Вы находитесь на странице: 1из 70

PENDUGAAN UMUR SIMPAN COKLAT INSTAN

DENGAN PENDEKATAN ACCELERATED SHELF LIFE TEST (ASLT)


MODEL ARRHENIUS PADA KEMASAN PLASTIK
POLYPROPHILENE (PP) VAKUM DAN NON VAKUM

TESIS

Oleh

SUTOYO

PROGRAM PASCASARJANA
MEGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
Sutoyo | 2018

ABSTRACT

PREDICTING SHELF LIFE INSTANT CHOCOLATE WITH


ACCELERATED SHELF LIFE TEST (ASLT) APPROACH
ARRHENIUS MODEL IN PLASTIC PACKAGING OF
POLYPROPHILENE (PP) VACUUM AND NON VACUUM

By
SUTOYO

This research was conducted to predict the shelf life of instant chocolate.

Instant chocolate is one of the processed products from cocoa that uses cocoa

powder as a base material. The instant chocolate produced by the Melati Berbakti

Farmers Group in the Sungai Langka Village, Gedongtataan Subdistrict,

Pesawaran District has not included the expiration date. One estimation of shelf

life is to use the Arrhenius Model Accelerated Shelf Life Test (ASLT) Approach.

ASLT is one method to determine shelf life with various conditions where these

conditions can reduce product quality. The Arrhenius equation obtained from the

reaction kinetics model is used to determine the best storage time. Activation

energy (Ea) is the energy used to initiate a damage reaction. In this study instant

chocolate was stored at 30oC, 40oC and 50oC. The results obtained in instant

chocolate show activation energy water content vacuum condition (∆E) 3597.04

ka/mol, non-vacuum water content 5324.47 ka / mol, vacuum free fatty acid

2858.45 ka / mol, non-vacuum free fatty acids 4209.72 ka / mol, color vacuum

i
Sutoyo | 2018

3420.69 ka / mol, non vacuum color 4026.62 ka / mol, vacuum aroma 4608.12 ka

/ mol, non-vacuum aroma 5063.9 ka / mol, vacuum clumping 3400.83 ka / mol

and non vacuum clumping 3222.09 ka / mol. Estimation of shelf life based on free

fatty acids and first ordo reactions. The shelf life of instant chocolate stored under

vacuum at 30oC is 281.58 days, 40oC is 240.99 days and 50oC is 214 days. The

shelf life of instant chocolate stored with non-vacuum conditions at 30oC is 214

days, 40oC is 140.79 days and 50oC is 113 days.

Keywords: instant chocolate, ASLT, Arrhenius, shelf life.

ii
Sutoyo | 2018

ABSTRAK

PENDUGAAN UMUR SIMPAN COKLAT INSTAN DENGAN


PENDEKATAN ACCELERATED SHELF LIFE TEST (ASLT)
MODEL ARRHENIUS PADA KEMASAN PLASTIK
POLYPROPHILENE (PP) VAKUM DAN NON VAKUM

Oleh

SUTOYO

Penelitian ini dilakukan untuk menduga umur simpan coklat instan. Coklat

instan merupakan salah satu produk olahan dari kakao yang menggunakan bubuk

kakao sebagai bahan dasar. Coklat instan yang diproduksi oleh Kelompok Tani

Melati Berbakti Desa Sungai Langka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten

Pesawaran belum mencantumkan tanggal kadaluwarso. Salah satu pendugaan

umur simpan adalah dengan menggunakan Pendekatan Accelerated Shelf Life Test

(ASLT) Model Arrhenius. ASLT adalah salah satu metode untuk mengetahui

umur simpan dengan berbagai kondisi dimana kondisi tersebut dapat menurunkan

kualitas produk. Persamaan Arrhenius yang didapat dari model kinetika reaksi

digunakan untuk menentukan waktu penyimpanan terbaik. Energi aktivasi (Ea)

merupakan energi yang digunakan untuk memulai terjadinya reaksi kerusakan.

Pada penelitian ini coklat instan disimpan pada suhu 30oC, 40oC dan 50oC. Hasil

yang didapatkan pada coklat instan menunjukkan Energi aktivasi (Ea) kadar air

kondisi vakum 3597.04 ka/mol, kadar air non vakum 5324.47 ka/mol, Asam

iii
Sutoyo | 2018

lemak bebas vakum 2858.45 ka/mol, asam lemak bebas non vakum 4209.72

ka/mol, warna vakum 3420.69 ka/mol, warna non vakum 4026.62 ka/mol, aroma

vakum 4608.12 ka/mol, aroma non vakum 5063.9 ka/mol, penggumpalan vakum

3400.83 ka/mol dan penggumpalan non vakum 3222.09 ka/mol. Pendugaan umur

simpan berdasarkan asam lemak bebas dan reaksi ordo satu. Umur simpan coklat

instan yang disimpan dengan kondisi vakum pada suhu 30oC adalah 281.58 hari,

40oC adalah 240.99 hari dan 50oC adalah 214 hari. Umur simpan coklat instan

yang disimpan dengan kondisi non vakum pada suhu 30oC adalah 214 hari, 40oC

adalah 140.79 hari dan 50oC adalah 113 hari.

Kata kunci : coklat instan, ASLT, Arrhenius, umur simpan.

iv
PENDUGAAN UMUR SIMPAN COKLAT INSTAN
DENGAN PENDEKATAN ACCELERATED SHELF LIFE TEST (ASLT)
MODEL ARRHENIUS PADA KEMASAN PLASTIK
POLYPROPHILENE (PP) VAKUM DAN NON VAKUM

Oleh

SUTOYO

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


“MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN”

Pada

Program Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian


Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA
MEGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kulon Progo pada tanggal 26 April

1976, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak

Satijan dan Ibu Isparinah.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Bustanul Athfal

Sewugalur diselesaikan tahun 1983. Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDM

Wonopeti II, Kulon Progo pada tahun 1989. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP) di SMPN Sewugalur, Kulon Progo pada tahun 1992. Sekolah Menengah

Umum (SMU) di SMUN Lendah, Kulon Progo pada tahun 1995. S1 Produksi

Ternak di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta

pada tahun 2001.

Tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Teknologi Hasil

Pertanian Program Pascasarjana Jurusan Magister Tehnologi Industri Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila). Selama mengikuti perkuliahan,

penulis juga bekerja di Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Lampung sebagai

widyaiswara.

ix
Terima kasih keluarga tercinta atas doa dan dukungannya

Satijan (Bapak), Isparinah (Ibu), Budiyah (Istri), Damar Rafeyfa Handaru

(Anak), Sunarto (Adik)

x
SAN WACANA

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Pendugaan Umur Simpan Coklat Instan Dengan

Pendekatan Accelerated Shelf Life Test (ASLT) Model Arrhenius Pada

Kemasan Plastik Polyprophilene (PP) Vakum Dan Non Vakum” adalah salah

satu syarat kelulusan dan memeperoleh gelar Magister Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penyusunan tesis ini

berdasarkan dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan analisis beberapa

leteratur, dan arahan dari dosen pembimbing.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang membantu dalam penulisan proposal sehingga penelitian dapat

dilakukan sesuai dengan rencana, yaitu :

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung yang telah memberikan kemudahan dalam proses

menyelesaikan tesis;

2. Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P., selaku Ketua Program Studi Magister

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

sekaligus sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan,

pengarahan, semangat dan kemudahan dalam meyelesaikan tesis;

xi
3. Dr. Dewi Sartika, S.T.P., M.Si., selaku pembimbing akademik dan

pembimbing utama atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, kritik

dan motivasi dalam proses penyelesaian tesis ini;

4. Dr. Ir. Suharyono A.S, M.S., selaku dosen pembahas yang telah memberikan

masukan dan saran kepada penulis;

5. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

6. Kawan-kawan seangkatan Magister Teknologi Pertanian Angkatan 2014

Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan selama penelitian dan

penyusunan tesis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangan, penulis berharap

tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bandar Lampung, Desember 2018

Penulis

Sutoyo

xii
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ......................................................................................... ........ xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................ ........ xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ........ xviii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ........ xxii

I. PENDAHULUAN ......................................................................... ........ 1


1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................... ........ 1
1.2. Tujuan Penelitian ................................................................ ........ 3
1.3. Kerangka Pemikiran ............................................................ ........ 4
1.4. Hipotesis .............................................................................. ........ 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ ........ 7


2.1. Kakao ................................................................................. ........ 7
2.2. Coklat Instan ...................................................................... ........ 8
2.3. Komposisi Coklat Instan ................................................... ........ 10
2.4. Susu ................................................................................... ........ 10
2.5. Syarat Mutu Coklat Instan ................................................. ........ 11
2.6. Pengemasan ....................................................................... ........ 12
2.7. Kemasan Vakum dan Non Vakum .................................... ........ 14
2.8. Umur Simpan ..................................................................... ........ 15
2.8.1. Penurunan Mutu Selama Penyimpanan ............................. ........ 16
2.8.2. Kriteria Kerusakan ............................................................. ........ 17
2.8.3. Metode Pendugaan Umur Simpan ..................................... ........ 18

III. BAHAN DAN METODE ............................................................. ........ 24


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ ........ 24
3.2. Bahan dan Alat .................................................................. ........ 24
3.3. Metode Penelitian .............................................................. ........ 25
3.4. Pelaksanaan Penelitian ...................................................... ........ 25
3.4.1. Tahap Pembuatan Coklat Instan ........................................ ........ 25
3.4.2. Tahap Penyimpanan Coklat Instan .................................... ........ 27

xiii
3.4.3. Tahap Analisis dan Perhitungan Umur Simpan
Coklat Instan ...................................................................... ........ 28
3.5. Pengamatan ........................................................................ ........ 32
3.5.1. Analisis Kadar Air ............................................................. ........ 33
3.5.2. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) ...................... ........ 33
3.5.3. Analisis Kadar Abu ........................................................... ........ 34
3.5.4. Kadar Lemak, Metode Soxhlet .......................................... ........ 35
3.5.5. Total Plate Count ............................................................... ........ 36
3.5.6. Uji Sensori ......................................................................... ........ 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... ........ 39


4.1. Karakterisasi Mutu Produk ................................................ ........ 39
4.2. Penentuan Parameter dan Titik Kritis ................................ ........ 40
4.3. Penurunan Mutu Coklat Instan ........................................... ........ 41
4.3.1. Kadar Air ........................................................................... ........ 41
4.3.1.1. Kadar Air pada Kondisi Penyimpanan Vakum ................. ........ 42
4.3.1.2. Kadar Air pada Kondisi Penyimpanan Non Vakum ......... ........ 47
4.3.2. Asam Lemak Bebas ........................................................... ........ 53
4.3.2.1. Asam Lemak Bebas pada Kondisi Penyimpanan Vakum . ........ 53
4.3.2.1. Asam Lemak Bebas pada Kondisi Penyimpanan
Non Vakum ........................................................................ ........ 59
4.4. Uji Sensori Coklat Instan ................................................... ........ 64
4.4.1. Warna ................................................................................. ........ 64
4.4.1.1. Warna Pada Kemasan Vakum ........................................... ........ 64
4.4.1.2. Warna pada Kemasan Non Vakum ................................... ........ 70
4.4.2. Aroma ................................................................................ ........ 75
4.4.2.1. Aroma pada Kemasan Vakum ........................................... ........ 75
4.4.2.2. Aroma pada Kemasan Non Vakum ................................... ........ 80
4.4.3. Penggumlanan ................................................................... ........ 85
4.4.3.1. Penggumpalan pada Kemasan Vakum .............................. ........ 85
4.4.3.2. Penggumpalan pada Kemasan Non Vakum ...................... ........ 90
4.5. Jumlah Mikroorganisme .................................................... ........ 95
4.5. Rekapitulasi Data ............................................................... ........ 97

