Вы находитесь на странице: 1из 34

Case Report Session

INVAGINASI

Oleh :
Suci Gusti Sartika
(1410070100124)

Preseptor :
dr. M. Nur Huda, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH
RSI SITI RAHMAH PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan case report session yang
berjudul “INVAGINASI”. Penulisan case report session ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat lulus di bagian Bedah.
Penulis menyadari sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan case
report session ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang terkait.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan case report session ini. Terima kasih kepada
dr.Nurhuda,SpB selaku dosen pembimbing dalam menyelesaikan case report
session ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna.
Namun penulis berharap semoga nantinya tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat
diselesaikan dengan sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan case report session ini. Penulis berharap
case report session ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Padang, 26 Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.2.1 Tujuan Umum 2
1.2.2 Tujuan Khusus 2
1.3 Manfaat Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Invaginasi 3
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Epidemiologi 4
2.1.3 Etiologi 4
2.1.4 Patofisiologi 5
2.1.5 Klasifikasi 7
2.1.6 Gejala Klinis 7
2.1.7 Diagnosis 9
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 12
2.1.9 Diagnosa Banding 14
2.1.10 Penatalaksanaan 15
2.1.11Komplikasi............................................................................................20
2.1.12 Prognosis 20
BAB III LAPORAN KASUS 21
3.1 Identitas Pasien 21
3.2 Anamnesis 21
3.3 Pemeriksaan Fisik 23
3.4 Pemeriksaan Penunjang 24
3.5 Diagnosis 25
3.6 Planning 25
BAB IV PENUTUP 26
4.1 Kesimpulan 26
4.2 Saran 26

ii
DAFTAR PUSTAKA 27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Invaginasi..........................................................................................3


Gambar 2.2 Patofisiologi Invaginasi....................................................................5
Gambar 2.3 Usus yang sudah rusak dan Perforasi.............................................6
Gambar 2.4 Intususepsi usus halus yang masuk ke usus besar.........................7
Gambar 2.5 Invaginasi ileo-ileal.........................................................................11
Gambar 2.6 Invaginasi ileosekal.........................................................................12
Gambar 2.7 Invaginasi ileokolika.......................................................................12
Gambar 2.8 Foto Polos Abdomen yang menunjukkan dilatasi dari usus halus
dan terkumpulnya gas kuadran kanan bawah dan kuadran atas
..........................................................................................................13
Gambar 2.9 Foto Polos Abdomen yang Menunjukkan Gambaran Obstruksi
Usus dengan “Air Fluid Level”......................................................13
Gambar 2.10 Gambaran Cupping dan Coiled Spring Appearance...................14
Gambar 2.11 Gambaran target lession atau doughnut sign.............................14
Gambar 2.12 Terapi dengan menggunakan barium enema.............................17
Gambar 2.13 Terapi dengan Reseksi manual....................................................19
Gambar 2.14 Anastomose end to end.....................................................................20

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat akut dibidang ilmu bedah
dimana suatu segmen usus masuk kedalam lumen usus bagian distalnya sehingga
dapat menimbulkan gejala obstruksi dan pada fase lanjut apabila tidak segera
dilakukan reposisi dapat menyebabkan strangulasi usus yang berujung pada
perforasi dan peritonitis. Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam
lumen bagian yang tepat berdekatan. Invaginasi adalah suatu penyakit pada anak
yang memerlukan tindakan emergensi. Diagnosis pasti invaginasi pada anak sulit
untuk ditegakkan karena gejala spesifik invaginasi “Trias Invaginasi” tidak selalu
ditemukan saat anamnesis kepada orang tua anak maupun pada saat
pemeriksaan.1–4
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Perjalanan penyakit ini bersifat progresif. Insiden
70% terjadi pada usia < 1 tahun tersering usia 6-7 bulan, anak laki-laki lebih
sering dibandingkan anak perempuan.1,2,5,6
Invaginasi pada anak biasanya idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Paul Barbette dari Amsterdam mengenalkan istilah invaginasi pada
tahun 1674. Pada tahun 1899, Treves mendefinisikannya sebagai prolapsus usus
ke dalam lumen yang berdampingan dengannya. Seorang ahli bedah asal Inggris,
John Hutchinson adalah orang pertama yang berhasil melakukan operasi pada
kasus invaginasi pada tahun 1873.1,7
Penelitian Ko melaporkan gejala klinis tersering pada invaginasi adalah
muntah (89,5%), nyeri perut dan menangis kuat (89,5%), demam (52,6%), bloody
stool (26,3%), massa abdomen (15,8%), hematemesis (10,5%). Invaginasi dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dan peritonitis.5,8

