Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena
menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia
harapan hidup. Dampak ekonomi langsung yang dirasakan pada penderita DBD adalah biaya
pengobatan, sedangkan yang tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan
biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama
perawatan penderita.

Sejak ditemukan pertama kali tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus DBD maupun
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk.

Upaya pencegahan penyakit ini telah dilakukan antara lain dengan pemutusan rantai nyamuk
penularnya dengan cara penaburan larvasida, fogging focus serta pemberantasan sarang
nyamuk (PSN). PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana.
Oleh sebab itu kebijakan pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan
pada program ini, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat.

Pemahaman penyakit DBD dan penanggulangannya masih kurang, yang tampak pada masih
dibebankannya masalah DBD dan tanggung jawabnya pada sektor kesehatan, padahal DBD
sebenarnya harus menjadi tanggung jawab semua pihak karena erat kaitannya dengan
kebersihan dan perilaku manusia. Penanggulangan penyakit DBD lebih banyak terkait dengan
peranserta masyarakat.

Pada wilayah Kubu, Karangasem, jarang dilakukan kegiatan Jumantik (juru pemantau jentik).
Padahal jumantik merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat agar ada solusi
untuk menekan populasi jentik Aedes aegypti, karena jumantik bertugas melakukan
pemeriksaan jentik secara berkala dan terus menurus.
Bentuk peran serta masyarakat lain yang diharapkan dapat meningkatkan ABJ (Angka Bebas
Jentik) adalah dengan mengikutsertakan bidan desa dan ketua Rukun tetangga (RT) sebagai
supervisor pelaksanaan PSN. Ketua RT diharapkan mampu memotivasi warganya untuk
mengamati keberadaan jentik di rumah masing-masing, kemudian menuliskan hasilnya ke form
jentik dan menyerahkan form tersebut kepada kepala desa yang nantinya akan berkoordinasi
bersama dengan bidan desa setempat. Peran serta aktif dari pemilik rumah, diharapkan mampu
meningkatkan ABJ di lingkungan masing-masing. Pada penelitian ini, sebelum dan sesudah
jumantik dan ketua RT melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, akan dilakukan
pengamatan jentik untuk mengetahui ABJ di masing-masing desa.

1.2 RUMUSAN MASALH


“Apakah terdapat penurunan angka kejadian DBD sebelum dan sesudah pelatihan jumantik
di wilayah kerja Puskesmas Kubu 1? “

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pelajar SMK Negeri 1 Kubu terhadap
DBD.

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pelajar SMK Negeri 1 Kubu terhadap DBD
tahun 2018.

1.4 MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :


1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat
bagi pelajar SMK Negeri 1 Kubu.

2. Bagi penulis lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya berkenaan topik penulis
dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi.

3. Bagi penulis dapat menambahkan ilmu penulis tentang topik penelitian dan
mengembangkan kemampuan dalam bidang penulis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.

II.1 PENDAHULUAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue hemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.

II.2 ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falvivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese enchepalitis dan
West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survey epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.

II.3 EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama
A.aegypti dan A.albopictus). peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1). Vektor: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di lingkungan,
transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu: terdapatnya penderita di
lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3).
Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

II.4 PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a). respon
humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antiobodi. Antibodi terhadap
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); b). Limfosit T baik T-helper
(CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.
Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan
dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selain itu aktivasi
komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang
berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi sumsum
tulang, dan 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tilang
pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadinya trombositopenia
justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).

II.5 MANIFESTASI KLINIS DAN PERJALANAN PENYAKIT


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma
biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:


 Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
 Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
 Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
 SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
 Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah.
 Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
o IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
o IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
o Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.

II.7 DIAGNOSIS
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia/artralgia
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
 Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain
- Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD
ditemukan adanya kebocoran plasma.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

II.8 PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang
dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit
Tropik dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
 Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi
 Praktis dalam pelaksanaannya
 Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:
Protokol 1
Penanganan tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok


Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila:
 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran control atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit dan trombosit tiap 24 jam)
atau bila dalam keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalasi Gawat
Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang
rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:
1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 x (55-20)} = 2200 ml

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000, jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam.

