Вы находитесь на странице: 1из 23

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karies merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang menjadi masalah
utama di bidang kedokteran gigi. Karies adalah penyakit multifaktorial yang dihasilkan
dari proses demineralisasi jaringan keras gigi sebagai akibat dari aktivitas
mikroorganisme yang dapat membentuk asam dan menyebabkan terjadinya kerusakan
pada struktur gigi.1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
bahwa Indeks DMF-T secara nasional menunjukkan angka 4,60 yang berarti rata-rata
kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 yang hasilnya rata-rata
kerusakan gigi mendekati 5 gigi per orang.2
Terdapat beberapa cara diagnosis karies yang digunakan seperti GV. Black,
ICDAS, Mount and Hume, ICD-10.3 Diagnosis merupakan suatu hal yang penting bagi
klinisi dalam menentukan pilihan perawatan sehingga mendapatkan prognosis yang
baik. Klinisi biasanya melakukan pemeriksaan pada karies secara visual, taktil dan
pemeriksaan penunjang seperti radiografi.3
Kepmenkes RI Nomor 844/MENKES/SK/X/2006 tentang penetapan standar
kode bidang kesehatan menyatakan International Statistical Classification of Disease
and Related Health problems Tenth Revision (ICD-10) sebagai acuan yang digunakan
secara lnasional di Indonesia untuk mengkode diagnosis penyakit.5 ICD-10 mempunyai
tujuan untuk mendapatkan rekaman sistematik, melakukan analisa, interpretasi serta
membandingkan data morbiditas dan mortalitas dari negara yang berbeda atau antar
wilayah dan pada waktu yang berbeda. Semua nama dan golongan penyakit, cedera,
gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan akan menjadi sama di seluruh dunia
dengan diterjemahkan ke dalam bentuk alfabet, numerik maupun alfanumerik sesuai
dengan kode yang ada dalam ICD-10.6
ICD-10 bermanfaat pada pelayanan kualitas kesehatan, keamanan dan efisiensi.
Pengkodean ICD-10 digunakan untuk mencatat penyakit dan tindakan disarana
2

pelayanan kesehatan, masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis, memudahkan


proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan
penyedia layanan, bahan dasar dalam pengelompokan CBG (diagnostic-related
groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional dan
internasional morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses
evaluasi perencanaan pelayanan medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus
direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.7 Pengklasifikasian karies
berdasarkan ICD-10 dalam bidang kedokteran gigi dibagi menjadi K02.3 karies
terhenti, K02.5 karies gigi pada permukaan pit dan fisur, K02.6 karies gigi pada
permukaan halus, K02.8 karies gigi lainnya, tidak spesifik.8
Christopher et al. dalam Health affairs berpendapat bahwa modifikasi klinis
dari ICD-10 sulit untuk diterapkan, biaya mahal, dan memiliki keterbatasan dalam
masalah klinisnya.6 Weatherspoon et al. menyatakan bahwa penggunaan kode ICD
dalam bidang kedokteran gigi kurang dimanfaatkan meskipun adanya modifikasi klinis
dari ICD-10 yang memudahkan analisa dengan informasi diagnosis yang terperinci.10
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengetahui
bagaimana pengklasifikasian karies berdasarkan ICD-10 dan pengaplikasikannya
dalam bidang kedokteran gigi.

BAB 2
3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies
Karies merupakan suatu penyakit yang menyerang jaringan keras gigi, yaitu
email, dentin dan sementum. Tanda terjadinya karies adalah adanya demineralisasi
bagian anorganik gigi diikuti oleh kerusakan bahan organik. Proses demineralisasi
terjadi karena adanya asam yang dihasilkan dari proses fermentasi karbohidrat oleh
mikroorganisme. Factor terjadinya karies adalah interaksi antara satu faktor dengan
faktor lainnya, yaitu host, mikroorganisme, substrat dan waktu. Kapasitas masing-
masing faktor dalam kejadian karies gigi berbeda antara setiap orang maupun
kelompok karena struktur gigi, jenis bakteri yang dominan dalam rongga mulut,
kualitas maupun kuantitias makanan dan waktu kontak bakteri dan sisa makanan yang
berbeda antara setiap orang.12

2.2 Klasifikasi Karies


Pengklasifikasian karies secara efektif dapat mengurangi kerusakan yang
diakibatkan gigi berlubang. Sistem klasifikasi untuk mengkategorikan lokasi,
perluasan karies, dan jika memungkinkan dapat mengetahui tingkat aktivitas lesi karies
penting untuk menentukan perawatan dan pengobatan.13 Klasifikasi karies dapat dibagi
menjadi klasifikasi berdasarkan GV Black, Mount and Hume, ICDAS, dan ICD-10.

