Вы находитесь на странице: 1из 12

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Insiden KPD secara umum sebesar 10% pada kehamilan, dan KPD itu sendiri
menyumbang sekitar 30-40% kejadian persalinan preterm, sementara itu persalinan
preterm dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir sebesar
80-85%. Faktor lain yang berhubungan dengan KPD antara lain: sosial ekonomi, BMI
yang kurang dari normal, konsumsi tembakau/merokok aktif maupun pasif, riwayat
KPD sebelumnya, infeksi saluran kemih, perdarahan pervaginam, inkompeten serviks
dan amniosintesis.1
Di Amerika, Ketuban Pecah Dini pada usia premature / Preterm Premature Rupture Of
the Membrane (PPROM) menyebabkan 3% dari semua jenis komplikasi dan terjadi
pada ± 150.000 kehamilan setiap tahunnya. Jika KPD berlangsung lama atau masih
jauh dari usia aterm, maka secara signifikan akan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas tidak hanya pada bayi tetapi juga pada ibunya. Oleh karena itu petugas
kesehatan harus memahami dengan betul tentang diagnosis dan penanganan KPD.1-3
1. Pengertian KPD
 KPD adalah keluarnya air-air dari vagina setelah usia kehamilan 22 minggu.
Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun aterm.4
 KPD atau dikenal juga Prematur Rupture Of the Membrane (PROM) adalah
Keluarnya air-air per vaginam akibat pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
usia ≥ 34 minggu.5
 Ketuban pecah yang berkepanjangan/Prolonged Rupture of Membrane adalah
ketuban yang pecah lebih dari 24 jam atau disebut juga Ketuban Pecah Lama (KPL) 5
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala KPD dapat berupa:4, 6
 Ketuban pecah secara tiba-tiba
 Keluar cairan ketuban dengan bau yang khas
 Bisa tanpa disertai kontraksi/his
 Terasa basah pada pakaian dalam/underwear yang konstan
 Keluarnya cairan pervagina pada usia paling dini 22 minggu
Dibawah ini adalah table bagaimana mendiagnostik pengeluaran cairan vagina pada ibu
hamil.4
Tabel 1. Diagnosis Cairan Vagina
Gejala Dan Gejala Dan Tanda
Tanda Yang Yang Kadang-
Selalu Ada Kadang Ada Diagnosis Kemungkina
 Ketuban pecah
tiba-tiba
 Cairan tampak di
introitus
Keluar cairan  tidak ada his
ketuban dalam 1 jam Ketuban Pecah Dini (KPD)
 Cairan vagina  Riwayat keluar
berbau cairan
 Demam  Nyeri pada uterus Amnionitis
menggigil  DJJ cepat
 Nyeri peru  Perdarahan
pervaginan
sedikit-sedikit
 Cairan vagina
berbau
 Tidak ada  Gatal
riwayat  Keputihan
ketuban  Nyeri perut
pecah  Disuria Vaginitis/servisitis
 Nyeri perut
 Gerak janin
berkurang
Cairan vagina  Perdarahan
berdarah banyak Perdarahan Antepartum
 Pembukaan dan
Cairan berupa pendataran serviks Awal persalinan preterm
darah dan lendir  Ada his atau aterm
3. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya KPD antara lain:6-8
 Inkompetensia servik
 Polihidramnion
 Malpresentasi janin
 Kehamilan kembar
 Vaginitis/servisitis, Infeksi Menular Seksual seperti Clamydia dan Gonore
 Riwayat persalinan premature
 Perokok (Pasif/aktif) selama kehamilan
 Perdarahan pervaginam
 Penyebab yang tidak diketahui
 Sosial ekonomi (minimnya ANC)
 Ras : kulit hitam lebih berisiko KPD dibanding kulit puti
4. Komplikasi KPD
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KPD antara lain:6, 8
 Partus Prematur
 Berkembangnya infeksi yang serius pada plasenta yang menyebabkan
korioamnionitis
 Abrupsio plasenta
 Kompresi talipusat
 Infeksi pospartum
5. Pemeriksaan
Lakukan tes lakmus (tes nitrasin) dengan cara:4
 Lakukan pemeriksaan inspekulo, nilai apakah ada cairan keluar melalui ostium uteri
eksternum (OUE) atau terkumpul di forniks posterior
 Dengan pinset panjang atau klem panjang masukan kertas lakmus ke dalam serviks.
 Jika kertas lakmus berubah warna menjadi biru, maka tes lakmus positif atau
menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis)
Harus diperhatikan, darah dan infeksi vagina dapat memberikan hasil positif
palsu/false positive. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya
seperti ultrasonografi untuk melihat indeks cairan amnion. Cara lain yaitu dengan
pemeriksaan mikroskopis yaitu tes pakis. Tes Pakis dilakukan dengan cara meneteskan
cairan amnion pada objek glas, tunggu hingga kering dan diperiksa di mikroskop, Jika
Kristal cairan tersebut berbentuk seperti pakis, maka cairan tersebut adalah cairan
amnion yang menandakan tes pakis positif.4
Secara ultrasonografi, Indeks cairan amnion (ICA) diukur pada 4 kuadran. Jika
ditemukan ICA kurang dari 8 cm disebut oligohidramnion dan jika > 25 cm disebut
polihidramnion. Sumber lain mengatkan bahwa range normal ICA adalah 5-25
cm.9 Empat kuadran untuk pengukuran ICA dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Empat kuadran untuk mengukur indeks cairan ketuban


