Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bab ini tentang “Manusia, Keragaman dan Kesetaraan” yakni dapat menyadarkan kepada
manusia bahwa keragaman merupakan keniscayaan hidup manusia, termasuk di Indonesia.
Dalam paham multikulturalisme, kesederajadan, dan atau kesetaraan sangat dihargai untuk
semua budaya yang ada dalam masyarakat. Paham ini sebetulnya merupakan bentuk
akomodasi dari budaya arus utama (besar) terhadap munculnya budaya-budaya kecil yang
datang dari berbagai kelompok. Itulah sebabnya, penting sekarang ini membahas keragaman
dan kesetaraan dalam hidup manusia. Untuk konteks Indonesia sebagai masyarakat majemuk,
sehubungan dengan pentingnya ketiga hal tersebut : manusia, keragaman, dan kesetaraan,
tatkala berbicara tentang keragaman, hal itu mesthi dikaitkan dengan kesetaraan. Mengapa?
Karena keragaman tanpa kesetaraan akan memunculkan diskriminasi : kelompok etnis yang
satu bisa memperoleh lebih dibanding yang lain; atau kelompok umur tertentu bisa
mempunyai hak-hak khusus atas yang lainnya. Keragaman yang didasarkan pada kesetaraan
akan mampu mendorong munculnya kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada
akhirnya akan memacu kesaling-mengertian. Perkembangan pembangunan yang terjadi
dalam dua dekade terakhir di Indonesia menjadikan pertemuan antar orang dari berbagai
kelompok suku dan budaya sangat mudah terjadi. Hal itu tentu saja akan menimbulkan
banyak goncangan dan persoalan. Karena itu sebelum menjadi sebuah konflik yang keras,
Indonesia sudah selayaknya mempersiapkan masyarakatnya mengenai adanya keragaman.
Keragaman itu supaya menghasilkan manfaat besar harus diletakkan dalam bingkai
kebersamaan dan kesetaraan. Namun, sebelum membahas mengenai bagaimana memahami
keragaman dan kesetaraan dan juga bagaimana mengelola keragaman yang ada dengan segala
persoalan dan tantangannya, pembahasan akan dimulai dengan memusatkan perhatian pada
manusia itu sendiri. Dalam perkembangan konteks kehidupan bermasyarakat yang terjadi
secara cepat dan dramatis seringkali muncul ketegangan antara individualitas dan sosialitas.
Bagaimana seorang manusia yang senantiasa berusaha mencari identitas diri harus melakukan
akomodasi terhadap masyarakatnya yang juga terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi
maupun sebagai bagian dari masyarakat dikitari oleh berbagai hal yang menjadikannya selalu
berada dalam ketegangan antara diri sendiri dan orang lain. Praktis komunikasi, sejarah yang
melingkupinya, keberadaan orang lain, konsep mengenai masalalu, mas kini, dan mas depan
juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika manusia menjalani
hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari sebuah masyarakat.
1
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
Tujuan instruksional pokok bahasan ini adalah mengantar kita pada kompetensi yang
berwawasan sosial-budaya, yang dengan hal ini ketika berkarya dalam masyarakat,
diharapkan mampu berpikir kritis, kreatif, luas, sistemik-ilmiah, peka dan empatik secara
sosial-budaya, demokratis, beradab, serta terampil dan arif dalam mencari solusi pemecahan
masalah sosial-budaya. Sesuai dengan urutan bahasan yaitu :
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Perbedaan Etnisitas, kesukuan, dan asal-usul keluarga
Dalam masyarakat kuno nama seseorang kadang
menunjukkan derajat kebangsawanan mereka. Tetapi
masyarakat modern sekarang ini tidak lagi mengaitkan
nama dengan nama desa asal, tapi tergantung dari
keluarga masing-masing pemilik nama. Sekarang
banyak orang mengambil nama dari suku lain, bahkan
bangsa lain yang tidak punya ikatan sama sekali.
Terlepas dari perubahan apapun yang terjadi, etnisitas,
kesukuan, dan asal-usul keluarga merupakan cirri
pembeda seseorang, kendatipun kemurniannya mulai
menipis lantaran frekuensi perkawinan campur antar
antarsuku mulai meningkat.
