Вы находитесь на странице: 1из 54

BAB II

TINJAUAN TEORI

Tinjauan teori menjelaskan tentang landasan teori yang digunakan oleh

peneliti dalam penelitiannya. Tinjauan teori pada BAB ini berisi tentang: variabel-

variabel yang digunakan oleh peneliti diantaranya adalah pengetahuan, sikap

(variabel independen) dan kelengkapan pendokumentasian (variabel dependen).

Semua pembahasan itu untuk menunjang kebenaran dan keberhasilan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti.

2.1 Kelengkapan Pendokumentasian

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) lengkap adalah tidak

ada kurangnya, segala yang sudah dilengkapi atau disediakan. Kelengkapan

pengisian data catatan keperawatan sama pentingngnya dengan catatan

rekam medis walaupun hanya bersifat dokumen tambahan, namun dapat

berguna untuk penanganan pasien pada kunjungan berikutnya. Catatan yang

lengkap dan akurat mengenai data kesehatan pasien akan memudahkan

perawat dan profesi lain dalam membantu masalah kesehatan pasien.

Dokumentasi asuhan keperawatan adalah sebuah bukti pencatatan dan

pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang

berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan

lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Nursalam, 2012).

Menurut Setiadi (2012), dokumentasi asuhan keperawatan adalah bagian

dari kegiatan yang dikerjakan oleh perawat setelah memberikan asuhan

10
11

keperawatan kepada pasien. Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi

yang besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu

atau situasi yang terjadi selama asuhan keperawatan dilaksanakan.

Menurut Asmadi (2008), dokumentasi merupakan pernyataan tentang

kejadian atau aktifitas yang otentik dengan membuat catatan tertulis.

Dokumentasi keperawatan berisi hasil aktivitas keperawatan yang dilakukan

perawat terhadap klien, mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, tindakan dan evaluasi. Pendokumentasian merupakan dan

pencatatan suatu proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat tentang

informasi kesehatan klien termasuk dat pengkajian, diagnose, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi keperawatan. Menurut Carpenito dan Moyet,

(2007). Proses keperawatan merupakan teknik pemecahan masalah yang

meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Metode yang digunakan adalah hal-hal yang terstruktur dan sisitematis.

Dengan metode ini, maka penyembuhan pasien akan berlangsung

dengan baik serta berkesinambungan. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa

proses keperawatan adalah inti dari seluruh kegiatan dengan kaidah

keperawatan. Proses keperawatan juga merupakan isi utama dari seluruh

dokumentasi keperawatan. Inilah yang mengakibatkan mengapa

pengelompokan dokumentasi keperawatan mengikuti tahapan proses

keperawatan. Dalam dokumentasi ini akan dicatat serta dikoleksi berbagai

hal yang berhubungan dengan proses keperawatan secara detail dan

menyeluruh. Dengan dokumentasi seperti ini, maka para petugas


12

keperawatan, serta para pasien dan keluarganya memiliki arsip tentang apa

saja yang sudah terjadi selama proses penyembuhan.

Pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa dokumentasi

keperawatan adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan yang dilakukan

perawat terhadap pelayanan keperawatan yang telah diberikan kepada klien,

berguna untuk klien, perawat dan tim kesehatan lain sebagai tangung jawab

perawat dan sebagai bukti dalam persoalan hukum. Standar kelengkapan

dokumentasi asuhan keperawatan menurut Nursalam, (2012). meliputi:

2.1.1 Dokumentasi Pengkajian Keperawatan

Dokumentasi pengkajian merupakan catatan tentang hasil

pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari

pasien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat catatan

tentang respon kesehatan klien. Standar dokumentasi harus bersifat

sistematis, komprehensif,akurat dan kontinue (hutahean, 2010).

Meliputi :

2.1.1.1 Pengumpulan data, kriteria – LARB :Lengkap, Akurat,

Relevan, dan Baru

2.1.1.2 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian


13

2.1.1.3 Pengelompokan data, kriteria : Data biologis, yaitu hasil dari

observasi tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik melalui

IPPA (Insfeksi, Perkusi, Palpasi, Auskultasi) serta

pemeriksaan diagnostik/penunjang (Laboratorium dan foto

rontgen). Data fsikologis, sosial, spiritual Data dikaji sejak

pasien masuk sampai pulang

2.1.2 Diagnosis Keperawatan

Dokumentasi diagnosis keperawatan merupakan catatan tentang

keadaan klinis dari respon individu, keluarga dan masyarakat terhadap

masalah kesehatan atau proses kehidupan baik aktual maupun

potensial (hutahean,2010). Menurut depkes (2005) dokumentasi

diagnosis keperawatan meliputi: :

2.1.2.1 Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah

dirumuskan

2.1.2.2 Diagnosa keperawatan mencerminkan Problem Etiologi-

Problem Etiologi Simptom.

2.1.2.3 Merumuskan diagnosa keperawatan aktual-potensial

2.1.3 Dokumentasi Perencanaan Keperawatan

Dokumentasi rencana keperawatan adalah catatan tentang

penyusunan kegiatan yang akan diberikan kepada klien untuk

menyelesaikan masalah yang ditemukan pada klien, (Nursalam 2011).

Hutahean (2010), menyatakan langkah-langkah dokumentasi rencana

keperawatan Meliputi :
14

2.1.3.1 Menetapkan Tujuan. Tujuan yang ditetapkan harus

spesific, Measurable, Achievable, Reasonable, Time

(SMART). Contoh “ setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 1x24 jam.

2.1.3.2 Menentukan kriteria hasil. Merupakan standar evaluasi

yang merupakan gambaran faktor-faktor yang dapat

memberi petunjuk bahwa tujuan telah tercapai, kriteria

hasil ini digunakan dalam membuat pertimbangan

terhadap rencana tindakan yang akan diberikan untuk

menyelesaikan masalah yang dialami klien. Ciri-ciri

kriteria hasil : memungkinkan untuk di capai, bersifat

spesifik, konkrit dan dapat di ukur, menggunakan kata-

kata positif bukan negatif, Tidak menggunakan kata-kata

normal, baik dan lain-lain ditulis dengan nilai ukuran.

