraan (Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi). Jakarta:
Penerbit Erlangga
Mahfud MD, Moh. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. 1993. Yogyakarta: Liberty
Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory, Oxford University Press, New York,
1996, hlm. 70.
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, GAMA Media, Yogyakarta, 1999,
hlm. 17