Вы находитесь на странице: 1из 17

Menumbuhkan Minat dan Mengembangkan Bakat

Anak terhadap Seni Pewayangan

Oleh

Sri Harti Widyastuti

Disampaikan pada Kongres Pewayangan II

di Yogyakarta Tahun 2013

Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta


A. Seni Pewayangan Dewasa Ini

Wayang purwa merupakan hasil seni tradisi yang sudah melewati

sejarah yang sangat panjang. Disebutkan bahwa pertunjukan bayang-

bayang di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1500 SM

(Poespaningrat, Pranoedjoe, 2008: 5). Bangsa Hindu menggunakan

wayang untuk menyebarkan agama Hindu. Demikian pula Sunan Kalijaga

menggunakan media wayang untuk dakwah dalam rangka penyebaran

agama Islam. Hal itu menunjukkan bahwa wayang purwa sebagai seni

pertunjukan merupakan hasil budaya yang bersifat luwes, mudah

mengalami perubahan budaya. Walaupun wayang sebagai hasil budaya

bersifat adaptif,dapat dibentuk sedemikian rupa namun masyarakat

modern terutama generasi muda banyak yang sudah tidak kenal, bahkan

tidak ingin kenal dengan seni pertunjukan wayang.

Hal itu berdampak pada munculnya anggapan bahwa seni pewayangan

adalah seni jaman dulu. Kondisi seni pewayangan yang demikian tersebut

diperparah oleh perhatian pemerintah terkait bahasa daerah yang sangat

minim. Bahasa daerah merupakan bahasa pengantar seni pewayangan.

Pada pertunjukan wayang tradisional dalang menggunakan bahasa

daerah sebagai pengantar. Pada tahun-tahun yang lalu bahasa daerah

menjadi mata pelajaran muatan lokal wajib baik di SD, SMP, maupun

SMA. Hal itu mencerminkan perhatian dan upaya pemerintah untuk

melestarikan, membina, dan mengembangkan bahasa daerah di tingkat

2
pendidikan formal. Bahasa daerah tidak hanya dibiarkan hidup secara

alami di masyarakat namun juga diatur sistem pembelajarannya di

sekolah formal. Kondisi tersebut berubah ketika bahasa daerah harus

keluar dari kurikulum nasional 2013. Bahasa daerah bisa hidup secara

terbatas di provinsi yang memberlakukan kurikulum muatan lokal bahasa

daerah secara terbatas pula. Disebut secara terbatas karena

pembelajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah tergantung pemerintah

daerah, dalam hal ini tergantung kebijakan Kepala Dinas Pendidikan.

Adapun alokasi waktu yang disediakan juga seadanya, bahkan sudah

banyak sekolah yang tidak menyelenggarakan pembelajaran bahasa

daerah. Kondisi demikian juga dialami oleh bahasa Jawa, yang makin

tidak dihargai di pendidikan formal. Terkait dengan seni pewayangan,

maka bisa dipastikan bila bahasanya sudah tidak digunakan maka isinya

yang salah satunya adalah seni pewayangan akan makin kering bahkan

bisa punah atau berpindah ke luar negeri.

Kehidupan seni pertunjukan tradisional yaitu seni pertunjukan wayang

pada jaman modern atau jaman industri ini mendapat dua saingan berat

yaitu (1) seni pertunjukan modern dan (2) seni pertunjukan massa

(Soedarsono, 1985: 263). Seni pertunjukan modern dikemas untuk

berbagai kebutuhan-kebutuhan kepentingan, lebih banyak diterima

masyarakat modern. Seni pertunjukan massa adalah seni pertunjukan

tradisi yang dikemas secara khusus sesuai selera masyarakat untuk

3
mendapatkan massa penonton atau penikmat sebanyak-banyaknya.

Dibandingkan dengan dua kesenian tersebut seni tradisi pewayangan

akan kalah, untuk itu seni pertunjukan wayang purwa hanya akan dilihat

dan dinikmati oleh penggemar yang sebagian besar adalah masyarakat

yang sudah berumur.

Disebutkan oleh Hadiwijoyo (2011: XII) bahwa ketika Orde Baru tidak

lagi berkuasa, pudar pula kepoppuleran wayang di republik ini. Selain

karena berkembangnya sarana hiburan dan hasil olah budaya pop (pop

culture), kesenian wayang mulai kehilangan pasarnya. Seperti disebutkan

bahwa hadirnya bentuk-bentuk kesenian modern terutama seni musik,

telah mampu meminggirkan berbagai jenis hiburan lokal termasuk

wayang. Ditambah lagi dengan makin banyaknya aktor politik dan

penguasa pemerintahan yang tidak berakar pada budaya daerah,

penghargaan terhadap karya seni pewayangan menjadi makin

tersisihkan.

