Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
SKRIPSI
By
Ario Dwi Wicaksono
Abstract
This research was conducted to examine the effect of General Allocation Funds,
Special Allocation Funds and Regional Original Income on Capital Expenditures.
This study uses data on Local Revenue, General Allocation Funds, and District
and City Specific Allocation Funds in West Java Province in 2015-2017 as
samples. The selection of regencies and cities is done randomly after determining
the acceptable sample size, which is 100% of the total number of districts and
cities in West Java Province. The analysis technique used in this study is multiple
linear regression with the SPSS program and a significance level of 5% (0.05).
The results of this study indicate that the value of Adjusted R Square is 0.645,
which means that the ability of the independent variable Local Revenue, General
Allocation Funds, and Special Allocation Funds can explain Capital Expenditures
by 64.5%. Based on the variable significance test partially shows that (1)
Regional Original Revenue has a significant effect on Capital Expenditures, (2)
General Allocation Funds have a significant effect on Capital Expenditures, and
(3) Special Allocation Funds do not significantly influence Capital Expenditures
vi
Analisis Determinan Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Barat
Oleh
Ario Dwi Wicaksono
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal. Penelitian
ini menggunakan data Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2015-2017
sebagai sampel. Pemilihan Kabupaten dan Kota dilakukan secara acak setelah
menentukan jumlah sampel yang dapat diterima yaitu 100% dari seluruh jumlah
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat. Teknik analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan program SPSS dan
tingkat signifikansi 5% (0.05). Hasil penelitian ini menununjukan bahwa nilai
Adjusted R Square sebesar 0,645 yang berarti kemampuan variabel independen
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus dapat
menerangkan Belanja Modal sebesar 64,5%. Berdasarkan uji signifikansi variabel
secara parsial menunjukan bahwa (1) Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
signifikan terhadap Belanja Modal, (2) Dana Alokasi Umum berpengaruh
signifikan terhadap Belanja Modal, dan (3) Dana Alokasi Khusus tidak
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Kata Kunci: Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus
vii
BERITA ACARA
viii
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas berkat, rahmat, dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi, yang berjudul “Analisis
Determinan Belanja Modal pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat” dengan
baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad
SAW, para sahabat, keluarga dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Bapak Samin S.E., M.M. selaku dosen pembimbing
satu dan Ibu Anita Nopiyanti, S.E., M.M selaku dosen pembimbing dua dan juga
Bapak Danang Mintoyuwono, SE, M.Ak selaku Ka. Prodi S1 Akuntansi yang
telah banyak memberikan arahan dan saran-saran yang sangat bermanfaat, Dr.
Munasiron Mifta, M.M. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan serta
seluruh dosen UPN “Veteran” Jakarta yang telah membimbing saya selama proses
perkuliahan, serta para karyawan yang berada di UPN “Veteran” Jakarta.
Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua, Ibu
Unay Sunarti dan Bapak Tri Heru Siswanta, Kakak saya Eka Galuh Yuliana yang
penulis sayangi serta seluruh keluarga yang tiada henti memberikan semangat dan
doa untuk penulis. Penulis secara khusus menyampaikan rasa terima kasih kepada,
Fitriyadi, Ojan, Peje, Afifah, Samuel, Pandu, Juki, Sherly, Ari, Sella, Astari,
Ghafar, Alex, Nabil, Like, Bang Fajar, Akimika, Keluarga Besar AKS1 UPNVJ,
AKS1 2014, AKS1 2015, AKS1 2016, AKS1 2017, UBV, serta lain-lain yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat. Penulisan
karya ilmiah ini tidak lepas dari sempurna, penulis pun menyadari bahwa
kekeliruan sangat mungkin terjadi. Selanjutnya, penulis berharap karya ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penulis secara khusus.
ix
DAFTAR ISI
x
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel ........................................................... 51
3.2.1 Populasi ................................................................................................. 51
3.2.2 Sampel................................................................................................... 52
3.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 52
3.3.1 Jenis Data .............................................................................................. 53
3.3.2 Sumber Data.......................................................................................... 53
3.3.3 Pengumpulan Data ............................................................................... 53
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ........................................................ 53
3.4.1 Teknik Analisis ..................................................................................... 54
3.4.1.1 Statistik Deskriptif ................................................................................ 54
3.4.1.2 Uji Asumsi Klasik ................................................................................. 54
3.4.2 Uji Hipotesis ........................................................................................ 57
3.4.2.1 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ............................................ 57
3.4.2.2 Uji Parsial (Uji Statistik t) .................................................................... 58
3.4.3 Model Regresi ...................................................................................... 59
3.5 Model Penelitian .................................................................................. 59
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Realisasi Belanja Modal Prov. Jawa Barat, Kab. Pangandaran, dan
Kab. Bandung ....................................................................................... 7
Tabel 2. Kriteria Penentuan Sampel ................................................................. 60
Tabel 3. Daftar Nama Kabupaten dan Kota sebagai Objek Penelitian ............ 61
Tabel 4. Belanja Modal .................................................................................... 62
Tabel 5. Pendapatan Asli Daerah ..................................................................... 63
Tabel 6. Dana Alokasi Umum .......................................................................... 65
Tabel 7. Dana Alokasi Khusus ......................................................................... 66
Tabel 8. Uji Statistik Deskriptif sebelum outlier ............................................. 67
Tabel 9. Uji Statistik Deskriptif sesudah outlier .............................................. 67
Tabel 10. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ......................................................... 71
Tabel 11. Hasil Uji Multikolonoeritas ................................................................ 72
Tabel 12. Hasil Uji Autokorelasi ........................................................................ 72
Tabel 13. Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi ............................................. 73
Tabel 14. Hasil Uji Glejser ................................................................................. 74
Tabel 15. Hasil Uji Koefisien Determinasi ........................................................ 75
Tabel 16 Hasil Uji t (Uji Parsial)....................................................................... 76
Tabel 17 Hasil Uji Regresi Linear Berganda .................................................... 77
Tabel 18 Data PAD dan Belanja Modal Kab. Bandung .................................... 79
Tabel 19 Data DAU dan Belanja Modal Kab. Cirebon ..................................... 81
Tabel 20 Data DAK dan Belanja Modal Kab. Bogor........................................ 82
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Pemerintah Daerah lingkup Provinsi Jawa Barat sampai dengan bulan Oktober
2017, menunjukkan adanya permasalahan-permasalahan yang bersifat substantif
dan teknis. Untuk permasalahan yang bersifat substantive yaitu, dari 18
kabupaten/kota yang dilaporkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) ditemukan permasalahan pada 9 kabupaten/kota yaitu tidak memenuhi
daftar kontrak dan minimal penyerapan sejumlah 18 permasalahan, 3
kabupaten/kota yaitu tidak memenuhi daftar kontrak sejumlah 7 permasalahan, 10
kabupaten/kota yaitu sudah kontrak tidak di-upload sejumlah 184 permasalahan
dengan nilai kontrak Rp127,87 miliar. Untuk permasalahan yang bersifat teknis
yaitu, ditemukan pada 2 kabupaten/kota yaitu gagal upload laporan sampai dengan
batas waktu sejumlah 32 permasalahan dengan nilai kontrak Rp 4.71 miliar. Total
keseluruhan terdapat 250 permasalahan dalam pelaksanaan pemenuhan dokumen
persyaratan penyaluran.