2.2.1 Klasifikasi Karies GV Black


Selama beberapa tahun karies diklasifikasikan berdasarkan GV Black (1908)
dan masih digunakan hingga sekarang. Pada awalnya, klasifikasi Black terdiri dari 5
kategori dan kemudian ditambahkan menjadi 6 kategori.14 Sistem yang dibuat
berdasarkan Black tidak mengklasifikasikan lesi nonkavitas. Keterbatasan dari
pemeriksaan dental terhadap kavitas dengan sistem GV Black tidak dapat mengetahui
tanda awal dari lesi karies dan mengabaikan prevalensi dan keparahan dari
penyakitnya.13
4

Klasifikasi karies GV Black yaitu:14


Kelas Deskripsi Lesi
Kelas I Karies pada permukaan oklusal yaitu pada 2/3 oklusal, baik pada
permukaan labial/lingual/ palatal dari gigi geligi dan juga karies yang
terdapat pada permukaan lingual gigi geligi depan.
Kelas II Karies yang terdapat pada permukaan proksimal dari gigi posterior
termasuk karies yang menjalar ke permukaan oklusalnya.
Kelas III Karies yang terdapat pada permukaan proksimal dari gigi geligi
anterior dan belum mengenai incisal edge.
Kelas IV Karies pada permukaan proksimal gigi geligi anterior dan telah
mengenai incisal edge
Kelas V Karies yang terdapat pada 1/3 servikal dari permukaan bukal/ labial
atau lingual/palatinal seluruh gigi geligi.
Klas VI Karies yang terdapat pada daerah incisal edge gigi anterior atau pada
ujung cusp dari gigi posterior.

Gambar 1. Klasifikasi karies berdasarkan G.V Black

2.2.2 Klasifikasi Karies Mount dan Hume


5

Konsep minimal intervension dalam kedokteran gigi merupakan metode terbaru


terhadap karies. Penanganan karies berdasarkan GV Black lebih bersifat destruktif jika
dilakukan dalam tahap awal perawatan kontrol karies. Intervensi minimal menekankan
pada edukasi, menginstruksikan pasien dalam menjaga kebersihan rongga mulutnya
dengan tujuan untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit, dan meminimalisasikan
intervensi tindakan bedah.15
Klasifikasi karies Mount dan Hume dibagi berdasarkan letak dan ukuran karies.
Berdasarkan letaknya karies terdiri dari :15
● Site 1: pit dan fisur pada permukaan oklusal gigi posterior dan
kerusakan lainnya pada permukaan enamel.
● Site 2 : kontak area antara gigi baik posterior maupun anterior.
● Site 3 : servikal yang berhubungan terhadap jaringan gingiva termasuk
permukaan akar yang terbuka.

Gambar 2. Klasifikasi Karies Mount & Hume


berdasarkan letaknya karies.

Berdasarkan ukurannya karies terdiri dari:15


6

● Size 0 : belum terjadi lesi, hanya berupa spot berwarna putih.


● Size 1 : lesi kecil, karies mengenai lapisan enamel dengan keterlibatan
dentin yang minimal.
● Size 2 : lesi sedang, karies mengenai dentin.
● Size 3 : lesi besar, karies pada dentin yang telah mendekati pulpa, karies
melibatkan tonjol gigi.
● Size 4 : lesi luas, karies mengenai pulpa. Terjadi kehilangan sebagian
besar struktur gigi, melibatkan hilangnya tonjol gigi.

