Вы находитесь на странице: 1из 18

KEBENARAN ILMU PENGETAHUAN

A. Pengertian Kebenaran

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “berpegang” suatu kebenaran.

A. Tingkat Kebenaran

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :

1. Tingkat kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia

2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui


indara, diolah pula dengan rasio

3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah


kebenaran itu semakin tinggi nilainya

4. Tingkat religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami


kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh
kebanaran.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence : menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan


benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan
atau pendapat tersebut.

2. Teori Consistency : Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti
kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang
berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen
yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

3. Teori Pragmatisme : Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang


dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai
dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu
memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan
pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan
kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di
dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian
dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.

4. Kebenaran Religius : Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan
kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh
umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari
Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

C. Hubungan antara metode dengan kebenaran ilmu pengetahuan

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah, artinya suatu kebenaran
tidak mungkin muncul tanpa adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah. Secara metafisis kebenaran ilmu bertumpu pada
objek ilmu, melalui penelitian dengan dukungan metode serta sarana penelitian
maka diperoleh suatu pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri,
karena tidak ada kontradiksi di dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul
tergantung pada kemampuan menteorikan fakta.

Setiap tradisi epistemologi beranggapan bahwa kebenaran suatu pengetahuan dapat


diperoleh berkat metode yang dipergunakannya, adapun metode-meode tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Empirisme

2. Rasionalisme

3. Induktivisme
D . Sifat dan tingkatan kebenaran ilmu

Kebenaran mempunyai banyak aspek, dan bahkan bersama ilmu dapat didekati
secara terpilah dan hasil yang bervariasi atas objek yang sama. Popper memandang
teori adalah sebagai hasil imajinasi manusia, validitasnya tergantung pada
persetujuan antara konsekuensi dan fakta observasi.

Berdasarkan sifat dari kebenaran ilmu kita dapat mendefinisikan menjadi beberapa
bagian diantaranya adalah:

1. Evolusionisme = pandangan bahwa segala bentuk kehidupan, baik


organisme maupun sosial dan budaya, berkembang secara lambat dr
bentuk sederhana ke arah bentuk yg lebih sempurna ataupun lebih rumit

2. Falsifikasionis = Falsificationisme adalah paham yang meyakini bahwa suatu


teori harus ada peluang di dalam teori tersebut untuk dapat disalahkan.

3. Relativisme = Sebelum melangkah ke pembahasan yang lebih mendalam, ada


baiknya mengetahui dahulu arti relativisme secara bahasa dan istilah. Secara
etimologis, relativisme yang dalam bahasa Inggrisnya relativism, relative berasal
dari bahasa latin relativus (berhubungan dengan). Dalam penerapan
epistemologisnya, ajaran ini menyatakan bahwa semua kebenaran adalah relatif.
Penggagas utama paham ini adalah Protagoras, Pyrrho.
Sedangkan secara terminologis, makna relativisme seperti yang tertera
dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran
dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks
sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih lanjut ensiklopedi ini
menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah;
baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat
relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.

4. Objektivisme = sebuah pandangan yang menekankan bahwa butir-


butir pengetahuan dari soal sederhana sampai dengan teori yang komplek
mempunyai sifat dan ciri yang melampaui keyakinan dan kesadaran
individu yang merancang dan memikirkannya.
E. Standarisasi Ilmu

Filsafat adalah merupakan contoh dari suatu sistem yang mempertahankan


kebenaran hingga mengarah ke bentuk solip. Lingkungan dari berbagai budaya
sepertinya mengadopsi kebenaran yang berbeda satu dengan lainnya karena di sana
tidak ada jalan untuk membandingkan secara transkultural. Popper mengatakan:
kita terkurung dalam kerangka teori kita, ekspektasi kita, pengalaman lampau kita,
dan bahasa kita. Dalam perjalanan sejarah Ilmu, ilmu modern (Positivisme)
berusaha melakukan standarisasi metode dan kebenaran pengetahuan. Faham
Positivisme menginginkan satu standar bagi pengetahuan dan keyakinan manusia
yaitu ilmu. Menurutnya ilmu lebih unggul baik dalam metode maupun kebenaran
dibanding pengetahuan dan keyakinan lainnya.