Sumber: Parinatology.com 9
Pengukuran indeks cairan ketuban dengan USG diukur dengan meletakan probe USG
sejajar dengan sumbu longitudinal pasien dan tegak lurus dengan lantai. Setiap kuadran
dihitung dalam sentimeter. Keempat pengukuran kemudian dijumlahkan untuk
menghitung ICA (gambar 2).10

Gambar 2. Cara mengukur ICA dengan USG


Sumber: Ultrasoundpaedia 10
Berikut ini adalah gambar grafik indeks cairan amnion untuk mengetahui normal atau
tidaknya indeks cairan ketuban ibu hamil.

Gambar 3. Indeks cairan amnion (ICA)


Sumber : Devore diunduh dari: http://www.fetal.com/IUGR/treatment.html1
Grafik diatas ini menunjukan ICA pada kehamilan tunggal, garis tengah menunjukan
rentang normal. Pada kehamilan 35 minggu ICA 16, dan 4 harikemudian, terjadi
penurunan ICA secara drastic sampai6,3. Hal ini tidak diperhatikan oeh petugas
kesehatan (bidan, perawat dan dokter) sehingga beberapa hari kemudian terjadi
kerusakan yang jukup berat yakni penekanan tali pusat yang menyebabkan cerebal
palsi.

6. Penanganan
Penanganan KPD adalah sebagai berikut:4
1. Rawat inap di Rumah sakit
2. Jika ada perdarahan pervagina disertai nyeri perut, pikirkan adanya abrupsio
plasenta
3. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotika
sama halnya pada amnionitis
4. Jika tidak ada tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
A. Berikan antibiotika ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3 x
250 mg peroral selama 7 hari
B. Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru
 Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam
 Atau deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam
 Kortikosteroid jangan kalau ada infeksi
5. Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
A. Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan premature
B. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
 Jika ketuban sudah pecah > 18 jam, berikan antibiotic profilaksis
 Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam
 Atau penisilin G 2 juta unid IV setiap 6 jam hingga persalinan terjadi
 Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotika
6. Nilai serviks
 Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
 Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus
oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea
7. Pencegahan
Hingga kini belum ditemukan tindakan pencegahan terhadap KPD. Evidence
basemelaporkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara merokok dengan
KPD,6 oleh karena itu ibu hamil yang merokok harus berhenti merokok bahkan sebelum
terjadi konsepsi, dan juga terhadap perokok pasif agar lebih berhati-hati dengan
menghindari perokok aktif di sekitarnya. Selain itu melihat penyebab adalah IMS dan
infeksi vagina atau servik, maka personal hygiene dan hubungan seksual yang aman
hanya dengan pasangan dianjurkan untuk menghindari faktor risiko yang dapat
dicegah.

Amnionitis dan Korioamnionitis


1. Pengertian Amnionitis dan Korioamnionitis
Amnionitis adalah radang pada selaput amnion.

Korioamnionitis adalah radang pada korion dan selaput amnion

Korioamnionitis atau infeksi intraamniotik adalah inflamasi akut pada membran dan
korion plasenta, terjadi karena infeksi bakteri polymicrobial secara asenden pada saat
pecahnya selaput ketuban.12

2. Insiden Korioamnionitis
Insiden korioamnionitis di Amerika secara umum sekitar 1-4%. Korioamnionitis
menjadi komplikasi sekitar 40-70% terhadap persalinan preterm dengan KPD dan
sekitar 1-13% persalinan aterm. Kasus ini menjadi salah satu indikasi utama
dilakukannya tindakan seksio sesarea.12