Yuniar Yanuar Rasyid dalam kesempatan itu menyatakan bahwa Dana
Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) dan dialokasikan kepada daerah dengan tujuan
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. Kata “membantu mendanai kegiatan khusus”
mempunyai arti bahwa dana pemerintah pusat bukanlah yang utama karena yang
utama tetap dana daerah sedangkan kegiatan khusus mempunyai arti kegiatan
yang mengutamakan pembangunan, pengadaan, peningkatan rehabilitasi pada
sarana dan prasarana fisik dasar masyarakat dengan orientasi umur ekonomis yang
panjang, dengan maksud membawa kemanfaatan dalam jangka panjang bagi
masyarakat," tutur dia. Sementara itu, Ketua Harian Tim Kehumasan Kanwil
Ditjen Perbendaharaan Jabar Raden Hary Sutrasno menambahkan melalui
kegiatan rakor tersebut pihaknya ingin ada optimalisai penyaluran dan
pemanfaatan Dana Alokasi Khusus demi Jawa barat yang lebih baik. Berita
diperoleh dari (www.pikiran-rakyat.com).
Serapan belanja tahun anggaran 2017 di Pemerintah Provinsi Jawa Barat
terbilang masih minim, khususnya di Belanja Modal. Jika dibandingkan dengan
serapan Belanja Modal tahun sebelumnya yang terdapat pada Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2016, serapan Belanja Modal pada
7
Tabel 1. Realisasi Belanja Modal Prov. Jawa Barat, Kab. Pangandaran, dan
Kab. Bandung
Provinsi Belanja modal PAD DAU DAK
Jawa Barat
2015 2.298.676.125.205 16.032.856.414.345 1.303.654.355.000 18.904.024.000
2016 2.859.355.623.561 17.042.895.113.672 1.248.112.171.860 7.596.342.335.570
2017 2.311.616.145.730 18.081.123.739.824 3.011,001.477.000 9.118.892.857.912
Kab. Belanja modal PAD DAU DAK
Pangandaran
2015 265.369.809.750 64.506.109.613 523.966.081.000 58.670.584.000
2016 221.197.379.824 66.385.348.153 546.731.125.000 96.909.698.000
2017 426.921.890.626 83.591.302.088 538.882.193.000 207.463.958.983
Kab. Belanja modal PAD DAU DAK
Bandung
2015 708.464.526.697 784.216.215.215 1.957.538.845.000 145.237.280.000
2016 569.467.789.003 856.514.244.254 2.096.677.101.000 645.086.445.696
2017 628.497.495.405 936.905.730.680 2.059.845.225.000 640.594.364.941
Sumber : LKPD Prov. Jawa Barat, Kab. Pangandaran, dan Kab. Bandung diolah
b. Manfaat Praktis
Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dalam memaksimumkan potensi lokal yang dimiliki daerah untuk
peningkatan kualitas pelayanan publik demi kemajuan daerah, serta
memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait yang memerlukan hasil
penelitian ini. Penelitian ini juga diharapkan membantu pemerintah daerah
maupun pusat dalam membuat anggaran APBD yang lebih efektif sehingga
dalam merealisasikan anggaran tersebut dapat menarik para investor sehingga
dapat meningkatkan pendapatan daerah dan ketertarikan untuk daerahnya, serta
dapat sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah provinsi dalam mengambil
kebijakan khususnya mengenai Belanja Modal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PENELITIAN DAN
HIPOTESIS
13
14
karena revaluasi asset tetap. Ekuitas akhir. Sementara itu, suatu entitas
pelaporan menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam
laporan perubahan ekuitas dalam catatan atas laporan keuangan.
7. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK)
Kerangka konseptual PP Nomor. 71 tahun 2010 paragraf 83 memiliki fungsi
bahwa catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan rincian atau naratif
dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, laporan perubahan
SAL, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan laporan arus
kas. CALK juga mencakup informasi tentang kebijkan akuntansi yang
digunakan oleh informasi dan entitas pelaporan lain yang diharuskan dan
dianjurkan untuk diungkapkan di dalam standar akuntansi pemerintahan serta
ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan
keuangan secara wajar.
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Halim & Kusufi (2012, hlm. 21) mengungkapkan bahwa seperti halnya pada
pemerinah pusat, pada pemerintah daerah, pergusuran keuangan daerah juga
diatur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus.
Dengan demikian pada pemerintah daerah terdapat Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah (APBD) dalam pengurusan umumnya dan kekayaan milik daerah
yang dipisahkan pada pengurusan khususnya. APBD dapat didefinisikan sebagai
rencana operasional keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan
perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain
menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Dari pengertian APBD diatas dapat ditarik kesimpulan APBD ialah bahwa
anggaran daerah memuat semua perkiraan-perkiraan dalam suatu jangka waktu
(periode) tertentu dari semua pembiayaan yang diperlukan untuk keperluan
pengeluaran, karena itulah anggaran daerah tidak dapat dipisahkan dengan
program tahunan. Hal ini disebabkan karena anggaran daerah merupakan
pelaksanaan program tahunan yang dinyatakan dalam bentuk uang.
f. Fungsi Stabilisasi
Yaitu anggaran daerah harus mengandung arti/harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian. APBN/APBD merupakan salah satu instrumen bagi
pengendalian stabilitas perekonomian negara di bidang fiskal. Contoh
fungsi stabilisasi, jika terjadi ketidakseimbangan yang sangat ekstrem
maka pemerintah dapat melakukan intervensi melalui anggaran untuk
mengembalikan pada keadaan normal.
