Вы находитесь на странице: 1из 70

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2017 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja
instansi, LAK Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017 ini adalah media
pertanggungjawaban yang menggambarkan pencapaian kinerja atas pelaksanaan
tugas dan fungsi Direktorat Pelayanan Kefarmasian selama tahun 2017 dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran sesuai target yang telah dituangkan dalam Rencana
Strategis Kementerian KesehatanTahun 2015 – 2019 dan sejalan dengan perubahan
yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2017-2019.
Keberhasilan dalam pelaksanaan tugas di lingkungan Direktorat Pelayanan
Kefarmasian adalah hasil kerja keras dan peran serta seluruh pegawai, dan
kerjasama lintas program dan lintas sektor di lingkungan Kementerian Kesehatan
serta dukungan dari Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dan para
stakeholder. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada
semua pihak atas dukungan, peran serta dan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik.
Kami menyadari LAK Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017 ini masih jauh
dari sempurna. Namun demikian, masukan berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan LAK ini di masa
mendatang.
Akhir kata, semoga LAK Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017 ini dapat
memberikan informasi dan manfaat dalam penyusunan kebijakan dan perencanaan
program dan kegiatan khususnya di lingkungan Direktorat Pelayanan Kefarmasian,
maupun bagi para stakeholders terkait.

Jakarta, Januari 2018


Direktorat Pelayanan Kefarmasian

ttd

Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si, Apt


NIP. 195812151989112001

i
DAFTAR ISI

Ikhtisar eksekutif _____________________________________________________________________________ 1


BAB I. PENDAHULUAN______________________________________________________________________ 10
A. Latar Belakang _________________________________________________________________________________________ 10
B. Maksud dan Tujuan ___________________________________________________________________________________ 12
C. Penjelasan Umum Organisasi _______________________________________________________________________ 12
D. Sistematika _____________________________________________________________________________________________ 14
BAB II. PERENCANAAN KINERJA __________________________________________________________ 16
A. Perencanaan Kinerja _________________________________________________________________________________ 16
B. Perjanjian Kinerja Tahun 2017 _____________________________________________________________________ 23
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA _______________________________________________________ 26
A. Capaian Kinerja Organisasi __________________________________________________________________________ 26
B. Realisasi Anggaran ____________________________________________________________________________________ 54
C. Sumber Daya ___________________________________________________________________________________________ 58
BAB IV. PENUTUP ___________________________________________________________________________ 62
LAMPIRAN ___________________________________________________________________________________ 63
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sasaran, Indikator Kinerja, Target, Realisasi Dan Persentase Realisasi


Direktorat Pelayanan Kefarmasian Pada Tahun 2017................................................2
Tabel 2. Alokasi Dan Realisasi Anggaran Dalam Dipa Direktorat Pelayanan
Kefarmasian Beserta Perubahannya Pada Tahun 2017 ............................................3
Tabel 3. Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian ........................... 18
Tabel 4. Indikator Kinerja, Definisi Operasional Dan Target Kegiatan Peningkatan
Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 Sebelum Perubahan ............................. 20
Tabel 5. Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan Peningkatan
Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 Setelah Perubahan ............................... 21
Tabel 6. Cara Perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan
Kefarmasian pada Renstra Sebelum Perubahan ..................................................... 22
Tabel 7. Cara perhitungan indikator kinerja kegiatan peningkatan pelayanan
kefarmasian pada renstra setelah perubahan .......................................................... 22
Tabel 8. Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian ................................ 24
Tabel 9. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2017 ....................................................... 33
Tabel 10. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2017 ....................................................... 41
Tabel 11. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional Di Puskesmas
Pada Tahun 2017 ..................................................................................................... 49
Tabel 12. Capaian Indikator Persentase Kab/Kota Penggunaan Obat Rasional Di
Puskesmas Pada Tahun 2017.................................................................................. 50
Tabel 13. Jumlah Apoteker Dan Peserta Kader Masyarakat Sosialisasi Gema
Cermat ...................................................................................................................... 51
Tabel 14. Realisasi Anggaran................................................................................... 55
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. SK Penetapan Fornas 2017 ...................................................................... 4


Gambar 2. Buku Daftar Obat Esensial Nasional Tahun 2017 ..................................... 5
Gambar 3. Grafik Capaian Agent Of Change Gema Cermat Tahun 2016 - 2017........ 6
Gambar 4. Jenis Peresepan Obat Di Puskesmas ....................................................... 7
Gambar 5. Talkshow Tentang Penggunaan Antibiotik Secara Bijak............................ 8
Gambar 6. Siaran Radio Dengan Topik ”Mulailah Cerdas Menggunakan Obat” ......... 8
Gambar 7. Pelaksanaan Kegiatan Video Conference Penutupan Apotek Rakyat ....... 9
Gambar 8. Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017 ...... 14
Gambar 9. Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2017 ......................................................................... 24
Gambar 10. Lampiran perjanjian kinerja direktorat pelayanan .................................. 25
Gambar 11. Analisis Realisasi Anggaran dan Capaian Kinerja Direktorat Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2017 ......................................................................... 32
Gambar 12. Grafik Capaian Indikator Persentase Puskesmas Yang Melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Pada Tahun 2017 .................... 33
Gambar 13. Grafik Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit Yang Melakukan
Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Pada Tahun 2017 .................... 40
Gambar 14. Grafik Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional Di
Puskesmas Pada Tahun 2017 ................................................................. 48
Gambar 15. Capaian Indikator Persentase Kab/Kota Penggunaan Obat Rasional Di
Puskesmas Pada Tahun 2017 ................................................................. 49
Gambar 16. Media Cetak Promosi Penggunaan Obat Rasional ............................... 52
Gambar 17. Workshop “Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Dalam Pengendalian
Resistensi Antimikroba” ........................................................................... 53
Gambar 18. Rangkaian Indonesian Antibiotic Awareness Week 2017 ...................... 54
Gambar 19. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut Jabatan . 59
Gambar 20. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut Golongan
................................................................................................................. 59
Gambar 21. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut Pendidikan
................................................................................................................. 60
Gambar 22. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut Jenis
Kelamin .................................................................................................... 60
IKHTISAR EKSEKUTIF
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) merupakan
laporan yang mengintegrasikan aktivitas terkait sistem perencanaan, sistem
penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan
sistem akuntabilitas keuangan. BerdasarkanPeraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) mengamanatkan bahwa akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan
kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang diamanatkan para
pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur
dengan sasaran atau target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja
instansi pemerintah yang disusun secara periodik.

Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyusun laporan kinerja sebagai bentuk


pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka mencapai
tujuan atau sasaran strategis dan sekaligus sebagai alat kendali atas pelaksanaan
kegiatan selama tahun 2017 yang merupakan tahun pertama dari pelaksanaan
perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2015 – 2019 yang
tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/422/2017.
Pada perubahan Renstra terdapat penambahan sasaran Direktorat Pelayanan
Kefarmasian yaitu Rumah Sakit melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai
standar dan perubahan definisi operasional pada indikator persentase Kab/Kota yang
menerapkan penggunaan obat rasional di Puskesmas.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/422/2017


yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019, sasaran hasil (outcome) Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan adalah meningkatkan akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan. Kemudian dalam rangka mencapai hal tersebut terdapat beberapa
strategi terkait yang didukung dengan pelaksanaan kegiatan peningkatan pelayanan
kefarmasian sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
a. Memperkuat program seleksi obat dan alat kesehatan yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan cost-effective untuk program pemerintah maupun manfaat
paket JKN.
b. Menjalankan program promotif preventif melalui pemberdayaan masyarakat,
termasuk yang ditujukan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional di
masyarakat dan melibatkan lintas sektor.

Output merupakan keluaran berupa barang/jasa yang dihasilkan oleh kegiatan


yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian outcome program dan/atau
outcome fokus prioritas. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/indikator output kegiatan
merupakan alat untuk mengukur pencapaian output/kinerja yang secara akuntabilitas
berkaitan dengan unit organisasi K/L setingkat Eselon 2, dalam laporan ini ruang
lingkup kegiatan pada Direktorat Pelayanan Kefarmasian. Output kegiatan dievaluasi
berdasarkan periode waktu tertentu. Hasil capaian kinerja tahun 2017 menunjukkan
bahwa secara umum Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah memenuhi target yang
telah ditetapkan. Pencapaian tersebut diukur menggunakan Indikator Kinerja
Kegiatan yang tertuang di dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019
sebagaimana tabel berikut:

Tabel 1. Sasaran, Indikator Kinerja, Target, Realisasi Dan Persentase Realisasi


Direktorat Pelayanan Kefarmasian Pada Tahun 2017

Tahun 2017
Sasaran No Indikator Kinerja Persentase
Target Realisasi
Capaian
Puskesmas dan Rumah 1 Persentase 50% 50,01% 100,02 %
Sakit yang Puskesmas yang
melaksanakan melaksanakan
pelayanan kefarmasian pelayanan
sesuai standar kefarmasian sesuai
standar
2 Persentase Rumah 55% 57,4% 104,36 %
Sakit yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian sesuai
standar
Tahun 2017
Sasaran No Indikator Kinerja Persentase
Target Realisasi
Capaian
Penggunaan obat 3 Persentase 30% 30,35% 101,17 %
rasional di puskesmas Kabupaten/Kota
yang menerapkan
penggunaan obat
rasional di
puskesmas
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Direktorat Pelayanan Kefarmasian
didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) tahun 2017 dengan alokasi sebesar Rp.19.705.281.000,- (Sembilan belas
milyar tujuh ratus lima juta dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah). Selama
pelaksanaan kegiatan tahun 2017, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian
mengalami beberapa kali perubahan, baik perubahan dikarenakan oleh perpindahan
anggaran antar Satuan Kerja maupun efisiensi/penghematan. Dalam pelaksanaan
anggaran tahun 2017, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami satu
kali efisiensi/penghematan.

