Вы находитесь на странице: 1из 14

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN

PENGOBATAN TUBERKULOSIS (TB) PARU PADA PASIEN


PASCA PENGOBATAN DI PUSKESMAS DINOYO
KOTA MALANG
Yulinda Nur Maulidya
Endang Sri Redjeki
Erianto Fanani
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang
email: yulinmaulidya30@gmail.com

Abstract: Pulmonary tuberculosis (TB) become the most important health problem
in the world. However, seeing the large number of cases of illness and death form
TB, the disease can still be cured through treatment..The indicator used as a
treatment evaluation is the success rate of treatment, and there are many factors
that can influence the success of TB treatment. This study aims to determine the
factors that can influence the success of treatment seen from aspects of age,
education, income, type of treatment, knowladge, attitude of patients and the
presence or absence of drug supevisor (PMO) in patients with post-treatment
pulmonary TB in Puskesmas Dinoyo. This research is a case control study with 20
people in case group and 10 people in the control group. Tha case group is a
pulmonary TB patients who has been declared cured and the control group is a
pulmonary TB patients who otherwise not cured (failed, dropped out, stopped
treatment).Analysis using Kolmogorov Smirnov test and Fisher’s Exact test
indicates that patients attitude and presence/absence of drug supervisor (PMO)
have a significant relationship with successful treatment of pulmonary TB. While
age, education, income, type of treatment and knowledge have no significant
relationship with the successful treatment of pulmonary TB. Patients with a “good”
attitude have an opportunity to recover 4.3 times more than patients who have
“bad” or “good enough” attitudes. Patients who have drug supervisor (PMO) also
tend to have an opportunity to recover 13.5 times greater than patients who do not
have a drug supervisor (PMO)

