Вы находитесь на странице: 1из 28

1

TUGAS KEPERAWATAN KHUSUS II


FRAKTUR CRURIS

KELOMPOK 5
ANGGOTA:
1. WIDYA KARTIKA B P (1411020094)
2. RESLING YULION (1411020095)
3. MUKTI NURHIDYATI (1411020096)
4. DIMAS BAGUS R (1411020097)
5. AL FITRIANI (1411020098)
6. OKTA FAJAR S (1411020099)
7. ALFIAN INDRIANTO (1411020100)
8. ALFIKA NINDI G (1411020102)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS

I. PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya


disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Cruris berasal dari bahasa latin crus atau crucayang berarti tungkai bawah
yang terdiri dari tulang tibia dan fibula (Ahmad Ramali, 1987). 1/3 distal
dextra adalah tulang dibagi menjadi tiga bagian kemudian bagian paling
bawah yang diambil.
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika
tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
(Brunner & Suddart, 2000)

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi
a. Os Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia
3

adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Ujung atas
memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-kondil ini
merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang.
Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian
untuk femur dalam formasi sendi lutut. Kondil lateral memperlihatkan
posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi
tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang dipisahkan
oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian
mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial
menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae. Permukaan
lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio-
fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur,
fibula dan talus. Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan
terletak di sebelah medial sesuai dengan os radius pada lengan atas.Tetapi
Radius posisinya terletak disebelah lateral karena anggota badan bawah
memutar kearah medialis. Atas alasan yang sama maka ibu jari kaki
terletak disebelah medialis berlawanan dengan ibu jari tangan yang
terletak disebelah lateralis. (Anatomi fisiologi,untuk siswa perawat, 1997)

1. Malleolus medialis
Merupakan sebuah ciri yang penting untuk segi medis pergelangan
kaki. Mempunyai sebuah pinggir bawah dan permukaan pinggir bawah
mempunyai sebuah lekukan disebelah posterior dan merupakan tempat
lekat dari ligamentum deltoideum.
2. Permukaan anterior
Merupakan tempat lekat dari kapsula pergelangan kaki. Permukaan
posterior beralur untuk tempat lewat tendo muskulus tibialis posterior
dan pinggir dari alur merupakan tempat lekat dari retinakulum
fleksores.
3. Permukaan posterior
Berhubungan dengan permukaan posterior korpus. Dipisahkan dari
permukaan inferior oleh sebuah pinggiran yang tajam dan merupakan
tempat lekat dari kapsula sendi pergelangan kaki.
4. Permukaan lateralis
Mempunyai bentuk seperti koma yang merupakan sendi yang sama
pada permukaan medialis os talus.

b. Os Fibula
Merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral
dan bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti
4

kata fibula adalah kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan
gambaran korpusnya bervariasi diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi
dari kekuatan otot – otot yang melekat pada tulang tersebut. Tidak urut
dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini bukan
merupakan tulang yang turut menahan berat badan.
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis.
Disebelah bawah kira – kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga
letaknya lebih posterior. Sisi – sisinya mendatar, mempunyai permukaan
anterior dan posterior yang sempit dan permukaan – permukaan medialis
dan lateralis yang lebih lebar. Permukaan anterior menjadi tempat lekat
dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan lateralis terletak
subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur
tadi merupakan tempat lekat dari retinakulum. Permukaan sendi yang
berbentuk segi tiga pada permukaan medialis bersendi dengan os talus,
persendian ini merupakan sebagian dari sendi pergelangan kaki. Fosa
malleolaris terletak disebelah belakang permukaan sendi mempunyai
banyak foramina vaskularis dibagian atasnya. Pinggir inferior malleolus
mempunyai apek yang menjorok kebawah. Disebelah anterior dari apek
terdapat sebuah insisura yang merupakan tempat lekat dari ligamentum
kalkaneofibularis.(Anatomi fisiologi untuk siswa perawat, 1997).
2. Fisiologi
Fungsi tulang adalah sebagai berikut : (Arif Muttaqin, 2008)
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal
garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Matriks organik disebut juga osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang.
Materi organ laen yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan (Arif
Muttaqin, 2008).
5

III. KLASIFIKASI
1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis
fraktur terbagi menjadi :
a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian
(fragmen) atau lebih,

b. Fraktur incomplete (parsial).


1. Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :
a) Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di
tempat, biasa terjadi di tulang pipih.
b) Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os.
radius, ulna, clavikula dan costae.
c) Buckle Fracture, fraktur dimana korteksnya melipat ke dalam.
2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang:
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari
sumbu tulang)
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari
sumbu tulang)
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
3. Berdasarkan hubungan antar fragman fraktur :
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya
6

b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi


atas :
1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat
2) Angulated, membentuk sudut tertentu
3) Rotated, memutar
4) Distracted, saling menjauh karena ada interposes
5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih
6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Fraktur tertutup
Apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
b. Fraktur terbuka
Apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan
tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan kuman dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang sehingga cenderung
untuk mengalami kontaminasi dan infeksi. fraktur terbuka dibagi menjadi
tiga derajat, yaitu :
a) Derajat I
1) Luka kurang dari 1 cm
2) kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
3) fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
4) Kontaminasi ringan.
b) Derajat II
1) Laserasi lebih dari 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
3) Fraktur komuniti sedang.
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
7
8

IV. ETIOLOGI FRAKTUR


Penyebab fraktur diantaranya:
1. Trauma
Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase
atau osteoporosis.
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
4. Spontan .
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung,jatuh dengan
kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
6. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan
kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran. (Apley, G.A.
1995 : 840)
9

V. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR


1. Deformitas
2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan
fragmen tulang brrpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan
contur terjadi seperti :
b. Rotasi pemendekan tulang
c. Penekanan tulang
1. Bengkak : edema muncul secara cepat dari
lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan
fraktur.
2. Echumosis dan perdarahan subculaneus
3. Spasme otot spasme involunters dekat
fraktur.
4. Tendernes/keempuka
5. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot
berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
6. Kehilangan sensasi (Mati rasa, munkin
terjadi dari rusaknya saraf / perdarahan)
7. Pergerakan abnormal
8. Syock hipovolemik dari hilangnya hasil
darah
9. Krepitasi
10

VI. PATHOFISIOLOGI
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Tulang tibia bersama-sama dengan
otot-otot yang ada di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha
ke atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat
berdiri. Kondisi anatomis tulang tibia tersebut memiliki resiko terjadinya
fraktur terbuka lebih sering dibandingkan tulang panjang lainnya apabila
mendapat suatu trauma. Fraktur kruris bisa terjadi karena adanya daya putar
atau puntir yang dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki
dalam tingkat yang berbeda- daya angulasi menimbulkan fraktur melintang
atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tidak
langsung, salah satu fragmen tulang dapat menembus kulit di atas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab paling sering dari fraktur
cruris. Ketika terjadi fraktur perdarahan biasanya terjadi di sekitar lokasi
fraktur ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
aliran darah ketempat tersebut meningkat, aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorpsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah
ke ektrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer yang bila
berlangsung lama bisa menyebabkan comportement syndrome.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang
hebat karena adanya spasme otot disekitarnya. Sedangkan kerusakan pada
tulang itu sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan
dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah yang terkena fraktur
sehingga dapat menimbulkan fungsi syaraf.
VII. PATYWAYS

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR
nyeri
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang


11

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusak putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien


deformitas an
integritas
perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin
kulit
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
kehilangan volume cairan
Gg mobilitas edema bergab dg trombosit
fisik Shock
hipivolemik emboli
penekn pem. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar

gg.perfusi jar

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan”menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
12

2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh


darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
4) Pemeriksaan lain-lain
5) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan testsensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
6) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
7) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
8) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
9) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
13

10) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius,


Donna D, 1995)

A. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi imobilisasi
dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu
suplai neurovascular ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui
kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus
dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan yang lebih parah.
Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai sebagai
petunjuk kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai
segera dan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan
pada cidera tulang belakang bagian servikal, di
mana contusio danlaserasio pada wajah dan kulit kepala menunjukkan
perlunya evaluasi radiografik, yang dapat memperlihatkan fraktur tulang
belakang bagian servikal dan/atau dislokasi, serta kemungkinan
diperlukannya pembedahan untuk menstabilkannya. (Smeltzer C dan B. G
Bare, 2001),

2. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang
fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur
dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk
mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot
pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka
pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang
cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan
memasukkan pins / kawat ke dalam tulang.
14

3. Reduksi
Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti
mengembalikan fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasarinya tetap sama.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan
untuk menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu
dilakukananesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikanfragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal
atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur
yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal
dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan
dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang
biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah
fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan perawatan
untukdressings. Tetapi dapat juga dilakukan pada fraktur tertutup
radius ulna. Eksternal fiksasi yang paling sering berhasil adalah pada
tulang dangkal tulang misalnya tibial batang.
4. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.

B. PERAWATAN PERIOPERATIF DI KAMAR BEDAH


1. Perawatan Pre Operasi:
a. Persiapan Pre Operasi
15

1) Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di


operasi sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)
2) Kateterisasi
3) Persiapan saluran pencernaan dengan puasa mulai tengah malam
sebelum operasi esok paginya (pada spinal anestesi dianjurkan
untuk makan terlebih dahulu)
4) Informed Consent
5) Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai tindakan yang dilakukan
di meja operasi, seperti anestesi yang digunakan, tindakan yang
dilakukan dan lamanya operasi
b. Perawatan Pre Operasi:
1) Menerima Pasien
2) Memeriksa kembali persiapan pasien:
a) Identitas pasien
b) Surat persetujuan operasi
c) Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
3) Mengganti baju pasien
4) Menilai KU dan TTV
a) Memberikan Pre Medikasi: Mengecek nama pasien
sebelum memberikan obat dan memberikan obat pre
medikasi.
b) Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus
pembedahan
c) Memindahkan pasien ke meja operasi.

C. PROSES PENYAMBUNGAN TULANG


1. Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di
dalam fraktur (Apley, 1995). Hal ini mengakibatkan gangguan suplay
darah pada tulang yang berdekatan dengan fraktur dan mematikannya
(Maurice King, 2001).
2. Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai
proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang
tertembus. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan
kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu (Apley, 1995).
3. Pembentukan callus
Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum
menghasilkan callus yang penuh dengan sel kumparan yang aktif. Dengan
16

pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan callus pada


fraktur tersebut (Maurice King, 2001).
4. Konsolidasi
Selama stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-
menerus. Fragmen yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan
tulang mati pada ujung dari masing-masing fragmen dihilangkan secara
perlahan, dan ujungnya mendapat lebih banyak callus yang akhirnya
menjadi tulang padat (Maurice King, 2001). Ini adalah proses yang lambat
dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
membawa beban yang normal (Apley, 1995).
5. Remodeling
Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip
dengan struktur normal (Appley, 1995). Semakin sering pasien
menggunakan anggota geraknya, semakin kuat tulang baru tersebut
(Maurice King, 2001).
Faktor yang Mempercepat Penyembuhan Fraktur:
a. Imobilisasi fragment tulang
b. Kontak fragment tulang maksimal
c. Asupan darah yang memadai
d. Nutrisi yang baik
e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.
Faktor yang Menghambat Penyembuhan Tulang:
a. Trauma lokal ekstensif
b. Kehilangan tulang
c. Imobilisasi tak memadai
d. Rongga atau jaringan di antara fragmen tulang
e. Infeksi
f. Keganasan lokal
g. Penyakit tulang metabolik (mis. penyakit Paget)
h. Radiasi tulang (nekrosis radiasi)Nekrosis avaskuler
i. Usia (lansia sembuh lebih lama). (Smeltzer dan Bare, 2001 : 2386)