Tabel 2. Alokasi Dan Realisasi Anggaran Dalam Dipa Direktorat Pelayanan


Kefarmasian Beserta Perubahannya Pada Tahun 2017

Persentase
No. Alokasi Anggaran (Rp) Realisasi (Rp)
Realisasi
1 DIPA Awal 19.705.281.000 82,74%
16.023.632.810
2 Inpres No.4 Tahun 2016 16.304.583.000 98,28%

Direktorat Pelayanan Kefarmasian juga memiliki upaya terobosan dan prestasi dalam
hal peningkatan pelayanan kefarmasian dan penggerakan obat rasional dengan
melibatkan berbagai stakeholder yang telah dicapai pada tahun 2017 sebagai berikut:

1. Direktorat Pelayanan Kefarmasian bertanggung jawab untuk menyusun


Formularium Nasional (Fornas). Fornas merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka
pelaksanaan JKN, digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kesehatan di
seluruh faskes, baik FKTP maupun FKRTL.
Sesuai UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 40, Fornas
disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan teknologi. Dengan mempertimbangkan hal
tersebut, maka dilaksanakan revisi terhadap Fornas tahun 2015.

Gambar 1. SK Penetapan Fornas 2017

2. Direktorat Pelayanan Kefarmasian menerbitkan revisi Daftar Obat Esensial


Nasional (DOEN) yang merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang
paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai
dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal
untuk pelayanan kesehatan. DOEN direvisi secara berkala dua tahun sekali
agar sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan dalam bidang kedokteran, farmasi, pola penyakit, program
kesehatan serta perbaikan status kesehatan masyarakat.
Gambar 2. Buku Daftar Obat Esensial Nasional Tahun 2017

3. Dalam rangka percepatan upaya peningkatan kesadaran, kepedulian,


pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang pemilihan dan
penggunaan obat secara tepat dan rasional, serta peningkatan peran apoteker
di sektor pelayanan kefarmasian dalam memberikan informasi dan edukasi
yang memadai bagi masyarakat, perlu dilakukan gerakan secara serentak dan
berkesinambungan di tingkat Nasional. Kegiatan yang diberi nama Gerakan
Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat) ini di koordinasikan
secara bersama oleh Kementerian Kesehatan dengan melibatkan lintas sektor
terkait. Sejak tahun 2016, 1157 apoteker di 32 propinsi telah dilatih untuk
menjadi Agent of Change Gema Cermat.
Gambar 3. Grafik Capaian Agent Of Change Gema Cermat Tahun 2016 - 2017
4. Kebijakan JKN menetapkan bahwa mekanisme pembayaran kepada
Puskesmas selaku Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah dengan metode pembayaran
tarif kapitasi (prospective), yang meliputi pelayanan rawat jalan termasuk obat.
Sementara pembayaran obat peserta yang menderita penyakit kronis (pasien
program rujuk balik/PRB) dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada Apotek
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Perbedaan sistem pembayaran
ini dapat mendorong terjadinya perubahan pola peresepan di FKTP, baik
perubahan positif atau negatif. Oleh karena itu Direktorat Pelayanan
Kefarmasian mengadakan kajian biaya penggunaan obat dalam mendukung
upaya kendali mutu dan kendali biaya di FKTP.

Gambar 4. Jenis Peresepan Obat Di Puskesmas

5. Penyebaran informasi Gerakan Cerdas Menggunakan Obat melalui media


elektronik seperti radio dan televisi yang dilakukan oleh Direktorat Pelayanan
Kefarmasian pada tahun 2017, antara lain:
a. Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Dra
Maura Linda Sitanggang, Ph.D sedang melakukan Talkshow di Televisi
Nasional dengan judul “Bijak dan Cerdas Menggunakan Antibiotik” pada
tanggal 15 November 2017. Pada talkshow ini, Dirjen memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang penggunaan antibiotik secara
bijak dan mewaspadai kejadian resistensi.
Gambar 5. Talkshow Tentang Penggunaan Antibiotik Secara Bijak

b. Direktur Pelayanan Kefarmasian juga melakukan penyebaran informasi


melalui radio nasional. Pada tanggal 26 September 2017, Direktur
Pelayanan Kefarmasian memberikan materi dengan topik “Mulailah Cerdas
Menggunakan Obat.
Gambar 6. Siaran Radio Dengan Topik ”Mulailah Cerdas Menggunakan
Obat”
6. Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016
tentang Pencabutan Permenkes Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang
Apotek Rakyat, diberlakukan masa peralihan selama 6 bulan dalam rangka
penegakkan permenkes tersebut. Direktorat Pelayanan Kefarmasian sebagai
penanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan sarana pelayanan
farmasi di komunitas, mengadakan video conference dengan 9 propinsi yang
memiliki sarana apotek rakyat di wilayahnya untuk memastikan pelaksanaan
Permenkes tersebut.

Gambar 7. Pelaksanaan Kegiatan Video Conference Penutupan Apotek Rakyat


BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015 –


2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
bidang Kesehatan (RPJPK) 2005 – 2025, yang bertujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia
yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial
dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada
arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Untuk menjamin dan mendukung pelaksanaan berbagai upaya kesehatan
yang efektif dan efisien maka yang dianggap prioritas dan mempunyai daya
ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan
upaya secara terintegrasi dalam fokus dan lokus kegiatan. Kementerian
Kesehatan menetapkan dua belas sasaran strategis yang dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
1) Kelompok sasaran strategis pada aspek input (organisasi, sumber daya
manusia, dan manajemen);
2) Kelompok sasaran strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan
3) Kelompok sasaran strategis pada aspek upaya strategis.
Untuk mencapai tujuan Kementerian Kesehatan, terlebih dahulu akan
diwujudkan 5 (lima) sasaran strategis yang saling berkaitan sebagai hasil
pelaksanaan berbagai program teknis secara terintegrasi, yakni:
1) Meningkatnya Kesehatan Masyarakat (SS1);
2) Meningkatnya Pengendalian Penyakit (SS2);
3) Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Kesehatan (SS3);
4) Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas, dan Pemerataan Tenaga
Kesehatan (SS4); dan
5) Meningkatnya Akses, Kemandirian, serta Mutu Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan (SS5).
Laporan kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian merupakan laporan
kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja Direktorat
Pelayanan Kefarmasian dalam mencapai tujuan atau sasaran strategis yang
telah tercantum didalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/422/2017 yang merupakan perubahan dari Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 - 2019. Penyusunan laporan
kinerja ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata
Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Hal ini selaras
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk Teknis/Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Laporan kinerja menggambarkan ikhtisar pencapaian sasaran
sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja dan
dokumen perencanaan kinerja. Ikhtisar pencapaian sasaran tersebut
menyajikan informasi tentang pencapaian tujuan dan sasaran organisasi,
realisasi pencapaian indikator kinerja kegiatan organisasi, penjelasan atas
pencapaian kinerja melalui kegiatan yang telah dilaksanakan dan
perbandingan capaian indikator kinerja dengan tahun berjalan terhadap
target kinerja yang telah direncanakan serta dipantau selama periode lima
tahunan yakni tahun 2015 - 2019.
Laporan kinerja ini juga sebagai salah satu wujud akuntabilitas
pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Pelayanan Kefarmasian dalam
rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance),
transparansi dan akuntabilitas sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu
peningkatan kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian.

B. Maksud dan Tujuan

Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Pelayanan


Kefarmasian Tahun 2017 menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat
Pelayanan Kefarmasian selama tahun 2017 sebagai tolak ukur keberhasilan
organisasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian
disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan.
2. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang.
3. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang.
4. Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan.

C. Penjelasan Umum Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Direktorat Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di 4 (empat) bidang pelayanan kefarmasian
antara lain:
1. bidang manajemen dan klinikal farmasi;
2. bidang analisis farmakoekonomi;
3. bidang seleksi obat dan alat kesehatan; dan
4. bidang penggunaan obat rasional;

Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Pelayanan


Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan
penggunaan obat rasional;
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan
penggunaan obat rasional;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat
dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat
dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional;
5. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan
penggunaan obat rasional; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Susunan Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian


berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:
Gambar 8. Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017

D. Sistematika

Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan


Kefarmasian adalah sebagai berikut :

Ikhtisar Eksekutif

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan


penekanan kepada sasaran program dan aspek strategis organisasi
serta permasalahan utama yang sedang dihadapi organisasi.

Bab II Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang


bersangkutan.
Bab III Akuntabilitas Kinerja

A. Capaian Kinerja Organisasi


Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan
hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan
kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian
kinerja.

B. Realisasi Anggaran
Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran kantor pusat dan
dana dekonsentrasi yang digunakan dan yang telah digunakan
untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen
Perjanjian Kinerja.

C. Sumber Daya Manusia


Pada sub bab ini disajikan gambaran sumber daya manusia yang
mendukung pelaksanaan tujuan organisasi.

Bab IV Penutup

Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi
serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi
untuk meningkatkan kinerjanya.

