Вы находитесь на странице: 1из 21

Hydroulic Pump

Pompa hidrolik ini terdiri dari beberapa model, dimana setiap modelnya
memiliki kriteria tersendiri yang dirincikan dalam tabel spesifikasi, baik itu ukuran
pompa, perbandingan pompa dan mesin, model dan kemampuan pendesakan,
kekuatan pancaran fluida maksimum dan sebagainya. Perhatikan Tabel 3.5, 3.6 dan
3.7 berikut yan merupakan tabel spesifikasi untuk pompa kobe.
Tabel 3.5
Tabel 3.6

Tabel 3.7

B.1 Sistem Power Fluid


Sistem Power Fluid untuk pompa hidrolik ada dua macam yaitu :
1. Sistem Closed Power Fluid (CPF), dimana antara power fluid dari permukaan
dengan power fluid dari bawah permukaan tidak saling campur dengan fluida
produksi. Gambar 3.5 (a)
2. Sistem Open Power Fluid (OPF), dimana antara power fluid dari permukaan
dengan power fluid dari bawah permukaan saling campur dengan fluida
produksi. Gambar 3.5 (b)

B.2 Perbandingan P/E [Pump/Engine]


Kolom ke 2 dari tabel spesifikasi adalah perbandingan P/E antara luas piston
pompa dengan luas piston mesin, atau :

Dimana : Ap = Luas piston pompa, inch2


Ae = Luas piston mesin, inch2
Ar = Luas penampang rod, inch2

Gambar 3.5 Aliran Tekanan pada Hidraulic Pump

Perbandingan P/E berhubungan dengan Tekanan Permukaan yang diperlukan


untuk memberikan daya angkat. Tekanan Permukaan biasanya dibatasi sebesar 4000
psi. nilai maksimum dari perbandingan P/E berikut bisa juga digunakan.
(P/E)max = 10.000/NL [3.12]
NL = Dp –(P3/Gf) [3.13]

Dimana : NL = daya angkat pompa, feet


Dp = kedalaman pompa, feet
P3 = tekanan intake pompa, psi
Gf = gradien aliran fluida dalam pipa produksi, psi/ft
Apabila pompa dipasang disumur, maka persamaan 3.13 menjadi
NL = D - Pwf/Gf [3.14]

Dimana ; D = kedalaman sumur, feet


Apabila sumurnya dangkal dengan Pwf yang kecil, maka [Pwf/Gf] menjadi sangat
kecil dibanding D, sehingga nilainya dapat diabaikan.

B.3 Pump Displacement


Kolom ke-3 dari tabel spesifikasi adalah maximun engine displacement [Q1’]
yang didasarkan pada kecepatan laju alir maksimum (maximum rate speed). Kolom
ke 4 adalah pump displacement [Q3’] dalam bbl/d/spm. Laju produksi [Q2”] dalam
bbl/d diberikan oleh :
Q2” = Q3’ . N [3.15]
Dimana N adalah kecepatan pompa, spm.
Biasanya Q3” adalah laju produksi secara teori. Dan sama dengan laju
produksi aktual hanya jika pompa beroperasi dengan efisiensi 100%. Pompa yang
baik, dirancang pada efisiensi 85%. Apabila pompa beroperasi dengan efisiensi <
85%, maka yang menjadi pertimbangan selanjutnya adalah kecepatan aliran. Maka
dari itu :
V = Q3’ . [3.16]
Subsitusi persamaan 3.15 ke persamaan 3.16 menghasilkan
V = Q3’.N. [3.17]
V adalah volume laju alir produksi (liquid + gas) pada tekanan intake dan akan sama
dengan laju alir di permukaan [Qsc] hanya jika fluida dianggap incompressible, sama
seperti liquid.