D. KOMPLIKASI
1. Dini
a. Compartement syndrome
Merupakan komlikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh odem atau perdarahan yang menekan otot, saraf
17

dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti
gips, dan embebatan yang terlalu kuat
1) Tekanan intracompartement dapat diukir langsung
dengan cara whitesides.
2) Penanganan: dalam waktu kurang 12 jam harus
dilakukan fascioterapi.
b. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi di mulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi juga bisa karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat
c. Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah
ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia
d. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
e. Malunion:
Biasanya terjadi pada fraktur yang komminutiva sedang
immobilisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi.
Untuk memperbaiki perlu dilakukan osteotomy
f. Delayed union:
Terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan infeksi
atau pada frakter yang communitiva. Hal ini dapat diatasi dengan
operasi bonegraft alih tulangspongiosa.
g. Non union:
Disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang tibia
disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan
melakukan bone grafting menurut carapapineau.
h. Kekakuan sendi:
Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu
lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan
gerak, hal ini dapat diatasi dengan fisiotherapi .

E. PERSIAPAN ALAT –ALAT UNTUK PEMASANGAN GIPS:


1. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
2. Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
18

3. Baskom berisi air hangat


4. Gunting perban
5. Bengkok
6. Perlak dan alasnya
7. Waslap
8. Pemotong gips
9. Kasa dalam tempatnya
10. Alat cukur
11. Sabun dalam tempatnya
12. Handuk
13. Krim kulit
14. Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
15. Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis.

 Teknik pemasangan gips, yaitu:


1. Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan
2. Siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips
3. Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di
cucidengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri
krim kulit
4. Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang
di tentukan dokter selama prosedur
6. Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh
yang akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak
mengikat. Tambahkan bantalan di daerah tonjolan tulang dan pada
jalur saraf.
7. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai
gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya,
diperas untuk mengurangi air dalam gips.
8. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara
melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau
ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan
agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak
yang tetap(kira-kira 50% dari lebar gips) Lakukan dengan gerakan
yang bersinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian
tubuh.
9. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan
pemotong gips.
10. Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
19

11. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak


tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang
tajam dan hindari tekanan pada gips.

F. PERSIAPAN ATAU PROSEDUR DI RUANG OPERASI


a. Persiapan alat dan ruangan
- Alat tidak steril : Lampu operasi, cuter unit, meja operasi, suction,
hepafik, gunting
- Alat steril : Duk besar 3, baju operasi 4, selang suction steril,
selang cuter steril, side 2/0, plain 2/0, berbagai macam ukuran
jarum
- Set orif :
- Koker panjang 2
- Klem bengkok 6
- Bengkok panjang 1
- Pinset cirugis 2
- Gunting jaringan 1
- Kom 2
- Pisturi 1
- Hand mest
- Platina 1 set
- Kassa steril
- Gunting benang 2
- Penjepit kassa 1
- Bor 1
- Hak pacul 1
- Hak sedang 1
- Hak Duk 3
b. Prosedur Operasi
- Pasien sudah teranastesi GA
- Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
- Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
- Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan
arah dari dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x
- Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
- Hidupkan cuter unit
- Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
- Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang
yang fraktur
- Lakukan pengeboran pada tulang
20

- Paang platina
- Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NACL
- Jahit subkutis dengan plan 2/0
- Jahit bagian kulit dengan side 2/0
- Tutup luka dengan kassa betadine,setelah itu diberi hepafik.
21

ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF


DENGAN VL PADA AN.D
DI RUANG IBS RSUD PURBAALINGGA
1. ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI
A. IDENTITAS PASIEN
Bangsal : Menur
Nama/inisal : An.D
Kelamin : Laki-Laki
Umur : 10 th
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tanggal Pengkajian: 22/11/17
Op Ke :1
Jam : 10.45
Tgl/Bln/Th : 22/11/17
Diagnosa Pre Op : VL
Diagnosa Post Op : Deb + Heacting VL
Tindakan Operasi : Debridement + Heacting
Jenis Anestesi : Inhalasi
Km Op no : 03

B. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan

B. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : pasien datang dari bangsal


menur pada hari rabu tanggal 22 Nov 2017 ke ruang IBS setelah
berada diruang IBS dilakukan Observasi

C. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : pasien mengatakan tidak


memiliki riwayat penyakit kronik, pasien tidak pernah di rawat di
RS sebelumnya.