Abstrak: Penyakit tuberkulosis (TB) paru menjadi masalah kesehatan yang paling
utama didunia. Namun, melihat banyaknya jumlah kasus kesakitan dan kematian
akibat TB, penyakit ini masih dapat disembuhkan melalui pengobatan. Indikator
yang digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka keberhasilan pengobatan,
dan ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan
TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan dilihat dari aspek usia, pendidikan,
penghasilan, tipe pengobatan, pengetahuan, sikap pasien serta ada/tidaknya
Pengawas Minum Obat (PMO) pada pasien TB paru pasca pengobatan di Puskesmas
Dinoyo. Penelitian ini berupa penelitian case control dengan 20 orang pada
kelompok kasus dan 10 orang pada kelompok kontrol. Kelompok kasus merupakan
pasien TB paru yang telah dinyatakan sembuh dan kelompok kontrol merupakan
pasien TB paru yang dinyatakan tidak sembuh (gagal, drop out, putus berobat).
Hasil analisis menggunakan uji kolmogorov smirnov dan uji fisher’s exact
menunjukkan bahwa sikap pasien dan ada/tidaknya PMO memiliki hubungan yang
signifikan dengan keberhasilan pengobatan TB paru. Sedangkan usia, pendidikan,
penghasilan, tipe pengobatan dan pengetahuan tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan keberhasilan pengobatan TB paru. Pasien yang memiliki sikap
yang “baik” memiliki kesempatan untuk sembuh 4,3 kali lipat daripada pasien yang
memiliki sikap “tidak baik” atau “cukup baik”. Pasien yang memiliki PMO juga
cenderung memiliki kesempatan untuk sembuh 13,5 kali lebih besar dibandingkan
pasien yang tidak memiliki PMO.
Kata Kunci: tuberkulosis (TB) paru, faktor resiko, keberhasilan pengobatan
Penyakit TB telah menjadi masalah Berdasarkan data angka kesembuhan
kesehatan yang paling utama di dunia. dan keberhasilan pengobatan TB BTA
Berdasarkan laporan World Health Positif di Indonesia tahun 2008-2014,
Organization (WHO) dalam Global dapat disimpulkan bahwa terdapat
Tuberculosis Report 2015, death rate penurunan angka keberhasilan
atau angka kematian yang disebabkan pengobatan pada tahun 2014
oleh penyakit TB didunia memang telah dibandingkan 6 tahun sebelumnya. Pada
menurun hingga sebesar 47% sejak tahun 2014 angka keberhasilan
tahun 1990 hingga tahun 2000. Namun, pengobatan sebesar 81,3%. WHO
pada tahun 2014 angka kejadian dan menetapkan standar angka keberhasilan
angka kematian yang disebabkan oleh pengobatan sebesar 85%. Dengan
TB masih sangat tinggi dan bahkan demikian pada tahun 2014, Indonesia
menjadi salah satu dari lima penyakit belum mencapai standar tersebut dan
yang mematikan pada wanita usia 20-59 harus memenuhi 3,7% target yang
tahun. Diperkirakan, jumlah penderita kurang. Sementara Kementerian
kasus TB sebesar 9,6 juta kasus, dimana Kesehatan menetapkan target Renstra
1,5 diantaranya meninggal akibat minimal 88% untuk angka keberhasilan
penyakit TB (WHO, 2015). pengobatan pada tahun 2014.
Berdasarkan laporan World Berdasarkan hal tersebut, capaian angka
Health Organization (WHO) dalam keberhasilan pengobatan tahun 2013
Global Tuberculosis Report 2015, yang sebesar 81,3% juga tidak
Indonesia merupakan salah satu dari 3 memenuhi target Renstra tahun 2014
negara yang memiliki Burden of Disease (Kemenkes RI, 2015).
jumlah kasus TB tertinggi di dunia Ada banyak faktor yang dapat
setelah China dan India. Diperkirakan mempengaruhi keberhasilan pengobatan
pada tahun 2014, jumlah kematian TB. Tinggi rendahnya TSR atau
akibat TB sebesar 100 ribu kasus atau Treatment Success Rate dipengaruhi
sekitar 41 kasus per 100.000 penduduk oleh beberapa faktor, antara lain; 1)
(bagi penderita TB tanpa HIV) dan 22 Faktor pasien: pasien tidak patuh minum
ribu kasus atau sekitar 8,5 per 100.000 obat anti TB (OAT), pasien pindah
penduduk (bagi penderita TB disertai fasilitas pelayanan kesehatan, dan TB
HIV) (WHO, 2015). nya termasuk yang resisten terhadap
Berdasarkan survey yang OAT. 2) Faktor pengawas minum obat
dilakukan oleh Kementrian Kesehatan (PMO): PMO tidak ada, PMO ada tapi
RI tentang cakupan penemuan kasus kurang memantau. 3) Faktor obat: suplai
penyakit TB Paru, diperoleh hasil bahwa OAT terganggu sehingga pasien
cakupan penemuan semua kasus TB di menunda atau tidak meneruskan minum
Indonesia pada tahun 2014 adalah obat, dan kualitas OAT menurun karena
sebesar 285.254 kasus. Sedangkan penyimpanan tidak sesuai standar
jumlah kasus baru TB Paru BTA Positif (Kemenkes RI, 2014).
adalah sebesar 176.677 kasus. Di Kota Malang, jumlah
Prosentase CDR atau Case Detection penderita TB meningkat dari tahun 2015
Rate kasus TB di Indonesia ini adalah hingga tahun 2016. Hingga akhir tahun
sebesar 70,08% (Kemenkes RI, 2015). 2015, jumlah penderita TB yang tercatat
Salah satu upaya untuk mencapai 1.368 penderita sedangkan
mengendalikan dan menanggulangi pada triwulan ketiga tahun 2016
banyaknya penderita TB yaitu dengan meningkat menjadi 1.382 penderita
pengobatan. Indikator yang digunakan (Dinkes Kota Malang, 2016).
sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka
keberhasilan program (success rate).
Angka keberhasilan pengobatan ini
dibentuk dari angka kesembuhan (cure
rate) dan angka pengobatan lengkap.
Berdasarkan survey awal yang faktor-faktor apasajakah yang dapat
dilakukan oleh peneliti, Puskesmas mempengaruhi keberhasilan pengobatan
Dinoyo merupakan salah satu TB di Puskesmas Dinoyo. Dengan
puskesmas dengan jumlah penderita TB harapan, peneliti dapat memberikan
tertinggi di Kota Malang. Berdasarkan pengetahuan dan manfaat pada berbagai
data yang diperoleh, diketahui bahwa pihak termasuk pihak pemberi layanan
pada tahun 2015, jumlah penderita TB
kesehatan dan penderitanya. Maka dari
sebanyak 81 pasien dengan 58
diantaranya merupakan pasien TB Paru. itu, peneliti ingin melakukan penelitian
Sedangkan pada tahun 2016 jumlah analitik observasional yang berjudul
penderita TB adalah 80 orang dengan 66 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
diantaranya merupakan pasien TB Paru. Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis
Angka kesembuhan di Puskesmas (TB) Paru pada Pasien Pasca
Dinoyo ini terhitung sekitar 72% dari Pengobatan di Puskesmas Dinoyo Kota
total seluruh pasien di tahun 2016. Malang.
Berdasarkan data tersebut,
peneliti ingin melihat gambaran terkait

METODE
Desain penelitian yang penelitian ini. Instrumen penelitian
digunakan adalah analitik observasional yang digunakan adalah kuisioner
dengan pendekatan penelitian case penelitian yang telah diuji reliabilitas
control. Populasi dalam penelitian ini dan validitasnya, serta rekam medis
terdiri dari populasi kasus dan populasi pasien TB Puskesmas Dinoyo.
kontrol. Populasi kasus merupakan Penelitian ini dilaksanakan di wilayah
pasien TB paru yang telah dinyatakan kerja Puskesmas Dinoyo selama 2 bulan,
sembuh pada tahun 2016 di Puskesmas yaitu bulan Februari-Maret 2017.
Dinoyo, yaitu sebanyak 34 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
Sedangkan populasi kontrol merupakan membagikan instrumen penelitian yang
pasien TB paru yang dinyatakan tidak berupa kuisioner pada masing-masing
sembuh (gagal, drop out, putus berobat) responden. Analisis data yang digunakan
selama tahun 2016 di Puskesmas adalah analisis univariat dan analisis
Dinoyo, yaitu sebanyak 10 orang. bivariat menggunakan uji kolmogorov-
Teknik sampling yang digunakan adalah smirnov dan uji fisher’s exact dengan
total sampling, sehingga seluruh aplikasi SPSS vw 16.
populasi dijadikan sebagai sampel dalam