1
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum


Mengetahui dan memahami tentang invaginasi.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui Definisi Invaginasi
2. Mengetahui Epidemiologi dari Invaginasi
3. Mengetahui Etiologi dari Invaginasi
4. Mengetahui Patofisiologi dari Invaginasi
5. Mengetahui Klasifikasi dari Invaginasi
6. Mengetahui Gejala Klinis dari Invaginasi
7. Mengetahui Diagnosis pada Invaginasi
8. Mengetahui Penatalaksanaan pada Invaginasi
9. Mengetahui Prognosis pada Invaginasi
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai invaginasi
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang invaginasi
3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di
Bagian Ilmu Bedah RS Islam Siti Rahmah Padang 2019

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.4 Invaginasi
1.4.1 Definisi
Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi
ataupun strangulasi. Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum) masuk ke
bagian distal (intususepien). Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan
bagian yang menerima intususepturn dinamakan intususipiens. Oleh karena itu,
invaginasi disebut juga intususepsi. Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus
ke dalam lumen bagian yang tepat berdekatan.1,2,7

Gambar 2.1 Invaginasi

3
1.4.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun kelainan ini
umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun
dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada
anak laki – laki, dengan perbandingan laki – laki dan perempuan 4:1. Insiden pada
bulan Maret – Juni dan bulan September – Oktober meninggi. Hal tersebut
mungkin berhubungan dengan perubahan musim dimana pada saat tersebut
insiden infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi, sehingga banyak ahli
yang menganggap bahwa hipermotilitas usus merupakan salah satu faktor
penyebab.6,9–11

1.4.3 Etiologi
Invaginasi terbagi atas Idiopatik dan Kausatif:1,6,12,13

1. Idiopatik: Pada kepustakaan 95% invaginasi pada anak umur 1 bulan sampai
3 tahun sering tidak dijumpai penyebab yang jelas, sehingga digolongkan
”Infatil idiophatic intususseption”. Pada saat operasi hanya ditemukan
penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel
submukosa yang diduga sebagai infeksi rotavirus. Penebalan ini merupakan
titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.

2. Kausatif : Pada penderita invaginasi yang berumur lebih 2 tahun biasanya


ditemukan adanya kelainan usus sebagai penyebab terjadinya invaginasi,
seperti: Inverted Meckel’s Divertikulum, Hemangioma, Lymphoma,
Duplikasi usus, Polip Usus.
Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan atau
disebut juga invaginasi primer. Faktor presipitasi invaginasi pada anak dapat
berupa infeksi virus dan pertumbuhan tumor intestinum. Dahulu, beberapa kasus
invaginasi berhubungan dengan vaksin rotavirus. Rotavirus adalah virus yang
dapat menyebabkan infeksi yang dapat mengakibatkan terjadinya diare, vomitus,
demam, dan dehidrasi. Pada orang dewasa invaginasi dapat disebabkan oleh t
umor jinak maupun ganas saluran cerna, parut (adhesive) usus, luka operasi pada
usus halus dan kolon, IBS (Irritable Bowel Syndrome), dan Hirschsprung.5,11,14

4
Hipertrofi Payer’s patch di ileum dapat merangsang peristaltik usus
sebagai upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.
Invaginasi sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas dan serangan
episodik gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan limfoid.
Adenovirus ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi idiopatik umumnya
terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat kerentanannya tinggi terhadap
virus.1,7,8
Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk
terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel, polip
usus, duplikasi atau limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada penderita
kistik fibrosis yang mengalami dehidrasi.12,13
1.4.4 Patofisiologi