B.4 Engine Displacement


Karena mesin serangkai dengan pompa, maka piston mesin bergerak dengan
kecepatan yang sama dengan piston pompa. Secara teori laju power fluid [Q1’]
diberikan oleh :
Q1” = Q1’N [3.18]
Efisiensi mesin adalah perbandingan antara laju alir power fluid teori dengan laju alir
power fluid aktual, atau
= Q1”/ Q1
Substitusikan persamaan 3.18 ke dalam persamaan diatas sehingga
Q1 = Q1’.N/ [3.19]
Dimana : Q1 = Laju alir power fluid aktual yang diperlukan untuk memproduksi
laju alir fluida sebesar V.
= efsisiensi mesin (sekitar 90%)
B.5 Gesekan Pada Pompa
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pompa hidrolik pada kondisi
tanpa beban ditunjukkan oleh Gambar 3.6. Gambar ini juga menunjukkan gesekan
mekanik dan hidrolik yang terjadi pada pompa. Gesekan ini tergantung pada jenis
pompa, persentase rate speed dan viscositas power fluid.
B.6 Perhitungan Tekanan
Berbagai tekanan baik sitem CPF maupun OPF ditunjukkan oleh Gambar 3.5.
Tekanan untuk menjalankan mesin atau tekanan Power Fluid adalah Pt, tekanan yang
dihasilkan pompa adalah P2, tekanan Tubing Intake adalah P3, tekanan yang
dihasilkan mesin adalah P4. Terhadap keseluruhan tekanan ini berlaku hukum
kesetimbangan, sehingga :

-P1Ar – P4(Ae-Ar) + P1(Ae-Ar) – P2(Ap-Ar) + P3(Ap-Ar) + P1Ar = 0


(P1-P4) (Ae-Ar) - (P2-P3) (Ap-Ar) = 0

P1 – P4 – (P2 – P3) =0 [3.20]


Karena mengalami friksi, maka

P1 – P4 – (P2 – P3) - Fp= 0 [3.21]


Gambar 3.6 Tekanan yang Dibutuhkan Untuk Pengoperasian HP
Persamaan ini disubstitusikan kepersamaan 3.11, sehingga :
Pt – P4 – (P2 – P3) (P/E) – Fp = 0 [3.22]
Persamaan terakhir ini bisa dipakai baik untuk sistem CPF maupun OPF. Dalam
sistem OPF, P4 = P2, sehingga persamaan 3.22 menjadi :
Pt – P4 – (P2 – P3) (P/E) – Fp = 0 [3.23]

B.7 Horsepower
Horespower yang dibutuhkan pompa dapat diperkirakan dengan persamaan
berikut :
HP = 1,7 x 10-5 . Q1 . Ps

B.8 Kurva Tubing Intake Pompa


Memprediksi kurva Tubing Intake untuk pompa hidrolik disini hanya
dilakukan untuk kasus dimana hanya liquid yang mengalir. Selain itu juga
diasumsikan bahwa pompa dipasang didasar sumur dengan Pwh dan diameter tubing
tetap. Karena liquid merupakan fluida slightly incompressible, maka volume laju alir
produksi [V] dapat dianggap konstan dan sama dengan laju alir dipermukaan [Qsc].

Qsc = Q3’.N. atau N = Qsc/( Q3’. ) [3.25]


Pemecahan persamaan 3.22 dan 3.23 untuk P3 adalah

P3 = untuk sistem CPF [3.26]

P3 = untuk sistem OPF [3.27]

PRESEDUR PEMBUATAN KURVA TUBING INTAKE


Prosedur pembuatan kurva tubing intake dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Tentukan jenis power fluid (minyak atau air) dan jenis sistem power fluid yang
dicapai (CPF atau OPF).
2. Kemudian buat kurva IPR.
3. Pilih pompa yang cocok.
4. Asumsikan laju produksi dipermukaan [Qsc] dan lakukan langkah berikut :
a. Hitung N dengan persamaan 3.25 Qsc = Q3’.N. atau N = Qsc/( Q3’. )
dan Q1 dengan persamaan 3.19. Q1 = Q1’.N/
kemudian tentukan persentase rate speed (%RS).
b. Tentukan tekanan yang akan dihasilkan pompa [P2]
c. Tentukan Fp dari gambar 3.6
d. Asumsikan beberapa tekanan Power Fluid [P1] dan hitung P3 dengan

persamaan P3 = untuk sistem CPF 3.26


atau 3.27.
4. Plot P3 terhadap Qsc untuk setiap P1 asumsi pada kurva yang sudah ada IPRnya.
5. Baca laju alir yang mungkin [Qp] pada perpotongan kurva tubing intake dengan
IPR.
6. Untuk setiap QP, hitung Q1. Kemudian tentukan tekanan operasi permukaan [Ps]
dan HP pompa dengan persamaan 3.24.
7. Plot Rate terhadap Qt, Ps, dan HP. Kemudian ditarik garis batas 85%
displacement pompa pada rate speed di grafik yang sama.
8. Kemudian dipilih rate yang optimum.

