Вы находитесь на странице: 1из 16

AGLOMERASI, PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JAKARTA

(Agglomeration, Socio-Economic Changes, and Development Policy of Jakarta)


Ariesy Tri Mauleny
P3DI Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik
Gedung Nusantara 1, Lantai 2, Setjen DPR RI
Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Pusat, 10270
E-mail: ariesytleny@gmail.com
Naskah diterima: 9 Februari 2014
Naskah direvisi: 10 November 2015
Naskah diterbitkan: 20 Desember 2015

Abstract
The fusion of development between Jakarta and its surrounding areas naturally starts from agglomeration which is boosted by
spatial concentration from economic activities covering aspects of spatial zoning, community level, and scales of city and region. This
research is aimed to find out the progress and correlation between agglomeration, growth, and socio-economic changes that occur
in Jakarta. The approach used is fixed effect panel data regression estimation method using data from city/regency administration
in Jakarta from 2008-2013. The result shows that production agglomeration has significant and positive impact on economic growth
but negative on poverty rate and Human Development Index (HDI). On the other hand, population agglomeration has significant
and negative impact on economic growth and poverty rate but positive on HDI. Cities/regencies that have positive fixed effect cross
signs towards socio-economic development are South, East, Central, and West Jakarta, meanwhile North Jakarta and Kepulauan
Seribu regency show negative sign. The concept of “Megapolitan” area (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, and Cianjur) is
expected to become solution to the problem faced by Jakarta such as flooding, congestion, waste, and other spatial issues. Accelerate
coordination to handle regional strategic issues which can improve economic performance overall and expand the impact of
equitable development that must be done. Development of transportation system to support economic, social, and cultural activities,
improvement of quality of road, development of mass transportation, and enhancement the capacity of local government in order to
management of urbanization and control spatial and regions, may become alternative solutions that can be done.
Keywords: agglomeration, socio-economic, development, Jakarta

Abstrak
Perpaduan pembangunan Jakarta dan daerah sekitarnya secara alami berawal dari aglomerasi yang didorong oleh konsentrasi spasial
dari aktivitas ekonomi yang meliputi aspek ruang, tingkat komunitas, skala kota, dan kawasan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui
perkembangan dan keterkaitan antara aglomerasi, pertumbuhan, dan perubahan sosial ekonomi yang terjadi di Jakarta. Pendekatan
yang digunakan adalah metode estimasi regresi data panel fixed effect menggunakan data kota/kabupaten administrasi di Jakarta
tahun 2008-2013. Hasil penelitian menunjukkan aglomerasi produksi berpengaruh nyata dan positif terhadap pertumbuhan
ekonomi namun negatif terhadap tingkat kemiskinan dan IPM. Sementara aglomerasi penduduk berpengaruh nyata dan negatif bagi
pertumbuhan dan tingkat kemiskinan namun positif terhadap IPM. Kota/kabupaten yang memiliki tanda fixed effect cross positif
terhadap perkembangan sosial ekonomi adalah Jaksel, Jaktim, Jakpus, dan Jakbar, sementara Jakut dan Kepulauan Seribu menunjukkan
tanda negatif. Rancangan kawasan megapolitan Jabodetabekjur diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan Jakarta seperti banjir,
kemacetan dan sampah, serta permasalahan tata ruang lainnya. Mempercepat koordinasi untuk penanganan isu-isu strategis daerah
yang dapat meningkatkan kinerja perekonomian secara keseluruhan dan memperluas dampak pemerataan pembangunan, harus
segera dilakukan. Pengembangan sistem transportasi yang menunjang aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya, perbaikan kualitas
jalan, pengembangan angkutan umum massal, serta peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengendalian urbanisasi dan
pengelolaan tata ruang dan wilayah, menjadi alternatif solusi yang dapat dilakukan.
Kata kunci: aglomerasi, sosial ekonomi, pembangunan, Jakarta

I. PENDAHULUAN Jakarta berkembang menjadi kota metropolitan


A. Latar Belakang dengan pertumbuhan terpesat sedunia. Jakarta
Masyarakat berkembang mengikuti tahapannya. sebagai pusat perekonomian, bisnis, keuangan,
Perkembangan manusia, ditandai bertambahnya industri perdagangan, bahkan sebagai pusat
penduduk, mendorong peningkatan kebutuhan kegiatan politik, sosial, budaya, dan seni. Jakarta juga
hidup, baik jumlah dan jenisnya. Peningkatan produksi menjadi pusat berbagai kegiatan internasional (pull
berbagai jenis barang dan jasa dengan memperbesar factors). Dominasi (urban primacy) pertumbuhan
kapasitas produksi maupun memperluas cakupan jenis Jakarta ditunjukkan secara sangat nyata dengan
kegiatan sektoral dalam suatu wilayah menyebabkan berkembangnya Jakarta sebagai magnet bagi wilayah
wilayah bertumbuh. Pertumbuhan wilayah terus sekitarnya (Kuncoro, 2012).
berkembang sesuai aktivitas ekonomi yang dilakukan Pertumbuhan Jakarta menggembirakan di satu
akan menjadi pendorong terwujudnya suatu kota. sisi, namun mengkhawatirkan pada sisi lainnya.

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 147
Semakin lebarnya disparitas antara Jakarta dan Berdasarkan fakta tersebut, kiranya menarik
daerah lainnya yang menjadi faktor pendorong untuk mengkaji bagaimana aglomerasi Jakarta
bagi para migran pencari kerja untuk meninggalkan -dibatasi aglomerasi penduduk dan aglomerasi
daerahnya (push factors). Perkembangan penduduk produksi- memengaruhi pertumbuhan dan
di Jakarta disebabkan tingginya migrasi dari luar perubahan sosial ekonomi. Setelah itu, digambarkan
wilayah ke Jakarta. Bahkan pada tahun 2025 juga bagaimana kebijakan pembangunan Jakarta
diperkirakan tingkat urbanisasi di Jakarta sudah di yang berjalan selama ini dan apa dampaknya.
atas 80 persen. Deskripsi dan analisis empiris yang dilakukan
Pesatnya pertumbuhan gedung pencakar langit dibatasi untuk Jakarta sebagai pusat perekonomian
menandai pesatnya pertumbuhan Jakarta. Hanya dengan lima kota dan satu kabupaten administratif.
dalam jangka waktu 3 tahun (tahun 2009-2012), Hasil dan analisis yang diperoleh diharapkan dapat
pertumbuhan gedung pencakar langit mencapai memberikan gambaran kondisi ke depan dan
87,5 persen. Pada tahun 2009, gedung pencakar rekomendasi kebijakan pembangunan yang dapat
langit (skyscraper) ada 40 unit dan pertumbuhannya dilakukan.
meningkat menjadi 75 unit. Pertumbuhan
gedung pencakar langit tersebut diperuntukkan B. Permasalahan
penggunaannya bagi perkantoran, kondominium, Jakarta yang bermula dari sebuah bandar
dan hotel. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah kecil di muara Sungai Ciliwung mulai menunjukkan
gedung pencakar langit di Jakarta akan mencapai perkembangan penduduk dan peningkatan produksi
250 unit. Pada saat yang sama, diperkirakan gedung yang pesat karena proses aglomerasi yang terus
tertinggi nomor lima di dunia The Signature (638 berjalan. Jakarta tumbuh sebagai kota terbesar
meter) akan terdapat di Jakarta (Investor Daily di Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak
Indonesia, 2012). 9.603.417 jiwa yang menempati luas wilayah hanya
Beberapa tahun terakhir, dunia menghadapi 664,01 km2. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah
perubahan cuaca yang sangat ekstrem. Ketika penduduk Provinsi Lampung yang memiliki luas
musim hujan datang, Jakarta dihadapkan pada wilayah 34.623,80 km2 (Kementerian Dalam Negeri,
permasalahan rapuhnya daya dukung lingkungan 2013).
sehingga banjir musiman dan genangan air masih Pesatnya pertumbuhan Jakarta menjadikannya
menjadi ancaman tahunan. Permasalahan yang sebagai kota metropolitan yang menjadi magnet bagi
datang hampir setiap tahun tersebut disebabkan daerah sekitarnya. Jakarta menjadi daerah dengan
lemahnya sistem drainase. Fakta menunjukan bahwa nilai produktivitas tertinggi dengan indikator nilai
hujan ringan dapat melumpuhkan Jakarta akibat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah
genangan air dan kemacetan yang ditimbulkan. Begitu penduduknya. Tentu saja peningkatan konsentrasi
pun ketika musim kemarau datang, Jakarta kembali nilai produksi (aglomerasi produksi) dan peningkatan
dihadapkan pada persoalan kelangkaan air. Di akhir konsentrasi jumlah penduduk (aglomerasi penduduk),
penghujung tahun 2015, Jakarta memperlihatkan tidak bisa dilepaskan dari perubahan sosial ekonomi
ketidakmampuannya dalam mengelola sampahnya yang terjadi di dalamnya. Perubahan konsentrasi
sendiri sehingga menimbulkan ketegangan dengan tersebut bukan saja melahirkan masalah tata ruang
masyarakat Bekasi yang mendesak Jakarta agar tidak dan lingkungan hidup bagi Jakarta tetapi juga
buang sampah ke Bantargebang semua (Kompas. permasalahan sosial ekonomi lainnya.
com, 2015). Sekitar 40 persen dari luasan DKI merupakan
Implikasi kebijakan dalam konteks percepatan dataran rendah yang ketinggiannya berada 1 sampai
pembangunan menunjukkan bahwa pertimbangan 1,5 meter di bawah muka air laut pasang. Pada tahun
kemampuan adaptasi masyarakat terhadap 2013, total area terendam banjir seluas 5 ha dengan
perubahan sosial ekonomi maupun perubahan perkiraan kerugian langsung mencapai Rp117
daya dukung lingkungan dalam batas tertentu miliar (Muadzin, 2014). Kemacetan juga menjadi
telah terabaikan. Dampak negatif pembangunan keseharian penduduk Jakarta. Kerugian akibat
untuk mengejar pertumbuhan seringkali dianggap kemacetan ditaksir mencapai Rp46 triliun/tahun
bukan persoalan hari ini, karena baru terjadi setara dengan 92 persen Anggaran Pendapatan dan
beberapa waktu ke depan. Padahal pertumbuhan Belanja Daerah (APBD) Jakarta. Kemacetan ini terus
akan mendorong perekonomian menuju batasnya diperparah setiap tahunnya karena penambahan
(Suprapto, 2011). Saat ini pertumbuhan ekonomi panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun sementara
Jakarta mulai dirasakan melambat sejak tiga tahun pertambahan kendaraan mencapai 11 persen per
terakhir (BPS DKI Jakarta, 2014). tahun (Ibrahimy, 2011). Kepadatan penduduk Jakarta
juga berdampak pada menurunnya daya dukung