Gambar 2.2 Patofisiologi Invaginasi

Suatu segmen usus berikut mesenterium atau mesokolon masuk ke lumen


usus bagian distal oleh suatu sebab. Proses selanjutnya adalah proses obstruksi

5
usus strangulasi berupa rasa sakit dan perdarahan peranal. Sakit mula-mula hilang
timbul kemudian menetap dan sering disertai rangsangan muntah. Darah yang
keluar peranal merupakan darah segar yang bercampur lendir. Proses obstruksi
usus sebenarnya sudah terjadi sejak invaginasi, tetapi penampilan klinik obstruksi
memerlukan waktu, umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam.4,6,7
Invaginasi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau
iritan pada dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltik normal serta
menjadi lokus minoris untuk terjadinya invaginasi. Invaginasi dideskripsikan
sebagai prolaps internal usus proksimal dalam lekukan mesenterika dalam lumen
usus distal. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada pasase isi usus
dan menurunkan aliran darah ke bagian usus yang mengalami invaginasi tersebut.
Akhirnya dapat mengakibatkan obstruksi usus dan peradangan mulai dari
penebalan dinding usus hingga iskemia dinding usus.3,6,7,10
Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal, terjepit, dan
menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus yang akan
menyebabkan keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur
mucus (red currant jelly stool). Jika reduksi intususepsi tidak dilakukan, terjadi
insufisiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus
yang akan menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis. Perjalanan
penyakit yang terus berlanjut dapat semakin memburuk hingga menyebabkan
sepsis.4,5,7

Gambar 2.3 Usus yang sudah rusak dan Perforasi

6
1.4.5 Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan
lokasi segmen yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segmen yang
mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori
berdasarkan lokasi terjadinya:1,8
1. Entero-enterika: usus halus masuk ke dalam usus halus
2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
4. Ileosekal : ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke
kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.1,5

Gambar 2.4 Intususepsi usus halus yang masuk ke usus besar

1.4.6 Gejala Klinis


Gejala yang timbul cenderung bersifat tiba-tiba, karena anak biasanya
dalam keadaan gizi yang baik, lalu secara tiba-tiba menangis kesakitan sehingga
bayi akan cenderung menarik lutut ke arah perut yang berlangsung beberapa
menit. Serangan nyeri tersebut kemudian berulang dengan jarak 10 sampai 20
menit. Serangan juga diikuti dengan muntah, lalu diluar serangan penderita akan
terlihat lemas dan tertidur, namun terbangun kembali saat serangan datang. Pada
awalnya saat belum terjadi gangguan pasase usus secara total, feses yang terlihat
masih dalam batas normal, namun saat terjadi gangguan total feses mulai
bercampur darah segar dan lendir, yang lama kelamaan tinggal darah segar dan
lendir.1,5

7
Jika sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang,
dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai
suatu massa tumor berbentuk sosis di dalam perut di bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu
terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang
disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon terdorong ke distal, ikut
proses invaginasi, dan jika invaginasi terus berjalan sampai melewati colon
desendens dan sigmoid dapat teraba massa yang prolaps pada daerah anus.1,3,5
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, edem, hiperfungsi goblet sel
serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala buang air besar darah dan
lendir “red currant jelly stool”, tanda ini baru dijumpai sesudah 6-8 jam
serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah 12 jam. Buang air
besar darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang
dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18-24 jam serangan
sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi
sumbatan total, diikuti proses edem yang semakin bertambah, sehingga pasien
ditemukan tanda-tanda obstruksi seperti perut kembung dengan gambaran
peristaltik yang jelas, serta muntah yang berwarna kehijauan.1,7,11