Perbedaan Ekonomi
Perbedaan ini paling mudah dilihat, yang dalam
terminology Marxisme tampak sebagai perbedaan kelas
social (golongan kaya-miskin), yang sering
menimbulkan ketegangan dan konflik antar golongan.
b. Makna Kesetaraan
Kesetaraan atau kesederajatan berasal dari kata sederajat yang menurut KBBI
artinya adalah sama tingkatan (pangkat, kedudukan). Dengan demikian konteks
kesederajatan di sini adalah suatu kondisi di mana dalam perbedaan dan
keragaman yang ada manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu
tingkatan hierarki (Elly M.Setiadi 2008).
2. Kemajemukan Budaya
Kemajemukan budaya, berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dalam
menjalani hidup. Misalnya: cara memandang dan menyelesaikan persoalan, cara
beribadah, perbedaan dalam menerapkan pola pengelolan keluarga; atau singkatnya
dapat disebutkan bagaimana seseorang memandang dunia, masyarakat dan kehidupan
di dalamnya.
Keragaman atau kemajemukan
merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat.
Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan
kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang sebagai
fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta
yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai
faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun bisa
juga menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak
dikelola dengan baik.
4
Keragaman budaya sangat erat kaitannya
dengan kebiasaan-kebiasaan dalam menjalani hidup semisalnya cara menjalani
hidup, cara memandang dan menyelesaikan persoalan, cara beribadah sebagai
ekspresi keyakinan kepada Tuhan, cara memandang dunia, masyarakat beserta
kehidupan di dalamnya. Contohnya : mengapa ada orang yang percaya dan memilih
dukun untuk mengatasi masalah kesehatan, bukannya mencari dokter. Demikian pula
dalam hal mendidik anak dalam keluarga. Ada yang menekankan bahwa berselisih
pendapat dengan orang lain itu dianggap tidak sopan dan mengggangu ketentraman.
Karena itu, ada keluarga yang mendidik untuk tidak membantah orang lain. Keluarga
ini ketika mendapat seorang aak kecil berdepat dengan orang tuanya merasa bahwa
anak tersebut tidak sopan, kurang pendidikan, bahkan nakal dan kuarang ajar. Hal ini
menimbulkan persoalan bagi keluarga yang tidak menekankan pendidikan bahwa
anak harus penurut.
Keragaman budaya juga menjadi persoalan ketika dikaitkan dengan perbedaan social :
Munculah pandangan stereotip yaitu pandangan tentang sekelompok orang
yang didefinisikan karakternya kedalam grup. Pandangan tersebut bisa bersifat positif
atau negatif. Sebagai contoh, suatu bangsa dapat distereotipkan sebagai bangsa yang
ramah atau tidak ramah.
Biasanya ciri-ciri dalam stereotip kebanyakan negatif, seperti cara bicara dan
perilaku orang batak kasar, cara bicara dan perilaku orang jawa lamban, orang cina
pelit dan orang madura suka berkelahi. Sejarah juga menjelaskan bahwa perbedaan
budaya dan stereotip telah menimbulkan banyak persoalan. Sindiran atau pelecehan
tehadap budaya pernah terjadi dalam sejarah kehidupan manusia seperti budaya atau
orang tertentu sudah di cap buruk. Karena itu dalam sejarah pernah terjadi pertobatan
budaya. Penginjilan dan atau dakwah dari agama tertentu pada masa lampau
mencerminkan pandangan yang menganggap bahwa suatu budaya tertentu lebih
rendah dari budaya lain misalnya dalam konteks kekristenan sejarah pengijilan selalu
terkait dengan perendahan dan pelecehan budaya bahwa semua orang harus bertobat
dan masuk agama kristen yang baru dan menyelamatkan. Istilah budaya yang tinggi
merupakan milik keraton yang dipertentagkan dengan kebudayaan rakyat, milik orang
biasa dan miskin merupakan bentuk upaya membedakan sekaligus sindiran dan
pelecehan antara suatu budaya dengan yang lain. Sekarang ini muncul budaya global
yang datang dari barat dan negara maju berhadapan dengan budaya lokal. Budaya
global tersebut memberikan dampak positif dan negatif bagi budaya lokal.
5
3. Keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial dan budaya
a. Keragaman sebagai kekayaan sosial dan budaya
Keragaman bangsa terutama karena adanya keragaman etnik, disebut juga
suku bangsa atau suku. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak
ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya karena setiap
etnis pada dasarnya menghasilkan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya.
Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya
identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan,
dan pranata yang dijalaninya yang bersumber dari etnik dari mana ia berasal.
Namun dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang
tidak semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang mungkin
ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan, profesi yang
digelutinya, dan lain-lain.Identitas etnik lama-kelamaan bisa hilang, misalnya
karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi.
Keragaman adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain keragaman,
karakteristik Indonesia yang lain adalah sebagai berikut (Sutarno, 2007) :
a) Jumlah penduduk yang besar;
b) Wilayah yang luas
c) Posisi silang
d) Kekayaan alam dan daerah tropis
e) Jumlah pulau yang banyak
f) Persebaran pulau
6
biologis lahiriah yang sama seperti rambut , warna kulit , ukuran –
ukuran tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.
Di indonesia ,terutama bagian barat mulai dari sulawesi adalah
termasuk ras mongoloid melayu muda (deutero malayan mongoloid ) .
kecuali batak dan toraja yang termasuk mongoloid melayu tua (proto
melayan mongoloid ) sebelah timur indonesia termasuk ras
Austroloid, termasuk bagian NTT. Sedangkan kelompok terbesar yang
tidak termasuk kelompok pribumi adalah golongan China yang
termasuk Astratic Mongoloid.
2. Agama dan Keyakinan
Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia, ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan
yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat
ditangkap dengan panca indra. Namun mempunyai pengaruh yang
besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Harun Nasution:
10)
Agama sebagai bentuk keyakinan memang sulit diukur secara
tepat dan rinci. Hal ini pula yang barangkali menyulitkan para ahli
untuk memberikan definisi yang tepat tentang agama. Namun apa pun
bentuk kepercayaan yang dianggap sebagai agama, tampaknya
memang memiliki ciri umum yang hampir sama, baik dalam agama
primitif maupun agama monoteisme.
Menurut Robert H. Thoule (Psikologi Agama: 14) Masalah
agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Dalam praktiknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain adalah:
a. Berfungsi edukatif: ajaran agama secara yuridir berfungsi
menyuruh dan melarang
b. Berfungsi penyelamat
c. Berfungsi sebagai perdamaian
d. Berfungsi sebagai social control
e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
f. Berfungsi transformative
g. Berfungsi kreatif
h. Berfungsi Sublimatif
7
sebuah tindakan. Politik mancakup baik konflik antara individu-
individu dan kelompok untuk memperoleh kekuasaan, yang digunakan
oleh pemenang bagi keuntungannya sendiri atas kerugian dari yang
dilakukan. Politik juga bermakna usaha untuk menegakkan ketertiban
sosial.
Keragaman masyarakat Indonesia dalam politik dapat dilihat
dari banyaknya partai sejak berakhirnya orde lama. Meskipun pada
dasarnya indonesia hanya mengakui suatu ideologi, yaitu pancasila
yang benar-benar mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
4. Tata Krama
Tata Krama yang dianggap dari Bahasa Jawa yang berarti “adat
sopan santun, basa-basi” pada dasarnya ialah segala tindakan,
perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah norma
tertentu.
Indonesia memiliki beragam suku budaya dimana setiap suku
bangsa memiliki adat sendiri meskipun karena adanya sosialisasi nilai-
nilai dan norma secara turun temurun dan berkesinambungan dari
generasi ke generasi menyebabkan masyarakat yang ada dalam suatu
suku bangsa yang sama akan memiliki adat dan kesopanan yang relatif
sama.
5. Kesenjangan Ekonomi
Bagi sebagian negara berkembang, perekonomian menjadi
salah satu yang terus ditingkatkan. Namun umumnya, masyarakat kita
berada digolongan tingkat ekonomi menengah kebawah. Hal ini tentu
saja menjadi sebuah pemicu adanya kesenjangan yang tak dapat
dihindari lagi.
6. Kesenjangan Sosial
Masyarakat indonesia merupakan masyarakat yang majemuk
dengan bermacam tingkat, pangkat, dan strata sosial yang hirerarkis.
Hali ini, dapat terlihat dan dirasakan dengan jelas dengan adanya
peggolongan orang berdasarkan kasta.
Hal ini yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial yang tidak
saja dapat menyakitkan, namun juga membahayakan bagi kerukunan
masyarakat. Tak hanya itu bahkan bisa menjadi sebuah pemicu perang
antar-etnis atau suku.
b. Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial dan Budaya
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang
disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak
lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada
dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.