148 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162
dan kualitas lingkungan karena pencemaran yang Aglomerasi yang menghasilkan kluster-
ditimbulkan. Disebutkan bahwa sekitar 60 persen kluster akan meningkatkan arus urbanisasi. Hal ini
air tanah Jakarta dalam kondisi tercemar (BPLHD dipengaruhi banyaknya pasokan tenaga kerja di satu
Pemprov DKI Jakarta, 2013). sisi. Sementara, lapangan kerja yang tersedia tidak
Bagaimana aglomerasi produksi dan penduduk memadai dan persebarannya tidak merata diseluruh
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan perubahan daerah di sisi lain. Terkonsentrasinya suatu kegiatan
sosial Jakarta? Bagaimana kebijakan pembangunan ekonomi di suatu daerah akan menyebabkan daerah
yang telah berjalan memengaruhi perubahan sosial itu mengalami perkembangan yang jauh lebih tinggi
ekonomi masyarakat? Bagaimana upaya pemerintah dibandingkan daerah-daerah disekitarnya. Apabila
dalam mengatasinya? Perkembangan sosial ekonomi pengaruh tersebut menyebar ke beberapa kota di
diwakili oleh tingkat kemiskinan, pengangguran, dan sekitarnya, maka akan menghasilkan fenomena kota
indeks pembangunan manusia (IPM) sebagai aspek yang berbeda wilayah administrasinya menjadi sama
sosial. Aspek ekonomi diwakili oleh pendapatan per dalam corak dan fungsi wilayahnya. Jika diproses dan
kapita. direncanakan lebih lanjut, hal ini akan menghasilkan
sebuah kota yang lebih besar lagi yang merupakan
C. Tujuan gabungan dari beberapa kota yang disebut
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui megapolitan (Kim, 1999).
perkembangan dan keterkaitan antara variabel Penghitungan variabel aglomerasi dapat
aglomerasi, pertumbuhan, dan perubahan sosial dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya
ekonomi yang terjadi di Jakarta. Kajian ini diharapkan dengan menggunakan proporsi penduduk
dapat memberikan gambaran tentang kebijakan maupun proporsi produksi. Penelitian Widarjono
pembangunan dan gambaran perkembangan Jakarta (1999) yang menggunakan proporsi penduduk
berikut segenap permasalahan. Kajian juga diarahkan menunjukkan terdapat hubungan kausalitas antara
untuk memberikan gambaran bagaimana kebijakan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan
pembangunan yang dapat dilakukan untuk Jakarta ke ekonomi. Sementara itu, Suryaningrum (2000)
depan dalam mewujudkan ekonomi lokal, kota, dan menyatakan aglomerasi sebagai proporsi jumlah
kawasan yang lebih baik. penduduk perkotaan (urban area) terhadap jumlah
penduduk di provinsi tersebut. Penelitian serupa
II. KERANGKA TEORI juga dilakukan oleh Bonet dalam Sigalingging (2008),
A. Pengertian Aglomerasi ukuran aglomerasi menggunakan dua pendekatan,
Teori penghematan aglomerasi dan teori ukuran yaitu aglomerasi penduduk di mana proporsi
kota yang optimal menggambarkan ekuilibrium jumlah penduduk perkotaan dalam suatu provinsi
konfigurasi spasial dari aktivitas ekonomi sebagai terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut, atau
hasil tarik-menarik antara kekuatan sentripetal menggunakan konsep aglomerasi produksi yang
dengan sentrifugal. Kekuatan sentripetal ditunjukkan diukur menggunakan proporsi PDRB sub daerah/
oleh penghematan aglomerasi adalah semua aktivitas wilayah terhadap PDRB daerah tersebut. Begitu
ekonomi termasuk industri ke daerah perkotaan. juga yang dilakukan oleh Sandhika (2011) untuk
Kekuatan sentrifugal adalah kebalikan dari kekuatan Kabupaten Kendal dan menunjukkan hubungan yang
sentripetal, yaitu kekuatan dispersi. Perkembangan signifikan. Sementara penelitian Sihombing (2008)
kota sangat berkorelasi dengan perkembangan juga menunjukkan hubungan positif antara variabel
infrastruktur dan fasilitas yang ada (Kuncoro, 2012). aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Montgomery dalam Kuncoro (2012) Demak, meskipun hasilnya tidak signifikan.
mendefinisikan aglomerasi sebagai konsentrasi
spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan B. Pandangan Neo-Klasik dan Eksternalitas
dalam rangka penghematan karena lokasinya Pandangan neo-klasik dengan teori yang
yang berdekatan (economies of proximity). Hal ini dikembangkan Robert Solow menjelaskan
diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada
para pekerja, dan konsumen. Perspektif klasik pertumbuhan faktor-faktor produksi, yaitu jumlah
memercayai bahwa aglomerasi merupakan suatu penduduk, tenaga kerja, akumulasi kapital, dan
bentuk spasial dan diasosiasikan dengan konsep tingkat kemajuan teknologi. Penduduk menjadi salah
penghematan melalui konsep eksternalitas untuk satu faktor penting karena penduduk memberikan
mengestimasi besarnya skala ekonomis. Para ahli kontribusi dalam penyediaan tenaga kerja dari yang
ekonomi perkotaan mendefenisikan kota sebagai berkualifikasi ahli sampai tenaga buruh. Penduduk
hasil dari produksi aglomerasi secara spasial. merupakan unsur penting dalam usaha meningkatkan
produksi dan mengembangkan kegiatan ekonomi

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 149
a. Dampak Eksternalitas Positif b. Dampak Eksternalitas Negatif
Sumber: David Hyman, 2011.
Gambar 1. Perbedaan Dampak Eksternalitas Positif dan Negatif
karena penawaran dan permintaan berperan penting ekonomi yang mempertimbangkan pada keberlakuan
dalam menentukan output suatu perekonomian. tiga unsur utama dalam proses pembangunan.
Peningkatan jumlah penduduk erat kaitannya Pertama, kesejahteraan manusia sedang terancam
dengan bertambahnya aktivitas kegiatan oleh degradasi lingkungan dan penyusutan sumber
perekonomian yang memunculkan eksternalitas. daya alam. Kedua, kerusakan lingkungan yang
Eksternalitas terjadi ketika aktivitas kesatuan disebabkan oleh penyimpangan/kegagalan ekonomi,
ekonomi memengaruhi utilitas kesatuan ekonomi terutama yang bersumber dari pasar. Ketiga, solusi
yang lain dan terjadi di luar mekanisme pasar kerusakan lingkungan harus mengoreksi unsur-
(non-market mechanism). Eksternalitas dapat unsur ekonomi sebagai penyebabnya (Pearce dalam
memengaruhi efisiensi ekonomi ketika tidak dapat Munandar, 2000).
ditransmisikan melalui mekanisme harga pasar. Terbitnya “The Limits to Growth” mendorong
Eksternalitas bisa muncul sebagai konsekuensi dari lahirnya pemikiran tentang pembangunan
ketidakmampuan seseorang/institusi/negara untuk berkelanjutan. Jika pertumbuhan ekonomi dan
membuat suatu property right (Nicholson, 2008). konsumsi sumber daya alam (SDA) tetap mengikuti
Eksternalitas juga dapat diartikan sebagai biaya, proses yang ada, maka SDA akan terkuras habis dan
manfaat atau dampak dari suatu transaksi ekonomi lingkungan menjadi rusak sehingga rentan bencana
yang tidak direfleksikan dalam penghitungan biaya dan akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi
dan penetapan harga. Ketika terjadi eksternalitas, (Gambar 2).
pihak ketiga selain pembeli dan penjual suatu Pembangunan ekonomi regional merupakan
barang dipengaruhi oleh produksi dan konsumsinya. produk sekaligus proses dalam mencapai kesejahteraan
Biaya atau manfaat dari pihak ketiga tersebut ekonomi di suatu wilayah. Dikatakan produk, karena
tidak dipertimbangkan, baik oleh pembeli maupun hasil yang diperoleh dapat diukur melalui penciptaan
penjual suatu barang yang berproduksi atau yang lapangan pekerjaan, pendapatan, investasi, standar
menggunakan produk sehingga menghasilkan hidup, dan kondisi lingkungan kerja di suatu wilayah di
eksternalitas. Akibatnya harga pasar yang terjadi mana orang-orang dapat hidup dan bekerja dengan baik.
tidak secara akurat menggambarkan marginal social Sedangkan proses merupakan fakta dari keadaan dan
cost maupun marginal social benefit (Hyman, 2011).
Terdapat dua kategori utama dari teori eksternalitas.
Pertama, eksternalitas didefinisikan berdasarkan
efek atau dampak yang ditimbulkan dan yang kedua
mendefinisikan eksternalitas berdasarkan faktor
penyebab dan konsekuensinya. Eksternalitas ditinjau dari
segi dampaknya terbagi menjadi dua, yaitu eksternalitas
negatif dan eksternalitas positif (Gambar 1).