BAB III

PEMBAHASAN

Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban


tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan
nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran,
bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam
kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya
sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha
“memeluk” suatu kebenaran.

Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi
penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki
secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?

Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula
untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman
tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu
bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran
yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran
relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula
kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum
universal.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam


kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :

1* Tingkat kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan


pertama yang dialami manusia

2* Tingkat ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui


indara, diolah pula dengan rasio

3* Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah


kebenaran itu semakin tinggi nilainya

4* Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha
Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan
juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya.
Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap
kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang
menangkapnya ialah panca indra.

Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari
kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan
kepribadiannya.

Ukuran Kebenarannya :

- Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran

- Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain

- Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran


Jenis-jenis Kebenaran :

1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)

2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)

3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami


kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh
kebanaran.

Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi
nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber
kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena
yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian.
Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini
ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni
pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran
religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia
dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.

B. Teoti-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran


ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal
itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan
tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis,
melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang dapat kit sebut
sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang
kebenaran, antara lain :

1. Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian)


Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima
secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan
kepada realita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian
antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan
(judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena
kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang
kita lakukan tentang sesuatu.

Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi


suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan
itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut. Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak
di pulau Jawa” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan
obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di
pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota Yogyakarta
berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak
terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara
faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau
Jawa”.

Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai


hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau
kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika
sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika
tidak, maka pertimbangan itu salah.

Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai
persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan
dengan kenyataan. Jadi suatau pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan
memiliki keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam
pernyataan itu.

Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim
sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal
sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau
dapat pula dikatakan bahwa kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan
objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya.
Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena
kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah
pernyataan, proposisi atau teori didukung fakta atau tidak.
Suatu ide, konsep, atau teori yang benar, harus mengungkapkan relaitas yang
sebenarnya. Kebenaran terjadi pada pengetahuan. Pengetahuan terbukti benar dan
menjadi benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan
pengetahuan itu. Oleh karena itu, bagi teori ini, mengungkapkan realitas adalah hal
yang pokok bagi kegiatan ilmiah. Dalam mengungkapkan realitas itu, kebenaran
akan muncul dengan sendirinya ketika apa yang dinyatakan sebagai benar memang
sesuai dengan kenyataan.

Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide,
kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan,
realita, objek, maka sesuatu itu benar. Teori korespodensi (corespondence theory
of truth), menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti
benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau
pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran
dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur
yang perlu yaitu :

Statemaent (pernyataan)·

Persesuaian (agreemant)·

Situasi (situation)·

Kenyataan (realitas)·

Putusan (judgements)·

Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan


kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan
moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad
skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.

2. Teori Kebenaran Konsistensi/Koherensi (teori keteguhan)

Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten
dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren
menurut logika. Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan
mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan
seorang manusia dan si Hasan pasti akan mati” adalah benar pula, sebab
pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Salah satu kesulitan dan sekaligus keberatan atas teori ini adalah bahwa karena
kebenaran suatu pernyataan didasarkan pada kaitan atau kesesuaiannya dengan
pernyataan lain, timbul pertanyaan bagaimana dengan kebenaran pernyataan tadi?
Jawabannya, kebenarannya ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan
tersebut sesuai dan sejalan dengan pernyataan yang lain. Hal ini akan berlangsung
terus sehingga akan terjadi gerak mundur tanpa henti (infinite regress) atau akan
terjadi gerak putar tanpa henti.

Karena itu, kendati tidak bisa dibantah bahwa teori kebenaran sebagai keteguhan
ini penting, dalam kenyataan perlu digabungkan dengan teori kebenaran sebagai
kesesuaian dengan realitas. Dalam situasi tertentu kita tidak selalu perlu mengecek
apakah suatu pernyataan adalah benar, dengan merujuknya pada realitas. Kita
cukup mengandaikannya sebagai benar secara apriori, tetapi, dalam situasi lainnya,
kita tetap perlu merujuk pada realitas untuk bisa menguji kebenaran pernyataan
tersebut.

Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley
dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu
maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang
parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti
dari keseluruhan tersebut. Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan
referensi kepada konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan
dan suatu situasi lingkungan tertentu.

3. Teori Pragmatik

Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah


makalah yang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan
adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan
dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James
(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I.
Lewis.

Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme.


Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan
(workability) atau akibat yang memuaskan, Sehingga dapat dikatakan bahwa
pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa
yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya
yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan
dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan
manusia.

Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran


ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang
dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan
masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu
fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar,
sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan
ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu
ditinggalkan, demikian seterusnya. Tetapi kriteria kebenaran cenderung
menekankan satu atau lebih dati tiga pendekatan , yaitu :

Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita,·

Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen,·

Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis.·

Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu


lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori
tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran
adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta
pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan
situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan
konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan
benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.

Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria


apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya,
suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia”. Mengenai
kebenaran tentang “Adanya Tuhan” para penganut paham pragmatis tidak
mempersoalkan apakah Tuhan memang ada baik dalam realitas atau idea (whether
really or ideally).

William James mengembangkan teori pragmatisnya dengan berangkat dari


pemikirannya tentang “berpikir”. Menurutnya, fungsi dari berpikir bukan untuk
menangkap kenyataan tertentu, melainkan untuk membentuk ide tertentu demi
memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia. Oleh karena itu, pernyataan
penting bagi James adalah jika suatu ide diangap benar, apa perbedaan praktis yang
akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan ide yang tidak benar. Apa
konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar dibandingkan dengan ide
yang keliru. Menurut William James, ide atau teori yang benar adalah ide atau teori
yang berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya,
ide yang salah, adalah ide yang tidak berguna atau tidak berfungsi membanu kita
memenuhi kebutuhan kita.

Dewey dan kaum pragmatis lainnya juga menekankan pentingnya ide yang benar
bagi kegiatan ilmiah. Menurut Dewey, penelitian ilmiah selalu diilhami oleh suatu
keraguan awal, suatu ketidakpastian, suatu kesangsian akan sesuatu. Kesangsian
menimbulkan ide tertentu. Ide ini benar jika ia berhasil membantu ilmuwan
tersebut untuk sampai pada jawaban tertentu yangmemuaskan dan dapat diterima.
Misalnya, orang yang tersesat di sebuah hutan kemudian menemukan sebuah jalan
kecil. Timbul ide, jangan-jangan jalan ini akan membawanya keluar dari hutan
tersebut untuk sampai pada pemukiman penduduk. Ide tersebut benar jika pada
akhirnya dengan dituntun oleh ide tadi ia akhirnya sampai pada pemukiman
manusia.

Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau
memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan
yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu
ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan
akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini
tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak kebenarannya tergantung
pada manfaat dan akibatnya. Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis
adalah :

· Sesuai dengan keinginan dan tujuan

· Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen


· Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).

Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar
tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori
tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

4. Kebenaran Religius

Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara
kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu
benar.

Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu.
Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena
kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang
disampaikan melalui wahyu.

Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun
bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn
aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran
inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah
kebanaran ini :

Agama sebagai teori kebenaran

Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan


kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu
yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan
mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu
dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai
penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat
memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.

C. Hubungan antara metode dengan kebenaran ilmu pengetahuan

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah, artinya suatu kebenaran
tidak mungkin muncul tanpa adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah. Secara metafisis kebenaran ilmu bertumpu pada
objek ilmu, melalui penelitian dengan dukungan metode serta sarana penelitian
maka diperoleh suatu pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri,
karena tidak ada kontradiksi di dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul
tergantung pada kemampuan menteorikan fakta.

Bangunan suatu pengetahuan secara epistemologis bertumpu pada suatu asumsi


metafisis tertentu, dari asumsi metafisis ini kemudian menuntut suatu cara atau
metode yang sesuai untuk mengetahui objek. Dengan kata lain metode yang
dikembangkan merupakan konsekuensi logis dari watak objek. Oleh karena itu
pemaksaan standard tunggal pengetahuan dengan paradigma (metode, dan
kebenaran) tertentu merupakan kesalahan, apapun alasannya, apakah itu demi
kepastian maupun objektivitas suatu pengetahuan. Secara epistemologis kebenaran
adalah kesesuaian antara apa yang diklai sebagai diketahui dengan kenyataan yang
sebenarnya yang menjadi objek pengetahuan. Kebenaran terletak pada kesesuaian
antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana
adanya.