Lampiran
BAB II. PERENCANAAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan


dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam sasaran strategis. Perencanaan kinerja disusun sebagai
pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis, terarah
dan terpadu. Kementerian Kesehatan telah menetapkan 12 Sasaran Strategi
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang dikelompokkan sebagai
berikut:
1) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek input (organisasi, sumber daya
manusia dan manajemen);
2) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan
3) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya Strategis.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/422/2017 yang
merupakan perubahan dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/Menkes/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 - 2019 merupakan dokumen negara yang berisi upaya-
upaya pembangunan kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk
program/kegiatan, indikator, target, sampai dengan kerangka pendanaan dan
kerangka regulasinya. Selanjutnya Renstra Kementerian Kesehatan Tahun
2015 – 2019 dijabarkan dalam bentuk Rencana Aksi Program (RAP) di tingkat
Eselon I dan Rencana Aksi Kegiatan (RAK) di tingkat Eselon II. Renstra
Kementerian Kesehatan sebagai dasar penyelenggaraan pembangunan
kesehatan mengamanatkan Sasaran Strategis kepada Program Kefarmasian
dan Alat Kesehatan untuk meningkatkan akses, kemandirian dan mutu
sediaan farmasi dan alat kesehatan. Dalam rangka mendukung pencapaian
sasaran dimaksud disusun dua belas strategi yang perlu dilakukan antara lain:
a. Memastikan ketersediaan obat esensial di fasilitas pelayanan
kesehatan, terutama di puskesmas, dengan melakukan pembinaan
pengelolaan obat sesuai standar di instalasi farmasi provinsi,
kabupaten/kota.
b. Penguatan regulasi sistem pengawasan pre dan post market alat
kesehatan, melalui penilaian produk sebelum beredar, sampling dan
pengujian, inspeksi sarana produksi dan distribusi, dan penegakan
hukum.
c. Memperkuat program seleksi obat dan alat kesehatan yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan cost-effective untuk program pemerintah
maupun manfaat paket JKN.
d. Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai Center of Excellence
manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan di
sektor publik.
e. Memperkuat regulasi industri farmasi dan alat kesehatan untuk
memproduksi bahan baku obat, sediaan farmasi lain, dan alat
kesehatan dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan
kemandirian nasional.
f. Menyederhanakan sistem dan proses perizinan dalam pengembangan
industri farmasi dan alat kesehatan.
g. Mengembangkan sistem data dan informasi secara terintegrasi yang
berkaitan dengan kebutuhan, produksi dan distribusi sediaan farmasi
dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan serta industri farmasi dan alat
kesehatan.
h. Memfasilitasi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan
terutama pengembangan ke arah biopharmaceutical, vaksin, natural,
dan Active Pharmaceutical Ingredients (API) kimia.
i. Mempercepat tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru
habis masa patennya.
j. Mendorong dan mengembangkan penyelenggaraan riset dan
pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka
kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan.
k. Memprioritaskan penggunaan produk sediaan farmasi dan alat
kesehatan dalam negeri melalui e-tendering dan e-purchasing berbasis
e-catalogue.
l. Menjalankan program promotif preventif melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk yang ditujukan untuk meningkatkan penggunaan
obat rasional di masyarakat, dan melibatkan lintas sektor.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


HK.01.07/Menkes/422/2017 yang merupakan perubahan dari Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019,
sasaran kinerja kegiatan pada Direktorat Pelayanan Kefarmasian adalah
Puskesmas dan Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian
sesuai standar, serta Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas. Sasaran
kinerja kegiatan pada Renstra Perubahan sedikit berbeda dengan Renstra
sebelumnya, yaitu meningkatnya pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat rasional di fasilitas kesehatan.
Tabel 3. Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian


Renstra Sebelum Renstra Setelah
Perubahan Perubahan
1. Puskesmas dan
Rumah Sakit yang
melaksanakan
Meningkatnya pelayanan
pelayanan
kefarmasian dan
Sasaran kefarmasian sesuai
penggunaan obat rasional
standar.
di fasilitas kesehatan
2. Kab/Kota yang
menerapkan
penggunaan obat
Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Renstra Sebelum Renstra Setelah
Perubahan Perubahan
rasional di
Puskesmas
3. Rumah Sakit yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian sesuai
standar
Sebagai dampak perubahan Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019, Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyusun
Rencana Aksi Kegiatan yang memuat kebijakan, program dan kegiatan yang
juga berbeda dari sebelumnya. Jika dalam rencana strategis sebelum
perubahan disebutkan bahwa tujuan Direktorat Pelayanan Kefarmasian adalah
(1) memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaan dalam seleksi obat dan
alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN, (2)
menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga strategis untuk mendorong
pemerataan distribusi tenaga kefarmasian, dan (3) meningkatkan mutu
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan
manajerial, regulasi, edukasi dan sistem monitoring serta evaluasi. Maka
dalam rencana strategis perubahan tersebut disebutkan bahwa tujuan
Direktorat Pelayanan Kefarmasian menjadi (1) memperkuat program seleksi
obat dan alat kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat, dan cost-effective
untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN dan (2) menjalankan
program promotif preventif melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk yang
ditujukan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional di masyarakat, dan
melibatkan lintas sektor.

Tercapainya sasaran tersebut direpresentasikan dengan Indikator


Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian beserta target yang
harus dicapai. Dalam Renstra perubahan, terdapat penambahan indikator
kinerja bagi Direktorat Yanfar, dan perubahan pada satu indikator
sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. Indikator Kinerja, Definisi Operasional Dan Target Kegiatan


Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 Sebelum Perubahan

Indikator Definisi Target


Kinerja Operasional
2015 2016 2017 2018 2019

Persentase Puskesmas yang 40% 45% 50% 55% 60%


Puskesmas melaksanakan
yang Pelayanan
melaksanakan Kefarmasian sesuai
pelayanan standar adalah
kefarmasian Puskesmas yang
sesuai standar melaksanakan
Pemberian
Informasi Obat dan
Konseling yang
terdokumentasi

Persentase Puskesmas yang 62% 64% 66% 68% 70%


Penggunaan melaksanakan
Obat Rasional penggunaan obat
di Puskesmas secara rasional
melalui penilaian
terhadap
penatalaksanaan
kasus ISPA non
pneumonia, diare
non spesifik,
penggunaan injeksi
pada kasus
Indikator Definisi Target
Kinerja Operasional
2015 2016 2017 2018 2019

myalgia, dan rerata


item obat per
lembar resep

Tabel 5. Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan


Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 Setelah Perubahan

Target
Indikator
Definisi Operasional
Kinerja
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase Puskesmas yang 40% 45% 50% 55% 60%
Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan
melaksanakan Kefarmasian sesuai standar
pelayanan adalah Puskesmas yang
kefarmasian melaksanakan Pemberian
sesuai standar Informasi Obat dan/atau
Konseling
Persentase Rumah Sakit yang - - 55% 60% 65%
Rumah Sakit melaksanakan Pelayanan
yang Kefarmasian sesuai standar
melaksanakan adalah Instalasi Farmasi
pelayanan Rumah Sakit yang
kefarmasian melaksanakan Pelayanan
sesuai standar Informasi Obat dan
Konseling
Persentase Kabupaten/Kota yang telah - - 30% 35% 40%
Kabupaten/Kota menerapkan Penggunaan
yang Obat Rasional di Puskesmas
menerapkan adalah Kabupaten/Kota
Penggunaan dengan minimal 20%
Obat Rasional di puskemas di wilayahnya
Puskesmas. memperoleh nilai
penggunaan obat rasional di
Puskesmas minimal 60%
Cara perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan
Kefarmasian sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 6. Cara Perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan
Kefarmasian pada Renstra Sebelum Perubahan
Indikator Kinerja Cara Perhitungan
Persentase
Puskesmas yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian
sesuai standar
Persentase
Penggunaan Obat
Rasional di
Puskesmas
Tabel 7. Cara perhitungan indikator kinerja kegiatan peningkatan pelayanan
kefarmasian pada renstra setelah perubahan

Indikator Kinerja Cara Perhitungan


Persentase
Puskesmas yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian
sesuai standar
Persentase
Rumah Sakit yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian
sesuai standar
Persentase
Kab/Kota yang
menerapkan
Penggunaan Obat
Rasional di
Puskesmas
B. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

Perjanjian Kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisikan


penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi
yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan
indikator kinerja. Melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen penerima
amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas kinerja
terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang serta sumber daya
yang tersedia.
Perjanjian kinerja berisi tekad dalam rencana kinerja tahunan yang
dicapai antara pimpinan instansi pemerintah/unit kerja yang menerima
amanah/tanggungjawab/kinerja dengan pihak yang memberikannya. Perjanjian
kinerja ini merupakan suatu janji kinerja yang diwujudkan oleh seorang pejabat
penerima amanah kepada atasan langsungnya.
Di dalam perencanaan kinerja ditetapkan target kinerja tahun 2017
untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat luaran dan kegiatan.
Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2017
menjadi komitmen bagi Direktorat Pelayanan Kefarmasian untuk mencapainya
pada tahun 2017.
Gambar 9. Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2017

Tabel 8. Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian


No Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Target
1 Puskesmas dan 1. Persentase Puskesmas yang
Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan
50%
melaksanakan kefarmasian sesuai standar
pelayanan 2. Persentase Rumah Sakit yang
kefarmasian sesuai melaksanakan pelayanan
55%
standar. kefarmasian sesuai standar
2 Penggunaan Obat Persentase Kabupaten Kota yang
Rasional di menerapkan Penggunaan Obat 30%
Puskesmas. Rasional di Puskesmas.
Kegiatan: Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Anggaran: Rp.16.304.583.000,- (Enam belas milyar tiga ratus
empat juta lima ratus delapan puluh tiga ribu Rupiah)
Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017
ditandatangani oleh Direktur Pelayanan Kefarmasian sebagai Pihak Pertama
dan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai Pihak Kedua.
Dokumen Perjanjian Kinerja tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 10. Lampiran perjanjian kinerja direktorat pelayanan


BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

1. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja memberikan gambaran kepada pihak internal
dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka
mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen
Renstra ataupun Penetapan Kinerja, merupakan proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan strategi
instansi pemerintah. Indikator merupakan dokumen perencanaan kinerja
yang diukur dalam pengukuran kinerja yaitu dengan membandingkan
tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target yang
telah ditetapkan. Pengukuran kinerja ini diperlukan untuk mengetahui
sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan
oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian.
Dalam rangka menunjang program peningkatan pelayanan
kefarmasian, maka Direktorat Pelayanan Kefarmasian melakukan berbagai
aktivitas/kegiatan yang dapat menunjang pencapaian indikator kinerja
yang telah ditetapkan dalam dokumen Renstra Kementerian Kesehatan
Tahun 2015 - 2019. Berikut ini akan diuraikan penjelasan tolak ukur kinerja
dari Direktorat Pelayanan Kefarmasian berdasarkan definisi operasional
indikator kinerja kegiatan sebagai berikut:
a. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian
sesuai standar
Tujuan