2.2.3 Klasifikasi Karies International Caries Detection and Assessment


System (ICDAS)
ICDAS merupakan salah satu cara untuk mengklasifikasikan karies.
ICDAS pertama sekali diperkenalkan pada tahun 2004 dan dianggap sebagai inovasi
terbaru.14
Proses dalam pengklasifikasian sebagai berikut:14
1. Permukaan gigi bersih sehingga dapat dilakukan pemeriksaan secara
visual.
2. Penggunaan alat diagnostik untuk mendeteksi karies.
3. Lesi karies diberi skor dari 0 hingga 6.
4. Rekomendasi perawatan dibuat berdasarkan skor.
Sistem ICDAS merupakan sistem deteksi karies yang disesuaikan dengan
standard sistem untuk mendeteksi karies berdasarkan World Health Organization
(WHO) dan berdasarkan penelitian terbaru mengenai karies. Sistem ini dibuat untuk
mendeteksi karies permukaan enamel maupun dentin, koronal dan permukaan akar.16

Sistem ICDAS dibedakan menjadi:


7

No. Deskripsi Lesi


0 Gigi yang sehat.
1 Perubahan awal pada enamel yang dapat dilihat secara visual. Biasanya
dilihat dengan cara mengeringkan permukaan gigi, dan akan tampak adanya
lesi putih di gigi tersebut.
2 Perubahan pada enamel yang terlihat secara visual. Terlihat lesi putih pada
gigi.
3 Terjadi kerusakan enamel, tanpa keterlibatan dentin.
4 Terdapat bayangan dentin (tidak ada kavitas pada dentin). Karies pada tahap
ini sudah menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan enamel
(dentino-enamel junction).
5 Kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (karies sudah
mencapai dentin).
6 Karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa).

Gambar 3. Klasifikasi berdasarkan ICDAS

2.2.4 Klasifikasi Karies ICD (International Classification of Disease)


ICD merupakan alat diagnostik yang digunakan berdasarkan kode dan
penggolongan penyakit serta kondisi kesehatan yang dicatat dalam rekam medis. Kode
ini digunakan untuk mengetahui informasi prosedur klinis, penanganan kesehatan dan
tujuan pembiayaan, serta menyediakan informasi mengenai alokasi sumber daya. Kode
ICD dalam kedokteran gigi memberikan informasi diagnostik yang lebih rinci.9
8

Adapun klasifikasi karies berdasarkan kode ICD 10 yaitu K02.3 karies terhenti, K02.5
karies gigi pada permukaan pit dan fisur, K02.6 karies gigi pada permukaan halus,
K02.8 karies gigi lainnya.

2.3 ICD-10
Pada tahun 1785, seorang dokter bernama William Cullen menerbitkan sebuah
dokumen dengan judul Synopsis nosologiae methodicae, yang mengklasifikasikan
beberapa penyakit pada masa itu. Klasifikasi ini dipakai hingga abad ke-19. William
Far seorang ahli statistik medis mencatat bahwa klasifikasi penyakit Cullen’s sudah
tidak dapat digunakan lagi dan memiliki keterbatasan. Far menyatakan bahwa beberapa
kondisi penyakit digambarkan secara tidak jelas, serta nomenklatur tidak seragam. Far
menyadari bahwa akan diperoleh keuntungan jika klasifikasi dan nomenklaturnya
seragam sehingga dapat digunakan secara internasional dan sebagai tujuan statistik.
Klasifikasi penyakit Farr’s menjadi dasar dibuatnya international list of causes of
death, yang kemudian digabungkan dengan daftar penyakit yang menyebabkan
morbiditas dan akhirnya membentuk Classification of Diseases (ICD).2
ICD 10 dibuat pada tahun 1999 dan merupakan sistem klasifikasi terbaru yang
digunakan untuk data mortalitas. ICD-10 terdiri dari kondisi penyakit yang
diklasifikasikan secara lebih mendetail dibandingkan ICD-9. ICD-10 terdiri dari sekitar
8000 kondisi penyakit dibandingkan dengan ICD-9 yang hanya sekitar 5000. Jumlah
yang meningkat dari subkategori yang ada menyediakan informasi yang lebih lengkap
mengenai tipe atau lokasi dari penyakit tersebut.3

