Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Juli 2019
OLEH :
Deswitri Gintasari (G1A217091)
PEMBIMBING:
dr. Puji Lestari, Sp.M
OLEH :
Deswitri Gintasari (G1A217091)
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report
Session (CRS) yang berjudul “katarak senilis imatur OD dengan Iridosiklitis OS” untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di
RS Mattaher Jambi.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada dr.
Puji Lestari, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam mengerjakan
Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat diselesaikan tepat waktu. Dengan laporan
kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan orang banyak yang
membacanya terutama mengenai masalah katarak senilis matur. Saya menyadari bahwa Case
Report Session (CRS) ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan
kritik yang membangun untuk perbaikan yang akan datang.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Ketajaman penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta dan saraf.
Bila terdapat kelainan atau gangguan pada salah satu dari komponen tersebut, akan dapat
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan, salah satunya adalah katarak. Katarak adalah
suatu keadaan kekeruhan pada lensa yang diakibatkan oleh metabolisme lensa yang
terganggu sehingga terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan
mengurangi transparansinya.1 Katarak dapat terjadi akibat proses penuaan, trauma fisik,
radiasi, pengaruh zat kimia, penyakit intraokuler, penyakit sistemik ataupun kongenital.
Katarak senilis masih menjadi penyebab kebutaan utama diseluruh dunia. Seperti
tercantum dalam Vision 2020 tahun 2006, 47% penyebab kebutaan di dunia adalah katarak,
dimana angka rata-rata operasi katarak di Indonesia adalah 468 per juta penduduk per tahun.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia yakni
sebesar 0,9% dengan penyebab utama adalah katarak, disusul glaukoma, gangguan refraksi,
penyakit mata degeneratif, dan penyakit mata lainnya. Prevalensi kasus katarak di Indonesia
pada tahun 2007 sebesar 1,8% mengalami peningkatan dibandingkan dengan data Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, yaitu 1,2%. Dengan bertambahnya usia harapan hidup
dan populasi usia lanjut, diperkirakan angka kejadian kasus katarak akan terus meningkat.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
5
dahulu mengkonsumsi obat rutin dan lama disangkal, riwayat memakai
kacamata disangkal.
Penyakit Sistemik
OD OS
Muscle Balance
OD OS
6
Pergerakan bola mata
OD OS
Pemeriksaan eksternal
Konjungtiva Tarsus Papil (-), folikel (-),hiperemis Papil (-), folikel (-), hiperemis
(-) (-)
7
Pemeriksaan Tekanan Intra Okular
OD OS
Silia Silia
Conjungtiva bulbi : injeksi siliar (-), injeksi Conjungtiva bulbi : : injeksi siliar (-),
konjungtiva (-), hiperemis (-) injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-)
Kornea : keruh, edem (-), infiltrate (-), Kornea : jernih, edem (-), infiltrate (-),
sikatriks (-) sikatriks (-)
Iris : kripta iris normal, Iris : kripta iris normal, coagulase (+)
8
Lensa : keruh Lensa : IOL
Visual field
Pemeriksaan Umum
Berat badan 45 kg
Nadi 76 kali/menit
Suhu 36,60C
Pernapasan 20 kali/menit
Diagnosis diferensial :
- Funduskopi
Anjuran pemeriksaan :
9
- USG
Pengobatan :
Non medikamentosa :
- Edukasi mengenai penyakit yang diderita kepada pasien dan keluarganya
- Modifikasi gaya hidup dengan mengurangi faktor risiko, diet dan olahraga teratur
OS : Yag Laser
Cendetimol 4x 1
Cendo P-Pred 2x1
Prednisolone 2x1
Prognosis :
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
3.1.1 Kapsul
Kapsul lensa terdiri dari kapsul anterior dan posterior. Kapsul ini merupakan suatu
membran basalis dan terutama terdiri dari kolagen tipe IV, beberapa serat kolagen lain dan
komponen matriks ekstraseluler,seperti glikosaminoglikan,laminin, fibronektin dan
proteoglikan. Kapsul lensa merupakan membran halus, homogen dan tidak mengandung
pembuluh darah serta bersifat semipermeabel sehingga dapt dilalui oleh air dan elektrolit.