HASIL
Karakteristik Responden
alamat tidak jelas) maka jumlah akhir
Responden dalam penelitian ini yang berhasil menjadi responden dalam
berjumlah 44 pasien. Jumlah responden penelitian ini adalah; responden kasus
kasus adalah sebanyak 34 pasien, dan sebanyak 20 orang dan responden
jumlah responden kontrol adalah kontrol sebanyak 10 orang. Berikut
sebanyak 10 pasien. Namun, karena satu adalah karakteristik responden dalam
dan lain hal (tidak bersedia menjadi penelitian ini:
responden, pindah tempat tinggal, dan
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Total
Jenis Kelamin Sembuh Tidak Sembuh Total
N % N % N %
Laki-laki 9 45% 6 60% 15 50%
Perempuan 11 55% 4 40% 15 50%
Total 20 100% 10 100% 30 100%

Berdasarkan hasil penelitian 55% sedangkan pada kelompok kontrol


diperoleh data responden berdasarkan (pasien tidak sembuh) lebih banyak ada
jenis kelamin, pada kelompok kasus pada pasien berjenis kelamin laki-laki
(pasien sembuh) yang berjenis kelamin yaitu sebanyak 6 orang atau 60%.
perempuan yaitu sebanyak 11 orang atau

Usia

Tabel 2. Tabulasi Silang Usia dengan Keberhasilan Pengobatan TB Paru


Keberhasilan Pengobatan TB Paru
Usia Sembuh Tidak Sembuh Total P value
N % N % N %
15-19 tahun 1 5% 1 0% 2 7%
20-24 tahun 6 30% 4 60% 10 33%
25-29 tahun 2 10% 2 20% 4 13%
30-34 tahun 2 10% 1 0% 3 10%
35-39 tahun 1 5% 1 0% 2 7%
40-44 tahun 1 5% 0 0% 1 3%
0,775
45-49 tahun 2 10% 0 0% 2 7%
50-54 tahun 0 0% 1 20% 1 3%
55-59 tahun 2 10% 0 0% 2 7%
60-64 tahun 1 5% 0 0% 1 3%
> 64 tahun 2 10% 0 0% 2 7%
Total 20 100% 10 100% 30 100%

Berdasarkan tabel diatas, dapat sebanyak 4 orang (60%). Berdasarkan


terlihat bahwa baik pada kelompok hasil analisis menggunakan uji
kasus (pasien sembuh) maupun kolmogorov-smirnov diperoleh nilai p
kelompok kontrol (pasien tidak sembuh) value (0,775) > α (0,05) sehingga dapat
mayoritas responden berada pada diinterpretasikan bahwa tidak ada
kategori usia 20-24 tahun. Yaitu hubungan antara usia dengan
sebanyak 6 (30%) orang pada kelompok keberhasilan pengobatan TB paru di
kasus, dan pada kelompok kontrol Puskesmas Dinoyo.
Pendidikan

Tabel 3. Tabulasi Silang Pendidikan dengan Keberhasilan Pengobatan TB Paru


Keberhasilan Pengobatan TB Paru
Pendidikan Sembuh Tidak Sembuh Total P value
N % N % N %
Tidak Menempuh Jenjang
Pendidikan Formal 1 5% 0 0% 1 3%
SD/MI/Paket A 6 30% 1 10% 7 23%
SMP/MTs/Paket B 2 10% 2 20% 4 13% 0,645
SMA/MA/SMK/Paket C 7 35% 6 60% 13 43%
Diploma/Perguruan Tinggi 4 20% 1 10% 5 17%
Total 20 100% 10 100% 30 100%

Berdasarkan hasil tabulasi sebanyak 7 orang (35%) dan pada


diketahui bahwa baik pada kelompok kelompok kontrol (tidak sembuh)
kasus (pasien sembuh) maupun pada sebanyak 6 orang (60%). Hasil analisis
kelompok kontrol (pasien tidak sembuh) menggunakan uji kolmogorov-smirnov
sebagian besar responden (43%) diperoleh nilai p value (0,645) > α (0,05)
memiliki pendidikan formal terakhir sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
hingga SMA/MA/SMK/ Paket C. Dari tidak ada hubungan antara pendidikan
ke 13 responden (43%) yang dengan keberhasilan pengobatan TB
berpendidikan SMA/MA/SMK/ Paket C, paru di Puskesmas Dinoyo.
pada kelompok kasus (sembuh)

Penghasilan

Tabel 4. Tabulasi Silang Tingkat Penghasilan dengan Keberhasilan Pengobatan TB Paru


Total
Tingkat Penghasilan Sembuh Tidak Sembuh Total P value
N % N % N %
< Rp. 1.500.000 15 75% 8 80% 23 77%
Rp. 1.500.000 sd Rp. 2.500.000 0 0% 1 10% 1 3%
Rp. 2.500.000 sd Rp. 3.500.000 2 10% 1 10% 3 10% 0,387
> Rp. 3.500.000 3 15% 0 0% 3 10%
Total 20 100% 10 100% 30 100%