B. Menyiapkan Generasi Masa Depan

Tradisi adalah semua perilaku dan aktivitas berpola manusia yang

berlangsung secara terus menerus selama dua generasi atau lebih. Agar

tradisi pertunjukan wayang tidak terputus maka harus ada generasi

penerus yang meneruskan tradisi tersebut. Generasi penerus tersebut

adalah anak-anak yang kelak akan mengisi sejarah kebudayaan negeri

4
ini. Modernisasi dan arus perubahan tidak mungkin dihentikan. Semua

mesti berjalan. Namun demikian budaya tradisi tetap harus dimiliki

supaya identitas kebudayaan bangsa ini jelas dan harta kultural tetap

menjadi kekayaan kultural bangsa ini. Untuk itu pemikiran-pemikiran

terkait dengan penumbuhan minat dan bakat terhadap seni pewayangan

perlu dipikirkan. Anak adalah penerus generasi yang akan menentukan

tradisi akan tetap berlangsung atau tidak. Upaya pelestarian tradisi yang

amat strategis adalah menumbuhkan minat anak terhadap seni

pewayangan. Dalam hal ini penngertian minat mengarahkan perbuatan

pada satu tujuan dan merupakan dorongan perbuatan itu.

C. Menumbuhkan Minat Anak terhadap Seni Pewayangan

Untuk menumbuhkan minat anak terhadap seni pewayangan perlu

dilakukan upaya-upaya strategis. Upaya-upaya tersebut melibatkan

peranan orang tua, guru, sekolah, dan masyarakat.

1. Dukungan keluarga

Dalam upaya menumbuhkan minat anak terhadap seni

pewayangan, peran keluarga sangat besar. Penumbuhan minat

tersebut dilakukan secara terus menerus dengan strategi yang selalu

diperbaiki bila dirasa kurang signifikan. Penumbuhan minat terhadap

seni akan lebih baik dan berhasil bila dimulai dari anak usia dini.

5
Adapun strategi yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk

menumbuhkan minat anak terhadap seni pewayangan adalah:

a. Pembiasaan keluarga untuk memutar CD/video pewayangan

Pembiasaan keluarga untuk memutar CD/video pewayangan

disertai dengan ekspresi “menikmati” dari ayah atau ibu apalagi

disertai dengan pembicaraan yang bertujuan mendiskusikan isi, lakon,

atau humor pada lakon wayang yang diputar akan membuat anak

berada di dunia seperti yang sedang diputar, diperdengarkan, atau

didiskusikan orangtuanya. Kadang orang tua berpikir anak tidak akan

paham bahasa pengantar seni pewayangan, namun secara cepat

justru anak akan bisa mendengarkan, mengambil makna bahkan

menghayalnya. Tahap ini cukup penting karena menjadi cara

pembiasaan yang sangat bagus.

b. Mengajak anak untuk sering menonton wayang

Anak menonton wayang bersama ayah atau ibu ini dilakukan

sejak anak usia dini. Walaupun anak tidak mengerti tentang maksud

bahasa dan adegan wayang namun pengalaman ini akan menjadi

penguat dari pembiasaan yang telah dilakukan di rumah. Pengalaman

ini akan terpaten dalam memori anak hingga anak dewasa.

c. Membacakan cerita pewayangan pada anak sebelum tidur

Seorang ibu dapat memilih bacaan lakon yang sesuai dengan

jiwa, kebutuhan dan dunia anak-anak. Selanjutnya inti cerita dapat

6
diuntai oleh ibu dengan lebih popular sehingga menarik perhatian

anak. Bagi ibu yang terbiasa membaca cerita rakyat untuk putra-

putrinya bisa diganti dengan cerita pewayangan. Upaya itu tidak

mudah dilakukan karena adanya keterbatasan buku-buku bacaan

tentang wayang. Buku-buku terbitan lama merupakan buku pethilan

lakon wayang yang ditulis dengan struktur wayang sehingga untuk

dijadikan cerita bertutur harus dibuat sinopsis dulu baru dituturkan.

d. Pembiasaan membaca buku-buku pewayangan

Adalah tidak mudah melakukan upaya ini apalagi buku-buku

cerita pewayangan tidak banyak beredar di pasaran. Namun demikian

upaya ini dapat dilakukan dengan membaca artikel-artikel di internet,

yang teksnya kemudian dapat dibaca oleh anggota keluarga yang lain.

