Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MENINGITIS VIRAL
Oleh:
Preseptor :
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Laporan kasus ini membahas tentang kasus meningitis viral yang ditemukan di
bangsal anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi.
Laporan kasus ini dibuat dengan metode tinjauan pustaka yang merujuk kepada
literatur tertentu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Etiologi1
- Usia 0-2 bulan : Streptococcus group B, E coli.
- Usia 2 bulan – 5 tahun: Streptococcus pneumoniae, Neisseria Meningitidis,
hemophillus influeanzae.
- Diatas 5 tahun: Streptococcus pneumonia, Neisseria Meningitidis.
2.1.1.2 Diagnosis1
a. Anamnesis
- Seringkali didahului infeksi saluran napas atas atau saluran cerna seperti
demam, batuk pilek, diare, dan muntah.
- Gejala meningitsis adalah demam, nyeri kepala, meningismusdengan atau
tanpa penurunan kesadaram, letargi, malaise, kejang, dan muntah
merupakan hal yang sangat sugestif meningitsis tetapi tidak ada satu
gejalapun yang khas.
- Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak
kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya
berupa demam, irritable, letargi, malas minum, dan high pitch.
b. Pemeriksaan Fisik1
- Gangguan kesadaran dapat berupa penurunana kesadaran atau iritabilitas
- Dapat juga ditemukan ubun-ubun besar yang membonjol, kaku kuduk,
atau tanda rangsang meningeal lain (brudzinski dan kernig), kejang, dan
defisit neurologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak
ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
- Dapat juga ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
- Cari tanda infeksi ditempat lain (infeksi THT, sepsis, pneumonia)
c. Pemeriksaan Penunjang1
- darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan guladarah dan
elektrolit jika ada indikasi.
- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi: didapatkan cairan keruh atau opalescence dengan
Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++), jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan
hitung jenis predominan polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl,
glukosa <40mg/dl, pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi.
2.1.1.3 Tatalaksana1
a. Medikamentosa
diawali dengan terapi empiris, kemudian disesuaikan dengan hasil biakan
dan uji resistensi.
- Terapi empirik antibiotik:
Usia1-3 bulan:
Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + sefotaksim
200-300 mg/ kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
Usia > 3 bulan :
Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau -
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
Ampisislin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
kloramfenikol 100 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur dan resistensi
- Deksametason
Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 4 hari.
Injeksi deksametason diberikan 15-30 menit sebelum atau pada saat pemberian
antibiotik.
Lama pengobatan: Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.
b. Bedah1
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi
seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.
c. Suportif1
- Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah hari ke-3 dan ke-4.
Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan secara teratur. Guna
mencegah muntah dan aspirasi sebaiknya pasien dipuasakan lebih dahulu
pada awal sakit.
- Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak dengan ubun-ubun
besar yang masih terbuka.
- Peningkaan tekanan intrakranial, Syndrome Inappropriate Antidiuretic
Hormone (SIADH), kejang dan demam harus dikontrol dengan baik.
Restriksi cairan atau posisi kepala lebih tinggi tidak selalu dikerjakan pada
setiap anak dengan meningitis bakterial.
- Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH. Diagnosis SIADH ditegakkan
jika terdapat kadar natrium serum yang < 135 mEq/L (135 mmol/L),
osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas
serum, natrium urin > 30 mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda
dehidrasi atau hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan
jumlah cairan dengan memakai cairan isotoni, terutama jika natrium serum
< 130 mEq/L (130 mmol/L). Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan
rumatan jika kadar natrium serum kembali normal.
d. Pemantauan1
- Terapi
Untuk memantau efek samping penggunaan antibiotik dosis tinggi,
dilakukan pemeriksaan darah perifer secara serial, uji fungsi hati, dan uji
fungsi ginjal bila ada indikasi.