Setiap tradisi epistemologi beranggapan bahwa kebenaran suatu pengetahuan dapat


diperoleh berkat metode yang dipergunakannya, adapun metode-meode tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Empirisme

Empirisme sangat menghargai pengamatan empiris dan cara kerja Empirisme


bertitik tolak dari adanya dualitas antara pengenal dan apa yang dikenal. Mereka
menginginkan agar apa yang terdapat dalam pengetahuan pengenal bersesuaian
dengan kenyataan yang ada di luarnya. Mereka memberi peran yang besar pada
objek yang mau dikenal, sedang pengenal bersifat pasif. Teori Kebenaran
Korespondensi adalah sarana bagi mereka untuk menguji hasil pengetahuan,
menurut teori ini suatu pernyataan dikatakan benar bila sesuai dengan fakta empiri
yang menjadi objeknya. Menurut Abbas, teori kebenaran korespondensi adalah
teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori
kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern)
mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang
diketahuinya.

Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah munculnya kekhilafan karena


kurang cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi. Disamping itu teori
kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau objek
yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya
objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam
pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan
subjek.

2. Rasionalisme

Spinoza dan Hegel amat menekankan pada pengenal dibanding dengan apa yang
dikenal sebagai suatu kenyataan, mereka adalah tokoh yang menekankan
dibangunnya pengetahuan yang bersifat a priori sebagaimana ilmu falak dan
mekanika. Ilmu falak dan mekanika tidak bisa memakai kenyataan objektif untuk
mendukung pernyataan-pernyataan teoritisnya, karena menurutnya ilmu cukup
bertumpu pada kerangka teoritis yang bersifat a priori. Mereka menggunakan Teori
Kebenaran Koherensi dalam menguji produk pengetahuannya. Teori Kebenaran
Koherensi berpandangan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar bila terdapat
kesesuaian antara pernyatan satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam
suatu sistem pengetahuan yang dianggap benar.

Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu sistem yang unsur-unsurnya berhubungan
secara logis. Teori kebenaran koherensi tergolong dalam teori kebenaran yang
tradisional. Selain melalui hubungan gagasaan-gagasan secara logis-sistemik, ada
beberapa cara pembuktian dalam berpikir rasional, yaitu melalui hukum-hukum
logika dan perhitungan matematis. Kebenaran koherensi mempunyai kelemahan
mendasar, yaitu terjebak pada penekanan validitas, teorinya dijaga agar selalu ada
koherensi internal. Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada
kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya.
Hal ini bisa mengarah pada relativisme pengetahuan. Misal pada jaman
Pertengahan ilmu bertumpu pada mitos dan cerita rakyat, kebenaran argumen tidak
pernah bertumpu pada pengalaman dunia luar.

3. Induktivisme

Induktivisme berpendapat bahwa pengetahuan ilmiah bertolak dari observasi, dan


observasi memberikan dasar yang kokoh untuk membangun pengetahuan ilmiah di
atasnya, sedangkan pengetahuan ilmiah disimpulkan dari keterangan-keterangan
observasi yang diperoleh melalui induksi. Hal itu berarti bahwa pengetahuan
ilmiah bukanlah pengetahuan yang telah dibuktikan, melainkan pengetahuan yang
probabel benar. Makin besar jumlah observasi yang membentuk dasar suatu
induksi, dan makin besar variasi kondisi di mana observasi dilakukan, maka makin
besarlah pula probabilitas hasil generalisasi itu benar. Namun kebenaran ilmu akan
mundur menuju kearah probabilitas. Kebenaran yang bertumpu pada pola induksi
adalah selalu dalam kemungkinan, dengan kata lain produk ilmu bersifat tentatif, ia
benar sejauh belum ada data yang menunjukkan pengingkaran terhadap teori.