C. Perubahan Paradigma Pertumbuhan Ekonomi


Terdapat perubahan paradigma pertumbuhan Sumber: Meadows dalam Suryanto, 2009.
Gambar 2. Model Limits to Grow

150 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162
fenomena yang sedang berlangsung dalam mencapai provinsi. Hasil penelitian Bonet menunjukkan
ukuran-ukuran tersebut sehingga kesejahteraan setiap bahwa antaraglomerasi produksi dan ketimpangan
orang akan meningkat dari waktu ke waktu (Stimson, pendapatan regional terdapat hubungan positif dan
Stough, Roger, and Brown, 2002). signifikan pada α = 1 persen.
Untuk memahami dan mengevaluasi pembangunan Widarjono (1999) mengatakan bahwa penduduk
ekonomi wilayah dan pembangunan fisik diperlukan relatif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
kerangka dasar analisis pertumbuhan wilayah dan regional suatu daerah. Pengaruh relatif tersebut
lokasi pusat perekonomian secara komprehensif. tergantung pada bagaimana penduduk yang berada
Analisis tersebut menggunakan tiga asumsi yaitu (1) di wilayah tersebut apakah bekerja secara efisien
pertumbuhan wilayah secara overall (volume kegiatan atau tidak.
ekonomi) ditentukan oleh kondisi bermacam-macam Sementara penelitian mengenai aglomerasi dan
faktor lain selain pendapatan regional per kapita (aspek kemiskinan perkotaan dilakukan oleh Siagian (2005).
kesejahteraan dan pertumbuhan), (2) pembangunan Aglomerasi program dan aktivitas pembangunan
masa depan adalah hasil dari kegiatan dan keputusan mengakibatkan beberapa wilayah tumbuh sangat
masa lalu dan sekarang, dan (3) bahwa faktor-faktor dinamis sementara daerah lainnya berjalan lamban.
kritis dalam pola pertumbuhan wilayah yang terus Selain itu spesifikasi pembangunan yang dilakukan
berubah adalah hasil keputusan agen-agen ekonomi di kota besar didominasi oleh aktivitas yang hanya
dalam mengefisienkan lokasi dan output. dapat diberikan oleh kelompok masyarakat tertentu
yang terbilang modern. Dengan demikian, gerak
III. METODOLOGI para migran yang didominasi kaum marginal tidak
Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif mendapat sambutan dari lembaga pengguna tenaga
deskriptif mengacu pada regresi data panel. Data kerja yang ada di perkotaan (Siagian, 2005).
statistik yang digunakan adalah seluruh wilayah Berdasarkan penelitian sebelumnya, analisis
kota/kabupaten adminstratif yang ada di Jakarta pengaruh variabel aglomerasi dan perubahan sosial
meliputi PDRB sektoral, jumlah penduduk, angkatan ekonomi pada perkembangan Jakarta dilakukan
kerja, tingkat pengangguran, kemiskinan, dan IPM melalui tiga indikator yaitu tingkat pertumbuhan,
dari tahun 2008 sampai tahun 2012. kemiskinan, dan IPM. Pada masing-masing indikator
Penggunaan regresi data panel memungkinkan perubahan sosial ekonomi tersebut dilakukan tiga
untuk dapat mengangkat karakteristik antarindividu dan tahapan. Pada tahapan pertama menggunakan
antarwaktu yang bisa saja berbeda-beda. Data panel variabel aglomerasi penduduk dan aglomerasi
adalah suatu set observasi yang terdiri dari beberapa produksi. Tahapan selanjutnya menambahkan
individu pada periode tertentu. Observasi tersebut variabel angkatan kerja dan pengangguran. Tahap
merupakan pasangan yit dengan xit di mana i menunjukkan terakhir menambahkan kembali variabel kemiskinan
individu, t menunjukkan waktu dan j menunjukkan dan pertumbuhan.
variabel bebas (Ekananda, 2014). Spesifikasi model
Indikator Pertumbuhan:
regresi data panel adalah sebagai berikut:
PTBHit=α + β1AgPDRBit + β2AgPDKit…………....…………(1)
Yit = ai + bi Xijt + cit
PTBHit= α+β1AgPDRBit+β2AgPDKit+β3TPAKit+β4TPTit ..(2)
t = 1,2,...,T i = 1,2,....N dan j = 1, 2,.....K ........... (1)
PTBHit= α + β1AgPDRBit + β2AgPDKit + β3 TPAKit + β4
Berdasarkan penelitian Suryaningrum (2000) TPTit + β5 PVTit + β6 IPMit…..........................(3)
dengan menggunakan model Robert Solow diketahui Indikator Kemiskinan:
bahwa tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi PVTit = α + β1 AgPDRBit + β2 AgPDKit..........................(4)
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti PDRB, PVTit = α+β1AgPDRBit+β2AgPDKit+β3TPAKit+β4TPTit …..….(5)
aglomerasi, modal, tenaga kerja, IPM, dan kepadatan PVTit = α + β1 AgPDRBit + β2 AgPDKit + β3 TPAKit + β4 TPTit
penduduk. Aglomerasi dinyatakan sebagai proporsi + β5 PTBHit + β6 IPMit......................................(6)
jumlah penduduk perkotaan terhadap jumlah
penduduk provinsi tersebut (Sigalingging, 2008). Indikator IPM:
Sementara itu, penelitian Bonet (2008) dalam IPMit= α + β1 AgPDRBit + β2 AgPDKit…………….…………(7)
Riandoko dan Sugianto (2013), menyebutkan bahwa IPMit= α+β1AgPDRBit+β2AgPDKit+β3TPAKit+β4TPTit ......(8)
aglomerasi dapat diukur dengan menggunakan IPMit = α + β1 AgPDRBit + β2 AgPDKit + β3 TPAKit + β4
proporsi jumlah penduduk perkotaan dalam suatu TPTit + β5 PVTit + β6 PTBHit.............................(9)
Keterangan:
provinsi terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut
PTBH : Pertumbuhan Ekonomi.
(aglomerasi penduduk). Atau menggunakan konsep
AgPDRBi : Aglomerasi Produksi adalah perbandingan PDRB
aglomerasi produksi yang diukur dengan proporsi sub daerah/wilayah dengan PDRB daerah/
PDRB sub daerah/wilayah terhadap PDRB daerah/ provinsinya.

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 151
AgPDK : Aglomerasi Penduduk adalah perbandingan berada di Jakarta Timur, dengan penduduk mencapai
jumlah penduduk suatu sub daerah/wilayah 2,6 juta jiwa. Sedangkan kepadatan penduduk tertinggi
dengan jumlah penduduk daerah/provinsinya. yaitu mencapai lebih dari 18.000 jiwa per km2 terdapat
TPAK : Angkatan Kerja. di Jakpus yang memiliki luas wilayah hanya 48 km2
TPT : Tingkat Pengangguran. tetapi penduduknya mencapai 900 ribu jiwa (Tabel 1).
PVT : Tingkat Kemiskinan.
Struktur perekonomian Jakarta yang diukur
IPM : Indeks Pembangunan Manusia.
dengan PDRB menurut sektoral (lapangan usaha)
Selanjutnya hasil regresi dianalisis dengan didominasi oleh sektor tersier sehingga Jakarta disebut
mengungkapkan fakta, keadaan, fenomena, dan sebagai Kota Jasa. Selama tahun 2010-2014, rata-rata
kondisi yang terjadi. Fenomena yang ada digunakan besaran PDRB atas dasar harga berlaku per tahun di
untuk mengetahui perkembangan dan pengaruh DKI Jakarta adalah Rp1.395,5 triliun. Bila dibandingkan
dari variabel aglomerasi yang digunakan terhadap dengan total PDRB seluruh Indonesia berada pada
pertumbuhan dan perubahan sosial ekonomi. kisaran 16 persen. Dengan kontribusi tersebut,
perkembangan perekonomian Jakarta akan cukup
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN memengaruhi perekonomian nasional. Bila lapangan
A. Gambaran Umum Perekonomian Jakarta usaha dikelompokkan dalam 3 sektor utama maka
Kota di sebuah negara mendominasi aktivitas sektor tersier masih menjadi andalan dengan rata-
perekonomian secara keseluruhan. Kota dapat rata kontribusi 71,70 persen selama tahun 2010-2014,
dipandang sebagai mesin pertumbuhan ekonomi (engine diikuti sektor sekunder 27,91 persen dan 0,39 persen.
of economic growth) dalam perekonomian modern Distribusi PDRB menurut pengeluaran tahun
karena dapat menyediakan komoditas perkotaan yang 2013 terbesar pada komponen konsumsi rumah
sangat penting yaitu informasi, ilmu pengetahuan, tangga dengan kontribusi 57,56 persen, meningkat
dan teknologi. Perkotaan adalah suatu wilayah yang bila dibanding tahun sebelumnya yang mencapai
memenuhi tiga persyaratan yaitu kepadatan penduduk 56,88 persen. Kontribusi terbesar kedua pada
melebihi 500 orang, jumlah rumah tangga yang bekerja komponen ekspor sebesar 54,57 persen. Komponen
di sektor pertanian kurang dari 25 persen dan memiliki ini pun mengalami penurunan dibanding tahun
minimal delapan jenis fasilitas perkotaan. Jakarta sebelumnya yang mencapai 56,19 persen. Sedangkan
memenuhi keseluruhan unsur tersebut untuk menjadi kontribusi terkecil pada komponen konsumsi
mesin pertumbuhan yang menjadi magnet bagi daerah pemerintah sebesar 9,79 persen (Tabel 2).
sekitarnya (Hariani, 2014). Pada bulan Maret 2013, garis kemiskinan di DKI
Jumlah penduduk Jakarta mencapai lebih dari 9,9 Jakarta mencapai angka di atas 400 ribu per kapita yaitu
juta jiwa. Wilayah paling luas dan penduduk terbanyak Rp407.437. Selama kurun waktu tahun 2010-2013
penduduk miskin di DKI Jakarta menunjukkan tren
Tabel 1. Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan meningkat. Dibandingkan kemiskinan di tahun 2010,
Penduduk angka kemiskinan tahun 2013 naik 0,07 poin menjadi
Kepadatan 3,55 persen atau mencapai 354.190 orang. Dimensi
Luas Penduduk
No. Kabupaten/Kota penduduk
(km2) (jiwa)
(jiwa/km2) Tabel 2. Distribusi PDRB Menurut Pengeluaran
1. Kota Jakarta 188 2.693.896 14.598 Tahun 2010-2013 Berdasarkan Atas
Timur (Jaktim) Harga Berlaku
2. Kota Jakarta 147 1.645.659 11.221 Komponen 2012 2013
Utara (Jakut) Pengeluaran Rp Miliar Persen Rp Miliar Persen
3. Kota Jakarta 141 2.058.318 14.598 Konsumsi RT 627.134,94 56,88 722.944,64 57,56
Selatan (Jaksel)
Konsumsi
4. Kota Jakarta 130 2.281.945 17.615 Pemerintah 106.134,94 9,62 122.986,94 9,79
Barat (Jakbar)
PMTB +
5. Kota Jakarta 48 902.973 18.761 Perubahan
Pusat (Jakpus) Stok 426.812,14 38,67 474.865,94 37,81

Ekspor 620.131,70 56,19 685.382,11 54,57


6. Kabupaten Kep. 9 21.082 2.423
Seribu Minus Impor 677.163,40 61,35 750.253,85 59,74
Provinsi DKI 664 9.607.787 13.158 PDRB 1.103.692,66 100,00 1.255.925,78 100,00
Jakarta
Keterangan: PMTB:Pembentukan Modal Tetap Bruto.
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2013b. Sumber: BPS DKI Jakarta, 2014.