3. Faktor Risiko Korioamnionitis


Faktor risiko terjadinya korioamnionitis dari beberapa penelitian dapat dilihat pada
table berikut.12

Tabel 2. Faktor Risiko Korioamnionitis


Risio Relatif
No Faktor Risiko (RR) Penelitian
KPD dan KPL· ≥ 12
1 jam· > 18 jam 5,86,9 1314
Partus Lama· Kala 2 > 2
2 jam· Fase aktif > 12 jam 3,74,0 1415

Pemeriksaan dalam
yanglebih seringPada saat
3 KPD· ≥ 3 pemeriksaan 2-5 13, 15

4 Nulipara 1,8 15

5 Grup B Streptokokus 1,7-7,2 15-17

6 Bakteri Vaginosis (BV) 1,7 18

Pemakai Alkohol dan


7 Tembakau 7,9 14

Meconium –Stained pd
8 cairan ketuban 1,4-2,3 15, 19

9 Monitoring internal (CTG) 2.0 13

10 Epidural anestesia 4,1 14

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala amnionitis dan Korioamnionitis antara lain

 Demam maternal
 Takikardi maternal
 Nyeri tekan pada uterus
 Peningkatan suhu vagina (hangat apabila disentuh)
 Cairan amnion berbau busuk
 Lekosit meningkat

5. Penanganan
1. Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan terjadi:
 Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5mg/kgBB IV setiap 24
jam
 Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pascapersalinan
 Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan berikan
metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam sampai bebas demam selama 8 jam
2. Nilai Serviks:
 Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin
 Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin
atau lakukan seksio sesarea
3. Jika terdapat metritis denga tanda/gejala demam, keluar cairan pervagina dan
berbau, berikan antibiotika sesuai dengan protap
4. Jika terdapat sepsis pada bayi baru lahir, lakukan kultur dan berikan antibiotika
6. Dampak Korioamnionitis
Korioamnionitis yang dialami oleh ibu dapat memberikan dampak yang serius baik bagi
ibu maupun bayi yang dilahirkan antara lain:12
 Stillbirth
 Sepsis Neonatal
 Penyakit paru kronis
 Kerusakan otak yang menyebabkan cerebral palsy
 Neurodevelopmental disabilities

7. Pencegahan
Pencegahan terhadap terjadinya korioamnionitis antara lain:12, 20-22
 Penanganan yang tepat pada ibu hamil dengan infeksi saluran kemih maupun
infeksi saluran reproduksi selama hamil, karena koriamnionitis terjadi karena invasi
kuman secara asenden.
 Hindari pemeriksaan dalam pada ibu dengan KPD tanpa indikasi
 Berikan antibiotika dengan dosis yang tepat
 Induksi persalinan pada usia kehamilan > 34 minggu pada ibu hamil dengan KPD
direkomendasikan karena laporan dari berbagai studi membuktikan mengakhiri
kehamilan pada usia > 34 minggu dengan KPD dibandingkan dengan
mempertahankan kehamilan secara signifikan dapat menurunkan angka infeksi
maternal maupun neonatal dan menurunkan angka perawatan bayi di Neonatal
Intensive Care Unit (NICU).

Emboli Air Ketuban


1. Pengertian Emboli air Ketuban
Emboli air ketuban / Amniotic Fluid Embolism(AFE) adalah sindrom katastropik yang
terjadi selama persalinan atau segera setelah persalinan. Emboli air ketuban ini
merupakan suatu keadaan dimana cairan amnion masuk ke sirkulasi maternal yang
jarang namun fatal dan menyebabkan kematian maternal terutama di Negara sedang
berkembang.23, 24
2. Insiden Emboli Air Ketuban
Insiden emboli air ketuban belum diperoleh informasinya. Hal ini disebabkan karena
syndrome ini sulit untuk diidentifikasi sehingga sulit untuk menegakkan diagnosanya.
Sebagian besar kasus (80%) terjadi pada saat persalinan, tetapi dapat terjadi juga
sebelum persalinan (20%) atau setelah persalinan.23
Sumber lain melaporkan bahwa kejadian sebenarnya dari kasus emboli air ketuban
hingga saat ini belum diketahui, namun dapat dilaporkan insiden emboli air ketuban
berkisar antara 1 dalam 8000 dan 1 dalam 80.000 persalinan, dengan tingkat kematian
karena emboli air ketuban sebesar 60%, sekalipun dengan terapi yang agresif dan
pengobatan segera. Outcome terhadap neonatus secara umum cukup buruk, dengan
tingkat kematian sebesar 20-25%, dan jika hidup, hanya 50% dengan neurologis
yang intact.25
3. Etiologi Emboli Air Ketuban
Etiologi terjadinya emboli air ketuban hingga kini masih belum jelas. Evidence terkini
melaporkan bahwa terjadinya emboli air ketuban ada hubungannya dengan faktor
imunologi. Hal ini disebabkan karena masuknya cairan amnion dalam peredaran darah
maternal menyebabkan syok anafilaktik. Temuan ini didasari pada perubahan
hemodinamik pada anafilaktik syok dengan emboli air ketuban sama. disamping itu
ketika melakukan percobaan pada binatang dengan menyuntikan air ketuban pada
pembuluh darahnya, tidak ditemukan adanya kondisi emboli air ketuban. Pada ibu
dengan emboli air ketuban, tidak selamanya ditemukan sel fetus dalam tubuh ibu. Oleh
karena itu disimpulakan masuknya emboli air ketuban menyebabkan syok anafilaktik
yang berimbas pada morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.25 Patofisiologi
terjadinya emboli air ketuban juga belum diperoleh informasi yang jelas dan ajeg.
Pada dasarnya keadaan ini terjadi karena masuknya cairan katuban ke dalam peredaran
darah maternal yang dapat dijelaskan pada gambar berikut ini.

