Вы находитесь на странице: 1из 34

Case Report Session

MENINGITIS VIRAL

Oleh:

Winarti Rimadhani 1840312257

Putri Wahyuni 1840312413

Preseptor :

dr. Lydia Aswati, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi
masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya
masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi
Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis.
Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput
otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya
infeksi pada jaringan parenkim otak(1).
Meningitis Viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai
manifestasi dari infeksi CNS. Istilah viral digunakan karena merupakan agen
penyebab, dan penggunaan meningitis mengimplikasikan tidak terlibatnya parenkim
dan medula spinalis. Patogen virus dapat menyebabkan kombinasi infeksi yaitu
meningoencephalitis atau meningomielitis. Pada meningitis viral, perjalanan klinis
biasanya terbatas, dengan pemulihan komplit pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus
hari ini disebabkan oleh enterovirus non polio; sehingga karakteristik penyakit,
manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral. Campak, polio,
dan limfositik choriomeningitis virus (LCMV) saat ini merupakan virus ancaman di
negara berkembang. Polio tetap merupakan penyebab utama dari mielitis pada
beberapa daerah di dunia. Selain virus, meningitis juga bisa disebabkan oleh faktor
lain, seperti bakteri, jamur, iritasi kimia (meningitis kimia), neoplasma (carcinoma
meningitis), kelainan granulomatous, dan kondisi inflamasi lainnya(2).
Untuk itu, adalah suatu hal yang krusial bagi para klinisi memahami
perbedaan tersebut. Namun, dalam referat ini, penyusun akan lebih menekankan
pembahasan pada meningitis viral.
1.2 Tujuan Penulisan
Memahami teori meningitis viral mulai dari anatomi meningen, definisi
sampai pada penatalaksanaan.
1.3 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas tentang kasus meningitis viral yang ditemukan di
bangsal anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi.

1.4 Metode Penulisan

Laporan kasus ini dibuat dengan metode tinjauan pustaka yang merujuk kepada
literatur tertentu.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Meningitis pada Anak

Meningitis adalah peradangan dari membrane meningens sepanjang


membrane piamater, arachnoid, maupun subarachnoid. Berdasarkan etiologi dibagi
atas infeksi dan non infeksi. Meningitis karena infeksi dibagi atas bacterial dan non-
bacterial.1

2.1.1 Meningitis Bakterialis

Meningitis bakterialis adalah suatu perdangan selaput jaringan otak dan


medulla spinalis yang disebabkan oleh bakteri patogen. Peradangan tersebut
mengenai arachnoid, piamater, dan cairan serebrospinalis. Peradangan ini dapat
meluas melalui ruang subarachnoid sekitar otak, medulla spinalis dan ventrikel.
Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir
40% diantara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan
pendengaran dan defisit neurologis. Kecurigaan klinis meningitis sangat
dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak terdeteksi dan tidak diobati dapat
mengakibatkan kematian.1