Kesetaraan atau kesederajatan menunjuk pada adanya persamaan kedudukan,
hak dan kewajiban sebagai manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat
8
terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama
pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil
mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam
kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia
yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang
menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan,
atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesedrajatan secara yuridis diakui dan
dijamin oleh Negara melalui UUD 1945. yaitu tertuang dalam pasal 27 ayat 1
UUD 1945 yang berbunyi ”Segala Warga Negara Bersamaan Kedudukannya
Dalam Hukum dan Pemerintahan dan Wajib Menjunjung Hukum Dan
Pemerintahan itu dengan Tidak Ada Kecualinya”. Dalam Negara demokrasi
diakui dan dijamin pelasanaan atas persamaan kedudukan warga Negara baik
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian
secara yuridis maupun politis segala warga Negara memiliki persamaan
kedudukan, baik dalam bidang politik, hukum, pemerintahan, ekonomi dan sosial.
Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat negara maupun di tingka
komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat berfungsi dengan baik, kelompok
tersebut harus mampu mengenali dan mengelola keragaman yang ada.Identitas dan Salient
IdentitySecara mudah, identitas dapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan pada
seseorang atau sekelompok orang. Beberapa identitas, misalnya ras dan usia, cenderung bersifat
given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, seperti agama, ideologi, afiliasi politik, dan profesi.
Di samping itu, ada pula identitas yang terkait dengan pencapaian, seperti pemenang/pecundang,
kaya/miskin, pintar/bodoh.Ada kalanya, sebuah identitas terkesan lebih mencolok atau berarti –
dibanding lainnya. Sebelum penghapusan politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas
pembeda yang paling mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas Muslim/nonMuslim
yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi penting bagi masyarakat Amerika
Serikat.Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih. Bisa jadi, ini karena
keduanya dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lain. Padahal, keragaman status social
(kaya/miskin, ningrat/jelata, berpendidikan/tidak berpendidikan), kondisi
fisik(sehat/sakit/diffable/butawarna), fungsi dan profesi (produsen/konsumen, guru/siswa,
dokter/pasien), jenis kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup (moderat/militan), dan lain
sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi potensi konflik, melainkan
juga untuk memungkinkan pelayanan (publik) yang prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna
jasa. Sayang, slogan-slogan seperti Berbeda itu Indah, Bhinneka Tunggal Ika dan Unity in Diversity
lebih ditujukan untuk mengelola keragaman agama dan etnisitas semata.
9
sifatnya lebih struktural seperti ketimpangan kekuasaan, sumber daya, pengaruh, keahlian, dan
sebagainya.
Tirani mayoritas
Ketidakterwakilan
Ada banyak hal yang menyebabkan ketidakterwakilan. Di antaranya adalah keberadaan minoritas
atau kaum lemah yang “tidak nampak”, sehingga mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan
keputusan, atau aspirasi mereka tidak dianggap penting. Rapat desa misalnya, biasanya hanya
mengundang laki-laki dewasa. Contoh lain adalah pengambilan keputusan di lingkungan kampus
atau asrama yang tidak dikonsultasikan dengan mahasiswa atau penghuni asrama. Sistem dan
sarana (publik) yang tidak ramah guna Umumnya, proses merancang sistem dan sarana (publik)
hanya disesuaikan dengan kebutuhan mayoritas atau kaum kuat. Hal ini dapat dilihat dari loket
pelayanan, letak telfon di box telfon umum, serta lubang kotak pos yang terlalu tinggi untuk
jangkauan anak-anak atau pengguna kursi roda.
Mengelola Keragaman
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
• Untuk mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
• Untuk mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas
yang berbeda – bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar belakang,
karakter, ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll
• Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll)
yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif
• Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
10
BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka idiom
yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada
konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh
dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu
Keragaman. Kesetaraan bisa di wujudkan dengan pemerataan pembangunan di seluruh
wilayah NKRI dan juga keadilan di dalam bidang hukum ( bahwa semua sama di di hadapan
hukum ). Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya:
sebuah konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu Keragaman dan Kesetaraan harus di
tanamkan sejak dini kepada generasi muda penerus bangsa.
2.SARAN
Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi / kelompok
manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang di tengah
masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang berpokok pangkal dari keragaman dan
keserataan sebagai sifat dasar manusia.
11