Berdasarkan uraian diatas, Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) adalah rencana keuangan pemerintah daerah di Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Anggaran tersebut sebagai dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada daerah.
Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja diklasifikasikan
menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Dan
klasifikasi ekonomi menurut paragraf dalam PP 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintah adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis
belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk
pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga,
subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi ekonomi untuk
pemerintah daerah meliputi terdiri dari belanja pegawai, belanja barang , belanja
modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa belanja daerah
adalah pengeluaran daerah yang dijadikan kewajiban untuk mendanai semua
pelaksanaan urusan pemerintah daerah. Setiap Daerah diharapkan untuk dapat
menggunakan anggaran Belanja Daerah ini secara optimal sesuai dengan
kebutuhan akan daerahnya masing-masing.
Klasifikasi belanja untuk tujuan pelaporan keuangan menurut PP 71 Tahun
2010 di kelompokan menjadi:
a. Belanja Operasi
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja
operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi,
hibah, bantuan sosial.
b. Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah,
gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
c. Belanja Lain-Lain / Belanja Tak Terduga
Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang
sifatnya tidak diharapkan dan tidak bisa berulang seperti penanggulangan
bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang
25
biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi
dan jaringan tersebut siap pakai.
e. Belanja modal lainnya
Menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset
tersebut sampai siap pakai.
f. Belanja modal Badan Layanan Umum (BLU)
Biaya pengeluaran untuk pengadaan/perolehan/pembelian aset yang
dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan operasional BLU.
Berdasarkan klasifikasi Belanja Modal yang terdapat pada PMK. Nomor
101/PMK.02/2011 ini maka dapat disimpulkan rumus yang menjadi
pengukuran dari belanja modal. Adapun rumus untuk pengukur Belanja Modal
tersebut sebagai berikut :
Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan & Mesin +
Belanja Gedung & Bangunan + Belanja Jalan, (II.1)
Irigrasi, dan Jaringan + Belanja Aset Tetap lainnya
A. Pajak Daerah
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentangPajak Daerah dan Retribusi
Daerah, yang dimaksud Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Jenis-jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas :
1. Pajak Hotel, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel
adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/pengistirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel,
losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggarahan, rumah
penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari
sepuluh.
2. Pajak Restoran, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin,
warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
3. Pajak Hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau keramaian yang
dinikmati dengan dipungut bayaran.
4. Pajak Reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame
adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,
orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau
dinikmati oleh umum.
5. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, adalah mineral bukan logam
dan batuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
bidang mineral dan batubara.
34
B. Retribusi Daerah
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, yang dimaksud Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
Retribusi Daerah dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
1. Retribusi Jasa Umum. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati orang pribadi atau badan.
2. Retribusi Jasa Usaha. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
3. Retribusi Perizinan Tertentu. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu
Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
35
daerah. Semakin besar Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan oleh suatu daerah
akan meningkatkan alokasi anggaran pemerintah daerah untuk Belanja Modal.
Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh terhadap Belanja Modal pemerintah daerah.
Notasi:
DAU = Dana Alokasi Umum
AD = Alokasi dasar, yaitu Gaji PNS Daerah
CF = Celah fiskal (Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal)
Sedangkan, dalam penelitian yang dilakukan oleh Dama (2016), pada nilai
realisasi Dana Alokasi Umum perlunya ditambahkan rumus Logaritma Natural
(Ln), rumus tersebut digunakan untuk menghindari adanya data yang tidak
terdistribusi secara normal. Adapun rumus tersebut sebagai berikut:
Dana Alokasi Umum = Ln Realisasi Dana Alokasi Umum (II.6)
Notasi :
Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR)
Belanja Pegawai = Belanja PNSD
Keterangan:
KKD = Kemampuan keuangan Daerah
PAD = Pendapatan Asli Daerah
DAU = Dana Alokasi Umum
DBH = Dana Bagi Hasil
DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi
PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah
Sedangkan, dalam penelitian yang dilakukan oleh Dama (2016), pada nilai
realisasi Dana Alokasi Khusus perlunya ditambahkan rumus Logaritma Natural
45
(Ln), rumus tersebut digunakan untuk menghindari adanya data yang tidak
terdistribusi secara normal. Adapun rumus tersebut sebagai berikut:
Dana Alokasi Khusus = Ln Realisasi Dana Alokasi Khusus (II.8)
Belanja Modal
sebelumnya oleh Tuasikal (2008), Masdjojo (2009), Dama (2016), dan Junaedy
(2015).
Dana Alokasi Khusus di alokasikan oleh pemerintah pusat kepada daerah
sebagai salah satu pendapatan transfer untuk Belanja Modal, dana tersebut
diberikan untuk membiayai kebutuhan khusus yang menjadi prioritas nasional,
khususnya dalam membiayai pengadaan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah. Penerimaan dana alokasi khusus yang
merupakan bagian dari dana perimbangan akan berimplikasi pada proporsi hingga
struktur pengeluaran suatu daerah, dengan adanya pengurangan jumlah transfer
juga akan menurunkan pengeluaran daerah berupa belanja modal. Penelitian
sebelumnya tentang Dana Alokasi Khusus yang berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Modal telah dilakukan sebelumnya oleh Tuasikal (2008), Pelealu (2013),
Sugiyanta (2016), Yunistin (2016) dan Made (2018).
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dan hasil temuan peneliti terdahulu diatas,
maka penulis tertarik untuk membuktikan lebih lanjut pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang berada di
Provinsi Jawa Barat periode 2015 sampai 2017, dengan mengajukan hipotesis:
H1: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
H2: Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
H3: Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
BAB III
METODE PENELITIAN
49
50
b. Variabel Independen
1) Pendapatan Asli Daerah (X1)
Terdapat beberapa cara perhitungan yang dapat dilakukan untuk mengukur
Pendapatan Asli Daerah. Skala pengukuran dalam penelitian ini adalah
skala rasio. Namun data yang diteliti terdapat perbedaan satuan sehingga
51
3.2.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2012 hlm. 115).
