Вы находитесь на странице: 1из 17

Kanker

Konsep Utama

1. Karsinogenesis merupakan prsoes multistep termasuk didalmnya dalah inisasi


promosi, konfeersi, dan progesi. Perrtumbuhan baik sel-sel normal maupun sel kanker
secara genetik di kontrol oleh seimbang atau tidaknya onkogen, protoonkogen, da
produk produk protein yang dihasilkan oleh gen penekan tumor. Mutasi genetik
multiple diperlukan untuk mengubah sel normal menjasdi sel kanjer. Apoptosis dan
penuaan sel merupak mekanisme normal unutk kematian sel.

2. Karena paseien-pasien yang telah mengalami metastatik jarang dapat disembuhkan


deteksi sejak dini amatlah penting. Program skrinijng didesain sedimikian rupauntuk
mendeteksi kanker pada orang-orang yang tanpa synmptom yang mana orang-orang
mempunyai resiko menderita kanker yang spesifik. Memahami tanda tanda awal
kemunculan kanker juga merupak hal yang sangat penting pada detteksi dini, dimana
lokalisasi dari kanker dapat lebih mudah diketahui

3. Perawatan untuk kanker sebaiknya tidak dimulai sebelum diagnosa adanya kanker
ditegakan berdasarkan diopsi jaringan. Penggolongan tingkatan kanker secara klinis
memberikan informasi mengenai informasi prognosis, dan berhubungan dengan
tujuan perawatan pasien, serta panduan untuk melakukan tindakan perawatan. Tujuan
mengenai perawatan dan pengobatan kanker termsuk dianataranya adalah
penyembuhan, peningkatan angka harapan hidup, dan meredanya synmptom yang
muncul. Pembedahan dan terapi radiasi memberikan kesempatan terbaik untuk pasien
dengan kanker lokal, namun metodeperawatan sistemik diperlukan untuk tindakan
pengangkatan kanker.

4. Terapi adjuvant adalah terapi sistemik yang diberikan untuk mengatasi


mikrometastasis yang masih tertinggal setelah pembedahan pada penyakit lokal,
karena terpi adjuvant diberikan pada pasien yang tidak memberikan bukti klinik
mengenai kanker yang masih tertinggal, keuntungan perawatan jenis ini tidak dapat
dibuktikan secra individual tetapi hanya pada tingkat populasi keputasn untuk
melakukan perawatan didasarkan secara luas pada asessment akan adanya faktor
resiko pad apsien individual dan perkirakan resiko kemunculan kembali dari kanke r
pada pasien tersebut. Efektivitasnya diukur beerdasarkan pengurangan resiko
kemunculan kembali secara relatif maupun absolut

5. Agen kemoterapi tradisional menargetkan pada sel-sel yang berproliferasi secara


cepat. Agen dapat berupa sel-sel dengan siklus fase spesifik menargetkan pada satu
fase spesifik dari siklus sel, atau yang non spesifik, dengan menargetkan semua sel-sel
yang berproliferasi dengan mengabaikan tahap dalam siklus sel agen yang spsifik
umumnya diberikan secara infus yang berkesinambungan, smentara yang non spesifik
siberikan memlaui dosis tunggal.

6. Antibodi monokromal pada pengobatan kanker akan mengenali antigen yang lebih
diekspersikan pada sel kanker atau faktor pertumbuhan yang mengatur pertumbuhan
dari kanker agen-agen ini amat bervariasi sebagai komponen asing yang dapat
digunakan untuk meramalkan toleransi dari agen-agen tersebut. Antibosi monokromal
yang menargetkan pada antigen seluler menginduksi kematian sel dengan berbagai
mekanisme yang melibatkan sistem imun dari host, agen -agen ini juga diguanakan
sbegai pengantar obat atau radioisotop menuju sel-sel pengekspresi antigen.

7. HER (human epidermal growth factor receptor) mengandung 4 subtipe reseptor


yang dapat mengatur jalur proliferasi sel melalui transduksi sinyal golongan HER
didisregulasikan pada banyak tumor secara umum beberapa agen telah dikembangkan
untuk menghambat transduksisinya pada jalut ini. Antibodi monoklonal, yang secara
kompetitif berikatan dengan reseptor ekstraseluler, dan molekul inhibitor kecil, yang
menargetkan pada jalur transduksi sinyal intraseluler, secara komersial tersedia untuk
beberapa tingkat keparahan.

8. Agar dapat tumbuh tumor harus membentuk vaskulari baru, proses ini disebut
angiogenesis. Proses ini diatur oleh agen proangiogenik dan antiangiogenik,
selanjutnya disregulasi terjadipada beberapa keganasan dan sehingga dapat
mengakibatkan pertumbuhan tumor, invasi, dan metasatasis. Agen antikanker baru
dapat menargetkan pada proses ini, sehingga dapat mengurangi pertumuhan tumor.

9. Dengan memahami mekanisme dari toksisitas obat obat kemoterapi dapat


menghasilkan pencegahan dan pengobatan yang lebih efektif perihal toksisitas
tersebut. Modifikasi dari dosis prospektif pada beberapa obat pbatab kanker amat
penting pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal dan hati, sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya toksisitas yang parah. Identifikasi dari variasi genetik
yang memperngaruhi aktivasi dan metabolisme obat dapat diajdikan dasar untuk
mengembangkan regimen terapi obat individual yang mengoptimalkan efektivitas
serta meminimalkan toksisitas.