152 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 5. Produktivitas Tenaga Kerja Harian di Jakarta
Jakarta Tahun 2010-2013 Tahun 2009-2011
Uraian 2009 2010 2011
Uraian 2010 2011 2012 2013
Produktivitas (Rp juta) 297 903 1.059
Jumlah 312,2 363,4 363,2 354,9
Penduduk Tenaga kerja harian lepas (ribu 55.513 79.049 95.513
Miskin (000 orang hari)
orang)
Proporsi pengeluaran dan 77,55 59,19 64,19
Persentase 3,48 3,75 3,69 3,55 pendapatan bruto
Penduduk Sumber: BPS, DKI Jakarta, 2013a.
Miskin (Persen)
Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang
Garis 331.169 355.450 379.052 407.437
Kemiskinan Wilayah (RTRW), menetapkan penduduk DKI Jakarta
(Rp/Kapita/ hanya boleh mencapai 12,5 juta orang pada tahun
Bulan) 2030. Sementara berdasarkan hasil sensus tahun
Indeks 0,45 0,60 0,50 0,63
2013, populasi penduduk Jakarta sudah mencapai
Kedalaman 9,9 juta jiwa, ditambah warga luar yang beraktivitas
Kemiskinan di Jakarta pada siang hari sebanyak 2,5 juta. Dengan
(P1) begitu di siang hari jumlahnya sudah mendekati
Indeks 0,11 0,15 0,13 0,17 populasi yang diperbolehkan yaitu 12,5 juta jiwa.
Keparahan Padahal jumlah itu diperkirakan dicapai tahun 2030.
Kemiskinan
(P2) B. Hasil Dugaan Regresi Data Panel
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2014. Dengan adanya perbedaan karakteristik dari
daerah pembentuk Jakarta, baik kota administratif
lain dari kemiskinan adalah tingkat kedalaman (P1) maupun kabupaten administratif, dilakukan
dan keparahan kemiskinan (P2). Kedua angka indeks beberapa simulasi regresi data panel untuk diperoleh
tersebut menunjukkan kenaikan bahkan tertinggi hubungan dan besaran pengaruh dari variabel
selama periode tahun 2010-2013. Kenaikan nilai perubahan sosial ekonomi Jakarta. Hasil regresi
kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata data panel perubahan sosial ekonomi Jakarta secara
pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin keseluruhan sesuai Tabel 7, 8, dan 9 adalah sebagai
menjauhi garis kemiskinan, serta ketimpangan berikut:
pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. (a). Pertumbuhan Ekonomi:
Kebanyakan penduduk miskin Jakarta mendiami PTBH = 0,041056 + 0,765775 AgPDRBit +
perkampungan padat penduduk di pinggiran kota (-0,611763) AgPDKit
maupun di bantaran kali atau waduk (Tabel 3). (b). Tingkat Kemiskinan:
Produktivitas tenaga kerja meningkat tajam PVT = 7,62068+ (-8,516876) AgPDRBit +
bahkan pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi (-5,333203) AgPDKit
selama kurun waktu tahun 2010-2012. Sektor (c). Indeks Pembangunan Manusia:
konstruksi berperan penting yaitu sekitar 11 persen IPM = 77,30102+ (-2,494239) AgPDRBit +
dengan laju pertumbuhan dalam kisaran 6,2-7,2 3,652122 AgPDKit
persen selama kurun waktu tahun 2009-2011. Dalam
kurun waktu tahun 2010-2012 terjadi kenaikan Dari hasil regresi terlihat bahwa aglomerasi
jumlah hotel sebesar 11,4 persen dari 351 hotel produksi dan aglomerasi penduduk memberikan
menjadi 392 hotel di Jakarta. Selain itu, kota Jakarta pengaruh dengan signifikansi sebesar 5 persen pada
juga menjadi kota dengan mal terbanyak di dunia. pengujian indikator sosial yaitu tingkat kemiskinan
Jumlah pusat belanja atau mal yang ada di Jakarta dan IPM maupun pada pengujian indikator ekonomi
mencapai 170 lebih dan telah melebihi batas ideal yaitu pertumbuhan. Namun demikian, pengaruh
dari jumlah penduduknya (Metro news, 2014). yang diberikan berbeda. Aglomerasi produksi
memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan
Tabel 4. Jumlah Hotel di Jakarta Tahun 2010-2012 ekonomi dan pengaruh negatif pada tingkat
Uraian 2010 2011 2012 kemiskinan dan IPM. Sementara untuk aglomerasi
Hotel Bintang 165 173 178 penduduk, memberikan pengaruh negatif pada
pengujian pertumbuhan ekonomi dan tingkat
Hotel NonBintang 186 202 214
kemiskinan, sementara untuk pengujian IPM terlihat
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2013b.
aglomerasi penduduk berpengaruh positif.

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 153
PDRB secara keseluruhan memberikan pengaruh tingkat kemiskinan mampu menjelaskan variabel
positif pada perubahan ekonomi yang diwakili secara keseluruhan sebesar 99 persen. Sementara
pertumbuhan maupun berpengaruh dalam mengurangi untuk pengujian pertumbuhan ekonomi sebesar 84
tingkat kemiskinan. Sektor mana saja yang memberikan persen dan pengujian IPM sebesar 69 persen.
pengaruh dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa Pada pengujian pertumbuhan ekonomi,
dugaan hasil regresi data panel terhadap variabel sektor yang memberikan pengaruh positif mulai
terikat tingkat kemiskinan, IPM, dan pendapatan per dari yang terbesar diberikan oleh sektor industri
kapita. Kemampuan model menjelaskan variabel pengolahan; kemudian sektor perdagangan, hotel
secara keseluruhan berbeda-beda. Model pengujian dan restoran; dan diikuti oleh sektor pengangkutan
dan komunikasi; sektor jasa; dan sektor listrik dan
Tabel 6. Dugaan Hasil Regresi Data Panel PDRB air. Sementara sektor yang berpengaruh negatif
Sektoral pada Pertumbuhan Ekonomi, dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi mulai
Tingkat Kemiskinan, dan IPM dari yang terbesar diberikan oleh sektor konstruksi;
Variabel Pertumbuhan Kemiskinan IPM sektor keuangan; real estate; dan jasa perusahaan;
Konstanta 0,107681* 15,63278** 442,4892** serta terakhir sektor pertanian.
  Pemerintah seharusnya memberikan dukungan
0,0899 0,0242 0,0472
kebijakan pada pengembangan industri pengolahan
Pertanian, -0,469960 -44,86034*** -1574,613*** karena berpengaruh nyata dengan signifikasi 5
Peternakan,
Kehutanan, 0,5541 0,0065 0,0007 persen dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Perikanan Sementara pemerintah harus mengkaji ulang
kebijakan pengembangan sektor konstruksi yang
Industri 1,455940* -1,760829 -403,9399
Pengolahan
secara nyata mengurangi tingkat pertumbuhan
  0,0678 0,8993 0,2756 ekonomi. Ketika sektor konstruksi diberikan ruang
kebijakan dan kemudahan perizinan yang luas, maka
Listrik, Gas, Air 0,295429 -38,01292 -730,7278
Bersih yang berkontribusi adalah investasi asing. Begitu
  0,9278 0,5294 0,6424 juga dengan sektor keuangan, real estate, dan jasa
Konstruksi -2,456337 33,86753 1773,166 perusahaan. Ditambah lagi, kebijakan pembangunan
  sektor konstruksi juga belum mempertimbangkan
0,5581 0,6606 0,3830
kemampuan dan daya dukung lahan, padahal khusus
Perdagangan, 1,232623** 17,56908* 936,0341 di Jakarta sektor konstruksi dan sektor keuangan,
Hotel,
Restoran 0,0364 0,0731 0,7448 real estate, dan jasa perusahaan adalah yang paling
bertanggung jawab dalam perubahan struktur kota
Pengangkutan 0,580405 5,126251 108,6859 dan tata ruang.
dan
Komunikasi 0,7039 0,8553 0,8822 Sementara itu, sektor primer yaitu pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan, memberikan
Keuangan, -1,340529 -1,320817 -1077,748
Real pengaruh negatif karena pada dasarnya sektor ini
Estate, Jasa 0,7062 0,9839 0,5306 tidak dapat dikembangkan secara bebas di wilayah
Perusahaan Jaksel, Jakbar, dan Jakpus yang memberikan tanda
Jasa-Jasa 0,456688* -32,53060** -1234.237 fixed effect cross positif. Namun demikian sektor
  primer ini masih bisa dikembangkan pada daerah
0,0834 0,0325 0,1744
Jaktim, Jakut, dan Kepulauan Seribu atau daerah
R2 0,846589 0,993235 0,696248 yang memberikan tanda fixed effect cross negatif.
Adj R2 0,721942 0,987738 0,44945  Sementara untuk hasil dugaan regresi tingkat
Fixed Effect Cross kemiskinan, terlihat bahwa sektor yang dapat
mengurangi kemiskinan adalah sektor pertanian,
Jaksel 0,674647 -3,712048 39,57691
peternakan, kehutanan dan perikanan, diikuti oleh
Jaktim -0,196828 -1,193302 49,42889 sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor industri
Jakbar 0,079243 -2,614414 -39,78714 pengolahan. Hal ini dapat disebabkan karena kontributor
sektor tersebut sebagian besar adalah kelas marjinal.
Jakpus 0,491059 -6,366329 99,62428
Pemerintah selayaknya membuat terobosan kebijakan
Jakut -1,024235 9,267778 -39,85807 dengan memberikan dukungan atau alih fungsi pada
Kep. Seribu -0,023886 4,618316 -108,9849 pembangunan sektor tersebut disesuaikan dengan tanda
Keterangan: * : signifikansi 10 persen; ** : signifikansi 5 persen;
positif atau negatif pada fixed effect cross­­-nya karena
***: signifikansi 1 persen. berpengaruh secara nyata mengurangi kemiskinan dan
Sumber : Hasil regresi data panel. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