Berdasarkan hasil tabulasi pada kelompok kontrol (tidak sembuh)


diketahui bahwa baik pada kelompok sebanyak 8 orang (80%). Hasil uji
kasus (pasien sembuh) maupun pada mengguakan uji kolmogorov-smirnov
kelompok kontrol (pasien tidak sembuh) diperoleh nilai p value (0,387) > α (0,05)
sebagian besar responden (77%) sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
berpenghasilan rendah (< Rp. tidak ada hubungan antara tingkat
1.500.000). Dari ke 23 responden (77%) penghasilan dengan keberhasilan
yang memiliki tigkat penghasilan rendah pengobatan TB paru di Puskesmas
(< Rp. 1.500.000) pada kelompok kasus Dinoyo.
(sembuh) sebanyak 15 orang (75%) dan
Tipe Pengobatan

Tabel 5. Tabulasi Silang Tipe Pengobatan dengan Keberhasilan Pengobatan TB Paru


Keberhasilan Pengobatan TB Paru
Tipe Pengobatan Sembuh Tidak Sembuh Total P value
N % N % N %
Kategori I 17 85% 7 70% 24 80%
Kategori II 3 15% 3 30% 6 20% 0,306
Total 20 100% 10 100% 30 100%

Berdasarkan hasil tabulasi orang (85%) dan yang dikatakan tidak


diketahui bahwa baik pada kelompok sembuh sebanyak 7 orang (70%). Hasil
kasus (pasien sembuh) maupun uji menggunakan uji fisher’s exact
kelompok kontrol (pasien tidak sembuh) diperoleh nilai p value (0,306) > α (0,05)
sebagian besar responden (80%) sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
mendapatkan tipe pengobatan kategori I. tidak ada hubungan antara tipe
Dari ke 24 responden (80%) yang pengobatan dengan keberhasilan
mendapatkan tipe pengobatan kategori I, pengobatan TB paru di Puskesmas
yang dinyatakan sembuh sebanyak 17 Dinoyo.

Pengetahuan

Tabel 6. Tabulasi Silang Pengetahuan dengan Keberhasilan Pengobatan TB Paru


Keberhasilan Pengobatan TB Paru
Pengetahuan Sembuh Tidak Sembuh Total P value
N % N % N %
Cukup Baik 3 15% 5 50% 8 27%
Baik 17 85% 5 50% 22 73% 0,078
Total 20 100% 5 100% 30 100%

Berdasarkan hasil tabulasi (85%) dan yang yang dinyatakan tidak


diketahui bahwa baik pada kelompok sembuh adalah sebanyak 5 orang (50%).
kasus (pasien sembuh) maupun pada Hasil analisis menggunakan uji fisher’s
kelompok kontrol (pasien tidak sembuh) exact diperoleh nilai p value (0,078) > α
sebagian besar responden (73%) (0,05) sehingga dapat diinterpretasikan
dinyatakan memiliki pengetahuan yang bahwa tidak ada hubungan antara
“baik”. Dari 22 responden (73%) pengetahuan dengan keberhasilan
tersebut yang berhasil dinyatakan pengobatan TB paru di Puskesmas
sembuh adalah sebanyak 17 oarng Dinoyo.
Sikap Pasien

Tabel 7. Tabulasi Silang Sikap Pasien dengan Keberhasilan Pengobatan TB Paru


Keberhasilan Pengobatan TB Paru
Sikap Pasien Sembuh Tidak Sembuh Total P value OR (95% IK)
N % N % N %
Cukup Baik 0 0% 4 40% 4 13%
4,333
Baik 20 100% 6 60% 26 87% 0,008
(2,148-8,742)
Total 20 100% 10 100% 30 100%

Berdasarkan hasil tabulasi fisher’s exact diperoleh nilai p value


diketahui bahwa baik pada kelompok (0,008) < α (0,05) sehingga dapat
kasus (pasien sembuh) maupun pada diinterpretasikan bahwa ada hubungan
kelompok kontrol (pasien tidak sembuh) antara sikap pasien dengan keberhasilan
mayoritas responden (87%) dinyatakan pengobatan TB paru di Puskesmas
memiliki sikap yang “baik” saat Dinoyo. Sedangkan besar resiko bagi
menjalani pengobatan. Dari 26 pasien yang memiliki sikap yang “baik”
responden (87%) tersebut, yang berhasil selama menjalani pengobatan adalah
dinyatakan sembuh adalah sebanyak 20 4,333 kali lebih besar untuk sembuh
responden (100%) dan yang dinyatakan dibandingkan dengan pasien yang
tidak sembuh adalah sebanyak 6 orang memiliki sikap “kurang baik” maupun
(60%). Hasil analisis menggunakan uji “cukupbaik”..

Ada/Tidaknya PMO

Tabel 8. Tabulasi Silang Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Keberhasilan Pengobatan
TB Paru
Pengawas Keberhasilan Pengobatan TB Paru
P OR (95%
Minum Obat Sembuh Tidak Sembuh Total value IK)
(PMO) N % N % N %
Ada 18 90% 4 40% 22 73% 13,5
Tidak Ada 2 10% 6 60% 8 27% 0,026 (1,955-
93,246)
Total 20 100% 10 100% 30 100%