10. Myelosupressan merupakan pembatasan dosis akut toksisitas untuk beberapa obat
obatan kanker non spesifik. Pada pasien kanker anemia dapat menyebabkan
kekelahan sementara resiko infeksi pada pasien berhubungan dengan durasi dan
kedalaman neutropenia. Demam idiopatik pada pasien neutropenia memerlukan
inisiasi secepatnya dan tepat dalam penggunaan antibiotik secara empiris. Faktor
penstimulasi koloni tersedia untuk menangani kelelahan pada pasien ini dan
mengurangi resiko terjadinya febril neutropenia.

Etiologi

Karsinogenesis
Mekanisme dimana kanker muncul masih belum seluruhnya dimengerti. Kanker
atau neoplasma diperkirakan tumbuh dari sel yang man mekanisme pada kontrol
pertumbuhan dan proliferasi menjadi tak terkontrol. Beberapa bukti menunjukkan
konsep dari karsinogenesis merupakan proses multi stage yang terkait secara genetik.
Langkah pertama adalah inisiasi pada tahap ini terjadi paparan zat zat karsinogenik
pada sel sel normal karsinogen ini akan menghasilkan kerusakan genetik yang jika
tidak diperbaiki dengan segera, akan menghasilkan mutasi sel yang ireversibel. Sel
yang bermutasi ini akan beradaptasi dengan lingkunagannya dan secara selektif
memiliki keunguulan untuk terus bertumbuh, sehingga mempunyai potensi untuk
membentuk populasi klon dari sel sel neoplastik. Pada tahap kedua yang dikenal
sebagai promosi, karsinogen atau faktor lain akan mempengaruhi lingkungan
sehingga menjadi lingkungan yang tepat bagi sel sel yang bermutasi alih alih sel
normal. Perbedaan utama antara inisiasi dan promosi adalah bahwa promosi
merupakan proses yang reversibel. Pada beberapa titik sel sel yang bermutasi menjadi
bersifat kanker (memasuki tahap konversi atau transformasi). berdasarkan tipe dari
kanker waktu yang dibutuhkan adalah 5-20 tahun sejak fase karsinogenik sampai
dimana kanker dapat di deteksi. Tahap akhir dari pertumbuhan neoplastik adalah
progresi. Pada tahap ini terjadi perubahan genetik lebih lanjut yang berakibat
peningkatan proliferasi sel. Hal terpenting pada tahap ini adalah adanya invasi dari
tumor menuju jaringan lokal dan pembentukan metastasis.
Zat karsinogen diantaranya dapat berupa zat fisika, kimia ataupun biologis.
Paparan dapat terjadi dari lingkungan maupun gaya hidup. Agen fisika diantaranya
adalah adanya radasi ataupun ultra violet. Pada agen fisik ini zat zat tersebut
menginduksi mutasi dengan cara memproduksi radikal bebas yang dapat merusak
DNA atau komponen sel lainnya. Agen biologi misalnya adalah virus, misalnya
Epstein-Barr yang menginisiasi limfoma burkitt.

Basis molekuler dan genetika dari kanker

Dua kelas gen mayor terlibat dalam karsinogenseis yaitu gen onkogen dan gen
pensupres tumor. Onkogen muncul dari gen yang normal disebut sebagai
protoonkogen dan perananya penting pada tahap-tahap karsniogensis protoonkogen
muncul setiap sel dan merupak pengontrol penting pada fungsi normal sel, termasuk
siklus sel. Alterrasi genetik dari protoonkogen terjadi lewat mutasi kecil, penyusunan
kembali kromosom atau amplifikasi gen yang mengaktivasi onkogen alterasi macam
ini dapat menyebabkan munculnya agen karsinogenik tetapi radiasi zat-zat kimia, atau
virus (mutasi somatik), atau yang dapat diturunkan (mutasi germ-line mutations)
begitu teraktivasi onkogen akan memproduksi produk gen normal dalam jumlah besar
atau juga produk gen abnormal. Hasilnya adalah terjadinya disregulsai dari
perkembangan sel normal dan proliferasi, yang mana mempengaruhi pertumbuhan
normal dari sel dan meningkatkan kemungkinan untuk terjasdinya perubahan dan
pertumbuhan urinon dari neoplastik.

Gen pensupresi tumor mengatur dan menghambat pertumbuhan sel dan


proliferasi. Kerusakan gen atau mutasi menyebabkan hilangnya kontrol dari
pertumbuhan sel secara normal dua contoh paling umum dari gen pensuprsi tumor
adalah gen karsinoblsato dan gen p53. mutasi dari p53 merupakan perubahan genetik
paling umum terkait kanker, dan diperkirakan terjasi pada setengah dari keganasan.
Produk gen normal dar p53 bertanggung jawab atas regulasi negatif dari siklus sel hal
ini menghambat siklus sel untuk melakukan perbaikan, koreksi, dan respon terhadap
sinyal eksternal. Gen aktivasi dari p53 menghilangkan cekpoint ini, hingga mutasi
akan terjadi. Mutasi dari p53 berhubungan dengan begitu banyak keganasan, termasuk
diantaranya adalah tumor otak, karsinoma payudara, usus besar, paru-paru, serviks,
anus, dan osteosarkuma. Fungsi penting lain dari p53 adalah moduulasi dari efek obat
sitotoksik. Ketiadaan dari p53 berhubungan dengan resistensi obat-obatan
antineoplastik