154 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162
Pengurangan jumlah orang miskin, bukan hanya pertumbuhan. Variabel yang secara signifikan
dengan menyiapkan perangkat kebijakan yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi ditunjukkan
‘memaksa’ orang miskin meninggalkan Jakarta dan oleh tanda bintang, yaitu aglomerasi produksi,
menggantinya dengan kesempatan migrasi untuk aglomerasi penduduk, dan kemiskinan. Aglomerasi
tenaga kerja berkeahlian khusus baik dari dalam produksi dan kemiskinan memberikan pengaruh
maupun luar negeri. Kebijakan pembangunan yang positif pada pertumbuhan ekonomi, sementara
diarahkan pada penguatan sektor primer akan aglomerasi penduduk memberikan pengaruh negatif.
berdampak positif bagi pemenuhan kebutuhan Analisis mengenai peningkatan jumlah penduduk
pangan bagi wilayah Jakarta. Pemerintah selayaknya di Jakarta yang ditunjukkan dengan pengaruh negatif
mulai memprioritaskan kembali pembangunan sektor atau dapat mengurangi jumlah orang miskin dapat
primer pada daerah dengan nilai fixed effect cross dijelaskan dengan teori aglomerasi penduduk. Jakarta
positif terhadap kemiskinan yaitu Jakarta Utara dan diuntungkan dengan semakin banyaknya penduduk
Kepulauan Seribu sementara daerah lainnya bernilai dengan keterampilan khusus bermigrasi ke Jakarta,
negatif. Sektor primer yang layak dikembangkan sementara penduduk dengan keterampilan minim
adalah perikanan sesuai dengan struktur ekonominya. akan semakin banyak yang meninggalkan Jakarta
dan berpindah ke wilayah-wilayah pinggiran Jakarta
(a) Indikator Pertumbuhan Ekonomi
atau daerah sekitar Jakarta yang mayoritasnya
Tabel 7 memperlihatkan dugaan hasil regresi
adalah penduduk marjinal baik miskin atau hampir
data panel terhadap variabel terikat pertumbuhan
miskin seperti Jakut dan Kepulauan Seribu. Untuk itu
ekonomi. Terlihat bahwa variabel aglomerasi produksi
diperlukan peran pemerintah yang lebih besar bagi
secara nyata meningkatkan pertumbuhan sementara
pengembangan wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan
aglomerasi peduduk secara nyata mengurangi
Seribu.
Tabel 7. Dugaan Hasil Regresi Data Panel untuk Pada analisis fixed effect cross, terlihat bahwa
Pertumbuhan Ekonomi daerah yang memberikan pengaruh positif pada
Variabel Pertumbuhan pertumbuhan ekonomi adalah Jakarta Selatan,
Konstanta 0,041056 0,035690 -0,158717 Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Sementara daerah
  Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu
0,0703 0,8024 0,5592
memberikan pengaruh negatif. Hal ini menunjukkan
AgProduksi 0,765775** 0,753890** 0,883711**
bahwa perlu dikaji ulang kebijakan pembangunan
  0,0163 0,0186 0,0148 yang selama ini berjalan di daerah Jakarta Pusat,
AgPenduduk -0,611763** -0,598022** -0,307219* Jakarta Utara maupun Kepulauan Seribu.
  0,0159 0,0359 0,0795
(b) Indikator Tingkat Kemiskinan
TPAK   -0,000229 0,002515 Tabel 8 memperlihatkan dugaan hasil regresi
   
0,8365 0,6385 pada pengujian tingkat kemiskinan di mana
IPM   0,000275 0,000156 aglomerasi produksi maupun aglomerasi penduduk
   
0,5429 0,8973 keduanya menunjukkan hasil berpengaruh nyata
negatif dengan signifikasi 10 persen. Bahkan
TPT     0,000245
      ketika menambahkan variabel uji lainnya, kedua
0,6843
variabel tersebut baik aglomerasi produksi maupun
Kemiskinan     0,013675** aglomerasi penduduk keduanya menunjukkan
     
0,0386 pengaruh lebih besar dibandingkan variabel uji lainnya
R2 0,719189 0,726633 0,740414 seperti angkatan kerja maupun IPM. Namun untuk
Adj R 2 0,629840 0,603618 0,581779 penambahan variabel pertumbuhan menunjukkan
Fixed Effect Cross
pengaruh nyata positif dengan signifikansi 10 persen.
Artinya semakin tinggi pertumbuhan, maka tingkat
Jaksel 0,012277 0,009940 0,022510
kemiskinan di Jakarta akan semakin meningkat untuk
Jaktim 0,093062 0,089575 0,086734 wilayah Jakut dan Kepulauan Seribu.
Jakbar 0,063877 0,061880 0,075038 Kualitas lapangan kerja yang tercipta selama
Jakpus -0,070455 -0,069650 -0,035978 kurun waktu tahun 2007-2011 di DKI Jakarta relatif
Jakut -0,074597 -0,072450 -0,099700 menurun. Tenaga kerja yang bekerja di sektor
informal dimungkinkan mengalami peningkatan,
Kep. Seribu -0,024165 -0,019295 -0,048603
baik yang bekerja sendiri maupun dibantu dengan
Keterangan: * : signifikansi 10 persen; ** : signifikansi 5 persen;
*** : signifikansi 1 persen.
anggota keluarga. Rendahnya kualitas lapangan kerja
Sumber : Hasil regresi data panel. dan tingginya kemiskinan daerah menjadi salah satu

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 155
Tabel 8. Dugaan Hasil Regresi Data Panel untuk maupun aglomerasi penduduk menunjukkan bahwa
Tingkat Kemiskinan pengaruh positif dalam pembangunan manusia
secara berurutan dari yang terbesar diberikan oleh
Variabel Kemiskinan
Jaksel, Jakpus, Jaktim, Jakbar, dan terakhir Jakut
Konstanta 7,620680*** 29,70937*** 29,79316*** dengan nilai yang jauh lebih kecil dari rata-ratanya.
 
0,0006 0,0008 0,0007 Sementara Kepulauan Seribu justru menunjukkan
pengaruh negatif. Sebagaimana dijelaskan dalam
AgProduksi -8,516876** -9,362371** -12,25719
  gambaran perekonomian Jakarta sebelumnya di
0,0304 0,0248 0,1419 mana perbedaan struktur ekonomi dan pengisian
AgPenduduk -5,333203* -4,110137** -8,682317 tenaga kerja yang ada di masing-masing daerah
 
0,0624 0,0476 0,4138
akan membedakan kemampuan setiap daerah
dalam proses pembangunan. Struktur ekonomi
Angkatan   -0,003581** -0,002761**
Jaksel, Jakpus, Jaktim, Jakbar, dan Jakut didominasi
Kerja  
  0,0485 0,018017 oleh sektor sekunder dan tersier serta posisinya
yang dekat dengan pusat pemerintahan membuat
IPM   -0,282680** -0,261579**
    kemampuan daerah beradaptasi secara ekonomi
0,0133 0,0201 dan sosial menjadi lebih baik, hal ini ditunjukkan
Pengangguran     -0,072536* dengan nilai fixed effect cross yang negatif untuk
     
0.2269
prevalensi kemiskinan dan dugaan regresi positif
untuk peningkatan indeks pembangunan manusia.
Pertumbuhan     3,967805**
Sementara untuk Kepulauan Seribu menunjukkan
     
0,0212 dugaan hasil regresi yang berkebalikan.
R2 0,988306 0,992750 0,993868

Adj R2 0,984585 0,989488 0,990120 Tabel 9. Dugaan Hasil Regresi Data Panel untuk
Indeks Pembangunan Manusia
Fixed Effect Cross
Variabel IPM
Jaksel -1,326885 -0,806532 -0,671869
Konstanta 77,30102*** 67,77648*** 79,98372***
Jaktim -1,697281 -1,419883 -0,943252 0,0000 0,0000 0,0000
Jakbar -1,825352 -1,540707 -1,430897 AgProduksi -2,494239* 1,439066 -11,69761
Jakpus -1,647741 -1,282266 -1,423285 0,0913 0,9320 0,4870

Jakut 1,597449 1,795828 2,116486 AgPenduduk 3,652122* 7,947895 -2,709406


0,0815 0,7238 0,8979
Kep. Seribu 4,899810 3,253560 2,352816
Angkatan Kerja 0,102441 0,072634**
Keterangan: * : signifikansi 10 persen; ** : signifikansi 5 persen;
*** : signifikansi 1 persen. 0,0042 0,0313
Sumber : Hasil regresi data panel. Pengangguran 0,102814 0,002028
0,4178 0,9866
penyebab dari rendahnya PDRB/kapita. Ini bisa dilihat
dari jumlah pekerja informal, yaitu pekerja yang Kemiskinan -1,014466**
terhitung bekerja namun menghadapi ketidakpastian 0,0201
yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap sedikit Pertumbuhan 4,452506
guncangan ekonomi yang terjadi. Upaya yang bisa 0,4842
dilakukan untuk meningkatkan kualitas lapangan R 2
0,931686 0,956693 0,968197
kerja adalah dengan memperluas kesempatan kerja Adj R 2
0,909950 0,937205 0,948762
formal, memperlancar perpindahan pekerja dari
Fixed Effect Cross
pekerjaan yang produktivitasnya rendah ke pekerjaan
Jaksel 1,903476 2,099285 0,856012
yang produktivitasnya tinggi, dan mempertahankan
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja yang Jaktim 1,102238 0,859177 -0,364752

masih berada di sektor informal dan mempersempit Jakbar 1,050732 0,862446 -0,845123
kesenjangan upah pada tingkat produktivitas yang Jakpus 1,212219 1,112352 -0,597289
sama (Bappenas, 2014). Jakut 0,574557 -0,517981 1,796609

(c) Indikator Indeks Pembangunan Manusia Kep. Seribu -5,843222 -4,415279 -0,845457

Nilai fixed effect cross pada pengujian yang Keterangan: * : signifikansi 10 persen; ** : signifikansi 5 persen;
*** : signifikansi 1 persen.
hanya melibatkan variabel aglomerasi produksi Sumber : Hasil regresi data panel.