Berdasarkan hasil tabulasi dinyatakan tidak sembuh. Hasil analisis


diketahui bahwa pada kelompok kasus menggunakan uji fisher’s exact
(pasien sembuh) sebagian besar diperoleh nilai p value (0,026) < α (0,05)
responden yaitu sebanyak 22 orang sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
(73%) menyatakan memiliki PMO, ada hubungan antara ada/tidaknya
sedangkan pada kelompok kontrol Pengawas Minum Obat (PMO) dengan
(pasien tidak sembuh) sebagian besar keberhasilan pengobatan TB paru di
menyatakan tidak memiliki PMO yaitu Puskesmas Dinoyo. Sedangkan besar
sebanyak 6 orang (60%). Dari 22 orang resiko bagi pasien yang memiliki PMO
(73%) yang menyatakan memiliki PMO, adalah 13,5 kali lebih besar untuk
18 orang diantaranya berhasil sembuh dibandingkan pasien yang tidak
dinyatakan sembuh, sedangkan 4 sisanya memiliki PMO.
PEMBAHASAN
Hubungan Pendidikan dengan
Hubungan Usia dengan Keberhasilan Keberhasilan Pengobatan TB Paru
Pengobatan TB Paru
Hasil penelitian menunjukkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan keberhasilan
usia dengan keberhasilan pengobatan pengobatan TB paru di Puskesmas
TB paru di Puskesmas Dinoyo. Hasil Dinoyo. Hasil ini didasarkan pada uji
ini didasarkan pada uji kolmogorov- kolmogorov-smirnov yang diperoleh
smirnov yang diperoleh p value p value (0.645) (dimana lebih besar
(0,775) (yang lebih besar dari α dari α 0,05).
0,05).
Hasil penelitian ini sesuai
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2009) yang
oleh Diana (2014) yang menyatakan menyatakan bahwa tidak ada
bahwa tidak ada hubungan antara hubungan antara tingkat pendidikan
umur dengan kepatuhan berobat dengan kesembuhan penderita TB
pasien TB. Hasil penelitian paru (Kholifah, 2009:66). Penelitian
menunjukkan bahwa p value (0,948) lain yang dilakukan oleh Harnanik
> α (0,05) (Diana, 2014: 247). (2014) juga menyatakan bahwa tidak
ada hubungan antara pendidikan
Kemenkes RI (2014) dengan keberhasilan pengobatan TB
menyatakan bahwa sekitar 15,49% paru, didasarkan pada hasil analisis p
pasien TB paru adalah kelompok value (0,056) (lebih besar dari α
usia yang termasuk usia produktif 0,05) (Harnanik, 2014).
secara ekonomis, yaitu 15-24 tahun
(Kemenkes RI, 2014). Usia produktif Berdasarkan hasil penelitian
merupakan masa yang berperan yang didapatkan oleh peneliti,
penting dimana mereka cenderung mayoritas responden menganggap
sering keluar rumah dan bahwa penyakit TB paru merupakan
penyakit yang berbahaya dan
memudahkan proses penularan TB
menakutkan, sehingga baik
paru (Tirtana, 2011). Namun jika
responden yang bersekolah hingga
dibandingkan dengan hasil dari SD maupun yang berpendidikan
penelitian diatas, usia bukanlah satu- hingga lulus SMA atau perguruan
satunya alasan atau faktor seseorang tinggi, mereka merasa terdorong
terkena penyakit tuberkulosis, juga untuk memeriksakan diri ke fasilitas
bukan merupakan satu-satunya faktor pelayanan kesehatan dan menjalani
yang berpengaruh pada keberhasilan pengobatan selama 6-8 bulan. oleh
pengobatan. Sehingga dapat sebab itu, pada dasarnya tingkat
disimpulkan bahwa berapapun usia pendidikan seseorang tidak
pasien, tetap mempunyai kesempatan berpengaruh secara langsung
untuk sembuh jika didukung oleh terhadap keberhasilan pengobatan
kepatuhan minum obat dan menjalani TB paru.
pengobatan.
Hubungan Tingkat Penghasilan Hubungan Tipe Pengobatan
dengan Keberhasilan Pengobatan dengan Keberhasilan Pengobatan
TB Paru TB Paru
Hasil penelitian menunjukkan Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara bahwa tidak ada hubungan antara
tingkat penghasilan dengan tipe pengobatan dengan keberhasilan
keberhasilan pengobatan TB paru di pengobatan TB paru di Puskesmas
Puskesmas Dinoyo. Hasil ini Dinoyo. Hasil ini didasarkan pada uji
didasarkan pada uji kolmogorov fisher’s exact yang diperoleh nilai p
smirnov yang diperoleh p value value (0,306) (dimana lebih besar
(0,387) (dimana lebih besar dari α dari α 0,05).
0,05). Hasil penelitian ini sesuai
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2009), yang
oleh Nurna (2015) yang menyatakan menyatakan bahwa tidak ada
bahwa tidak ada hubungan antara hubungan antara riwayat pengobatan
tingkat pendapatan penderita TB (tipe pengobatan) dengan
paru dengan kepatuhan kesembuhan penderita TB paru
memeriksakan dahak selama (Kholifah, 2009:70). Klasifikasi tipe
