Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH
KELOMPOK 18
1. SUSANTI (1830052)
2. FITRIA (1830020)
3. NUANZHA WULAN (1830038)
4. PERIYANTO (1830046)
5. VIRA AMBARWATI (1830061)
1. Susanti (1830052)
2. Fitria (1830020)
3. Nuanzha Wulan (1830038)
4. Periyanto (1830046)
5. Vira Ambarwati (1830061)
Mengetahui,
A. LATAR BELAKANG
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan di Rumah Sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di Rumah
Sakit. Hospitalisasi adalah suatu proses oleh karena suatu alasan yang berencana atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Jovan, 2011). Sumaryoko (2008) ,
menyatakan prevalansi kesakitan anak di Indonesia diirawat di Rumah Sakit cukup tinggi
yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukan dengan selalu penuhnya ruangan anak
baik di Rumah Sakit pemerintah ataupun Rumah Sakit swasta rata-rata anak mendapat
perawatan selama enam hari. Selama membutuhkan perawatan yang spesial disbanding
pasien lain. Waktu yang dibutuhkan untuk merawat anak-anak 20-45% lebih banyak
daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Mc Cherty dan Murniasih, 2010).
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada perilaku anak
menyebutkan bahwa reaksi anak pada hospitalisasi secara garis besar adalah sedih, takut
dan rasa bersalah karena menghadapi suatu yang belum pernah dialami sebelumnya, rasa
tidak aman, rasa tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang bisa dialami dan
sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Anak usia prasekolah memandang hospitalisasi
sebagai sebuah pengalaman yang menakutkan. Ketika anak menjalani perawatan di
Rumah Sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak dan harus banyak
beristirahat. Hal tersebut akan mengecewakan anak sehingga dapat meningkatkan
kecemasan pada anak (Samiasih, 2011).
Reaksi anak usia prasekolah yang menjalani stres akibat hospitalisasi disebabkan
karena mereka belum beradaptasi dengan lingkungan di Rumah Sakit, masih merasa
asing sehingga anak tidak dapat mengontrol emosi dan mengalami stres, reaksinya
berupa menolak makan, sering bertanya, menangis, dan tidak kooperatif dengan petugas
kesehatan. Banyak metode menurunkan stres hospitalisasi pada anak. Perawat harus peka
terhadap kebutuhan dan reaksi klien untuk menentukan metode yang tepat dalam
melaksanakan intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan (Kozier,
2010). Respon secara umun yang terjadi pada anak yang dirawat inap antara lain
mengalami regresi, kecemasan perpisahan, apatis, ketakutan, dan gangguan tidur,
terutama terjadi pada anak dibawah usia 7 tahun (Hockkenberry dan Wilson, 2010).
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien anak yang
mengalami hospitalisasi. Kecemasan yang sering dialami seperti menangis, dan takut
pada orang baru. Banyaknya stresor yang dialami anak ketika menjalani hospitalisasi
menimbulkan dampak negatif yang menggangu perkembangan anak. Lingkungan Rumah
Sakit dapat merupakan penyebab stres dan kecemasan pada anak (Utami, 2014).
Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi susah makan, tidak
tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama dalam tindakan medikasi sehingga
menggangu proses penyembuhan anak (Stuart,2007).
Salah satu cara independent untuk menurunkan stres akibat hospitalisasi pada anak
usia prasekolah adalah terapi bermain. Terapi bermain adalah suatu aktivitas bermain
yang dijadikan sarana untuk menstimulasi perkembangan anak, mendukung proses
penyembuhan dan membantu anak lebih kooperatif dalam program pengobatan serta
perawatan. Bermain dapat dilakukan oleh anak sehat maupun sakit. Walaupun anak
sedang dalam keadaan sakit tetapi kebutuhan akan bermainnya tetap ada. Melalui
kegiatan bermain, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan (Evism, 2012).
Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang
mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011). Bermain
merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain merupakan
dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada
pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011). Bermain dapat digunakan sebagai media
psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan terapi bermain
(Tedjasaputra, 2007).
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengn kondisi anak. Pada saat dirawat rumah
sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukkan permainan anak akan terlepas
dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukkan permainan anak
akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada
prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal, mengembangkan kretifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit
atau anak di rumah sakit (Wong, 2012).
Pada anak usia 3 – 5 tahun (pra sekolah) menyusun puzzle dapat menjadi salah satu
media bagi perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak. Selain itu
menyusun puzle mampu mengembangkan motorik halus, keterampilan kognitif dan
kemampuan berbahasa. Puzzle merupakan salah satu bentuk permainan yang membutuhkan
ketelitian, melatih untuk memusatkan pikiran, karena kita harus berkonstrasi ketika meyusun
kepingan-kepingan puzzle tersebut hingga menjadi sebuah gambar yang utuh dan lengkap.
Sehingga puzzle merupakan jenis permainan yang memiliki nilai-nilai edukatif.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas
dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress
karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
b. Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
c. Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
d. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
e. Beradaptasi dengan lingkungan
f. Mempererat hubungan antara perawat dan anak
C. SASARAN
Yang menjadi sasaran dalam terapi bermain adalah anak yang sedang menjalani
kerawatan di Ruang Irna I Rumah Sakit Umum Mitra Delima usia pra sekolah ( 3 - 5
tahun).