2.1.3.3 Menentukan rencana tindakan, Rencana tindakan di tulis

dengan kata perintah, Rencana tindakan yang akan

diberikan kepada pasien ditulis secara spesifik, jelas dan

dapat diukur, Rencana tindakan menggambarkan

keterlibatan pasien-keluarga.

2.1.4 Intervensi Atau Implementasi Keperawatan

Dokumentasi implementasi keperawatan merupakan catatan

tindakan yang diberikan kepada klien. Pencatatan ini mencakup


15

tindakan keperawatan yang diberikan secara mandiri ataupun

kolaboratif, implementasi didokumentasikan dengan cara :

2.1.4.1 Tulis tanggal dan waktu implementasi

2.1.4.2 Tuliskan diagnosa atau nomor diagnosa yang ditangani sesuai

implementasi yang dilakukan

2.1.4.3 Tuliskan implementasi dengan kalimat aktif bukan kalimat

kata kerja

2.1.4.4 Tuliskan respon klien terhadap tindakan yang dilakukan

2.1.4.5 Tuliskan tanda tangan dan nama jelas dari perawat yang

melakukan tindakan

2.1.5 Dokumentasi Evaluasi

Pendokumentasian evaluasi dilakukan secara periodic,

sistematis dan berencana. Menurut Ali, H. Zaidin (2010) Dokumentasi

evaluasi merupakan catatan perkembangan yang terdapat dalam sistem

dokumentasi berorientasi pada masalah disusun oleh semua anggota

tim kesehatan. Tiap anggota menambahkan catatan perkembangan

pada jenis lembaran yang sama, yaitu lembaran SOAP (Subjective,

objective, assessment, planning). SOAP mirip proses keperawatan,

yaitu data dikumpulkan dan diakhir disusun rencana asuhan. Catatan

perkembangan SOAP dinomori sesuai dengan nomor masalah yang

terdapat dalam daftar masalah. Catatan ini membenatu


16

mengomunikasikan rencana asuhan yang berkesinambungan.

Penjelasan tentang SOAP adalah sebagai berikut :

2.1.5.1 Data Subjektif

Bagian ini meliputi data subjektif atau informasi

yang diperoleh dari klien, seperti klien menguraikan gejala

sakit atau menyatakan keinginannya untuk mengetahui

tentang pengobatan. Ada tidaknya data subjektif dalam

catatan perkembangan sangat bergantung pada keakutan

penyakit atau sifat masalah.

2.1.5.2 Data Objektif

Data objektif terdiri atas informasi yang dapat

diamati atau diukur. Misalnya, hasil pemeriksaan fisik,

hasil laboratorium, observasi, atau hasil pemeriksaan

radiologi.

2.1.5.3 Analisa

Tenaga kesehatan yang menulis catatan SOAP

menggunakan data subjektif dan ojektif serta merumuskan

kesimpulan. Pengkajian merupakan penafsiran tentang

kondisi klien dan tingkat perkembangan. Jadi, pengkajian

merupakan pernyataan mengenai status diagnosis atau

masalah. Pengkajian menetapkan apakah masalah telah

diatasi atau memerlukan asuhan lebih lanjut


17

2.1.5.4 Perencanaan

Perencanaan bergantung pada pengkajian situasi

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Rencana dapat

meliputi instruksi khusus untuk mengatasi masalah klien,

pengumpulan data tambahan tentang masalah klien,

pendidikan bagi individu atau keluarga, dan tujuan asuhan.

Rencana yang terdapat dalam catatan SOAP dibandingkan

dengan rencana yang ada pada catatan terdahulu, kemudian

dibuat keputusanuntuk merevisi, memodifikasi atau

meneruskan usulan tindakan yang ada.

Kelengkapan asesmen awal menurut Standar Akreditasi Rumah

Sakit (SNARS, 2018) :

2.1.5.1 Asesmen awal

Proses assesmen pasien adalah proses yang terus

menerus dan dinamis yang digunakan pada sebagian besar

unit kerja rawat inap dan rawat jalan (SNARS, 2018). Tujuan

assessment pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan

tentang kebutuhan asuhan, pengobatan pasien yang harus

segera dilakukan dan pengobatan berkelanjutan untuk

emergensi, elektif atau pelayanan terencana, bahkan ketika

kondisi pasien berubah. Isi minimal assessment awal antara

lain :
18

2.1.5.1.1 Status fisik

2.1.5.1.2 Psiko-sosial-spiritual

2.1.5.1.3 Ekonomi

2.1.5.1.4 Riwayat kesehatan pasien

2.1.5.1.5 Riwayaat alergi

2.1.5.1.6 Assesmen nyeri

2.1.5.1.7 Risiko jatuh

2.1.5.1.8 Assesmen fungsional

2.1.5.1.9 Risiko nutrisional

2.1.5.1.10 Kebutuhan edukasi

2.1.5.1.11 Perencanaan pemulangan pasien (Discharge

Planning)

Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit

(SNARS, 2018) Assessment pasien terdiri atas 3 proses

utama dengan metode IAR :

2.1.5.1.1 Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik,

psikologis, soaial, kultur, spiritual, dan riwayat

kesehatan pasien (I - Informasi dikumpulkan)

2.1.5.1.2 Analisis informasi data, termasuk hasil

laboratorium dan radiologi diagnostik imajing

untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan

kesehatan pasien. (A – analisis data dan informasi)


19

2.1.5.1.3 Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi

semua kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi

(R – rencana disusun)

2.1.5.2 Informed consent

Menurut (Jacobalis, 2005) Informed terkait dengan

informasi atau penjelasan. Consent artinya persetujuan,

atau lebih ‘tajam’ lagi, ”izin”. Jadi informed consent

adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga

yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan

medis pada pasien, seperti pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan lain‐lain untuk menegakkan diagnosis,

memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin,

melakukan pembiusan, melakukan pembedahan,

melakukan tindak‐lanjut jika terjadi kesulitan.