Contoh Kasus.
Sebuah pompa hidrolik dipasang permanen di dasar sumur dengan sistem OPF. Data
sumur, fluida dan reservoir dipakai data Tabel. 3.1. Tentukan Laju produksi yang
mungkin, % Rate Speed dan HP pompa.
Tabel 3.1
Depth, feet 8000
Casing size, in 7
Tubing size, in 27/8
Wellhead pressure, psi 120
Wellhead temperatur, oF 110
35
\o
API
osc 0,85
gsc 0,70
wsc 1.074
Water cut 50%
GOR, scf/stb 400
Pb, psi 1820
Pr, psi 1920
J (diatas Pb), stbl/d/psi 5
Qmax, stbl/d 6267
Flowing temperatur, oF 170

Solusi :
1. Karena pompa dipasang didasar sumur, Tekanan Tubing Intake pompa sama
dengan tekanan alir dasar sumur [Pwf], sehingga kurva IPR bisa dibuat dengan
cara yang sama dengan contoh kasus pompa ESP.
Jika [Pwf/Gf] diabaikan, persamaan 3.14 memberikan Net Lift (NL) sebesar D
yaitu 8000 ft. Dengan persamaan 3.12 akan diberikan.
(P/E)max = 10.000/8.000 = 1,25
2. Diperiksa tabel 3.5, 3.6 dan 3.7 yang memiliki perbandingan P/E lebih kecil dari
(P/E)max. Ternyata semua pompa memenuhi. Kemudian dilihat ukuran casing
dan produktivitas sumur. Pompa yang memiliki kapasitas tertinggi bisa dianggap
menghasilkan produktivitas sumur yang tinggi, sehingga didapat 3 buah pompa
sebagai kandidat, yaitu :
Tabel 3.8
Table Pompa P/E Disp RS Q3 ’ Q1’ Max RS
3.5 (no.03) E 1,142 4015 75,76 66,32 53
3.6 (no.17) A 1,000 2502 32,50 32,94 77
3.7 (no.07) D 0,882 2726 31,34 35,74 87

Untuk pompa # E

Ketentuan efisiensi p = 85% dan e = 90%

Persamaan 3.25, 3.19, dan 3.27 berturut-turut menjadi :

N = Qsc/(Q3’. p) = Qsc/(75,76 x 0,85) = Qsc/64,6 [3.28]

Q1 = Q1’ . N/e = 66,32xN/0,90 = 73,69 N [3.29]

P3 = [3.30]

3. Jika laju produksi dipermukaan [Qsc] diasumsikan 1000 stbl/d, maka :

a. Persamaan 3.28 dan 3.29 menjadi

N = Qsc/64,6 = 1000/64,6= 15,53.spm = 16. spm

Q1 = 73,69N = 73,69x(15,53) = 1144 stbl/d

Persentase Rate Speed [%RS] = [15,53/53] x 100% = 29%

b. Total Laju Produksi Liquid dalam tubing adalah = (1000+1144) = 2144 stbl/d.
untuk laju alir ini, dengan Pressure Traverse didapat P2 = 3325 psi

c. Dari Gambar 3.6, untuk 29% RS, didapat :

Fp = (195) ( ) = (195) (0,85) = 166 psi.

d. Jika Tekanan Operasi dipermukaan [Ps] diasumsikan tetap sebesar 4000 psi,
maka dengan Pressur Traverse didapat P1 = 6761 psi.

kemudian P3 dari persamaan 3.30 adalah

P3 = = 462 . psi

e. Terhadap pompa yang sama, dilakukan perhitungan untuk Qsc asumsi yang
lain, sehingga didapat tabel berikut :

Tabel 3.9

Qsc N %RS Fo Q1 P2 P1 P3
1000 16 29 166 1144 3325 6761 462
1200 19 35 205 1371 3387 6741 629
1400 22 41 244 1602 3459 6721 815
1600 25 47 279 1831 3541 6702 1017
1800 28 53 323 2060 3633 6683 1245
2000 31 59 378 2289 3735 6663 1502
2200 34 64 440 2517 3848 6644 1784
2400 37 70 506 2746 3971 6625 2089

4. Diplot tekanan tubing intake [P3] terhadap Qsc pada kurva yang telah ada IPRnya.
Jika Ps yang 4000 psi itu juga dipakaiuntuk pompa # A dan pompa # D, maka
akan didapat tabel yang sama sehingga jika diplot akan didapat gambar 3.7.