2.3.1 Keuntungan ICD-10


ICD-10 memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut:17
a. Pengukuran kualitas dan mengurangi kesalahan medis (keselamatan pasien).
b. Pengukuran hasil perawatan.
c. Penelitian klinis
d. Pengukuran kinerja klinis, finansial dan administratif.
e. Perencanaan polis kesehatan.
f. Perencanaan strategis operasional dan perencanaan sistem penyedia kesehatan.
9

g. Desain sistem pembayaran dan proses klaim.


h. Pelaporan tentang penggunaan dan efek dari teknologi medis yang baru.
i. Penyedia profil.
j. Perbaikan system pengembalian, seperti sistem DRG yang menyesuaikan
tingkat keparahan.
k. Program pembayaran kinerja.
l. Pemantauan kesehatan masyarakat dan bioterorisme.
m. Pengelolahan perawatan dan proses penyakit.
n. Mengedukasi pasien tentang opsi biaya dan hasil perawatan.

2.3.2 Karies Gigi Berdasarkan ICD-10

2.3.2.1 Karies Terhenti (K02.3)

2.3.2.1.1 Definisi
Karies yang perkembangannya terhenti oleh karena peningkatan kebersihan
rongga mulut, peningkatan kapasitas buffer saliva, dan aktivitas pulpa melalui
pembentukan dentin reparatif.18

Gambar 4. Karies terhenti (K02.3)


2.3.2.1.2 Patofisiologi
Proses karies terhenti karena terjadinya proses remineralisasi di rongga mulut.
10

2.3.2.1.3 Hasil anamnesa (subjective)


Tidak ada gejala, biasanya dikeluhkan karena gigi berwarna kecoklatan.

2.3.2.1.4 Gejala klinis dan Pemeriksaan


Pemeriksaan tes vitalitas gigi masih baik. Bagian dasar gigi terdapat jaringan
keras kecoklatan hasil dari pertahanan lokal tubuh.

2.3.2.1.5 Diagnosis banding


Hipoplasia Enamel.

2.3.2.1.6 Klasifikasi Terapi (ICD 9 CM)


a. 89.31 Dental Examination
b. 23.2 Restoration of tooth by filling
c. 23.70 Root canal, not otherwise specified
d. 24.99 Other(other dental operation)

2.3.2.1.7 Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi


a. Dental Health Education (DHE): edukasi pasien tentang cara menggosok
gigi, pemilihan sikat gigi dan pastanya. Edukasi pasien untuk pengaturan diet.
b. Tindakan preventif: bila masih mengenai email dengan pemberian fluor
untuk meningkatkan remineralisasi.
c. Tindakan kuratif: bergantung lokasi dan keparahan, bila kavitas masih pada
email dilakukan ekskavasi debris, remineralisasi selama 1 bulan, kemudian dilakukan
penumpatan sesuai indikasi.
d. Bila dentin yang menutup pulpa sudah tipis dilakukan pulp capping indirek
Ekskavasi dentin lunak (zona infeksi), diberikan pelapis dentin Cа(OH)2/MTA, dan
dilakukan penumpatan.
e. Pemeriksaan Penunjang: Foto x-ray gigi (jika diperlukan).
11

2.3.2.2 Demineralisasi Permukaan Halus/Aproksimal Karies Dini/Lesi


Putih/Karies Email Tanpa Kavitas18
a. K02.51 White spot lesions (initial caries) on pit and fissure surface of tooth
b. K02.61 White spot lesion (initial caries) on smooth surface of tooth

2.3.2.2.1 Definisi
Lesi pada permukaan gigi berupa bercak/bintik putih kusam oleh karena proses
demineralisasi. Lesi ini dapat kembali normal apabila kadar kalsium, phosphate, ion
fluoride, dan kapasitas buffer saliva meningkat.

Gambar 5. Karies email tanpa kavitas

2.3.2.2.2 Patofisiologi
Demineralisasi paling dini pada enamel gigi.

2.3.2.2.3 Hasil anamnesis (subjective)


Tidak ada gejala yang dikeluhkan, gigi terdapat warna keputih-putihan pada
permukaan gigi.

2.3.2.2.4 Gejala Klinis dan Pemeriksaan


Bercak putih dan warna kusam tidak mengkilat, umumnya tidak ada gejala.
Pemeriksaan dengan sonde tumpul, penerangan yang baik,gigi dikeringkan.
12

2.3.2.2.5 Diagnosis Banding


Hipoplasia Enamel.