V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... ........ 103


5.1. Kesimpulan ......................................................................... ........ 103
5.2. Saran ................................................................................... ........ 103

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... ........ 105

LAMPIRAN .......................................................................................... ........ 112

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Syarat mutu bubk coklat berdasarkan SNI 01-4320-1996 ....... . ... 11

2. Quesioner uji sensori coklat instan ......................................... . ... 38

3. Karakterisasi mutu produk dibandingkan


dengan SNI 3747-2009 ........................................................... . ... 39

4. Data kadar air coklat instan selama penyimpanan dengan


kemasan vakum ....................................................................... . ... 44

5. Nilai slope (k), intercept (b), dan korelasi R2 parameter kadar


air coklat instan selama penyimpanan pada suhu berbeda....... . ... 46

6. Data kadar air coklat instan selama penyimpanan dengan


kemasan plastik PP non vakum................................................ . ... 49

7. Nilai slope (k), intercept (b), dan korelasi (R2) parameter


kadar air coklat instan selama penyimpanan pada
suhu berbeda ........................................................................... . ... 51

8. Data kadar asam lemak bebas coklat instan selama


penyimpanan dengan kemasan pastik PP vakum .................... . ... 55

9. Nilai slope (k), intercept (b), dan korelasi (R2) parameter


kadar asam lemak bebas coklat instan selama penyimpanan
pada suhu berbeda .................................................................... . ... 57

10. Data kadar asam lemak bebas coklat instan selama penyimpanan
dengan kemasan non vakum ................................................... . ... 61

11. Nilai slope (k), intercept (b), dan korelasi (R2) parameter
kadar asam lemak bebas coklat instan selama penyimpanan
pada suhu berbeda. .................................................................. . ... 63

xv
12. Data warna coklat instan selama penyimpanan dengan
kemasan vakum ....................................................................... . ... 66

13. Nilai slope (k), intersept (b), dan korelasi (R2) parameter warna
coklat instan selama penyimpanan pada suhu berbeda ........... . ... 68

14. Data warna coklat instan selama penyimpanan dengan kemasan


non vakum................................................................................ . ... 71

15. Nilai slope (k), intersept (b), dan korelasi (R2) parameter warna
coklat instan selama penyimpanan non vakum pada
suhu berbeda ............................................................................ . ... 73

16. Data aroma coklat instan selama penyimpanan dengan


kemasan vakum ....................................................................... . ... 76

17. Nilai slope (k), intersept (b), dan korelasi (R2) parameter aroma
coklat instan selama penyimpanan vakum pada suhu berbeda .. 78

18. Data aroma coklat instan selama penyimpanan dengan kemasan


non vakum ............................................................................... . ... 81

19. Nilai slope (k), intercept (b), dan korelasi (R2) parameter
aroma coklat instan selama penyimpanan pada suhu berbeda . ... 83

20. Data penggumpalan coklat instan selama penyimpanan dengan


kemasan vakum ....................................................................... . ... 86

21. Nilai slope (k), intercept (b), dan korelasi (R2) parameter
penggumpalan coklat instan selama penyimpanan pada
suhu berbeda. ........................................................................... 88

22. Data penggumpalan coklat instan selama penyimpanan dengan


kemasan non vakum................................................................. . ... 91

23. Nilai slope (k), intercept (b), dan korelasi (R2) parameter
penggumpalan coklat instan selama penyimpanan kondisi
non vakum pada suhu berbeda. ............................................... . ... 93

24. Jumlah mikroorganisme pada produk coklat instan ................ . ... 95

25. Nilai energy aktivasi (Ea) untuk masing-masing parameter .... . ... 97

26. Hubungan suhu penyimpanan dengan parameter mutu .......... . ... 98

xvi
27. Umur simpan coklat instan yang disimpan pada kondisi
kemasan vakum dan non vakum dengan plastik PP dengan
ketebalan 0.8 mm yang disimpan pada suhu 30oC, 40oC,
dan 50oC .................................................................................. . ... 102

28. Kuesioner uji skoring coklat instan ......................................... . ... 110

29. Kuesioner Uji sensori coklat instan (Penentuan titik kritis) ... . ... 111

30. Rerata Uji Penerimaan coklat Instan selama Penyimpanan


pada Suhu Kritis 50oC (323 K) .............................................. . 112

31. Nilai Energi aktivasi (Ea) dan k masing-masing paremeter ... . ... 112

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik hubungan antara nilai ln k dan 1/T


dalam persamaan Arrhenius ......................................................... 20

2. Diagram alir pembuatan coklat instan pada Kelompok Wanita


Tani Berbakti Desa Sungai Langka .............................................. 26

3. Grafik regresi linear parameter mutu coklat instan pada


kemasan plastik PP kondisi vakum dan non vakum (ordo nol) ... 29

4. Grafik regresi linear parameter mutu coklat instan pada


kemasan plastic PP kondisi vakum dan non vakum (ordo satu) .. 29

5. Grafik hubungan antara nilai ln k dan I/T


dalam persamaan Arrhenius ....................................................... 30

6. Diagram alir tahap analisis umur simpan coklat instan ............... 32

7. Histogram hubungan antara penyimpanan dengan kadar air


Coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC dalam
Kemasan plastic PP vakum ........................................................... 42

8. Coklat instan pada kemasan vakum .............................................. 43

9. Gambar regresi linear kadar air coklat instan pada


kemasan PP ordo nol..................................................................... 44

10. Regresi linear kadar air coklat instan pada kemasan PP


ordo satu ....................................................................................... 45

11. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k kadar air


Dalam kemasan plastik PP kondisi vakum .................................. 46

xviii
12. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan
kadar air coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC
dalam kemasan pastik PP non vakum .......................................... 48

13. Penampakan coklat instan pada kemasan plastik PP


Non vakum ................................................................................... 49

14. Regresi linear kadar air coklat instan pada kemasan plastik
PP non vakum ordo nol ................................................................ 50

15. Gambar regresi linear kadar air coklat instan pada kemasan
plastik PP non vakum ordo satu .................................................. 51

16. Grafik hubungan antara 1/T dengan ln k kadar air


coklat instan dalam kemasan plastik PP kondisi non vakum ....... 52

17. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan


Kadar asam lemak bebas coklat instan pada suhu
30oC, 40oC, dan 50oC dalam kemasan plastik PP vakum ............. 54

18. Gambar regresi linear kadar asam lemak bebas


coklat instan pada kemasan plastik PP non vakum ordo nol ........ 56

19. Regresi linear dan persamaan garis kadar asam lemak bebas
Pada ordo satu dalam kemasan plastik PP ketebalan 0.8 mm
kondisi vakum .............................................................................. 57

20. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k kadar asam


lemak bebas coklat instan dalam kemasan plastik PP
kondisi vakum .............................................................................. 58

21. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan


kadar asam lemak bebas coklat instan pada suhu 30oC, 40oC,
dan 50oC dalam kemasan pastik PP non vakum ........................... 59

22. Gambar regresi linear kadar asam lemak bebas coklat


instan pada kemasan plastik PP non vakum ordo nol .................. 61

23. Gambar regresi linear kadar asam lemak bebas coklat


instan pada kemasan plastik PP non vakum ordo satu.................. 62

24. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k kadar


asam lemak bebas coklat instan dalam kemasan plastik PP
kondisi non vakum ....................................................................... 63

xix
25. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan
warna coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC
dalam kemasan pastik PP vakum ................................................. 65

26. Gambar regresi linear warna coklat instan pada kemasan


plastik PP ordo nol ....................................................................... 67

27. Gambar regresi linear warna coklat instan pada kemasan


plastik PP ordo satu ...................................................................... 68

28. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k warna coklat


instan dalam kemasan plastik PP kondisi vakum. ........................ 69

29. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan


warna coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC dalam
kemasan pastik PP non vakum ..................................................... 70

30. Gambar regresi linear warna coklat instan pada kemasan


plastik PP non vakum ordo nol .................................................... 72

31. Gambar regresi linear warna coklat instan pada kemasan


plastik PP non vakum ordo satu. ................................................... 73

32. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k warna coklat


instan dalam kemasan plastik PP kondisi non vakum................... 74

33. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan


aroma coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC
dalam kemasan pastik PP vakum .................................................. 75

34. Gambar regresi linear aroma coklat instan pada kemasan


plastik PP vakum ordo nol ............................................................ 77

35. Gambar regresi linear aroma coklat instan pada kemasan


plastik PP....................................................................................... 78

36. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k aroma coklat


instan dalam kemasan plastik PP kondisi vakum. ........................ 79

37. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan aroma


coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC dalam
kemasan pastik PP vakum............................................................. 80

38. Gambar regresi linear aroma coklat instan pada kemasan


plastik PP non vakum ordo nol ..................................................... 82

xx
39. Gambar regresi linear aroma coklat instan pada kemasan
plastik PP non vakum 0rdo satu .................................................... 83

40. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k aroma coklat


instan dalam kemasan plastik PP kondisi non vakum................... 84

41. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan


penggumpalan coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan
50oC dalam kemasan pastik PP vakum ......................................... 85

42. Gambar regresi linear penggumpalan coklat instan pada


kemasan plastik PP ordo nol. ........................................................ 87

43. Gambar regresi linear penggumpalan coklat instan pada


kemasan plastik PP ordo satu........................................................ 88

44. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k


penggumpalan coklat instan dalam kemasan plastik PP
kondisi vakum ............................................................................... 89

45. Histogram hubungan antara lama penyimpanan dengan


penggumpalan coklat instan pada suhu 30oC, 40oC, dan 50oC
dalam kemasan pastik PP non vakum ........................................... 90

46. Gambar regresi linear penggumpalan coklat instan pada


kemasan plastik PP non vakum ordo nol ..................................... 92

47. Gambar regresi linear penggumpalan coklat instan pada


kemasan plastik PP ordo satu ....................................................... 93

48. Grafik hubungan antara nilai 1/T dengan ln k penggumpalan


coklat instan dalam kemasan plastik PP kondisi non vakum ....... 94

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kuesioner uji skoring coklat instan ............................................ 112

2. Kuesioner uji sensori coklat instan ............................................. 113

3. Rerata uji penerimaan coklat instan selama penyimpanan pada


Suhu kritis 50oC (323 K) ............................................................ 114

4. Nilai Energi aktivasi (Ea) dan k masing-masing parameter ....... 114

5. Foto penelitian ............................................................................ 115

xxii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Tanaman kakao banyak terdapat di Indonesia. Anonimus (2007)

menyatakan bahwa daerah penghasil kakao meliputi Sulawesi Selatan 184.000 ton

(28,26%), Sulawesi Tengah 137.000 ton (21,04%), Sulawesi Tenggara 111.000

ton (17,05%), Sumatera Utara 51.000 ton (7,85%), Kalimantan Timur 25.000 ton

(3,84%), Lampung 21.000 ton (3,23%) dan daerah lainnya 122.000 ton (18,74%).