Gambar 4. Patofisiologi Emboli Air Ketuban


Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Amniotic_fluid_embolism#mediavi
ewer/File:Amniotic_fluid_embolism.png
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Emboli air ketuban dapat dilihat pada table berikut ini.25
Tabel 2. Tanda dan Gejala Emboli Air Ketuban
No Tanda Dan Gejala %
1 Hipotensi 100
2 Gawat janin 100
3 Edema pulmonal 93
4 Cardiopulmonary arrest 87
5 Sianosis 83
6 Koagulapati 83
7 Dyspnea 47
8 Seizure / kejang 48
9 Atonia uteri 23
10 Bronkospasme 15
11 Transient hypertension/Hipertensi sementara 11
12 Batuk 7
13 Sakit kepala 7
14 Nyeri dada 2
Sumber: Gist et al (2009)25

5. Faktor Risiko Emboli Air Ketuban


 Usia
 Multipara
 Faktor Psikologis yang menyebabkan kontraksi
 Induksi persalinan
 Instrumen partus pervaginam
 Kehamilan lewat waktu/postmatur
 Seksio Sesarea
 Ruptura uteri
 Polihidramnion
 Robekan leher rahim yang banyak
 Abrupsio plasenta
 IUFD
 Bayi besar
 Meconeum stained dalam cairan amnion
 Eklampsia
 Gawat janin
 Trauma abdomen
 Intervensi bedah
 Amnioinfusi dengan salin
 Meconeum bayi laki-laki

6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala diatas. Beberapa diagnosa banding
dari emboli air ketuban antara lain:

a. Penyebab obstetri

 Perdarahan akut
 Abrupsio plasenta
 Ruptura uteri
 Eklampsia
 Cardyomiopati peripartum
b. Penyebab anestesi

 Anestesi spinal yang tingi


 Aspirasi
 Keracunan anestesi lokal
c. Penyebab non obstetric
 Emboli paru
 Emboli udara
 Anafilaksis
 Syok sepsis
7. Penanganan
Kondisi emboli air ketuban yang ditemukan secara dini akan memberikan outcome yang
leih baik. Manajemen emboli air ketuban antara lain:

 Tindakan yang paling pertama dilakukan adalah oleh bidah adalah resusitasi ABC
 Berikan oksigen dengan konsentrasi 100% à intubasi
 Monitoring VS secara kontinyu
 IVFD dengan gauge yang besar (16-18G) à pertimbangkan input cairan agar tidak
menyebabkan edema paru
 Segera dirujuk
Selanjutnya tindakan yang lebih lanjut dapat dilakukan oleh tenaga ahli di tempat
rujukan

 Kateterisasi arteri à menitoring tekanan darah yang akurat dan pemeriksaan darah
 Lahirkan Bayi dengan tindakan resusitasi yang cepat dan tepat agar dapat mereduksi
sekuele

8. Prognosis
 Diagnosis dan tindakan yang tepat dengan segera : prognosis baik
 Diagnosis dan tindakan yang lambat : prognosis buruk, mortalitas tinggi.