2. Pengkajian Data Fokus


 Data Subyektif
Pasien mengatakan nyeri (PQRST)
P : Nyeri akibat kecelakan motor
Q : Pasien mengatakan nyerinya seperti di iris-iris
R : nyeri di kaki kanan
S : Skala 6
T : sering
 Data obyektif
1. Pasien terpasang Gelang identitas
2. Pasien sudah dilakukan Imformed Consent
3. Sudah ada Hasil lab
4. Sudah ada Hasil foto (rongten)
22

5. Oral hygiene pasien bersih


Tingkat kesadaran
Kompos mentis
GCS :
E=4
M=6
V=5
Pasien terlihat tegang
TTV pre op
Nadi : 113 x/mnt
Nafas: 18 x/mnt
3. Pemeriksaan fisijk (head to toe)
Kepala :bersih, terdapat jejas di bawah mata sebelah kanan
Mata :Bentuk mata simetris, konjungtiva ananemis, pupil
isokor , sklera anikterik
Telinga :Bentuk simetris, tidak ada serumen
Hidung :Bentuk simetris, tidak ada polip
Mulut :bersih, tidak ada karies gigi
Leher :tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
Dada (I,P,P,A) :
I : Bentuk dada simetris
P : Tidak ada benjolan
P : Sonor
A :vesikuler
Abdomen (I,A,P,P) :
I : Tidak ada jejas
A : Terdengar bising usus
P : Tidak ada pembesaran hepar
P : Tidak ada nyeri tekan
Ekstermitas :- Terdapat luka terbuka/luka yang tidak teratur di kaki
kanan
- Terdapat lebam di kaki kiri
-Terpasang infus pada ekstermitas atas bagian kanan
4. Pemeriksaan penunjang dan Laboratorium
Hasil lab Hasil nilai normal
Hemotokrit L 32 33-45
Eosinofil 0 1-3
Netrofil segmen H 79 50-70
Limfosit L 12 25-40
Monosit H9 2-8
 Rontgen : cruris dex

5. Persiapan Oprasi
 Pasien di pakaikan baju operasi
 Inform consent
23

 Masuk ruangan ok
 Pemasangan bedside monitor
 Dilakukan anastesi

Analisa Data Fokus


No data Etiologi/penyebab problem
1. DS : Pasien mengatakan Agen injury fisik Nyeri akut
nyeri di kaki kanan
akibat luka terbuka dan
tidak teratur
DO:- Pasien terlihat
menahan rasa sakit
P: Nyeri akibat
kecelakaan motor
Q: Pasien Mengatakan
nyeri di kaki kanan
R: Nyeri di kaki kanan
S: Skala 6
T: Sering
- Terdapat VL di kaki
kanan

Nursing Care Plan


Dx Kep/ Tujuan dan Intervensi Implementasi Evaluasi
Masalah Kriteria Hasil
kolabora
si

Nyeri Setelah Lakukan - Melak S:


akut b.d dilakukan pengkajian ukan Pasien
agen observasi nyeri pengkajia mengata
injury selama 1x 15 seperti n nyeri kan
fisik menit (skala, seperti nyeri di
diharapkan lokasi, (skala, kaki
nyeri klien intensitas, lokasi, kanan
dapat lama dan intensitas, O:
berkurang penyebabn lama dan Pasien
deng KH: ya)- penyebab terlihat
-Pasien Ajarkan nya)- menahan
mampu pasien Mengajar sakit
mengontrol tentang kan A:
nyeri manageme pasien Masalah
-Wajah pasien nt nyeri tentang belum
tampak lebih managem teratasi
24

rileks ent nyeri P:


Lanjutka
n
intervens
i
pembeda
han

2. ASKEP INTRAOPERATIF

Data Objektif:
Posisi pasien Supinasi
Pasien menggunakan General anastesi
Dan Pasien tidak sadar
RR : 18x/menit, N : 110x/menit
Lebar luka : 10 cm
Jumlah di jahit dengan jumlah 15 jahitan
Jenis benang jahit ??
Perdarahan 30 cc (kurang lebih)
Lama operasi : 1 jam
Pasien tidak sadar reflek motorik (-)
Tanggal TTV Durate Operasi Ket
Tgl/jam T N RR S
10.45 110 x/mnt
10.50 113x/mnt
11.00 100x/mnt
11.55 109x/mnt