Ketebalan kapsul lensa bervariasi dimana yang paling tebal terdapat di ekuator dan yang
paling tipis di daerah polus posterior. Kelengkungan bagian anterior lensa berbeda dengan
kelengkungan bagian posterior dimana kelengkungan bagian posterior dengan radius
kurvatura 10.0 mm sedangkan kelengkungan anterior dengan radius kurvatura 6.0 mm.1
Di sinilah terjadi aktivitas metabolisme dan transpor aktif yang membawa keuar seluruh
hasil aktivitas sel normal termasuk Deoxyribonucleic Acid (DNA), Ribonucleic Acid (RNA),
protein dan sintesis lipid. Di sinilah pula terbentuk Adenosine Triphosphate (ATP) yang
dibutuhkan oleh lensa untuk transpor nutrisi karena lensa merupakan organ avaskular.1
12
3.2 Fisiologi Lensa
Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi memfokuskan
cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki kekuatan sebesar 10-20
dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi.1,2
Agar sinar dari kejauhan bisa terfokus, otot- otot siliar bisa berelaksasi, serabut-serabut
zonula teregang, sehingga mengurangi diameter anteroposterior lensa sampai dimensi
minimal. Dalam posisi ini daya refraksi adalah minimal dan dengan demikian sinar sejajar
terfokos pada retina. Untuk memfokuskan sinar yang berasal dari jarak yang dekat, otot- otot
siliar berkontraksi menarik koroid ke depan dan membebaskan tegangan pada zonula. Kapsul
lensa yang elastic menjadikan lensa daya refraksinya bertambah besar. Kerjasama fisiologis
antara badan siliar zonula dan lensa menghasilkan terfokusnya obyek dekat pada retina dan
ini dinamakan akomodasi. Karena umur lensa bertambah tua maka daya akomodasi makin
menurun. 2
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara
protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membrane semi
permiable. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tidak dapat diserap dapat
mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein
tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam lensa,
melebihi jumlah protein dalam bagian yang lain sehingga membentuk suatu kapsul yang
dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan dan degenerasi dan disintegrasi
pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan
mata.2
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Katarak
berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan latin cataracta yang berarti
air terjun. Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis terjadi penurunan penglihatan secara bertahap dan
lensa mengalami penebalan secara progresif, yang dapat menjadi penyebab kebutaan pada
usia lanjut.3
13
Gambar 3.2 Mata normal dan mata dengan katarak
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki
dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat
katarak.3
Secara etiologi, katarak senilis penyebabnya belum diketahui secara pasti. Herediter
memegang peranan penting dalam proses munculnya katarak pada usia yang masih awal
karena proses degenerasi. Rata-rata usia dari onset katarak senilis adalah 10 tahun lebih awal
pada negara tropis seperti India, dibandingkan dengan negara yang mempunyai iklim
tertentu. Hal ini diduga karena paparan sinar matahari yaitu akibat radiasi UVA dan UVB.4
Adapun faktor risiko dari katarak senilis adalah bertambahnya usia, diabetes, dermatitis
atopi, distrofi miotonik, trauma, dan sebagainya. Katarak senilis pada umumnya diduga
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:4
14
4. Deposisi berbagai produk-produk abnormal dari hasil metabolisme, obat atau metal,
seperti pada penyakit metabolik dan rekasi toksin (siderosis).
Epitel lensa diyakini mengalami perubahan yang berkaitan dengan usia, khususnya
penurunan kepadatan sel epitel lensa dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa.
Akumulasi penurunan epitel dalam skala kecil dapat menyebabkan perubahan pembentukan
serat lensa dan homeostasis, akhirnya menyebabkan penurunan transparansi lensa. Terjadi
perubahan pada kecepatan transpor air, nutrien dan antioxidant yang dapat menyebabkan air
dan metabolit larut air berat molekul rendah dapat memasuki sel-sel inti lensa melalui epitel
dan korteks Akibatnya katarak senilis akan terbentuk. berbagai studi menunjukkan
peningkatan produk oksidasi (misalnya, glutathione teroksidasi) dan penurunan vitamin
antioksidan dan enzim superoksida dismutase menyebabkan proses oksidatif pada
cataractogenesis. Adapun teori-teori yang mengemukakan patofisiologi katarak senilis
yaitu:4
a. Konsep Penuaan
Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa,
korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada
anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras.
Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih
padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang
kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. 3,4
Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini menghilang dan serat-serat bukannya
meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar dan bahkan
terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah. Kerusakan protein akibat
elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein
15
tersebut berada menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga
menyebabkan katarak. Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin
disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat kuat dan
terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di dalam tubuh penderita
katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa bening.3,4
Secara garis besar katarak senilis diklasifikasikan menjadi dua bagian besar yaitu:5
16
b. Ketajaman visual yang berkurang, biasanya terjadi secara gradual, tanpa rasa nyeri
dan progresif. Hal ini dapat diakibatkan karena berkurangnya transparansi lensa.
c. Mononuklear diplopia atau poliopia. Hal ini sering timbul pada karatak kortikal jenis
kuneiform karena terdapat celah-celah yang jernih pada lensa.
d. Merasa silau, diakibatkan oleh hamburan cahaya akibat lensa yang keruh
e. Lingkaran berwarna disekitar cahaya terlihat karena adanya indeks bias yang tidak
teratur di berbagai bagian lensa.