Pemeriksaan colok dubur didapatkan:1,3


- Tonus sfingter melemah, mungkin invaginasi dapat diraba berupa massa
seperti portio.
- Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala-gejala
invaginasi tidak khas, tanda- tanda obstruksi usus berhari-hari baru timbul,
pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah,
invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan
pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat
timbul.7,8
1.4.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi didasarkan pada anamnesis,

8
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi, tetapi diagnosis pasti dari suatu
invaginasi adalah ditemukannya suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke
dalam segmen lainnya, pada saat dilakukan operasi laparotomi.1,7,8
Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi
yang sehat mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat
ditenangkan sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang karena
sudah capek sekali. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi dikenal dengan
“Trias Invaginasi”, yang terdiri dari:1,4
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat serang serangan,
nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan
(colicky abdominal pain).
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas (palpebra abdominal mass).
3. Buang air besar campur darah dan lendir ataupun terjadi diare (red currant
jelly stools).
Serangan klasik terdiri atas: nyeri perut, gelisah waktu serangan kolik,
biasanya keluar lendir campur darah ( red currant jelly / strawberry stool ) per
anal yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin
sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan, dan pada
pemeriksaan perut dapat teraba massa yang biasanya memanjang dengan batas
jelas seperti sosis.3,4
Bila invaginasi disebut strangulasi harus diingat kemungkinan terjadinya
peritonitis setelah perforasi. Invaginasi yang masuk jauh dapat ditemukan pada
pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti portio uterus pada
pemeriksaan vagina sehingga disebut sebagai pseudoportio atau porsio semu.
Invaginatum yang keluar lewat rectum jarang ditemukan, keadaan tersebut harus
dibedakan dengan prolapsus mukosa rectum. Pada invaginasi didapatkan
invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding anus.1
Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rektum dari invaginasi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk

9
menentukan ada tidaknya celah terbuka. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian
enema barium.1,7
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpai tanda obstruksi dan massa di
kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG
membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada
potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan
longitudinal invaginasi. Foto dengan pemberian barium enema dilakukan jika
pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik ataupun
terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak jelas pada foto.1,7
Invaginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali idiopatik.
Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor
lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti di vertikulum
Meckel yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus, kelainan vaskuler, atau
limfoma. Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksi usus, tetapi tergantung dari
letak ujung invaginasi.1,7,15
Kriteria diagnosis invaginasi akut:1,4
1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)
a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan
b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema
pada usus halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal
yang dideteksi dengan USG
c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi
2. Mungkin invaginasi (probable)
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor
3. Possible invaginasi
Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor

Kriteria mayor pada invaginasi yakni:4,13,16


1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna
a. Riwayat muntah kehijauan
b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus
abnormal

10
c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi
usus halus
2. Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah:
- usia< 1 tahun,
- laki-laki
- nyeri perut
- muntah
- letargi
- hangat
- syok hipovolemik
- foto polos abdomen menunjukkan pola gas usus yang abnormal.4,16
3. Inspeksi
a. Massa di abdomen
b. Massa di rectal
c. Prolapsus intestinal
d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau
massa dari jaringan lunak
4. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena
a. Keluarnya darah per rectal
b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum

Gambar 2.5 Invaginasi ileo-ileal

11
Gambar 2.6 Invaginasi ileosekal

Gambar 2.7 Invaginasi ileokolika

1.4.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah
leukosit atau lekositosis > 10.000/mm3.
b. Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan sebagai
acuan diagnostik, antara lain:3,4,9
1. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di
dalam usus yang tidak merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas,
dan dalam keadaan lanjut terlihat gambaran obstruksi ususpada posisi

12
tegak dan lateral dekubitus berupa gambaran ‘air fluid level’, serta
dapat terlihat ‘free air’ jika sudah terjadi perforasi.