Golongan lain dari gen yang penting pada karsinogenesis adalah gen perbaikan
gen untuk memperbaiki DNA. Fungsi normal dari gen ini adalah untuk memperbaiki
DNA yang rusak akibat faktor lingkungan, atau kesalahn DNA yang terjaid selama
replikasi jika tidak dikoreksi kesalahan ini akan menimbulkan mutasi yang
mengaktifkan angkogen atau mengaktivasi gen pensuplai tumor. Begitu mutasi pada
genom terjadi resiko untuk terjadi transformasi keganasan akan meningkat gen untuk
memperbaiki DNA diklasifikasin untuk gen suplai tumor sebab ketika fungsi dari gen
ini ditiadakan akan menigkatkan akan terjasinya karsinogensis kekurangan dari gen
untuk memperbaiki DNA ditemukan pada kanker kolon (kanker kolon non poliposis
grediter) dan sindrom kanker payudara.

Gen pensupresi tumor dan onkogen menyediakan sinyal stimulator dan inhibitor
yang sangat penting bagi regulasi siklus sel sinyal-sinyal ini diperlukan dalam sistem
sel nukleus. Fungsi normal dari sistem ini pada jaringan normal adalah untuk
mrngintegrasi input sinyal dan untuk memutuskan apakah sisklus sel harus dilakukan
sistem ini terdiri atas beberapa protein-protein yang ebriterasksi, dimana yang paling
penting adalah siklin dan kinase yang bergantung siklin siklin, khususnya siklin D1
dan siklin tergantung kinase menginduksi siklus sel dan ekspresi berlebihan pada
beberapa kanker, termsuk kanker payudara inhibitor dari siklin terkait kinase telah
diidentifikasi sebagai regulator negatif penting dari siklus sel.
Ketika mekanisme pengaturan normal dari pertumbuhan sel gagal, sistem
pertahanan cadangan akan diaktifkan. Sistem pertahanan lini kedua termasuk
apaptosis dan penuaan sel. Apoptosis diatur oleh gen onkogen dan gen pensupresi
tumor dan juga merupakan mekanisme dari kematian sel setalah sel tersrbut terpapar
oleh agen sitotoksik. Eksprsi perlebihan dari onkogen yang bertanggung jawab
terhadap apoptosis akan menghasilkan sel yang immortal, yang mana akan
meningkatkan potensial dari terjadinya keganasan contohnya adalah onkogen bcl-2.
abnormalitas paling umum yang terjadi pada kromosom ditemukan pada keganasan
pada limfoid adalah terjadinya translokasi pada T (14;18).

Penuaan sel merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Mekanisme ini


diatur oleh telomer. Telomer adalah segmen DNA yang berada pada ujung
kromosom, telomer ini berfungsi untuk melindungi ujung DNA dari kerusakan seiring
dengan bertambahnya julah replikasi panjang dari telomer semakin berkurang. Ketika
panjang telomer mencapai titik kritikal mekanisme penuaan sel akan teraktivasi. Pada
sel kanker fungsi dari telomer tertutup oleh ekspresi berlebihan dari enzim telomerase.
Telomerase mengganti porsi dari telomer yang berkurang pada setiap divisi sel
sehingga penuaan akan diabaikan, dan akan terjadi mitosis yang tidak terkontrol.
Telomerase merupakan target dari obat-obat antineoplastik.

Mutasi tunggal kemungkinan tidak cukup untuk menginisiasi terjadinya kanker.


Postulat-postulat yang muncul mengatakan bahwa kombinasi dari beberapa mutasi
diperlukan untuk karsinogenesis dan masing-masing mutasi tersebut diwariskan pada
sel-sel generasi berikutnya. Hal ini mengakibatkan beberapa mutasi genetik dapat
muncul pada tumor yang baru. Mutasi onkogenik pada gen RAS seringkali
merupakan tahap lanjutan yagn mengakibatkan pembersaran pada polip.

Identifikasi dari gen dan protein protein lain yang terlibat pada karsinogenesis
memiliki beberapa implikasi klinis penting. Beberapa abnormalitas gen yang spesifik
umumnya dihubungkan dengan beberapa tipe kanker yang mana keberadaan dari
abnormalitas terebut akan membantu diagnosis dari kanker yang berkaitan.

Beberapa kanker ditandai dengan adanya perubahan seluler yang tidak normal,
namun belum mencapai tahap keganasan. Koreksi dari perubahan diawal ini dapat
menghambat atau mencegah kemunculan dari kanker. Lesi pra kanker dapat
digambarkan sebagai sel-sel yang mengandung hiperplastik atau displastik.
Hiperplasia dalah peningkatan dari jumlah sel yang terdapat pada jaringan atau organ,
hal ini akan mengakibatkan terjadinya pertambahan ukuran dari organ. Displasia
didefinisikan sebagai perubahan abnormal terkait ukuran, bentuk, atau organisasi sel
atau jaringan. Dua hal ini dapat muncul beriringan dengan terlihatnya kanker selama
bebrapa bulan ataupun tahun.