Adapun derajat maturitas katarak adalah sebagai berikut:5
1. Katarak imatur
Pada katarak imatur, kekeruhan lensa hanya sebagian. Oleh karena itu pada
pemeriksaan lensa akan terlihat adanya bayangan iris jka disinari (shadow test +).
Terdiri atas beberapa tingkatan yaitu:5
a) Lamellar separation
Terdapat serat korteks yang berbatas-batas karena dipisahkan oleh cairan.
Keadaan ini hanya terlihat pada pemeriksaan slit-lamp atau oftalmoskop. Pada
pupil biasanya berwarna abu-abu yang disebabkan oleh meningkatnya indeks
refraksi korteks dan juga disebabkan karena peningkatan refleksi dan hamburan
cahaya.
17
c) Katarak intumesen
Pada katarak intumesen, lapisan korteks yang lebih dalam menjadi berkabut dan
opak. Hidrasi yang progresif dapat terjadi diakibatkan oleh lensa yang
membengkak yang menyebabkan COA menjadi dangkal. Keadaan ini dapat
memicu galukoma sekunder tipe fakomorfik. Selain itu, lingkaran warna dapat
terlihat diakibatkan hidrasi dari lensa.
Gambar 3.6 Shadow test pada katarak imatur dan katarak matur.
3. Katarak hipermatur
Pada katarak hipermatur, korteks akan tampak seperti cairan dan menjadi sangat
keruh (milky). Nukleus lensa menjadi kecil, berwarna kecoklatan, mengering, dan
dapat tenggelam karena daya gravitasi (Morgagnian cataract). Posisi nukleus akan
berubah sesuai dengan perubahan posisi kepala. Kapsula anterior akan menebal
dengan adanya deposisi garam kalsium pada permukaannya. Dapat ditemukan
adanya iridodonesis, yaitu iris yang bergetar akibat melemahnya daya menyokong
lensa. COA juga menjadi dalam karena kurangnya daya penyokong oleh lensa. Dapat
terjadi subluksasi lensa akibat degenerasi dari ligamentum suspensorium. Galukoma
fakolitik dapat terjadi dikarenakan adanya kebocoran protein lensa yang kemudian
diingesti oleh sel fagosit. Sel fagosit yang semakin banyak akan menyumbat sudut
ruang mata anterior. Pada stadium ini juga dapat terjadi uveitis fakoanafilaksis
18
dimana protein lensa dapat bocor ke COA sehingga akan dianggap sebagai antigen
oleh tubuh yang kemudian akan menyebabkan reaksi antigen antibodi yang memicu
timbulnya uveitis.5
19
Gambar 3.8 Katarak senilis nuklear.
Pada tahap awal, nukleus secara menyeluruh menjadi keruh dan gelap (black cataract),
keadaan ini disebabkan karena deposisi pigmen melanin yang merupakan turunan asam
amino lensa. Kemudian secara graudal lensa akan semakin keruh dan menyebar hingga
korteks. Katarak kemudian akan menjadi matur dimana sklerosis yang terjadi akan mencapai
kapsul dan seluruh bagian fungsional lensa, hal ini akan menyebabkan miopia yang progresif.
Tahap hipermatur kadang tidak terjadi pada jenis katarak ini karena prosesnya yang lambat.5
20
a. Merasa silau
b. Berkabut,berasap
c. Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup.
d. Melihat ganda
e. Melihat warna terganggu
f. Melihat halo sekitar sinar
g. Penglihatan menurun.
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Katarak pada
stadium perkembangan yang paling dini dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi
maksimum dengan opthalmoskop, kaca pembesar atau slitlamp. Pemeriksaan yang dilakukan
pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slitlamp), funduskopi, tonometer,
biometri selain daripada pemeriksaan prabedah. Pada pasien diabetes, diperiksa juga kadar
gula darah. Pemeriksaan kartu mata Snellen juga dilakukan untuk melihat kemungkinan
terganggu dengan kerusakan kornea, lensa , atau vitreous humor atau penyakit sistem saraf
dan jalan optik. Diagnosis katarak menjadi sempurna, bila disebutkan klasifikasi menurut
umur, keadaan stadiumnya dan ada tidaknya intumesensi.5
Tujuan tes bayangan adalah untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Dasar
pemeriksaan adalah makin sedikit lensa keruh pada bagian posterior maka makin besar
bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut, sedang makin tebal kekeruhan lensa makin
21
kecil bayangan iris pada lensa. Alat yang digunakan adalah lampu sentolop dan loup.