Data fokus
No Data Etiologi/Patofisiologi Problem
1. DS :- Tindakan medikasi Resiko aspirasi
DO : - Pasien
menggunakan general
anastesi( terpasang ET)
- Pasien terlihat tidak
sadarkan diri

Nursing Care Plan


Dx Tujuan kriteria intervensi implementasi evaluasi
kep/masalah hasil
25

kolaborasi
Resiko Stelah dilakukan  Aspiration - memonitor S= -
aspirasi b/d tindakan precaution tingkat O= -Pasien
tindakan keperawatan 1x20 - Monitor kesadaran,reflek terlihat batuk
medikasi menit diharapkan tingkat batuk,dan -ada cairan
 Respiratory kesadaran, kemampuan yang
status : reflek menelan terangakat
ventilation batuk,dan - melakukan saat disuction
 Aspirasi kemampuan suction A= masalah
control menelan teratasi
- Lakukan P= lanjutkan
suction jika intervensi
diperlukan - monit
- Monitor or tingkat
status paru kesadsaran
pelihara jalan
nafas

3. ASKEP POSTOPERATIF
Pengkajian umum menit
Akral dingin
Status sirkulasi:
tensi: -
nadi: 110x/menit
nafas: 18x/menit
suhu: -

Kriteria nilai 15* 15* 15* 15* 15* 15*


Aktivitas :
Gerak ke 4 aggota 2
gerak atas perintah 1      
Gerak ke 4 anggota 0
gerak atas perintah
Tidak ada respon
Respirasi :
Bias nafas dan batuk 2      
Dysnea,hipoventilasi 1
Apnea 0
Sirkulasi :
Perubahan <20% dan 2      
TD preoperasi
Perubahan 20-50% 1
dari TD preopearsi
Perubahan >50% dari 0
TD preoperasi
26

Kesadaran :
Kesadaran Penuh 2      
Dapat dibangunkan 1
Tidak respon 0
Warna kulit :
Merah 2      
Pucat 1
Sianosis 0
Total score > 7 keluar juml 9 9 9 9 9 9
RR ah

ANALISA DATA
No Data Etiologi/patofisiologi Problem
DS: Pasien Efek agen Resiko
mengatakan farmakologis hipotermi
kedinginan perioperatif
DO: Pasien
terlihat
kedinginan,
akral dingin dan
menggigil.

NURSING CARE PLAN


Dx.Kep/m Tujuan dan Interven Implementasi Evaluasi
asalah kriteria Hasil si
kolaborasi
Resiko Setelah - A - Mengatur S : pasien
hipotermi dilakukan tur suhu mengatakan
perioperati tindakan suhu ruangan sudah merasa
f b.d efek selama 1x15 ruan - Memberi lebih hangat
agen menit gan selimut O: pasien terlihat
farmakolo diharapkan - B pada nyaman
gis suhu tubuh eri pasien A: masalah
pasien dalam selim teratasi
batas normal ut P: hentikan
36’c pada intervensi
pasie
n
27
28

DAFTAR PUSTAKA

Andy Santosa Augustinus, (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh


Manusia.Jakarta : Akademi Perawatan Sint Carolus.

Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: EGC.Donna. D. Ignatavicius, Marylinn V.B. (1991).

Medical Surgical Nursing. ANursing Proses Approach. Philadelphia: W.B.


Saunders Company.

http://vieprihana.blogspot.com/2012/03/askep-bedah.html

http://hhealthyenthusiast.com/fraktur-tibia-fibula.html

John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997).


MedicalSurgical Nursing: A Psychophysiological Approach.
Philadelphia,N.B.: Saunders Company.

Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse (1994). Rencana


AsuhanKeperawatan, Edisi 3: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Price, Sylvia A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC

Вам также может понравиться