Referensi:
1. Mercer BM, Milluzzi C, Colin M. Periviable birth at 20 to 26 weeks of gestation:
proximate causes, previous obstetric history and recurrence risk. Am J Obstet
Gynecol. 2005;3(2):1175-80.
2. Mercer BM. Preterm premature rupture of the membranes: diagnosis and
management. Clin Perinatol. 2004;4:765-82.
3. Aagards-Tillery KM, Nurthalapaty FS, Ramsey PS, Ramin KD. Preterm premature
rupture of the membranes: perspectives surrounding controversies in management. .
Am J Obstet Gynecol. 2005;22:287-97.
4. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2004.
5. Jazayeri A. Premature Rupture of Membranes. 2014 September 29, 2014. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview – aw2aab6b3.
6. Premature Rupture of Membranes (PROM)/Preterm Premature Rupture of
Membranes(PPROM). Health Encyclopedia [Internet]. 29 September 2014.
Available
from: http://www.urmc.rochester.edu/Encyclopedia/Content.aspx?ContentTypeID
=90&ContentID=P02496.
7. Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. Varney’s Pocket Midwife. Boston: Jones and
Bartlett Publisher, Inc; 1998.
8. Medina TM. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and
Management. American Family Physician. 2006;73(4):659-64. Epub February 15,
2006.
9. com. Amniotic Fluid Index (AFI). PerinatologyCom:Glosary [Internet]. September
29, 2014. Available
from: http://www.perinatology.com/Reference/glossary/A/Amniotic Fluid
Index.htm.
10. Ultrasoundpaedia. 3rd Trimester Ultrasound – Normal. Ultrasounpaedia [Internet].
Available from: http://www.ultrasoundpaedia.com/normal-3rdtrimester/.
11. Devore GR. Amniotic Fluid Index. Fetal Diagnostic Centers [Internet]. September
29, 2014. Available from: http://www.fetal.com/IUGR/treatment.html.
12. Tita ATN, Andrews WW. Diagnosis and Management of Clinical Chorioamnionitis.
Clin Perinatol. 2010;37(2):339-54.
13. Soper DE, Mayhall CG, Froggatt JW. Characterization ans control of intraamniotic
infection an urban teaching hospital. Am J Obstet Gynecol. 1996;175(2):304-9.
14. Rickert VI, Wiemann CM, Hankins GD, Mackee JM, Berenson AB. Prevalence and
risk factor of chorioamnionitis among adolescents. Obstet Gynecol. 1998;92(2):254-
7.
15. Seaward PG, Hannah ME, T.L M, Farine D, Ohlsson A, Wang EE, et al. International
multicentre term prelabor rupture of membranes study: evaluation of predictors of
clinical chorioamnionitis and postpartum fever in patients with prelabor rupture of
membranes at term. Am J Obstet Gynecol. 1997;177(5):1024-9.
16. Yancey MK, Duff P, Clark P, Kurtzer T, Frentzen BH, Kubilis P. Peripartum infection
associated woth vaginal group B streptococcal clolonization. Obstet Gynecol.
1994;84(5):816-9.
17. Anderson BL, Simhan HN, Simons KM, Wiesenfeld HC. Untreated asymtomatic
group B streptococcal bacteria early in pregnancy and chorioamnionitis at delivery.
Am J Obstet Gynecol. 2007;196(6):524-5.
18. Newton ER, Pearis W. Bacterial vaginosis anf intraamniotic infection. Am J Obstet
Gynecol. 1997;176(3):672-7.
19. Tran SH, Caughey AB, Musci TJ. Meconium-stained amniotic fluid is association
with puerperal infection. Am J Obstet Gynecol. 2003;189:784.
20. Premature rupture of membranes. Clinical management guidelines for obstetrician-
gynecologists. Obstet Gynecol. 2007;109(4):1007-19.
21. Simhan HN, Canavan TP. Preterm premature rupture of membranes: diagnosis,
evaluation and management strategies. BJOG. 2005;112(Suppl 1):32-7.
22. Dare MR, Middleton P, Crowther CA, Flenady VJ, Varatharaju B. Planed early birth
versus expectant management (waiting) for prelabour rupture of membranes at term
(37 weeks or more). Cochrane Database Syst Rev. 2006(1).
23. Toy H. Amniotic Fluid Embolism. Eur J Gen Med. 2009;6(2):108-15.
24. Lindsday P. Complications of the Third of the Stage of Labour. In: Henderson C,
Macdonald S, editors. Maye’s Midwifery, A Textbook for Midwives London: Bailiere
Tindall; 2004.
25. Gist RS, Stafford IP, Leibowitz AB, Beilin Y. Amniotic Fluid Embolism. Anest analg.
2009;108(5):1599-602. Epub May 2009

Вам также может понравиться