 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%


Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan
kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian
cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi
nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam.
Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-
48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10
ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam, tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila
dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protocol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila
syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan
sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan
tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi pernafasan
dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosit serta
hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang
setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda
koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit
<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa


Bila kita berhadapan dengan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue
sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat
terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan,
penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda
renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilhan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah,
kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah
15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan
tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume
yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian tetap
stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam 24-48 jam setelah renjatan teratasi
tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan
perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan
hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit
masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan
telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk
pemantauan perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian
cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah
20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai
hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan
koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan
(internal bleeding) maka pada penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan
tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB
dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau
kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat
ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran
tekanan vena sentral 15-18 cmH2O, bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan
dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi
sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap
belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.
BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 SASARAN
Sasaran penyuluhan ini adalah perwakilan anggota OSIS dari siswa-siswi SMK
Negeri 1 Kubu yang berjumlah 40 orang dengan pertimbangan keterbatasan tempat yang
tidak cukup untuk menampung semua siswa-siswi di satu tempat.

1.2 STRATEGI
Strategi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan tentang penyakit DBD di SMK Negeri 1 Kubu.

1.2.1 Mempersiapkan ketenagaan


a. Persiapan materi penyuluhan
b. Penguasaan materi penyuluhan
c. Penguasaan cara-cara penyampaian materi
d. Penguasaan dalam pemilihan dan penggunaan media peraga

1.2.2 Pelaksanaan Penyuluhan


a. Perkenalan tim penyuluhan
b. Dilakukan pre-test kepada para siswa sebelum penyuluhan untuk mengetahui
pengetahuan mereka mengenai difteri.
c. Setelah pre-test, kemudian dilanjutkan dengan penyuluhan oleh tim penyuluh
d. Dilakukan post-test untuk mengukur pengetahuan setelah penyuluhan

1.3 METODE
Penyuluhan akan dilakukan dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab.

1.4 MEDIA PENYULUHAN


Adapun media yang digunakan antara lain:
- LCD
- Layar presentasi
- Slide materi penyuluhan (power point)

TEMPAT dan WAKTU PELAKSANAAN

Tempat : SMK Negeri 1 Kubu


Waktu : Senin, 22 Januari 2017, pukul 09.00-11.00 WITA

1.5 RENCANA EVALUASI


1.5.1 Indikator penilaian
a. Peningkatan pengetahuan peserta tentang penyakit difteri, melalui peningkatan nilai
post-test dibandingkan dengan nilai pre-test.
b. Kehadiran minimal 70% dari jumlah peserta yang ditentukan.
1.5.2 Waktu penilaian
Penilaian dilakukan sebelum, selama dan setelah pelaksanaan penyuluhan.
1.5.3 Cara penilaian
Pre-test dan post-test.
BAB IV

HASIL

4.1 PROFIL PESERTA

Peserta penyuluhan difteri adalah siswa-siswi SMK Negeri I Kubu berjumlah 36


orang. Peserta terdiri dari pengurus dan anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
SMK Negeri Kubu I.

4.2 DATA GEOGRAFIS

Tempat dilaksanakannya penelitian ini yaitu di SMKN 1 Kubu. Alamat SMKN


terdapat di Jln. Amlapura–Singaraja, Desa Kubu, Kec. Kubu, Karangasem.

4.3 DATA DEMOGRAFIS

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peserta yang ikut dalam penelitian berjumlah
45 orang yang terdiri dari 30 perempuan dan 15 laki-laki. Jumlah total peserta didik di
SMKN 1 adalah sektiar 1000 orang dengan jumlah tenaga pendidik 62 orang. Jumlah
siswa yang diberikan penyuluhan hanyalah pengurus dan anggota OSIS saja karena
keterbatasan fasiltias ruangan serta waktu yang dapat diberikan oleh sekolah.