2.3.2.2.6 Klasifikasi Terapi (ICD 9)


a. CM89.31 Dental Examination
b. 24.99 Other (other dental operation)

2.3.2.2.7 Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi


a. DHE: edukasi pasien tentang cara menggosok gigi, pemilihan sikat gigi dan
pastanya, serta pengaturan diet.
b. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat skeling manual,
diakhiri dengan sikat.
c. Isolasi daerah sekitar gigi.
d. Keringkan.
e. Kumur atau diulas dengan bahan fluor atau bahan aplikatif yang
mengandung fluor.
f. Terapi remineralisasi sesuai dosis.
g. Tunggu selama 2-3 menit.
h. Makan, minum setelah 30 menit aplikasi.

2.3.2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada

2.3.2.3 Karies Dentin18


a. K02.52 Dental caries on pit and fissure surface penetrating into dentin.
b. K02.62 Dental caries on smooth surface penetrating into dentin.
2.3.2.3.1 Definisi
13

Karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan karies dini yang lapisan
permukaannya rusak. Karies yang sudah berkembang mencapai dentin-Karies yang
umumnya terjadi pada individu yang disebabkan oleh resesi gigi.

Gambar 6. Karies Dentin

2.3.2.3.2 Patofisiologi
a. Bergantung pada keparahan proses kerusakan.
b. Jika sudah terdapat tubuli dentin yang terbuka akan disertai dengan gejala
ngilu, hal ini juga bergantung pada rasa sakit pasien.

2.3.2.3.3 Hasil Anamnesis (subjective)


a. Perubahan warna gigi
b. Permukaan gigi terasa kasar, tajam
c. Terasa ada makanan yang mudah tersangkut
d. Jika akut disertai rasa ngilu, jika kronis umumnya tidak ada rasa ngilu

2.3.2.3.4 Gejala Klinis dan Pemeriksaan


a. Pemeriksaan sondasi dan tes vitalitas gigi masih baik
b. Pemeriksaan perkusi dan palpasi apabila ada keluhan yang menyertai
c. Pemeriksaan dengan pewarnaan deteksi karies gigi (bila diperlukan)

2.3.2.3.5 Diagnosis Banding


Abrasi, atrisi, erosi, abfraksi.
2.3.2.3.6 Klasifikasi Terapi (ICD 9 CM)
14

a. 89.31 Dental Examination


b. 23.2 Restoration of tooth by filling
c. 23.70 root canal, not otherwise specified
d. 24.99 Other (other dental operation)

2.3.2.3.7 Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi


a. Prosedur tergantung pada kondisi kedalaman dan bahan yang akan
digunakan (bergantung pada lokasi)
b. Karies enamel
1. Jika mengganggu estetika, ditumpat.
2. Jika tidak mengganggu,recontouring(diasah), poles,ulas fluoruntuk
meningkatkan remineralisasi
c. Bila dentin yang menutup pulpa telah tipis
d. Pulp capping indirect, ekskavasi jaringan karies, berikan pelapis dentin
e. Semua perawatan yang dilakukan harus disertai edukasi pasien (informasi
penyebab, tata laksana perawatan dan pencegahan)
f. DHE: edukasi pasien tentang cara menggosok gigi,pemilihan sikat gigi dan
pastanya. Edukasi pasien untuk pengaturan diet.
g. Prosedur karies dentin tanpa disertai keluhan ngilu yang mendalam
h. Bahan tumpat Glass Ionomer Cement (GIC) :
i. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat skeling manual,
diakhiri dengan brush/sikat, menghasilkan outline form untuk melakukan tumpatan
yang mempunyai retensi dan resistensi yang optimal
j. Bersihkan jaringan infeksi (jaringan lunak dan warnacoklat/hitam harus
dibuang sampai gigi terlihat putih bersih)
k. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan
l. Keringkan kavitas dengan kapas kecil
m. Oleskan dentin conditioner
n. Cuci/bilas dengan air yang mengalir
o. Isolasi daerah sekitar gigi
15