5. Dari perpotongan kurva tersebut didapat Laju Alir yang paling mungkin [Qp]
yaitu masing-masing untuk pompa E, A dan D adalah 2030, 1960, dan 1950
sbl/d.

6. Secara keseluruhan, untuk tekanan operasi di permukaan [Ps] 4000 psi, possible
rate, power fluid, percent of reted speed dan horse power yang diperlukan untuk
setiap pompa adalah :

Tabel 3.10

Pump Qp %.RS Q1 HP
E 2030 59.5 2323 158
A 1960 92.1 2596 177
D 1950 84.2 2907 198
Gambar 3.7 : Kurva Tubing Intake untuk berbagai HP

7. Pompa # A tidak direkomendasikan karena % Rsnya > 85%. Pompa # E bisa


lebih bagus dari Pompa # D karena memiliki Laju Produksi [Qp] yang lebih
tinggi dan memerlukan lebih sedikit laju power fluid [Q1], (HP dipermukaan juga
akan lebih kecil), hanya saja % Rsnya lebih rendah.

Contoh Kasus
Apabila tekanan 4000 psi adalah tekanan maksimum yangdiperbolehkan sebagai
tekanan operasi dipermukaan [Ps] dan laju produksi menjadi pertimbangan lain dalam
memilih pompa. Tentukan Laju produksi yang mungkin, Laju power fluid dan HP
pompa.

Solusi :
Dalam hal ini performance pompa perlu dipelajari untuk tekanan yang lebih kecil dari
4000 psi. Tapi untuk menggambarkan pengaruh gesekan, batasan terhadap tekanan
operasi di permukaan harus dilonggarkan. Solusi kasus ini adalah :
1. Langkah 1 sama dengan kasus sebelumnya.
2. Langkah 2 sama dengan kasus sebelumnya
Untuk pompa # E
Asumsi p = 85% dan e = 90%
3. Diasumsikan laju produksi dipermukaan [Qse] = 200 stbl/d
a. Persamaan 3.28 dan 3.29 memberikan
N = Qsc/64,6= 200/64,6= 3,11 . spm

Q1 = 73,69 .N = 73,69x(3,11) = 229 . stbo/d

b. Total Laju Produksi Liquid dalam tubing adalah = 200 + 229 = 429 stbl/d.
untuk laju alir ini, didapat P2 = 3179 psi.
c. Dari gambar 3.6, untuk 5,86%RS, didapat :
Fp = (129) (o) = (129) (0,85) = 110 psi.
d. Jika Tekanan Power Fluid [P1] diasumsikan 4500 psi, maka :

P3 = = 2119 . psi
e. Jadi dengan mengasumsikan P1 yang lain, maka untuk Qsc = 200 stbl/d,
didapat tabel berikut.
Tabel 3.11
P1 P3
4500 2119
5000 1681
55000 1245
6000 805
6500 367

Perhitungan yang sama dilakukan untuk Laju Produksi dipermukaan [Qsc] asumsi
yang lain. Hasil perhitungan ditunjukkan oleh tabel berikut :

Tabel 3.12
P3@ P3@ P3@ P3@ P3@
Qsc P2 h
P1 = 4500 P1 = 5000 P1 = 5500 P1 = 6000 P1 = 6500
200 3179 110 2119 1681 1245 805 367
400 3200 110 2159 1721 1283 845 408
800 3273 131 2314 1876 1438 1000 453
1200 3387 205 2595 2154 1716 1278 840
1600 3541 279 2945 2507 2069 1631 1193
2000 3735 378 3396 2958 2520 2082 1645
2400 3971 506 3951 3513 3075 2637 2299
2800 4249 677 4623 4185 3747 3309 2871
3200 4572 850 5379 4941 4503 4066 3628
3600 4950 935 6144 5707 5269 4831 4393

4. Tekanan Tubing Intake [P3] diplot terhadap Qsc untuk berbagai tekann power
fluid [P1], gambar 3.8. Kurva IPR sama seperti sebelumnya.
5. Laju alir yang mungkin [Qp] didapat dari perpotongan antara kedua jenis kurva
tersebut. Misalnya, untuk P1 = 5000 psi didapat Qp = 650 stbl/d. untuk laju alir
ini, persamaan 3.28 memberikan : N = 650/64,4 = 10 spm persamaan 3.29
memberikan laju power fluid : Q1 = (73,69) (10) = 737 stbod.
6. Untuk P1 = 5000 psi dan Q1 = 737 stbo/d, maka tekanan permukaan [Ps] dapat
ditentukan dengan Pressure Traverese, yaitu 2221 psi.
HP = 1,7 x 10-5 . Q1 . Ps = 1,7 x 10-5 (737) (2221) = 21 HP