Tekniknya adalah sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45o dengan dataran
iris, dengan loup dilihat bayangan iris pada; lensa yang keruh. Penilaiannya:6
a. Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil berartilensa
belum keruh seluruhnya (belum sampai ke depan); ini terjadi pada katarak immatur,
keadaan ini disebut shadow test (+).
b. Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terdapat pupil berarti lensa sudah keruh
seluruhnya (sampai pada kapsul anterior) terdapat pada katarak matur, keadaan ini
disebut shadow tes (-).
c. Bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak jauh di
belakang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar dan keadaan ini disebut
pseudopositif.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup
padat (Matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namin pada stadium
perkembangan yang paling dini katarak dapat didekteksi melalui pupil yang berdilatasi
maksimum dengan oftalmoskop, loupe atau slitlamp. Dengan penyinaran miring (45 derajat
dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada
lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,
sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur. Katarak
hipermatur, lensa akan mengeriput sehingga shadow test akan menunjukkan hasil yang
negatif.4,5
22
Evaluasi pasien yang penting antara lain: apakah penurunan kemampuan visual pasien
dapat ditolong dengan operasi, apakah akan terjadi perbaikan visus jika operasi dilakukan
tanpa komplikasi, apakah pasien atau keluarga dapat dipercaya untuk perawatan posoperatif,
apakah opasitas lensa berpengaruh terhadap kondisi sistemik dan okuler pasien. Beberapa
pengobatan non-bedah mungkin efektif sementara untuk fungsi visual pasien katarak.
Sebagai contoh, keadaan refraksi dapat ditingkatkan dengan koreksi untuk penglihatan jauh
dan dekat. Dilatasi pupil mungkin dapat membantu pada katarak aksialis yang kecil dengan
cahaya yang lewat melalui bagian perifer lensa.4,5
Adapun penatalaksanaan non bedah yang dapat dilakukan pada pasien katarak terdiri
dari:5
23
6) Agen antikatarak lainnya termasuk sorbitol lowering agent, aspirin, glutathione
raising agent dan antioksidan vitamin C dan E juga dapat menghambat proses
kekeruhan lensa.
24
c. Anestesi dan akinesia
Sebagian besar operasi katarak dilakukan dengan anestesi lokal kecuali pada
anak-anak dan pasien yang tidak kooperatif. Jenis anestesi yang dilakukan dapat
berupa:5
1) Anestesi topikal menggunakan xylocain 4%, proparacain 0,5% atau
sebagainya.
2) Anestesi subkonjungtiva
Pada teknik ini digunakan needle ukuran 1 ml dengan jarum 26 G, llau
disuntikkan larutan lidokain sebanyak 0,5- 1,0 ml dibawah konjungtiva.
Daerah subkonjungtiva yang disuntik dipilik daerah superior, karena
merupakan daerah yang paling longgar. Secara kosmetik, perdarahan
subkonjungtiva yang terjaid setelah anestesi memang tidak baik dilihat.
Untuk itu, pelru diminimalkan perdarahan dengan arah bevel jarum
sebaiknya mengarah ke bagian sklera agar zat anestesi dapat langsung
masuk ke rongga sub konjungtiva. Larutan anestesi yang berada di
subkonjungtiva kemudian disebarkan dnegan cara penekanan
mengguanakan putik kapas steril. Efek anestesi berlangsung cukup sehat
(1-2 menit). Hal yang perlu diperhatkan untuk anestesi ini adalah jangan
melakukan anestesi sub konjungtiva pada seluruh limbus
3) Anestesi sub tenon
Perisapan penderita sebelum dilakukan anestesi sub tenon adalah dengan
pemberian anestesi topikal (lidocaine 4%) yaitu satu tetes tiap 10 menit
selama 20 menit menjelang operasi dimulai. Setelah dilakukan tidakan
asepsis dan antisepsis, makan dilakukan insisi pada konjungtiva inferior
bagian anasal sekitar 3 mm dri limbus menggunakan gunting konjungtiva
(wescott scissor) sampai keliatan nbagian sklera. Jika terdapat perdarahan
dapt di kauterisasi, kemudian meyusuri dinidng bola mata sampai
mnecapai daerah ekuator, lalu disuntikkan sebanyak 1 ml.
25
Gambar 3.9 Injeksi sub tenon.