p. Keringkan kavitas sampai keadaan lembab/moist (tidak boleh sampai kering


sekali/berubah warna kusam/doff)
q. Aduk bahan GIC sesuai dengan panduan pabrik (rasio powder terhadap
liquid harus tepat, dan cara mengaduk harus sampai homogen).
r. Aplikasikan bahan yang telah diaduk pada kavitas.
s. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi.
t. Aplikasi bahan lalu diamkan selama 1-2 menit sampai setting time selesai
u. Rapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis menggunakan
articulating paper.
v. Di bagian oklusal dapat dibantu dengan celluloid strip atau tekan dengan jari
menggunakan sarung tangan
w. Poles.
Bahan Resin Komposit (RK) dengan bahan bonding generasi V:
a. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alatskeling manual,
diakhiri dengan brush/sikat
b. Bentuk outline form untuk melakukan tumpatan yang mempunyai retensi
dan resistensi yang optimal
c. Lakukan pembersihan jaringan infeksius pada karies gigi (jaringan lunak dan
warna coklat/hitam harus dibuang sampai gigi terlihat putih bersih).Warna hitam yang
menunjukkan proses karies terhenti tidak perlu diangkat jika tidak mengganggu estetik
d. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan
e. Keringkan kavitas dengan kapas kecil
f. Aplikasikan ETSA asam selama 30 detik atau sesuai petunjuk penggunaan
g. Cuci/bilas dengan air yang mengalir
h. Isolasi daerah sekitar gigi
i. Keringkan sampai keadaan lembab/moist (tidak boleh sampai kering
sekali/berubah warna kusam/doff) atau sesuai petunjuk penggunaan
j. Oleskan bonding/adhesive generasi V, kemudian diangin-anginkan (tidak
langsung dekat kavitas),dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20
detik
16

k. Aplikasikan flowable resin komposit pada dinding kavitas, kemudian


dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik
l. Aplikasikan packable resin komposit dengan sistem layer by layer/ selapis
demi selapis dengan ketebalan lapisan maksimal 2 mm, setiap lapisan dilakukan
penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik
m. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi
n. Merapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis menggunakan
articulating paper
o. Poles (catatan: jika perlu komposit yang dibentuk dengan bantuan celluloid
strip (klas III) memungkinkan tidak perlu poles.)

Bahan Resin Komposit (RK) dengan bahan bonding generasi VII (no rinse)
a. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat skeling manual,
diakhiri dengan brush/sikat
b. Bentuk outline form untuk melakukan tumpatan yang mempunyai retensi
dan resistensi yang optimal
c. Lakukan pembersihan jaringan infeksius pada karies gigi(jaringan lunak dan
warna coklat kehitaman harus dibuang sampai gigi terlihat putih bersih). Warna hitam
yang menunjukkan proses karies terhenti tidak perlu diangkat jika tidak mengganggu
estetik
d. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan
e. Isolasi daerah sekitar gigi
f. Keringkan sampai keadaan lembab/moist (tidak boleh sampai kering
sekali/berubah warna kusam/doff)
g. Oleskan bonding/adhesive generasi VII, kemudian diangin-anginkan (tidak
langsung dekat kavitas),dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20
detik
h. Aplikasikan flowable resin komposit pada dinding kavitas, kemudian
dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik
17

i. Aplikasikan packable resin komposit dengan sistem layer by layer/ selapis


demi selapis dengan ketebalan lapisan maksimal 2 mm, setiap lapisan dilakukan
penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik
j. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi
k. Merapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis
l. Poles

2.3.2.3.8 Pemeriksaan Penunjang


Foto x-ray gigi periapikal bila diperlukan.

2.3.2.4 Karies Mencapai Pulpa Vital Gigi Sulung18


● K02.8 Karies gigi lainnya

2.3.2.4.1 Definisi
Lesi mencapai pulpa akibat karies, pulpa terbuka diameter lebih dari 1 mm
perdarahan terkontrol, vital, sehat.

Gambar 7. Karies mencapai pulpa vital gigi sulung

2.3.2.4.2 Patofisiologi
18

Invasi toksin bakteri dalam pulpa sampai saluran akar dan jaringan
periapeks.

2.3.2.4.3 Hasil Anamnesis (subjective)


Sakit spontan (tanpa adanya rangsangan timbul rasa sakit), terasa berdenyut.