Populasi dari penelitian ini adalah Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Jawa
Barat. Data yang digunakan adalah tahun 2015 - 2017.
52
3.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif (Sugiyono, 2012 hlm. 116).
Sampel dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dari Provinsi Jawa Barat yang sebelumnya telah diaudit oleh
BPK RI periode 2015 sampai 2017. Pemilihan sampel di Provinsi Jawa Barat
karena masih terdapat permasalahan pada rendahnya belanja modal salah satu
Kabupaten di Provinsi Jawa Barat.
Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu
Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan
atau kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kabupaten dan kota yang Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada
tahun anggaran 2015 hingga 2017 yang telah di audit oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
b. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten dan Kota berupa
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tersebut memiliki data yang lengkap dan
diperlukan dalam proses penelitian selama tahun pengamatan yang telah
ditentukan.
pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED Menurut Ghozali (2018,
hlm. 138). Dasar analisisnya yaitu:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan
oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin
sedikit jumlah pengamatan semakin sulit mengidentifikasi hasil plot. Oleh
sebab itu, diperlukaan uji statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan
hasil. Ada beberapa uji statistik yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya heterokedastisitas, salah satunya adalah uji glejser. Jika
probabilitas signifikannya di atas 5%, maka data yang digunakan tidak
mengandung heteroskedastisitas.
Keterangan:
Y = Belanja Modal (BM)
α = Konstanta
β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi dari setiap variabel independen
X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X2 = Dana Alokasi Umum (DAU)
X3 = Dana Alokasi Khusus (DAK)
ԑ = Error
Pendapatan Asli
Daerah (X1)
H1
60
61
pada penelitian ini sebanyak 84. Berikut merupakan data per variabel yang
digunakan dalam penelitian ini:
penelitian ini diukur dalam satuan rupiah yang diambil dari nilai total Realisasi
Dana Alokasi Khusus di Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Lalu
data di transformasi dengan menggunakan logaritma natural (ln). Dalam
penelitian ini data diambil dalam 3 tahun yaitu periode 2015-2017 dari 28 sampel
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat. Berikut ini merupakan data Dana
Alokasi Khusus yang digunakan dalam penelitian ini:
Mean 26.02
Sumber: Data sekunder yang diolah
penelitian tahun 2015-2017. Data yang digunakan pada gambar di atas dioutlier
terlebih dahulu dari 84 data menjadi 69 data, hal ini dikarenakan beberapa uji
asumsi klasik tidak normal.
Dalam penelitian ini, data Belanja Modal dengan nilai terendah yaitu
sebesar 26,05 dan jika dalam satuan rupiah yaitu Rp 166.212.543.933 yang
dimiliki oleh Kota Sukabumi pada tahun 2016 dan nilai tertinggi yaitu sebesar
28,06 dan jika dalam satuan rupiah yaitu Rp 1.459.647.299.638 yang dimiliki oleh
Kabupaten Bogor pada tahun 2016. Pada penelitian ini rata-rata dari variabel
Belanja Modal ialah 27.05 dengan nilai penyimpangan atau standar deviasi
sebesar 0.48 berarti lebih besar dari 0. Jika standar deviasi lebih dari 0 maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh data tersebut tidak sama atau data tersebut bervariasi.
Kemudian variabel independen Pendapatan Asli Daerah yang telah diolah
diperoleh data terendah yaitu sebesar 25,15 dan jika dalam satuan rupiah yaitu Rp
66.385.348.153 yang dimiliki oleh Kabupaten Pangandaran pada tahun 2017 dan
nilai tertinggi yaitu sebesar 28,74 dan jika dalam satuan rupiah yaitu Rp
2.292.175.674.801 yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor pada tahun 2017. Pada
penelitian ini rata-rata dari variabel Pendapatan Asli Daerah ialah 27.02 dengan
nilai penyimpangan atau standar deviasi sebesar 0.75 berarti lebih besar dari 0.
Jika standar deviasi lebih dari 0 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data
tersebut tidak sama atau data tersebut bervariasi.
Variabel Dana Alokasi Umum yang telah diolah diperoleh data terendah
yaitu sebesar 26,93 jika dalam satuan rupiah yaitu senilai Rp 504.731.937.000
yang dimiliki oleh Kota Sukabumi pada tahun 2017 dan nilai tertinggi yaitu
sebesar 28,40 jika dalam satuan rupiah yaitu sama dengan Rp 2.163.439.062.000
yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor pada tahun 2015. Pada penelitian ini rata-rata
dari variabel Dana Alokasi Umum ialah 27.78 dengan nilai penyimpangan atau
standar deviasi sebesar 0.36 berarti lebih besar dari 0. Jika standar deviasi lebih
dari 0 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data tersebut tidak sama atau data
tersebut bervariasi.
Kemudian Variabel Dana Alokasi Khusus yang telah diolah diperoleh data
terendah yaitu sebesar 24,35 jika dalam satuan rupiah senilai dengan Rp
37.755.499.000 yang dimiliki oleh Kabupaten Bekasi pada tahun 2017 dan data
69
tertinggi yaitu sebesar 27,25 jika dalam satuan rupiah senilai dengan Rp
683.363.164.345 yang dimiliki oleh Kabupaten Garut pada tahun 2017. Pada
penelitian ini rata-rata dari variabel Dana Alokasi Khusus ialah 26.22 dengan nilai
penyimpangan atau standar deviasi sebesar 0.66 berarti lebih besar dari 0. Jika
standar deviasi lebih dari 0 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data tersebut
tidak sama atau data tersebut bervariasi.
a. Histogram
Gambar 2. Hasil Uji Normalitas dengan Histogram
Hasil dari gambar 3 tersebut, kurva di atas mengikuti bentuk bel (lonceng) dan
tidak menceng ke kiri maupun ke kanan sehingga dapat dikatakan telah sesuai
dengan dasar pengambilan keputusan. Dan Hal ini menunjukkan pola distribusi
secara normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Selain
melihat dengan garfik histogram dapat dilihat pula dengan menggunakan
analisis normal probability plot :
b. P-Plot
Gambar 3. Hasil Uji Normalitas dengan P-Plot
Hasil dari gambar 4 grafik P-plot diperoleh bahwa data mengikuti arah garis
diagonal dan tidak melenceng, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, maka dengan
demikian model regresi memenuhi asumsi normalitas dan layak dijadikan
model penelitian.
c. Kolmogorov-Smirnov
Tabel 10. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 69
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,28008224
Most Extreme Differences Absolute ,080
Positive ,080
Negative -,049
Test Statistic ,080
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the real significance.