- Tumbuh Kembang
Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa meningitis bakterialis terjadi
pada 30% pasien, karena itu uji fungsi pendengaran harus segera dikerjakan
setelah pulang. Gejala sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi, kebutaan,
spastisitas, dan hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang dan konsultasi ke
departemen terkait disesuaikan dengan temuan klinis pada saat follow-up.
b. Pemeriksaan fisik2
Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium:
1. Stadium I (inisial)
Pasien tampak apatis, iritabel, nyeri kepala, demam, malaise, anoreksia, mual
dan muntah. Belum tampak manifestasi kelainan neurologi.
2. Stadium II
Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang meningeal,
kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial, dan gerakan involunter
(tremor, koreoatetosis, hemibalismus).
3. Stadium III
Stadium II disertai dengan kesadaran semakin menurun sampai koma,
ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, pupil terfiksasi,
pernapasan ireguler disertai peningkatan suhu tubuh, dan ekstremitas spastis.
Pada funduskopi dapat ditemukan papil yang pucat, tuberkel pada retina, dan
adanya nodul pada koroid. Lakukan pemeriksaan parut BCG dan tanda-tanda
infeksi tuberkulosis di tempat lain.2
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.
Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000 – 20.000 sel/mm3). Sering
ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon
yang tidak adekuat.2
Pungsi lumbal
- Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau santokrom
- Jumlah sel meningkat antara 10–250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3,
hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan
polimorfonuklear.
- Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun di bawah 35 mg/ dl,
rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal.
- Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.
- Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat
memperkuat diagnosis dengan interval dua minggu.
- Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent
assay((ELISA) dan latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman
Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan).
Pemeriksaan pencitraan (computed tomography (CT Scan)/magnetic resonance imaging/
(MRI) kepala dengan kontras) dapat menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal
otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus. Pemeriksaan ini dilakukan jika ada
indikasi, terutama jika dicurigai terdapat komplikasi hidrosefalus.
Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit tuberkulosis.
Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis
Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar.
2.1.2.2 Diagnosis
2.1.2.3 Tatalaksana
a. Medikamentosa
intrakranial yang tinggi dapat diberikan deksametason 6 mg/m2 setiap 4–6 jam atau
dosis 0,3–0,5 mg/kg/hari.
Perlu dipantau adanya komplikasi Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH).
Diagnosis SIADH ditegakkan jika terdapat kadar natrium serum yang <135 mEq/L (135
mmol/L), osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas
serum, natrium urin > 30 mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda dehidrasi
atau hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan jumlah cairan dengan
memakai cairan isotonis, terutama jika natrium serum < 130 mEq/L (130 mmol/L).
Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar natrium serum kembali
normal.2
b. Bedah
Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit > 3 minggu dan dapat
diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Perlu
dilakukan pemantauan terhadap asidosis metabolik pada pemberian asetazolamid.
Beberapa ahli hanya merekomendasikan tindakan VP-shunt jika terdapat hidrosefalus
obstruktif dengan gejala ventrikulomegali disertai peningkatan tekanan intraventrikel
atau edema periventrikuler.2
c. Suportif
Pemantauan darah tepi dan fungsi hati setiap 3-6 bulan untuk mendeteksi
adanya komplikasi obat tuberkulostatik. Gejala sisa yang sering ditemukan adalah
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, palsi serebral, epilepsi, retardasi mental,
maupun gangguan perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh-
kembang, jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait
(Rehabilitasi Medik, telinga hidung tenggorokan (THT), Mata dll) sesuai indikasi.2
2.1.2.4 Pencegahan
Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis
dewasa. Imunisasi BCG dapat mencegah meningitis tuberkulosis. Faktor risiko adalah
malnutrisi, pemakaian kortikosteroid, keganasan, dan infeksi HIV.2
Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di
negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung
kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya
dijumpai pada musim panas dan musim rontok.3
2.1.3.1 Etiologi
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami
tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama
selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus
saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat
menyebabkan meningitis, yakni:
- Virus Mumps
- Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-
zoster, Measles, and Influenza
- Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
- Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis
virus), disebarkan melalui tikus.