Model perhitungan yang sama untuk Qp yang lain ditunjukkan oleh tabel 3.13
Tabel 3.13
P1 Qp N Q1 Ps HP Qp/HP
5000 650 10 737 2221 28 15
5500 1190 18 1362 2777 64 10.3
6000 1590 25 1819 3337 103 7.7
6500 1920 30 2197 3903 146 6.4
7000 2220 34 2540 4477 193 5.0
7500 2470 38 2826 5052 243 4.4
8000 2710 42 3101 5635 297 3.7
8500 2925 45 3347 6221 354 3.3
9000 3215 49 3576 6811 414 -
7. Laju produksi yang mungkin [Qp] diplot terhadap Q1, Ps dan HP seperti terlihat
pada gambar 3.9. Displacement Pompa # E yang diperkenalkan (4015 x 0,85) =
3413 stb/d diplot pada gambar yang sama. Dari gambar ini juga terlihat bahwa
diatas 4000 stb/d, baik Ps maupun HP yang dibutuhkan meningkat sangat cepat
tanpa berpengaruh terhadap laju produksi. Dalam kasus ini bagaianapun batasan
praktis 4000 psi untuk Ps akan tetap dipakai dengan tekanan tersebut.
# Sumur dapat diproduksi sebesar 1975 stbl/d
# Laju Power Fluid = 2000 stbo/d [gambar 3.9]
# HP pompa = 154 HP [gambar 3.9]

Gambar 3.8 : Kurva Tubing Intake untuk Hidraulic Pump


Gambar 3.9 : Laju Alir yang Mungkin terhadap HP, Ps dan Q1
C. Jet Pump
Suatu contoh jet pump bawah permukaan adalah seperti yang terlihat pada
Gambar 3.10 dan 3.11. Power fluid masuk dari bagian atas pompa dan terus melewati
nozzle, diman semua tekanan dari power fluid diubah menjadi head velocity. Disini
perbandingan luas nozzle dengan luas total bidang “Throat” adalah :

Gambar 3.10 : Skematik Jet Pump

Gambar 3.11 : Jet Free Pumpu Nomenclature


Laju alir tanpa dimensi diberikan oleh :
M=
[3.32]
Dimana :V = volume laju alir produksi [liquid + gas]
Q = laju alir power fluid
V disini dianggap sama dengan Qcs, jika fluida yang dipompakan bersifat
slightly compressible. Head (tapa dimensi) adalah perbandingan antara selisih
tekanan yang hilang akibat produksi [P2 – P3] dengan selisih tekanan yang hilang
akibat power fluid [P1 – P2] atau

H= [3.33]
Dimana : P1 = tekanan power fluid
P2 = tekanan discharge (keluar) pompa
P3 = tekanan intake (masuk) pompa

Pengembangan dari persamaan 3.3 didasarkan pada model “Mixing-loss”


Lorenz’s yangmeliputi perubahan Velocity Head ke Pressure Head, fluida produksi
dengan kehilangan tekanan oleh power fluid.
Peningkatan tekanan pada fluida produksi adalah ;
(HP)3 .  y (P2 – P3) [3.34]
Kehilangan tekanan oleh power fluid adalah :
(HP)t .  . Q1 . (P1 – P2) [3.35]

Sehingga ; p = [3.36]
Substitusikan persamaan 3.32 dan 3.33 kepersamaan di atas, maka
p =M.H [3.37]
Performance geometri jet pumpu masih berhubungan dengan Reynold Number
dan persamaan-persamaan sebelumnya seperti H, p dan M. harga H, p dan M untuk
berbagai harga R ditunjukkan oleh gambar 3.12, mulai dari R = 0,410 sampai
R = 0,168. Kurva performance ini cukup bagus untuk diterapkan di lapangan yang
mengoperasikan pompa pada puncak efisiensi. Untuk kasus ini, M dan H adalah
tetap, sehingga 3.32 dan 3.33 menjadi :
Q1 = V/Mp [3.38]
Dan
P3 = (1 + Hp).P2 = HpP1 [3.39]
Dimana : Mp = perbandingan Aliran pada puncak efisiensi
HP = perbandingan Head pada puncak efisiensi

C.1 Cavitasi (Getaran)


Jika tekanan P3 pada pintu masuk sampai ke “throat” dikurangi sampai
dibawah tekanan uap liquid yang dipompakan, maka akan terjadi kavitasi atau
getaran. Jika tekanan gas dianggap nol, maka batas terjadinya kavitasi dapat
diperikarakan dari persamaan berikut.