156 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162
Terdapat hal yang menarik pada pengujian pertama Jawa Barat pada tiga tahun pengamatan (tahun 1980,
ketika aglomerasi produksi justru mengurangi IPM 1990, dan 2000) berdasarkan jumlah tenaga kerja
Jakarta secara keseluruhan. Anomali ini dapat disebabkan dan nilai tambah yang dihasilkan sektor industri besar
karena tenaga kerja yang digunakan bukan berasal dari manufaktur (IBM). Hasil identifikasi dan klasifikasi
penduduk Jakarta tetapi menggunakan tenaga terampil menunjukkan bahwa pada tahun 1980 hanya ada dua
dan keahlian dari luar. Sementara bagi penduduk Jakarta daerah yang jumlah tenaga kerja lebih dari 45.000
belum mendapatkan porsi yang cukup dalam perluasan orang dan nilai tambahnya lebih dari Rp200 miliar, yaitu
lapangan pekerjaan dan pengembangan diri. Hal yang Jakut dan Jaktim sehingga dapat ditentukan bahwa
berbeda ditunjukkan justru oleh tanda fixed effect cross kedua daerah tersebut adalah daerah aglomerasi
daerah Kepulauan Seribu karena aglomerasi produksi yang pertama kali muncul (daerah aglomerasi ditandai
akan meningkatkan IPM. dengan warna lebih gelap pada Gambar 3).
Pada satu dekade kemudian, daerah aglomerasi
C. Kebijakan Pembangunan Jakarta: Tantangan meluas tidak hanya ke daerah metropolitan utama
dan Harapan tetapi juga daerah-daerah di sekitarnya yang sering
Efek aglomerasi industri yang terjadi pada disebut extended metropolitan region yaitu Jakarta
tahun 1980an, memang sangat menguntungkan Barat, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten
bagi pelaku-pelaku industri dan aktivitas ekonomi itu Tangerang, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung.
sendiri. Penghematan biaya produksi dan distribusi Kemudian pada tahun 2000, daerah aglomerasi semakin
menjadi pertimbangan mengingat Indonesia masih bertambah menjadi 13 daerah dan membentuk
memiliki kekurangan dalam hal sebaran atau suatu koridor atau jaringan kota (network cities) yang
pemerataan kesejahteraan penduduk. menghubungkan aglomerasi di Greater Jakarta dan
Awalnya, aglomerasi industri berada di daerah Bandung sehingga menjadi satu kesatuan daerah
Jaktim dan Jakut. Pada satu dekade kemudian, aglomerasi yang besar (Kuncoro, 2014).
daerah aglomerasi meluas ke daerah-daerah sekitar Perkembangan dan dinamika aglomerasi yang
metropolitan utama yaitu Jaksel dan Jakpus dan sering terjadi dalam koridor Greater Jakarta dan Bandung
disebut extended metropolitan region. Daerah-daerah menjadi daya tarik tersendiri bagi terjadinya migrasi
aglomerasi industri pada kelanjutannya menyebar penduduk. Model migrasi Harris Todaro yang sudah
sampai Jakbar, Bogor, Bekasi, Tangerang, serta Depok, dikembangkan sejak tahun 1970an menjelaskan
dan Cianjur. fenomena perpindahan penduduk yang umumnya
Kuncoro dan Hidayati dalam Kuncoro (2012) terjadi di daerah sedang berkembang di mana terdapat
menunjukkan pola distribusi IBM di DKI Jakarta dan tendensi penduduk pindah dari daerah perdesaan ke

Daerah Aglomerasi IBM 1980 Daerah Aglomerasi IBM 1990

Daerah Aglomerasi IBM 2000

Sumber: Kuncoro dan Hidayati dalam Kuncoro, 2012.


Gambar 3. Daerah Aglomerasi di Pulau Jawa Tahun 1980, 1990, dan 2000

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 157
daerah perkotaan (rural-urban migration) walaupun bantaran-bantaran sungai serta membatasi urbanisasi
tingkat pengangguran sudah cukup tinggi di daerah dengan penetapan regulasi dan pajak.
perkotaan tersebut. Model ini juga memperlihatkan Pembersihan hunian di pinggiran-pingggiran
bahwa perbedaan upah buruh antara desa dan sungai dan di tempat publik harus dilakukan dengan
kota juga merupakan salah satu faktor utama yang pendekatan psikologis dan etika kenegaraan. Dengan
menentukan kecenderungan untuk melakukan migrasi pemberian pemahaman yang baik tentang arti
tersebut. Selain itu, pola hidup daerah perkotaan yang pentingnya tata ruang dan daya dukung lingkungan
lebih modern merupakan daya tarik yang cukup besar serta diikuti pemberian kepastian kehidupan yang
untuk pindah (Sjafrizal, 2012). lebih baik akan mempermudah proses perbaikan tata
Ketersediaan pertukaran bahan baku dan ruang wilayah. Pada dasarnya masyarakat menyadari
pasar secara lebih dekat sehingga produksi dapat kesalahan telah menempati ruang publik namun tidak
dilakukan dengan skala lebih efisien, penurunan biaya punya pilihan lain. Tuntutan ekonomi, harus tinggal
transportasi, penggunaan fasilitas bersama sampai dekat sumber pekerjaan, dan upaya mencari sumber
dengan penggunaan tenaga kerja yang lebih efisien kehidupan, menjadi alasannya, sesuai dengan teori
sehingga dapat menurunkan biaya produksi menjadi lokasi oleh Weber (Colell, et al, 1995).
keuntungan terjadinya aglomerasi. Pergeseran Jakarta Perlu dikembangkan industri yang bernilai
dari daerah pinggiran Sungai Ciliwung kini berubah tambah tinggi dengan kebutuhan tenaga kerja yang
menjadi kota metropolitan terpadat penduduknya lebih berkemampuan. Perusahaan turut bertanggung
adalah hasil dari proses aglomerasi ekonomi. Proses jawab dan perlu memfasilitasi permukiman
keuntungan komperatif, spesialisasi produksi, pekerjanya sehingga dapat mengurangi eksternalitas
dan keuntungan skala besar juga terus berlanjut, negatif, baik kemacetan maupun penyalahgunaan
menjadikan pesatnya pertumbuhan Jakarta. ruang publik. Solusi permukiman pekerja ini menjadi
Pesatnya pertumbuhan Jakarta menyisahkan satu dan terintegrasi dengan perbaikan lingkungan
eksternalitas dinamis yang seharusnya dapat dicermati kota. Seperti membangun hunian bagi pekerja di atas
sejak awal sehingga dapat diantisipasi. Pembangunan tepian Waduk Pluit adalah langkah strategis untuk
pusat belanja di Jakarta dengan dalih memenuhi memperbaiki dan melindungi waduk tersebut dari
kebutuhan konsumen, sebenarnya telah melebihi kerusakan dan pendudukan di masa depan.
batas ideal dari jumlah penduduknya. Pembangunan Dalam kerangka ini, pabrik yang ada di Jakarta
apartemen dan hunian mewah di berbagai lokasi dan sekitarnya pun perlu ditata, limbahnya harus
menjadi persoalan tersendiri. Belum lagi banyaknya dikelola, akses dari dan kepadanya diperbaiki
daya dukung sektor informal yang memadati ruang- terhadap permukiman. Pemerintahan juga
ruang publik. Hal inilah yang menyebabkan perubahan perlu mengerahkan aparatnya untuk mencegah
tata ruang. Daerah resapan air, ruang hijau, dan fungsi penyalahgunaan ruang publik lebih lanjut.
taman kota berubah menjadi mal dan apartemen. Tantangan terbesar bagi perubahan sosial ekonomi
Sementara bantaran sungai, pinggiran kali, dan daerah Jakarta adalah tingginya kepadatan penduduk terutama
cekungan berubah menjadi perkampungan kumuh pada pagi dan sore hari yang mencapai 12,5 juta orang
dan padat penduduknya (Adisasmita, 2014). akibat banyaknya orang yang masuk ke Jakarta dari
Banyak kawasan yang seharusnya menjadi daerah Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang, dan kawasan sekitar
resapan air dan ruang terbuka hijau berubah menjadi Jakarta untuk mencari penghidupan. Hal ini memicu
kawasan bisnis. Barang lingkungan tidak ada harganya berbagai permasalahan terutama kemacetan dan
dan dinilai secara tidak wajar. Harga seringkali tidak ketidakseimbangan pemanfaatan ruang dan fasilitas
mencerminkan nilai seluruh barang sumber daya publik. Pemerintah perlu menjaga keseimbangan
yang digunakan di dalam perolehannya. Harga tanah antara penyediaan lapangan pekerjaan terutama di
yang dibeli pengembang untuk pembangunan gedung sepanjang lingkar luar Jakarta sehingga mempermudah
pencakar langit, belum memasukkan nilai kerusakan akses antara tenaga kerja dan lingkungan kerja.
resapan air yang hilang, tidak memperhitungkan Selain itu, tingginya tingkat investasi perlu
penurunan muka tanah yang terjadi bahkan juga diselaraskan dengan pemanfaatan lahan dan daya
hilangnya sumber daya hayati yang bermanfaat. dukung lingkungan. Besarnya investasi menjadi
Kepadatan penduduk harus dikelola dengan cerdas tidak bermanfaat ketika ditujukan hanya untuk
memanfaatkan aspek teknologi. Masyarakat kelas memperbesar keuntungan dan tidak sesuai dengan
menengah yang menetap di pinggiran Jakarta merupakan kebutuhan Jakarta. Investasi dari luar harus disikapi
modal manusia harus lebih diberdayakan dan ditarik bijaksana, dengan menjaga nilai-nilai kemanusiaan
ke dalam kota melalui pemberian subsidi penyediaan dan nasionalisme.
rumah susun yang dilengkapi dengan zona biru dan hijau. Apalagi kemiskinan masih menjadi persoalan
Membersihkan hunian di pinggiran-pinggiran sungai dan hari ini bagi Jakarta. Setiap tahun angkanya semakin