Patologi

Tumor dapat tumbuh dari 4 jaringan dasar yaitu: jaringan epitel, jaringan ikat,
jarongan limfe, dan jaringan syaraf. Walau beberapa sel-sel maligna adalah atipikal
terhadap asal selnya, sel-sel yang terlibat biasanya cukup terkait terhadap galur sel
induk sehingga muasalnya dapat diperkirakan. Tumor jinak dinamai berdasarkan
arsitektur dari sel yang tidak stabil serta hilangnya bentuk normal dari sel tersebut.
Hal inilah yang mengakibatkan sulitnya identidikasi terhadap asal dan jenis dari asal
jaringan yang bersangkutan. Sel-sel ini kehilangan kemampuan untuk melangsungkan
fungsi secara umum. Hilangnya fungsi dan struktur ini disebut sebagai anaplasia.
Berbeda dengan tumor benigna (jinak), tumor ganas cenderung untuk bermetastasis,
dan kekambuhan atau kemunculan kembali adalah hal yang umum terjadi setelah
dilakukannya pengangkatan atau kerusakan dari tumor primer.

Metastasis merupakan penyebaran dari sel-sel neoplastik dari tumor primer


menuju lokasi lain. Begitu bukti klinis menunjukkan adanya metastasis muncul,
kanker relatif dapat disembuhkan.

Dua jalur primer dari metastasis adalah melewati darah dan jalur limfatik. Jenis-
jenis dari penyebaran yang kurang umum termasuk diseminasi melalui cairan
cerebrospinal dan transabdominal terkait didalamnya adalah pada cavum peritoneal.
Tumor secara terus-menerus menyebabkan sel-sel neoplastik kedalam sirkulasi
sistemik dan sistem limfatik disekitarnya. Proses ini dapat terjadi pada masa awal dari
perkembangan tumor dan kerap menignkat seiring berjalannya waktu. Waktu
berkembangnya metastasis tergantung dari faktor biologis tumor yang bersangkutan.
Tidak semua bibit kanker akan berakhir pada lesi metastatik. Awalnya bibit ini harus
menemukan lingkungan yang cocok untuk terjadinya pertumbuhan, contohnya adalah
pada kanker prostat akan lebih mudah bermetastasi ke tulang tetapi jarang
bermetastasis ke otak.

Proses dari invasi dan metastasis melibatkan beberapa tahap penting. Setelah
transformasi neoplastik terjadi, sel-sel maligna dan jaringan host disekitarnya akan
mensekresi substansi yang menstimulasi pembentukan pembuluh-pembuluh darah
baru demi kepentingan oksigenasi dan nutrisi. Proses ini dinamakan sebagai
angiogenesis atau neovaskularisasi. Sel-sel tuor kemudian akan melepaskan diri dari
masa primer dan menginvasi pembuluh darah dan pembuluh limfe disekitarnya. Sel-
sel tumor dan sel agregat yang lepas akan mengembolisai pembuluh-pembuluh ini
namun kebanyakan akan mati didalam sirkulasi namun akan ada sel-sel yang
menempel atau berhsil menempel pada endotelium vaskuler. Sel-sel ini kemudian
akan berproloferasi didalam lumen, namun kebanyakan akan berekstravasasi ke
jaringan-jaringan sekitarnya. Lingkungan mikro ini dapat menyediakan faktor-faktor
pertumbuhan yang berfungsi sebagai penyubur sehingga meningkatkan kemungkinan
terjadinya proliferasi dari metastasis. Dari semua tahap-tahap yang terjadi sel-sel
metastasis akan mendapat perlawanan dari sistem imun host. Pada akhirnya
metastasis harus menginisiasi terjadinya angiogenesis untuk menjamin
keberlangsungan pertumbuhan dan proliferasi. Karena angiogenesis telah diketahui
secara umum sebagai elemen terpenting dari pertumbuhan tumor primer dan juga
metastasis, hal ini menjadi target dari perkembangan agen-agen anti kanker.
Diagnosis

Tanda dan gejala kanker sangatlah beragam, tergantung dari tipe kanker itu
sendiri. Gambaran pada pasien dewasa digambarkan pada tujuh tanda dan gejala,
termasuk juga di antaranya adalah nyeri dan hilangnya nafsu makan. Tanda dan gejala
kanker pada anak-anak cukup berbeda, dan menggambarkan tipe tumor yang umum
pada poulasi pasien. Walaupun dengan bertambahnya keperdulian umum,
kekhawatiran akan diagnosis kanker dapat membuat pasien mengurungkan niatnya
untuk melakukan pemeriksaan. Diagnosis kanker dapat didapatkan dari biopsi,
citologi eksfoliatif, atau aspirasi jarum. Diagnosis berdasarkan jaringan merupakan
hal yang penting, sebab banyak keadaan benigna bisa jadi sebenarnya pada sat
tersebut, kanker telah berkembang. Tata laksana tidak boleh diinisiasi sebelum
diagnosis secara patologis ditegakkan.