Mengetahui jumlah puskesmas yang telah melaksanakan pelayanan


kefarmasian sesuai standar yaitu puskemas yang telah melaksanakan
pemberian informasi obat dan/atau konseling.
Manfaat

1) Bagi Tenaga Kefarmasian


- Meningkatkan citra tenaga kefarmasian dalam pemberian
pelayanan kesehatan di puskesmas.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kefarmasian di puskesmas.
2) Bagi Puskesmas
- Meningkatkan citra puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat
pertama
- Meningkatkan daya saing dalam komitmen peningkatan pelayanan
kesehatan
3) Bagi Dinas Kesehatan Kab/Kota/Provinsi
- Turut berkontribusi dalam mendukung program kefarmasian dan
alat kesehatan.
- Meningkatkan jaminan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat
Kab/Kota/Provinsi.
- Meningkatnya jumlah puskesmas yang telah melaksanakan
pelayanan kefarmasian dapat menjadi indikator keberhasilan
pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat.
Perhitungan

b. Persentase Rumah Sakit yang melaksanakan Pelayanan


Kefarmasian sesuai Standar
Tujuan

Mengetahui jumlah rumah sakit yang telah melaksanakan


pelayanan kefarmasian sesuai standar yaitu rumah sakit yang telah
melaksanakan pemberian informasi obat dan konseling.
Manfaat

1) Bagi Tenaga Kefarmasian


- Meningkatkan citra tenaga kefarmasian dalam pemberian
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kefarmasian di rumah sakit.
2) Bagi Rumah Sakit
- Meningkatkan citra Rumah Sakit sebagai Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Rujukan
- Meningkatkan penilaian akreditasi Rumah Sakit dalam KARS
maupun JCI
- Meningkatkan daya saing dalam komitmen peningkatan pelayanan
kesehatan
3) Bagi Dinas Kesehatan Kab/Kota/Provinsi
- Turut berkontribusi dalam mendukung program kefarmasian dan
alat kesehatan.
- Meningkatnya jumlah rumah sakit yang telah melaksanakan
pelayanan kefarmasian dapat menjadi indikator keberhasilan
pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat.
Perhitungan

c. Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan Penggunaan Obat


Rasional di Puskesmas
Tujuan

Mengingat setiap pemberian obat harus didasarkan pada indikasi


penggunaan dan diagnosis, serta mempertimbangkan segi ilmiah
kemanfaatannya, maka dokter bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap mutu penggunaan obat yang diberikan. Jika prosedur medik
yang diterima adalah pedoman pengobatan di pusat pelayanan
setempat, maka pemantauan penggunaan obat yang rasional bertujuan
untuk menilai apakah praktek penggunaan obat yang dilakukan telah
sesuai dengan pedoman pengobatan yang berlaku.
Manfaat

1) Bagi dokter/pelaku pengobatan


Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat
mutu pelayanan pengobatan dan mutu keprofesian. Dengan
pemantauan ini maka dapat dideteksi adanya kemungkinan
penggunaan yang berlebih (over prescribing), kurang (under
prescribing), boros (extravagant prescribing) maupun tidak tepat
(incorrect prescribing).
2) Bagi perencana obat
Pemantauan penggunaan obat secara teratur dapat digunakan
untuk membuat perencanaan obat dan perkiraan kebutuhan obat
secara lebih rasional. Upaya tersebut tidak dapat berdiri sendiri.
Perencanaan yang didasarkan pada data morbiditas dan pola
konsumsi yang akurat memberikan jaminan kecukupan ketersediaan
obat.
3) Bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemantauan obat tidak saja bermanfaat terhadap mutu pelayanan
dan upaya intervensi, tetapi juga sebagai sarana pembinaan bagi
kinerja tenaga kesehatan setempat.
4) Bagi Dinas Kesehatan Kab/Kota/Provinsi
Meningkatnya jumlah puskesmas yang telah menerapkan
penggunaan obat rasional dapat menjadi indikator keberhasilan
pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat.
Perhitungan

% Kabupaten/Kota yang menerapkan POR

%POR

atau

Indikator Peresepan terdiri dari:


1) Penggunaan antibiotika pada ISPA non pneumonia maksimal 20 %
Persentase penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia

Jika a ≤20%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah


100%
2) Penggunaan antibiotika pada Diare non Spesifik maksimal 8%
Persentase penggunaan Antibiotik pada Diare non Spesifik

Jika b ≤ 8%, maka persentase capaian indikator kinerja POR


adalah100%
3) Penggunaan injeksi pada Myalgia maksimal 1%
Persentasepenggunaan Injeksi pada Myalgia
Jika c ≤ 1%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah
100%
4) Rerata item obat yang diresepkan (untuk 3 penyakit tersebut di atas)
adalah maksimal 2,6
Rerata item obat (d)

• Jika d ≤ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR


adalah100%
• Jika d ≥ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah
0%

2. Analisis Akuntabilitas Kinerja


Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Pelayanan
Kefarmasian didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2017 dengan alokasi sebesar
Rp.19.705.281.000,- (Sembilan belas miliar tujuh ratus lima juta dua ratus
delapan puluh satu ribu Rupiah). Dalam pelaksanaan anggaran tahun
2017, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami 1 (satu) kali
efisiensi/penghematan. Efisiensi/penghematan dilakukan berdasarkan
Instruksi Presiden No.4 Tahun 2016, sehingga alokasi anggaran menjadi
sebesar Rp16.304.583.000,-(Enam belas miliar tiga ratus empat juta lima
ratus delapan puluh tiga ribu Rupiah).
Berdasarkan hasil efisiensi tersebut, realisasi anggaran Direktorat
Pelayanan Kefarmasian mencapai nilai 98,28% dengan capaian kinerja
berdasarkan rata-rata capaian indikator sebesar 101,85%. Berikut analisis
hasil capaian kinerja dibandingkan dengan realisasi anggaran setelah
efisiensi.
Gambar 11. Analisis Realisasi Anggaran dan Capaian
Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017

Dengan realisasi anggaran sebesar 98,28%, Direktorat Pelayanan


Kefarmasian mampu mencapai target capaian kinerja sebesar 101,85%.
Berikut pembahasan analisis capaian per indikator Direktorat Pelayanan
Kefarmasian:

a. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan


kefarmasian sesuai standar

KONDISI YANG DICAPAI:

Capaian indikator tahun 2017 adalah sebesar 50,01% dengan


target sebesar 50%, dimana pada tahun sebelumnya capaian
indikatornya adalah 45,39% dengan target sebesar 45%. Dari data
diatas tampak bahwa target indikator Persentase Puskesmas yang
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar pada tahun 2017
dan 2017 telah tercapai dengan analisa sebagai berikut:

1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian


sesuai standar mengalami kenaikan 4,62% dari tahun 2016 dengan
capaian 100,02% dan diharapkan tahun 2018 bisa mencapai target
55%;
2) Peningkatan realisasi indikator ini pada tahun kedua Renstra 2015 –
2019 menunjukkan hal yang positif dan diharapkan dapat mencapai
target indikator akhir di tahun 2019 yakni sebesar 60%.

Gambar 12. Grafik Capaian Indikator Persentase Puskesmas Yang


Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Pada Tahun 2017

120,00%

100,00%

80,00%

60,00%

40,00%

20,00%

0,00%
2015 2016 2017 2018 2019
Target 40,00% 45,00% 50,00% 55,00% 60,00%
Realisasi 40,01% 45,39% 50,01% 0,00% 0,00%
% Capaian 100,02% 100,86% 100,02% 0,00% 0,00%

Tabel 9. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan


Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2017

Capaian Tahun 2015 - 2019

Indikator 2015 2016 2017 2018 2019

Target 40% 45% 50% 55% 60%

Realisasi 40,01% 45,39% 50,01% - -

Persentase
100,02% 100,86% 100,02% - -
Capaian
PERMASALAHAN:

1) Masih banyak Puskesmas di Kabupaten/Kota yang belum


terintervensi karena akses yang terbatas.
2) Pelaksanaan Pelayanan kefarmasian sesuai standar membutuhkan
adanya petunjuk teknis yang lebih mendetail.

PEMECAHAN MASALAH:

1) Mengadvokasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk melakukan


monev mandiri kepada Puskesmas yang ada di wilayahnya dan
mengirimkan rekapan laporan ke Dinas Kesehatan Provinsi.
2) Penyusunan Petunjuk Teknis untuk Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas.
Kegiatan Pendukung Indikator:
1) Penyusunan Modul Pemantapan Pelayanan Kefarmasian di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian
dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Dalam melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian perlu meningkatkan
pengetahuan baik mencakup pengetahuan teoritis maupun
keterampilan teknis. Dibutuhkan adanya media yang dapat
membantu Apoteker dalam proses pembelajaran. Media tersebut
hendaknya dapat dengan mudah diakses, terkini dan bersifat
interaktif sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan
melibatkan Apoteker pelaksana pelayanan kefarmasian secara aktif.
Sehubungan dengan hal tersebut, Direktorat Pelayanan
Kefarmasian menyusun Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas. Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
merupakan buku Pedoman Pelatihan bagi Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian di Puskesmas dalam meningkatan mutu
pelayanan kefarmasian di puskesmas.
Penyusunan Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas ini dilakukan untuk menyamakan pemahaman mengenai
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dan untuk
merumuskan langkah-langkah tindak lanjut pelaksanaannya di
lapangan.