4.4 PROSES PELAKSANAAN

Pada tanggal 18 Januari 2018 penyuluhan difteri beserta dengan kawasan bebas
rokok di ruang kelas SMKN Kubu 1. Penyuluhan dilakukan oleh dr. Samuel Sulaiman
Hardi, dr. Kevin Hendrianto, dr. Michael Susanto, dan Bp. I Nyoman Kari sebagai
pembimbing dan pemegang program kesehatan Puskesmas Kubu I.

Penyuluhan dilakukan pada jam 9:00 hingga 10:00 WITA. Penyuluhan dimulai
dengan pemberian pretest, materi penyuluhan, sesi tanya jawab, serta posttest. Pertanyaan
pretest dan posttest yang diberikan menyangkut:

1. Sistem tubuh yang diserang virus DBD


2. Etiologi DBD
3. Gejala DBD
4. Kapan saat periksa lab/ ke rumah sakit
5. Proses penularan DBD
6. Pencegahan DBD
7. Komplikasi DBD
8. Pengobatan dan promosi kesehatan DBD

Peserta sangat antusias dalam menjalani program penyuluhan. Banyak pertanyaan yang
ditanyakan oleh mereka dalam sesi tanya jawab.

4.5 PREVALENSI DAN PENGETAHUAN SISWA DAN SISWI SMKN KUBU I


SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

Tabel 4.5.1.Prevalensi Peserta berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 15 33.3%
Perempuan 30 66.6%
Total 45 100%
Berdasarkan tabel 4.5.1, total peserta penyuluhan adalah 45 orang dengan 15 (33.3%)
laki-laki, dan 30 (45%) perempuan.

Tabel 4.5.2.Prevalensi Pengetahuan Sebelum Penyuluhan

Tingkat (n=36) Jumlah Persentase

Tinggi (skor 8-10) 13 30.6%

Sedang (skor 6-7) 12 33.3%

Rendah (skor 0-5) 20 36.1%

Total 45 100%

Berdasarkan tabel 4.5.2, total peserta penyuluhan pretest yang mendapatkan skor tinggi
adalah 13 (28.9%), sedang 12 (26.7%), dan rendah 20 (44.4%). Nilai rata-rata adalah
57.7%
Tabel 4.5.3. Prevalensi Pengetahuan Sesudah Penyuluhan

Tingkat (n=36) Jumlah Persentase

Tinggi (skor 8-10) 39 86.7%

Sedang (skor 6-7) 6 13.3%

Rendah (skor 0-5) 0 0%

Total 45 100%

Berdasarkan tabel 4.5.3, total peserta penyuluhan posttest yang mendapatkan skor tinggi
adalah 39 (86.7%), sedang 6 (13.3 %), dan rendah 0 (0%). Nilai rata-rata adalah 90.2%
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 PENILAIAN PROSES

Pihak SMKN 1 kubu dan pihak Puskesmas Kubu I memberikan dukungan penuh
terhadap kegiatan penyuluhan yang penulis laksanakan. Pihak SMKN 1 Kubu bersedia
membantu memfasilitasi sarana yang penulis butuhkan dalam penyuluhan berupa tempat
penyuluhan, sound system, LCD Monitor, dan membantu dalam mengumpulkan peserta
yang akan menghadiri penyuluhan. Target peserta adalah 40 orang yang merupakan
anggota OSIS dianggap penulis cukup mewakili siswa-siswi di SMKN 1 Kubu. Peserta
yang mengikuti penyuluhan sebanyak 45 orang. Waktu pelaksanaan sesuai dengan jadwal
yang sudah direncanakan.

5.2 PENILAIAN HASIL

Kegiatan evaluasi pelaksanaan program penyuluhan tentang DBD ini dilakukan


dengan cara mengamati beberapa aspek yaitu: aspek peserta, proses diskusi itu sendiri serta
pre-test dan post-test. Dari aspek peserta, evaluasi dilakukan berdasarkan kualitas serta
kuantitas pertanyaan yang diajukan disepanjang acara serta besarnya minat dan antusiasme
peserta saat acara tanya jawab. Sehingga dengan demikian maka dapat dinilai apakah
terjadi peningkatan pengetahuan para peserta tentang DBD.