4) Anestesi blok menggunakan xylocain 2% dengan adrenalin (epinefrin),
bupivacain 0,5% dan hyaluronidase. Pada pasien dengan hipertensi
sebaiknya tidak diberikan adrenalin. Bagian yang dilakukan blok adalah
pada:
a) Blok nervus fasialis
Terdapat dua metode, yaitu metode O’ Briens’ method yaitu
dengan menginjeksikan 5 ml obat anestesi dan menyuntikannya
pada leher mandibula. Nervus fasial yang paralsiis akan membuat
pasien tidak dapat menggerakan kelopak mata selama operasi.
Metode kedua yaitu Van Lints method yaitu dengan injeksi
didekat cantus mata.
b) Injeksi retrobulbar
Sekitar 1-2 agen anestesi diinjeksikan disekitar ganglion siliar
dibelakang bola mata. Hal ini akan mengakibatkan struktur bola
mata yang lebih dalam seperti iris menjadi ternaestesi dan
menurunkan TIO. Teknik ini juga akan menyebabkan midirasis
dan akinesia, namun terdapat risiko perdarahan retrobulbar dan
penetrasi bulbar.
26
2. Teknik Operasi
a) Extracapsular cataract extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa
dapat keluar melalui robekan meninggalkan kapsul posterior yang masih intak. ECCE melalui
ekspesi nukleus prosedur utama pada operasi katarak. Pelaksanaan prosedur ini tergantung
dari ketersediaan alat, kemamppuan ahli bedah dan densitas nukleus. Pada saat ini hampir
semua kasus untuk katarak dilakukan pembedahan dengan teknik ini kecuali jika ada
kontraindikasi. 5,7
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap
badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. Kontraindikasi yaitu adanya subluksasi dan dislokasi dari
lensa.5,7
Prosedur ECCE memerlukan keutuhan dari zonular untuk pengeluaran nukleus dan materi
kortikal lainnya. Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh pelaksanaan prosedur yang aman
melalui ekstrakapsular harus dipikirkan lagi.5,7
27
b) Intracapsular cataract extraction (ICCE)
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan
yang sangat lama populer. Dapat dilakukan di tempat dengan fasilitas bedah mikroskopis
yang terbatas, pada kasus-kasus yang tidak stabil seperti intumescent, hipermatur, dan katarak
luksasi, jika zonular tidak berhasil dimanipulasi untuk mengeluarkan nukleus dan korteks
lensa melalui prosedur ECCE. Kontraindikasi absolut pada katarak anak dan dewasa muda
dan kasus ruptur kapsula traumatic. Sedangkan kontraindikasi relatif pada high myopia,
marfan syndrome, katarak morgagni, dan adanya vitreous di bilik mata depan. Penyulit yang
dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan. 5,7
28
Tabel 2. Perbandingan teknik operasi ECCE dan ICCE 5
ICCE ECCE
Vitreous loss Terdapat risiko viterous loss Tidak terdapat risiko viterous loss
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil. Di negara yang berkembang, teknik ini lebih dipilih karena biaya yang
lebih murah, teknik yang lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk dilakukan dan mempunyai
aplikasi yang lebih luas. Sesudah ekstraksi katarak mata tak mempunyai lensa lagi yang
disebut afakia. Tanda-tandanya adalah bilik mata depan dalam, iris tremulans dan pupil
hitam.5,7
29
Gambar 3.13 Metode operasi katarak SICS
d) Phakoemulsifikasi
30
Gambar 3.14 Metode operasi katarak phakoemulsifikasi.
b) Iris-supported lenses
Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga telah jarang
dipakai karena mempunya insidens yang tinggi terjadinya komplikasi post operatif.
31
c) Posterior chamber lenses (PCIOL)
PCIOL ini terletak di bagian belakang iris yang disuport oleh sulkus siliar atau oleh
capsular bag. Ada 3 jenis dari PCIOL yang sering dipakai yaitu rigid IOL yang
terbuat secara keseluruhan dari PMMA, foldable IOL yang dipakai untuk
penanaman melalui insisi yang kecil (3,2mm) setelah tindakan phacoemulsifikasi
dan terbuat dari silikom, akrilik, hydrogel dan collaner, dan rollable IOL yang
paling tipis dan biasa dipakai setelah mikro insisi pada phakonit teknik, terbuat dari
hydrogel.