menjalani pengobatan yang pengobatan ditentukan untuk
didasarkan pada analisis p value panduan OAT atau panduan minum
(0,48) > α (0,05) (Nurna, 2015:127). obat. Berdasarkan panduan kategori
Penelitian yang dilakukan oleh Dhina OAT, kategori I memerlukan waktu
Nurlita (2015) juga menyatakan hasil 6 bulan pengobatan dan kategori II
yang sama, yaitu tidak ada hubungan memerlukan waktu 8 bulan
antara penghasilan dengan pengobatan dengan dosis obat yang
kesembuhan penderita TB paru. berbeda-beda (Kemenkes RI, 2014:
Didukung dengan nilai p value 24-25) untuk menjamin kesembuhan
(0,059) (dimana lebih besar dari α selama periode pengobatan, obat
0,05). Dalam penelitian ini harus diminum dan penderita diawasi
disebutkan bahwa pada dasarnya secara ketat oleh Pengawas Minum
pengobatan tuberkulosis merupakan Obat (PMO) baik dari teman maupun
program penanggulangan penyakit keluarga agar terjamin kepatuhan
secara nasional sehingga biaya yang penderita dalam minum obat
dikeluarkan tidak besar, dan akses (Fachmi, 2004 dalam Kholifah,
menuju pelayanan kesehatan juga 2009: 80-81).
tidak menjadi masalah, sehingga baik Pada dasarnya setiap penderita
pasien dengan tingkat penghasilan TB memiliki kesempatan yang sama
yang rendah maupun pasien dengan untuk sembuh setelah menjalani
tingkat penghasilan yang tinggi sama pengobatan baik pada pasien kategori
sama memiliki kesempatan untuk I maupun pasien kategori II, selama
dapat mengakses pengobatan dengan pasien selalu patuh dalam
baik (Nurlita, 2015:146). mengonsumsi OAT dan dalam
menjalani pengobatan. Sehingga dari
beberapa hasil penelitian diatas dapat
disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara tipe pengobatan
dengan keberhasilan pengobatan TB value (0,008) (dimana kurang dari α
paru. 0,05), dan meningkatkan resiko
sebesar 4,33 kali lipat untuk sembuh
Hubungan Pengetahuan dengan apabila memiliki sikap yang “baik”
Keberhasilan Pengobatan TB Paru selama menjalani pengobatan (IK
Hasil penelitian menunjukkan 95% OR = 2,148-8,742).
bahwa tidak ada hubungan antara Hasil penelitian ini didukung
pengetahuan dengan keberhasilan oleh penelitian terkait yang
pengobatan TB paru di Puskesmas dilakukan oleh Kholifah (2009) yang
Dinoyo. Hasil ini didasarkan pada uji menyatakan bahwa penderita TB
fisher’s exact yang diperoleh nilai p paru yang mempunyai sikap cukup
value (0,078) (dimana lebih besar dan baik (97,4% responden) berhasil
dari α 0,05). menjalani pengobatan hingga
Hasil penelitian ini sesuai dinyatakan sembuh. Sedangkan
dengan penelitian yang dilakukan responden yang mempunyai sikap
oleh Diana (2014) yang menyatakan kurang baik selama menjalani
bahwa tidak ada hubungan antara pengobatan memiliki resiko 11,483
pengetahuan dengan kepatuhan kali untuk tidak sembuh
berobat pasien TB. Hasil analisis dibandingkan responden yang
menyatakan nilai p value (0,619) > α mempunyai sikap cukup dan baik
(0,05) (Diana, 2014:247). Didukung selama menjalani pengobatan
dengan penelitian terdahulu yang (Kholifah, 2009: 75-76).
dilakukan oleh Nurmala (2002) yang Berdasarkan teori yang dikemukakan
menyatakan bahwa pengetahuan oleh M. Hariwijaya, dkk (2007)
responden tidak berpengaruh dalam Kholifah (2009), penyakit
terhadap keberhasilan program tuberkulosis pada dasarnya dapat
penanggulangan TB paru, dimana disembuhkan secara tuntas apabila
nilai p value (0,284) juga lebih dari α pasien/penderita selalu mengikuti
(0,05). Disebukan didalamnya bahwa anjuran dan arahan dari tenaga
hal yang diduga menjadi penyebab kesehatan untuk minum obat secara
tidak adanya pengaruh antara teratur dan rutin sesuai dengan dosis
pengetahuan terhadap kesembuhan yang dianjurkan, serta mengonsumsi
pasien adalah karena pengetahuan makanan yang bergizi cukup untuk
pasien tidak ditindak lanjuti dengan meningkatkan daya tahan tubuh
sikap. Hal ini berarti semakin tinggi pasien (Kholifah, 2009: 66-67).
atau rendahnya pengetahuan Hasil penelitian lain yang
penderita, tidak mempengaruhi mendukung adalah penelitian yang
kesembuhannya (Nurmala, 2002:46- dilakukan oleh Okanurak (2008)
47). yang mengaitkan antara tingkat
pengetahuan dan sikap pasien
Hubungan Sikap Pasien dengan terhadap keberhasilan pengobatan
Keberhasilan Pengobatan TB Paru tuberkulosis. Okanurak (2008)
Hasil penelitian menunjukkan menyatakan bahwa tingkat
