Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
EKLAMPSIA POSTPARTUM
Oleh
Anggraini Tiara Septiyana Gunawan 04084821921034
Mohamad Fiqih Arrachman 04084821921031
Kurniawan Onti 04084821921054
Yusdela Trisa 04084821921077
Pembimbing
1
HALAMAN PENGESAHAN
Short Case
Eklampsia Postpartum
Oleh:
Case ini telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Anastesi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan di setiap langkah
penyusunan short case ini sehingga atas izin-Nya laporan kasus yang berjudul
“Eklampsia postpartum” dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat dengan
maksud sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian/Departemen Anastesi dan Terapi Intensif Universitas Sriwijaya Rumah
Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
(Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami pada 28 Juni 2019, pukul
16.30 WIB).
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran disertai kejang sejak 2 jam yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
±4 hari yang lalu pasien mengeluh keluar darah sejak ± 2 jam SMRS setelah pasien
terjatuh saat ingin mandi. Lalu, pasien datang ke IGD RSUP Kayuagung dan langsung
menuju ke VK Obgyn dengan status kehamilan G3P2A1 hamil 35 minggu inpartu kala 2
Janin Tunggal Mati presentasi Kaki dengan PEB. Lalu, pasien pulang untuk rawat jalan.
±2 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami penurunan kesadaran disertai
kejang secara tiba tiba hilang timbul dengan frekuensi 4 kali. Lalu, pasien dipindahkan di
ruang ICU dan terpasang ventilator untuk terapi intensif selanjutnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat perdarahan pada kehamilan sebelumnya disangkal
Riwayat hipertensi sebelumnya disangkal
6
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat trauma terjatuh saat ingin mandi ada
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Status Lokalis
Kepala : Normosefali, tidak terdapat kelainan
Mata : Konjungtiva pucat (-/-R), sklera ikterik (-), edema palpebra
(-), pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+).
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Bentuk dada normal, sela iga melebar (-), spider nevi (-),
retraksi (-)
Paru-paru
Inspeksi : Statis dinamis kiri=kanan
Palpasi : Nyeri tekan, stem fremitus normal kanan = kiri
7
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-) di kedua lapang paru,
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas atas: ICS II linea parasternalis sinistra, Batas kiri: ICS V
linea midclavicularis sinistra Batas kanan: Linea sternalis
dekstra
Auskultasi : BJ I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, umbilikus membonjol (-),venektasi (-), caput medusa
(-), striae (-), scar (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :Palmar pucat (-/-), edema pretibial (-), akral hangat, CRT < 2”
8
2.5 Diagnosis Kerja
P3A1 Post Partum Spontan dengan Eklampsia post partum
2.6 Tatalaksana
Non farmakologis
- IVFD RL 20 gtt/m
- Oksigen 10 L/m NRM
- Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
- Pemasangan selang kateter, monitoring urin output
- Cek lab darah lengkap
- Ro thorax
Farmakologis
- Inj. MgSO4 40% 4gr IV pelan
- Nifedipine 10 mg/8 jam PO
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Eklampsi adalah keadaan dimana ditemukan serangan kejang tibatiba yang dapat disusul
dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang menunjukan gejala
preeklampsia sebelumnya.
Epidemiologi
Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan lebih
banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara maju (0,05%-
0,1%).1,2 Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas, gravida, obesitas, ras,
etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang merupakan faktor risikonya.1,3,4,5
Eklampsia termasuk dari tiga besar penyebab kematian ibu di Indonesia. Menurut
laporan KIA Provinsi tahun 2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 5.118
jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi perdarahan (32%), disusul
hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama (5%) dan abortus (1%).
Penyebab lain –lain (32%) cukup besar, termasuk di dalamnya penyebab penyakit non
obstetrik.6
Faktor risiko
Dari beberapa studi dikumpulkan ada beberapa fakto risiko preeklampsia, yaitu :
1) Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia dan eklampsia hampir
dua kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih pada primipara maupun
multipara. Usia muda tidak meningkatkan risiko secara bermakna (Evidence II, 2004).