Mc = .
[3.40]
Dimana ; K1 = koefisien kehilangan pada nozzle [ 0,15]
Ic = indek kavitas [0,80 – 1,67]
Untuk K1 = 0,15 dan Ic = 1,35, maka :

Mc =
[3.41]
Pengoperasian pompa pada nilai M < Mc dapat terhindar dari kavitasi. Usaha-
usaha untuk menambah nilai M sampai diatas Mc akan menyebabkan terjadinya
kavitasi pada pintu masuk “throat” dan performance pompa akan menyimpang dari
yang diharapkan. Pembuatan kuvra intake untuk jet pump didasarkan pada asumsi P1.
Sedangkan P3 dihitung dengan persamaan 3.39 untuk nilai P2 yang tetap. Karena Mc
independen terhadap P2 (lihat persamaan 3.41), apabila P1 bertambah, maka P3 akan
berkurang, dan Mc akan berkurang sampai pada harga M. dalam kasus ini M = Mp.
Bagaimanapun persamaan 3.41 dapat dipecahkan untuk nilai P3 minimum, dimana
kavitas terjadi. Dalam hal ini persamaan 3.41 menjadi :

[3.42]
Untuk pompa yang sama, persamaan ruas kanan adalah konstan dan diberi notas B,
sehingga.

B=
[3.43]
Kemudian :

[3.44]
Pc adalah tekanan intake saat terjadi kavitasi dan koefisien P1 adalah konstan dan
diberi notasi C, sehingga

[3.45]
Kemudian
Pc = C.P1 [3.46]

C.2 Tekanan dan Laju Alir Power Fluid


Sama seperti pompa hidrolik, jet pump juga memerlukan power fluid. Laju
alir power fluid aktual adalah fungsi dari P1, P3, luas nozzle [Aj], SG power fluid
[ ]. Ketika semua diukur dalam satuan lapangan, laju alir power fluid dapat
diperkirakan dari persamaan berikut :

Q1 = 1214,5.Aj. [3.47]

Dimana Q1 dalam stbl/d, P1 dan P2 dalam psi serta Aj dalam inch2.


Karena Q1 didapat dari perbandingan M (persamaan 3.32), maka persamaan diatas
dapat juga dipakai untuk menghitung Aj.

[3.78]

Aj yang ditentukan dari persamaan 3.48 harus dikoreksi terhadap ukuran


nozzle yang tersedia dipasaran. Usaha-usaha untuk mendapatkan drawdown yang
lebih tinggi dengan peningkatan P1, bagaimanapun mungkin akhirnya akan
menyebabkan kavitasi di satu sisi dan kelebihan tekanan operasi dipermukaan di sisi
lain. Pada operasi normal, tekanan operasi dipermukaan tidak akan lebih dari
4000 psi.

C.3 Horsepower
Horsepoerw yang dibutuhkan dapat diperkirakan dari persamaan berikut :
HP = 1,7 x 10-5 . (Q1).(Ps) [3.49]
Dimana Ps adalah tekanan operasi di permukaan dalam psi.

C.4 Kurva Tubing Intake Pompa


Dalam memprediksi kurva intake disini dipakai anggapan bahwa pompa
hanya dialiri oleh cairan, pompa diset di dasar sumur, tekanan kepala sumur tetap,
ukuran pipa tetap serta pompa beroperasi pada puncak efisiensi. Karena liquid
merupakan fluida slightly comressible, maka V pada persamaan 33.38 dapat dianggap
konstan dan sama dengan Qsc.