bahwa ada hubungan antara sikap pengetahuan pasien terkait penyakit
pasien dengan keberhasilan TB berkonstribusi pada keberhasilan
pengobatan TB paru di Puskesmas pengobatan. Pengetahuan yang baik
Dinoyo. Hal ini didasarkan pada uji dibutuhkan untuk merubah sikap
fisher’s exact yang diperoleh nilai p
seseorang terhadap sesuatu. Sikap ini Sormin, dkk (2014) mengaitkan
dapat mempengaruhi intensi antara peranan PMO terhadap
seseorang untuk berperilaku lebih kepatuhan minum obat. Hasil analisis
baik. Sehingga secara tidak langsung menunjukkan bahwa peran PMO
sikap pasien dalam hal ini juga yang baik dapat berpengaruh pada
mempengaruhi keberhasilan kepatuhan berobat penderita TB paru
pengobatan TB paru (Okanurak, (Sormin, 2014). Didukung oleh
2008:1163). penelitian yang dilakukan oleh
Muniroh. N, dkk (2012) yang
Hubungan Ada/Tidaknya PMO menyatakan bahwa ada hubungan
dengan Keberhasilan Pengobatan antara kepatuhan minum obat dengan
TB Paru kesembuhan TB paru. Dalam
Hasil penelitian menunjukkan penelitian ini disebutkan bahwa
bahwa ada hubungan antara semua penderita secara teoritis dapat
ada/tidaknya PMO dengan sembuh dari TB paru, asalkan rajin
keberhasilan pengobatan TB paru di dan patuh dalam mengonsumsi obat
Puskesmas Dinoyo. Hal ini sampai fase pengobatan selesai
didasarkan pada uji fisher’s exact dijalankan (Muniroh, 2012:38).
yang diperoleh nilai p value (0,026) Secara keseluruhan dapat
(dimana kurang dari α 0,05). Besar disimpulkan bahwa pasien yang
resiko bagi pasien yang memiliki memiliki PMO cenderung lebih
PMO adalah 13,5 kali lebih besar teratur dalam minum obat dan patuh
untuk sembuh dibandingkan pasien dalam menjalani pengobatan. Dalam
yang tidak memiliki PMO (IK 95% hal ini peran PMO yang dapat
OR = 1,955-93,246). menjalankan tugasnya dengan baik
Hal ini sesuai dengan teori sangat berpengaruh dalam
yang dikemukakan oleh M. keberhasilan pengobatan TB paru.
Hariwijaya dan Sutano (2007) dalam
Kholifah (2009) bahwa untuk
menjamin keteraturan dalam KESIMPULAN
meminum obat dan dalam menjalani 1. Kejadian kasus TB paru yang
pengobatan diperlukan seorang PMO diteliti sebanyak 30 responden
(Kholifah, 2009:83). Penelitian yang dengan distribusi karakteristik
dilakukan oleh Ma’arif (2012) juga rata-rata pada kelompok usia 20-
menyatakan bahwa kecenderungan 24 tahun sebanyak 10 orang
semakin baik peran PMO maka (33%), tingkat pendidikan
keberhasilan pengobatan semakin formal terakhir mayoritas pada
meningkat dan sebaliknya apabila jenjang SMA/MA/SMK/Paket C
semakin buruk peran PMO maka sebanyak 13 orang (43%),
keberhasilan pengobatan semakin mayoritas responden memiliki
kecil. Berdasarkan analisis yang tingkat penghasilan rendah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa (<Rp. 1.500.000) sebanyak 23
terdapat pengaruh peranan PMO orang (77%), mayoritas
terhadap keberhasilan pengobatan responden memiliki tipe
penderita TB paru (Ma’arif, pengobatan kategori I sebanyak
2012:11). 24 orang (80%), rata-rata
Sedangkan penelitian yang responden
dilakukan oleh Pandapotan P.
memiliki pengetahuan yang yang mempengaruhi
“baik” sebanyak 22 orang keberhasilan pengobatan TB
(73%), dan sikap yang “baik” paru. Selain itu, penelitian ini
pula sebanyak 26 orang (87%), dilakukan dengan jumlah sampel
sementara proporsi responden yang relatif sedikit sehingga
yang memiliki PMO (Pengawas penambahan sampel sangat
Minum Obat) adalah sebanyak disarankan.
22 orang (73%). 2. Bagi pihak Puskesmas Dinoyo,
2. Hasil penelitian menunjukkan hasil dari penelitian ini bisa
bahwa faktor-faktor yang paling menjadi evaluasi selama
mempengaruhi keberhasilan menjalani pengobatan TB paru,
pengobatan tuberkulosis (TB) baik bagi petugas kesehatan
paru pada pasien pasca maupun bagi pasien sendiri.
pengobatan di Puskesmas Hasil penelitian ini juga bisa
Dinoyo secara berturut-turut diinformasikan kepada pasien
berdasarkan besar nilai OR (Odd TB paru terkait, sehingga pasien
Ratio) adalah; 1) Ada/Tidaknya bisa lebih sadar akan pentingnya
PMO (OR = 13,5), 2) Sikap menjaga kepatuhan dalam
Pasien (OR = 4,3), 3) Tipe mengonsumsi OAT dan dalam
Pengobatan (OR = 2,43), 4) menjalani pengobatan.
Pengetahuan (OR = 0,17), 5) 3. Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan
Penghasilan, 6) Pendidikan, dan Masyarakat, penelitian ini masih