158 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162
meningkat karena tingginya harga barang dan jasa di Megapolitan menggambarkan perkembangan wilayah
Jakarta. Hal ini diperparah dengan masih lemahnya perkotaan yang sangat pesat. Jakarta bersama
fasilitas dan prasarana publik yang disediakan kawasan penyangganya dilihat sebagai satu kesatuan
pemerintah. Transportasi masih menjadi barang karena terjadi interaksi keseharian yang intensif.
yang mahal. Saat ini, masyarakat mencari jawaban Jabodetabekjur merupakan konsentrasi utama kawasan
atas permasalahan Jakarta dengan caranya sendiri. perkotaan di Indonesia di mana 20 persen dari jumlah
Munculnya Gojek, Grabbike, Grabtaxi, Ubercar, dan penduduk perkotaan berada di kawasan tersebut.
Uberblack sebagai sarana transportasi alternatif di Di Indonesia, landasan konsep megapolitan
samping taksi yang telah lama ada menjadi bukti. sebenarnya telah ada, yaitu pasal 227 ayat 3c dan PP
Pemerintah harus membuat sarana transportasi No. 47/1997 tentang RTRWN pasal 5 ayat 2c. Jadi,
publik yang memadai dan disesuaikan dengan desain pertimbangan yuridis untuk pembentukan megapolitan
tata kota yang ada untuk mengurai kemacetan dan sudah ada, namun yang terpenting adalah bagaimana
penyalahgunaan ruang dan fasilitas publik. pencapaian konsep megapolitan ini dan bagaimana
Pendidikan sebagai sarana mencerdaskan juga pengaruhnya terhadap masyarakat mengingat
anak bangsa dan pendorong bagi perubahan sosial Indonesia adalah negara yang masih mengandalkan
ekonomi masyarakat masih menjadi barang mewah pembangunan berdasarkan pertumbuhan ekonomi.
bagi masyarakat bawah. Pendidikan gratis yang Pada tahun 2000, jumlah penduduk di
menjadi salah satu kebijakan pemerintah, belum Jabodetabekjur telah mencapai 13,7 juta jiwa. Sepuluh
dapat dinikmati masyarakat bawah karena kesulitan tahun kemudian, jumlah penduduk meningkat lebih
memperoleh SMPN dan SMAN karena rendahnya dari 100 persen menjadi 28,8 juta jiwa. Besaran
nilai ujian nasional. Akibatnya mayoritas masyarakat tersebut menjadikan Jabodetabekjur digolongkan ke
bawah kesulitan melanjutkan studinya ke jenjang dalam kelompok 10 kota besar di dunia. Pada tahun
pendidikan lebih tinggi. Hal ini menjadi tantangan 2013, jumlah penduduk di Jakarta sebesar 9,9 juta
tersendiri bagi Jakarta pada periode selanjutnya, baik jiwa dengan luas wilayah hanya sebesar 661,62 m2.
pengangguran maupun kriminalitas. Penyelenggaraan Jika ditambah dengan masyarakat commuter, maka
Kartu Jakarta Pintar juga harus diawasi pemanfaatan jumlah penduduknya mencapai lebih dari 13 juta
dan pengelolaannya agar terjaga akuntabilitasnya. jiwa. Besaran tersebut menjadikan Jakarta memenuhi
Fenomena ketimpangan pendapatan dan syarat bagi terbentuknya kota megapolitan (Badan
kesenjangan ekonomi di Jakarta sangat besar. Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, 2015).
Namun sejauh ini belum ada upaya yang sistematis, Wacana daerah megapolitan di Indonesia
terencana, dan serius untuk mengurangi kesenjangan merupakan suatu bagian dari dampak aktivitas
ekonomi. Seolah kesenjangan ekonomi bersifat ekonomi pada daerah maju yang berpengaruh.
alamiah dan sesuai permintaan pasar. Walaupun masih sekadar wacana, hal ini sudah
Berdasarkan hasil perhitungan, tantangan bagi mampu memberikan suatu pemahaman tentang
Pemerintah Jakarta untuk masing-masing kabupaten/ dampak kegiatan ekonomi dalam hal ini adalah
kota memerlukan pendekatan dan prioritas yang industri yang tidak hanya pada aspek ekonomi itu
berbeda. Untuk Jakbar, Jakut, dan Jakpus di mana sendiri tetapi sampai pada aspek pemerintahan dan
pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi peningkatan administrasi wilayah. Walaupun konsep megapolitan
IPM di bawah rata-rata perlu menjaga keseimbangan belum terwujud, namun efek dari proses menuju hal
antara pembangunan ekonomi dan peningkatan itu sudah mulai terlihat yakni adanya kemungkinan
mutu pelayanan publik terutama bidang pendidikan kenaikan harga yang sangat drastis akibat dari
dan kesehatan. Untuk Jaksel dan Jaktim pemerintah persaingan oleh pelaku-pelaku industri tertentu.
tetap perlu menjaga momentum pertumbuhan Sebagai ibu kota negara, seharusnya Jakarta telah
dan meningkatkan produktivitas serta nilai tambah, mengalami transformasi menjadi kota jasa modern
sekaligus juga mempertahankan efektivitas dan efisiensi yang mampu menciptakan kegiatan produktif yang
pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. bernilai tambah tinggi. Pemerintah bisa secara aktif
Sementara untuk Kepulauan Seribu, pemerintah perlu menawarkan mekanisme insentif agar pabrik-pabrik
mendorong percepatan pembangunan ekonomi yang yang bernilai tambah rendah bersedia keluar Jakarta
menggunakan sumber daya lokal seperti kelautan, secara sukarela.
perikanan, pertanian, dan perdagangan serta jasa. Pembangunan seharusnya tidak lagi
menempatkan Jakarta sebagai pusat segala kegiatan
D. Rencana ke Depan ekonomi, tetapi secara aktif memperluas basis
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, kegiatan ekonomi ke luar Jakarta, mulai dari daerah
Bekasi, dan Cianjur yang menjadi penyangga bersama di sekitarnya hingga ke daerah yang semakin jauh.
Jakarta diwacanakan menjadi kawasan megapolitan. Dengan semakin memperluas dan memodernisasi

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 159
sistem transportasi, akan memperlancar terbentuknya kemiskinan, dan IPM di Jakarta dapat diukur melalui
kawasan bisnis yang tersebar di pinggiran Jakarta dan di variabel aglomerasi produksi maupun aglomerasi
daerah sekitarnya, dan bukan sekedar mengutamakan penduduk. Dugaan hasil regresi menunjukkan
kelancaran arus manusia masuk ke pusat kota. bahwa aglomerasi produksi maupun aglomerasi
Dengan demikian warga Jakarta memperoleh penduduk keduanya menunjukkan pengaruh
insentif untuk berpindah dari kawasan padat dan nyata pada perubahan sosial ekonomi Jakarta.
kumuh ke kawasan pemukiman baru yang dibangun Aglomerasi produksi memberikan pengaruh positif
secara terpadu. Sudah sepatutnya dilakukan revitalisasi pada pertumbuhan ekonomi dan pengaruh negatif
infrastruktur jalur kereta api yang sudah ada di Jakarta pada tingkat kemiskinan dan IPM. Sementara untuk
sehingga akan tercipta sentra-sentra bisnis yang aglomerasi penduduk, memberikan pengaruh negatif
lebih tersebar, sehingga lebih cepat mendorong efek pada pengujian pertumbuhan ekonomi dan tingkat
penularan ke daerah yang semakin jauh dari Jakarta. kemiskinan, pengujian IPM memperlihatkan variabel
Untuk mengatasi berbagai permasalahan di aglomerasi penduduk berpengaruh positif.
atas, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pada pengujian pertumbuhan ekonomi, sektor
menggagas RUU mengenai Pengelolaan Terpadu yang memberikan pengaruh positif mulai dari yang
Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur. Pembentukan terbesar diberikan oleh sektor industri pengolahan;
kawasan Jabodetabekjur diharapkan dapat mengatasi kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan
permasalahan kota yang terjadi saat ini seperti banjir, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
kemacetan, dan tata air. Biaya yang dikeluarkan jasa dan sektor listrik dan air. Sementara sektor yang
masyarakat di Jakarta dan sekitarnya menjadi mahal, berpengaruh negatif dalam peningkatan pertumbuhan
baik biaya operasional kendaraan akibat macet, biaya ekonomi mulai dari yang terbesar diberikan oleh
kesehatan akibat polusi hingga biaya untuk mengatasi sektor konstruksi, sektor keuangan dan real estate,
tingkat stress masyarakat yang semakin tinggi. dan terakhir sektor pertanian. Dengan demikian,
Dalam rancangan pengelolaan terpadu kebijakan pembangunan Jakarta sudah seharusnya
Jabodetabekjur, akan dilakukan pembagian pelayanan tidak lagi mengandalkan pada sektor konstruksi serta
kota-kota di mana Jakarta sebagai kota inti dan kota sektor keuangan dan real estate karena kedua sektor
lainnya menjadi kota satelit. Pemanfaatan ruang tersebut disinyalir memberikan pengaruh negatif pada
Jakarta diarahkan untuk perumahan hunian dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
kepadatan tinggi, perdagangan dan jasa skala nasional Nilai fixed effect cross pada pengujian yang hanya
dan internasional, dan industri ringan nonpolutan dan melibatkan variabel aglomerasi produksi maupun
khusus di Pantura sebagian untuk perumahan dengan aglomerasi penduduk menunjukkan bahwa pengaruh
Koefisien Dasar Bangunan sebesar 40-50 persen. positif dalam pembangunan manusia secara berurutan
Sedangkan untuk kota satelit, seperti Kota dari yang terbesar diberikan oleh Jaksel, Jakpus, Jaktim,
Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor diarahkan untuk Jakbar, dan terakhir Jakut dengan nilai yang jauh lebih
permukiman tinggi (apartemen dan perumahan susun) kecil dari rata-ratanya. Sementara itu, Kepulauan
dan sebagian rendah. Sementara untuk perdagangan Seribu justru menunjukkan pengaruh negatif. Dengan
dititikberatkan pada skala nasional. Industri yang demikian, kebijakan pembangunan untuk wilayah
dikembangkan industri ringan, menyerap banyak Jaksel, Jakpus, Jaktim, Jakbar, Jakut, dan Kepulauan
tenaga kerja dan berorientasi pasar. Pertanian, Seribu harus dilaksanakan dengan pendekatan
perkebunan, perikanan, peternakan, dan agrobisnis yang berbeda. Pemerintah harus mengedepankan
juga bisa dikembangkan di kota-kota satelit ini. kebijakan pembangunan bagi Kepulauan Seribu melalui
Kabupaten yang ada, seperti Kabupaten Tangerang peningkatan variabel aglomerasi produksi dan penduduk
dan Bekasi, diarahkan untuk perumahan padat dan karena secara nyata meningkatkan pertumbuhan
rendah, ekonomi skala setempat, industri berorientasi ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Pemerintah perlu
tenaga kerja, ladang, pertanian lahan basah (irigasi memprioritaskan peningkatan produktivitas dan nilai
teknis) dan kering, perkebunan, perikanan, peternakan, tambah sektor melalui penguatan sumber daya lokal
agroindustri hutan produksi, kawasan lindung, dan suaka seperti kelautan, perikanan, pertanian, dan perdagangan
alam. Untuk Kabupaten Bogor dan Cianjur diarahkan dan jasa terutama untuk Kabupaten Kepulauan Seribu.
sama dengan Kabupaten Tengerang dan Bekasi hanya Pembentukan wilayah terintegrasi megapolitan
untuk perumahan masih berskala sedang/rendah. Jabodetabekjur merupakan langkah strategis bagi
sinergitas pertumbuhan antarkota dan pembentukan
V. SIMPULAN DAN SARAN wilayah yang lebih baik dari sisi perencanaan, tata kota
A. Simpulan maupun solusi atas beragam permasalahan Jakarta dan
Pengaruh aglomerasi bagi perubahan sosial sekitarnya, seperti banjir, genangan air, kemacetan,
ekonomi yang diwakili oleh pertumbuhan ekonomi, maupun tata air. Selain itu, upaya ini juga sekaligus