D. SARANA DAN MEDIA
1. Sarana:
a. Ruangan tempat bermain.
b. Lantai untuk anak dan orang tua.
2. Media:
Gambar yang belum disusun (Puzzel)
E. MATERI (terlampir)
1. Materi Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai Tahapan Anak Usia Pra Sekolah (3 –
5 Tahun)
2. Konsep Bermain Sesuai Tahapan
3. Konsep Bermian Puzzle
4. DDST
F. SUSUNAN ACARA
Keterangan :
: Mahasiswa
: Pasien
Lampiran Materi
A. TAHAPAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 3 – 5
TAHUN (PRA SEKOLAH)
1. Pengertian Preschool
Menurut Joyce Engel (2010), yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah
anak-anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3 – 5 tahun ( Wong,
2011), anak usia prasekolah memiliki karakteristik tersendiri dalam segi pertumbuhan
dan perkembangannya. Dalam hal pertumbuhan, Secara fisik anak pada tahun ketiga
terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg.penambahan TB
berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.
2. Aspek Bahasa
Pada awal masa prasekolah perbendaharaan kata yang dicapai jarang dari 900
kata,mengunjak tahun keempat sudah mencapai 1500 kata atau lebih dan pada tahun
kelima sampai keenam mencapai 2100 kata,mengunakan 6 sampai 8 kata,menyebut 4
warna atau lebih,dapat menggambar dengan banyak komentar serta menyebutkan
bagiannya,mengetahui waktu seperti hari,minggu dan bulan,anak juga sudah mampu
mengikuti 3 perintah sekaligus.
3. Aspek Sosial
Pada tahun ketiga anak sudah hamper mampu berpakaian dan makan
sendiri,rentang perhatian meningkat ,mengetahui jenis kelaminnya sendiri,dalam
permainan sering mengikuti aturannya sendiri tetapi anak sudah mulai berbagi.tahun
keempat anak sudah cenderung mandiri dan Keras kepala atau tidak sabar,agresif
secara fisik dan vweerbal,mendapat kebanggan dalam pencapaian,masih mempunyai
banyak rasa takut.pada akhir usia prasekolah anak sudah jarang memberontak,lebih
tenang,mandiri,dapat dipercaya,lebih bertanggungjawab,mencoba untuk hidup
berdasarkan aturan,bersikap lebih baik,dalam permainan sudah mencoba mengikuti
aturan tetapi kadang curang.
Personal social :
e. Keluarga harmonis, komunikasi baik maka anak akan mempunya kemampuan dan
penyesuaian dalam hubungan dengan orang lain.
f. Masuk TK akan sangat membantu anak untuk “jembatan bergaul” dan sosialisasi
dengan teman sebaya.
4. Aspek Kognitif
Tahun ketiga berada pada fase pereptual,anak cenderung egosentrik dalam
berfikir dan berperilaku,mulai memahami waktu,mengalami perbaikankonsep tentang
ruang,dan mulai dapat memandang konsep dari perspektif yang berbeda. Tahun
keempat anak berada pada fase inisiatif,memahami waktu lebih baik,menilai sesuatu
menurut dimensinya,penilaian muncul berdasarkan persepsi,egosentris mulai
berkurang,kesadaran social lebih tinggi,mereka patuh kepada orang tua karena
mempunyai batasan bukan karena memahami hal benar atau salah. Pada akhir masa
prasekolah anaka sudah mampu memandang perspektif orang lain dan
mentoleransinya tetapi belum memahaminya,anak sangat ingin tahu tentang factual
dunia.
Motorik halus : Bisa menggunakan gunting, Menggambar lingkaran, kotak
Motorik kasar : Melempar bola melewati atas kepala, Memanjat, Menaiki sepeda
roda tiga, Belajar menalikan tali sepatu, mengkancing, menyikat gigi
5. Faktor Pengaruh Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Faktor herediter
Merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagi dasar dalam mencapai tumbuh
kembang anak disamping faktor lain. Faktor herediter adalah bawaan, jenis
kelamin, ras, suku bangsa.
b. Faktor lingkungan
Merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan tercapai
dan tidaknya potensi yang sudah dimiliki antara lain :
1) Lingkungan prenatal
Merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi lahir sampai yang
meliputi gizi pada waktu ibu hamil, zat kimia atau toksin, kebiasaan merokok
dan lain-lain.
2) Lingkungan post natal
Seperti sosial ekonomi orang tua, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak
dalam orang tua dan status kesehatan.
Afektif
- Anak dapat mematuhi peraturan permainan
Total
Kriteria
Jumlah akhir
Keterangan skor: Kriteria tiap kategori:
0 : Tidak dapat melakukan Baik : jumlah skor 17-24
1 : Dapat melakukan dengan bantuan Cukup : jumlah skor 9-16
2 : Dapat melakukan dengan motivasi Kurang : jumlah skor 0-8
3 : Melakukan dengan mandiri