Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena
menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia
harapan hidup. Dampak ekonomi langsung yang dirasakan pada penderita DBD adalah biaya
pengobatan, sedangkan yang tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan
biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama
perawatan penderita.
Sejak ditemukan pertama kali tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus DBD maupun
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk.
Upaya pencegahan penyakit ini telah dilakukan antara lain dengan pemutusan rantai nyamuk
penularnya dengan cara penaburan larvasida, fogging focus serta pemberantasan sarang
nyamuk (PSN). PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana.
Oleh sebab itu kebijakan pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan
pada program ini, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat.
Pemahaman penyakit DBD dan penanggulangannya masih kurang, yang tampak pada masih
dibebankannya masalah DBD dan tanggung jawabnya pada sektor kesehatan, padahal DBD
sebenarnya harus menjadi tanggung jawab semua pihak karena erat kaitannya dengan
kebersihan dan perilaku manusia. Penanggulangan penyakit DBD lebih banyak terkait dengan
peranserta masyarakat.
Pada wilayah Kubu, Karangasem, jarang dilakukan kegiatan Jumantik (juru pemantau jentik).
Padahal jumantik merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat agar ada solusi
untuk menekan populasi jentik Aedes aegypti, karena jumantik bertugas melakukan
pemeriksaan jentik secara berkala dan terus menurus.
Bentuk peran serta masyarakat lain yang diharapkan dapat meningkatkan ABJ (Angka Bebas
Jentik) adalah dengan mengikutsertakan bidan desa dan ketua Rukun tetangga (RT) sebagai
supervisor pelaksanaan PSN. Ketua RT diharapkan mampu memotivasi warganya untuk
mengamati keberadaan jentik di rumah masing-masing, kemudian menuliskan hasilnya ke form
jentik dan menyerahkan form tersebut kepada kepala desa yang nantinya akan berkoordinasi
bersama dengan bidan desa setempat. Peran serta aktif dari pemilik rumah, diharapkan mampu
meningkatkan ABJ di lingkungan masing-masing. Pada penelitian ini, sebelum dan sesudah
jumantik dan ketua RT melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, akan dilakukan
pengamatan jentik untuk mengetahui ABJ di masing-masing desa.
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pelajar SMK Negeri 1 Kubu terhadap
DBD.
1.4 MANFAAT
2. Bagi penulis lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya berkenaan topik penulis
dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi.
3. Bagi penulis dapat menambahkan ilmu penulis tentang topik penelitian dan
mengembangkan kemampuan dalam bidang penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
II.1 PENDAHULUAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue hemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
II.2 ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falvivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese enchepalitis dan
West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survey epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.
II.3 EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama
A.aegypti dan A.albopictus). peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1). Vektor: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di lingkungan,
transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu: terdapatnya penderita di
lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3).
Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
II.4 PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a). respon
humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antiobodi. Antibodi terhadap
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); b). Limfosit T baik T-helper
(CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.
Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan
dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selain itu aktivasi
komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang
berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi sumsum
tulang, dan 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tilang
pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadinya trombositopenia
justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma
biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG.
II.7 DIAGNOSIS
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD
ditemukan adanya kebocoran plasma.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
II.8 PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang
dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit
Tropik dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi
Praktis dalam pelaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:
Protokol 1
Penanganan tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa
Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000, jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda
koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit
<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
METODE PENELITIAN
1.1 SASARAN
Sasaran penyuluhan ini adalah perwakilan anggota OSIS dari siswa-siswi SMK
Negeri 1 Kubu yang berjumlah 40 orang dengan pertimbangan keterbatasan tempat yang
tidak cukup untuk menampung semua siswa-siswi di satu tempat.
1.2 STRATEGI
Strategi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan tentang penyakit DBD di SMK Negeri 1 Kubu.
1.3 METODE
Penyuluhan akan dilakukan dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab.
HASIL
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peserta yang ikut dalam penelitian berjumlah
45 orang yang terdiri dari 30 perempuan dan 15 laki-laki. Jumlah total peserta didik di
SMKN 1 adalah sektiar 1000 orang dengan jumlah tenaga pendidik 62 orang. Jumlah
siswa yang diberikan penyuluhan hanyalah pengurus dan anggota OSIS saja karena
keterbatasan fasiltias ruangan serta waktu yang dapat diberikan oleh sekolah.