Produksi kakao Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia setelah Pantai

Gading dan Ghana. Anonimus (2016) Produksi kakao dari Pantai Gading, Ghana

dan Indonesia pada tahun 2013 berturut-turut yaitu sebesar 1.448.992 ton, 835.466

ton dan 777.500 ton. Anonimus (2016) bahwa total area perkebunan kakao di

Indonesia pada tahun 2015 adalah 1.709.284 Ha dengan jumlah produksi Kakao

sebesar 593.331 ton. Hal ini menjadikan kakao sebagai salah satu komoditi

perkebunan unggulan Indonesia.

Di tingkat petani kakao dipasarkan dalam bentuk biji kering, setelah

melalui beberapa rantai perdagangan baru sampai ke Industri pengolahan kakao.

Di Industri pengolahan kakao barulah kakao diolah menjadi kakao bubuk sebagai

bahan dasar pangan dan minuman. Pengembangan produk kakao perlu dilakukan
2

untuk meningkatkan nilai ekonomis, nilai tambah, lapangan kerja di pedesaan,

dan pengembangan industri kecil di tingkat petani.

Salah satu pengembangan produk kakao adalah penggunaan buah kakao

sebagai bahan dasar dalam pembuatan minuman siap saji (instan) dalam bentuk

serbuk. Minuman ini berfungsi sebagai minuman penyegar dan juga sebagai

minuman yang memiliki aspek fungsional bagi kesehatan dengan adanya

komponen antioksidan. Antioksidan yang terdapat pada kakao yaitu polifenol

yang mencapai hingga 13% (Maulidiansyah, 2014). Pemanfaatan antioksidan dari

kakao dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kakao dalam bentuk bubuk murni

(dark chocolate) karena memiliki khasiat dan rasa pahit yang khas

(Maulidiansyah, 2014)

Minuman instan berbahan kakao bubuk telah dikembangkan oleh

kelompok tani Melati Berbakti, Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedongtataan,

Kabupaten Pesawaran. Waktu antara masa produksi dengan konsumsi yang cukup

lama membuat produk kakao instan perlu disimpan terlebih dahulu. Waktu

penyimpanan yang lama memungkinkan produk mengalami penurunan mutu.

Salah satu jaminan keamanan pangan bagi konsumen adalah informasi mengenai

umur simpan atau masa kadaluwarsa produk. Pencantuman informasi tentang

waktu kadaluarsa suatu produk pangan adalah kewajiban bagi produsen

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang

kesehatan. Pencantuman waktu kadaluarsa akan memberikan informasi kepada

konsumen tentang batas waktu konsumsi suatu makanan.


3

Pendugaan umur simpan merupakan salah satu cara untuk mengetahui

tingkat ketahanan produk selama masa penyimpanan. Penentuan umur simpan

produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi

penyimpanan sebenarnya. Cara ini memberikan hasil yang tepat, namun

memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Metode pendugaan umur

simpan lain yang lebih cepat, murah, dan mendekati umur simpan yang

sebenarnya yaitu dengan metode Accelerated Shelf Live Test (ASLT). Produk

disimpan pada lingkungan yang menyebabkan cepat rusak, baik pada kondisi suhu

atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi.

PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan iklan pangan menyatakan

bahwa Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas

ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label

pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang

digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau

memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia serta tanggal, bulan, dan tahun

kedaluwarsa.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengetahui umur simpan coklat instan dalam kemasan plastik polipropilen

(PP) pada kondisi vakum dengan menggunakan metode ASLT (Accelerated

Shelf Life Test),


4

2. Mengetahui umur simpan coklat instan dalam kemasan plastik polipropilen

(PP) pada kondisi non vakum dengan menggunakan metode ASLT

(Accelerated Shelf Life Test).

1.3. Kerangka Pemikiran

Minuman coklat instan mempunyai tekstur berbentuk serbuk. Coklat

instan memiliki sifat mudah menyerap uap air dari udara sekitar. Sifat mudah

menyerap air ini berpengaruh terhadap penuruan mutu selama penyimpanan.

Kadar air yang rendah menyebabkan coklat instan sensitif terhadap uap air.

Penyimpanan dapat meningkatan kadar air coklat instan akibat proses penyerapan

uap air dari lingkungan. Kadar air yang tinggi menyebabkan terjadinya

penggumpalan pada coklat instan. Kadar air dalam produk pangan merupakan

faktor penting dalam penentuan umur simpan. Kadar air dapat menyebabkan

terjadinya reaksi kimia, perubahan tekstur makanan, kualitas, serta kestabilan

mutu dari makanan itu sendiri (Labuza,1982). Makanan kering mengalami

kerusakan apabila menyerap uap air yang berlebihan (Arpah, 2001).

Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh

ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan.

Tingkat kerusakan tersebut dapat diketahui melalui analisis free fatty acid (FFA)

dan tiobarbituric acid (TBA) (Herawati, 2008). Besarnya kerusakan lemak akibat

oksidasi sangat berperan dalam pembentukan aroma tengik (Kusnandar dkk,

2010). Akibat dari kerusakanan minyak karena oksidasi dapat timbul bau tengik
5

pada minyak maupun degradasi rasa dan aroma. Adanya asam lemak bebas juga

lebih memungkinkan terjadinya oksidasi (Winarno, 2008).

Proses kerusakan pangan dapat diminimalisir dengan penggunaan jenis

kemasan yang tepat. Pengemasan dapat dilakukan dengan system non vakum

maupun vakum. Menurut Syarif dan Halid (1993), pengemasan vakum pada

prinsipnya adalah pengeluaran gas dan uap air dari produk yang dikemas

sedangkan pengemasan nonvakum dilakukan tanpa mengeluarkan gas dan uap air

yang terdapat dalam produk. Pada pengemasan vakum cenderung menekan

jumlah bakteri, perubahan bau, rasa, serta penampakan selama penyimpanan,

karena pada kondisi vakum bakteri aerob yang tumbuh jumlahnya relatif lebih

kecil dibanding dalam kondisi tidak vakum. Salah satu fungsi pengemasan adalah

memperlambat proses deteriorasi, yaitu dengan mempertahankan stabilitas,

kesegaran dan penerimaan konsumen dari produk atau memperpanjang umur

simpan. Produk mengalami reaksi deterorasi dimulai dengan persentuhan produk

dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu (Arpah, 2001).

Metode ASLT (Accelerated Shelf Life Test) menggunakan persamaan

Arrhenius dapat dilakukan dengan cepat dengan memberi stimulasi perlakuan

pada suhu yang ekstrim dan hasilnya dapat dipakai dalam mendeteksi penurunan

mutu selama penyimpanan (Labuza, 1982).


6

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat umur simpan coklat instan terbaik dalam kondisi vakum dengan

pengemas plastik polipropilen (PP) yang diduga menggunakan metode

ASLT.

2. Terdapat umur simpan coklat instan terbaik dalam kondisi non vakum dengan

pengemas plastik polipropilen (PP) yang diduga menggunakan metode

ASLT.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kakao

Sistematika tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam

Karmawati dkk (2010) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angioospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L

Secara umum buah kakao terdiri dari Kadar kulit buah berkisar 61.0-

86.4% dengan rata-rata 74.3%. dan kadar biji segar 39.0%-13.6% dengan rata rata

25.7% (Karmawati dkk. 2010). Marliyana (2002) melaporkan bahwa dalam biji

kakao hasil fermentasi terkandung 10 senyawa utama yaitu metil pentadekanoat,

metil-9,12-oktadekadienoat (metil linoleat), metil-9-oktadekenoat (metil oleat),

metil heptadekanoat, diisooktil ftalat, kafein, asam heksadekanoat (asam


8

palmitat), asam 9-oktadekenoat (asam oleat), asam oktadekanoat (asam stearat)

dan p-cresol.

Maulidiansyah (2014) bahwa coklat merupakan salah satu sumber

antioksidan tertinggi yang mengandung kadar polifenol hingga 13%. Kusumadati

dkk (2002) bahwa polifenol merupakan senyawa penting pada kakao dikarenakan

perannya yang besar dalam pembentukan cita rasa dan warna coklat produk

olahan kakao. Kadar polifenol kakao cenderung naik dengan makin kecilnya

ukuran biji kakao. Kadar polifenol yang tinggi cenderung berkaitan dengan

bentuk biji kakao yaitu pipih dan berkerut.

Towaha (2014) senyawa polifenol selain mempunyai sifat antioksidan,

juga mempunyai sifat anti kanker, anti diabetes, anti hipertensi, anti inflamasi,

menghilangkan stres, mencegah karies gigi, memperbaiki kemampuan kognitif,

meningkatkan resistensi terhadap hemolisis, menyehatkan jantung dan aprodisiak.

2.2. Coklat Instan

Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang cenderung mengonsumsi

produk siap saji, produk coklat instan diharapkan dapat meningkatkan nilai jual

dari kakao dan memperpanjang masa simpannya. Herawati (2008) menyatakan

bahwa untuk memperpanjang umur simpan produk pangan perlu dilakukan

pengolahan terhadap produk tersebut. Syam (2006) bahwa produk unggulan kakao

olahan yang layak dikembangkan adalah lemak kakao dan sebagai produk

ikutannya adalah bubuk kakao. Salah satu pengolahan bubuk kakao yaitu dengan
9

menjadikannya sebagai minuman coklat instan. Sumiati (2006) bahwa persepsi

konsumen nilai kepraktisan menjadi motivasi untuk mengkonsumsi coklat instan.

Minuman instan mengalami peningkatan konsumsi seiring dengan

perubahan pola konsumsi pangan masyarakat, kemajuan teknologi dan permintaan

konsumen yang mengkhendaki kepraktisan. Perkembangan pola hidup masyarakat

yang saat ini semakin kompleks menuntut tersedianya berbagai produk siap saji

(instan). Salah satu diversifikasi pengembangan produk kakao adalah minuman

instan bubuk coklat.

Coklat instan merupakan minuman yang dibuat dalam bentuk serbuk.

Minuman dalam bentuk serbuk akan lebih memudahkan dalam penyimpanan

maupun transportasi. Di sisi lain coklat instan juga memiliki kelemahan.