3.3.8 Komplikasi
1. Komplikasi preoperative 5
a. Kecemasan, dapat diberikan obat-obatan anxiolitik seperti diazepam 2-5 mg pada saat
sebelum tidur.
b. Mual dan gastritis, dapat menderita mual dan gastritis akibat obat yang diberikan
sebelum tindakan operasi seperti acetazolamide, glycerol sehingga dapat diberikan
antasid oral untuk meredakan gejala
c. Konjungtivitis iritan atau alergi, terjadi karena obat topical antibiotik yang diberikan
sebelum tindakan operasi sehingga tindakan operasi harus ditunda sampai 2 hari dan
dilakukan penghentian obat tersebut
d. Abrasi kornea, terjadi karena tindakan pengukuran tonometri yang salah sehingga
harus diberikan antibiotik ointment dan tindakan ditunda selama 2 hari.
32
2. Komplikasi yang terjadi karena anestesi local 5
a. Pendarahan Retrobulbar karena adanya blok pada retrobulbar sehingga harus
diberikan pilocarpine 2% dan tindakan ditunda selama 1 minggu
b. Oculocardiac reflex di mana dapat terjadi bradikardia dan aritimia karena adanya blok
pada retrobulbar sehingga dapat diberikan atropine intravena.
c. Perdarahan subkonjungtiva yang kadang-kadang dapat terjadi namun tidak
memerlukan tindakan lebih lanjut.
d. Dislokasi dari lensa secara spontan terutama pada pasien dengan zonul yang lemah
dan telah berdegenerasi terutama pada katarak yang hipermatur.
3. Komplikasi tindakan pembedahan 5
a. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi
suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, injuri pada iris/
iridodialisis, jatuhnya nucleus ke dalam rongga vitreous.
b. Komplikasi dini pasca operatif
1) Hyphema
2) COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang
keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema
stroma dan epitel , hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer
dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
3) Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
4) Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang
tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
5) Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi.
c. Komplikasi lambat pasca operatif
1) Ablasio retina
2) Cystoid macular Edema, yaitu akumulasi cairan dengan bentuk kista di lapisan
henle pada macula. Pada pemeriksaan fundus, terlihat honeycomb appearance.
3) Endoftalmitis kronik yang timbul karena organisme dengan virulensi rendah
yang terperangkap dalam kantong kapsuler
4) Penumbuhan epitel konjungtiva ke anterior chamber melalui defek pada insisi
yang lama-kelamaan dapat menyebabkan glaukoma.
5) Glaukoma yang terjadi karena aphakia dan pseudoaphakia.
33
6) Sisa-sisa dari kekeruhan lensa yang berada di antara anterior dan posterior
kapsul yang dikelilingi oleh jaringan fibrin atau darah.
7) Tipe proliferative karena adanya sel-sel epitel anterior yang tertinggal yang
dapat tumbuh ke arah kapsul posterior dan dapat menyebabkan kekeruhan.
3.3.9 Prognosis
Saat operasi tidak disertai dengan penyakit mata lain sebelumnya, yang akan
mempengaruhi hasil secara signifikan seperti degenerasi makula atau atropi saraf optik,
standar ECCE yang berhasil tanpa komplikasi atau fakoemulsifikasi memberikan prognosis
Penyebab. Faktor risiko utama yang mempengaruhi prognosis visual adalah adanya diabetes
34
3.4 Iridosiklitis
3.4.1 Definisi
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan
akut ataupun kronis, biasanya tampak mata merah yang unilateral dan nyeri (3,4).
Iridosiklitidis harus dibedakan dengan penyakit yang menyebabkan mata merah
lainnya, seperti glaucoma akut suduttertutup, trauma akibat benda asing, keratitis dan
ulkus kornea5.
3.4.2 Epidemiologi
35
3.4.4 Etiologi
Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering
dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi
imunitas terhadap benda asing tau antigen pada mata juga dapat menyebabkan cedera
pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga sering dikaitkan
dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan
artritis reumatoid. Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi
hipersensitifitas terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis. Berikut ini
adalah beberapa kelainan yang dapat menyebabkan uveitis anterior:
Berikut ini adalah beberapa kelainan yang dapat menyebabkan uveitis anterior:
3.4.5 Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti
suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi
terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar
mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang
infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.2,8
36
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos
yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebut fler (aqueous flare).
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa
(sinekia posterior). 2,8
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan
endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut
koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan
juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat
sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.2,8
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis
dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir
sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam kamera okuli posterior lebih besar
dari tekanan dalam kamera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung
kedepan yang disebut iris bombe (Bombans).2,8
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar
menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel
radang dapat berkumpul di sudut kamera okuli anterior sehingga terjadi penutupan
kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma
sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan, sedang pada fase
lanjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya bola
mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 2,8
3.4.6 Manifestasi Klinis
37
Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri
trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta
ambang nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri. Pada kasus
kronik nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati bulosa
akibat glaukoma sekunder.