2.1.1.1 Etiologi1
- Usia 0-2 bulan : Streptococcus group B, E coli.
- Usia 2 bulan – 5 tahun: Streptococcus pneumoniae, Neisseria Meningitidis,
hemophillus influeanzae.
- Diatas 5 tahun: Streptococcus pneumonia, Neisseria Meningitidis.
2.1.1.2 Diagnosis1
a. Anamnesis
- Seringkali didahului infeksi saluran napas atas atau saluran cerna seperti
demam, batuk pilek, diare, dan muntah.
- Gejala meningitsis adalah demam, nyeri kepala, meningismusdengan atau
tanpa penurunan kesadaram, letargi, malaise, kejang, dan muntah
merupakan hal yang sangat sugestif meningitsis tetapi tidak ada satu
gejalapun yang khas.
- Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak
kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya
berupa demam, irritable, letargi, malas minum, dan high pitch.
b. Pemeriksaan Fisik1
- Gangguan kesadaran dapat berupa penurunana kesadaran atau iritabilitas
- Dapat juga ditemukan ubun-ubun besar yang membonjol, kaku kuduk,
atau tanda rangsang meningeal lain (brudzinski dan kernig), kejang, dan
defisit neurologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak
ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
- Dapat juga ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
- Cari tanda infeksi ditempat lain (infeksi THT, sepsis, pneumonia)
c. Pemeriksaan Penunjang1
- darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan guladarah dan
elektrolit jika ada indikasi.
- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi: didapatkan cairan keruh atau opalescence dengan
Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++), jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan
hitung jenis predominan polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl,
glukosa <40mg/dl, pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi.
2.1.1.3 Tatalaksana1
a. Medikamentosa
diawali dengan terapi empiris, kemudian disesuaikan dengan hasil biakan
dan uji resistensi.
- Terapi empirik antibiotik:
 Usia1-3 bulan:
Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + sefotaksim
200-300 mg/ kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
 Usia > 3 bulan :
Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau -
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
Ampisislin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
kloramfenikol 100 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur dan resistensi
- Deksametason
Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 4 hari.
Injeksi deksametason diberikan 15-30 menit sebelum atau pada saat pemberian
antibiotik.
Lama pengobatan: Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.
b. Bedah1
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi
seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.
c. Suportif1
- Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah hari ke-3 dan ke-4.
Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan secara teratur. Guna
mencegah muntah dan aspirasi sebaiknya pasien dipuasakan lebih dahulu
pada awal sakit.
- Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak dengan ubun-ubun
besar yang masih terbuka.
- Peningkaan tekanan intrakranial, Syndrome Inappropriate Antidiuretic
Hormone (SIADH), kejang dan demam harus dikontrol dengan baik.
Restriksi cairan atau posisi kepala lebih tinggi tidak selalu dikerjakan pada
setiap anak dengan meningitis bakterial.
- Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH. Diagnosis SIADH ditegakkan
jika terdapat kadar natrium serum yang < 135 mEq/L (135 mmol/L),
osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas
serum, natrium urin > 30 mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda
dehidrasi atau hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan
jumlah cairan dengan memakai cairan isotoni, terutama jika natrium serum
< 130 mEq/L (130 mmol/L). Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan
rumatan jika kadar natrium serum kembali normal.
d. Pemantauan1
- Terapi
Untuk memantau efek samping penggunaan antibiotik dosis tinggi,
dilakukan pemeriksaan darah perifer secara serial, uji fungsi hati, dan uji
fungsi ginjal bila ada indikasi.
- Tumbuh Kembang
Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa meningitis bakterialis terjadi
pada 30% pasien, karena itu uji fungsi pendengaran harus segera dikerjakan
setelah pulang. Gejala sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi, kebutaan,
spastisitas, dan hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang dan konsultasi ke
departemen terkait disesuaikan dengan temuan klinis pada saat follow-up.

2.1.2 Meningitis Tuberkulosis


Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Biasanya jaringan otak ikut terkena sehingga
disebut sebagai meningoensefalitis tuberkulosis. Angka kejadian jarang dibawah
usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam 5 tahun pertama. Angka kejadian
tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-
20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal
secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis bila
tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3–5 minggu.2
2.1.2.1 Diagnosis2
a. Anamnesis
- Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung akut
- Kejang, deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi, interval) kesadaran setelah
kejang
- Penurunan kesadaran
- Penurunan berat badan (BB), anoreksia, muntah, sering batuk dan pilek
- Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa
- Riwayat imunisasi BCG

b. Pemeriksaan fisik2
Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium:
1. Stadium I (inisial)
Pasien tampak apatis, iritabel, nyeri kepala, demam, malaise, anoreksia, mual
dan muntah. Belum tampak manifestasi kelainan neurologi.
2. Stadium II
Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang meningeal,
kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial, dan gerakan involunter
(tremor, koreoatetosis, hemibalismus).
3. Stadium III
Stadium II disertai dengan kesadaran semakin menurun sampai koma,
ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, pupil terfiksasi,
pernapasan ireguler disertai peningkatan suhu tubuh, dan ekstremitas spastis.

Pada funduskopi dapat ditemukan papil yang pucat, tuberkel pada retina, dan
adanya nodul pada koroid. Lakukan pemeriksaan parut BCG dan tanda-tanda
infeksi tuberkulosis di tempat lain.2
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.
Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000 – 20.000 sel/mm3). Sering
ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon
yang tidak adekuat.2
 Pungsi lumbal
- Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau santokrom

- Jumlah sel meningkat antara 10–250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3,
hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan
polimorfonuklear.
- Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun di bawah 35 mg/ dl,
rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal.
- Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.
- Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat
memperkuat diagnosis dengan interval dua minggu.
- Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent
assay((ELISA) dan latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman
Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan).
 Pemeriksaan pencitraan (computed tomography (CT Scan)/magnetic resonance imaging/
(MRI) kepala dengan kontras) dapat menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal
otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus. Pemeriksaan ini dilakukan jika ada
indikasi, terutama jika dicurigai terdapat komplikasi hidrosefalus.
 Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit tuberkulosis.
 Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis
 Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar.
2.1.2.2 Diagnosis

Diagnosis pasti bila ditemukan M. tuberkulosis pada pemeriksaan apus


LCS/kultur.2

2.1.2.3 Tatalaksana
a. Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa diberikan sesuai rekomendasi American Academy of


Pediatrics 1994, yakni dengan pemberian 4 macam obat selama 2 bulan, dilanjutkan
dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan.2

Dosis obat antituberkulosis adalah sebagai berikut:

- Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari.


- Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari.
- Pirazinamid 15-30 mg/kgBB.hari, dosis maksimal 2000 mg/hari.
- Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari atau streptomisin IM 20
– 30 mg/kg/hari dengan maksimal 1 gram/hari.

Kortikosteroid diberikan untuk menurunkan inflamasi dan edema serebral. Prednison


diberikan dengan dosis 1–2 mg/kg/hari selama 6–8 minggu. Adanya peningkatan tekanan

intrakranial yang tinggi dapat diberikan deksametason 6 mg/m2 setiap 4–6 jam atau
dosis 0,3–0,5 mg/kg/hari.
Perlu dipantau adanya komplikasi Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH).
Diagnosis SIADH ditegakkan jika terdapat kadar natrium serum yang <135 mEq/L (135
mmol/L), osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas
serum, natrium urin > 30 mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda dehidrasi
atau hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan jumlah cairan dengan
memakai cairan isotonis, terutama jika natrium serum < 130 mEq/L (130 mmol/L).
Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar natrium serum kembali
normal.2

b. Bedah

Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit > 3 minggu dan dapat
diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Perlu
dilakukan pemantauan terhadap asidosis metabolik pada pemberian asetazolamid.
Beberapa ahli hanya merekomendasikan tindakan VP-shunt jika terdapat hidrosefalus
obstruktif dengan gejala ventrikulomegali disertai peningkatan tekanan intraventrikel
atau edema periventrikuler.2

c. Suportif

Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke


Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas,
serta mencegah kontraktur.2

d. Pemantauan pasca rawat

Pemantauan darah tepi dan fungsi hati setiap 3-6 bulan untuk mendeteksi
adanya komplikasi obat tuberkulostatik. Gejala sisa yang sering ditemukan adalah
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, palsi serebral, epilepsi, retardasi mental,
maupun gangguan perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh-
kembang, jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait
(Rehabilitasi Medik, telinga hidung tenggorokan (THT), Mata dll) sesuai indikasi.2

2.1.2.4 Pencegahan
Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis
dewasa. Imunisasi BCG dapat mencegah meningitis tuberkulosis. Faktor risiko adalah
malnutrisi, pemakaian kortikosteroid, keganasan, dan infeksi HIV.2

2.1.3 Meningiitis Viral

Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan


berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai
75.000 kasus. Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis
yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur. Menurut
data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pasien
rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 – 50.000 tiap tahunnya. 3

Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di
negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung
kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya
dijumpai pada musim panas dan musim rontok.3

2.1.3.1 Etiologi

Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami
tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama
selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus
saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat
menyebabkan meningitis, yakni:

- Virus Mumps
- Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-
zoster, Measles, and Influenza
- Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
- Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis
virus), disebarkan melalui tikus.
2.1.3.2 Patogenesis

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan


masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan.
Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh
dengan beberapa cara:3
 Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
 Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
 Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama
kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.
 Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak dipermukaan selaput
lender dan menyebar melalui system saraf.
Berikut contoh cara transmisi virus :3

 Enterovirus: biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute
saluran respirasi
 Arbovirus: melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk
 Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan
sejenisnya ataupun bahan eksresinya.

Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus;


pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau dengan
penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut,
mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah menyebabkan infeksi beberapa
organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak
terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran
sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti klinis
penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung
sepanjang akson saraf.3

Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran


jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes
terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi
virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat
mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3)
oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.3
Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau
neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui.
Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas
pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus),
dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum
virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon
imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB).
Virus bereplikasi pada sistem organ awal (seperti mukasa sistem respiratorius atau
gastrointestinal) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer
memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe
/ limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia
sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP.
Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan
host. 3

2.1.3.3 Manifestasi Klinis

Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh
alami tanpa pengobatan yang spesifik.3

Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-


kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada
anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku
kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah,
penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia,
myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah.
Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila
penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas
yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk,
tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif. 3

Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :

 Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus


 Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari
campak dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina
dari infeksi coxsackie virus A
 Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV
 Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau
HIV
 Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps
2.1.3.4 Pemeriksaan Laboratorium3
- Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
- Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan
penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan
dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau
hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap kriteria
standar pada pemeriksaan bakteri atau piogendari meningitis aseptic. Lagi-lagi,
pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri dapat timbul dengan
pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal berikut ini merupakan
karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral:
 Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L
darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan
merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24
jam pertama; hitung sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada
pola LCS klasik meningitisviral. Hal ini menolong untuk membedakan
meningitis bakterial dari viral, dimana mempunyai lebih tinggi hitung sel
dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini merupakan bukan
merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.
 Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat
bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.
- Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat
termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan
gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi
intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk
penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses
intrakranial, empyema subdural, atau lesi lain. Secara alternative, dan jika
tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan. MRI dengan contrast
merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi intrakranial pada
encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus
temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.
- Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam24-
48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab meningitis.
Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan
visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan.
EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien
yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform discharge (PLEDs)
seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic.
- Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam
mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi
individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial,
biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.
2.1.3.5 Diagnosa

Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam


prakteknya, pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya
jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit ini.3

Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS


dan perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan
penyebab mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira,
mikobakterium) agar kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat
disingkirkan.3

Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Roentgen
thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan
kemungkinan meningitis tuberkulosa.

2.1.3.6 Tatalaksana
Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu
terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu
antiviral spesifik mungkin diperlukan. 3

Pada pasien dengan defisiensi imun (seperti agammaglobulinemia),


penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik
enterovirus. 3

 Herpes Simplex meningitis


Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10
mg / kg IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2
meningitis. Beberapa ahli tidak menganjurkan terapi antivirus kecuali bila
diikuti dengan ensefalitis.
 CMV meningitis
Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg
q24h) dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis
90-120 mg / kg q24h IV) digunakan untuk CMV meningitis pada host yang
immunocompromised.
 HIV meningitis
Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan
meningitis HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut.
2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia didefinisikan sebagai inflamasi parenkim paru yang meliputi


alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan
tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya.4

2.2.2 Etiologi Penumonia

Walaupun kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,


penyebab noninfeksi seperti aspirasi (makanan atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, dan zat menyerupai lemak), reaksi hipersensitivitas, dan pneumonitis
yang diinduksi oleh obat atau radiasi. Penyebab pneumonia pada individu pasien
sering sulit diidentifikasi karena kultur jaringan paru secara langsung bersifat
invasif dan jarang dilakukan. Kultur spesimen pada anak yang diambil dari saluran
napas atas atau sputum biasanya tidak akurat merefleksikan penyebab infeksi
saluran napas bawah.4

Streptococcus penumoniae (pneumococcus) adalah bakteri patogen


terbanyak pada anak usia 3 minggu hingga 4 tahun, sedangkan Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia adalah bakteri patogen terbanyak pada
anak usia lebih dari 5 tahun. Selain pneumococcus, bakteri lain penyebab
pneumonia pada anak sehat di Amerika Serikat adalah streptococcus grup A
(streptococcus pyogenes) dan Staphylococcus aureus. S. aureus pneumonia sering
merupakan komplikasi penyakit yang disebabkan oleh virus influenza.4

S. pneumoniae, H.influenza, dan S.aureus adalah penyebab utama rawatan dan


kematian karena pneumonia bakterial pada anak di negara berkembang, walaupun
pada anak dengan infeksi HIV, Mycobacterium tuberculosis, atypical
mycobacteria, Salmonella, Escherichia coli, dan Pneumocystis jiroveci harus
dipertimbangkan. Insiden pneumonia yang disebabkan oleh H. influenza atau
S.pneumoniae telah menurun secara signifikan di area yang telah menerapkan
imnisasi secara rutin.5

Patogen viral adalah penyebab prominen infeksi saluran napas bawah pada bayi
dan anak lebih tua dari 1 bulan tetapi lebih muda dari usia 5 tahun. Virus dapat
dideteksi pada 40-80 anak dengan pneumonia menggunakan metode diagnostik
molekuler. Di antara virus respirasi, respiratory syncytial virus (RSV) dan
rhinoviruses adalah patogen penyebab paling sering, khususnya pada anak kecil
dari usia 2 tahun. Walaupun demikian, peranan rhinovirus pada infeksi saluran
napas bawah berat tidak signifikan karena virus ini sering terdeteksi pada infeksi
dengan 2 atau lebih patogen dan diantara anak asimptomatik. Virus penyebab
pneumonia lain termasuk virus influenza, parainfluenza, adenovirus, enterovirus,
dan human metapneumovirus.5