7) Usia. merupakan penelitian awal dari
3. Hasil analisis jika dibandingkan penelitian-penelitian lainnya.
dengan kelompok kontrol Sehingga diharapkan penelitian
(pasien tidak sembuh) ini bisa dijadikan sebagai
menunjukkan bahwa sikap referensi bagi peneliti lain dan
pasien dan ada/tidaknya bagi perbendaharaan ilmu
Pengawas Minum Obat (PMO) kesehatan masyarakat sendiri.
memiliki hubungan yang cukup Agar penelitian yang telah
signifikan dengan keberhasilan dilakukan ini bisa lebih
pengobatan TB paru pada pasien bermanfaat bagi orang lain.
pasca pengobatan di Puskesmas
Dinoyo. Faktor usia, pendidikan, DAFTAR RUJUKAN
penghasilan, tipe pengobatan
dan pengetahuan tidak memiliki Diana, Ida. 2014. Hubungan
hubungan yang signifikan Pengetahuan dan Sikap dengan
dengan keberhasilan pengobatan Kepatuhan Berobat pada
TB paru pada pasien pasca Pasien TB Paru yang Rawat
pengobatan di Puskesmas Jalan di Jakarta Tahun 2014.
Dinoyo. Media Litbangkes, 26 (4): 243-
248.
SARAN Dinas Kesehatan Kota Malang.
2016. Laporan Triwulan
1. Bagi peneliti selanjutnya, Penemuan Pasien TB. Malang:
penelitian ini bisa menjadi Dinas Kesehatan Kota Malang.
penelitian pendahuluan untuk Haniyah, S, dkk. 2012. Kaitan
menganalisis faktor-faktor lain Tingkat Pendidikan dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Kesehatan Universitas
Pasien Tuberkulosis (TB) Muhammadiyah Surakarta.
Paru di Puskesmas Bobotsari Muniroh. N, dkk. 2012. Faktor-faktor
Kabupaten Purbalingga. yang Berhubungan dengan
Purwokerto: Program Studi Kesembuhan Penyakit
Keperawatan SI STIKES Tuberkulosis (TBC) Paru di
Harapan Bangsa Wilayah Kerja Puskesmas
Harnanik. 2014. Analisis Faktor- Mangkang Semarang Barat.
faktor yang Mempengaruhi Jurnal Keperawatan
Keberhasilan Pengobatan TB Komunitas, 1 (1): 38-39
Paru di Puskesmas Purwodadi Nurmala H.S. 2002 Faktor-faktor
II Kabupaten Grobogan. yang Mempengaruhi
Yogyakarta: Program Studi Keberhasilan Program
Ilmu Keperawatan Sekolah Penanggulangan Tuberkulosis
Tinggi Ilmu Kesehatan (TB) Paru di Puskesmas
‘Aisyiyah Medan Helvetia. Sumatera
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Utara: Fakultas Kesehatan
Pedoman Masional Masyarakat Universitas
Pengendalian Tuberkulosis. Sumatera Utara.
Jakarta: Kementerian Nurlita, Dhina, dkk. 2015. Faktor-
Kesehatan RI faktor yang Berhubungan
Kementerian Kesehatan RI. 2014. dengan Status Kesembuhan
Pedoman Nasional Penderita Tuberkulosis Paru.
Pengendalian Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Jakarta: Kementerian (e-journal), 3 (3): 141-151.
Kesehatan RI Nurna, Dea. 2015. Hubungan antara
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Karakteristik Penderita TB
Profil Kesehatan Indonesia dengan Kepatuhan
2014. (Online), Memeriksakan Dahak selama
(http://www.kemenkes.go.id), Pengobatan. Jurnal Berkala
diakses pada tanggal 18 Epidemiologi, 3 (2): 122-133.
September 2016 Okanurak K, dkk. 2008. Factors
Kholifah, Nur. 2009. Analisis Faktor contributing to treatment
yang Berhubungan dengan success among tuberculosis
Kesembuhan Penderita TB Patients: a Prospective Cohort
Paru (Studi Kasus di BP4 Study in Bangkok. The
Salatiga Tahun 2008). International Journal of
Semarang: Jurusal Ilmu Tuberculosis and Lung
Kesehatan Masyarakat Disease, 12 (10):1160-1165.
Universitas Negeri Semarang Somin, Pandapotan, dkk. 2014.
Ma’arif, Kholifatul. 2012. Pengaruh Gambaran Peran Serta
Peranan Pengawas Menelan Petugas Kesehatan terhadap
Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Berobat Penderita
Keberhasilan Pengobatan TB TB Paru di Kelurahan Gambir
Paru di Wilayah Kerja Baru Kecamatan Kisaran
Puskesmas Baki Sukaharjo. Timur Tahun 2014. Medan:
Surakarta: Fakultas Ilmu Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Dipenogoro
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian World Health Organization (WHO).
Kuantitatif, Kualitatif dan 2015. Global Tuberculosis
R&D. Bandung: CV Alfabeta. Report 2015. (Online),
Tirtana, Bertin. 2011. Faktor-faktor (www.who.int), diakses pada
yang Mempengaruhi tanggal 4 September 2016
Keberhasilan Pengobatan Yeti. Anita, dkk. 2015. Pengetahuan
pada Pasien Tuberkulosis Paru Pasien Tuberkulosis
dengan Resistensi Obat Berimplikasi terhadap
Tuberkulosis di Wilayah Jawa Kepatuhan Berobat. Jurnal
Tengah. Semarang: Fakultas Care, 3 (2): 37-42

Вам также может понравиться