Berdasarkan pengamatan penulis selama berlangsungnya acara penyuluhan, peserta


terlihat antusias mendengarkan materi. Dari segi proses diskusi yang telah berlangsung
dapat dilaporkan bahwa diskusi telah berlangsung dua arah, dapat dilihat bahwa adanya
komunikasi timbal balik antara pembicara dengan peserta. Untuk kualitas proses diskusi
tersebut dapat dilaporkan tidak adanya kevakuman saat diskusi berlangsung.

5.3 PENGETAHUAN TERHADAP DIFTERI

Responden menjawab total 10 pertanyaan Multiple Choice tentang DBD. Setiap


responden yang menjawab benar diberi skor 1 dengan rentang skor pengetahuan 0-10.
Perbandingan prevalensi sebelum dan sesudah penyuluhan adalah nilai rata 57.7% sebelum
dan 90.2% sesudah penyuluhan.
Dari perbandingan diagram di atas terdapat peningkatan skor setelah di berikan
penyuluhan. Persentase skor tinggi (8-10) naik signikan dari sebelumnya 30.6% menjadi
86.7%.Persentase skor sedang (6-7) turun dari sebelumnya 33.3% menjadi 13.3%.
Sedangkan persentase skor rendah (6-7) turun dari sebelumnya 36.1% menjadi 0%.Hal ini
menunjukan peningkatan pengetahuan yang signifikan sehingga dapat dilihat pemberian
penyuluhan membawa dampak peningkatan pengetahuan siswa-siswi SMKN 1 Kubu
mengenai DBD .

5.4 HAMBATAN

Dalam pelaksanaan mini project ini, hambatan yang ditemui adalah berbenturan
dengan jam pelajaran dan kegiatan lain di sekolah serta kendala mengenai fasilitas ruangan
yang tidak memungkinkan semua siswa SMKN 1 Kubu untuk ikut penyuluhan. Dari
semula jumlah awal yang ditargetkan 40 orang, tetapi jumlah yang hadir sebanyak 45
orang. Jumlah target siswa yang mengikuti penyuluhan lebih dari target.

5.5 MANFAAT

Penyuluhan DBD ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak saja bagi peserta
penyuluhan tapi juga bagi pemberi materi. Bagi pemberi materi, kegiatan ini dapat
memberikan pengalaman berinteraksi dengan remaja. Selain itu pemberi materi dapat
belajar menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipercaya dihadapan masyarakat
khususnya remaja.

Bagi peserta yang mengikuti penyuluhan Difteri ini yaitu siswa-siswi SMKN 1
Kubu, diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang DBD. Peserta
menyebarkan informasi yang telah didapat kepada teman sepergaulan, keluarga, maupun
masyarakat di lingkungannnya. Pada akhirnya mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas saat terdapat pasien DBD di wilayah kerja Puskesmas Kubu I.
BABVI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

6.1.1 Pelaksanaan mini project berupa penyuluhan tentang DBD yang direncanakan telah
dapat direalisasikan dengan baik.

6.1.2 Terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan dari para siswa-siswi SMKN 1
Kubu yang mengikuti penyuluhan tentang Difteri, yaitu dinilai dari peningkatan
skorpost-test jika dibandingkan dengan pre-test.

6.1.3 Siswa- siswi SMKN 1 Kubu, dengan peningkatan pengetahuan tentang DBD, dapat
lebih tanggap bila terjadi KLB Difteri di wilayah kerja Puskesmas Kubu I.

6.2 SARAN

6.2.1 Para siswa-siswi SMKN 1 Kubu diharapkan menerapkan pencegahan DBD dalam
kehidupan bermasyarakat serta berbagi informasi di lingkungan sekitarnya
mengenai materi yang didapatkan dari penyuluhan yang ini.