Tabel 2.1 Agen etiologi diklasifikasikan berdasarkan umur pasien5

2.2.3 Patogenesis

Saluran napas bawah normalnya dipertahankan tetap steril dengan


mekanisme pertahanan fisiologis, termasuk bersihan mukosiliar, sifat normal
sekresi seperti imunoglobulin (Ig) A, dan bersihan saluran napas dengan batuk.
Mekanisme pertahanan imunologis paru membatasi invasi organisme patogen
termasuk makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, sekresi IgA, dan
imunoglobuin lain. Trauma, anestesia, dan aspirasi meningkatkan risiko infeksi
paru.5

Pneumonia viral biasanya disebabkan penyebaran infeksi sepanjang saluran


napas, diikuti injuri langsung epitel respirasi, yang menyebabkan obstruksi saluran
napas karena edema, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter saluran napas
yang kecil pada bayi muda membuat pasien lebih mudah mengalami infeksi berat.
Atelektasis, edema interstitial, dan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
menyebbakan hipoksemia signifikan sering disertai obstruksi salurn napas. Infeksi
viral salurn napas juga dapat menjadi predisposisi infeksi bakterial sekunder dengan
mengganggu mekanisme pertahanan normal, merubah sekresi, dam memodifikasi
flora bakterial.5

Pneumonia bakterial sering terjadi ketika organisme saluran napas


mengkolonisasi trakea dan kemudian berhubungan dengan paru, tetapi
pneumonia dapat merupakah hasil dari invasi langsung jaringan paru setelah
bakteremia. Ketika infeksi bakteri terjadi di parenkim paru, proses patologis
bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M.pneumonia melengket pada
epitel respirasi, menghambat aksi siliar, dan menyebabkan kerusakan seluler dan
respon inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlangsung, debris seluler
melambat, sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi saluran napas, dengan
penyebaran infeksi terjadi sepanjang bronchial tree, seperti yang terjadi pada
pneumonia viral.5

S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi


organisme dan penyebarannya ke bagian paru lain, sering menyebabkan
keterlibatan fokal lobar.5

Infeksi Streptococcus grup A saluran napas bawah menyebabkan infeksi


pneumonia interstitial difus. Patologi termasuk nekrosis mukosa tracheobronchial;
formasi eksudat yang banyak, edema, dan hemoragik lokal, dengan ekstensi hingga
septa interalveolar; dan keterlibatan pembuluh limfe dan meningkatnya keterlibatan
pluera sekitar.5

Pneumonia S. aureus bermanifes sebagai bronchopneumonia yang sering


ditemukan unilateral dan memiliki karakteristik terdapatya area nekrosis hemoragik
ekstensif dan area kavitas irreguler parenkim paru, sehingga menyebabkan
pneumatoceles, empyema, atau fistula bronkopulmoner.5
Pneumonia rekuren didefinisikan sebagai 2 atau lebih episode dalam satu
tahun atau 3 atau lebih episode, dengan radiographic clearing antara kejadian.
Faktor penyebeb harus dipertimbangkan jika bayi mengalami pneumonia rekuren.5

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer


melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat
fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mangalami deger=nerasi, fibrin menipis, kuman dan
debris menghilang. Stadium ini disebut resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan
paru yang tidak terkena akan tetap normal.

Tabel 2.2 Diferensial Diagnosis Pneumonia Rekuren5

2.2.4 Manifestasi Klinis

Pneumonia biasanya didahului oleh beberapa hari gejala infeksi saluran


napas atas, biasanya rhinitis dan batuk. Pada pneumonia viral, demam biasanya ada
tetapi suhu biasanya lebih rendah dari pneumonia bakterial. Takipnea adalah
manifestasi klinis yang paling konsisten dari pneumonia. Meningkatnya usaha
napas diikuti retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal, napas cuping hidung,
dan penggunaan otot-otot aksesoris. Infeksi berat dapat diikuti dengan sianosis dan
letargi, terutama pada bayi. Auskultasi dada dapat ditemukan rhonki dan wheezing,
tetapi sering sulit melokalisasi sumber suara adventisia pada anak muda dengan
dada hiperresonan. Hal ini sering tidak mungkin untuk membedakan pneumonia
viral secara klinis dari penyakit akibat Micoplasma dan bakteri patogen lain.5

Pneumonia bakterial pada dewasa dan anak lebih tua biasanya dimulai dengan
demem tinggi, batuk, dan nyeri dada. Gejala lain yang dapat terlihat termasuk
mengantuk dengan periode kelelahan intermiten, napas cepat, ansietas, dan
delirium.5