Mustafidah dan Widjanarko (2015) menyatakan bahwa kelemahan coklat instan

yaitu sifatnya yang higroskopis atau mudah menyerap air. Salah satu cara untuk

mengurangi masuknya uap air ke dalam produk yaitu penggunaan kemasan yang

memiliki permeabilitas uap air yang rendah, diantaranya adalah LDPE dan PP.

Ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis, sosial, lingkungan, dan hukum,

usaha minuman dalam bentuk serbuk instan berbasis tanaman obat merupakan

usaha yang layak untuk dijalankan (Utami, 2008). Hal ini sebagai salah satu upaya

untuk perluasan pasar melalui pendekatan diversifikasi dan pengembangan produk

sekunder yang mengarah ke industri antara (intermediate) atau industri hillir

(Purwadaria dkk, 2010).


10

2.3. Komposisi Coklat Instan

Minuman Bubuk Coklat “Man Jaa” produksi Melati Berbakti Desa Sungai

Langka, Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran dengan komposisi

bubuk coklat 15%, gula pasir 70%, susu bubuk 7% , krimmer bubuk 7% dan 1%.

2.4. Susu

Susu merupakan hasil pemerahan sapi atau hewan mamalia yang dapat

dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta

tidak dikurangi dan ditambah komponen-komponennya (Saleh 2004). Secara

umum susu mengandung kadar air 86.9%, lemak 3.5%, protein 3.5%, laktosa

4.8% dan 0.65%. Susu merupakan media yang paling cocok untuk pertumbuhan

dan perkembangan mikroorganisme, untuk itu sangat penting untuk mencegah

perkembangan mikroorganisme pada penanganan susu setelah diperah (Aritonang,

2017). Teknologi penanganan susu ada berbagai macam yaitu susu pasteurisasi,

sterilisasi, susu fermentasi, keju, mentega, ice cream, dan susu bubuk. Susu bubuk

merupakan produk olahan susu dalam bentuk kering dengan kadar air dibawah

5%. Belitz and Grosch (1987) dalam Khotimah (2006) bahwa komposisi susu

bubuk dari bahan baku susu penuh (whole milk), kadar air 3,5%, protein, 25,2%,

lemak 26,2%, laktosa 38,1% dan mineral sebesar 7%.

Susu akan mengalami perubahan secara kimia apabila mendapat perlakuan

panas. Perubahan yang terjadi pada susu yang mendapat perlakuan panas antara

lain peruahan daya larut kalsium dan phosphate, terjadi presipitasi dari serum
11

protein, menurunkan ketegangan gumpalan yang terbentuk, perubahan

keseimbangan ion-ion dan terjadinya perubahan rasa susu.

2.5. Syarat Mutu Coklat instan

Wasini (2009) menyatakan bahwa hal yang harus dipertahankan pada

coklat instan adalah rasa, aroma, manfaat, kandungan bahan alami, komposisi,

kejelasan tanggal kadaluarsa, izin Kemenkes, label halal MUI dan kualitas

produk. Syarat mutu coklat instan harus sesuai dengan yang dipersyaratkan pada

SNI 3747:2009 seperti terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu bubuk coklat berdasarkan SNI 3747:2009

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1. Bau Khas Kakao, bebas dari bau asing
2. Rasa Khas Kakao, bebas dari bau asing
3. Warna Coklat atau warna lain akibat
alkalisasi
4. Kehalusan (lolos ayakan % Min. 99,5
mesh 200) (b/b)
5. Kulit (shell) dihitung dari % Maks. 1,75
alkali free nib, b/b
6. Kadar air (b/b) % Maks. 5
7. Kadar lemak (b/b) % Min. 10
8. Cemaran Logam
a. Timbal mg/kg Maks. 2
b. Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 1
c. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
9 Cemaran arsen mg/kg Maks. 1
10 Cemaran Mikrobia
a. Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 5 x 103
b. Bakteri bentuk coli AMP/g <3
c. Escherichia coli Per g negatif
d. Salmonella Per 25 g negatif
e. Kapang Koloni/g Maks. 50
f. Khamir koloni/g Maks. 50

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2009)


12

2.6. Pengemasan

Pengemasan hasil pertanian bertujuan untuk melindungi produk agar

kualitas terjaga, mengingat hasil pertanian merupakan produk yang cepat

mengalami kerusakan. Pada Industri makanan pengemasan bertujuan untuk

melindungi produk secara efektif terhadap penyebab kerusakan fisik, kimiawi dan

mikrobiologi (Suyitno,1986). Hermanianto dkk. (2000) menyatakan bahwa

kondisi bahan pangan selama penyimpanan dan distribusi dipengaruhi oleh faktor

lingkungan. Perubahan yang terjadi selama penyimpanan dan distribusi meliputi

perubahan fisika, kimia dan mikrobiologi. Menurut Petersen et al.,1999, kemasan

berfungsi untuk melindungi produk dari faktor-faktor lingkungan seperti: cahaya,

uap air, gas, dan bau serta kemasan juga merupakan media komunikasi dengan

konsumen. Suradi (2005) menyatakan bahwa kemasan harus mampu melindungi

makanan dan menghambat pengaruh dari luar. Faktor dari luar diantaranya suhu,

kelembaban, oksigen dan cahaya dapat memicu beberapa mekanisme reaksi yang

menyebabkan kerusakan bahan pangan. Pengemasan pangan akan memberikan

keuntungan antara lain dapat menekan kerusakan dan memberikan daya tarik

terhadap konsumen.

Dwiari dkk, 2008 melaporkan bahwa bahan pengemasan dikelompokkan

menjadi empat yaitu keramik, logam, bahan alami dan plastik. Salah satu bahan

pengemas plastik adalah polipropilen (PP). Plastik PP mempunyai sifat ringan,

transparan dan jernih, permeabilitas uap air rendah, tahan terhadap suhu tinggi

sampai 150oC serta tahan terhadap asam, basa dan minyak. Polipropilen (PP)

mempunyai titik leleh (190-200ºC) dan titik kristalisasi antara 130-135ºC.


13

Polipropilen (PP) mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical

resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah

(Mujiarto, 2005). Pantastico (1986) menyatakan bahwa sifat-sifat polipropilen

(PP) adalah tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan

dengan oksigen, tidak menimbulkan racun dan mampu melindungi bahan dari

kontaminan.

Menurut Syarief dkk (1989) bawha penggunaan plastik untuk kemasan

makanan dikarenakan sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti luwes, mudah

dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti

wadah logarn serta mudah dalam penanganan. Hutomo (1997) bahwa pengunaan

kemasan plastik dapat mempertahankan parameter mutu kadar air, nilai sensori

dan kandungan mikroorgailisme produk teripang kering.

Suhelmi, 2007 menyatakan bahwa penggunaan kemasan polypropylene

rigid kedap udara dengan sirkulasi terbuka lebih efektif mengurangi perubahan

kualitas kangkung, kacang panjang, dan wortel selama penyimpanan dalam

kondisi. Menurut Mustafidah dan Widjanarko (2015) bahwa penggunaan kemasan

PP pada coklat instan Porang mempunyai masa simpan selama 59,44 bulan

sementara penggunaan kemasan LDPE mempunyai masa simpan selama 21,99

bulan.

Lamona (2015) cabai yang disimpan dalam kemasan plastik PP pada

suhu 10 °C menghasilkan penyusutan bobot paling rendah, dengan tingkat

kerusakan paling kecil dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang serta

dapat bertahan selama 29 hari penyimpanan.


14

2.7. Kemasan Vakum dan Non Vakum

Menurut Syarif dan Halid (1993) bahwa prinsip pengemasan vakum

adalah pengeluaran gas dan uap air dari produk yang dikemas sedangkan

pengemasan non vakum dilakukan tanpa mengeluarkan gas dan uap air yang

terdapat dalam produk. Pengemasan vakum cenderung menekan jumlah bakteri,

perubahan bau, rasa, serta penampakan selama penyimpanan, dikarenakan pada

kondisi vakum bakteri aerob yang tumbuh jumlahnya relatif lebih kecil dibanding

dalam kondisi tidak vakum. Jay (1996) menambahkan bahwa pengemasan vakum

merupakan sistem pengemasan hampa udara dengan tekanan kurang dari satu

atmosfir. Proses pengemasan vakum dengan cara mengeluarkan O2 dari kemasan

sehingga memperpanjang umur simpan. Pengemasan vakum dilakukan dengan

cara memasukkan produk ke dalam kemasan plastik yang dikuti dengan

pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum packager),

kemudian ditutup dan diseal. Kondisi kemasan yang hampa udara, menyebabkan

oksidasi tidak berjalan sehingga kesegaran produk yang dikemas akan lebih

bertahan 3 – 5 kali lebih lama daripada produk yang dikemas dengan pengemasan

non-vakum.

Aplikasi pengemasan vakum pada Chicken nugget yang disimpan pada

suhu 1oC dapat dipertahankan masa simpannya sampai dengan 36-45 hari, ikan

cakalang asap yang dikemas vakum yang disimpan pada suhu dingin dapat

diterima sampai hari ke duapuluh. Irisan dendeng nila merah yang dikemas vakum

mengandung total mikroba yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dikemas

dengan plastik saja demikian pula dengan nilai Total Volatile Base (TVB)nya
15

(Yuliana, 2012). Nurdjannah dan Sumarlin (2010) melaporkan bahwa penggunaan

kemasan non vakum untuk daging domba local pada penyimpanan suhu kamar

terjadi peningkatan daya mengikat air daripada penggunaan kemasan vakum,

begitu pula pertumbuhan bakterinya lebih lambat pada pengemasan vakum.

Pengemasan vakum dengan polipropilen pada sate dendeng dengan lama

penyimpanan maksimum 6 hari memberikan hasil yang terbaik yang masih layak

untuk dikonsumsi (Nur, 2009). Penggunaan pengemas jenis plastik pada

pengemasan puree cabe merah secara vakum yang disimpan selama 60 hari

memberikan pengaruh terhadap kualitas puree pada kadar air dan total mikroba

(Renate D, 2009). Azriani (2006) Kemasan polipropilen dalam kondisi vakum

mampu mempertahankan umur simpan mi sagu lebih dari 50 hari pada suhu

lemari es.

2.8. Umur Simpan

Masa simpan atau umur masa simpan merupakan kurun waktu ketika suatu

produk makanan akan tetap aman, mempertahankan sifat sensori, kimia, fisik, dan

mikrobiologi tertentu, serta sesuai dengan keterangan pelabelan data nutrisi,

ketika disimpan pada kondisi tertentu. Umur simpan merupakan waktu yang

diperlukan oleh produk pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai

pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu (Floros dan

Gnanasekharan, 1993). Umur simpan produk pangan adalah selang waktu

produksi dan waktu konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang

memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi
16

(Arpah dan Syarif, 2000). Dewi (2017) bahwa faktor-faktor penyebab kadaluarsa

yaitu berupa kerusakan mikrobiologis, kerusakan mekanis, kerusakan fisik,

kerusakan biologis dan kerusakan kimia.