Untuk melakukan upaya ini orang tua perlu menjadi tokoh yang

memulai dulu. Segala upaya harus dimaksudkan untuk menumbuhkan

minat anak terhadap seni pewayangan dan lebih lanjut agar tidak

terjadi pemutusan tradisi. Pada tahun 1980an terdapat bacaan cerita

wayang berupa komik karya RA Kosasih. Pada masa itu banyak sekali

penggemar komik ini dari usia tua hingga anak-anak. Sehingga komik

wayang ini menjadi favorit di taman-taman bacaan.

7
Contoh komik karya RA Kosasih

8
e. Membiasakan memberi kado kepada anggota keluarga

barang-barang yang berkaitan dengan wayang

Kebiasaan ini akan terasa manfaatnya setelah anak-anak besar.

Anak dengan sendirinya dapat memahami makna dari barang atau

tokoh pewayangan yang digunakan untuk kado. Tanpa disadari

pembelajaran tentang bentuk tokoh wayang, sifat, dan makna simbolis

dari tokoh wayang tersebut bisa dilakukan dengan otomatis. Orang tua

tidak perlu menyuruh belajar dan membaca buku, dengan tindakan

praktis ini maka anggota keluarga akan hafal, paham karakter tokoh-

tokoh yang dipilih.

2. Dukungan dari Sekolah

Sekolah mempunyai andil yang cukup besar dalam penumbuhan

minat anak terhadap wayang. Adapun upaya-upaya yang perlu

dilakukan oleh sekolah terkait dengan penumbuhan minat anak

terhadap wayang adalah:

a. Penciptaan suasana sekolah atau kelas yang mendukung

Suasana kelas atau sekolah yang tercipta karena pemasangaan

gambar, tokoh pewayangan akan membantu terciptanya suasana

budaya tradisi di sekolah tersebut. Disamping itu gambar tokoh tokoh

pemasangan akan menjadi media pembelajaran yang efektif.

Disebabkan setiap hari para siswa melihat gambar yang dipasang

9
maka tanpa sadar para siswa hafal tokoh-tokoh wayang beserta

karakteristiknya.

b. Penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan

kebutuhan siswa

Media pembelajaran yang digunakan untuk proses belajar

mengajar menentukan keberhasilan pembelajaran. Dalam hal ini

pembelajaran akan berhasil bila minat para siswa tinggi. Pembelajaran

wayang selama ini masuk pada pembelajaran mata pelajaran Bahasa

Jawa. Secara lebih khusus materi pewayangan masuk pada ranah

sastra jawa. Hal itu disebabkan sumber cerita pewayangan adalah

karya sastra, yaitu Mahabarata dan Ramayana. Demikian pula pesan

moral, penokohan, seting yang mengait pada pewayangan termasuk

bidang sastra.

Agar supaya pembelajaran dapat menarik minat dan

merangsang motivasi belajar siswa maka para mahasiswa telah

membuat media pembelajaran yang cukup menarik. Media

pembelajaran tersebut adalah karya Desinta Siwi, Estri Wiji Asih, Tri

Ristiyani, dan Fathul Amanah.

Desinta Siwi membuat media pembelajaran wayang dengan

program Adobe Flash Player. Media pembelajaran tersebut diberi judul

multi media interaktif cerita wayang semar bangun khayangan kangge

siswa SMP klas VIII semester gasal. Sedangkan media yang dibuat

10
adalah permainan cepat susun warna, untuk membantu para siswa

menghafal tokoh-tokoh pewayangan. Media yang dibuat Tri Ristiyani

juga ditujukan untuk mempermudah pemahaman dan hafalan tokoh-

tokoh wayang. Media yang dibuat diberi judul media puzzle wayang.

Sedangkan Fathul Amanah membuat media pembelajaran wayang

dengan judul puzzle jawa.

3. Dukungan Pemerintah

Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan agar supaya upaya yang

dilakukan orang tua, sekolah untuk menumbuhkan minat anak

terhadap seni pewayangan berhasil. Peran pemerintah dalam hal ini

adalah Dinas Kebudayaan. Upaya-upaya Pemerintah tersebut adalah

memfasilitasi kegiatan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan

seni pewayangan. Upaya-upaya tersebut misalnya pada

penyelenggaraan festival dalang cilik, festival pewayangan, kursus

dalang, pameran wayang, muhibah seni pewayangan, dan lain-lain.