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan tabel 11, dapat diketahui bahwa nilai Tolerance yang diperoleh
setiap variabel independen Pendapatan Asli Daerah 0,826 Dana Alokasi Umum
0,643 dan Dana Alokasi Khusus 0,758 sehingga tidak ada variabel independen
yang memiliki nilai Tolerance ≥ 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar
variabelnya. Ketiga variabel ini juga memiliki nilai VIF ≤ 10 yaitu untuk variabel
Pendapatan Asli Daerah 1,211 Dana Alokasi Umum 1,556 dan Dana Alokasi
Khusus 1,319. Hal ini menunjukkan bahwa antar variabel independen tidak ada
hubungan yang kuat, atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa model ini
tidak mengandung unsur multikolonieritas.
(n=69), dan jumlah variable independen 3 (k=3), maka diperoleh nilai dL= 1,5205
dan Du= 1,7015.
Ada Ada
No Tidak Ada No
Autokorelasi Autokorelasi
Decision Autokorelasi Decision
Positif Negatif
DW = 2,101
Berdasarkan table 14. di atas yaitu hasil Uji Glejser, dapat dilihat bahwa
variabel independen tidak ada satupun yang signifikan secara statistik
mempengaruhi variabel dependen. Dapat dikatakan seperti itu karena probabilitas
signifikansinya diatas tingkat kepercayaan yaitu 5%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa model regresi tidak mengandung adanya Heteroskedastisitas.
menunjukkan bahwa Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja
Modal. Artinya, besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah, berpengaruh pada tinggi
rendahnya Belanja Modal.
Berdasarkan tabel uji t (Uji Parsial) dapat diketahui bahwa variabel Dana
Alokasi Umum memiliki thitung sebesar 5,083 sedangkan ttabel sebesar 1,997 dan
nilai thitung > ttabel dengan signifikansi 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
Ho2 ditolak dan Ha2 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi
Umum berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal. Artinya, besar
kecilnya Dana Alokasi Umum, berpengaruh pada tinggi rendahnya Belanja
Modal.
Berdasarkan tabel uji t (Uji Parsial) dapat diketahui bahwa variabel Dana
Alokasi Khusus memiliki thitung sebesar -0,414 sedangkan ttabel sebesar 1,997 dan
nilai thitung < ttabel dengan signifikansi 0,680 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
Ho3 diterima dan Ha3 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi
Khusus tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal. Artinya,
besar kecilnya Dana Alokasi Khusus, tidak berpengaruh pada tinggi rendahnya
Belanja Modal.
Keterangan:
PAD = Pendapatan Asli Daerah
DAU = Dana Alokasi Umum
DAK = Dana Alokasi Khusus
ԑ = Error
Berdasarkan rumus regresi linier berganda di atas dapat diketahui bahwa
nilai konstanta sebesar 1,949. Hal ini menunjukkan jika variabel Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus tidak ada peningkatan
maka Belanja Modal nilainya sebesar 1,949. Artinya, berdasarkan pengujian atas
sampel penelitian, dengan asumsi bahwa seluruh nilai variabel independen adalah
0, maka besarnya Belanja Modal adalah 1,949.
Variabel Pendapatan Asli Daerah memiliki koefisien regresi sebesar 0,333
hal ini berarti apabila setiap peningkatan satu satuan Logaritma Natural (Ln)
Pendapatan Asli Daerah dengan asumsi nilai koefisien variabel lain tetap maka hal
tersebut akan menaikkan nilai Belanja Modal sebesar 0,333 hal ini
menggambarkan bahwa terjadi hubungan positif antara Pendapatan Asli Daerah
dengan Belanja Modal, dimana bila Pendapatan Asli Daerah mengalami
peningkatan maka Belanja Modal juga akan ikut meningkat.
Variabel Dana Alokasi Umum memiliki koefisien regresi sebesar 0,603
menyatakan bahwa jika setiap peningkatan satu satuan Logaritma Natural (Ln)
Dana Alokasi Umum dengan asumsi nilai koefisien variabel lain tetap, maka hal
tersebut akan menaikkan nilai Belanja Modal sebesar 0,603 hal ini
menggambarkan bahwa terjadi hubungan positif antara Dana Alokasi Umum
dengan Belanja Modal, dimana bila Dana Alokasi Umum mengalami peningkatan
maka Belanja Modal juga akan ikut meningkat.
Variabel Dana Alokasi Khusus memiliki koefisien regresi sebesar -0,025
menyatakan bahwa jika setiap peningkatan satu satuan Logaritma Natural (Ln)
Dana Alokasi Khusus dengan asumsi nilai koefisien variabel lain tetap, maka hal
tersebut akan menurunkan nilai Belanja Modal sebesar -0,025. Hal ini
79
4.5 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus
terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat selama
periode 2015 sampai dengan 2017.
Hasil analisa mengenai Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di
Provinsi Jawa Barat telah dilakukan dengan jumlah data yang diteliti yaitu
sebanyak 69 kabupaten dan kota. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 18, Hal ini didukung oleh fakta yang terjadi pada
Kabupaten Bandung pada tahun 2016 dan 2017 masing-masingnya yaitu sebesar
80
hasil 0,000 < 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel Dana Alokasi Umum
berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, artinya besar kecilnya
nilai Dana Alokasi Umum suatu Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Barat
berpengaruh pada tinggi rendahnya nilai Belanja Modal.