Petersen et al.,1999 menyatakan bahwa umur simpan suatu produk

dipengaruhi oleh karakteristik produk, sifat produk, kondisi penyimpanan dan

distribusi produk yang dikemas. Syalfina (2007) faktor yang mempengaruhi umur

simpan permen jahe adalah jenis kemasan, kondisi kelembaban ruang

penyimpanan, kadar air awal dan kadar air kritis produk pangan, bobot padatan

per kemasan, dan luas kemasan. Parsetiorini (2011) bahwa Perhitungan umur

simpan dipengaruhi oleh karakteristik awal produk (kadar air awal, kadar air

kesetimbangan dan aktifitas air), kondisi penyimpanan (suhu dan kelembaban

relatif), dan kemasan (permeabilitas kemasan dan luas permukaan kemasan).

Semakin menurun kelembaban relative (RH) dan semakin kecil permeabilitas

kemasan, kenaikan kadar air lada putih akibat transfer uap air dari lingkungan ke

bahan juga semakin lama sehingga umur simpannya lebih lama (Fembrianto,

2004). Penentuan air kritis dilakukan dengan pengamatan secara organoleptic, air

kritis dicapai ketika produk mulai menggumpal. Sementara Kusnandar dkk (2010)

bahwa kadar air kritis dicapai pada kondisi ketika produk pangan mulai tidak

diterima oleh konsumen secara organoleptic.

2.8.1. Penurunan Mutu Selama Penyimpanan

Coklat instan selama penyimpanan akan mengalami penurunan mutu.

Menurut Wijaya (2007) bahwa salah satu parameter kritis yang dapat diamati
17

dalam penurunan produk coklat instan adalah kadar air. Penurunan mutu coklat

instan selama penyimpanan berupa perubahan pada kadar air, aw, tingkat

penggumpalan dan warna. Lebih lanjut Negari (2011) bahwa kadar air pada coklat

instan berbahan frukto oligo sakarida (FOS) cenderung mengalami peningkatan

selama waktu penyimpanan. Peningkatan kadar air selama penyimpanan akan

menyebabkan terjadinya penggumpalan pada coklat instan tersebut. Tingkat

penggumpalan merupakan parameter dominan kerusakan pada minuman serat

(Mustafidah dan Widjanarko. 2015)

Dardanella (2007) melaporkan bahwa penggunaan kemasan polipropilen

rigid pada keju cheddar dalam suhu ruang memberikan perubahan mutu yang

lebih bagus yang ditunjukkan oleh kriteria kadar air, warna, kekerasan dan uji

organoleptik sebagai parameter kritis dalam perubahan mutu.

2.8.2. Kriteria Kerusakan

Dewi (2017) bahwa karakteristik kerusakan pada makanan kadaluarsa

adalah berubah warna, berlendir, berjamur, bau basi, menggumpal, encer, bau

tengik, rasa asam dan bergas. Sementara kerusakan pada makanan dalam kaleng

diindikasikan dengan kemasan yang menggembung dan berkarat.

Wijaya (2007) bahwa kopi instan yang disimpan dalam berbagai suhu

mempunyai nilai kadar air cenderung naik. Kenaikan kadar air berbanding lurus

dengan suhu penyimpanan. Naiknya kadar air dapat disebabkan adanya

permeabilitas bahan kemasan produk terhadap uap air, sifat bahan-bahan yang

terdapat pada produk kopi instan yang higroskopis sehingga cenderung


18

mengadsorbsi uap air dari udara, dan tingkat kelembaban udara lingkungan

terhadap produk. Kenaikan kadar air akan diikuti dengan penggumpalan produk.

Peningkatan kadar air menyebabkan peningkatan jumlah total mikroba yang

terdapat pada produk kopi instan selama masa penyimpanan.

2.8.3. Metode Pendugaan Umur Simpan

Salah satu jaminan keamanan pangan bagi konsumen adalah informasi

mengenai umur simpan atau masa kadaluwarsa produk. Umur simpan merupakan

waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu

untuk dapat mencapai tingkataan degradasi mutu tertentu. Menutut Herawati,

2008 bahwa penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan cara konvensional

yaitu Extended Storage Studies (ESS) atau dengan menggunakan percepatan

dengan metode Accelerated Storage Studies (ASS).

Metode ESS atau metoda konvensional, adalah penentuan tanggal

kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal

sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sampai

mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun metoda

ini dianggap memerlukan waktu panjang dan analisa parameter mutu yang relatif

banyak (Floros, 1993). Sedangkan penentuan umur simpan produk dengan

metode ASS atau ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi

lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality)

produk pangan. Kelebihan metode ASLT dibandingkan ESS adalah waktu

pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi tinggi.
19

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu

makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa

kimia akan semakin cepat, oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan

mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus dipertimbangkan

(Hermanianto et al., 2000). Model-model yang diterapkan pada penelitian

akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : 1) Pendekatan kadar air

kritis dengan teori difusi, yaitu suatu cara pendektan yang diterapkan untuk

produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria

kadaluwarsa dan 2) Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan

Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang

pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan. Model

Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang

sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah

mengalami ketengikan, perubahan warna oleh reaksi pencoklatan. Prinsip model

Arrhenius adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim sehingga produk

pangan menjadi lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan

berdasarkan ekstrpolasi ke suhu penyimpanan (Kusnandar, 2006). Kondisi

penyimpanan makanan, keadaan suhu ruang penyimpanan selayaknya dalam

keadaan tetap dari waktu kewaktu tetapi seringkali keadaan suhu penyimpanan

berubah-ubah dari waktu ke waktu. Apabila suhu penyimpanan tetap dari waktu

ke waktu (atau dianggap tetap) maka untuk menduga laju penurunan mutu cukup

dengan menggunakan persamaan Arrhenius. (Syarief dan Halid, 1993).


20

Persamaan Arrhenius:

k = ko.e-Ea/RT .......................................... (1)

Keterangan :

k = Konstanta penurunan mutu


ko = Kontanta (tidak tergantung pada suhu)
Ea = Energi aktivasi (KJ/mol)
R = Konstanta gas (1.986 Kal/mol)
T = Suhu mutlak (K) (C+273)

Persamaan di atas dapat diubah menjadi :

..... .................................. (2)


–(Ea / RT )
Ln k = ln ko
Maka akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot nilai ln k terhadap 1/T

dengan slope –Ea/R seperti pada Gambar 1 .

ln k -Ea/R

1/T

Gambar 1. Grafik hubungan antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan


Arrhenius. (Syarief dan Halid, 1989).

Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke

dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Reaksi kehilangan mutu pada

makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu. Tipe kerusakan bahan

pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi enzimatis,

pencoklatan enzimatis dan oksidasi (Labuza, 1982).


21

Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan

penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan

dengan persamaan berikut:

-dA / dt = k …………………………..................................... (3)

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap

persamaan :

A0∫At dA= - 0∫1 k.dt ……………………………….......................... (4)

Sehingga menjadi :

……………………..................................... (5)
At – A0 = - kt

dimana :
At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t
A0 = jumlah awal A

Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah (1)

ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan

mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme

akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan

vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu

protein (makanan kering) (Labuza, 1982).

Persamaan reaksi ordo satu :

……………………............................... (6)
-dA / dt = k.A
22

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap

persamaan :

…………………………................. (7)
A0∫At dA/A = - 0∫1 k.dt

Sehingga menjadi :

ln At – ln A0 = - kt …………………………....................... (8)

dimana :
At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t
A0 = jumlah awal A

Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu ditentukan ordo reaksi tepat yang

memperlihatkan laju penurunan mutu dari masing-masing parameter mutu. Ordo

reaksi yang digunakan adalah ordo 0 dan ordo 1. Persamaan ordo 0 diperoleh

dengan cara memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu penyimpanan

pada sumbu y dalam skala linear dan umur simpan pada sumbu x dalam skala

linear. Sedangkan persamaan ordo 1 diperoleh dengan cara memplotkan data

penurunan parameter di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y dalam skala

logaritmik dan umur simpan pada sumbu x dalam skala linear. Setelah itu, ditarik

garis regresi dari ketiga plotting parameter dan suhu tersebut sehingga diperoleh

persamaan garis seperti persamaan (9).

y = kx + b .......................................................................... (9)
23

Kemudian, setelah ditentukan ordo reaksi yang akan digunakan, dihitung nilai ln k

dari setiap nilai k. Nilai ln k kemudian diplotkan pada sumbu y dalam skala linear

dan nilai 1/T pada sumbu x dalam skala linear. T adalah suhu penyimpanan dalam

satuan Kelvin. Setelah itu ditentukan garis regresinya, nilai slope yang diperoleh

merupakan nilai =Ea/RT dalam persamaan Arhenius dan intersepnya berupa nilai

ln k0. Dengan menggunakan rumus: k = k0.e-Ea/RT, akan diperoleh nilai

penurunan mutu (k) dari produk yang disimpan dalam kemasan tertentu.

Setelah itu, perhitungan umur simpan diselesaikan menggunakan persamaan (10)

atau (11).

t = (At - Ao)/k, untuk ordo 0 .... .................................................. (10)

t = .............................
(ln Ao – ln At)/k, untuk...............
ordo 1 .................................................... (11)

dimana :
t = prediksi umur simpan
At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t
A0 = jumlah awal A
K = konstanta
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Veteriner Lampung dan Laboratorium

Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung. Penelitian dilaksanakan

pada bulan April-Juni 2018.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan produk minuman coklat

instan yang diperoleh dari Kelompok Tani Melati Berbakti Desa Sungai Langka

Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran. Kemasan yang digunakan

adalah plastik polipropilen (PP) dengan ketebalan 0,8 mm diperoleh dari toko

plastik Serba Guna, Pasar Tengah, Bandar Lampung. Analisis kimia dan

mikrobiologi menggunakan alkohol 70%, aquades, PCA (Plate Count Agar) dan

Buffered Peptone Water ( BPW )

Alat yang digunakan untuk pembuatan produk coklat instan adalah

timbangan digital, piring, pencampur, sendok, sealer dan vakum sealer. Analisis

kimia dan mikrobiologi menggunakan neraca analitik, autoclave, incubator,

anaerobic jar, cawan petri, botol pengencer, alat penghitung koloni, stomacher,
25

batang gelas bengkok dan pipetor. Uji sensori menggunakan seperangkat alat uji

sensori.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian disusun secara deskriptif dengan dua kali ulangan. Coklat

instan disimpan pada tiga suhu penyimpanan yaitu 30oC, 40oC dan 50oC dan

produk coklat instan dikemas dengan menggunakan kemasan plastik Polipropilen

(PP) ketebalan 0,8 mm. Penyimpanan dilakukan selama enam minggu (42 hari).

Pengujian dilakukan terhadap kadar air, kadar asam lemak bebas, kadar protein,

total mikroba dan uji sensori (aroma tengik, warna, dan penggumpalan) coklat

instan setiap satu minggu sekali yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28, 35 dan 42.

Data hasil pengujian digunakan untuk menentukan umur simpan menggunakan

metode akselerasi (penyimpanan dipercepat) dengan model persamaan Arrhenius

(kinetika reaksi) menggunakan software Microsoft Excel (Kusnandar dkk., 2004).