Dengan demikian, informed consent merupakan

persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang

berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis

atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang

bersangkutan diberikan informasi/penjelasan yang lengkap

tentang tindakan.
20

Mendapat penjelasan lengkap terhadap tindakan

yang akan dilakukan adalah salah satu hak pasien yang

diakui oleh undang‐undang dengan kalimat pendek,

informed consent adalah Persetujuan Setelah Penjelasan

(PSP) (Any Isfandyarie, 2006). Mengenai informed

consent (persetujuan) masih diperlukan pengaturan hukum

lebih lengkap. Karena tidak hanya untuk melindungi

pasien dari kesewenangan dokter, tetapi juga diperlukan

untuk melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang

melanggar batas‐batas hukum dan perundang‐undangan

(malpraktek). Di Indonesia terdapat ketentuan informed

consent yang diatur antara lain pada Peraturan Pemerintah

No 18 tahun 1981 dan Surat Keputusan PB IDI No

319/PB/A4/88 Pernyataan IDI tentang informed consent

tersebut antara lain :

2.1.5.2.1 Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani

berhak sepenuhnya menentukan apa yang

hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter

tidak berhak melakukan tindakan medis yang

bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun

untuk kepentingan pasien sendiri.


21

2.1.5.2.2 Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik

maupun paliatif) memerlukan informed consent

secara lisan maupun tertulis.

2.1.5.2.3 Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko

cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan

tertulis yang ditandatangani pasien, setelah

sebelumnya pasien memperoleh informasi yang

adekuat tentang perlunya tindakan medis yang

bersangkutan serta risikonya.

2.1.5.2.4 Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir

3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap

diam

2.1.5.2.5 Informasi tentang tindakan medis harus

diberikan kepada pasien, baik diminta maupun

tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi

tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa

informasi tersebut dapat merugikan kepentingan

kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat

memberikan informasi kepada keluarga terdekat

pasien. Dalam memberi informasi kepada


22

keluarga terdekat dengan pasien, kehadira

seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi

adalah penting.

2.1.5.2.6 Isi informasi mencakup keuntungan dan

kerugian tindakan medis yang direncanakan,

baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif.

Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi

dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan

informed consent).

Izin tertulis seperti itu melindungi pasien

terhadap pembedahan yang lalai dan melindungi ahli

bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi

kepentingan semua pihak yang terkait, perlu mengikuti

prinsip medikolegal yang baik. Sebelum pasien

menandatangani formulir consent, ahli bedah harus

memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang

apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli bedah

juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif‐

alternatif yang ada, kemungkinan risiko, komplikasi,

perubahan bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan,

ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian tubuh, juga

tentang apa yang diperkirakan terjadi pada periode

pascaoperatif awal dan lanjut. Menurut Brunner dan


23

Suddarth dalam buku ajar Medical Bedah Informed

Consent tindakan medis diperlukan pada saat :

2.1.5.2.1 Prosedur tindakan invasif seperti insisi bedah,

biopsi, sistoskopi, atau parasentesis.

2.1.5.2.2 Tindakan yang menggunakan anestesi.

2.1.5.2.3 Prosedur non‐bedah yang dilakukan di mana

risikonya pada pasien lebih dari sekedar risiko

ringan, seperti arteriogram.

2.1.5.2.4 Terapi radiasi.

Senada dengan General Medical Council (GMC)

di Inggris, maka menurut Brunner dan Suddarth semua

tindakan medis yang beresiko lebih dari resiko ringan

harus diberikan informed consent baik tindakan medis

terapetik maupun diganostik serta tindakan yang

menggunakan anestesi.
24

2.1.5.3 Pemberian Produk Darah

2.1.5.3.1 Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses pemindahan atau

pemberian darah dari seseorang (donor) kepada orang

lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah

yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi

shock dan mempertahankan daya tahan tubuh terhadap

infeksi (setyati, 2010). Proses transfusi darah harus

memuhi persyaratan yaitu aman bagi penyumbang

darah dan bersifat pengobatan bagi resipien.

Transfusi darah bertujuan memelihara dan

mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan

biologis darah atau komponen-komponennya agar tetap

bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume

darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas

peredaran darah), mengganti kekurangan komponen

seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi

jaringan, memperbaiki fungsi homeostatis, tindakan

terapi kasus tertentu (PMI, 2007)


25

2.1.5.3.2 Dasar – Dasar Pemberian Transfusi Darah

Dasar – dasar pemberian transfuse darah secara

rasional adalah pemilihan bahan transfuse yang tepat,

jumlah sesuai dengan kebutuhan, pada saat yang tepat

dan cara yang benar, tepat klien dan waspada efek

samping yang terjadi. Sehubungan dengan hal

tersebut petugas kesehatan yang mempunyai

wewenang pemberian transfuse darah perlu

memahami tentang transfuse darah antara lain

berbagai komponen darah, manfaat masing-masing

komponen, sirkulasi peredaran darah, stabilitas dan

umur berbagai komponen darah dalam dalam tubuh

serta adanya indikasi transfuse itu sendiri.

Ada 5 indikasi umum transfuse darah adalah

sebagai berikut :

2.1.5.3.2.1 Kehilangan darah akut, bila 20-30% total

volume darah hilang dan perdarahan

masih terus terjadi.

2.1.5.3.2.2 Anemia berat


26

2.1.5.3.2.3 Syok septik (jika cairan IV tidak

mampu mengatasi gangguan sirkulasi

darah dan sebagai tambahan dari

pemberian antibiotic)

2.1.5.3.2.4 Memberikan plasma dan trombosit

sebagai tambahan factor pembekuan,

karena komponen darah spesifik yang lain

tidak ada.

2.1.5.3.2.5 Transfusi tukar pada neonatus dengan

icterus berat.