Temuan klinis tergantung stadium pneumonia. Awal sakit, suara napas


menghilng, scattered crackles, dan rhonchi biasanya terdengar di seluruh lapangan
paru yang terkena. Seiring dengan perkembangan konsolidasi atau komplikasi
pneumonia seperti efusi pleura atau empiema, pekak pada perkusi dan suara napas
menghilang. Distensi abdomen mungkin prominent karena dilasi gaster dari udara
yang tertelan atau ileus. Nyeri abdomen sering pada pneumonia lobus bawah. Hepar
mungkin membesar karena pergerakan kebawah dari diafragma sekunder terhadap
hiperinflasi paru atau supeimpos gagal jantung kongestif.5

Pada bayi, terdapat gejala prodromal infeksi saluran napas atas dan penurunan
nafsu makan, capai, demam, dan distres pernapasan. Bayi terlihat sakit, dengan
manifestasi distres pernapasan seperti merintih, napas cuping hidung, retraksi
supraklavicular, intercostal, dan subcostal, takipnea, takikardia, air hunger, dan
sering sianosis. Hasil pemeriksaan fisik mungkin menyesatkan, terutama pada bayi
muda, dengan temuan disproporsional terhadap derajat takipnea. Beberapa bayi
dengan pneumonia bakterial mungkin berhubungan dengan gejala intestinal seperti
muntah, anoreksia, diare, dan distensi abdomen sekunder terhadap ileus paralitik.
Progres cepat gejala adalah karakteristik pneumonia bakterial berat.5

2.2.5 Diagnosis

Anamnesis
a. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak
purulen bahkan bisa berdarah.
Batuk dan kesulitan bernapas (lama dalam hari, pola : malam/dini hari?,
faktor pencetus, paroksismal dengan whoops atau muntah atau sianosis
sentral)
b. Sesak napas
c. Riwayat tersedak atau gejala yang tiba-tiba
d. Gejala lain (demam, pilek, wheezing, dll)
e. Kesulitan makan/minum
f. Tampak lemah
g. Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais (infeksi HIV), kelainan anatomi bronkus, atau asma.
h. Riwayat imunisasi : BCG, DPT, campak Hib
i. Riwayat atopi (asma, eksem, rhinitis, dll) pada pasien atau keluarga.

Pemeriksaan Fisik

a. Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan
pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat
menyebabkan anak gelisah atau rewel
Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit ketika anak tenang)

Napas cepat: Umur < 2 bulan : > 60 kali

Umur 2 – 11 bulan : > 50 kali

Umur 1 – 5 tahun : > 40 kali


Umur > 5 tahun : > 30 kali

b. Penilaian keadaaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan


makan/minum, merintih/grunting, pernapasan cuping hidung, wheezing,
stridor
c. Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal atau tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest-indrawing), batuk, krepitasi, dan
penurunan suara paru.
d. Demam dan sianosis
e. Auskultasi – crackles (ronki) atau suara napas bronkial
f. Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang
klasik.
Abdomen

- Masa abdominal : cair, padat


- Pembesaran hati dan limpa

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

a. Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak


dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi
b. Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
c. Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya
kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala
yang menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik.
d. Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.6
e. Infiltrat pada foto polos toraks (OA dan lateral) mendukung diagnosis
pneumonia; foto juga mengindikasikan komplikasi berupa efusi pleura atau
empiema.5
Gambar 2.1. Konsolidasi di lobus kanan bawah, mnecerminkan pneumonia
bakterial.5

Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan


untuk membantu menentukan pemberian antibiotik.1 pemeriksaan jumlah
leukosit dapat berguna untuk membedakan pneumonia viral dan bakterial.
Pada pneumonia viral, jumlah leukosit dapat normal atau meningkat tetapi
tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit. Pneumonia
bakterial biasanya berhubungan dengan jumlah leukosit meningkat, range
antara 15.000-40.000/mm3 dan sel yang dominan granulosit.6
b. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada
setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial
c. Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia.
d. Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas
tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian
antibiotik.
e. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut
lain tidak dapat membedkaan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.
f. Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.
Pemeriksaan Lain

Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetry1 untuk mengetahui saat pemberian atau menghentikan
terapi oksigen.6

Klasifikasi Pneumonia

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan


retraksi subkosta untuk menglasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak
malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.4 Dalam program
penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia
sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada
tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi
napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat
penyakit.5

Dalam MTBS/IMCI, anak dengan batuk di”klasifikasi”kan sebagai


penyakit sangat berat (pneumonia berat) dan pasien harus dirawat-inap; pneumonia
yang berobat jalan, dan batuk: bukan pneumonia yang cukup diberi nasihat untuk
perawatan di rumah. Derajat keparahan dalam diagnosis pneumonia dalam buku ini
dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus di rawat inap dan pneumonia
ringan yang bisa rawat jalan.6