2.3.2.4.4 Gejala Klinis dan Pemeriksaan


● Sonderen positif
● Perdarahan positif
● Tekanan negative
● Perkusi negative
● Derajat kegoyangan gigi

2.3.2.4.5 Diagnosis Banding


a. Fraktur mahkota, pulpa terbuka vital
b. Amelogenesis imperfekta
c. Dentinogenesis imperfekta
d. Karies rampan
e. Nursing bottle caries

2.3.2.4.6 KlasifikasiTerapi (ICD 9 CM)


a. 89.31 Dental Examination
b. 23.70 root canal
c. NOS23.2 restoration of tooth by filling
d. 23.42 Application of crown

2.3.2.4.7 Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi


19

a. Pulpotomi dan Restorasi


1. Pembuatan foto rontgent gigi
2. Sterilisasi daerah kerja
3. Anestesi lokal atau blok injeksi
4. Pembersihan jaringan karies
5. Pembukaan atap pulpa
6. Pembuangan jaringan pulpa vital dalam kamar pulpa dengan eksavator
sendok
7. Irigasi, keringkan kavitas, isolasi
8. Penghentian perdarahan
9. Peletakan formokresol pellet 1-3 menit
10. Pengisian kamar pulpa dengan semen ZOE sampai penuh dan berfungsi
sebagai tumpatan sementara
Restorasi Mahkota Tiruan (logam/resin komposit).
a. Terapi alternatif
b. Pulpektomi vital atau devitalisasi pulpektomi
c. Ekstraksi apabila foto x-ray menunjukkan sudah waktunya gigi tersebut
tanggal.

2.3.2.4.8 Pemeriksaan Penunjang


Foto x-ray gigi periapikal bila diperlukan.

BAB 3
20

PEMBAHASAN

Terdapat berbagai klasifikasi yang digunakan untuk mendiagnosis karies


seperti GV Black, ICDAS, Mount and Hume dan ICD.3 Menurut WHO, ICD merupakan
sistem klasifikasi yang komprehensif dan diakui secara internasional yang berguna
untuk mengklasifikasikan penyakit dan masalah terkait kesehatan seperti kepentingan
informasi statistik morbiditas dan mortalitas. ICD 9 digunakan pada tahun 1700an oleh
Willian Cullen. ICD 9 telah direvisi menjadi ICD 10 pada tahun 1999 dikarenakan kode
yang digunakan telah ketinggalan zaman dan tidak sejalan dengan diagnosa kesehatan
dan prosedur rumah sakit.6
Dalam pengkodean ICD 9 masih menggunakan kode numerik secara
keseluruhan sedangkan ICD-10 menggunakan kode alfa numerik. Hal ini memudahkan
operator untuk mengklasifikasikan jenis penyakit. Jumlah pembagian penyakit pada
ICD 9 terdapat 17 bab dan 5.000 kategori sedangkan pada ICD 10 terdapat 21 bab dan
8.000 kategori. Hal ini menunjukkan bahwa pengkodean dengan ICD 10 lebih detail.
Pengkodean ICD 9 tidak dapat digunakan untuk pengklaiman asuransi kesehatan
setelah perawatan sedangkan ICD 10 lebih rasional dalam sistem untuk pengklaiman
asuransi kesehatan. Dalam pengkodean, ICD 10 memiliki deskripsi yang detail untuk
bagian tubuh, sedangkan ICD 9 menggunakan istilah umum untuk bagian tubuh.9
ICD 10 terbagi atas ICD 10 yang digunakan untuk mengklasifikasikan data
mortalitas dari statistika vital (contohnya sertifikasi kematian) sedangkan ICD 10 CM
digunakan untuk mengklasifikasikan data morbiditas dari rumah sakit, tempat praktik
penyedia kesehatan dan survei. Dalam kedokteran gigi, pengkodean karies gigi
menggunakan ICD 10 CM.9 ICD 10 CM digunakan sebagai pengukur kualitas dan
mengurangi kesalahan medis, pengukur hasil perawatan, penelitian klinis, pengukur
kinerja klinis, finansial dan administratif, perencanaan polish kesehatan, desain sistem
pembayaran dan proses klaim dan mengedukasi pasien tentang opsi biaya dan hasil
perawatan. Perbedaan antara ICD 9 dan ICD 10 adalah kekurangan deskripsi dalam
metodologi dan pendekatan dalam prosedur perawatan.19
21