2.1.5.3.2.6 Keputusan transfusi darah

2.1.5.3.2.7 Keputusan melakukan transfuse harus

berdasarkan penilaian yang tepat dari segi

klinis penyakit dan hasil pemeriksaan

laboratorium. Seseorang membutuhkan

darah bila jumlah sel komponen darahnya

tidak mencukupi untuk menjalankan

fungsinya secara normal. Sel darah merah

indikatornya adalah kadar hemoglobin

(Hb).
27

Indikasi transfusi secara umum adalah bila

kadar Hb menunjukan kurang dari 7 g/dl (Hb

normal pada pria adalah 13-18 g/dl sedangkan

pada perempuan adalah 12-16 g/dl). Factor penting

dalam peberian transfuse darah adalah sebagai

berikut :

2.1.5.3.2.1 Sebelum Transfusi

Dokter harus menentukan jenis serta

jumlah kantong darah yang akan diberikan.

Oleh karena itu klien harus menjalani

pemeriksaan laboratorium darah lengkap

terlebih dahulu. Untuk mengetahui kadar Hb,

dokter dapat menentukan secara pasti apakah

klien menderita anemia atau tidak

berdasarkan keadaan klinis klien serta

pemeriksaan darah. Selain itu juga untuk

menentukan jenis transfuse. Misalnya klien

dengan kadar trombosit yang sangat rendah

jenis transfuse yang akan dipilih adalah

transfuse trombosit. Selain itu, klien juga

ditimbang berat badannya karena

menentukan jumlah darah yang akan

diberikan.
28

Dokter juga perlu menetapkan target

kadar Hb yang ingin dicapai setelah

transfuse. Hal tersebut disebabkan karena

selisih antara target kadar Hb dengan Hb

sebelum di transfuse berbanding lurus

dengan jumlah darah yang akan di transfuse.

2.1.5.3.2.2 Selama Transfusi

Dalam pemberian transfuse harus

diberikan secara bertahap, sedikit demi sedikit,

karena dapat menyebbkan gagal jantung akibat

beban kerja jantung yang bertambah secara

mendadak.

2.1.5.3.2.3 Golongan Darah dan Rhesus

Golongan darah dan rhesus harus sama

antara pendonor dan resipien. Manusia

memiliki antigenic tertentu dikategorikan

sebagai golongan darah atau tipe. Golongan

darah terdiri dari A, B, AB, dan O. seseorang

memiliki antibody terhadap plasma dari

golongan darah yang lain. Seseorang dengan

golongan darah A tidak dapat menerima

golongan darah B dan sebaliknya. Golongan

darah O akan disetai antibody terhadap


29

A dan B sedankan golongan darah AB tidak

akan menyebabkan timbulnya antibody

terhadap golongan darah lain.

Rhesus ada 2 jenis yaitu rhesus positif

dan rhesus negative. Orang Indonesia

kebanyakan rhesusnya positif. Darah donor

yang tidak cocok dengan darah resipien maka

dapat terjadi reaksi yang dapat membahayakan

klien.

2.2 Pengetahuan

Pengetahuan perawat tentang dokumentasi asuhan keperawatan

adalah pengetahuan hasil tahu dari seorang perawat mengenai dokumentasi

asuhan keperawatan. Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia,

atau hasil tahu, seseoran terhadap objek melalui indra yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap

objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo,

2010).
30

2.2.1 Tingkat Pengetahuan

Klasifikasi perilaku kognitif dalam uraian hirarki. Perilaku

yang paling sederhana adalah mendapatkan pengetahuan,

sedangkan yang paling kompleks adalah evaluasi. Klasifikasi

perilaku kognitif ada enam tingkatan yaitu:

2.2.1.1 Tahu ( Know )

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya

2.2.1.2 Memahami ( Comprehension )

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang

diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang

dipelajari.
31

2.2.1.3 Menerapkan ( Aplication )

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

2.2.1.4 Analisis ( Analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau obyek ke dalam komponen-

komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi

dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti

dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

2.2.1.5 Sintesis ( Synthesis )

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata

lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat meringkaskan, menyesuaikan,


32

dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

2.2.1.6 Evaluasi ( Evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek

atau materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang ada. Dalam hal dokumentasi asuhan

keperawatan pengetahuan perawat tentang dokumentasi

asuhan keperawatan adalah kemampuan perawat dengan

intelektual melalui tingkatan tahapan pengetahuan tahu,

memahami, menerapkan, analisis, evaluasi dalam

dokumentasi asuhan keperawatan dengan tahapan proses

dokumentasi asuhan keperawatan terdiri dari dokumentasi

pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,

implementasi, Evaluasi, Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang, sehingga pengetahuan mengenai dokumentasi

asuhan keperawatan bagi seorang perawat sangatlah

penting dalam melakukan pendokumentasian asuhan

keperawatan dengan baik dan benar meliputi pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan

evaluasi.
33

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) Pengetahuan dipengaruhi oleh

beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi :

2.2.2.1 Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi

proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah

yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri

individu, kelompok atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian

mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan

pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu mempertinggi

taraf intelegensi individu.

2.2.2.2 Persepsi

Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil.


34

2.2.2.3 Motivasi

Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga

penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk

melakukan sesuatu dengan mengenyampingkan hal-hal yang

dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan

munculnya motivasi memerlukan rangsangan dari dalam diri

individu (biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuh

kebutuhan sehingga menjadi puas) maupun dari luar

(merupakan pengaruh dari orang lain/lingkungan). Motivasi

murni adalah motivasi yang betul betul disadari akan

pentingnya suatu perilaku dan dirasakan suatu kebutuhan.

2.2.2.4 Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui,

dikerjakan), juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang

tertangkap oleh indra manusia. Pengetahuan yang diperoleh

dari pengalaman berdasarkan kenyataan yang pasti dan

pengalaman yang berulang-ulang dapat menyebabkan

terbentuknya pengetahuan. Pengalaman masalalu dan

aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku

masa kini.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain

meliputi : lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan dan informasi.

Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan


35

sifat dan perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat

untuk menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebudayaan adalah perilaku

normal, kebiasaan, nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam

suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup. Informasi

adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan yang dapat

menimbulkan kesadaran dan mempengaruhi perilaku. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut diatas.