Tabel 2.1. Hubungan antara Diagnosis Klinis dan Klasifikasi Pneumonia (MTBS)6
Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):

a. Bayi kurang dari 2 bulan


 Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
 Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang,
letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler
b. Anak umur 2 bulan – 5 tahun
 Pneumonia ringan: napas cepat
Di samping batuk dan kesulitan bernapas, hanya terdapat napas
cepat saja.
- Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥50 kali/menit
- Pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥40 kali/menit
Tatalaksana :

- Anak di rawat jalan


- Beri antibiotik : kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kbBB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
Tindak Lanjut

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk


membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau
keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.

Ketika anak kembali:

- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang,


nafsu
makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
- Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada
perubahan,
ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2
hari lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan
tangani
sesuai pedoman
 Pneumonia berat: retraksi
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dadabgian bawah ke dalam
- Foto dada menunjukan gambaran pneumonia (infiltrate luas,
konsolidasi, dll)
- Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
- Napas cepat:

o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit

o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit

o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

- Suara merintih (grunting) pada bayi muda


- Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

- Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan


semuanya
- Kejang, letargis atau tidak sadar
- Sianosis
- Distres pernapasan berat.
Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda
(misalnya:
pemberian oksigen, jenis antibiotik).
Tatalaksana
Anak di rawat di rumah sakit
 Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang,
letargis, malnutris
Tabel 2.2. Diagnosis Banding anak umur 2 bulan – 5 tahun yang datang dengan
Batuk dan atau Kesulitan Bernapas6
2.2.6 Tatalaksana

Kriteria Rawat Inap

Bayi :

- Saturasi oksigen ≤92%, sianosis


- Frekuensi napas >60x/menit
- Distres pernapasan, apnea intermitten, atau grunting
- Tidak mau makan/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak :

- Saturan oksigen <92%, sianosis


- Frekuensi napas >50x/menit
- Distres pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tdak bisa merawat di rumah
Tatalaksana umum

Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
dan mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucociliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4
jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
Pemberian Antibiotik

- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya
adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
- M.pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak
≥5 tahun
- Makrolid diberikan jika M.pneumoniae atau C.pneumonia dicurigai sebagai
penyebab.
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab.
- Jika S.aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi
flucloxacillin dengan amoksisilin.
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapatkan antibiotik intravena

Rekomendasi UKK Respirologi

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

- Neonatus – 2 bulan : Ampisilin + gentamisin


- > 2 bulan :
- Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditembahkan kloramenikol
- Lini kedua seftriakson
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik
golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.
Nutrisi

- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau
intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan
pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil.
Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik.
Kriteria pulang

- Gejala dan tanda pneumonia menghilang


- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah
2.7 Prognosis

Pasien dengan pneumonia bakterial tanpa komplikasi menunjukkan respon


terhadap terapi, dengan perbaikan gejala klinis (demam, batuk, takipnea, nyeri dada)
dalam 48-96 jam setelah pemberian antibiotik. Bukti perbaikan secara radiografi lebih
lambat dibanding perbaikan secara klinis. Sejumlah kemungkinan harus
dipertimbangkan ketika pasien tidak memperlihatkan perbaikan dengan terapi
antibiotik yang tepat: (1) komplikasi, seperti empiema, (2) resistensi bakteri, (3)
etiologi nonbakterial seperti virus atau jamur dan aspirasi benda asing atau makanan,
atau mucous plugs, (5) penyakit dasar seperti imunodefisiensi, diskinesia siliar, kistik
fibrosis, sequestrasi pulmoner, atau malformasi kongenital saluran napas, dan (6)
penyebab noninfeksi.5

Mortalitas pneumonia berbasis komunitas di negara berkembang jarang, dan


kebanyakan anak dengan pneumonia tidak mengalami sekuele pulmonel jangka
panjang.5
2.8 Komplikasi

