Вы находитесь на странице: 1из 4

1.

Faktor resiko
a. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu,
mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana
transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian
populasi sehingga memungkin terjadinya KLB
b. Sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak
memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk,
kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta
melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor
lingkungan tersebut diatas status imunologi seseorang, strain
virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga
berpengaruh terhadap penularan penyakit.
c. Pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta
surveilans. Perubahan iklim (climate change) yang cenderung
menambah jumlah habitat vektor DBD menambah risiko penularan
2. Epidemiologi
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami
wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik
pada lebih dari 100 negara, di antaranya adalah Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka
tertinggi kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan lebih
dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat
sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37,687 kasus
merupakan DBD Berat.(WHO,2014)
Saat ini bukan hanya terjadi peningkatan kasus DBD, tetapi
penyebaran di luar daerah tropis dan subtropis. Contohnya di
Eropa, transmisi lokal pertama kali dilaporkan di perancis dan
kroasia pada tahun 2010. Pada tahun 2012, terjadi lebih dari 2000
kasus DBD pada lebih dari 10 negara di Eropa. Setidaknya 500.000
penderita DBD memerlukan rawat inap setiap tahunnya, diamana
proporsi penderita sebagian besar adalah anak-anak dan 2,5% di
antaranya dilaporkan meninggal dunia.(WHO,2014)
Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah
Dengue (DBD). Demam berdarah dengue muncul sebagai Kejadian
Luar Biasa (KLB) sehingga mengakibatkan kepanikan di
masyarakat karena berisiko meyebabkan kematian serta
penyebarannya sangat cepat. Angka kejadian demam berdarah
terus meningkat dari 21.092 (tahun 2015) menjadi 25.336 orang
(tahun 2016) (Dinkesprov Jawa Timur, 2017).
Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang mematikan sejak
tahun 2013. Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota pada
33 provinsi di Indonesia. Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015
sebanyak 1.071 orang dengan total penderita yang dilaporkan
sebanyak 129.650 orang. Nilai Incidens Rate (IR) di Indonesia
tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%.
Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347 orang dengan
IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar 0,90% (Kemenkes RI, 2016b)
3. Klasifikasi
Klasifikasi derajad DBD menurut WHO :

Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya


manifestasi perdarahan adalah uji turniquet positif
Derajat 2 Derajad 1 disertai perdarahan spontan dikulit dan /
atau perdarahan lain
Derajat 3 Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau
hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien
menjadi lembab, dan pasien menjadi gelisah.
Derajat 4 Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat di ukur.
Sumber : BA infeksi dan pediatri tropis hal : 164
4. Manifestasi klinis

Menurut Nursalam, 2008 tanda dan gejala penyakit DHF antara lain

a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari


b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma.
d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan
darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).
5. Komplikasi

Komplikasi DHF menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah perdarahan,


kegagalan sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan
vaskuler,penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)
<100.000 /mm³ dankoagulopati, trombositopenia, dihubungkan
dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang
dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat
pada uji tourniquet positif,peteke, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga
terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi
yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous
return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan
sirkulasi jaringan.DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis
mengakibatkanperfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggudan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresifdan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam
12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati
dan selsel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang
lebih besardan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau
kompleks virusantibody.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusipleura akan terjadi dispnea, sesak napas

DAFTAR PUSTAKA :
1. Kemenkes RI, 2016b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan, Kemenkes RI, Jakarta.
2. Nursalam. (2008). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam
Praktek Keperawatan Profesional. Edisi 2. Salemba Medika,
Jakarta
3. meltzer, Suzane C. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth : Edisi 8. Alih Bahasa Agung Waluyo. (et al) ; editor edisi
bahasa Indonesia Monica Ester. (et al). Jakarta : EGC

Вам также может понравиться