Gambar 2.8 Foto Polos Abdomen yang menunjukkan dilatasi dari usus
halus dan terkumpulnya gas kuadran kanan bawah dan kuadran atas

Gambar 2.9 Foto Polos Abdomen yang Menunjukkan Gambaran


Obstruksi Usus dengan “Air Fluid Level”

2. Barium enema
Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat
diagnostik juga dapat berfungsi sebagai terapi. Sebagai alat diagnostik
barium enema berfungsi jika gejala klinik yang terlihat sedikit
meragukan. Dengan kontras gambaran yang akan terlihat berupa
gambaran ‘cupping’ atau ‘coiled spring appearance’.

13
Gambar 2.10 Gambaran Cupping dan Coiled Spring Appearance

3. Ultrasonografi (USG)
Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target
lesion atau bisa juga disebut doughnut sign.

Gambar 2.11 Gambaran target lession atau doughnut sign

1.4.9 Diagnosa Banding


Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan invaginasi, antara
lain:1
1. Gastroenteritis
Anak dengan gastroenteritis cenderung sulit dibedakan dengan
invaginasi. Perlu diperhatikan perubahan pola penyakit, karakter rasa
sakit, karakteristik muntah, dan jenis perdarahan untuk membedakannya.
2. Enterocolitis

14
Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai
kram abdomen, namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit
cenderung lebih jarang, disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara
nyeri.
3. Diverticulum Meckel
Perbedaan invaginasi dan diverticulum Meckel terdapat pada rasa
sakit yang biasanya tidak dirasakan penderita diverticulum Meckel.
4. Henoch-Schönlein purpura
Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-
Schönlein purpura, namun yang dapat membedakannya adalah
ditemukannya purpura pada penderita Henoch-Schönlein purpura.

5. Prolapsus Recti
Perbedaan prolapsus recti dan invaginasi dapat diketahui dengan
melakukan colok dubur, dimana pada prolapsus recti didapati adanya
hubungan antara mukosa dan kulit perianal sedangkan pada invaginasi
didapati adanya celah.
1.4.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting
sebagai berikut:6,17,18
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
2. Dekompresi maksudnya menghilangkan peregangan usus dan muntah
dengan selang nasogastrik, pemberian antibiotik
3. Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan operatif.
Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu
diagnosis rontgen tersebut ditegakkan. Jika reposisi konservatif ini tidak
berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif.3,6,16,17,18
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Pada
intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya
adalah suatu keganasan. Oleh karena itu, ahli bedah dianjurkan untuk segera
melakukan reseksi, dengan tidak melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi
dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati, tetapi jika
ditemukan nekrosis, perforasi, dan edema, reduksi tidak perlu dilakukan dan

15
reseksi segera dikerjakan. Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang
perlu dilakukan selain reduksi.3,6,16,18
a) Reduksi Hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus
menggunakan kateter dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray.
Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada
tempat invaginasi, dengan tekanan hidrostatik sebesar ¾ sampai 1 meter
air, barium didorong ke arah proksimal. Tekanan hidrostatik tidak boleh
melewati 1 meter air agar tidak terjadi perforasi selain itu tidak boleh
dilakukan penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisis
hidrostatik.3,6,18
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum
terminalis, serta pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang
diberikan akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat
kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran
tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas
tempat invaginasi.3,6,18
Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk
prosedur diagnostik, kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi.
Pemberian sedikit sedatif yang cukup sebelum prosedur enema sangat
banyak membantu berhasilnya reduksi hidrostatik ini.

Gambar 2.12 Terapi dengan menggunakan barium enema

16
Indikasi:
1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi
3. Tidak dehidrasi
4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
Kontra indikasi:
1. Distensi abdomen yang berlebihan
2. Invaginasi rekuren
3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
4. Peritonitis
5. Perforasi
Keuntungan reposisi hidrostatik
1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit
2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat traumatic
Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya
kasus invagianasi berulang, karena tidak dilakukan reseksi.
b) Reduksi Manual dan Reseksi Usus
Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak
stabil, didapatkan peningkatan suhu serta angka leukosit, mengalami
gejala berkepanjangan atau ditemukan penyakit sudah lanjut yang
ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistem usus
yang berat sampai timbul shock atau peritonitis. 1,18
Pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi Laparotomi
dengan insisi transversal interspina jika ditemukan kelainan telah
mengalami nekrosis, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera
dilakukan.1,18
Pelaksanaan operatif:
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti
penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan
umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit

17
elektrolit.1,18
Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan
sudah cukup yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu
0,5 - 1 ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh
kurang dari 38ºC, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernapasan tidak
lebih dari 40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan paling utama
kesadaran yang baik. Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50%
dari kebutuhan (untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan
sudah dapat dicapai.1,18
Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi
jaringan tidak memadai akan menyebabkan tertimbunnya hasil-hasil
metabolisme yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini akan
mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk, yang dapat berakibat
kerusakan sel yang irreversible, dan bila menyangkut organ vital akan
menyebabkan kematian.1,18
2. Operatif
Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan
mendorong invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan
dilakukan dengan hati- hati tanpa tarikan dari bagian proximal.18

Gambar 2.13 Terapi dengan Reseksi manual

Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi. Setelah


dinding perut dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada temuan
yang ada. Reposisi dikerjakan secara manual diperas seperti memeras

18
susu sapi yang disebut milking, dikerjakan secara halus dan perlahan
dengan sabar, dan diselingi dengan istirahat beberapa waktu untuk
memberi kesempatan agar aliran darah balik yang mengurangi edema
sehingga mempermudah usaha milking selanjutnya. Jangan sekali-kali
menarik bagian usus yang masuk ke dalam usus lainnya, tetapi diperas
dari pihak lainnya.18
Jika terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking maka
dilanjutkan dengan reseksi usus. Batas reseksi pada umumnya adalah
10cm dari tepi - tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada
sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan
anastosmose end to end atau side to side.18

Gambar 2.14 Anastomose end to end

Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak


bagian dari usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat
dilakukan anastomosis end to end, harus colostomy supaya proses digestif
tetap berjalan.18
Jika ditemukan penyebab yang menjadi faktor pencetus seperti
divertikulum atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi.
3. Pasca Operasi
 Hindari Dehidrasi
 Pertahankan stabilitas elektrolit
 Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
 Pemberian analgetika yang tidak menggangu motilitas usus

19
1.4.11 Komplikasi
Beberapa kasus intususepsi dapat tereduksi secara spontan. Tetapi
jika tidak ditangani maka dapat menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan usus, nekrosis, perforasi usus dengan peritonitis, syok dan
sepsis, intususepsi berulang serta dapat berakibat kematian. 4 Perforasi
dapat terjadi pada bayi dengan riwayat intususepsi yang relatif lama
(lebih dari 48 jam).
1.4.12 Prognosis
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal.
Angka rekurensi pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar
10% dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%, tidak pernah terjadi setelah
dilakukan reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan
dalam 24 jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut,
terutama setelah hari kedua.4

20
BAB III

LAPORAN KASUS

1.5 Identitas Pasien


Nama : An. Z
Umur : 6 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Berat Badan : 9 kg
Alamat : Padang
Agama : Islam
Suku : Minang

1.6 Anamnesis
 Keluhan utama:
Bayi laki-laki usia 6 bulan datang ke IGD dengan keluhan BAB berdarah
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
 Riwayat Penyakit Sekarang:
- Pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 1 hari ini
- BAB berdarah campur lendir sebanyak lebih kurang setengah gelas.
- BAB berdarah dengan frekuensi 4 kali perhari, darah berwarna merah
segar seperti jelly dan berlendir
- 2 hari SMRS pasien tidak BAB dan tidak flatus, perut pasien kembung
- Pasien muntah sejak 2 hari SMRS. Muntah dengan frekuensi ± 6 kali,
Muntah setiap kali diberi makanan. Muntah pertama berwarna hijau, yang
kedua berwarna kuning dengan volume ¼ Aqua gelas tiap kali muntah.,
dan selanjutnya muntahan yang keluar sesuai dengan minuman yang
dikonsumsi.
- Muntahan terkadang memancar keluar, didahului oleh mual.
- Pasien tidak langsung muntah setelah makan.
- Pasien rewel sejak sekitar seminggu SMRS.