[3.50]
PRESEDUR PEMBUATAN KURVA TUBING INTAKE
Karena tekanan bisa menyebabkan gesekan, maka perlu untuk membatasi
tekanan operasi di permukaan. Sehingga prosedur berikut dapat dilakukan.
1. Pilih perbandingan pompa yang cocok
2. Baca Mp dan Hp dari gambar 3.12 untuk pompa yang dipilih

Gambar 3.12 : H Vs M dan Efisiensi Jet Pump

3. Asumsikan beberapa laju produksi [Qsc] dan lanjutkan prosedur berikut :


a. Hitung Q1 dari persamaan 3.50
b. Berdasarkan harga QT ditentukan P2
c. Asumsikan tekanan operasi dipermukaan [Ps] dan tentukan tekanan power
fluid [P1] dengan korelasi, kemudian hitung P3 untuk masing-masing P1
dengan persamaan 3.39.
d. Ulangi langkah a) sampai c) untuk Qsc asumsi yang lain.
4. Plot P3 terhadap Qsc untuk berbagai P1 asumsi pada kurva yang telah ada kuvra
IPRnya.
5. Hitung B dari persamaan 3.43, C dari persamaan 3.45 dan kemudian tentukan
tekanan intake akibat kavitasi [Pc] dengan persamaan 3.46.
6. Baca laju produksi yang mungkin [Qp] pada perpotongan kuva intake dengan
IPR. Baca juga batas kecepatan pada perpotongan kurva kavitasi dengan kurva
IPR.
7. Untuk setiap Qp, hitung laju alir power fluid [Q1], kemudian tentukan Ps dan
hitung HP dengan persamaan 3.49.
8. Plot Qp terhadap Ps, HP dan Qt. Tentukan laju alir batas kavitasi pada hasil plot
di atas.
9. Pilih laju alir pompa yang optimum.
Contoh kasus :
Dengan menggunakan data sumur, reservoir dan fluida seperti pada Tabel 3.1.
Tentukan Q1, HP, P3 dan Aj dari suatu Jet Pump.

Solusi :
Kurva IPR telah dibuat pada contoh kasus sebelumnya. Karena pompa dipasang
didasar sumur, maka tekanan intake identik dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf).
1. Misalnya untuk langkah pertama dipilih pompa A
2. Dari gambar 3.12, untuk pompa A, Perbandingan Aliran pada puncak efisiensi
[Mp] adalah 0,475 dan Perbandingan Head pada puncak efisiensi [Hp]adalah
0,475 juga.

Sehingga persamaan 3.50 dan 3.39 menjadi :


Qsc Q
Q1   sc [3.51]
M p 0,475

P1 = 1,475 . P2 – 0,475 . P1 [3.52]


3. Diasumsikan Qsc = 200 stbl/d, maka :
a. Q1 = Qsc/0,475 = 200/0,475 = 421 stbl/d
b. Totallaju alir liquid menjadi = 421 + 200 = 621 stbl/d, dimana 521 bbl adalah
air dan 100 bbl adalah minyak karena WC = 50%
Untuk laju alirini, didapat tekanan discharge pompa [P2] = 3129 psi.
c. Desan sumsi Ps = 4000 psi, maka dengan korelasi didapat P1 = 6824 psi.
sehingga persamaan 3.25 menjadi :
P3 = 1,475 . (3129) – 0,475 . (6824) = 1374 psi
d. Untuk laju produksi asumsi [Qsc] yang lain didapat Tabel 3.14 fisysd.
4. Diplot P3 terhadap Qsc seperti gambar 3.13
5. Karena R = 0,410, maka
2
 (0,410)(0,475) 
B   0,0947
1,0724 . (1  0,410) 
 1,35 . (0,0947) 
C     0,1237
 1  1,35 . (0,0947)  0,0947 
Tabel 3.14 [POMPA-A]
Qsc Q1 P1 P2 P3
200 421 3129 6824 1374
400 842 3169 6787 1451
600 1263 3231 6750 1560
800 1684 3314 6714 1699
1000 2105 3417 6679 1868
1200 2526 3542 6644 2069
1400 2947 3688 6452 2375
1600 3368 3855 6350 2670
1800 3789 4044 6238 3002
2000 4211 4256 6119 3372

Sehingga persamaan 3.46 menjadi :


Pc = 0,1237 . P1 [3.53]