2.2.3 Lama Kerja

Durasi masa bekerja yang lama juga akan membentuk pola kerja

yang efektif, karena berbagai kendala yang muncul akan dapat

dikendalikan berdasarkan pengalamannya. Sehingga perawat yang

berpengalaman akan mempunyai pengetahuan yang semakin banyak

dan dapat menyelesaikan tugas yang sebaiknya. Menurut Nitisemito

(2006), dalam penelitiannya pada suatu perusahaan, senioritas atau

sering disebut dengan istilah “length of service” atau masa bekerja

adalah lamanya keryawan seorang menyumbangkan tenaganya pada

perusahaan tertentu.
36

Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan

dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan

ketrampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaanyan dengan

baik. Masa bekerja merupakan hasil penyerapan dari berbagai

aktivitas manusia, sehingga mampu menumbuhkan keterampilan yang

muncul secara otomatis dalam tindakan yang dilakukan perawat dalam

menyelesaikan pekerjaan serta peningkatan pengatahuan.

Masa bekerja seseorang berkaitan dengan pengalaman kerjanya.

Perawat yang telah lama bekerja pada instansi kesehatan tertentu telah

mempunyai berbagai pengalaman dan pengetahuan yang berkaitan

dengan bidangnya, dalam pelaksanakan kerja sehari-harinya perawat

menerima berbagai input mengenai pelaksanaan kerja dan berusaha

untuk memecahkan berbagai persoalan yang timbul, sehingga dalam

segala hal kehidupan perawat menerima informasi.

2.2.4 Faktor Individual yang Mempengaruhi Pengetahuan Perawat

Karakteristik individu seorang perawat dapat mempengaruhi

pengetahuan hukum keperawatan, sesuai dengan teori kinerja

(Gibson,1996) yang diimplementasikan dalam pelayanan kesehatan,

antara lain : usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan dan

lama kerja.

2.2.4.1 Usia

Hasil kemampuan pengetahuan seseorang seringkali

dihubungkan dengan usia, sehingga semakin lama usia


37

seseorang maka pemahaman dan pengetahuan terhadap

masalah akan lebih baik. Dalam hal lain, usia juga

berpengaruh terhadap produktivitas dalam bekerja. Tingkat

pematangan seseorang yang didapat dari bekerja seringkali

berhubungan dengan penambahan umur, disisi lain

pertambahan usia seseorang akan mempengaruhi kondisi

fisik seseorang. Menurut Zaenal (2006), dalam penelitiannya

menyatakan usia dokter tidak berpengaruh terhadap

kelengkapan pengisian data rekam medis.

2.2.4.2 Jenis Kelamin

Menurut Siagian (2002), Implikasi jenis kelamin para

pekerja merupakan hal yang perlu mendapat perhatian secara

wajar dengan demikian perlakuan terhadap mereka pun dapat

disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota

organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

2.2.4.3 Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seorang perawat, diharapkan

bisa semakin paham dan mengerti tentang hukum keperawatan.

2.2.4.4 Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat didapat dari pendidikan

atau pengalaman yang berasal dari berbagai sumber.

Pengetahuan juga merupakan hasil penginderaan manusia


38

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Menurut

Notoatmodjo, Secara garis besar dibagi menjadi tingkat

pengetahuan, yakni : tahu ( know ), memahami (

comprehension ), aplikasi ( application ), analisa ( analysis ),

sintetis (synthesis ), evaluasi ( evaluation ).

2.2.4.5 Masa Kerja

Pengalaman (masa kerja) biasanya dikaitkan dengan

waktu mulai bekerja dimana pengalaman kerja juga ikut

menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja maka

kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri

dengan pekerjaannya. Seseorang akan mencapai kepuasaan

tertentu bila sudah mampu menyesuaikan diri dengan

lingkungan.
39

2.3 Sikap

Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif yang

menyenangkan dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis

Thurstone walgito, (2007). Menurut Azwar (2015) sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan

motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan

(reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku

(tindakan) atau reaksi tertutup. Sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tetap dari seseorang terhadap sesuatu stimulus atau objek. Sikap yang

positif diharapkan menjadi motivasi yang kuat dalam usaha melakukan

pendokumentasian asuhan keperawatan.

Sikap adalah suatu pola prilaku, tedensi atau kesiapan antisipatif,

predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara

sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulus sosial yang telah

terkondisikan. Salah seorang ahli psikologi sosial Newcomb, dikutip Azwar

(2015) menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap

belum merupakan tindakan atau prilaku atau peran. Sikap masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka, merupakan

reaksi terhadap obyek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap obyek.
40

Menurut Saifuddin Azwar (2012) “Sikap adalah keteraturan tertentu

dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognitif), dan predisposisi tindakan

(konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya”.

Selanjutnya Menurut Ahmadi (2013) “Orang yang memiliki sikap positif

terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap

yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negative

terhadap objek psikologi bila tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable

terhadap objek psikologi”. Sikap yang menjadi suatu pernyataan evaluatif,

penilaian terhadap suatu objek selanjutnya yang menentukan tindakan

individu terhadap sesuatu.

2.3.1 Komponen Sikap

Menurut Azwar S (2012:33) struktur sikap dibedakan atas 3

komponen yang saling menunjang, yaitu:

2.3.1.1 Komponen kognitif merupakan representasi apa yang

dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif

berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu

mengenai sesuatu dapat disamarkan penanganan (opini)

terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang

kontroversal.
41

2.3.1.2 Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut

aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya

berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan

merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-

pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang

komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki

seseorang terhadap sesuatu.

2.3.1.3 Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan

berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh

seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk

bertindak/ bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara

tertentu dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah

logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah

dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

2.3.2 Ciri-Ciri Sikap

Ciri-ciri sikap menurut Rina (2013) adalah:

2.3.2.1 Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau

dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan

dengan objeknya. Sifat ini yang membedakannya dengan

sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan

istirahat.
42

2.3.2.2 Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari

dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat

keadaankeadaan dan syarat-syarat tertentu yang

mempermudah sikap orang itu.

2.3.2.3 Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai

hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain

sikap itu terbentuk dipelajari atau berubah senantiasa

berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat

dirumuskan dengan jelas.