2) Perancangan Sistem Pengawasan Pelayanan Kefarmasian di


Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72, 73, 74
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Apotek, dan Puskesmas, pembinaan dan pengawasan
pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, selain
itu BPOM melaksanakan pengawasan terkait sediaan farmasi.
Pelaksanaan Pembinaan dan pengawasan tersebut melibatkan
beberapa instansi yang memerlukan koordinasi, kejelasan tugas dan
fungsi serta rincian tindak lanjut masing-masing instansi dalam
rangka perlindungan kepada masyarakat demi meningkatkan
keselamatan pasien.
Kompetensi tenaga pembina dan pengawas pada Dinas
Kesehatan Propinsi/ Kab/Kota sangat bervariasi, selain itu, pedoman
pelaksanaan binwas belum tersedia sehingga mempengaruhi
kualitas pembinaan dan pengawasan
Perlu dilakukan penyusunan pedoman pembinaan dan
pengawasan pelayanan kefarmasian.
3) Kajian penggunaan obat dalam mendukung upaya kendali mutu
dan kendali biaya di FKTP
Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 1 Januari
2014 menjadi tonggak reformasi pembiayaan kesehatan di
Indonesia. Pembiayaan kesehatan yang utama melalui out of pocket
bergeser ke pra upaya (prepayment system). Demikian pembayaran
fasilitas kesehatan dari pembayaran langsung saat menerima
pelayanan atau fee for services (retrospektif) ke pembayaran di
muka (prospektif), artinya risiko finansial semula berada pada
pungguna atau pembayar pelayanan kesehatan berpindah kepada
pemberi pelayanan (fasilitas) kesehatan.
Pembayaran fee for service mendorong fasilitas kesehatan
(faskes) memberi pelayanan (obat, tindakan, pemeriksaan)
berlebihan karena faskes tidak memiliki implikasi biaya. Sebaliknya,
pembayaran di muka mendorong faskes kurang memberikan
pelayanan yang memadai agar dapat meraup untung yang besar
atau tidak rugi. Pembayaran fee for services dan di muka berlaku
pada pembayaran fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) .
Kebijakan JKN menetapkan bahwa pembayaran FKTP yang
bekerjasama dengan BPJSK adalah pembayaran tarif kapitasi
(prospektif) untuk pelayanan rawat jalan termasuk obat. Sementara
pembayaran obat peserta yang menderita penyakit kronis di FKTP
dibayarkan oleh BPJS Kesehatan dengan FFS. Perbedaan
pembayaran ini dapat mendorong FKTP memberikan obat yang
berlebihan kepada pasien penyakit kronis yang disebut sebagai
pasien program rujuk balik (PRB) dan tidak memadai atau
kekurangan untuk pasien yang rawat jalan dengan pembayaran
kapitasi.
Pelayanan kesehatan kuratif JKN tidak akan berarti jika tanpa
obat di FKTP sehingga obat menjadi komponen esensial dalam
pelaksanaan JKN. Oleh karena itu, ketersediaan dan penggunaan
obat menjadi sangat krusial. Untuk itu, Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) menetapkan kebijakan Formularium Nasional (Fornas)
agar penggunaan obat lebih rasional sehingga pelayanan kesehatan
lebih bermutu dan efisien. Efisiensi dalam pembayaran kapitasi akan
menguntungkan bagi FKTP.
Namun, perubahan perilaku FKTP dalam penggunaan obat
belum diketahui selama implementasi JKN. Apakah perilakunya
sudah cukup berubah dalam peresepan yang rasional dan jenis obat
sesuai dengan penyakit serta sesuai dengan jenis obat yang
tercantum dalam Fornas? Informasi tentang penggunaan obat dan
kesesuaian dengan fornas menjadi informasi yang cukup penting
bagi pemangku kepentingan JKN di tingkat Nasional dalam upaya
perbaikan kebijakan kapitasi di FKTP umumnya dan obat di FKTP
khususnya.
Selain itu, faktor ketersediaan obat menjadi faktor krusial lainnya
dalam impelementasi JKN. Kajian yang dilakukan oleh Tim Nasional
Penangggulangan dan Pengurangan Kemiskinan (TNP2K) (2016)
menunjukkan bahwa ketersediaan obat di faskes JKN berhubungan
dengan faktor procurement, distributor, perencanaan, harga
obat,dan pembiayaan obat. Faktor pembiayaan (pembayaran BPJS
Kesehatan) tepat waktu kepada FKTP menjadi faktor utama
terhadap ketersediaan karena FKTP memiliki dana untuk
membeli/mengadakan obat di FKTPnya.
Dampak ketidaktersediaan obat di FKTP dapat berdampak
kepada dua aspek. Pertama, pasien/pengguna tidak mendapatkan
hak pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis seperti
kebutuhan medis obat tertentu. Sehingga pasien/peserta
mendapatka pelayanan yang tidak memenuhi mutu pelayanan
kesehatan dan FKTP melanggar Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional No 40 tahun 2004.
Kedua, FKTP akan meminta pasien/peserta untuk membeli obat-
obat yang tidak tersedia. Pembelian ini (out of pocket) melampau
proporsi tertentu penghasilan pasien terutama pasien penderita
penyakit kronis dapat berdampak kepada biaya katastropik.
Pengeluaran biaya rumah tangga katastropik bertentangan dengan
tujuan JKN untuk perlindungan finansial rumah tangga dari biaya
kesehatan katastropik sebagaimana disarankan oleh Badan
Kesehatan Dunia dalam pencapaian Universal Health Coverage
(WHO, 2010)
Berdasarkan kondisi ketersediaan dan penggunaan obat di FKTP
sebagaimana diuraian di atas, Kemenkes membutuhkan informasi
tersebut secara valid yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, sehingga rekomendasi kebijakan kepada Menteri Kesehatan
dan pemangku kepentingan lain berbasis fakta (evidence based).
Untuk itu, Direktorat Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan
menyelenggarakan Kajian Penggunaan dan Ketersediaan Obat di
FKTP.

4) Revisi Penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) 2015


Untuk Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Di
Fasilitas Kesehatan
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi
dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan
kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Konsep obat esensial merupakan pendekatan yang telah terbukti
paling bermanfaat untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau. Konsep ini diwujudkan dengan penyusunan
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), yang memilih obat yang
paling dibutuhkan dengan mempertimbangkan ratio manfaat
terhadap risiko maupun manfaat terhadap biaya. Hal ini telah
diamanahkan dalam Kebijakan Obat Nasional (yang diterbitkan)
pada tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Untuk menerapkan konsep obat esensial ini pemerintah telah
menerbitkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang
merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang paling
dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan
sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar
nasional minimal untuk pelayanan kesehatan. DOEN direvisi secara
berkala agar sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan dalam bidang kedokteran, farmasi, pola
penyakit, program kesehatan serta perbaikan status kesehatan
masyarakat. Sebelumnya DOEN direvisi setiap 3 tahun, namun
dengan adanya ketentuan baru dalam UU Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, maka untuk selanjutnya DOEN akan direvisi tiap
2 tahun.
b. Persentase Rumah Sakit yang melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian sesuai Standar

Kondisi yang dicapai:

Capaian indikator tahun 2017 adalah sebesar 57,40% dengan target


sebesar 55%. Berdasarkan perubahan renstra kementerian kesehatan
2017 – 2019, dari data diatas tampak bahwa target indikator persentase
puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
dan tahun 2017 telah tercapai dengan analisa sebagai berikut:

PERMASALAHAN:
1) Pelayanan kefarmasian belum dapat dilakukan secara optimal;
karena sering terjadi masalah kekosongan obat di Rumah Sakit.
PEMECAHAN MASALAH:
1) Diperlukan adanya pedoman perencanaan obat sehingga obat yang
akan digunakan tersedia pada saat dibutuhkan. Penyusunan
pedoman ini akan diajukan sebagai revisi kegiatan yang mendukung
kerangka regulasi nasional pada tahun 2018.
Gambar 13. Grafik Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit Yang
Melakukan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Pada Tahun 2017
Tabel 10. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang Melakukan
Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2017

Capaian Tahun 2015 – 2019


Indikator 2015 2016 2017 2018 2019
Target - 50% 55% 60% 65%

Realisasi - 56,02% 57,40% - -

Persentase
- 112,04% 104,36% - -
Capaian

Kegiatan Pendukung Indikator:


1) Penyusunan Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya teknologi informasi, pelayanan kefarmasian juga turut
berkembang. Saat ini obat yang beredar di pasaran dan banyak
diantaranya adalah obat non esensial. Meningkatnya jumlah obat
baru yang ditawarkan kepada dokter maupun Instalasi Farmasi RS
memerlukan kebijakan rumah sakit yang kuat serta instrumen yang
memadai dalam mengelola formularium rumah sakit.
Formularium rumah sakit yang tersedia hendaklah disusun
melalui proses penyusunan yang adekuat. Diperlukan pedoman
yang meliputi tahapan, proses serta alur kerja yang menjamin daftar
obat dalam formularium RS tidak berdasarkan kepentingan pihak
tertentu akan tetapi berdasarkan bukti ilmiah.
Diharapkan pemilihan obat yang masuk dalam Formularium
mengikuti kriteria yang jelas dan akurat, transparan dan akuntabel
sehingga menjamin penggunaan obat rasional.
Sebelumnya, pada tahun 2010 telah disusun Pedoman
Penyusunan Formularium RS pada tahun 2010, akan tetapi perlu
dilakukan penyempurnaan terkait degan telah keluarnya Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Pemberlakuan Formularium Nasional
dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Selain itu juga,
perlu ditambahkan proses yang terjadi dalam pengambilan
keputusan terkait jenis obat yang akan masuk atau keluar dari
Formularium RS.

2) Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian di RS dan Standar


Manajemen Penggunaan Obat
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional tidak saja bertujuan
meningkatkan akses tetapi juga meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan
akreditasi rumah sakit sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan yang berfokus kepada keselamatan pasien.
Pelayanan kefarmasian sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di
rumah sakit perlu ditingkatkan mutunya agar sesuai dengan standar
pelayanan kefarmasian dan standar yang berlaku pada akreditasi
terkait pelayanan obat, yaitu standar manajemen penggunaan obat.
Selama ini, upaya peningatan kapasitas SDM di rumah sakit
berjalan dengan inisiatif dari rumah sakit maupun Dinas Kesehatan
Propinsi/Kab/Kota, akan tetapi pelaksanaannya belum
menggunakan acuan yang sama dan bervariasi, baik materi serta
cakupan pelayanan. Akibatnya, mutu pelayanan antar rumah sakit
menjadi beragam serta dikhawatirkan terjadi ketimpangan antara
rumah sakit. Untuk itu diperlukan modul pelatihan yang menjadi
acuan dalam menyelenggarakan pelatihan.
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian di RS dan Standar
Manajemen Penggunaan Obat disusun sebagai panduan dalam
melaksanakan pelatihan pelayanan kefarmasian bagi apoteker.
Dengan adanya modul ini, diharapkan pelatihan yang diberikan
kepada tenaga kefarmasian di Rumah Sakit dapat lebih seragam,
sesuai dengan persyaratan akreditasi dan menghasilkan tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian sesuai dengan standar.

3) Analisis farmakoekonomi di 3 (tiga) rumah sakit dalam


mendukung upaya kendali mutu dan kendali biaya di RS
Dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional sejak tahun
2014, dengan terbatasnya anggaran yang tersedia, maka aspek
pengendalian mutu sekaligus biaya obat, menjadi salah satu hal
penting yang mendapatkan perhatian. Sehingga penerapan hasil
kajian farmakoekonomi dalam pemilihan dan penggunaan obat
secara efektif dan efisien sangat dibutuhkan, bukan hanya oleh
pemerintah, namun juga bagi industri, pendidikan, dan lain-lain. Ilmu
ini terutama berguna dalam proses pemilihan obat untuk
dicantumkan dalam Formularium Nasional yang menjadi acuan
penggunaan obat dalam JKN.
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam JKN meliputi
pelayanan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif termasuk
pelayanan obat dan bahan medis habis pakai. Dalam rangka
peningkatan penggunaan obat rasional, upaya pemerintah
diantaranya adalah menyusun Formularium Nasional sebagai acuan
penggunaan obat. Perlunya monitoring penggunaan obat mengingat
penggunaan obat yang tidak rasional akan meningkatkan biaya
kesehatan secara keseluruhan akibat timbulnya resistensi,
menurunnya outcome klinik serta perkembangan penyakit maupun
komplikasi penyakit. Selain itu, proporsi obat dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia disinyalir masih relatif tinggi, karena itulah
upaya monitoring penggunaan obat sangat signifikan dalam
pencapaian penggunaan obat rasional.
Monitoring penggunaan obat yang menggunakan desain studi
yang valid, tools yang sistematis, data yang akurat serta analisis
yang tajam akan menghasilkan informasi yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah, baik di pemberi layanan kesehatan tingkat
dasar maupun lanjutan
Pada saat ini, Indonesia membutuhkan banyak studi
Farmakoekomi dan HTA untuk memenuhi kebutuhan data dalam
negeri, yang sesuai dengan populasi dan pembiayaan di Indonesia.
Penggunaan obat khususnya dalam Jaminan Kesehatan Nasional
perlu dilakukan analisis farmakoekonomi untuk mengetahui rasio
antara biaya yang dikeluarkan dengan outcome yang dihasilkan.
Analisis ini terutama dibutuhkan untuk obat yang dinilai memiliki
efektifitas yang baik, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi.
Umumnya obat tersebut merupakan obat inovator. Terbatasnya data
Farmakoekonomi dari obat tersebut di Indonesia, menyebabkan obat
tersebut tidak memiliki bukti ilmiah yang cukup untuk dicantumkan
ke dalam Formularium Nasional.

4) Workshop Analisis Farmakoekonomi di Faskes


Pada saat ini, Indonesia membutuhkan banyak studi
farmakoekomi dan HTA untuk memenuhi kebutuhan data dalam
negeri, yang sesuai dengan populasi dan pembiayaan di Indonesia.
Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah melakukan analisis
farmakoekonomi di 3 (tiga) rumah sakit tahun 2016 yang hasilnya
telah diseminasikan pada stakeholder terkait. Hasil diseminasi ini
merupakan saran terhadap biaya obat yang cost effective di fasilitas
kesehatan.
Dalam rangka peningkatan pemahaman tentang pentingnya
melakukan analisis farmakoekonomi di fasilitas kesehatan dan
mensosialisasikan hasil kajian analisis farmakoekonomi yang telah
dilakukan pada tahun 2016, perlu diadakan workshop analisis
farmakoekonomi di fasilitas kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, maka kegiatan workshop analisis
farmakoekonomi di fasilitas kesehatan adalah kegiatan untuk
mensosialisasikan hasil analisis farmakoekonomi yang telah
dilakukan pada tahun 2016 dan pembentukan kesepakatan untuk
rumah sakit agar dapat melaksanakan analisis farmakoekonomi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk :
1. Untuk mensosialisasikan hasil kajian analisis farmakoekonomi
yang telah dilakukan tahun 2016
2. Untuk membuat kesepakatan dengan rumah sakit untuk
melaksanakan analisis farmakoekonomi
3. Untuk meningkatkan pengetahuan tetang farmakoekonomi
4. memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi apoteker agar
dapat mengetahui dan memahami ilmu Farmakoekonomi,
sehingga diharapkan dapat tercapai kendali mutu dan kendali
biaya dalam penggunaan obat dan Alkes dalam JKN

5) Penyusunan Revisi Formularium Nasional 2015 Dalam Rangka


Peningkatan Penggunaan Obat Rasional Sebagai Kendali Mutu
Dan Kendali Biaya Pada Pelayanan Kesehatan Di Era JKN
Fornas merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan yang
dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan
dalam rangka pelaksanaan JKN, digunakan sebagai acuan dalam
pelayanan kesehatan di seluruh faskes, baik FKTP maupun FKRTL.
Sesuai UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 40,
Fornas disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai
dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, maka dilaksanakan revisi terhadap
Fornas 2015.
Diharapkan Fornas dapat menjadi acuan bagi RS dan dan
fasyankes lanjutan dalam pelaksanaan JKN, menjadi acuan bagi
tenaga medis untuk menetapkan pilihan obat yang tepat, paling
efektif, aman, dengan harga yang terjangkau, dan juga
memudahkan perencanaan dengan penyedia obat di fasilitas
kesehatan sesuai kebutuhan. Selain itu diharapkan penerapan
Fornas dapat mendorong Penggunaan Obat Rasional di fasilitas
kesehatan yang pada akhirnya untuk mengoptimalkan pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien kepada masyarakat.

6) Pembuatan Aplikasi E-Fornas Dalam Rangka Mekanisme


Pembahasan Seleksi Obat Fornas Melalui Aplikasi Dekstop
Fornas
Dalam Era JKN saat ini Pelayanan kesehatan di Faskes Rujukan
menggunakan Sistem Indonesian Case Base Groups (INA CBG’s)
dan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan dasar menggunakan
sistem kapitasi agar anggaran pengobatan menjadi rasional, efisien,
dan efektif, namun proporsi obat dalam pelayanan kesehatan di
Indonesia disinyalir masih relatif tinggi, karena itulah para pengambil
kebijakan memerlukan suatu informasi teknis dan ilmiah tentang
obat-obat yang ada sebagai dasar penetapan daftar obat dalam
Formularium Nasional sehingga dapat tercapai penggunaan obat
rasional.
Informasi penggunaan obat tidak hanya didapatkan dengan
melakukan monitoring yang merupakan refleksi penggunaan obat di
fasyankes namun juga berdasarkan informasi ilmiah yang diperoleh
dari jurnal penelitian, hasil pembahasan bersama Tim Ahli serta
informasi teknis yang berasal dari Badan POM serta Direktorat Tata
Kelola Obat Publik dan Perbekkes, diharapkan dapat bermanfaat
untuk memotret pola pengobatan pada penyakit tertentu,
kecenderungan penggunaan obat tertentu, potret ketersediaan dan
pola distribusi obat serta pola penggunaan obat mahal yang secara
keseluruhan bermanfaat sebagai masukan bagi kebijakan obat di
Indonesia untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan Universal
Coverage.
Oleh karena itu, Direktorat Pelayanan Kefarmasian merasa perlu
untuk melaksanakan kegiatan pengembangan metode pembahasan
Formularium Nasional melalui sistem aplikasi dan terintegrasi
dengan database e-fornas.

c. Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas


Perhitungan capaian Indikator Penggunaan Obat Rasional
dilakukan berdasarkan rekapitulasi data capaian Penggunaan Obat
Rasional secara berjenjang mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi yang kemudian
dilaporkan ke Kementerian Kesehatan c.q. Direktorat Pelayanan
Kefarmasian setiap tiga bulan.

KONDISI YANG DICAPAI:

Capaian indikator tahun 2017 adalah sebesar 73,41% dengan target


sebesar 66%, dimana pada tahun sebelumnya capaian indikatornya
adalah 71,05% dengan target sebesar 64%. Dari data grafik dan tabel
capaian indikator tampak bahwa target indikator Persentase
Penggunaan Obat Rasional di Sarana Kesehatan Dasar Pemerintah
pada tahun 2015, 2016, dan 2017 telah tercapai dengan analisa
sebagai berikut:
1) Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas mengalami
kenaikan dari tahun 2016 dengan persentase capaian 111,21%;
2) Peningkatan realisasi indikator ini pada tahun ketiga Renstra 2015 –
2019 menunjukkan hal yang positif
3) Kemudian dilakukan penyempurnaan perhitungan sehingga terdapat
perubahan Indikator Penggunaan Obat Rasional untuk tahun 2017 –
2019 yaitu menjadi Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan
penggunaan obat rasional di Puskesmas. Kabupaten/Kota yang
menerapkan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas adalah
Kabupaten/Kota yang 20% Puskesmasnya memiliki nilai rerata
Penggunaan Obat Rasional minimal 60%. Target indikator
Penggunaan Obat Rasional tahun 2017 – 2019 secara berurutan
adalah 30%, 35%, dan 40%.