2.1.3.2 Patogenesis
Enterovirus: biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute
saluran respirasi
Arbovirus: melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk
Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan
sejenisnya ataupun bahan eksresinya.
Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh
alami tanpa pengobatan yang spesifik.3
Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Roentgen
thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan
kemungkinan meningitis tuberkulosa.
2.1.3.6 Tatalaksana
Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu
terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu
antiviral spesifik mungkin diperlukan. 3
Patogen viral adalah penyebab prominen infeksi saluran napas bawah pada bayi
dan anak lebih tua dari 1 bulan tetapi lebih muda dari usia 5 tahun. Virus dapat
dideteksi pada 40-80 anak dengan pneumonia menggunakan metode diagnostik
molekuler. Di antara virus respirasi, respiratory syncytial virus (RSV) dan
rhinoviruses adalah patogen penyebab paling sering, khususnya pada anak kecil
dari usia 2 tahun. Walaupun demikian, peranan rhinovirus pada infeksi saluran
napas bawah berat tidak signifikan karena virus ini sering terdeteksi pada infeksi
dengan 2 atau lebih patogen dan diantara anak asimptomatik. Virus penyebab
pneumonia lain termasuk virus influenza, parainfluenza, adenovirus, enterovirus,
dan human metapneumovirus.5
2.2.3 Patogenesis
Pneumonia bakterial pada dewasa dan anak lebih tua biasanya dimulai dengan
demem tinggi, batuk, dan nyeri dada. Gejala lain yang dapat terlihat termasuk
mengantuk dengan periode kelelahan intermiten, napas cepat, ansietas, dan
delirium.5
Pada bayi, terdapat gejala prodromal infeksi saluran napas atas dan penurunan
nafsu makan, capai, demam, dan distres pernapasan. Bayi terlihat sakit, dengan
manifestasi distres pernapasan seperti merintih, napas cuping hidung, retraksi
supraklavicular, intercostal, dan subcostal, takipnea, takikardia, air hunger, dan
sering sianosis. Hasil pemeriksaan fisik mungkin menyesatkan, terutama pada bayi
muda, dengan temuan disproporsional terhadap derajat takipnea. Beberapa bayi
dengan pneumonia bakterial mungkin berhubungan dengan gejala intestinal seperti
muntah, anoreksia, diare, dan distensi abdomen sekunder terhadap ileus paralitik.
Progres cepat gejala adalah karakteristik pneumonia bakterial berat.5
2.2.5 Diagnosis
Anamnesis
a. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak
purulen bahkan bisa berdarah.
Batuk dan kesulitan bernapas (lama dalam hari, pola : malam/dini hari?,
faktor pencetus, paroksismal dengan whoops atau muntah atau sianosis
sentral)
b. Sesak napas
c. Riwayat tersedak atau gejala yang tiba-tiba
d. Gejala lain (demam, pilek, wheezing, dll)
e. Kesulitan makan/minum
f. Tampak lemah
g. Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais (infeksi HIV), kelainan anatomi bronkus, atau asma.
h. Riwayat imunisasi : BCG, DPT, campak Hib
i. Riwayat atopi (asma, eksem, rhinitis, dll) pada pasien atau keluarga.
Pemeriksaan Fisik
a. Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan
pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat
menyebabkan anak gelisah atau rewel
Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit ketika anak tenang)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Laboratorium
Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetry1 untuk mengetahui saat pemberian atau menghentikan
terapi oksigen.6
Klasifikasi Pneumonia
Tabel 2.1. Hubungan antara Diagnosis Klinis dan Klasifikasi Pneumonia (MTBS)6
Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):
Bayi :
Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
dan mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucociliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4
jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya
adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
- M.pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak
≥5 tahun
- Makrolid diberikan jika M.pneumoniae atau C.pneumonia dicurigai sebagai
penyebab.
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab.
- Jika S.aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi
flucloxacillin dengan amoksisilin.
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapatkan antibiotik intravena
- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau
intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan
pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil.
Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik.
Kriteria pulang
2.9 Pencegahan