2.3.2.4 Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

2.3.2.5 Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan,

sifat alamiah yang membedakan sikap dan

kecakapankecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang

dimiliki orang.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2013:17) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

terhadap objek sikap antara lain:

2.3.3.1 Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,

pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.

Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila


43

pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan factor emosional.

2.3.3.2 Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap

yang konformis atau searah dengan sikap orang yang

dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi

oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting

tersebut.

2.3.3.3 Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis

pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.Kebudayaan

telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karna

kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-

individu masyarakat asuhannya.

2.3.3.4 Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual

disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh

sikappenulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumennya.
44

2.3.3.5 Lembaga pndidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan

lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaa

tidaklah mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut

mempengaruhi sikap.

2.3.3.6 Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan

yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego.

2.3.4 Fungsi Sikap

2.3.4.1 Daniel Katz dalam Rina (2013:18) membagi fungsi sikap

dalam 4 kategori sebagai berikut:

2.3.4.1.1 Fungsi utilitarian

Melalui instrumen suka dan tidak suka, sikap

positif atau kepuasan dan menolak yang

memberikan hasil positif atau kepuasan.

2.3.4.1.2 Fungsi ego defensive

Orang cenderung mengembangkan sikap

tertentu untuk melindungi egonya dari abrasi

psikologi. Abrasi psikologi bisa timbul dari

lingkungan yang kecanduan kerja. Untuk


45

melarikan diri dari lingkungan yang tidak

menyenangkan ini, orang tersebut membuat

rasionalisasi dengan mengembangkan sikap positif

terhadap gaya hidup yang santai.

2.3.4.1.3 Fungsi value expensive

Mengekspresikan nilai-nilai yang dianut

fungsi itu memungkinkan untuk menngkspresikan

secara jelas citra dirinya dan juga nilai-nilai inti

yang dianutnaya.

2.3.4.1.4 Fungsi knowledge-organization

Karena terbatasnya kapasitas otak manusia

dalam memproses informasi, maka orang cendrung

untuk bergantung pada pengetahuan yang didapat

dari pengalaman dan informasi dari lingkungan.


46

2.3.4.2 Zaim Elmubarok (2008) menyebutkan empat fungsi sikap

yaitu:

2.3.4.2.1 Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang

menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya

berusaha untuk memaksimalkan hal–hal yang

diinginkan dan menghindari hal– hal yang tidak

diinginkan. Dengan demikian, maka individu akan

membentuk sikaf positif terhadap hal–hal yang

dirasakan akan mendatangkan keuntungan dan

membentuk sikap negative terhadap hal – hal yang

merugikan.

2.3.4.2.2 Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan

keinginan individu untuk menghindarkan diri serta

melindungi dari hal–hal yang mengancam egonya

atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak

mengenakkan, maka sikap dapat berfungsi sebagai

mekanisme pertahanan ego yang akan

melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.

2.3.4.2.3 Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan individu

untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan

sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan

penilaian pribadi dan konsep dirinya.


47

2.3.4.2.4 Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan

individu untuk mengekspresikan rasa ingin

tahunya, mencari penalaran dan untuk

mengorganisasikan pengalamannya. Berdasarkan

beberapa uraian mengenai sikap di atas dapat

disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu

kebiasaan atau tingkah laku dari seseorang untuk

dapat mengekspresikan sesuatu hal atau perasaan

melalui perbuatan baik yang sesuai dengan norma

yang berlaku, sikap juga merupakan cerminan jiwa

seseorang.

2.3.5 Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami

oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar

adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota

kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling

mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Saifuddin Azwar (2012:30) “faktor – faktor yang

mempengaruhi pembentukkan sikap adalah pengalaman pribadi,

pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan,

media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, pengaruh factor

emosional.”
48

2.3.5.1 Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi yang telah dan sedang kita alami akan

ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap

stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar

terbentukknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan

penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang

berkaitan dengan objek psikologis. Middlebrook dalam Azwar

(2012:31) mengatakan “ bahwa tidak adanya pengalaman yang

dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis,

cenderung akan membentuk sikap negative terhadap objek

tersebut”.

2.3.5.2 Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara

komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita.

Seseorang yang kita anggap penting, seseoramg yang kita

harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan

pendapat kita, seseoramg yang tidak ingi kita kecewakan, atau

seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others) ,

akan banyak mempengaruhi pembentukkan sikap kita terhadap

sesuatu.

2.3.5.3 Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pembentukkan pribadi seseorang. Kebudayaan


49

memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu

masyarakat. Kebudayaan lah yang menanamkan garis

pengaruh sikap individu terhadap berbagai masalah.

2.3.5.4 Media Masa

Berbagai bentuk media massa seperti radio, televisi, surat

kabar, majalah, dan lain–lain mempunyai pengaruh yang besar

dalam pembentukkan opini dan keprcayaan orang. Media masa

memberikan pesan–pesan yang sugestif yang mengarahkan

opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan pengetahuan baru bagi terbentukknya

sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan–pesan

sugestif akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu

hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

2.3.5.5 Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu

sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukkan sikap

karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep

moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,

garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh

dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan

serta ajaran–ajarannya.
50

2.3.5.6 Pengaruh Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang

befungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat

merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu

frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap

yang lebih persisten dan bertahan lama.

2.3.6 Perubahan Sikap

Menurut Azwar S (2012:55) ada tiga proses yang berperan dalam

proses perubahan sikap yaitu :

2.3.6.1 Kesedihan (Compliance)

Terjadinya proses yang disebut kesedihan adalah ketika

individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau

kelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh

reaksi positif, seperti pujian, dukungan, simpati, dan

semacamnya sambil menghindari hal – hal yang dianggap

negatif. Tentu saja perubahan perilaku yang terjadi dengan

cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya

hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari

akan perubahan sikap yang ditunjukkan.


51

2.3.6.2 Identifikasi (Identification)

Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku

tau sikap seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan

sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai

bentuk hubungan menyenangkan antara lain dengan pihak

yang dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi merupakan

sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan

dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang

pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut.

2.3.6.3 Internalisasi (Internalization)

Internalisai terjadi apabila individu menerima pengaruh

dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut

sesuai dengan apa yang ia percaya dan sesuai dengan system

nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakekat sikap

yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu.