21
- Pasien sering menangis tiba-tiba dan tangisan tidak berhenti setelah diberi
susu. Semakin lama pasien semakin sering menagis, dan sejak 2 hari
SMRS tangisan lemah dan terus menerus
 Riwayat Penyakit dahulu:
- Sejak lahir tidak pernah muntah kehijauan.
- Sejak lahir tidak pernah BAB darah
 Riwayat Penyakit keluarga :
- Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.
 Riwayat Pengobatan
- Pasien hanya diberi dulcolax untuk keluhan tidak bisa BAB nya, setelah
itu baru muncul keluhan BAB berdarah dan berlendir
 Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC teratur di dokter spesialis kandungan, Ibu hamil aterm 40
minggu. Riwayat trauma sebelumnya disangkal, Ibu tidak mempunyai riwayat
darah tinggi selama kehamilan, riwayat diabetes mellitus (-), asma (-),alergi (-),
gigi berlubang (-). Riwayat mengonsumsi obat-obatan selama hamil (-).
 Riwayat kelahiran
Pasien lahir secara pervaginam dengan BBL 3500 gr dan panjang 50 cm.
Pasien merupakan anak pertama, dengan jenis kelamin laki-laki, lahir cukup
bulan.
 Riwayat Makanan
Pasien tidak diberi ASI, dari umur 1 bulan pasien sudah diberi susu
formula. Mulai usia 2 bulan pasien diberi makan bubur tim sampai dengan
sekarang.
 Riwayat Imunisasi
Belum lengkap (DPT 1, Polio 2)
 Riwayat tumnbuh kembang
Tengkurap 2 bulan, mengoceh 5 bulan
Kesan à tumbuh kembang sesuai usia

22
1.7 Pemeriksaan Fisik
- Umum
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis kooperatif (GCS→ E4M6V5)
 Nadi : 120x/menit
 Pernapasan : 26x/menit
 Suhu : 36,70C
 Turgor kulit : Normal

- Head to Toe
 Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks pupil (+/+) isokor
diameter 3mm/3mm
 Leher
JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB dan tiroid (-)
 Thorax
Paru
I: simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
P: vokal fremitus kiri dan kanan sama
P: sonor di semua lapang paru
A: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS, tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: reguler, murmur (-/-), gallop(-/-)
 Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), darm contour (-), darm steifung (-)
Auskultasi: Bising usus (+) meningkat
Palpasi : Teraba massa pada kuadran kiri atas, Dance sign (-)
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)
 Ekstremitas
Inspeksi : Deformitas (-)

23
Palpasi : Akral hangat, CRT < 2 detik

 Rectal Touche
Sfingter ani ketat (+)
Ampula kosong
Mukosa licin
Pseudoportio (-)
Sarung tangan: Feses (-), lendir bercampur darah (+)
1.8 Pemeriksaan Penunjang
 Foto thorak

Kesimpulan: Cor dan pulmo dalam batas normal

 Foto polos abdomen

Kesimpulan :Distribusi udara usus sampai ke ileum

1.9 Diagnosis
Diagnosis primer: Obstruksi Ileus suspek invaginasi

24
1.10 Planning
a. Pro laparotomi eksplorasi
b. Rehidrasi (Rencana B)
Infus RL 500 cc 20 tpm
c. Dekompresi
Pasang NGT, evaluasi residu lambung
Pasang DC, evaluasi produksi urine dan balance cairan
Pasang RT
d. Puasa