Kegiatan-kegiatan ini bisa bekerja sama dengan Dinas Pendidikan

dan Olahraga, untuk penyertaan siswa SD, SMP, SMA. Kerjasama

penumbuhan minat anak terhadap seni pewayangan antara Dinas

Kebudayaan dan Dinas Pendidikan harus terus menerus dilakukan

supaya program yang dicanangkan dapat memberi manfaat yang

optimal.

11
Adapun upaya dari masyarakat untuk menumbuhkan minat anak

terhadap seni pewayangan adalah munculnya kreasi-kreasi

pengembangan seni pewayangan baik tata panggung, tata campuran,

maupun bentuk-bentuk penciptaan perpaduan wayang dengan

teknologi sehingga dunia wayang menjadi dekat dengan dunia anak.

D. Pengembangan Bakat Anak terhadap Seni Pewayangan

Penguatan tradisi pada seni pewayangan bisa dilakukan melalui

penumbuhan minat maupun pengembangan bakat anak pada seni

pewayangan. Bakat adalah kemampuan yang melekat dalam diri

seseorang yang merupakan bawaan sejak lahir dan terkait dengan

struktur otak (Sitiatava Rizema Putra, 2013: 18). Lebih lanjut Tedja

Saputra (dalam Sitiatava Rizema Putra, 2013: 19) menyebutkan bahwa

bakat adalah kondisi seseorang yang dengan suatu pendidikan dan

latihan memungkinkan mencapai kecakapan pengetahuan dan

ketrampilan khusus. Seorang anak berbakat adalah mereka yang oleh

orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu

mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-

kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program

pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan

program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka

terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri.

12
Kemampuan-kemampuan tersebut baik secara potensial maupun yang

telah nyata meliputi enam kemampuan diantaranya adalah kemampuan

dalam salah satu bidang seni (Utami Munandar, 2012: 23). Berdasarkan

pernyataan diatas maka anak berbakat seni khususnya seni pewayangan

merupakan generasi penerus tradisi yang dimungkinkan kelak akan

menjadi pelaku seni, dalang, seniman, atau bahkan tokoh pada bidang

pewayangan. Untuk itu diperlukan peran keluarga, sekolah, dan

masyarakat agar bakat tersebut dapat berkembang menjadi kemampuan.

1. Peran Keluarga

Dalam rangka mengembangkan bakat atau talenta anak maka

anak perlu dilatih ketrampilan sesuai dengan bakat dan minat

pribadinya. Orang tua perlu menciptakan iklim yang merangsang

pemikiran dan ketrampilan anak serta menyediakan sarana prasarana.

Disamping itu perlu ada motivasi intrinsik pada anak. Minat anak dapat

ditumbuhkan melalui upaya-upaya seperti di atas.

Selanjutnya orang tua yang menyadari anaknya berbakat di

bidang seni pewayangan dapat melatih atau mencarikan guru terkait

dengan pertunjukan wayang. Disamping itu anak dilatih, diberi

stimulan untuk kreatif. Orang tua yang abai akan kondisi bakat

anaknya, maka pada perkembangan berikutnya bakat dan

kemampuan anaknya seolah-olah menjadi makin tipis dan bias tidak

tampak lagi. Setelah tidak tampak, maka anak tersebut akan menjadi

13
anak yang biasa kembali, tdak menunjukkan bakat tertentu. Namun

sebaliknya orang tua yang sangat perhatian terhadap bakat yang ada

dalam anaknya kemudian melakukan upaya agar bakat tersebut makin

berkembang maka anak tersebut akan menjadi anak berbakat di

bidang pewayangan seperti contoh calon dalang atau dalang cilik.

Dalam hal guru pada anak berbakat hendaknya mengakui

peranan penting dari dukungan orang tua dan tidak melihat orang tua

sebagai ancaman.

2. Peran Sekolah

Sekolah menyediakan guru yang sesuai bagi anak berbakat seni

pewayangan. Guru anak berbakat sebaiknya bersikap demokratif,

ramah, dan memberi perhatian perorangan, sabar, minat luas,

penampilan yang menyenangkan, adil, tidak memihak, rasa humor,

perilaku konsisten, memberi perhatian terhadap masalah anak,

kelenturan, menggunakan penghargaan dan pujian, serta kemahiran

yang luar biasa dalam mengajar subjek tertentu (Utami Munandar,

2012: 101).