Sikap demikian itulah yang biasnya merupakan sikap yang

dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk

berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang

bersangkutan masih bertahan.

2.3.7 Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan

sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang

mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap.


52

Pernyataan sikap mungkn berisi atau mengatakan hal-hal yang positif

mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau

memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan

yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi

hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang berifat tidak mendukung

maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut

dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat

mungkin diusahakan terdiri atas pernyataan favorable dan tidak

favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan

yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang

seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali

obyek sikap.

Teknik penyusunan skala sikap yang selanjutnya adalah cara

yang ditempuh oleh Linkert. Linkert menciptakan suatu tipe skala

tanpa penilaian. Linkert dalam mengkontruksikan suatu skala,

berkerja sebagai berikut :


53

2.3.7.1 Mengumpulkan sejumlah besar item atau ucapan atau

statement yang berhubungan dengan masalah yang akan

diteliti

2.3.7.2 Item-item tersebut kemudian dinilai oleh sejumlah responden

yang harus memilih salah satu dari sejumlah kategori yang

berjalan dari yang sangat pro sampai sangat anti. Responden

yang tidak bisa memberikan penilaian positif atau negative,

dapat memilih “tidak ada pendapat” sehingga skala dapat

berjalan dengan sebagai berikut : sangat setuju, setuju, tidak

ada pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju, dengan skor 5,

4, 3, 2, 1.

2.3.7.3 Skor dari setiap responden kemudian ditentukan berdasarkan

jumlah dari skor bagi setiap item. Item-item dalam skala

linker harus mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga

makin lebih menyokong sikap seseorang responden terhadap

sesuatu (lebih pro), makin lebih tinggi juga skornya bagi item

tersebut
54

2.3.7.4 Kemudian ditentukan apa yang dinamakan gaya diskriminatif

(discriminatory power) dari setiap item. Hanya ucapan yang

ternyata mempunyai (discriminatory power) yang terbesar

(jadi dengan mean score = skor rata-rata yang terbesar)

dipilih untuk diikut sertakan dalam skala definitif. Item-item

yang mempunyai discriminatory power yang kecil tidak

dipakai

2.3.7.5 Akhirnya disusun daftar pertanyaan yang semata-mata terdiri

atas item-item discriminatory power yang tinggi

Sifat khas dari skala linkert adalah item-analysis, yang

pada hakikatnya adalah ujian dari masing-masing item pada

konsistensi. Skala linkert juga merupakan skala ordinal. Dalam

hal pendokumentasian sikap adalah pernyataan responden yang

positif maupun negatif dalam pendokumentasi asuhan

keperawatan. Sehingga menimbulkan Respon atau reaksi

perawat dalam pelaksanaan dokumentasiyang meliputi

Pengkajian awal, informed consent bedah, informed consent

pemberian produk darah. Respon baik dari perawat dalam

dokumentasi asuhan keperawatan diharapkan kelengkapan

dalam dokumentasi asuhan keperawatan meningkat dan sesuai

standar yang berlaku di Rumah Sakit.


55

2.4 Penelitian Terkait

No. Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


Penelitian
1. Putri Mastini Hubungan tingkat  Survey  Analisis bivariat :
et.al pengetahuan, cross ada perbedaan
sikap, beban kerja sectional yang bermakna
perawat dengan pada proporsi
kelengkapan perawat yang
dokumentasii tingkat
asuhan pengetahuannya
keperawatan di baik dengan yang
IRNA IGD RSUP berpengetahuan
Sanglah Denpasar kurang dengan
kelengkapan
dokumentasiasuha
n keperawatan
yaitu (84,4% :
59,1%) p=0,018
2. Nurul Nuryani Hubungan  Metode  Dari hasil uji
dan Dwi pengetahuan cross hubungan antara
Dahlia Susanti perawat dengan sectional pengetahuan
kelengkapan perawat dengan
dokumetasi kelengkapan
asuhan pengisian
keperawatan di dokumentasi
rsud dr. soekardjo asuhan
kota TasikMalaya keperawatan
diketahui bahwa
adanya hubungan
pengetahuan
perawat dengan
kelengkapan
dokumentasi
asuhan
keperawatan
dengan nilai P =
0,001 (P<0,05)
3. Nita Ariyani Analisis factor-  Cross  Ada hubungan
factor yang sectional yang signifikan
berhubungan antara tingkat
dengan mutu pengetahuan
pendokumentasian dengan mutu
asuhan pendokumentasian
keperawatan di asuhan
RSUD dr. Rasidin keperawatan
56

pada tahun 2012 dengan nilai p


value 0.030
 Ada hubungan
yang signifikan
antara sikap
dengan mutu
pendokumentasian
asuhan
keperawatan
dengan nilai p
value 0.044
4 Siti Hubungan  deskriptif  Hasil penelitian ini
Musfiyanti, pengetahuan dan korelasi menunjukkan
et.al sikap perawat bahwa ada
dengan hubungan antara
kelengkapan pengetahuan
dokumentasi perawat dengan
asuhan kelengkapan
keperawatan di dokumentasi
ruang rawat inap asuhan
rumah sakit mitra keperawatan di
kasih cimahi ruang rawat inap
Rumah Sakit
Mitra Kasih
Cimahi (P-value =
0,001), ada
hubungan antara
sikap perawat
dengan
kelengkapan
dokumentasi
asuhan
keperawatan di
ruang rawat inap
Rumah Sakit
Mitra Kasih
Cimahi (P-value =
0,012)
5 Vivin Hubungan antara  Cross  Ada hubungan
Khoirunisa tingkat sectional yang signifikan
dan Ana pengetahuan antara tingkat
Fadila perawat tentang pengetahuan
dokumentasi peraawat tentang
keperawatan pendokumentasian
dengan sikap keperawatan
perawat dalam dengan sikap
57

pendokumentasian perawat dalam


asuhan pendokumentasian
keperawatan asuhan
diruang rawat inap keperawatan
RSUD dr. diruang rawat inap
Loekmono Hadi RSUD dr.
Kudus Loekmono Hadi
Kudus dengan p
value
0,000(p<0,005),
dengan nilai
r=0,509
58