Sebagai tambahan mengenai diagnosis berdasarkan jaringan, tumor harus


dibedakan menurut tingkatannya untuk membedakan keganasan dari penyakit
sebelum tata laksana dilakukan. Proses ini didasarkan pada pengetahuan mengenai
sifat biologis dari tumor dan tanda serta gejala yang muncul dari riwayat dan
pemeriksaan fisik. Pengkategorian akan memberikan informasi mengenai prognosis
dan pemliihan panduan pengobatan. Begitu pengobatan dilakukan, pengkategorian
biasanya dilaukan kembali utnuk mengevaluasi efektifitas dari pengobatan.
Keseragaman kriteria pengkategorian merupakan tindakan imperatif dalam riset
klinis, yang bertujuan untuk mengevaluasi regimen pengobatan.
Tindakan pengkategorian melibatkan radiografi, skan tomgrafi menggunakan
komputer, MRI, skan tomografi emisi positron, USG, biopsi sumsum tulang,
pemeriksaan tulang, punktur lumbal, dan berbagai tes laboratorium, termasuk
penentuan marker tumor. Beberapa kanker menghasilkan produk antigen atau
substansi lain yang merupakan karakteristik khas dari jenis kanker tertentu. Marker ini
kerapkali tidak spesifik dan dapat mewakili beberapa jenis kanker, atau pasien dengan
penyakit yang tidak ganas. Sebagai hasilnya, marker tumor umumnya lebih
bermanfaat untuk memonitor respon dan untuk mendeteksi kekambuhan daripada
penggunaan peralatan diagnostik. Contohnya adalah pada pengukuran dari HCG dan
alfa protein pada pasien dengan kanker testis, atau antigen spesifik pada kanker
prostat.

Sistem pengkategorian paling umum yang diterapkan untuk tumor adalah


klasifikasi TNM; T = tumor, N = node, M = metastasis. Beberapa data numerik
diterapkan untuk mendefinisikan masing-masing huruf, sebagai indikasi ukuran atau
keparahan dari penyakit yang ada. Angka patokan untuk tumor menunjukan ukuran
dari masa primer dan memiliki rentang T1 sampai T4. Pada karsinoma in situ,
diwakilkan dengan Tis. Node mewakili tngkat dan kualitas dari terlibatnya nodal (N0
sampai N3). untuk lebih memudahkan proses pengkategorian ini, kebanakna kanker
diklasifikasikan berdasarkan tingkat keganasan dengan menggunakan sistem numerik
yang diwakilkan oleh stage atau tahap I sampai tahap IV. Pada tahap I biasanya
mengindikasikan lokalisasi tumor, tahap II dan III mewakili adanya ekstensi regional
penyakit, sementara tahap IV menggambarkan adanya metastasis yang berada jauh
dari massa primer. Rating dari TNM menerjemahkan beberapa klasifikasi dari
tingkatan tumor. Sebagai contoh, T3N1M0 menggambarkan adanya massa primer
dengan ukuran moderat (cukup besar), melibatkan nodus pada jaringan limfe, dan
tidak ada metastasis regional, sementara tingkat kanker berada pada tahap III. Kriteria
untuk mengklasifikasikan keganasan penyakit cukuplah spesifik untuk masing-masing
kanker yang berbeda. Pada beberapa tumor, sistem alafbet alternatif (tahap A, B, C,
atau D) cukup sering digunakan dalam praktek klinik.

TATA LAKSANA

Empat modalitas yang diterapakn dalam pendekatan untuk penatalaksanaan


kanker: pembedahan, radiasi, kemoterapi dan terapi bilogis. Modalitas tertua adalah
pembedahan, di mana pembedahan ini memiliki peranan besar dalam diagnosis dan
tata laksana kanker. Pembedahan merupakan pilihan utama yang dilakukan ketika
tumor solid didiagnosis pada fase awal. Terapi radiasi awalnya digunakan untuk
pengobatan kanker pada akhir tahun 1800-an dan tetap menjadi pilihan tatalaksana
kanker sampai saat ini. Walau sangat efektif untuk menangani beberapa jenis kanker,
pembedahan dan radiasi merupakan penanganan lokal. Modalitas semacam ini
memberikan kesembuhan bagi pasien dengan kanker lokal. Tapi karena kebanyakan
pasien telah mengalami metastasis pada saat kanker berhasil didiagnosis, terapi lokal
kerap gagal untuk mengeradiksi kanker secara keseluruhan. Singkatnya, kanker
sitemik seperti leukimia, tidak dapat diterapi menggunakan terapi lokal.
Kemoterapi (termasuk terapi hormonal) mengakses sirkulasi sitemik dan secara
teori dapat menanggulangi tumor primer dan keganasan secara metastasis. Terapi
biologis termask imunoterapi spektrum luas atau terapi tertarget. Imunoterapi, yang
merupakan terapi biologis terpenting, biasanya melibatkan penstimulasian dari sistem
imun host untuk melawan kanker. Agen yang digunakan pada imunoterapi biasanya
menggunakan sitokin, yang mana telah diproduksi dengan menggunakan teknik
rekombinasi DNA. Contoh dari agen yang digunakan dalam imunoterapi di antaranya
adalah interferon dan interleukin. Terapi tertarget termasuk antibodi monoklonal,
inhibitor tirosin kinasi, inhibitor proteosom, dan lain sebagainya.