Komplikasi pneumonia biasanya merupakan hasil penyebaran infeksi bakterial


dengan kavitas thorax atau bakteremia dan penyebaran hematologi.5

2.9 Pencegahan

Beberapa bukti menunjukkan bahwa vaksinasi telah menurunkan insidens rawat


inap pneumonia.5

Вам также может понравиться

  • Referat Radiologi Stroke Iskemik
    Referat Radiologi Stroke Iskemik
    Документ75 страниц
    Referat Radiologi Stroke Iskemik
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • INFERTILITAS DIAGNOSIS
    INFERTILITAS DIAGNOSIS
    Документ31 страница
    INFERTILITAS DIAGNOSIS
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Algoritma Komprehensif Untuk Manajemen Nyeri Neuropatik
    Algoritma Komprehensif Untuk Manajemen Nyeri Neuropatik
    Документ25 страниц
    Algoritma Komprehensif Untuk Manajemen Nyeri Neuropatik
    virly tiffany
    Оценок пока нет
  • Modul Forensik Autopsi
    Modul Forensik Autopsi
    Документ12 страниц
    Modul Forensik Autopsi
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Ilmiah Obgyn
    Ilmiah Obgyn
    Документ27 страниц
    Ilmiah Obgyn
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • USG OBSTETRI
    USG OBSTETRI
    Документ42 страницы
    USG OBSTETRI
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Ilmiah Obgyn
    Ilmiah Obgyn
    Документ27 страниц
    Ilmiah Obgyn
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • CRS Stroke
    CRS Stroke
    Документ31 страница
    CRS Stroke
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Crs DHF New
    Crs DHF New
    Документ56 страниц
    Crs DHF New
    EBNY MOBA & PUBG Mobile Gaming
    Оценок пока нет
  • Ekg Normal
    Ekg Normal
    Документ114 страниц
    Ekg Normal
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Modul Forensik Traumatologi
    Modul Forensik Traumatologi
    Документ11 страниц
    Modul Forensik Traumatologi
    Putra
    Оценок пока нет
  • Dengue Hemorrhagic Fever: Case Report Session
    Dengue Hemorrhagic Fever: Case Report Session
    Документ40 страниц
    Dengue Hemorrhagic Fever: Case Report Session
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Leaflet PHBS PDF
    Leaflet PHBS PDF
    Документ2 страницы
    Leaflet PHBS PDF
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Panduantoefl PDF
    Panduantoefl PDF
    Документ7 страниц
    Panduantoefl PDF
    Muhammad azim
    Оценок пока нет
  • Soal To Fdi 1 Batch I 2020 PDF
    Soal To Fdi 1 Batch I 2020 PDF
    Документ43 страницы
    Soal To Fdi 1 Batch I 2020 PDF
    Sarah melissa
    Оценок пока нет
  • Drowning Case
    Drowning Case
    Документ11 страниц
    Drowning Case
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Tugas Ekstrapiramidal Sindrom-Winarti Rimadhani P2695A
    Tugas Ekstrapiramidal Sindrom-Winarti Rimadhani P2695A
    Документ9 страниц
    Tugas Ekstrapiramidal Sindrom-Winarti Rimadhani P2695A
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Calendar
    Calendar
    Документ28 страниц
    Calendar
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Algoritma Komprehensif Untuk Manajemen Nyeri Neuropatik Oke
    Algoritma Komprehensif Untuk Manajemen Nyeri Neuropatik Oke
    Документ23 страницы
    Algoritma Komprehensif Untuk Manajemen Nyeri Neuropatik Oke
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Tabel Gambaran CT Scan
    Tabel Gambaran CT Scan
    Документ2 страницы
    Tabel Gambaran CT Scan
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Leaflet PHBS PDF
    Leaflet PHBS PDF
    Документ2 страницы
    Leaflet PHBS PDF
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • CRS Af DHF
    CRS Af DHF
    Документ50 страниц
    CRS Af DHF
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • (PESERTA) Pediatri 1 Batch Agustus 2017 PDF
    (PESERTA) Pediatri 1 Batch Agustus 2017 PDF
    Документ186 страниц
    (PESERTA) Pediatri 1 Batch Agustus 2017 PDF
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • DETEKSI DINI STROKE
    DETEKSI DINI STROKE
    Документ43 страницы
    DETEKSI DINI STROKE
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет
  • Case DM Tipe 1 Irsyad
    Case DM Tipe 1 Irsyad
    Документ12 страниц
    Case DM Tipe 1 Irsyad
    Irza Nasution
    Оценок пока нет
  • Radioanatomi PDF
    Radioanatomi PDF
    Документ58 страниц
    Radioanatomi PDF
    ilma
    Оценок пока нет
  • Sintesis Estrogen
    Sintesis Estrogen
    Документ21 страница
    Sintesis Estrogen
    Rozaliana
    100% (2)
  • Sintesis Estrogen
    Sintesis Estrogen
    Документ21 страница
    Sintesis Estrogen
    Rozaliana
    100% (2)
  • Bab 3
    Bab 3
    Документ10 страниц
    Bab 3
    Winarti Rimadhani
    Оценок пока нет