6.2.2 Puskesmas Kubu I hendaknya lebih pro-aktif dalam memberikan penyuluhan


mengenai DBD kepada kalangan masyarakat, khususnya orang tua dari kelompok
usia yang rentan terkena infeksi DBD.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan R.I. Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk


Demam Berdarah Dengeu (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Dirjen
P2M dan PL. Jakarta. 2004.
2. Hayani A., Ahmad Erlan, Yunus W., Samarang. Pengaruh pelatihan guru UKS terhadap
efektivitas pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue di Tingkat
Sekolah Dasar, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan 5(1): 376-379.
2006.
3. http://irwandykapalawi.wordpres.com/ 2008/03/01mengenal-ilmu-kesehatan-
masyarakat/# . comment. Diakses pada tanggal 15 November 2012.
4. Departemen kesehatan R.I. Pedoman Survey Entomologi DBD. Dirjen P2M dan PL.
Jakarta. 2002.
5. Suroso, T. Strategi baru Penangggulangan DBD di Indonesia. Jakarta. Depkes RI .
2003.
6. Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan
kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2005
7. Zulkarnain I. Penatalaksanaan demam berdarah dengue pada dewasa di RSCM.
dalam: Hadinegoro SR, Demam berdarah dengue. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
1999. hlm 150-66.

Вам также может понравиться

  • Gvisus
    Gvisus
    Документ14 страниц
    Gvisus
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Untitled
    Untitled
    Документ1 страница
    Untitled
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • SESUAI75
    SESUAI75
    Документ1 страница
    SESUAI75
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Asdf
    Asdf
    Документ3 страницы
    Asdf
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Asfdasdf
    Asfdasdf
    Документ3 страницы
    Asfdasdf
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Mirm 1-7 Data
    Mirm 1-7 Data
    Документ6 страниц
    Mirm 1-7 Data
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Simrs Surveyor 2019
    Simrs Surveyor 2019
    Документ2 страницы
    Simrs Surveyor 2019
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Metpen Mike
    Metpen Mike
    Документ3 страницы
    Metpen Mike
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Pedoman SIM RS Lela Perlu Diedit
    Pedoman SIM RS Lela Perlu Diedit
    Документ29 страниц
    Pedoman SIM RS Lela Perlu Diedit
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • 4.1ep2peta Kuman 2018
    4.1ep2peta Kuman 2018
    Документ11 страниц
    4.1ep2peta Kuman 2018
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Rapat MIRM 1-7
    Rapat MIRM 1-7
    Документ3 страницы
    Rapat MIRM 1-7
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Daftar Buku2 MIRM 7
    Daftar Buku2 MIRM 7
    Документ1 страница
    Daftar Buku2 MIRM 7
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Program Kerja Geriatri END
    Program Kerja Geriatri END
    Документ10 страниц
    Program Kerja Geriatri END
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • 4.1EP1Pedoman Organisasi PPRA
    4.1EP1Pedoman Organisasi PPRA
    Документ27 страниц
    4.1EP1Pedoman Organisasi PPRA
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • RapatRS
    RapatRS
    Документ19 страниц
    RapatRS
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Mini Project Difteri
    Mini Project Difteri
    Документ17 страниц
    Mini Project Difteri
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Bab 1 Bab 4
    Bab 1 Bab 4
    Документ7 страниц
    Bab 1 Bab 4
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Uraian Tugas Rekam Medis
    Uraian Tugas Rekam Medis
    Документ6 страниц
    Uraian Tugas Rekam Medis
    Mank Widhie
    Оценок пока нет
  • Coverpage DBD
    Coverpage DBD
    Документ1 страница
    Coverpage DBD
    Michael susanto
    Оценок пока нет
  • Contoh SK Pemusnahan
    Contoh SK Pemusnahan
    Документ9 страниц
    Contoh SK Pemusnahan
    Michael susanto
    Оценок пока нет