Banyak kanker yang dapat dibersihkan melalui radiasi atau pun pembedahan.
Namun banyak kejadian muncul ketika kekambuhan terjadi di mana tumor primer
telah mulai bermetastasis sebelum dilakukan pengangkatan. Metastasis awal ini
terlalu kecil untuk diditekse dengan peralatan dan tes yang ada dewasa ini, hal ini
dikenal sebagai mikrometastasis. Terapi adjuvan didefinisikan sebagaia penggunaan
agen sistemik untuk membersihkan mikrometastatik yang diikuti dengan modalitas
terlokalisasi, misalnya adalah pembedahan, radiasi atau mungkin keduanya secara
bersamaan. Tujuan dari terapi sistemik adalah untuk mengurangi angka kemunculan
kembali dan untuk memperbesar angka harapan hidup pasien. Maka dari itu, terapi
adjuvan diberikan pada pasien yang secara potensial memiliki kemungkinan sembuh
dari keganasan, yang secara klinis, setelah dilakukan pembedahan atau radiasi, tidak
ditemukan lagi tanda-tanda adanya kekambuhan. Karena terapi adjuvan diberikan
pada saat kanker belum dapat terdeteksi, efektifitasnya tidak dapat diukur dengan
mengunakan data respon, alih-alih, hal tersebut dievaluasi berdasarkan angka
rekurensi dan tingkat survival dari pasien. Adjuvan terapi memiliki statistik yang baik
pada kanker kolorektal dan kanker payudara.

Terapi obat-obatan dapat juga diberikan pada neoadjuvan atau premedikasi.


Tujuan dari hal ini adalah untuk membuat perawatan modalitas lain menjadi lebih
efektif dengan mengurangi beban massa tumor atau menghancurkan mikrometastasis.

TERAPI ENDOKRIN

Misscellaneous Agent

 Cisplatin bisa menyebabkan toksisitas serius, kebanyakan bisa dicegah atau


ditangani dengan penanganan yang agresif. Nefrotoksisitas bisa dicegah dengan
hidrasi agresif dengan larutan yang mengandung klorida dan mannitol; amifostine
mencegah nefrotoksisitas tapi tidak populer karena bisa memperburuk
emetogenisitas. Mual dan muntah akut bisa dicegah atau dibatasi dengan
glukokortikoid dan antagonis reseptor serotonin. Ototoksisitas termasuk
kehilangan pendengaran permanen dan toksisitas vestibular reversibel. Neuropati
lain terdiri dari parestesis perifer dan nyeri, yang reversibel tapi lambat. Anemia
bisa ditangani dengan erythropoetin.

 Carboplatin mempunyai spektrum aktivitas luas yang serupa tapi mempunyai


profil toksisitas yang berbeda dari cisplatin. Shared toxicities lebih ringan dari
cisplatin, tapi mual dan muntah tetap sedang sampai parah. Pemulihan dari
mielosupresi tertunda dan bisa mencegah perawatan ulang dalam kurang dari 4
minggu. Reaksi hipersensitivitas muncul setelah tujuh kali rangkaian perawatan
dengan manifestasi gatal, eritema, dan bahkan respiratory arrest. Uji kulit bisa
digunakan untuk identifikasi pasien yang aman menerima carboplatin. Modifikasi
dosis dibutuhkan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal (Tabel 58-3);
formula Calvert lebih populer digunakan tapi bisa meremehkan glomerular
filtration rate, GFR (laju filtrasi glomerulus); formula Chatelut memberikan
perkiraan GFR lebih baik tapi tidak efisien.

 Demam yang diinduksi bleomycin bisa ditangani atau dicegah dengan antipiretik.
Toksisitas pulmonal mulai dengan pneumotitis intestisial yang bisa memburuk
menjadi fibrosis dan kematian; faktor resiko termasuk dosis tunggal >30 U, dosis
kumulatif >450 U, bertambahnya usia, penyakit pulmonal yang sudah diderita,
iradiasi dada, paparan terhadap oksigen konsentrasi tinggi, dan gangguan fungsi
ginjal. Toksisitas mukokutan lebih tidak serius tapi lebih umum dari toksisitas
pulmonal dan dimanifestasikan dengan stomatitis ringan, hiperpigmentasi,
penebalan lapisan kuku, alopecia (botak) dan eritema dan edema kulit.
Merupakan antibiotik antitumor. Kompleks bleomisin-logam akan mengurangi
oksigen molekular untuk mmbebaskan radikal oksigen yang menyebabkan
pemecahan ikatan single dalam DNA. Efek terbesar Bleomisin ada dalam fase G2
dalam siklus sel pada mitosis. Bleomisin diaktivasi di dalam sel oleh enzim
aminohidrolase.