Dalam menegakkan diagnosa dan rencana perawatan menggunakan ICD 10


CM, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) membuat standar format yang dimulai
dari definisi, patofisiologi, hasil anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan, diagnosis
banding, klasifikasi terapi, terapi dan prosedur tindakan, pemeriksaan penunjang,
peralatan dan bahan/obat, lama perawatan, faktor penyulit, prognosis dan keberhasilan
perawatan, persetujuan tindakan tertulis, faktor sosial yang perlu diperhatikan dan
tingkat pembuktian.18
Menurut Weatherspoon et al, penggunaan kode ICD 10 CM dalam bidang
kedokteran gigi kurang dimanfaatkan meskipun adanya modifikasi klinis dari ICD 10
CM yang memudahkan analisa dengan informasi diagnosis yang terperinci.11
Christopher et al dalam Health affairs berpendapat bahwa modifikasi klinis dari ICD-
10 sulit untuk diterapkan, biaya mahal, dan memiliki keterbatasan dalam masalah
klinisnya.9

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Fejerskov Ole, Kidd Edwina, Nyvad Bente, Baelum Vibeke. Dental caries the
disease and its clinical management second edition. Oxford: Blackwell, 2004:190-
207.
2. Soendoro T. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta 2013:60-5.
3. Young dkk. The American Dental Association Caries Classification System for
Clinical Practice: a report of the American dental association council on scientific
affairs. JADA,146(6):79-86.
4. Kimberly dkk. Pengaruh kompetensi coder terhaadp keakuratan dan ketepatan
pengkodean menggunakan ICD-10 di Rumah Sakit X Pekanbaru Tahun 2016.Jurnal
Kesmas Volume 1, No 1, Januari-Juni 2018.
5. Kepmenkes RI Nomor 844/MENKES/SK/X/2006.
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/1._Standar_Kode_Data_Kesehatan_.pdf
6. Malley dkk. Measuring Diagnose; ICD Code Accuacy. Health Research and
Educational Trust,40:5.1620-1633.
7. WHO. International Statistical Classification of Disease and Related Health
Problem.10th revision.
8. Hirsch dkk. ICD-10 History and Context. ANJR AM J Neuroradiol. Apr, 2016:596-
99.
9. Weatherspoon D, Chattopadhyay A. International classification of diseases codes
and their use in dentistry. J Dent Oral Craniofac Epidemiol 2013; 1(4): 20-6.
10.iWorld Health Organization. History of the development of the
ICD.http://www.who.int/classification/icd/en/HistoryofICD.pdf
11. Anderson RN, Minino AM, Hoyert DL, Rosenberg HM. National vital statistic
reports. National centre for Health Statistics 2001; 49.
12. Wardani PK, Supertinah A, Titien I, Ratinah S, Lukito E, Utomo RB, Kusdanwari.
Faktor Resiko Terjadinya Karies Baru dengan Pendekatan Kariogram pada Pasien
Anak di Klinik Kedokteran Gigi Anak RSGMP Prof. Soedomo Yogyakarta. Maj
Ked Gi 2012; 19(2): 107-9.
23

13. Young DA, et al.The american dental association caries classification system for
clinical practice. JADA 2015; 146(2): 79-86.
14. Macri D, Chitlall A. Caries classification. Dimensions Dental Hygiene 2017; 17-
21.
15. Mount GJ. Minimal intervention dentistry: cavity classification & preparation.
International Dentistry SA 2009; 12(3): 54-63.
16. Hamama HH, Yiu CK, Burrow MF. Caries management: a journey between black’s
principals and minimally invasive concepts. Int J Dentistry Oral Sci 2015; 120-5.
17. Bowman S, RHIA, CCS. Why ICD-10 is worth the trouble. The American Health
Information Management Association 2008: 5-6.
18.iKeputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/62/20.http://pdgi.or.id/wp-content/uploads/2015/02/KMK-
NO.-HK.02.02-MENKES-62-20153.pdf
19. Topaz M dkk. ICD-9 to ICD 10.Evolution, Revolution, and Current Debates in the
United State. Perspective in Health Information Management, Spring. 2013

Вам также может понравиться