Gambar 14. Grafik Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat


Rasional Di Puskesmas Pada Tahun 2017

120.00%

100.00%

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%
2015 2016 2017 2018 2019
Target 62.00% 64.00% 66.00% 68.00% 70.00%
Realisasi 70.64% 71.05% 73.41% 0.00% 0.00%
% Capaian 113.94% 111.01% 111.21% 0.00% 0.00%
Tabel 11. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional Di
Puskesmas Pada Tahun 2017

Tahun 2015 – 2019


Capaian
Indikator 2015 2016 2017 2018 2019

Target 62% 64% 66% 68% 70%

Realisasi 70,64% 71,05% 73,41% - -

Persentase
113,94% 111,01% 111,21% - -
Capaian

Gambar 15. Capaian Indikator Persentase Kab/Kota Penggunaan


Obat Rasional Di Puskesmas Pada Tahun 2017

120.00%

100.00%

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%
2015 2016 2017 2018 2019
Target 30.00% 35.00% 40.00%
Realisasi 30.35% 0.00% 0.00%
% Capaian 101.17% 0.00% 0.00%
Tabel 12. Capaian Indikator Persentase Kab/Kota Penggunaan Obat
Rasional Di Puskesmas Pada Tahun 2017

Capaian Tahun 2015 - 2019


Indikator 2015 2016 2017 2018 2019
Target - - 30% 35% 40%

Realisasi - - 30,35% - -

Persentase
- - 101,17% - -
Capaian

PERMASALAHAN:

1) Belum tersusunnya petunjuk teknis pemantauan indikator kinerja


kegiatan (IKK) Penggunaan Obat Rasional tahun 2017-2019
dikarenakan baru dilakukan perubahan pada Renstra 2015 - 2019.

PEMECAHAN MASALAH:

1) Dilakukan penyusunan petunjuk teknis pemantauan indikator kinerja


kegiatan (IKK) POR Dit. Yanfar Tahun 2017-2019.

Kegiatan Pendukung Indikator:


1) Sosialisasi Kebijakan Direktorat Pelayanan Kefarmasian dalam
rangka Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa
CerMat)
Dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara tepat dan
benar, dilakukan upaya bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, pada tanggal 13 November
2015, Ibu Menteri Kesehatan RI telah mencanangkan Gerakan
Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat). Gerakan
ini merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan
kepedulian, kesadaran, dan pemahaman masyarakat dalam
menggunakan obat secara tepat dan benar.
Sosialisasi GeMa CerMat pada tahun 2017 dilaksanakan di 82
kabupaten/kota. 25 kegiatan dilaksanakan oleh Direktorat Pelayanan
Kefarmasian dan 57 kegiatan oleh Dinas Kesehatan Propinsi
menggunakan APBN Dekonsentrasi. Pada kegiatan sosialisasi ini
dilakukan pendekatan peningkatan penggunaan obat rasional
kepada apoteker sebagai agent of change GeMa CerMat beserta
kader masyarakat. Berikut jumlah apoteker dan kader masyarakat
yang telah diintervensi.

Tabel 13. Jumlah Apoteker Dan Peserta Kader Masyarakat Sosialisasi


Gema Cermat

Jumlah Jumlah
Jumlah Total
NO KABUPATEN/KOTA, PROVINSI Apoteker Peserta tanpa
Peserta
AoC AoC
1. Kabupaten Bantul, DIY 21 129 150
2. Kota Balikpapan, Kalimantan Timur 31 119 150
3. Kota Semarang, Jawa Tengah 23 127 150
4. Kota Gorontalo, Grorontalo 25 125 150
5. Kota Palembang, Sumatera Selatan 15 135 150
6. Kota Manado, Sulawesi Utara 29 121 150
7. Kota Tarakan, Kalimantan Utara 18 132 150
8. Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku 14 136 150
9. Kota Ternate, Maluku Utara 22 128 150
10. Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat 8 141 149
11. Kabupaten Belitung, Bangka Belitung 26 124 150
12. Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 23 127 150
13. Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara 27 118 145
14. Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat 26 274 300
15. Kota Jayapura, Papua 50 100 150
16. Kota Palopo, Sulawesi Selatan 30 120 150
17. Kabupaten Bandung, Jawa Barat 45 255 300
18. Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 25 275 300
19. Kabupaten Lumajang, Jawa Timur 48 135 183
20. Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan 36 264 300
21. Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat 38 262 300
22. Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur 21 279 300
23 Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat 33 117 150
24. Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara 17 283 300
25 Kota Tangerang, Banten 25 275 300
Total 676 4.301 4.977

2) Penyebaran Informasi Penggunaan Obat Rasional (POR)


Kepada Masyarakat Melalui Media Cetak
Kegiatan ini bertujuan mengajak masyarakat untuk bersikap cerdas
dalam menggunakan obat sehingga tercapai penggunaan obat yang
rasional, termasuk penggunaan antibiotik secara bijak oleh
masyarakat.

Gambar 16. Media Cetak Promosi Penggunaan Obat Rasional

3) Workshop “Peningkatan Pelayanan Kefarmasian dalam


Pengendalian Resistensi Antimikroba
Dalam rangka Indonesian Antibiotic Awareness Week 2017,
Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Ikatan Apoteker
melakukan serangkaian kegiatan. Salah satu kegiatan yaitu
Workshop “Peningkatan Pelayanan Kefarmasian dalam
Pengendalian Resistensi Antimikroba”pada tanggal 14 November
2017.

Gambar 17. Workshop “Peningkatan Pelayanan Kefarmasian


Dalam Pengendalian Resistensi Antimikroba”

Workshop dihadiri oleh 150 apoteker di wilayah Jabodetabek.


Dengan workshop ini diharapkan para apoteker dapat menjalankan
perannya sebagai edukator bagi masyarakat dalam hal penggunaan
antibiotik secara bijak.

Rangkaian Indonesian Antibiotic Awareness Week 2017,diikuti


dengan berbagai kegian yaitu Lomba Video Konsultasi Obat dan
Diskusi Telegram.
Gambar 18. Rangkaian Indonesian Antibiotic Awareness Week 2017

B. REALISASI ANGGARAN

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Pelayanan


Kefarmasian didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2017 dengan alokasi sebesar
Rp.19.705.281.000,- (Sembilan belas miliar tujuh ratus lima juta dua ratus
delapan puluh satu ribu Rupiah). Selama pelaksanaan kegiatan tahun 2017,
anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami beberapa kali
perubahan, baik perubahan akibat perpindahan anggaran antar Satuan Kerja
maupun akibat efisiensi/penghematan. Kemudian dalam pelaksanaan
anggaran tahun 2017, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami
1 (satu) kali efisiensi/penghematan. Efisiensi/penghematan yang pertama
melalui Instruksi Presiden No.4 Tahun 2016, sehingga alokasi anggaran
menjadi sebesar Rp16.304.583.000,-(Enam belas miliar tiga ratus empat juta
lima ratus delapan puluh tiga ribu Rupiah), dan diperoleh persentase realisasi
sebesar 98,28%.
Tabel 14. Realisasi Anggaran

No Indikator Kegiatan Pendukung Alokasi Anggaran Realisasi (%)


Kinerja Anggaran Realisasi
1 Puskesmas Penyusunan Modul 204.373.000 204.373.000 100
melaksanakan Pemantapan
pelayanan Pelayanan
Kefarmasian di
kefarmasian
Fasilitas Pelayanan
sesuai standar Kefarmasian
Penyusunan Juknis 171.462.000 171.462.000 100
Sistem Pengawasan
Pelayanan
Kefarmasian di
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Penyusunan 326.344.000 326.344.000 100
Pelayanan
Kefarmasian dalam
Jaringan (Online)