Gambar 3.13 : Kurva Tubing Intake untuk Berbagai Jet Pump

6. Dengan cara yang sama dihtiung ulang untuk perbandingan pompa [R] yang lain.
Seluruhnya diplot pada Gambar 3.13. terjadinya saling dempet pada kurva karena
terdapatnya perbedaan antara rasio aliran dan rasio head. Untuk Ps = 4000 psi,
pompa A yang akan dipilih, sebab menghasilkan laju alir yang terbesar. Malah
untuk kasus ini, pompa C, D, dan E tidak bisa dipakai. Untuk pompa A dapat
diproduksikan 900 stbl/d dengan Ps = 4000 psi. Jika 4000 psi itu adalah Ps
maksimum yang diperbolehkan, maka performance pompa harus diperhatikan
dulu untuk pengoperasian dibawah 4000 psi. Untuk laju produksi asumsi yang
200 stbl/d, tekanan discharge [P2] 3129 psi, tekanan power fluid [P1] diasumsikan
6000 psi, makapersamaan 3.25 memberikan :
P3 = 1,475 . (3129) – 0,475 . (1765) psi.
Untuk P1 yang lain, ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 3.15
P1 P3
6000 1765
7000 1290
8000 815
9000 340

Tabel 3.15 adalah untuk laju produksi asumsi 200 stbl/d, dengancara yang sama
dihitung untuk Qsc asumsi yang lain, sehingga didapat tabel berikut :
Tabel 3.16
P3 untuk berbagai harga P1
Qsc P2
6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000
400 3169 1825 1350 875 400 - - -
800 3314 2038 1563 1088 613 138 - -
1200 3542 2375 1900 1425 950 475 0 -
1600 3855 2836 2361 1886 1411 936 461 -
2000 4256 3428 2953 2478 2003 1528 1053 578
2400 4750 4156 3618 3206 2731 2256 1781 1306
2800 5343 5031 4556 4081 3606 3131 2656 2181

Tekanan intake [P3] untuk berbagai P1 diplot terhadap Qsc seperti terlihat
Padagambar 3.14. Tekananintake dibawa pengaruh kavitasi [Pc] dapat dihitung
persamaan 3.53 dan hasilnya ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 3.17
P1 Pc
8000 990
9000 1113
10000 1237
11000 1361
12000 1484

Ttitik – titik Pc ini diambil pada kurva intake dan dihubungkan satu sama lain,
sehingga terbentuk kurva kavitasi yang smoth.

7. Laju alir yang mungkin [Qp] dapat ditentukan dari perpotongan kedua kurva
tersebut. Misalnya sumur dapat diproduksi sebesar 450 stbl/d dengan tekanan
power fluid [P1] 6000 psi. Laju alir power fluid yang diperlukan untuk kondisi ini
adalah :
Gambar 3.14 : Kurva Tubing Intake untuk suatu Jet Pump
Untuk P1 = 6000 psi dan Q1 = 947 stbl/d, maka dengan korelasi didapat Ps = 3198
psi. Sehingga dengan persamaan 3.49 didapat :
HP  1,7  10 5.(Q1 ).( P2 )  1,7  10 5.(947).(3198)  52HP

8. Perhitungan yang sama dilakukan untuk laju produksi yang lain. Hasil
perhitungan ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 3.14 [POMPA-A]


P1 Qp Qt Ps HP Qp/HP
6000 450 347 3198 52 2.3
7000 1030 2168 4354 161 3.2
8000 1425 3000 5588 285 2.2
9000 1740 3663 6923 431 1.6
10000 2010 4232 8361 601 1.3
11000 2255 4757 9874 797 1.0
12000 2470 5200 11386 1007 -

Laju alir yang mungkin [Qp] diplot terhadap HP, Ps dan Q1. Perhatikan Gambar 3.15.
Dari Gambar 3.14 diketahui bahwa batasan laju alir agar tidak terjadi kavitasi adalah
sekitar 2300 stbl/d. harga ini diplot pada kurva yang sama. Dari gambar 3.15,
diketahui bahwadiatas 2800 stbl/d, baik Ps maupun HP yang dibutuhkan bertambah
sangat cepat tanpa ada hubungan yang signifikan dengan laju produksi. Dalamkasus
ini, dengan menggunakan Ps = 4000 psi, maka didapat Qsc = 900 stbl/d, sehingga :
Q1 = 900/0,475 = 1895 stbl/d [dari persamaan 3.51]
HP = 1,7 x 10-5 (1895) (4000) = 123 HP [dari persamaan 3.49]
P1 = 6700 psi [dengan korelasi]
P3 = 1770 psi [dari Gambar 3.14]

Persamaan 3.48 memberikan :

(1853) 0,85
AJ  .  0,02 inch
1214,5 (6700  1770)

Harga Aj ini tetap harus disesuaikan dengan ketersediaan ukuran nozzle dipasaran.
Gambar 3.15 : Laju Produksi Yang Mungkin

Вам также может понравиться