25
BAB IV

PENUTUP

1.11 Kesimpulan
Invaginasi ialah suatu keadaan dimana segmen proksimal dari usus masuk
ke dalam segmen usus berikutnya dengan membawa serta mesenterium yang
berhubungan. Invaginasi atau intususepsi merupakan salah satu penyebab
terbanyak obstruksi usus pada bayi dan anak kecil. Penyebab invaginasi sebagian
besar tidak diketahui.
Invaginasi paling sering mengenai daerah ileosaekal dan jarang terjadi
pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Lokasi terjadinya invaginasi dapat
pada entero-enterika, kolo-kolika, ileokolika, ileosekal. Invaginasi dapat
menyebabkan obstruksi usus sehingga jika tidak ditangani dengan segera dan
tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut berupa perforasi sehingga terjadi
peritonitis.
Penatalaksanaan dapat berupa perbaikan kondisi umum berupa resusitasi
cairan dan elektrolit serta dekompresi, kemudian dilakukan reposisi. Reposisi
hidrostatik yang dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis ditegakkan ataupun
reposisi pneumostatik. Jika reposisi konservatif gagal, reposisi operatif dapat
dilakukan. Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal.
Angka mortalitas semakin meningkat jika penanganannya semakin lambat.

1.12 Saran
Dari seluruh proses dalam menyelesaikan case report session ini, maka
dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang berperan dalam penulisan case report session ini. Adapun saran
tersebut adalah agar penulisan selanjutnya lebih memperluas cakupan, sehingga
dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
kedokteran dan kesehatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3nd ed. Jakarta:
EGC; 2004.
2. Anderson DM et al. Kamus Kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta: EGC;
2002.
3. Sander MA. Invaginasi Ileo-Kolo-Kolika Bagaimana Mengenali Gejala Klinis
Sejak Awal dan Penatalaksanaannya? 2014;5(1):16–22.
4. Bines JE, Ivanoff B, Justice F, Mulholland K. Clinical Case Definition for the
Diagnosis of Acute Intussusception. 2004;39(5):1–8.
5. Ko S, Lee T, Ng S, Wan Y, Chen M, Ph D, et al. Small Bowel Intussusception
in Symptomatic Pediatric Patients : Experiences with 19 Surgically Proven
Cases. 2002;438–9.
6. Marsicovetere P, Holubar SD, Ivatury SJ. Intestinal Intussusception : Etiology ,
Diagnosis , and Treatment. 2018;30(1):30–9.
7. Ignacio RC FM. Intussusception. Ashcraft’s pediatric surgery. 5th ed. Holcomb
GW, Murphy JP, editor. Philadephia: Saunders Elsevier; 2010.
8. Jiang J, Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines J, Patel MM. Childhood
Intussuscxeption : A Literature Review. 2013;8(7):1–14.
9. Muhsen K, Kassem E, Efraim S, Goren S, Cohen D, Ephros M. Incidence and
Risk Factors for Intussusception Among Children in Northern Israel from 1992
to 2009 : A Retrospective Study. 2014;14(1):1–9.
10. Ibrahim D. Ileocecal Intussusception in the Adult Population : Case Series of
Two Patients. 2010;XI(2):197–200.
11. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G.
Intussusception of the Bowel in Adults : A Review. 2009;15(4):407–11.
12. Ramsey KW, Halm BM. Diagnosis of Intussusception Using Bedside
Ultrasound by a Pediatric Resident in the Emergency Department.

27
2014;73(2):58–60.
13. Riera et al. Diagnosis of Intussusception By Physician Novice Sonographers in
the Emergency Department. 2013;60(3):264–8.
14. Lu T, Chng Y. Adult Intussusception. 2015;19(1):79–81.
15. Tagbo BN, Mwenda J, Eke C, Oguonu T, Ekemze S, Ezomike UO, et al.
Retrospective Evaluation of Intussusception in Under-Five Children in Nigeria.
2014;55(4):123–32.
16. Ciftci F. Diagnosis and Treatment of Intestinal Intussusception in Adults : A
Rare Experience For Surgeons. 2015;8(6):10001–5.
17. Shenlie. Intussusception. Oliv Coll Parana J. 2010;10(1).
18. Fardah AA, Ranuh RG, Sudarmo SM. Intususepsi. Fakultas Kedokteran
UNAIR. 2006 [cited 2011 Mar 13]; Available from:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0 n&pdf=&html=07110-
dzti231.htm

28

Вам также может понравиться