Penyusunan Daftar 130.280.000 130.280.000 100


Obat yang dapat
disediakan oleh
Dokter Mandiri
Penyusunan Review 298.060.000 298.060.000 100
Kualitas Pelayanan
Kefarmasian dalam
Kredensialing
Apotek
Penyusunan 220.426.000 220.426.000 100
Mekanisme
Penyesuaian Izin
Apotek Rakyat
Pendampingan 187.600.000 184.117.800 98,14
dalam Rangka
Sosialisasi NSPK
dan Program
Pertemuan Lintas 320.299.000 211.811.000 66,13
Sektor dalam
Rangka Sosialisasi
NSPK dan Program
Sosialisasi 138.790.000 138.790.000 100
Permenkes
Pelayanan
Kefarmasian
Rumah Sakit Review Data Efikasi 351.912.000 351.292.000 99,82
yang dan Keamanan Obat
dalam Formularium
No Indikator Kegiatan Pendukung Alokasi Anggaran Realisasi (%)
Kinerja Anggaran Realisasi
Melaksanakan Nasional
Pelayanan
Kefarmasian
Sesuai Standar
Penyediaan 352.724.000 346.599.000 98,05
Pedoman
Pelayanan
Kefarmasian
Penyusunan 67.066.000 67.066.000 100
Protokol
Implementasi
Analisis
Farmakoekonomi di
RS
Penyusunan CRF 60.659.000 60.659.000 100
Implementasi
Analisis
Farmakoekonomi di
RS
Analisa Data 818.940.000 818.940.000 100
Implementasi
Analisis
Farmakoekonomi di
RS
Bimbingan Teknis 374.700.000 374.700.000 100
Penyusunan
Protokol
Implementasi
Analisis
Farmakoekonomi di
RS
Kajian Biaya 1.241.690.000 867.239.945 77,51
Penggunaan Obat
dalam mendukung
Upaya Kendali Mutu
dan kendali Biaya di
FKTP
Konsultasi Analisis 50.000.000 50.000.000 100
Farmakoekonomi di
FKTP dan FKTL
Workshop Analisis 469.150.000 469.150.000 100
Farmakoekonomi di
Fasilitas Kesehatan
Revisi FORNAS 1.160.525.000 1.160.425.000 99,58
2015 dalalm Rangka
Peningkatan POR
No Indikator Kegiatan Pendukung Alokasi Anggaran Realisasi (%)
Kinerja Anggaran Realisasi
sebagai Kendali
Biaya Pada
Pelayanan
Kesehatan di Era
JKN
Revisi DOEN 2015 680.007.000 679.050.000 99,20
untuk meningktakan
POR di Fasilitas
Kesehatan
Koordinasi Lintas 131.376.000 131.376.000 99,88
Sektor dalam
Rangka Penguatan
Manajemen dan
Klinikal Farmasi di
Fasilitas Kesehatan
Kab/Kota yang Penyusunan Materi 134.634.000 134.634.000 100
Menerapkan POR untuk Publikasi
POR di Media Cetak dan
elektronik
Puskesmas
Penyusunan NSPK 100.000.000 100.000.000 100
Pedoman POR
Penyusunan Materi 70.210.000 70.210.000 100
Aplikasi Informasi
Obat Bagi
Masyarakat
Pembuatan Aplikasi 200.000.000 200.000.000 100
e-Fornas dalam
rangka Mekanisme
Pembahasan
Seleksi Obat
FORNAS Melalui
Aplikasi Desktop
FORNAS
Pembuatan Sistem 230.868.000 230.868.000 100
Aplikasi CRF
Advokasi pada 260.426.000 260.426.000 100
Perguruan Tinggi
dalam Rangka
Integrasi Materi
POR
Penyusunan 13.928.000 13.928.000 100
Pedoman
Penggunaan
Antibiotik
Evaluasi Model 334.688.000 333.552.000 99,25
Percontohan Gema
No Indikator Kegiatan Pendukung Alokasi Anggaran Realisasi (%)
Kinerja Anggaran Realisasi
Cermat di Kab/Kota
Sosialisasi 3.409.334.000 3.409.334.000 100
Kebijakan Dit.
Yanfar dalam
Rangka gema
Cermat
Paket edukasi 298.125.000 290.387.500 97,40
Gema Cermat
Implementasi e- 124.607.000 124.580.000 99,97
Fornas

C. SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia
Untuk mencapai kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian diperlukan
dukungan sumber daya manusia. Keadaan pegawai negeri sipil di
lingkungan Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada tahun 2017 berjumlah
36 orang PNS dengan rincian sebagaimana yang diuraikan pada tabel
berikut ini:
Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut jabatan
Menurut jabatan : Jumlah
a. Jabatan Struktural = 13 orang
b. Jabatan Fungsional = - orang
c. Adminkes = 16 orang
d. Bendahara = 1 orang
e. Perencana = 2 orang
f. Sekretaris = 1 orang
g. Pengolah data = 2 orang
h. Penata lap. keuangan = 1 orang
Gambar 19. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut
Jabatan

Menurut golongan : Jumlah


a. Golongan II = 1 orang
b. Golongan III = 24 orang
c. Golongan IV = 11 orang

Gambar 20. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut


Golongan
Menurut pendidikan : Jumlah
a. S2/Apoteker = 31 orang
b. S1 = 2 orang
c. D3 = 2 orang
d. SMA = 1 orang

Gambar 21. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut


Pendidikan

Menurut Jenis Kelamin: Jumlah


a. Pria = 10 orang
b. Wanita = 26 orang
Gambar 22. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian Menurut
Jenis Kelamin
2. Sarana dan Prasarana
Laporan perkembangan Barang Milik Negara Tahun Anggaran 2017
sebagai berikut :
a. BMN Intrakomptable
• Posisi awal (01 Januari 2017) : Rp. 4.596.190.017,-
• Penambahan : Rp. 1.371.479.659,-
• Pengurangan : Rp. 1.301.891.159,-
• Posisi akhir (31 Desember 2017) : Rp. 4.665.778.517,-
b. BMN Ekstrakomptable
• Posisi awal (1 Januari 2017) : Rp. 1.640.000,-
• Penambahan : Rp. 264.000,-
• Pengurangan : Rp. 264.000,-
• Posisi akhir (31 Desember 2017) : Rp. 1.640.000,-
• Akumulasi penyusutan : Rp. 1.640.000,-
c. BMN Gabungan Intra dan Ekstra
• Posisi awal (1 Januari 2017) : Rp. 4.597.830.017,-
• Penambahan : Rp. 1.371.743.659,-
• Pengurangan : Rp. 1.302.155.159,-
• Saldo akhir : Rp. 4.667.418.517,-
BAB IV. PENUTUP
Pelaksanaan pengukuran kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2017
dilakukan terhadap program kegiatan yang dilaksanakan selama tahun anggaran
2017 yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Pelayanan
Kefarmasian dan mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015 - 2019.

Berdasarkan laporan ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa Direktorat


Pelayanan Kefarmasian telah berhasil merealisasikan kegiatan yang merupakan
penjabaran dari program dan sasaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian dalam
pelaksanaan kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian dimanfaatkan untuk


bahan evaluasi kinerja Direktorat, penyempurnaan dokumen perencanaan,
pelaksanaan program dan kegiatan dan penyempurnaan berbagai kebijakan yang
diperlukan di masa yang akan datang.

Dalam rangka penyempurnaan Indikator Kinerja Kegiatan telah dilakukan


serangkaian pembahasan dalam proses revisi Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2015 – 2019 sehingga indikator sebelumnya yang terdiri dari beberapa
indikator komposit yakni “Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas”
diubah menjadi “Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan Penggunaan Obat
Rasional”, dan penambahan indikator “Persentase Rumah Sakit yang melaksanakan
Standar Pelayanan Kefarmasian sesuai standar”. Perubahan ini diharapkan menjadi
suatu terobosan untuk menyempurnakan perhitungan indikator, melakukan evaluasi
kinerja berikutnya dalam mencapai target sasaran peningkatan peningkatan
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional pada fasilitas pelayanan
kesehatan.
LAMPIRAN
REKAPITULASI LAPORAN INDIKATOR PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PROVINSI

Jumlah Jumlah Jumlah Kabupaten yang 20%


No Provinsi Kabupaten/ Kabupaten/ Puskesmasnya dengan Capaian
Kota Kota yg lapor POR minimal 60 %
1 NAD 23
2 SUMUT 33 12
3 SUMBAR 19
4 RIAU 12
5 KEP. RIAU 7 7
6 JAMBI 11 9
7 BENGKULU 10 9
8 SUMSEL 17 13
9 BABEL 7 7
10 LAMPUNG 15
11 BANTEN 8
12 JABAR 27
13 DKI JAKARTA 6 6 6
14 JATENG 35
15 DI JOGJAKARTA 5
16 JATIM 38
17 BALI 9 9
18 NTB 10 9
19 NTT 22 12
20 KALBAR 14
21 KALTENG 14
22 KALSEL 13 12 12
23 KALTIM 10
24 KALTARA 5 3
25 GORONTALO 6
26 SULUT 15 12
27 SULBAR 6 5
28 SULSEL 24
29 SULTENG 13 12 10
30 SULTRA 17 14
31 MALUKU 11
Jumlah Jumlah Jumlah Kabupaten yang 20%
No Provinsi Kabupaten/ Kabupaten/ Puskesmasnya dengan Capaian
Kota Kota yg lapor POR minimal 60 %
32 MALUT 10 8 7
33 PAPUA 29
34 PAPUA BARAT 13

Capaian Rumah sakit yang melalukan pelayanan kefarmasian sesuai standar tahun 2017

Tahun 2017

Triwulan I
488 56,48% 4
Triwulan II
493 56,80% 5
Triwulan III
498 57,11% 5
Triwulan IV
504 57,40% 6

PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DAN KONSELING YANG


TERDOKUMENTASI
TAHUN 2017
NO PROVINSI PUSKESMAS JUMLAH %
1 ACEH 339 299 88,20
2 SUMATERA UTARA 571 93 16,29
3 SUMATERA BARAT 264 106 40,15
4 RIAU 212 54 25,47
5 JAMBI 176 176 100,00
6 SUMATERA SELATAN 322 93 28,88
7 BENGKULU 180 81 45,00
8 LAMPUNG 291 235 80,76
9 BANGKA BELITUNG 62 55 88,71
10 KEPULAUAN RIAU 72 38 52,78
11 DKI JAKARTA 340 179 52,65
12 JAWA BARAT 1050 502 47,81
13 JAWA TENGAH 875 324 37,03
14 DI YOGYAKARTA 121 69 57,02
15 JAWA TIMUR 960 313 32,60
16 BANTEN 233 106 45,49
17 BALI 120 120 100,00
NO PROVINSI PUSKESMAS JUMLAH %
18 NUSA TENGGARA BARAT 158 149 94,30
19 NUSA TENGGARA TIMUR 371 121 32,61
20 KALIMANTAN BARAT 238 73 30,67
21 KALIMANTAN TENGAH 195 100 51,28
22 KALIMANTAN SELATAN 230 205 89,13
23 KALIMANTAN TIMUR 174 136 78,16
24 KALIMANTAN UTARA 49 21 42,86
25 SULAWESI UTARA 187 152 81,28
26 SULAWESI TENGAH 189 185 97,88
27 SULAWESI SELATAN 448 252 56,25
28 SULAWESI TENGGARA 269 186 69,14
29 SULAWESI BARAT 94 25 26,60
30 GORONTALO 93 93 100,00
32 MALUKU 199 74 37,19
33 MALUKU UTARA 127 85 66,93
34 PAPUA BARAT 151 14 9,27
35 PAPUA 394 59 14,97
TOTAL 9754 4878 50,01

Вам также может понравиться