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari tahap pembuatan coklat instan, tahap

penyimpanan coklat instan, tahap analisis dan perhitungan umur simpan coklat

instan.

3.4.1. Tahap Pembuatan Coklat Instan

Pembuatan coklat instan pada penelitian ini dilakukan di Kelompok

Wanita Tani Melati Berbakti Desa Sungai langka, Kecamatan Gedongtataan,


26

Kabupaten Pesawaran Komposisi coklat instan terdiri dari coklat bubuk 15%, gula

pasir 70%, susu bubuk 7%, krimmer bubuk 7% dan garam 1%. Bahan dicampur

dalam wadah kemudian diaduk sampai homogen. Diagram alir proses pembuatan

coklat instan dapat dilihat pada Gambar 2.

Bubuk Coklat
15%
Gula Pasir Krimmer Bubuk
70% 7%

Susu Bubuk 7% Garam 1%

Pencampuran sampai homogen

Bubuk Coklat
instan

Pengemasan ke dalam plastic PP vakum dan non


vakum (masing-masing 30 g sebanyak 36 kemasan)
(kemasan
Penyimpanan pada tiga suhu inkubator yaitu
30oC, 40oC, dan 50oC (masing-masing suhu
sebanyak 12 kemasan)

Analisis kadar air, kadar asam lemak bebas, dan uji


sensori (aroma, warna, penggumpalan dan
ketengikan) setiap 1 minggu sekali pada hari ke 0, 7,
14, 21, 28, 35 dan 42.

Penentuan Umur Simpan


dengan metode
akselerasi
Gambar 2. Diagram alir pembuatan coklat instan pada Kelompok Wanita Tani
Berbakti, Desa Sungai Langka.
27

3.4.2. Tahap Penyimpanan coklat instan

Coklat instan sebanyak 30 g dikemas menggunakan plastic PP pada kondisi

vakum sebanyak 36 kemasan dan non vakum sebanyak 36 kemasan. Kemasan

vakum dan non vakum disimpan pada tiga inkubator dengan suhu penyimpanan

30oC, 40oC dan 50oC. Coklat instan dalam kemasan platik PP kondisi vakum dan

non vakum disimpan dalam inkubator selama enam minggu (42 hari). Pengamatan

coklat instan yang disimpan dalam inkubator pada ketiga suhu penyimpanan

dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28, 35 dan 42 dilakukan pengamatan terhadap

kadar air, kadar asam lemak bebas, dan uji sensori (aroma, warna dan

penggumpalan). Pada hari ke 0 dan 42 dilakukan juga pengamatan terhadap total

bakteri. Uji sensori yang dilakukan yaitu membandingkan antara coklat instan

yang mengalami perlakuan penyimpanan dengan kontrol. Kontrol merupakan

coklat instan yang tidak mengalami perlakuan penyimpanan dan proses

pembuatannya dilakukan sehari sebelum coklat instan diuji sensori.

Coklat instan sebanyak 30 g dikemas menggunakan plastic PP pada kondisi

non vakum sebanyak 18 kemasan untuk menentukan titik kritis. Kemasan

disimpan pada suhu penyimpanan 50oC. Setiap minggu dilakukan uji

organoleptic terhadap penggumpalan, warna dan ketengikan. Coklat instan yang

ditolak oleh 75% panelis dinyatakan sebagai coklat instan yang telah mengalami

kerusakan, kemudian dilakukan analisis kadar air dan asam lemak bebas (ALB).

Kadar air dan asam lemak bebas yang didapat dinyatakan sebagai kadar air dan

asam lemak bebas (ALB) kritis.


28

3.4.3. Tahap Analisis dan Perhitungan Umur Simpan Coklat Instan

Data-data yang dihasilkan dari pengamatan kadar air, kadar asam lemak

bebas, dan uji sensori (aroma, warna, dan peggumpalan) digunakan untuk

menentukan umur simpan coklat instan. Metode pendugaan umur simpan yang

digunakan yaitu metode akselerasi (penyimpanan dipercepat) dengan metode

Arrhenius (reaksi kinetika). Analisis penentuan umur simpan coklat instan

dengan menggunakan suatu simulasi metode akselerasi model Arrhenius dengan

bantuan program software Microsoft Excel. Simulasi menggunakan rumus

perhitungan berdasarkan model terpilih selanjutnya dirancang dalam bahasa

pemograman. Program secara umum terdiri atas lima bagian utama yaitu : 1).

Pemilihan jenis produk, 2). Pengumpulan data-data produk, 3). Perhitungan

kadar air, 4). Perhitungan slope kurva adsorpsi isotermis, 5). Penentuan umur

simpan (Kusnandar dkk., 2004).

Prosedur perhitungan umur simpan coklat instan dengan metode akselerasi yaitu

sebagai berikut :

1. Membuat grafik regresi linear dari data hasil pengamatan parameter mutu

(kadar air, kadar asam lemak bebas, dan uji sensori meliputi aroma tengik,

warna, dan penggumpalan coklat instan) yang diperoleh pada suhu 30oC, 40oC,

dan 50oC dengan lama penyimpanan (42 hari). Caranya yaitu dengan

memplotkan data hasil parameter mutu pada sumbu y dan lama penyimpanan

pada sumbu x. Berikut regresi linear dan persamaan garis parameter mutu

selama penyimpanan seperti disajikan pada Gambar 3 (ordo nol) dan Gambar 3

(ordo satu).
29

(y)

Parameter mutu (%) y= ax+b

(x)
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 3 . Grafik regresi linear parameter mutu coklat instan pada kemasan
palastik PP kondisi vakum dan non vakum (ordo nol)

(y)

Ln Parameter mutu (%)

y= ax+b

(x)
Lama penyimpanan (hari)

Gambar 4. Grafik regresi linear parameter mutu coklat instan pada kemasan
plastic PP kondisi vakum dan non vakum (ordo satu)

dari gambar tersebut akan didapatkan nilai slope (k), intercept (b/konstanta),

dan koefisien korelasi (R), dimana nilai k pada ketiga suhu penyimpanan

tersebut kemudian diterapkan pada persamaan Arrhenius.

2. Nilai k yang diperoleh kemudian diubah ke dalam nilai Ln k. kemudian nilai

Ln k diplotkan sebagai koordinat y (ordinat) dan I/T diplotkan pada koordinat x

(absis). I/T merupakan satuan suhu dalam derajat Kelvin. Hubungan antara

nilai regresi linear dari Ln k dan I/T pada kemasan pp vakum dan non vakum

dapat dilihat dalam Gambar 5.


30

(y)

Ln k
-Ea/RT

(x)
I/T

Gambar 5. Grafik hubungan antara nilai ln k dan I/T dalam persamaan


Arrhenius

3. Nilai slope dari persamaan garis lurus tersebut merupakan nilai –Ea/R dalam

persamaan Arrhenius dan interceptnya berupa nilai k0. Sebelumnya nilai

interceptnya diubah dalam bentuk Ln intercept (b/konstanta). Nilai umur

simpan yang diperoleh kemudian dikonversi pada keadaan suhu ruang (25oC)

untuk menunjukkan umur simpan produk yang sebenarnya.

4. Setelah diperoleh nilai Ln intercept dan –Ea/R., kemudian dimasukkan ke

dalam rumus :
k = ko.exp (Ea/RT)

keterangan :

k : konstanta laju penurunan mutu


ko : konstanta (faktor frekuensi yang tidak tergantung suhu)
Ea : energi aktivasi (kal/mol)
T: suhu mutlak (K = C + 273)
R: konstanta gas ideal (1,986 kal/mol K)

sehingga, akan diperoleh nilai penurunan mutu (k) dari produk umur simpan

dalam kemasan tertentu.

5. Kemudian pendugaan umur simpan coklat instan dihitung dengan

menggunakan persamaan ordo nol dan ordo satu sebagai berikut :


31

Umur simpan coklat instan ordo nol dapat diketahui dengan memasukkan nilai

perhitungan ke dalam persamaan berikut.

(At − A0)
=
k

Umur simpan coklat instan ordo satu dapat diketahui dengan memasukkan nilai

perhitungan ke dalam persamaan berikut.

(Ln At − Ln A0)
=
k

Keterangan :
t = umur simpan (hari)
At = kadar air kritis (%)
A0 = kadar air awal (%)
k = laju penurunan mutu (% per hari)

6. Hasil perhitungan yang didapat kemudian dilihat masa simpan terlama. Masa

simpan terlama merupakan umur simpan produk coklat instan selama

penyimpanan (42 hari) dengan menggunakan metode akselerasi.

Diagram alir pendugaan umur simpan coklat instan dapat dilihat pada

Gambar 6.
32

Data hasil pengamatan kadar air, kadar asam lemak bebas, dan uji sensori
(aroma, warna, dan penggumpalan) selama waktu penyimpanan pada suhu
30oC, 40oC, dan 50oC

Regresi linier hubungan waktu penyimpanan (x) dan parameter


mutu (y) untuk ordo nol dan ordo satu

Persamaan Arrhenius hubungan I/T (Kelvin) dan ln k untuk ordo nol dan
ordo satu

Ekstrapolasi pada suhu ruang


k = k0.exp (-Ea/RT)

Umur simpan
At – A0 = -kt (ordo nol)
Ln At – Ln A0 = -kt (ordo satu)

Gambar 6. Diagram alir tahap analisis umur simpan coklat instan Kusnandar et
al., 2010)

Keterangan :
t = umur simpan (hari)
At = kadar air kritis (%)
A0 = kadar air awal (%)
k = laju penurunan mutu (% per hari)

3.5. Pengamatan

Pengamatan coklat instan dikemas dengan plastic PP kondisi vakum dan

non vakum pada suhu inkubator 30oC, 40oC dan 50oC yaitu meliputi kadar air,

kadar asam lemak bebas, dan uji sensori (aroma ketengikan, warna, dan

penggumpalan coklat instan).


33

3.5.1. Analisis Kadar Air

Analisis kadar air menggunakan metode Gravimetri AOAC No. 945.38

(AOAC, 2005). Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang

ada dalam sampel, kemudian sampel ditimbang sampai didapat bobot konstan

yang diasumsikan semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan.

Selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan merupakan banyaknya air yang

diuapkan. Prosedur analisis kadar air adalah cawan yang akan digunakan dioven

terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105ºC, kemudian didinginkan

dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A), sampel

ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian

dioven pada suhu 100-105ºC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator

selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang

konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:

% Air = x 100 %

Keterangan :
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)

3.5.2. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

Kadar asam lemak bebas menggunakan metode Sudarmadji (1984).