Robillard dkk melaporkan bahwa risiko preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan
kedua meningkat dengan peningkatan usia ibu.7 Choudhary P dalam penelitiannya
menemukan bahwa eklampsia lebih banyak (46,8%) terjadi pada ibu dengan usia
kurang dari 19 tahun.8
2) Nulipara
10
Hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada wanita nulipara.1 Duckitt
melaporkan nulipara memiliki risiko hampir tiga kali lipat (RR 2,91, 95% CI 1,28 –
6,61) (Evidence II, 2004).7
3) Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor risiko,
walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang memiliki paparan
rendar terhadap sperma.7
4) Jarak antar kehamilan
Studi melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa wanita
multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko
preeklampsia dan eklampsia hampir sama dengan nulipara.7
Robillard dkk melaporkan bahwa ririko preeklampsia dan eklampsia semakin
meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama (1,5 setiap 5
tahun jarak kehamilan pertama dan kedua; p <0,0001).7
5) Riwayat preeclampsia pada kehamilan sebelumnya
Merupakan faktor risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat hingga
tujuh kali lipat (RR 7,19 95% CI 5,85-,83). Kehamilan pada wanita dengan riwayat
preeclampsia dan eklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian
preeclampsia berat, preeclampsia onset dini dan dampak perinatal yang buruk.7
6) Riwayat keluarga preeclampsia eklampsia
Riwayat preeclampsia dan eklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko
hampir tiga kali lipat. Adanya riwayat preeclampsia pada iu meningkatkan risiko
sebanyak 3,6 kali lipat.7
7) Kehamilan multifetus
Studi melibatkan 53,028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan kembar
meningkatkan risika preeclampsia hampir tiga kali lipat. Analisa lebih lanjut
menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir tiga kal lipat dibandingkan
kehamilan duplet. Sibai dkk menyimpulkan bahwa kehamilan ganda memiliki tingkat
risiko yang lebih tinggi untuk menjadi preeklamsia dibandingkan kehamilan normal.7
selain itu, wanita dengan kehamilan multifetus dan kelainan hipertensi saat hamil
memiliki luaran neonatal yang lebih buruk daripada kehamilan monofetus.1
8) Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
11
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oossit atau donor embrio
juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer penyebab
preeklampsia adalah lajadaptasi imun. Mekanisme dibalik efek protektif dari paparan
sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan adanya peningkatan frekuensi
preeklampsia setelah inseminasi donor sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang
tinggi pada kehamilan remaja, serta makin mengecilkan kemungkinan terjadinya
preeklampsia pada wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang
lebih lama. Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit pada
kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis pada kehamilan
berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami preeklampsia. Namun, efek
protektif dari multiparitas menurun apabila berganti pasangan. Robillard dkk
melaporkan adanya peningkatan risiko preeklamspia sebanyak dua kali pada wanita
dengan pasangan yang pernah memiliki isteri dengan riwayat preeklampsia.7
9) Diabetes Melitus Terganung Insulin (DM tipe I)
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir empat kali lipat bila diabetes
terjadi sebelum hamil.7 Anna dkk juga menyebutkan bahwa diabetres melitus dan
hipertensi keduanya berasosiasi kuat dengan indeks masa tubuh dan kenaikannya
secara relevan sebagai faktor risiko eklampsia di United State.9
10) Penyakit ginjal
Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia meningkat
sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit ginjal.7
11) Sindrom antifosfolipid
Dari dua studi kasus kontrol yang diulas oleh Duckitt menunjukkan adanya
antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus atau keduanya)
meningkatkan risiko preeklampsia hampir 10 kali lipat.7
12) Hipertensi kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% (n-180) dan hampir setengahnya
adalah preeklampsia onset dini (<34 minggu) dengan keluaran maternal dan perinatal
yang lebih buruk.7
13) Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama kali Antenatal
Care (ANC)
12
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar
dengan semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi
insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia.10 Obesitas meningkatkan
risiko preeklampsia sebanyak 2,47 kali lipat, sedangkan wanita dengan IMT sebelum
hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko preeklampsia empat kali
lipat.7
Pada studi kohort yang dilakukan oleh Conde-Agudelao dan Belizan pada
878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa frekuensi preeklampsia pada kehamilan
di populasi wanita yang kurus (IMT< 19,8) adalah 2,6% dibandingkan 10,1% pada
populasi wanita yang gemuk (IMT> 29,0).7
14) Kondisi sosioekonomi
Faktor lingkungan memiliki peran terhadap terjadinya hipertensi pada
kehamilan. Pada wanita dengan sosioekonomi baik memiliki risiko yang lebih rendah
untuk mengalami preeklampsia.1 Kondisi sosioekonomi pasien di RS dapat dilihat
melalui sistem pembayarannya.