Berdasarkan tabel 19, Hal ini didukung oleh fakta yang terjadi pada
Kabupaten Cirebon pada tahun 2015 dan 2016 masing-masingnya yaitu sebesar
Rp 1.431.944.562.000 dan Rp 1.521.877.112.000 dimana jumlah nilai Dana
Alokasi Umum mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, hal tersebut diikuti
dengan meningkatnya nilai Belanja Modal pada tahun tersebut yaitu sebesar Rp
439.768.587.939 dan Rp 610.529.622.954.
Dana Alokasi Umum pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat
secara signifikan berpengaruh terhadap realisasi Belanja Modal. Dengan Dana
Alokasi Umum yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah berguna untuk
memperkecil tingkat kesenjangan antar daerah, sesuai dengan dengan fungsi
adanya alokasi Belanja Modal yang diberikan oleh pemerintah Pusat yaitu untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta untuk pembangunan sarana dan
prasarana yang baik bagi masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, semakin besar Dana Alokasi
Umum maka akan semakin meningkat belanja modal. Hal ini disebabkan Dana
Alokasi Umum merupakan bentuk transfer dana yang paling penting selain bagi
hasil. Transfer yang diterima dari pemerintah pusat juga turut mempengaruhi
besarnya anggaran belanja daerah yang akan dianggarkan oleh pemerintah daerah.
Transfer dana dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum
merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada tiap daerah
sebagai konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan keuangan dan kemampuan
ekonomi daerah. Adapun tujuan dari transfer ini adalah sebagai pemerataan
kemampuan fiskal suatu daerah dan mengurangi kesenjangan keuangan karena
82
Berdasarkan tabel 20, Hal ini didukung oleh fakta yang terjadi pada
Kabupaten Bogor pada tahun 2016 dan 2017 masing-masingnya yaitu sebesar Rp
506.469.716.920 dan Rp 571.474.008.318 dimana jumlah nilai Dana Alokasi
Umum mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, hal tersebut tidak diikuti
dengan meningkatnya nilai Belanja Modal pada tahun tersebut yaitu sebesar Rp
1.541.830.222.578 dan Rp 1.525.152.052.623.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Alokasi Khusus tidak
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Hal ini menunjukkan bahwa
83
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan setelah dilakukannya analisis data dan
pengujian mengenai Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal dapat ditarik kesimpulan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Pendapatan Asli Daerah secara parsial berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel Belanja Modal, karena Pendapatan Asli Daerah merupakan
salah satu komponen pendapatan daerah yang diandalkan untuk memenuhi
belanja suatu Pemerintah Daerah. Besar kecilnya nilai Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh pada tinggi rendahnya nilai Belanja Modal untuk suatu daerah
tersebut.
b. Variabel Dana Alokasi Umum secara parsial berpengaruh secara signifikan
terhadap variable Belanja Modal, karena Dana Alokasi Umum merupakan
komponen pendapatan daerah setelah Pendapatan Asli Daerah yang diandalkan
Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan belanja daerahnya. Besar
kecilnya nilai Dana Alokasi Umum berpengaruh pada tinggi rendahnya nilai
Belanja Modal untuk suatu daerah tersebut.
c. Variabel Dana Alokasi Khusus secara parsial tidak berpengaruh terhadap
variabel Belanja Modal, karena Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari
dana perimbangan yang secara absolute nilainya relatif kecil dan hanya
digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari
program yang menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Besar
kecilnya Dana Alokasi Khusus, tidak berpengaruh pada tinggi rendahnya
Belanja Modal.
d. Hasil Penelitian bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,645 atau sebesar
64,5%. Hal ini menunjukkan bahwa presentase pengaruh variabel independen
(Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus)
terhadap variabel dependen (Belanja Modal) sebesar 64,5%, sisanya 34,5%
84
85
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini atau
faktor-faktor lain yang terdiri dari Belanja Operasi, Produk Domestik Regional
Bruto, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Luas Wilayah, dan
Pertumbuhan Ekonomi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat diajukan
beberapa saran sebagai berikut :
a. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambahkan faktor-faktor
lain diluar dari penelitian ini agar diketahui varaiabel – variabel lain yang
dapat mempengaruhi Belanja Modal antara lain yaitu Luas wilayah,
Pertumbuhan Ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto, dan Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).
b. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperpanjang periode
penelitian dengan laporan keuangan pemerintah berbasis akrual sampai
periode tahun 2018 dikarenakan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Belum dapat terpublikasi, sehingga akan lebih menguatkan penelitian
yang diduga dapat mempengaruhi Belanja Modal.
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya,
diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak, antara lain:
1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dasar bagi peneliti
selanjutnya untuk meneliti tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
yang pengukurannya didasarkan pada atribut berbasis akuntansi
pemerintah, dan laporan realisasi anggaran.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai
faktor-faktor yang bisa mempengaruhi dalam pengalokasian anggaran
Belanja Modal bagi pemerintah daerah. Penelitian ini juga diharapkan
membantu pemerintah daerah maupun pusat dalam membuat anggaran
86
87
88
Dama, T. S., dkk. (2016). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi
Umum Terhadap Belanja Modal Di Kota Bitung 2003-2013. Jurnal Berkala
Ilmiah Efisiensi. Volume.16 No.3
Gerungan, H. P., dkk. (2017). “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus
Pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi
Utara)” dalam Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing Volume 8 Nomor 1.
Universitas Sam Ratulangi.
Ghozali, I. H., (2018). Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS
25, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Halim, A., & Kusufi, M. S. (2012). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta Selatan:
Salemba.
Jannah, R., dkk. (2017). “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil
(DBH) Terhadap Pengalokasian Belanja Modal (Studi Kasus Pemerintahan
Kabupaten Gresik Periode 2009-2015)” dalam Warta Ekonomi Volume 7
Nomor 17. Universitas Islam Malang.
Junaedy. (2015). Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Dana
Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah, Terhadap
Belanja Modal. Jurnal Future. 162.
Listiorini, L. (2012). Fenomena Fly Paper Effect Pada Dana Perimbangan Dan
Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota
Di Sumatera Utara, Jurnal Keuangan & Bisnis Program Studi Magister
Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan, hlm. 4(2), 111-126.