Pada tanggal 18 Januari 2018 penyuluhan difteri beserta dengan kawasan bebas
rokok di ruang kelas SMKN Kubu 1. Penyuluhan dilakukan oleh dr. Samuel Sulaiman
Hardi, dr. Kevin Hendrianto, dr. Michael Susanto, dan Bp. I Nyoman Kari sebagai
pembimbing dan pemegang program kesehatan Puskesmas Kubu I.
Penyuluhan dilakukan pada jam 9:00 hingga 10:00 WITA. Penyuluhan dimulai
dengan pemberian pretest, materi penyuluhan, sesi tanya jawab, serta posttest. Pertanyaan
pretest dan posttest yang diberikan menyangkut:
Peserta sangat antusias dalam menjalani program penyuluhan. Banyak pertanyaan yang
ditanyakan oleh mereka dalam sesi tanya jawab.
Laki-laki 15 33.3%
Perempuan 30 66.6%
Total 45 100%
Berdasarkan tabel 4.5.1, total peserta penyuluhan adalah 45 orang dengan 15 (33.3%)
laki-laki, dan 30 (45%) perempuan.
Total 45 100%
Berdasarkan tabel 4.5.2, total peserta penyuluhan pretest yang mendapatkan skor tinggi
adalah 13 (28.9%), sedang 12 (26.7%), dan rendah 20 (44.4%). Nilai rata-rata adalah
57.7%
Tabel 4.5.3. Prevalensi Pengetahuan Sesudah Penyuluhan
Total 45 100%
Berdasarkan tabel 4.5.3, total peserta penyuluhan posttest yang mendapatkan skor tinggi
adalah 39 (86.7%), sedang 6 (13.3 %), dan rendah 0 (0%). Nilai rata-rata adalah 90.2%
BAB V
PEMBAHASAN
Pihak SMKN 1 kubu dan pihak Puskesmas Kubu I memberikan dukungan penuh
terhadap kegiatan penyuluhan yang penulis laksanakan. Pihak SMKN 1 Kubu bersedia
membantu memfasilitasi sarana yang penulis butuhkan dalam penyuluhan berupa tempat
penyuluhan, sound system, LCD Monitor, dan membantu dalam mengumpulkan peserta
yang akan menghadiri penyuluhan. Target peserta adalah 40 orang yang merupakan
anggota OSIS dianggap penulis cukup mewakili siswa-siswi di SMKN 1 Kubu. Peserta
yang mengikuti penyuluhan sebanyak 45 orang. Waktu pelaksanaan sesuai dengan jadwal
yang sudah direncanakan.
5.4 HAMBATAN
Dalam pelaksanaan mini project ini, hambatan yang ditemui adalah berbenturan
dengan jam pelajaran dan kegiatan lain di sekolah serta kendala mengenai fasilitas ruangan
yang tidak memungkinkan semua siswa SMKN 1 Kubu untuk ikut penyuluhan. Dari
semula jumlah awal yang ditargetkan 40 orang, tetapi jumlah yang hadir sebanyak 45
orang. Jumlah target siswa yang mengikuti penyuluhan lebih dari target.
5.5 MANFAAT
Penyuluhan DBD ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak saja bagi peserta
penyuluhan tapi juga bagi pemberi materi. Bagi pemberi materi, kegiatan ini dapat
memberikan pengalaman berinteraksi dengan remaja. Selain itu pemberi materi dapat
belajar menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipercaya dihadapan masyarakat
khususnya remaja.
Bagi peserta yang mengikuti penyuluhan Difteri ini yaitu siswa-siswi SMKN 1
Kubu, diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang DBD. Peserta
menyebarkan informasi yang telah didapat kepada teman sepergaulan, keluarga, maupun
masyarakat di lingkungannnya. Pada akhirnya mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas saat terdapat pasien DBD di wilayah kerja Puskesmas Kubu I.
BABVI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
6.1.1 Pelaksanaan mini project berupa penyuluhan tentang DBD yang direncanakan telah
dapat direalisasikan dengan baik.
6.1.2 Terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan dari para siswa-siswi SMKN 1
Kubu yang mengikuti penyuluhan tentang Difteri, yaitu dinilai dari peningkatan
skorpost-test jika dibandingkan dengan pre-test.
6.1.3 Siswa- siswi SMKN 1 Kubu, dengan peningkatan pengetahuan tentang DBD, dapat
lebih tanggap bila terjadi KLB Difteri di wilayah kerja Puskesmas Kubu I.
6.2 SARAN
6.2.1 Para siswa-siswi SMKN 1 Kubu diharapkan menerapkan pencegahan DBD dalam
kehidupan bermasyarakat serta berbagi informasi di lingkungan sekitarnya
mengenai materi yang didapatkan dari penyuluhan yang ini.