15) Frekuensi ANC
Pal A dkk menyebutkan bahwa eklampsia banyak terjadi pada ibu yang
kurang mendapatkan pelayanan ANC yaitu sebesar 6,14% dibandingkan dengan yang
mendapatkan ANC sebesar 1,97%.28 Studi case control di Kendal menunjukkan
bahwa penyebab kematian ibu terbesar (51,8%) adalah perdarahan dan eklampsia.
Kedua penyebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pelayanan antenatal yang
memadai atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.9
Patofisiologi kejang eklampsia belum diketahui secara pasti. Kejang eklampsia dapat
disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan fokus perdarahan di korteks
otak.11 Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus
frontalis.12 Beberapa mekanisme yang diduga sebagai etiologi kejang adalah sebagai berikut:1
a. Edema serebral
b. Perdarahan serebral
c. Infark serebral
d. Vasospasme serebral
13
e. Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
f. Koagulopati intravaskuler serebral
g. Ensefalopati hipertensi
14
Normal:
Preeklampsia:
Diagnosis Banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat panyakit lain.
Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan
otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik. Kejang pada
eklampsia ditandai dengan kejang tonik dan klonik, selain itu disertai dengan peningkatan
tekanan darah yang cepat, peningkatan suhu badan, inkontinensia (ketidakmampuan
mengontrol pengeluaran urin), dan kadang-kadang penderita mengalami muntah.13
Diagnosis Kerja
Eclampsia post partum
Tatalaksana
Prinsip dasar tatalaksana eklampsia adalah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital
(Airway, Breathing, Circulation), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi
15
hipoksemia dab mengendalikan tekanan darah khususnya pada waktu krisis
hipertensi.
Adapun tujuan utama tatalaksana medikamentosa pada eklampsia, antara lain untuk:
- Menghentikan kejang
- Mencegah dan mengatasi penyulit
- Mencapai stabilisasi ibu semaksimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin
pada saat dan dengan cara yang tepat
Prinsip tatalaksana medikamentosa pada eklampsia pada dasarnya sama dengan
preeklampsia berat. Obat anti kejang pilihan utama adalah MgSO4, namun apabila
pemberian obat tersebut belum mengatasi kejang, dapat diberikan jenis lain seperti
thiopental. Pemberian diuretik baiknya diikuti dengan monitoring plasma elektrolit.
- Penatalaksanaan saat kejang
Tujuan: mencegah trauma akibat kejang
Dirawat dikamar isolasi yang terang dengan tujuan apabila terjadi sianosis dapat
diketahui dengan segera
Dibaringkan ditempat tidur, dengan kepala dan ekstremitas yang diusahakan
agar tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras disekitarnya
Masukkan sudap lidah ke dalam mulut dengan kepala yang direndahkan dan
bersihkan jalan nafas
Segera beri oksigen apabila kejang selesai
- Penatalaksanaan saat koma
Kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang (maneuver
head tilt-neck lift) atau kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas (maneuver
head tilt-chin lift) dengan tujuan menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas
tetap terbuka, dan dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway
Hisap semua benda yang ada di dalam rongga mulut dan tenggorokan secara
intermiten, karena hilangnya reflex muntah yang memungkinkan terjadinya
aspirasi bahan lambung
Ditidurkan dalam posisi stabil dan drainase lendir
Monitoring kesadaran dengan GCS
Pemberian nutrisi melalui NGT pada koma yang lama
- Penatalaksanaan obstetric
16
Semua kehamilan harus diakhiri tanpa memandang usia kehamilan dan usia janin,
dengan syarat hemodinamika dan metabolisme ibu stabil.
Komplikasi
1) Maternal
- Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai eklampsia. Faktor
penyebab atau sumber terjadinya edema adalah (1) pneumonitis aspirasi setelah
inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat kejang dan (2) kegagalan fungsi
jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi berat akibat pemberian cairan
intravena yang berlebihan.
- Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang atau
segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat. Hemipelgia terjadi
pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak cenderung terjadi pada
wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang adalah sebagai akibat
pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa otak (acute vascular accident,
stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi setelah kejang, atau
menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah sebagai akibat edema otak yang
luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan kematian. Bila tidak ada
perdarahan otak yang menyebabkan koma dan dengan pemberian terapi suportif
yang tepat sampai penderita kembali sadar umumnya prognosis pada penderita
adalah baik.
- Mata
Kebutaan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama dengan
preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu (1) ablasio retina, yaitu lepasnya
retina yang ringan sampai berat dan (2) iskemia atau infark pada lobus oksipitalis.
Prognosis untuk
kembalinya penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu
yang disebabkan oleh kelainan retina maupun otak, dan akan kebali normal dalam
waktu satu minggu.
- Psikosis
17
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi keadaan ini jarang
terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai dua minggu, tetapi
prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama tidak ada kelainan mental
sebelumnya.
- Hematologi
Plasma darah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi, gangguan
pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC) dan sindroma
HELLP.
- Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat, clearance asam
urat menurun dan gagal ginjal akut.
- Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel hepar dan perdarahan subkapsuler.
- Uterus
Solusio plasenta dapat menyebabkan perdarahan pascapartum dan abrutio plasenta
yang dapat menyebabkan DIC.
- Kardiovaskular
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun, tahanan
pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik, tekanan vena
sentral menurun dab tekanan paru menurun.
- Metabolisme
Asidosis metabolik dan gangguan pernapasan maternal.
- Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi sebelum
melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena robeknya plasenta yang
melekat didekat kanalis servikalis (plasenta previa) atau karena robeknya
plasenta yang terletak di tempat lain di dalam rongga uterus (solusio plasenta).
Eklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta walaupun
lebih banyak terjadi pada kasus hipertensi kronik.
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah
pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml pada
histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada histerektomi
saesarea darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada eklampsia sering
18
didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya hipervolemia seperti pada
kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu hamil pada kasus eklampsia jauh
lebih rentan terhadap kehilangan darah dibandingkan ibu normotensive.
- Kematian
Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan, persalinan, masa
nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak tergantung usia dan
tempat kehamilan serta tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan
tersebut dan bukan disebabkan oleh kecelakaan. Kematian maternal pada
eklampsia disebabkan karena beberapa hal antara lain karena perdarahan otak,
kelainan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan sindroma HELLP.
2) Fetal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus, sehingga tonus otot uterus
meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada
miometrium. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang, sehingga
dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) terjadi takikardi, kompensasi takikardi
dan selanjutnya diikuti bradikardi.
- Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak sesuai dengan
berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir kurang dari berat lahir yang
seharusnya untuk masa gestasi tertentu atau kecil untuk masa kehamilan (KMK),
yaitu kalau berat lahirnya dibawah persentil ke-10 menurut kurva pertumbuhan
intrauterin Lubhenco atau dibawah 2 SD menurut kurva pertumbuhan intrauterin
Usher dan Mc.Lean.
Pada preeklampsia atau eklampsia, terdapat spasmus arteriola spiralis desidua
dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal
sebagai akibat kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding
pembuluh darah dalam villi karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi
jaringan fobrotik, dipercepat prosesnya pada preeklampsia atau eklampsia.
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi yang lebih lama, pertumbuhan janin terganggu sehingga
menimbulkan dismaturitas, sedangkan pada hipertensi yang lebih pendek terjadi
gawat janin sampai kematian karena kekurangan oksigenasi.
Komplikasi:
19
Sindrom Aspirasi Mekonium
Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur. Keadaan
hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan gaping dalam
uterus. Selain itu, mekonium akan dilepaskan kedalam liquor amnion, sehingga
cairan yang mengandung mekonium masuk kedalam paru janin karena inhalasi.
Pada saat lahir, bayi akan menderita gangguan pernapasan.
Hipoglikemia Simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan oleh persediaan
glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena terjadinya
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah bayi lahir dan
disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat berlanjut menjadi asidosis.