160 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162
mengurangi dampak eksternalitas negatif lainnya yang BPLHD Pemprov DKI Jakarta. (2013). Laporan status
terjadi sebagai ekses perkembangan kota. lingkungan hidup daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Tahun 2013. Jakarta: Pemprov
B. Saran DKI Jakarta.
Proses aglomerasi pembangunan yang
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. (2013a). Ringkasan
mengakibatkan disparitas desa-kota, penduduk miskin-
eksekutif keadaan angkatan kerja DKI Jakarta
kaya semakin besar merupakan masalah yang harus
2013. Jakarta: BPS DKI Jakarta.
diatasi. Masalah ini dapat dieliminasi secara perlahan
dengan melakukan kaji ulang terhadap strategi Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. (2013b). Jakarta
pembangunan dengan segala kebijakan-kebijakan publik dalam angka 2013. Jakarta: BPS DKI Jakarta.
dan kebijakan sosial yang mengikutinya. Solusi jangka Colell, A. M., Whinston, M. D., and Green, J. R.
pendek dapat dilakukan melalui distribusi investasi dan (1995). Microeconomic theory. New York: Oxford
transfer teknologi pada wilayah-wilayah terbelakang University Press.
sehingga dapat mengejar ketertinggalannya. Dengan
demikian, konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat Ekananda, M. (2014). Analisis ekonometrika data
dihindari dan aktivitas ekonomi yang dipicu peningkatan panel (cet. Pertama). Jakarta: Penerbit Mitra
permintaan dapat meningkat. Wacana Media.
Pemerintah juga perlu melakukan penanganan Kementerian Dalam Negeri. (2013). Buku induk kode dan
isu-isu strategis daerah yang diperkirakan akan dapat data wilayah. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.
meningkatkan kinerja perekonomian daerah secara
keseluruhan dan memperluas dampak pemerataan Kuncoro, M. (2012). Perencanaan daerah; bagaimana
pembangunan. Beberapa hal yang dapat dilakukan membangun ekonomi lokal, kota, dan kawasan.
misalnya pengembangan sistem transportasi yang Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
menunjang aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya Kuncoro, M. (2013). Mudah memahami dan menganalisis
seperti perbaikan kualitas jalan dan pengembangan indikator ekonomi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
angkutan umum massal. Termasuk juga peningkatan
Sjafrizal. (2012). Ekonomi wilayah dan perkotaan.
kapasitas pemerintah kota dalam pengelolaan
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
urbanisasi dan pengendalian tata ruang.
Dalam jangka panjang, pemerintah pusat perlu Stimson, Stough, R. and Brown, R. (2012). Regional
terus melakukan evaluasi dan perbaikan kebijakan economics development: Analysis and planning
pembangunan yang sudah dilaksanakan di daerah. strategy. Berlin: Springer Verlag.
Langkah ini untuk memastikan bahwa, pembangunan Suparmoko. (2012). Ekonomi sumber daya alam dan
yang dilakukan telah mempertimbangkan nilai ekonomis lingkungan, suatu pendekatan teoritis (cet. Ke-4).
dari kapasitas dan daya dukung lahan. Pembangunan Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
tidak hanya mengandalkan pada kemudahan
memperoleh insentif terutama pada sektor konstruksi World Bank. (2014). Kajian kebijakan pembangunan
serta sektor keuangan dan real estate. Pemerintah 2014, Indonesia menghindari perangkap. Jakarta:
harus menjamin upaya-upaya preventif menjalankan The World Bank Office Jakarta.
penegakan hukum yang lebih tegas terhadap kegiatan
perekonomian yang tidak ramah lingkungan, perusak Artikel dalam Jurnal danWorking Paper
barang publik, dan penyalahgunaan lahan. Ibrahimy, D. (2011). Permasalahan dan solusi bagi
urbanisasi dan over-populasi di kota megapolitan.
Pascasarjana Sosiologi Universitas Airlangga,
Semarang.
DAFTAR PUSTAKA
Kim, S. R. (1999). Resources, and economic geography:
Source of US. regional comparative advantages. Journal
Regional Science and Urban Economics, 29, 1-32.
Buku Riandoko, B dan Sugianto, F. X. (2013). Pengaruh
Adisasmita, R. (2014). Pertumbuhan wilayah dan wilayah pertumbuhan ekonomi, share sektor industri dan
pertumbuhan. Jakarta: Penerbit Graha Ilmu. pertanian serta tingkat jumlah orang yang bekerja
Bappenas. (2014). Seri analisa pembangunan terhadap ketimpangan wilayah antar kabupaten/
daerah; Perkembangan pembangunan Provinsi kota di Jawa Tengah tahun 2002-2010. Diponegoro
DKI Jakarta 2014. Jakarta: Bappenas. Journal of Economics, 2(1), 1-14.

Ariesy Tri Mauleny, Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta | 161
Santoso, A. B. dan Prabatmodjo, H. (2012). Aglomerasi Jakarta, kota dengan mal terbanyak di dunia.
industri dan perubahan sosial ekonomi di Diperoleh tanggal 17 Maret 2014, dari http://
Kabupaten Bekasi. Jurnal Perencanaan Wilayah metro.news.viva.co.id/news/read/165684-
dan Kota, SAPPK ITB, 1(2), 73-82. jumlah-mal-di-jakarta-sudah-tak-ideal.
Siagian, M. (2005). Aglomerasi dan kemiskinan Jakarta, kota dengan pertumbuhan terpesat sedunia.
perkotaan. Jurnal Wawasan, 11(2), 41-46. Diperoleh tanggal 29 April 2014, dari http://www.
tempo.co/read/news/2014/04/27/083573662/
Suprapto. (2011). Statistik pemodelan bencana
Jakarta-Kota-dengan-Pertumbuhan-Terpesat-
banjir Indonesia (kejadian 2002-2010). Jurnal
Sedunia.
Penanggulangan Bencana, 2(2), 34-47.
Tinjauan ekonomi dan keuangan daerah Provinsi DKI
Suryaningrum, A. 2000. Pertumbuhan ekonomi
Jakarta. Diperoleh tanggal 10 Maret 2014, dari
regional di Indonesia. Media Ekonomi dan Bisnis
http://www.djpk.depkeu.go.id/attachments/
Undip Semarang, 12(1), 8-16.
article/257/09.%20DKI% 20JAKARTA.pdf.
Suryanto. (2009). Mampukah PDB hijau
Warga Bekasi desak Jakarta tidak buang sampah
mengakomodasi degradasi lingkungan dan
ke Bantargebang semua. Diperoleh tanggal
kesejahteraan masyarakat. Jurnal Ekonomi dan
5 November 2015, dari http://megapolitan.
Studi Pembangunan UMY, 10(1), 13-24.
kompas.com/read/2015/11/05/21384811/
Widarjono, A. (1999). Analisis kausalitas penduduk Warga.Bekasi.Desak.Jakarta.Tidak.Buang.
dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jurnal Sampah.ke.Bantargebang.Semua.
Ekonomi Pembangunan, 4(2), 24-30.
Sumber Lain
Sumber Digital BPS DKI Jakarta. (2014). Berita resmi statistik
Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan No.09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014, hal. 5.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Darat Pertumbuhan ekonomi Jakarta Tahun 2014.
dan Perkeretaapian. (2015). Rencana Induk
Dahuri, R. (2014). Banjir Jakarta dan solusinya. Koran
Transportasi Jabodetabek (RITJ), Kementerian
Sindo 21 Januari 2014.
Perhubungan RI. Diperoleh tanggal 17 Maret
2014, dari http://ppid.dephub.go.id/files/ Hariani, P. (2014). Analisis konsentrasi ekonomi dan
datalitbang/bptj/laporan_RITJ_30-6-2015_ penduduk perkotaan di Indonesia. Disertasi.
AR.pdf. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Bisnis Indonesia. (2012). Banjir dan perekonomian. Sandhika, A. W. (2011). Analisis pengaruh aglomersai,
Diperoleh tanggal 4 Februari 2014, dari http:// tenaga kerja, jumlah penduduk, dan modal
www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_ terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
dad=portal30&_ schema=PORTAL. Kendal. Skripsi. FEB Univ. Diponegoro Semarang.
Dampak banjir terhadap perekonomian nasional. Sigalingging, A. J. (2008). Dampak pelaksanaan
Diperoleh tanggal 4 Februari 2014, dari http:// desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan
rri.co.id/index.php/editorial/183/Dampak- ekonomi dan kesenjangan wilayah. Skripsi.
Banjir-Terhadap-Perekonomian-Nasional#. Fakultas Ekonomi UNDIP, Semarang, 2008.
Uu3lcvldWzQ.
Sihombing, K. (2008). Pengaruh aglomerasi, modal,
DKI Jakarta rentan perubahan iklim. Diperoleh tenaga kerja, dan kepadatan penduduk terhadap
tanggal 4 Februari 2014, dari http://www. pertumbuhan ekonomi Kabupaten Demak.
beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp? Skripsi. Fakultas Ekonomi Undip Semarang.
nNewsId=33477.
Susetyo, D. (2011). Analisis pengaruh tingkat
Investor Daily Indonesia. (2012). Pertumbuhan investasi, aglomerasi, tenaga kerja, dan indeks
pencakar langit Jakarta 87,5 persen. Diperoleh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan
tanggal 1 Mei 2014, dari http://www.investor. ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah.
co.id/home/pertumbuhan-pencakar-langit- Skripsi. Fakultas Ekonomi Undip Semarang.
jakarta-875/40871.

162 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 147 - 162

Вам также может понравиться