D. Sifat kebenaran ilmu

Kebenaran mempunyai banyak aspek, dan bahkan bersama ilmu dapat didekati
secara terpilah dan hasil yang bervariasi atas objek yang sama. Popper memandang
teori adalah sebagai hasil imajinasi manusia, validitasnya tergantung pada
persetujuan antara konsekuensi dan fakta observasi.

1. Evolusionisme

Suatu teori adalah tidak pernah benar dalam pengertian sempurna, paling bagus
hanya berusaha menuju ke kebenaran. Thomas Kuhn berpandangan bahwa
kemajuan ilmu tidaklah bergerak menuju ke kebenaran, jadi hanya berkembang.
Sejalan dengan itu Pranarka melihat ilmu selalu dalam proses evolusi apakah
berkembang ke arah kemajuan ataukah kemunduran, karena ilmu merupakan hasil
aktivitas manusia yang selalu berkembang dari jaman ke jaman.

Kebenaran ilmu walau diperoleh secara konsensus namun memiliki sifat universal
sejauh kebenaran ilmu itu dapat dipertahankan. Sifat keuniversalan ilmu masih
dapat dibatasi oleh penemuan-penemuan baru atau penemuan lain yang hasilnya
menggugurkan penemuan terdahulu atau bertentangan sama sekali, sehingga
memerlukan penelitian lebih mendalam . Jika hasilnya berbeda dari kebenaran
lama maka maka harus diganti oleh penemuan baru atau kedua-duanya berjalan
bersama dengan kekuatannya atas kebenaran masing-masing.

Ilmu sekarang lebih mendekati kebenaran daripada ilmu pada jaman Pertengahan,
dan ilmu pada abad duapuluh akan lebih mendekati kebenaran daripada abad
sebelumnya. Hal tersebut tidak seperti ilmu pada jaman Babilonia yang dulunya
benar namun sekarang salah, ilmu kita (kealaman) benar untuk sekarang dan akan
salah untuk seribu tahun kemudian, tapi kita mendekati kebenaran lebih dekat.

2. Falsifikasionis

Popper dalam memecahkan tujuan ilmu sebagai pencarian kebenaran ia


berpendapat bahwa ilmu tidak pernah mencapai kebenaran, paling jauh ilmu hanya
berusaha mendekat ke kebenaran (verisimilitude). Menurutnya teori-teori lama
yang telah diganti adalah salah bila dilihat dari teori-teori yang berlaku sekarang
atau mungkin kedua-duanya salah, sedangkan kita tidak pernah mengetahui apakah
teori sekarang itu benar. Yang ada hanyalah teori sekarang lebih superior
dibanding dengan teori yang telah digantinya. Namun verisimilitude tidak sama
dengan probabilitas, karena probabilitas merupakan konsep tentang menedekati
kepastian lewat suatu pengurangan gradual isi informatif. Sebaliknya,
verisimilitude merupakan konsep tentang mendekati kebenaran yang
komprehensif. Jadi verisimilitude menggabungkan kebenaran dengan isi,
sementara probabilitas menggabungkan kebenaran dengan kekurangan isi.

Tesis utama Popper ialah bahwa kita tidak pernah bisa membenarkan (justify)
suatu teori. Tetapi terkadang kita bisa “membenarkan”(dalam arti lain) pemilihan
kita atas suatu teori, dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa teori tersebut
sampai kini bisa bertahan terhadap kritik lebih tangguh daripada teori saingannya
Taryadi, 1989: 75).

3. Relativisme

Relativisme berpandangan bahwa bobot suatu teori harus dinilai relative dilihat
dari penilaian individual atau grup yang memandangnya. Feyerabend memandang
ilmu sebagai sarana suatu masyarakat mempertahankan diri, oleh karena itu kriteria
kebenaran ilmu antar masyarakat juga bervariasi karena setiap masyarakat punya
kebebasan untuk menentukan kriteria kebenarannya.

Pragmatisme tergolong dalam pandangan relativis karena menganggap kebenaran


merupakan proses penyesuaian manusia terhadap lingkungan. Karena setiap
kebenaran bersifat praktis maka tiada kebenaran yang bersifat mutlak, berlaku
umum, bersifat tetap, berdiri sendiri, sebab pengalaman berjalan terus dan segala
sesuatu yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.