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan karena faktor ibu, yaitu adanya
gangguan aliran darah ke uterus. Gangguan aliran darah ke uterus menyebabkan
berkurangnya asupan oksigen ke plasenta dan janin.
Penyakit Membran Hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm, yang disebabkan
oleh karena surfaktan belum cukup matur sehingga alveoli kolaps. Penyakit ini
terutama terjadi apabila masa gestasi kurang dari 35 minggu.
Hiperbilirubinemia
- Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena terjadi
peningkatan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan yang meningkat.
- RDS (Respiratory Distress Syndrome)
Beberapa faktor yang berperan pada gangguan ini adalah hipovolemk, asfiksia, dan
aspirasi mekonium.
- Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir merupakan penyakit sistemik primer sistem
hemopoetik. Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
trombositopenia juga mempunyai jumlah trombosit kurang dari 150.000/mm3 pada
waktu lahir, tapi jumlah ini dapat segera menjadi normal.
- Hipermagnesemia
20
Disebut hipermagnesemia apabila kadar magnesium serum darah ≥ 15 mEq/l. Hal
ini dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu eklampsia dengan pengobatan
magnesium. Pada keadaan ini, dapat terjadi depresi sususan saraf pusat, paralisis
otot-otot skeletal sehingga memerlukan pernapasan buatan.
- Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama dengan sindroma
HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya tidak jelas, mungkin
mempunyai hubungan dengan agen yang menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah ibu yang melewati plasenta janin.
- Kematian perinatal
Kematian perinatal terjadi karena asfiksia neonatorum berat, trauma saat kejang
intrapartum dan dismaturitas yang berat. Pada beberapa kasus ditemukan bayi
meninggal intrauterin.
Prognosis
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 ° C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.
21
BAB IV
ANALISIS KASUS
22
Pasien direncanakan untuk tindakan kuretase dengan syarat TD teregulasi dengan
baik. Maka dari itu diberikan obat antihipertensi untuk membantu regulasi TD pada pasien
ini.
23
Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, Lenevo KJ, Gant NF, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Hypertensive disorder in pregnancy. In : Rouse D,Rainey B, Song C, George D,
Wendel J, editors. Williams obstetrics 22nded. New York : McGRAW-HILL; 2005.
2. Winkjosastro H, Ssaifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Preeklampsia dan
eklampsia. In : Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2007.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Alexander GM, Bloom SL, Cassey BM, et al.
Williams manual of obstetrics. New York : McGRAW-HILL; 2003.
4. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Hipertensi dalam kehamilan. In :
Astuti NZ, Purba Dl, Handayani S, Damayanti R, editors. Pengantar kuliah obstetri.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2003.
5. Benson RC, Pernoll ML.Hypertensive disorder during pregnancy. In : Handbook of
obstetrics and gynecology 9th ed. New York : McGRAWHILL Inc; 1994.
6. Direktorat Bina Kesehatan Ibu. Factsheet : Upaya Percepatan Penurunan Angka
Kematian Ibu. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI; 2012.
7. World Health Organization (WHO). WHO recommendation for prevention and
treatment of preeclampsia and eclampsia. Geneva : Reproductive health pubication;
2011.
8. Edgar MN, Albert K, Richard R, Beatrice IM, Anthony NM. Maternal and Perinatal
Outcomes among Eclamptic Patients Admitted to Bungado Medical Centre, Mwanza,
Tanzania. African Journal of Reproductive Health, 2012; 16(1): 35.
9. Sopiyudin D. Ukuran Kekuatan Hubungan Rasio Odd (RO) dan Risiko Relatif (RR)
In : Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika; 2011.
10. Pampus MG, Aarnoudse JG. Long term outcomes after preeclampsia. Clin Obs Gyn.
2005; 48;489-494.
11. DeCherney AH, Nathan L. Hypertensive states of pregnancy. In : Current obstetric
and gynecologic diagnosis and treatment 9th ed. New York : McGRAW-HILL Inc;
2003.
12. Benson RC, Pernoll ML.Hypertensive disorder during pregnancy. In : Handbook of
obstetrics and gynecology 9th ed. New York : McGRAWHILL Inc; 1994.
24
13. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: P.T. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2016.
25