 L-asparaginase tersedia dalam bentuk tidak terkonjugasi dan terkonjugasi dengan


PEG (pegaspargase). Hipersensitivitas bisa muncul sebagai anafilaksis, yang bisa
fatal. Uji kulit bisa membantu mengenali pasien yang beresiko. Pegaspargase
diindikasikan untuk pasien dengan reaksi hipersensitivitas, yang terjadi tapi tidak
parah, dengan bentuk terkonjugasi. L-asparaginase menginhibit sintesis protein
seperti faktor pembekuan dan antikoagulan, sehingga bisa terjadi hemorrhage atau
trombosis, dan insulin sehingga bisa terjadi hipoglisemia. Disfungsi serebral
muncul sebagai somnolence atau confusion dan bisa memburuk ke arah koma
.
TERAPI BIOLOGIS DAN TERAPI YANG DITUJUKAN SECARA BIOLOGIS

 Sindrom seperti-flu yang diinduksi interferon muncul sebagai demam, menggigil,


malaise (=merasa sangat lemah dan lelah yang tidak bisa dijelaskan), mialgia, dan
sakit kepala yang mulai muncul beberapa jam setelah pemberian. Pasien
mengembangkan toleransi terhadap simtom seperti-flu ini dalam 1-2 minggu
kecuali fatigue (=sangat lelah, umumnya dari penyakit). Toksisitas saluran cerna,
mielosupresi, peningkatan uji fungsi liver, dan proteinuria umumnya tidak
menimbulkan masalah kecuali pada dosis lebih tinggi. Efek samping neurologis
atau psikiatri muncul sebagai depresi, mental slowing, dan hilang ingatan; terapi
antidepresan bisa digunakan untuk mencegah atau menangani depresi.

 Toksisitas aldesleukin (interleukin-2, IL-2) terkait dosis, rute dan durasi terapi;
toksisitas dengan cepat dibalikkan begitu penghentian terapi; dan membutuhkan
terapi pendukung yang kuat. Sindrom vaskular atau kebocoran kapiler
menyebabkan retensi cairan, yang menyebabkan kompromi respiratori; toksisitas
ini membutuhkan vasopresor, sokongan cairan dan diuretik, dan pemberian
oksigen. Steroid bisa meringankan toksisitas akut tapi tidak dianjurkan karena bisa
menurunkan efek antitumor.

 Denileukin diftitox adalah imunotoksin pertama, suatu kombinasi bagian aktif


dari IL-2 dan toksi difteri. Reaksi hipersensitivitas muncul sebagai hipotensi, nyeri
punggung, dispnea (=kesulitan bernafas) dan nyeri dada dan biasanya hilang
dengan menghentikan infusi atau mengurangi lajunya. Anafilaksis muncul pada 1-
2% pasien. Pasien sebaiknya menjalani premedikasi dengan antihistamin dan
acetaminophen tapi tidak dengan steroid. Tidak seperti IL-2, denileukin diftitox
menginduksi sindrom kebocoran vaskular yang lebih jarang, mempunyai onset
yang tertunda, dan hilang dengan sendirinya, dan tidak selalu muncul pada
perawatan ulang.

 Imatinib mesylate umumnya ditolerir dengan baik. Mual bisa diperkecil dengan
meminum obat dengan makanan dan segelas penuh air. Efek samping paling
mengganggu adalah edema periorbital atau limb bagian bawah, yang bisa
ditangani dengan diuretik atau mengurangi dosis; sampai 5% pasien mengalami
efusi pleural, ascites, atau edema pulmonal.
 Thalidomide, obat ”terkenal” yang menyebabkan deformitas tangan dan/atau kaki
pada bayi ketika ibu mereka menggunakan sedatif ini pada 1960-an, kini disetujui
penggunaannya untuk mieloma multipel dan sedang dievaluasi untuk indikasi lain.
Sedasi dan efek samping terkait dosis dan biasanya ringan sampai sedang.

 Antibodi monoklonal dirancang untuk menarget antigen tertentu; toksisitas


muncul ketika terikat ke sel normal atau dikenali oleh sistem imun. Antibodi
monoklonal menyebabkan reaksi terkait-infusi yang berkisar dari demam ringan,
menggigil, mual, dan kemerahan sampai reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa.
Reaksi ini cenderung meringan dengan perawatan berikutnya. Kebanyakan agen
membutuhkan pengawasan seksama, terutama pada infusi awal; dosis awal yang
rendah atau laju infusi yang lambat; dan premedikasi dengan antihistamine dan
acetaminophen.

TERAPI PENDUKUNG

 Mielosupresi, terutama netropeni, adalah efek dose-limitting paling umum pada


kemoterapi kanker. Titik terendah biasanya muncul dalam 10-14 hari setelah
kemoterapi, dengan pemulihan dalam 3-4 minggu. Penekanan berikutnya biasanya
tertunda sampai hitung sel darah putih >3000/mm3, hitung netrofil
absolut >1500/mm3, dan hitung platelet >100000/mm3. Dosis bisa dikurangi untuk
mencegah mielosupresi dimasa depan, tapi ini bisa mengurangi aktivitas
antitumor.

 Faktor pertumbuhan hematopoetik mengurangi insiden, kekuatan, dan durasi


netropeni ketika digunakan sebagai terapi preventif, yang ditemani dengan
penurunan durasi demam, infeksi dan penggunaan antibiotik. Menurut panduan
dari the American Society of Clinical Oncology, faktor pertumbuhan adalah
profilaksis primer yang sesuai ketika regimen kemoterapi dihubungkan dengan
febrile neutropenia pada >40% pasien. Profilaksis sekunder adalah penggunan
faktor penggunaan untuk mencegah serangan ulang netropeni dan sebaiknya
disimpan untuk pasien dengan keganasan yang bisa disembuhkan yang mana
dosisnya sebaiknya tidak dikurangi. Faktor pertumbuhan sebaiknya tidak
digunakan rutin pada pasien dengan netropenia, meskipun dengan adanya demam.