Fotofobia dan lakrimasi pada uveitis anterior akut dan subakut ditandai dengan
blefarospasmus. Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan
karena sensitif terhadap cahaya. Derajat 3+ 4+ blefarospasmus menetap, ringan 1+ 2+
bila disinari dengan sinar yang kuat baru timbul bleforaspasmus. Lakrimasi
disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan
fotofobia. Pada uveitis anterior kronik, gejala subjektif ini hampir tidak ada atau
ringan.
Gangguan penglihatan berupa kabur. Derajat kekaburan bervariasi mulai dari
ringan sedang, berat atau hilang timbul, tergantung penyebab. Pada uveitis anterior
akut disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan
kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin. Pada uveitis anterior residif atau
kronik disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kelainan kornea seperti
edema, lipatan Descemet, vesikel epitel dan keratopati. Edema kornea akibat
glaukoma sekunder dapat mengalami kalsifikasi. Pada infeksi herpes simpleks
terdapat edema menetap disertai neovaskularisasi stroma perifer dan pannus kornea
38
Uveitis akut Konjungtivitis Keratitis Glaukoma akut
Rasa nyeri ++ - ++ ++/+++
Fotofobia +++ - +++ +
Visus N/ sedang N Menurun Menurun
Sekret - + -/+ -
Hiperemi/injeksi Perikornea Konjungtiva Siliar Episklera
Fler ++ - -/+ -/+
Pupil <N N ≤N >N
Reflek pupil Lambat N N -
Kornea Presipitat Jernih Keruh/ infiltrate Edema
Iris Warna kotor N N Warna kotor
Bilik mata depan Flare + N N Dangkal
TIO <N> N N N+++
3.4.8 Komplikasi
Ada empat komplikasi utama uveitis anterior antara lain: katarak, glaukoma,
band keratopathy, dan cystoid macular edema (CME). Uveitis anterior dapat
menimbulkan sinekia anterior perifer yang manghalangi humor akuos keluar dari
sudut kamera anterior dan berakibat glaukoma. Sinekia posterior dapat menimbulkan
glaukoma dengan memungkinkan berkumpulnya humor aqueus di belakang iris,
sehingga menonjolkan iris ke depan. Pelebaran pupil sejak dini dan terus menerus
mengurangi kemungkinan timbulnya sinekia posterior. Gangguan metabolisme lensa
dapat menimbulkan katarak. Katarak subkapsular posterior merupakan salah satu
komplikasi dari pengobatan uveitis anterior berupa penggunaan kortikosteroid topikal
jangka panjang. Ablasio retina kadang-kadang timbul akibat tarikan pada retina oleh
benang-benang vitreus. Edema kistoid makular dan degenerasi dapat terjadi pada
uveitis anterior yang berkepanjangan. Hal ini mungkin disebabkan karena penurunan
kadar prostaglandin. Band keratopathi terjadi pada uveitis yang lama. Terjadi karena
penumpukan kalsium pada kornea anterior.7,8
39
3.4.9 Penatalaksanaan
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan.8 Tujuan
penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi
peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel,
menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit.9
Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai
sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat
topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis
10
kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan. Pemakaian steroid tetes
mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea,
aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.10
Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate
0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125% , 0,5%, dan 1%, dexametason
alcohol 0,1%, dexamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan
0,25%, dan medrysone 1%. 10
3.4.10 Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara
awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada
penyebab sistemiknya. Dengan pengobatan, serangan uveitis non-granulomatosa
umumnya berlangsung beberapa hari sampai minggu dan sering kambuh. Uveitis
granulomatosa berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan
remisi dan eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dengan
penurunan penglihatan yang nyata. Prognosis bagi lesi korioretinal perifer lokal jauh
lebih baik, sering sembuh tanpa gangguan penglihatan yang berarti. Karena baik para
klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera.
Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak,
glaukoma atau uveitis posterior.9,10
41
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah pandangan kedua mata yang
kabur sejak ± 7 bulan yang lalu yang dirasakan semakin berat, tanpa adanya keluhan mata
merah. Penyakit ini masuk dalam kelompok penyakit visus turun perlahan tanpa mata merah.