Prinsipnya adalah mengubah warna sampel menjadi warna merah jambu dengan

mentitrasi sampel dengan larutan 0,1 N NaOH. Prosedur analisis kadar asam
34

lemak bebas yaitu sampel ditimbang sebanyak 3 g kemudian dimasukkan ke

dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 mL alkohol 95 % netral panas kemudian

sampel didiamkan selama satu jam sambil sekali-kali diaduk. Langkah

selanjutnya yaitu menyaring sampel dengan menggunakan kertas saring. Hasil

saringan tersebut kemudian diberi 2 mL phenolphthalein (PP). Sampel dititrasi

dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi sampai warna merah jambu

tercapai dan tidak hilang selama 15-30 detik. Persen asam lemak dinyatakan

sebagai oleat pada kebanyakan minyak lemak, untuk minyak inti kelapa sawit

dinyatakan sebagai laurat, sedangkan pada minyak kelapa sawit dinyatakan

sebagai palmitat. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai

angka asam. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan rumus :

% FFA = W1 x V x N x 100%
W x 1000

Keterangan :
V : volume NaOH untuk titrasi (mL)
N : normalitas NaOH (0,1 N)
W : bobot contoh (g)
W1 : bobot molekul asam lemak

3.5.3. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram (a g), dimasukkan kedalam cawan

porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya (b g), kemudian diabukan

dalam tanur pengabuan dengan suhu 450oC selam 2 jam atau sampai semua

sampel menjadi abu, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (c g).

Kadar abu ditentukan dengan rumus sebagai berikut :


35

(c − a)
Kadar abu (%bb) = x 100%
(b − a)

Kadar abu (%bb)


Kadar abu (%bk) = x 100%
100 − Kadar air

3.5.4. Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 2005)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-

110oC, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g

dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan kedalam alat ekstraksi (soxhlet)

yang berisi pelarut heksana. Reflux dilakukan selama 5 jam, kemudian pelarut

yang ada di dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi

lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 100oC sampai beratnya

konstan, didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar lemak ditentukan

dengan rumus :

Kadar lemak (%bb) = Berat labu akhir − Berat labu awal x 100%
Berat sampel

Kadar lemak (%bb


Kadar lemak (%bk) = x 100%
100 − Kadar air
36

3.5.5. Total Plate Count (SNI 01-2332.3-2006)

Sebagai langkah awal adalh persiapan media dengan melarutkan 17,5

gram PCA pada 1000 ml aquades, kemudian dipanaskan sampai mendidih. agar

media PCA benar benar terlarut dengan sempurna dalam aquades. Setelah media

terlarut sempurna kemudian media disterilisasi dengan mengguanakan Autoclave

selama 15 menit pada suhu 121 derajat Celcius / tekanan 1,5 ATM..

Sebanyak 25 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah

blender steril atau plastik Stomacher. Larutan Butterfield’s phosphat buffered

steril ditambahkan sebanyak 225 ml dan diblender selama 2 menit. Dengan

menggunakan pipet steril pindahkan 1 ml suspensi di atas serta dimasukkan ke

dalam larutan Butterfield’s phosphat buffered untuk mendapatkan pengenceran

10-2. Pengenceran selanjutnya (10-3) dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel

dari 10-2 dengan menggunakan pipet steril dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan

Butterfield’s phosphat buffered. Cara yang sama dilakukan pengenceran

selanjutnya 10-4, 10-5, dan seterusnya sesuai keperluan sampel.

Setelah itu dari masing-masing pengenceran di atas diambil 1 ml dan dimasukkan

ke dalam cawan petri steril serta dilakukan duplo untuk setiap pengenceran. Pada

setiap cawan petri yang sudah berisi larutan sampel ditambahkan 12 – 15 ml PCA

(Plate Count Agar) yang sudah didinginkan sampai suhu 44ºC- 46ºC, supaya

tercampur rata dilakukan pemutaran cawan ke depan dan belakang. Bila media

agar di dalam petridish telah membeku, semua petridish disusun terbalik dan

dimasukkan dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 48 jam. Setelah masa inkubasi

selesai, dilakukan penghitungan total bakteri.


37

3.5.6. Uji Sensori

Analisis sensori coklat instan menggunakan uji skoring dalam bentuk

quesioner. Panelis yang digunakan pada uji coklat instan berjumlah 15 orang

panelis dengan sampel tiap cawan sebanyak 4g. Cara untuk uji sensori coklat

instan yaitu panelis diminta untuk mengevaluasi sampel tersebut satu persatu

(suhu penyimpanan 300C, 400C, dan 500C) yaitu aroma (ketengikan), warna, dan

penggumpalan coklat instan kemudian membandingkannya dengan kontrol.

Kontrol merupakan coklat instan yang tidak mengalami perlakuan penyimpanan

dan proses pembuatannya dilakukan sehari sebelum coklat instan diuji aroma dan

warnanya.

Parameter sensori yang diuji berupa aroma (ketengikan), warna, dan

penggumpalan coklat instan. Skor yang digunakan pada uji sensori aroma coklat

instan antara lain 7 yaitu normal (sama dengan kontrol), 6 yaitu normal (diduga

ada off flavor tetapi belum tercium), 5 yaitu normal (off flavor mulai tercium

tetapi sangat lemah), 4 yaitu off flavor tercium lemah, 3 yaitu off flavor tercium

jelas, 2 yaitu off flavor tercium kuat atau tengik, dan 1 yaitu off flavor tercium

sangat kuat atau sangat tengik. Skor yang digunakan pada uji sensori warna

coklat instan antara lain 7 yaitu normal atau sama dengan kontrol (khas

kecoklatan), 5 yaitu normal sedikit lebih kehitaman, 3 yaitu warna lebih

kehitaman, dan 1 yaitu warna hitam gelap. Skor mulai tidak diterima oleh panelis

dari uji sensori aroma, penggumpalan dan warna coklat instan digunakan sebagai

parameter kritis untuk penentuan (perhitungan) umur simpan coklat instan


38

(Kusnandar dkk, 2004). Quesioner uji sensori (aroma (ketengikan), warna dan

penggumpalan) coklat instan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Quesioner uji sensori coklat instan

Uji Sensori coklat instan

Nama : Produk : coklat instan


Tanggal :

Instruksi

Dihadapan Anda disajikan sampel coklat instan dengan satu kontrol. Anda diminta untuk
mengevaluasi sampel tersebut satu persatu, yaitu aroma (ketengikan) warna dan penggumpalan
coklat instan kemudian dibandingkan dengan kontrol. Berikan penilaian Anda dengan cara
menuliskan skor di bawah kode sampel pada tabel penilaian berikut :

Tabel penilaian uji sensori coklat instan


Kode Sampel
Penilaian
NV30 NV40 NV50 V30 V40 V50
Aroma tengik
coklat instan
Warna coklat
instan
Penggumpalan
coklat instan

Keterangan skor mutu uji skoring coklat instan :


Aroma tengik coklat instan
7 = normal (sama dengan kontrol)
6 = normal (diduga ada ketengikan tetapi belum tercium)
5 = normal (ketengikan mulai tercium tetapi sangat lemah)
4 = ketengikan tercium lemah
3 = ketengikan tercium jelas
2 = ketengikan tercium kuat atau tengik
1 = ketengikan tercium sangat kuat atau sangat tengik

Warna coklat instan


7 = normal atau sama dengan kontrol kecoklatan)
5 = normal sedikit lebih coklat
3 = warna lebih coklat
1 = warna coklat gelap

Penggumpalan coklat instan


7 = normal atau sama dengan kontrol (tidak ada penggumpalan)
5 = normal sedikit ada penggumpalan
3 = coklat instan terdapat lebih banyak penggumpalan
1 = coklat instan sebagian besar menggumpal
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Umur simpan coklat instan dalam kemasan plastik polipropilen (PP) pada

kondisi vakum yang diduga menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf

Life Test) adalah 281 hari pada suhu 30oC, 240 hari pada suhu 40oC dan 214

hari pada suhu 50oC.

2. Umur simpan coklat instan dalam kemasan plastik polipropilen (PP) pada

kondisi non vakum yang diduga menggunakan metode ASLT (Accelerated

Shelf Life Test) adalah 214 hari pada suhu 30oC, 140 hari pada suhu 40oC dan

113 hari pada suhu 50oC.

5.2. SARAN

Saran yang dapat diberikan setelah penelitian ini adalah:

1. Produsen hendaknya dapat menjaga kadar air produk coklat instan tetap

makasimal 5% dengan melakukan penerapan standar mutu pada bahan baku

yang digunakan.
104

2. Produk coklat instan sebaiknya dikemas dengan menggunakan plastik

polipropilen dengan ketebalan 0,8 mm pada kondisi vakum dan disimpan pada

suhu 30oC.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, S., G. Priyanto., B. Hamzah., B. Santoso dan R. Pambayun. 2015.


Pengaruh Modifikasi Proses Terhadap Kualitas Sensoris Kue Delapan
Jam. J. Dinamika Penelitian Industri. 26(2): 107-115.

Amirudin, M dan I. Habib. 2009. Pengaruh Lamanya Penyimpanan Terhadap


Pertumbuhan Bakteri pada Nasi Yang Dimasak Di Rice Cooker dengan
Nasi Yang Dikukus. J. Mutiara Medika. 9(2): 18-22.

Amraini, S. Z., H. Rionaldo., Hermanto., N. Kurniawan dan Zulfansyah. 2011.


Review Teknologi Proses Pengolahan Kakao. STU. Hlm. 3

Anonimus. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Sekretariat Jenderal.


Departemen Perindustrian. Jakarta. 42 hlm.

Anonimus. 2016. Outlook Kakao Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan.


Pusat Data dan Informasi. Sekretaris Jenderal. Kementerian Pertanian.
Jakarta. 73 hlm.

Aritonang, S. N. 2017. Susu dan Teknologi. Lembaga Pengembangan Teknologi


Informasi dan Komunikasi (LPTIK). Universitas Andalas. 203 hlm

Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis


of The Association of Official Analytical Chemist18th Edition.
Gaithersburg, USA: AOAC International.

Arpah, M dan R. Syarief. 2000. Evaluasi Model-Model Pendugaan Umur Simpan


Pangan Dari Difusi Hukum Fick Unidireksional. Bul. Teknol. dan
Industri Pangan. 11(1): 11-16

Arpah. 2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan. Institut Pertanian Bogor.


Bogor 86-88 hlm.

Azriani, Y. 2006. Pengaruh Jenis Kemasan Plastik Dan Kondisi Pengemasan


Terhadap Kualitas Mi Sagu Selama Penyimpanan. (Skripsi). Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hlm.
106

Catrien., T. Ertanto dan Y. S. Surya. 2008. Reaksi Maillard pada Produk Pangan.
(Program Kreativitas Mahasiswa). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm.
7-9.

Dardanella, D. 2007. Pengaruh Jenis Kemasan dan Kondisi Penyimpanan


Terhadap Mutu Produk Keju Cheddar Selama Penyimpanan. (Skripsi).
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hlm.