 Faktor pertumbuhan umumnya ditolerir dengan baik pada dosis yang dianjurkan.
Toksisitas paling umum dari granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF;
filgrastim atau lenograstim) (faktor perangsang-pembentukan-koloni granulosit)
adalah nyeri tulang, yang bisa ditangani dengan acetaminophen atau NSAID. Efek
samping lain dari G-CSF termasuk peningkatan lactate dehydrogenase, alkaline
phosphatase, dan asam urat. Toksisitas dari granulocyte-macrophage CSF (GM-
CSF; sargramostim atau molgramostim) termasuk simtom konstitusional
(seperti, demam rendah, mialgia, artralgia [=nyeri sendi], letargi [=kondisi
patologis sering tidur atau tidak responsif], dan sakit kepala ringan) dan
peningkatan transaminase liver; GM-CSF dosis tinggi bisa menyebabkan efusi
pleural dan perikardial, sindrom kebocoran kapiler, dan trombus. G-CSF dan GM-
CSF bisa menyebabkan eritema ringan pada tempat injeksi subkutan dan
generalized macropapular rash.

 Oprelvekin (IL-1) sebaiknya disimpan untuk pasien yang beresiko tinggi untuk
trombositopeni parah karena manfaat klinik yang kecil, efek samping dan ongkons
tinggi dari agen ini. Efek samping signifikan termasuk edema, dilutional anemia,
dispnea, dan efusi pleural. Kardiotoksisitas, terutama takikardi dan fibrillasi atrial
atau atrial flutter, telah teramati.

 Epoietin alfa bisa digunakan pada pasien dengan anemia yang diinduksi
kemoterapi dengan tanpa sebab anemia yang bisa dirawat. Dosis subkutan adalah
150 U/kg atau 10.000 unit tiga kali seminggu atau 40.000 unit sekali seminggu.
Jika hemoglobin tidak naik paling tidak 1 g/dl setelah 4 minggu, dosis bisa
dinaikkan menjadi 300 U/kg atau 20/000 unit tiga kali semingguatau 60.000 unit
sekali seminggu. Jika hemoglobin tidak naik paling tidak 1 g/dl setelah 4 minggu,
pemberian epoietin alfa sebaiknya dihentikan.

 Cara paling efektif untuk mencegah mukositis adalah menjaga higienitas mulut;
pasien beresiko tinggi sebaiknya diberitahu untuk sering berkumur dengan soda
kue dan air garam, atau normal saline. Oral cryotheraphy dengan potongan es bisa
menurunkan resiko. Perawatan bersifat pendukung dan termasuk penggunaan
analgesik topikal atau sistemik dan menjaga higienitas mulut. Anastesi lokal yang
populer termasuk lidocaine kental, dipenhydramine, dan dyclonine. G-CSF
mencegah mukositis pada beberapa studi.

 Alopecia adalah salah satu toksisitas yang paling mengganggu untuk pasien.
Rambut mulai rontok 1-2 minggu setelah memulai kemoterapi dan berhenti
setelah terapi selesai. Cryotheraphy dan penggunaan torniket pada kulit kepala
tidak seragam keefektifannya dan dikontraindikasikan pada pasien dengan kanker
yang bisa me-metastasis kulit kepala.

 Vesicant (agen yang menyebabkan kulit melepuh) terutama anthracycline,


menyebabkan kerusakan jaringan yang parah jika bisa lolos ke peredaran darah.
Prosedur intervensi terpenting adalah pencegahan dengan teknik pemberian yang
baik. Jika terjadi ekstravasasi, kompres es sebaiknya digunakan kecuali yang
diekstravasasi adalah alkaloid vinca, yang lebih baik ditangani dengan kompres
panas. Dari pengalaman disarankan penggunaan natrium thiosulfate untuk
nitrogen mustard; hyaluronidase untuk alalid vinca, etoposide, dan taxane; dan
DMSO topikal untuk anthracycline dan mitomycin C.

 Pemulihan kesuburan tidak bisa diprediksi setelah perawatan kemoterapi kanker,


terutama regimen kombinasi dan agen pengalkilasi. Pasien dengan tumor yang
bisa disembuhkan sebaiknya diberitahu resiko terapi dan dianjurkan untuk
menyimpan sperma atau oosit di bank sperma.

 Resiko kemungkinan serangan ulang kanker dikalahkan oleh manfaat terapi yaitu
keselamatan pasien pada sejumlah besar pasien dengan kanker yang bisa diobati;
tetapi, masalah yang menjadi perhatian adalah kemoterapi tambahan dan pda
pasien dengan kanker yang tidak bisa disembuhkan.

 Kemoterapi kanker besifat karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik. Karenanya,


kemoterapi kanker sebaiknya dipersiapkan oleh profesional menurut prosedur
tertulis mengenai penggunaan class II biologic safe cabinet, pakaian, dan sarung
tangan lateks bebas bubuk sekali pakai.

Вам также может понравиться