2.5 Kerangka Teori

Pengetahuan perawat Dokumentasi Asuhan


tentang Keperawatan
pendokumentasian asuhan  Pengkajian
keperawatan (assessment awal,
informed consent
 Tahu (Know) bedah dan informed
 Memahami consent peberian
(Comprehension) produk darah)
 Menerapkan  Intervensi
(Aplication)  Implementasi
 Analisis (Analysis)  Evaluasi
 Sintesis (Synthesis)
 Evaluasi (Evaluation)

Sikap perawat terhadap


pendokumentasian
Kelengkapan
 favourable. Pendokumentasian
 tidak favourabel
 Lengkap
 Tidak Lengkap

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Azwar (2013), KARS (2018), Notoatmodjo (2010), Nursalam (2012),


Tri Wibowo (2016)

2.6 Kerangka Konsep

Dokumentasi asuhan keperawatan adalah catatan proses atau

rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan. Catatan yang


59

lengkap dan akurat mengenai data kesehatan pasien akan memudahkan

perawat dan profesi lain dalam membantu masalah kesehatan pasien. Untuk

mendukung tercapainya kelengkapan catatan asuhan keperawatan

dibutuhkan pengetahuan, dan sikap perawat agar perawat dapat mengisi

catatan asuhan keperawatan dengan lengkap dan tepat sesuai dengan tata

cara dan aturan yang berlaku.

Kerangka konsep merupakan penjelasan tentang konsep-konsep yang

terkandungdidalam asumsi teoritis yang akan digunakan untuk

mengabstraksikan (mengistilahkan) unsur-unsur yang terkandung didalam

fenomena yang akan diteliti dan bagaimana hubungan diantara konsep-

konsep tersebut (Kelena, 2011). Konsep hanya dapat diamati melalui

konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel (Notoatmodjo,

2012).

Dalam penelitian ini yang ingin di teliti adalah pengetahuan dan sikap

(independen) dan kelengkapan pendokumentasian sebagai variabel terikat

(Dependen).
60

Pengetahuan perawat
tentang
pendokumentasian

Kelengkapan
Pendokumentasian
pengkajian awal 1 x 24
jam, informed consent
Sikap perawat terhadap bedah dan informed
pendokumentasian consent pemberian
produk darah

Sumber : Notoadmojo 2011 Hal : 21

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan gambar 2.2 dapat dilihat bahwa pengetahuan perawat

tentang pendokumentasian asuhan keperawatan dan sikap perawat

terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan berpengaruh pada

kelengkapan pendokumentasian pengkajian awal 1 x 24 jam, informed

consent bedah dan informed consent pemberian produk darah.

2.7 Definisi Oprasonal

Variabel Definisi Alat dan Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Pengetah Pengetahuan Kuesioner Dengan hasil : Ordinal
uan Responden yang SS : Sangat Baik : ≥70 %
merupakan hasil Setuju : 4 Buruk :< 70 %
dari tahu yang S : Setuju :3
terjadi setelah KS : Kurang
seseorang Setuju :2
melakukan TS : Tidak
penginderaan Setuju :1
melalui indera
mata, hidung, dan
telinga, terhadap
61

suatu obyek
tertentu. Dimana
diperlukan
pengetahuan
perawat tentang
cara
pendokumentasian
asuhan
keperawatan
dimulai dari
pengkajian,
perencanaan,
diagnosis
keperawatan,
implementasi, dan
evaluasi
Sikap Respon Perawat Kuesioner Dengan hasil : Ordinal
dalam penerapan Favorable Baik : ≥ 70 %
dokumentasi SS : Sangat Buruk :< 70 %
asuhan Setuju : 4
keperawatan S : Setuju :3
KS : Kurang
Setuju :2
TS : Tidak
Setuju :1
Tidak Favorable
SS : Sangat
Setuju : 1
S : Setuju : 2
KS : Kurang
Setuju :3
TS : Tidak
Setuju : 4
Kelengk Hasil dari Lembar 1= lengkap Ordinal
apan pencatatan yang observasi 2= tidak
pendoku dilakukan oleh lengkap
mentasia perawat yang
n meliputi
pengkaji pengkajian awal,
an awal informed consent
1 x 24 dan prosedur
jam, pemberian darah
informed
consent,
prosedur
pemberia
n darah
62

Jenis Ciri biologis yang Kuesioner 1= laki-laki Nomina


Kelamin dimiliki oleh 2= perempuan l
perawat pelaksana
dan dibedakan
menjadi laki-laki
dan perempuan
Usia Lama hidup Kuesioner 1= 20-30 Interval
perawat pelaksana Tahun
dalam tahun sejak 2= 31-40
lahir sampai Tahun
dengan ulang tahun 3= 41-50
Tahun
Pendidik Jenjang pendidikan Kuesioner 1= D3/AKPER Ordinal
an formal dalam 2= S1
keperawatan Keperawatan
berdasarkan ijazah 3= Ners
terakhir responden
Masa Lama berkerja Kuesioner 1= < 1 Tahun Interval
Kerja dalam tahun 2= 1-5 Tahun
dimulai sejak 3= 6-10 Tahun
perawat pelaksana 4= 10-15
berkerjaa sampai Tahun
dengan penelitian
dilaksanakan
Pelatihan Usaha untuk Kuesioner 1= ya
memperbaiki 2= Tidak
performaasi
pekerja pada suatu
pekerjaan tertentu
yang sedang
menjadi tanggung
jawabnya, atau satu
pekerjaan yang ada
kaitannya dengan
pekerjaannya
63

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan

penelitian.Biasanya hipotesis ini di rumuskan dalam bentuk hubungan

antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang

berfungsi untuk menentukan ke arah pembuktian (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Ho : Tidak Ada hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap

kelengkapan pendokumentasian di RSU Kabupaten Tangerang

Ha : Ada hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap kelengkapan

Pendokumentasian di RSU Kabupaten Tangerang.

Вам также может понравиться