Dari kelompok ini kemungkinan penyakit adalah kelainan refraksi, katarak, glaukoma kronis
serta kelainan makula dan retina. Penglihatan buram pasien dideskripsikan seperti berkabut
atau berasap pada mata kiri, pasien juga merasa cahaya atau lampu menjadi lebih silau dari
sebelumnya. Keluhan lainnya yaitu sukar melihat jauh, dan merasa penglihatan mata
kanannya menjadi berbayang. Keluhan ini disertai dengan rasa nyeri pada mata kiri. Ini
merupakan gejala penurunan visus yang terdapat pada katarak yang disertai adanya gejala
uveitis. Pasien mengaku tidak memiliki penyakit lain. Pasien menyangkal mempunyai
riwayat pemakaian obat tetes mata atau zat tertentu, maupun konsumsi obat dalam waktu
lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 76 x/menit,
frekuensi napas 20 x/menit, dan suhu aksilaris afebris. Dari pemeriksaan visus, didapatkan
pada mata kanan tajam penglihatannya 1/60,sedangkan mata kirinya 1/300. Hal ini
menjelaskan terjadi penurunan tajam penglihatan akibat lensa mata kana yang keruh, namun
pada mata kiri pun tidak mengalami perbaikan setelah dilakukan operasi katarak 6 bulan yang
lalu dan pemasangan IOL. Pada pemeriksaan bola mata versi dan duksi baik. Pemeriksaan
eksternal mata, didapatkan lensa mata kanan tampak keruh dan lensa mata kiri tidak keruh
dan terdapat lensa IOL serta terdapat coagulase pada daerah iris . Iris Shadow Test (+) pada
mata kanan. Hal ini menunjukkan bahwa katarak senilis imatur OD dan pseudofakia OS.
Untuk memprediksi apakah telah terjadi komplikasi, dilakukan pemeriksaan TIO manual
kedua mata teraba tekanan bola mata N (normal). Selain itu untuk menyingkirkan diagnosis
banding dari katarak matur dan hipermatur, dapat di bedakan dengan tabel sebagai berikut:
42
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 ↓ (6/6 – ↓↓ (1/300- ↓↓ (1/300-1/~)
1/60) 1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta melihat usia pasien yang berusia 81 tahun
maka dapat dikatakan bahwa katarak yang dialami pasien termasuk kedalam klasifikasi
katarak imatur senilis maka pasien didiagnosa dengan Katarak Senilis imatur Ocular dextra,
Pseudfakia Oculi sinistra dan Iridosiklitis pada ocular sinistra. Pada penatalaksanaan pasien
ini dilakukan yag laser untuk melepaskan coagulase dengan yag laser dan diberikan obat
cendetimol, cendetimol, cendo p-pret, dan prednisolone, dan direncanakan untuk operasi
katarak pada oculi dextra, Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan,
Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan steroid topikal
hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs (biasanya aspirin dan ibuprofen)
dapat mengurangi peradangan yang terjadi.
Prognosis pasien katarak umumnya baik karena katarak tidak mengancam kehidupan,
sehingga quo ad vitam bonam. Fungsi mata penderita dapat kembali normal tergantung
pembedahan dan penatalaksanaan yang tepat, sehingga pada penderita ini prognosis quo ad
functionam adalah dubia ad bonam.
43
BAB V
KESIMPULAN
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Katarak senilis adalah katarak yang muncul pada usia lanjut. Katarak senilis adalah
kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya
sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Gejala yang timbul pada pasien katarak yaitu adanya penurunan ketajaman
penglihatan secara progresif yang dimana pasien tidak menghiraukan hal tersebut, adanya
penglihatan seperti berasap dan pada pemeriksaan didapatkan lensa keruh. Satu-satunya
terapi untuk katarak adalah dengan jalan operasi. Saat ini dikenal 4 model operasi, yaitu
ICCE, ECCE,fakoemulsifikasi dan SICS. Katarak yang didiagnosis dan ditangani dengan
tepat dan segera akan memberikan prognosis yang lebih baik bagi fungsi penglihatan
penderitanya.
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut
ataupun kronis, biasanya tampak mata merah yang unilateral dan nyeri. Berdasarkan
spesifitas penyebabnya uveitis anterior (iridosiklitis) dapat dibagi atas uveitis infeksius,
uveitis noninfeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang jelas.
Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri, terutama di bulbus
okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening
yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis
anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan
visus dan bersifat unilateral.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit Mata Edisi
ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007
2. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-tiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009
3. American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract. Section 11. Basic
and Clinical Science Course; 2009
4. Riordan Paul, Eva. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum.Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2010
5. Vaughan. Ofthalmologi Umum. Jakarta. 2007
6. Jogi R, Jaypee. Basic ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: New Age International; 2009
7. Akura, J Kaneda, dkk. Manual Sutureles Cataract Surgery Using a Claw Vectis. J.
Cataract Refract Surgery, Vol 26. April 2002.
8. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme. Stuttgart-New York. 2000.p.211
45