Pratiwi, A., dkk. (2017). “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi
Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Empiris
pada Pemerintah Kabupaten , Kota Se-Malang Raya)” dalam Jurnal Riset
Akuntansi Volume 6 Nomor 7. Universitas Islam Malang.
Raini, M. A., dkk. (2017). “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Realisasi Anggaran Belanja
Modal (Studi Empiris Pada Provinsi Se-Pulau Jawa Periode 2009-2014)”
dalam e-Proceeding of Management Volume 4 Nomor 2. Universitas
Telkom.
Saputri, M. A., & Muid, D. (2014). Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum
Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Pada
Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2011-2012. Diponegoro Journal of
Accounting, hlm. 3(2), 747-757.
Tuasikal, A. (2008). Pengaruh DAU, DAK, PAD, Dan PDRB Terhadap Belanja
Modal Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia , Jurnal Telaah
& Riset Akuntansi. Volume 1. No.2
90
Wiyono, A. S (2017). Hingga Juli 2017 serapan anggaran APBD Jabar sudah Rp
12,79 triliun. Diakses pada 14 Juli 2017, dari
https://www.merdeka.com/peristiwa/hingga-juli-2017-serapan-anggaran-
apbdajabar-sudah-rp-1279-triliun.html.
RIWAYAT HIDUP
PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Ciracas Jakarta-Timur 03 tahun lulus 2008
2. SMP Negeri 9 Ciracas Jakarta-Timur tahun lulus 2011
3. SMA Negeri 105 Ciracas Jakarta-Timur tahun lulus 2014
Strata Satu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan
Nasional “VETERAN” Jakarta Tahun lulus 2019
Lampiran 1
Daftar Sampel Penelitian
No. Nama Kabupaten/Kota
1 Provinsi Jawa Barat
2 Kabupaten Bandung
3 Kabupaten Bandung Barat
4 Kabupaten Bekasi
5 Kabupaten Bogor
6 Kabupaten Ciamis
7 Kabupaten Cianjur
8 Kabupaten Cirebon
9 Kabupaten Garut
10 Kabupaten Indramayu
11 Kabupaten Karawang
12 Kabupaten Kuningan
13 Kabupaten Majalengka
14 Kabupaten Pangandaran
15 Kabupaten Purwakarta
16 Kabupaten Subang
17 Kabupaten Sukabumi
18 Kabupaten Sumedang
19 Kabupaten Tasikmalaya
20 Kota Bandung
21 Kota Banjar
22 Kota Bekasi
23 Kota Bogor
24 Kota Cimahi
25 Kota Cirebon
26 Kota Depok
27 Kota Sukabumi
28 Kota Tasikmalaya
Lampiran 2
Data Sebelum Outlier Variabel Belanja Modal Tahun 2015-2017
No Nama Kabupaten/Kota Tahun Belanja Modal LN Belanja Modal
2015 2,298,676,125,205 28.46
1 Provinsi Jawa Barat 2016 2,859,355,623,361 28.68
2017 2,311,616,145,730 30.77
2015 708,464,526,697 27.29
2 Kabupaten Bandung 2016 569,467,789,003 27.07
2017 628,497,495,405 27.17
2015 374,320,053,732 26.65
3 Kabupaten Bandung Barat 2016 335,712,315,504 26.54
2017 400,093,042,859 26.71
2015 1,165,153,095,189 27.78
4 Kabupaten Bekasi 2016 1,302,248,458,477 27.90
2017 971,090,629,160 27.60
2015 1,459,647,299,638 28.01
5 Kabupaten Bogor 2016 1,541,830,222,578 28.06
2017 1,525,152,052,623 28.05
2015 492,668,741,650 26.92
6 Kabupaten Ciamis 2016 549,753,299,274 27.03
2017 452,171,458,810 26.84
2015 581,323,220,540 27.09
7 Kabupaten Cianjur 2016 616,244,510,821 27.15
2017 823,214,700,634 27.44
2015 439,768,587,939 26.81
8 Kabupaten Cirebon 2016 610,529,622,954 27.14
2017 609,568,213,960 27.14
2015 578,732,262,315 27.08
9 Kabupaten Garut 2016 597,238,158,316 27.12
2017 615,046,392,421 27.14
2015 713,948,024,551 27.29
10 Kabupaten Indramayu 2016 937,843,790,077 27.57
2017 776,090,158,448 27.38
2015 631,019,911,645 27.17
11 Kabupaten Karawang 2016 574,175,225,515 27.08
2017 745,196,437,547 27.34
2015 393,510,702,302 26.70
12 Kabupaten Kuningan 2016 328,557,462,480 26.52
2017 327,877,830,627 26.52
13 Kabupaten Majalengka 2015 672,132,609,304 27.23
2016 631,758,023,788 27.17
2017 605,772,199,991 27.13
2015 265,369,809,750 26.30
14 Kabupaten Pangandaran 2016 221,197,379,824 26.12
2017 426,921,890,626 26.78
2015 357,890,382,874 26.60
15 Kabupaten Purwakarta 2016 284,796,124,018 26.38
2017 416,588,905,660 26.76
2015 479,480,492,144 26.90
16 Kabupaten Subang 2016 524,265,605,647 26.99
2017 486,430,787,962 26.91
2015 508,051,546,242 26.95
17 Kabupaten Sukabumi 2016 551,260,603,873 27.04
2017 545,840,507,028 27.03
2015 557,223,725,256 27.05
18 Kabupaten Sumedang 2016 465,361,607,902 26.87
2017 498,572,941,044 26.94
2015 462,706,221,343 26.86
19 Kabupaten Tasikmalaya 2016 737,110,283,652 27.33
2017 566,130,224,362 27.06
2015 1,287,802,827,811 27.88
20 Kota Bandung 2016 1,254,021,785,263 27.86
2017 918,875,016,069 27.55
2015 194,774,353,115 26.00
21 Kota Banjar 2016 281,994,343,093 26.37
2017 215,242,342,160 26.10