Karakteristik guru anak berbakat seni pewayangan dapat

digolongkan menjadi karakteristik filosofis. Profesional dan pribadi

karakteristik filosofis penting karena pandangan guru mengenai

pendidikan ikut menentukan pendekatan mereka terhadap siswa di

kelas.

14
Karakteristik profesional meliputi strategi untuk mengoptimalkan

belajar siswa berbakat, ketrampilan, bimbingan dan penyuluhan

pengetahuan dan pemahaman psikologi siswa berbakat (Utami

Munandar, 2012: 115).

3. Peran Pemerintah

Anak-anak berbakat seni pewayangan perlu diberi wahana untuk

berlatih guna meningkatkan kemampuannya. Demikian pula perlu

diberi kesempatan ajang kompetisi agar anak tersebut dapat

mengukur kemampuannya sehingga tumbuh kreativitas mandiri anak-

anak berbakat seni pewayangan tersebut. Tak kalah penting

masyarakat hendaknya memberi apresiasi kepada anak-anak tersebut

agar eksistensi anak-anak berbakat tersebut terbangun.

Upaya pengembangan bakat anak pada seni pewayangan perlu

dilakukan secara terus menerus. Sampai kelak anak-anak tersebut

menjadi dewasa. Selanjutnya anak-anak tersebut kelak akan menjadi

penerus tradisi, seniman, atau dalang.

Penutup

Seni pewayangan pada masa kini mengalami kondisi penurunan

jumlah penonton, penikmat terutama di kalangan generasi muda. Kondisi ini

dikhawatirkan makin lama makin mengkerdilkan seni pewayangan dan

terputusnya tradisi pewayangan. Untuk itu, maka perlu upaya untuk tetap
15
menghidupkan tradisi dengan cara menumbuhkan minat dan

mengembangkan bakat anak sebagai generasi penerus terhadap seni

pewayangan. Penumbuhan minat anak terhadap seni pewayangan perlu

dukungan dari keluarga, sekolah, dan pemerintah. Dukungan keluarga

meliputi pembiasaan keluarga untuk memutar CD/video pewayangan,

mengajak anak untuk sering menonton wayang, membacakan cerita

pewayangan pada anak sebelum tidur, pembiasaan membacakan buku-buku

pewayangan, membiasakan memberi kado kepada anggota keluarga

barang-barang yang berkaitan dengan wayang. Dukungan sekolah meliputi

penciptaan suasana sekolah atau kelas yang mendukung, penggunaan

media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Dukungan dari

pemerintah berupa fasilitas kegiatan pelestarian, pembinaan, dan

pengembangan seni pewayangan.

Pengembangan bakat anak memerlukan dukungan keluarga yang

berupa pelatihan ketrampilan, penguatan motivasi dan mencarikan guru

untuk pengembangan bakatnya. Dukungan sekolah meliputi penyediaan

guru yang sesuai untuk mengajar anak-anak yang mempunyai bakat seni

pewayangan. Dukungan pemerintah berupa fasilitas untuk mengasah

kreatifitas dan bakat seni pewayangan anak-anak. Lebih lanjut diperlukan

apresiasi masyarakat yang besar untuk mendukung eksistensi anak-anak

yang mempunyai bakat seni pewayangan.

16
Daftar Pustaka

Masri Sareb Putra. 2008. Menumbuhkan Minat Baca Sejak Dini. Jakarta: PT
Indeks.

Pranoedjoe Poespaningrat. 2008. Nonton Wayang dari Berbagai Pakeliran.


Yogyakarta: PT. BP. Kedaulatan Rakyat.

Rohmad Hadiwijoyo. 2011. Bercermin di Layar Realita Antar Cerita. Jakarta:


PT Tatanusa.

Sitiatava Rizema Putra. 2013. Panduan Pendidikan Berbasis Bakat Siswa.


Yogyakarta: Diva Press.

Soedarsono. 1985. Keadaan dan Perkembangan Bahasa, Sastra, Etika,


Tatakrama, dan Seni Pertunjukan Jawa, Bali dan Sunda. Yogyakarta:
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi)
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Yogyakarta.

Utami Munandar. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:


Rineka Cipta.

17

Вам также может понравиться