Derlean, A. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Terhadap Kerusakan


Minyak Kelapa. J. Bimafika 1: 19-26

Dewi, L. D. 2017. Faktor-Faktor Penyebab dan Karakteristik Makanan


Kadaluarsa Yang Berdampak Buruk Pada Kesehatan Masyarakat. Apikes
Citra Medika Surakarta. Surakarta, Hlm. 19-24

Dwiari, R. S., D.D. Asadayanti., Nurhayati., M. Soyaningsih., S.F. Yudhanti, dan


I. B. Ketut. 2008. Teknologi Pangan Jilid 2. Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional. 245
hlm.

Fembrianto, E. 2004. Penentuan Umur Simpan Bubuk Lada Putih dalam berbagai
Kemasan Plastik dengan Metode Akselerasi. (Skripsi). Fakultas
Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hlm

Floros. J.D and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf Life Prediction Of Packaged


Foods. In: Shelf Life Studies of Food and Beverages-Chemical,
Biological, Physical And Nutrisional Aspects. (ed, G. Charalambous).
Elsevier Science. Amsterdam. Pp: 1081-1118.

Handoyo, M. P. 2010. Oksidasi Dendeng Giling Kering Oven Selama


Penyimpanan. (Skripsi). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 45 hlm.

Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. J. Litbang


Pertanian, 27(4): 124-129

Hermanianto J, M., Arpah dan W.K. Jati. 2000. Penentuan Umur Simpan Produk
Ekstrusi Hasil Samping Penggilingan Padi (Menir dan Bekatul) Dengan
Menggunakan Metode Konvensional, Kinetika Arrhenius Dan Sorpsi
Isothermis. Bul. Teknologi dan Pangan 1(2):33-41.

Hutomo, H. 1997. Mempelajari Penyimpanan Produk teripang Kering (Holothuria


scabra) Dalam Berbagai Kemasan Plastik Dan Pendugaan Umur
Simpannya. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 113 hlm.
107

Jay, J. M. 1996. Modern Food Microbiology. 4th Edition. New York: D Von
Nostrand Company

Karmawati, E., Z. Mahmud., M. Syakir., J. Munarso., I. K. Ardana., dan Rubiyo.


2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Jakarta. 95 hlm.

Kateren, S. 2008. Minyak dan lemak Pangan. Universitas Indonesia Press.


Jakarta.

Khotimah, K. 2006. Pembuatan Susu Bubuk Dengan Foam-Mat Drying : Kajian


Pengaruh Bahan Penstabil Terhadap Kualitas Susu Bubuk. J. protein.
13(1): 44-51

Kusnandar, F. 2004. Aplikasi Program Komputer Sebagai Alat Bantu Penentuan


Umur Simpan Produk Pangan Metode Arrhenius. Dalam: Modul VI
Pendugaan Waktu Kadaluarsa (Shelf Life) Bahan dan Produk Pangan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 19 hlm.

Kusnandar, F., D.R. Adawiyah, dan M. Fitria. 2010. Pendugaan Umur Simpan
Produk Biskuit dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan
Kadar Air Kritis. J. Teknologi dan Industri Pangan. 21(2): 117-122

Kusumadati, W., Sutardi dan B. Kartika. 2002. Kajian Penggunaan Berbagai


Metode Pengeringan dan Jenis Mutu biji Kakao Lindak Terhadap Sifat-
Sifat Kimia Bubuk kakao. J. Gama Sains. 4(2): 102-111

Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press. Inc.
Westport. Connecticut. Dalam: Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel
(Daucus carota L.) dalam Kemasan Alumunium Foil dengan Metode
Akselerasi. (Skripsi). 2010. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor: 88 Hlm

Lamona, A. 2015. Penggunaan Jenis Kemasan dan Suhu Yang Berbeda Untuk
Penyimpanan Sementara Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L)
Segar. (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hlm.

Latifah, I. 2010. Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel Dalam Kemasan


Polipropilen. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. 51 hlm.

Lestari, D. P., Nurjazuli dan H. D. Yusniar. 2015. Hubungan Higiene Penjamah


dengan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Minuman Jus Buah di
Tembalang. J. Kesehatan Lingkungan Indonesia. 14(1)
108

Lilasari, P dan T. Estiasih. 2008. Penentuan Umur Simpan Jahe Instan dengan
Metode Accelerated Shelf Test (ASLT) dengan Pendekatan Arrhenius.
THP-FTP. Universitas Brawijaya Malang.

Maharani, D. M., N. Bintoro dan B. Rahardjo. 2012. Kinetika Perubahan


Ketengikan (Rancidity) Kacang Goreng Selama Penyimpanan. Agritech.
Hlm. 15-22.

Maimun, T., Tarrahman, N., Arifiah, F dan Rahayu, P. 2017.


PenghambatanPeningkatan Asam Lemak Bebas (FFA) Pada Buah Kelapa
Sawit Dengan Menggunakan Asap Cair. J. Teknologi dan Industri. 9(9)

Marliyana, D. S. 2002. Isolasi dan Identifikasi Komponen-komponen Biji Kakao


(Theobroma cacao Linn.) Hasil Fermentasi. J. BioSMART. 4(1): 11-16.

Maulidiansyah A, 2014. Pengembangan Pasar Minuman Dark Chocolate Instan.


(Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut pertanian bogor. Bogor.
30 hlm.

Mujiarto, I. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif.
Traksi. J. AMNI Semarang. 3 (2): 1-9

Mustafidah, C dan B.S. Widjanarko. 2015. Umur Simpan Minuman Serbuk


Berserat dari Tepung Porang. J. Pangan dan Agroindustri. 3(2): 650-660.

Negari, Y. S. 2011. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu dan Keamanan


Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku Fruktoglukosakarida (FOS)
Serta Pendugaan Umur Simpannya. (Skripsi). Fakultas Ekologi Manusia.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hlm.

Nurdjannah, R dan R. Sumarlin. 2010. Pengaruh Pengemasan vakum dan Suhu


Penyimpanan Terhadap Sifat Mutu Daging Domba Lokal. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hlm: 645-653

Nur, M. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas, Dan Lama
Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik
Sate Bandeng (Chanos chanos). J. Teknologi dan Industri Hasil
Pertanian. 14(1): 1-11.

Pantastico, E.R. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropik dan Subtropika. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
109

Parsetiorini, O. E. 2011. Pendugaan Umur Simpan Seasoning dan


Microencapsulated Ginger Powder Dengan Metode Accelerated Shelf
life Testing di Pt. Indesso Aroma. Departemen Ilmu Dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Petersen K, P. Nielsen, G. Bertelsen, M. Lawther, M. Olesen, N. Nilsson, and G.


Mortensen. 1999. Potential of bio based material for food packaging. J.
of Food Science & echnologi. l10:52-68.

PP Nomor 69 Tahun 1999. 1999. Label dan Iklan Pangan. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131. Jakarta

Purwadaria, H. K., S. Mulato., D. Fardiaz., G.P. Putra, dan S. Widyotomo. 2010.


Pengembangan Proses Produksi Pangan Berbasis Cokelat Untuk
Meningkatkan Mutu dan Daya Saing Produk. Prosiding Seminar Hasil-
Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor 2010. Hlm: 813-814

Rahayu, K dan Sudarmaji. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas


Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Renate, D. 2009. Pengemasan Puree Cabe Merah dengan Berbagai Jenis Plastik
Yang Dikemas Vakum. J. Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 14(1):
80-89.

Sabarisman, I., Anoraga, S. B., Revulaningtyas, I. R. 2017. Analisis Umur Simpan


Bubuk Kakao Dalam Kemasan Plastik Standing Pouch Menggunakan
Pendekatan Model Arrhenius. J. Nasional Teknologi Terapan. 1(1): 43-
49.

Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera utara. USU Digital Library. 24 hlm.

Siahaan, D. 2008. Karakteristik CPO di Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kelapa


Sawit. 16(1): 30-32

SNI 01-2332.3-2006. 2006. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada Produk
Perikanan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

SNI 3747:2009. 2009. Kakao Bubuk. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

SNI 7388:2009. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 138 hlm.
110

Sudibyo, A., F. Tiurlan dan Setyadjit. 2010. Pendugaan Masa Simpan Kopi Instan
Menggunakan Studi Penyimpanan yang Diakselerasi Dengan Model
Kinetika Arrhenius. J. of Agro-Based Industry. 27(1): 12-24.

Suhelmi, M. 2007. Pengaruh Kemasan Polypropylene Rigid Kedap Udara


Terhadap Perubahan Mutu Sayuran Segar Terolah Minimal Selama
Penyimpanan. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Bogor. 103 hlm.

Sumiati, L. 2006. Analisis Positioning Minuman Serbuk Instan Marimas.


(Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 122 hlm.

Suradi, K. 2005. Pengemasan Bahan Pangan Hasil Ternak dan Penentuan Waktu
Kadaluarsa. Seminar: Fasilitas Penanganan Pengemasan Olahan Ternak.
5-7 Juni. Makasar. 22 hlm.

Suyitno. 1986. Keamanan Bahan Makanan di dalam Pengemasan. Prosiding


Seminar Keamanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian (hlm. 369-
371). Universitas Gadjah mada Press. Yogyakarta.

Syalfina, M. 2007. Pendugaan Umur Simpan Permen Jahe Dengan Menggunakan


Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Dengan Pendekatan
Model Kadar Air Kritis. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 88 hlm.

Syam, H. 2006. Rancang Bangun Model Sistem Pengembangan Agroindustri


Berbasis kakao Melalui Pola Jejaring Usaha. (Disertasi). Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 2014 hlm.

Syarief, R., S. Santausa, dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.


Pusat Antar-Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Syarif, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan Press,


Jakarta

Towaha, J. 2014. Kandungan Senyawa Polifenol Pada Biji kakao dan


Kontribusinya Terhadap Kesehata. J. Sirivov. 2 (1) : 1-16

Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


https://www.google.com/search?ei=USN-
W_niDIHXvgSd_qDwCg&q=undang+undang+no+36+tahun+2009&oq=
Undang+undang+no+&gs_l=psy-
ab.1.8.0l10.571976.581866.0.587074.35.23.0.0.0.0.1350.3304.5j4j3j1j7-
1.14.0..2..0...1.1.64.psy-
ab..25.10.2974...0i67k1j0i22i30k1j0i131i67k1.0.BLmq-jF3z5s#. Diakses
pada tanggal 23-8-2018 pukul 10.11 wib.
111

Utami, N.L. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Serbuk Minuman Instan Berbasis
Tanaman Obat (Studi Kasus Kasus: Koleksi Taman Obat Dan Spa
Kebugaran SYIFA, Bogor). (skipsi). Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. 123 hlm.

Warsa, U. C. 2008. Bahan Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Staf


Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara
Publiser. Tanggerang.

Wasini. 2009. Analisis Perilaku Konsumen dalam Pembelian Minuman Bandrek


Serbuk Merek Starbandrek PT Liza Herbal International (Studi Kasus di
Wilayah Bogor). (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 112 hlm.

Wijaya, C. H. 2007. Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-
Z dengan Metode Arrhenius. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 63 hlm.

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor. M-brio press.

Yuliana, N. 2012. Dasar Pengawetan Makanan: Pengendalian Mikroba.


Universitas Lampung, Bandar Lampung

Вам также может понравиться