4. Objektivisme

Apa yang diartikan sebagai “benar” ketika kita mengklain suatu pernyataan adalah
sebagaimana yang Aristoteles artikan yaitu ”sesuai dengan keadaan“: pernyataan
benar adalah “representasi atas objek” atau cermin atas itu ). Tarski menekankan
teori kebenaran korespondensi sebagai landasan objektivitas ilmu, karena suatu
teori dituntut untuk memenuhi kesesuaian antara pernyataan dengan fakta. Teori
kebenaran yang diselamatkan Tarski merupakan suatu teori yang memandang
kebenaran bersifat “objektif”, karena pernyataan yang benar melebihi dari sekedar
pengalaman yang bersifat subjektif. Ia juga “absolut” karena tidak relatif terhadap
suatu anggapan atau kepercayaan.
Objektivisme menyingkirkan individu-individu dan penilaian para individu yang
memegang peranan penting di dalam analisa-analisa tentang pengetahuan,
objektivisme lebih bertumpu pada objek daripada subjek dalam mengembangkan
ilmu. Bila teori ilmiah benar dalam arti sesungguhnya, yaitu bersesuaian secara
pasti dengan keadaan, maka tidak ada tempat bagi interpretasi ketidaksetujuan,
beberapa ilmuwan percaya bahwa teori-teori mewakili gunung kebenaran. Roger
berpendapat bahwa teori-teori selalu merupakan imajinasi dari konstruksi mental,
dikuatkan oleh persetujuan antara fakta observasi dan peramalan atas implikasi.
Kelemahan kebenaran merupakan kesesuaian dengan keadaan adalah mereka
merupakan penyederhanaan dan pengabstraksian dari hubungan antara fakta-
faktadan kejadian-kejadianyang digabungkan dengan unsur persetujuan.

D. Standarisasi Ilmu

Beberapa pandangan tentang kebenaran tak terelakkan mengarah kepada


relativisme, Filsafat adalah merupakan contoh dari suatu sistem yang
mempertahankan kebenaran hingga mengarah ke bentuk solip. Lingkungan dari
berbagai budaya sepertinya mengadopsi kebenaran yang berbeda satu dengan
lainnya karena di sana tidak ada jalan untuk membandingkan secara transkultural.
Popper mengatakan: kita terkurung dalam kerangka teori kita, ekspektasi kita,
pengalaman lampau kita, dan bahasa kita. Dalam perjalanan sejarah Ilmu, ilmu
modern (Positivisme) berusaha melakukan standarisasi metode dan kebenaran
pengetahuan. Faham Positivisme menginginkan satu standar bagi pengetahuan dan
keyakinan manusia yaitu ilmu. Menurutnya ilmu lebih unggul baik dalam metode
maupun kebenaran dibanding pengetahuan dan keyakinan lainnya.

Gadamer menginginkan standard metode yang berbeda untuk ilmu humaniora,


karena menurutnya historia adalah sumber kebenaran yang sepenuhnya berbeda
dengan alasan teoritis. Demikian juga Dilthey dan Weber menginginkan
pendekatan yang berbeda untuk dunia sosial, mereka menetapkan teori kritis
tentang masyarakat. Kata “benar” yang dipergunakan dalam ilmu, agama,
spiritualitas, estetika adalah sama, namun semuanya tidak dapat diukur dengan
standard yang sama (inkommensurabel), tidak ada satupun yang benar-benar
menunjuk pada klaim bahwa suatu pernyataan adalah benar dalam suatu makna
kata namun bermakna salah pada lainnya. Misal: kata “ilmu penciptaan” sebagai
pemilik kebenaran menjadi bermakna keteraturan (kosmos) diterima sebagai
ilmiah namun tujuannya tidak ilmiah dan dua jenis kebenaran tersebut tidak sama.

Adalah sulit untuk menyatakan ”benar” tentang keyakinan ataupun visi dari suatu
masyarakat atau budaya. Karena itu sulit untuk menilai tingkat kebenaran misalnya
antara filsafat Barat dan filsafat Cina, sebab masing-masing punya cakupan, ,
kompleksitas dan variasi yang berbeda.

Вам также может понравиться