2015 1,249,954,669,378 27.85
22 Kota Bekasi 2016 1,428,034,524,406 27.99
2017 1,236,086,622,628 27.84
2015 440,919,551,227 26.81
23 Kota Bogor 2016 552,484,517,036 27.04
2017 433,491,716,724 26.80
2015 180,783,092,416 25.92
24 Kota Cimahi 2016 275,139,538,669 26.34
2017 270,324,719,343 26.32
2015 264,561,671,148 26.30
25 Kota Cirebon 2016 297,984,371,898 26.42
2017 220,222,341,278 26.12
2015 615,731,792,480 27.15
26 Kota Depok 2016 1,018,655,640,157 27.65
2017 857,242,346,380 27.48
2015 166,212,543,933 25.84
27 Kota Sukabumi 2016 205,502,294,155 26.05
2017 217,077,378,623 26.10
2015 54,843,180,003 24.73
28 Kota Tasikmalaya 2016 387,625,598,910 26.68
2017 425,367,687,732 26.78
Maximum 2,859,355,623,361 30.77
Minimum 54,843,180,003 24.73
Mean 667,400,261,028 27.04
Lampiran 3
Data Sebelum Outlier Variabel Pendapatan Asli Daerah Tahun 2015-2017
Pendapatan Asli
No Nama Kabupaten/Kota Tahun LN Pendapatan Asli Daerah
Daerah
1 Provinsi Jawa Barat 2015 16,032,856,414,345 30.41
2016 17,042,895,113,672 30.47
2017 18,081,123,739,824 30.53
2 Kabupaten Bandung 2015 784,216,215,215 27.39
2016 856,514,244,254 27.48
2017 936,905,730,680 27.57
3 Kabupaten Bandung Barat 2015 314,621,268,982 26.47
2016 376,220,675,006 26.65
2017 609,916,387,808 27.14
4 Kabupaten Bekasi 2015 1,843,836,910,285 28.24
2016 1,917,814,673,704 28.28
2017 2,311,805,849,243 28.47
5 Kabupaten Bogor 2015 2,002,209,819,261 28.33
2016 2,292,175,674,801 28.46
2017 3,041,872,447,905 28.74
6 Kabupaten Ciamis 2015 180,304,950,790 25.92
2016 204,759,434,819 26.05
2017 223,076,019,908 26.13
7 Kabupaten Cianjur 2015 454,627,908,741 26.84
2016 455,156,876,756 26.84
2017 535,232,527,171 27.01
8 Kabupaten Cirebon 2015 478,690,101,565 26.89
2016 529,050,285,479 26.99
2017 779,337,852,277 27.38
9 Kabupaten Garut 2015 419,201,758,615 26.76
2016 385,312,223,031 26.68
2017 692,255,365,083 27.26
10 Kabupaten Indramayu 2015 346,871,269,287 26.57
2016 351,177,413,767 26.58
2017 577,594,379,049 27.08
11 Kabupaten Karawang 2015 1,056,535,776,486 27.69
2016 1,003,391,893,371 27.63
2017 1,398,309,963,116 27.97
12 Kabupaten Kuningan 2015 229,170,387,972 26.16
2016 253,441,689,733 26.26
2017 384,398,431,333 26.67
13 Kabupaten Majalengka 2015 283,735,799,231 26.37
2016 331,527,582,021 26.53
2017 513,783,824,021 26.97
14 Kabupaten Pangandaran 2015 64,506,109,613 24.89
2016 66,385,348,153 24.92
2017 83,591,302,088 25.15
15 Kabupaten Purwakarta 2015 331,073,426,247 26.53
2016 341,116,103,330 26.56
2017 472,480,560,976 26.88
16 Kabupaten Subang 2015 331,886,383,831 26.53
2016 360,621,618,141 26.61
2017 681,810,550,070 27.25
17 Kabupaten Sukabumi 2015 509,484,993,709 26.96
2016 548,936,312,987 27.03
2017 799,499,855,484 27.41
18 Kabupaten Sumedang 2015 327,369,262,021 26.51
2016 345,783,041,953 26.57
2017 553,257,332,797 27.04
19 Kabupaten Tasikmalaya 2015 186,487,256,315 25.95
2016 216,227,321,380 26.10
2017 401,502,016,966 26.72
20 Kota Bandung 2015 1,859,694,643,505 28.25
2016 2,152,755,704,962 28.40
2017 2,578,457,420,885 28.58
21 Kota Banjar 2015 119,829,130,610 25.51
2016 116,321,781,013 25.48
2017 125,454,618,137 25.56
22 Kota Bekasi 2015 1,497,596,390,244 28.03
2016 1,607,389,410,491 28.11
2017 1,988,356,922,192 28.32
23 Kota Bogor 2015 627,597,050,141 27.17
2016 783,873,587,219 27.39
2017 978,179,741,947 27.61
24 Kota Cimahi 2015 268,816,074,332 26.32
2016 288,049,815,484 26.39
2017 383,911,991,301 26.67
25 Kota Cirebon 2015 319,893,842,205 26.49
2016 363,117,732,284 26.62
2017 443,929,979,594 26.82
26 Kota Depok 2015 818,204,601,264 27.43
2016 922,297,784,280 27.55
2017 1,210,748,605,561 27.82
27 Kota Sukabumi 2015 276,845,561,835 26.35
2016 295,257,670,781 26.41
2017 359,024,019,506 26.61
28 Kota Tasikmalaya 2015 54,843,180,002 24.73
2016 254,532,699,375 26.26
2017 354,840,203,843 26.59
Maximum 18,081,123,739,824 30.53
Minimum 54,843,180,002 24.73
Mean 1,287,901,998,067 27.03
Lampiran 4
Data Sebelum Outlier Variabel Dana Umum Umum Tahun 2015-2017
No Nama Kabupaten/Kota Tahun Dana Alokasi Umum LN Dana Alokasi Umum
2015 1,303,654,355,000 27.90
1 Provinsi Jawa Barat 2016 1,248,112,171,860 27.85
2017 3,011,001,477,000 28.73
2015 1,957,538,845,000 28.30
2 Kabupaten Bandung 2016 2,096,677,101,000 28.37
2017 2,059,845,225,000 28.35
2015 1,030,024,270,000 27.66
3 Kabupaten Bandung Barat 2016 1,103,289,517,000 27.73
2017 1,088,137,605,000 27.72
2015 1,256,103,775,000 27.86
4 Kabupaten Bekasi 2016 1,173,508,044,000 27.79
2017 1,152,893,281,000 27.77
2015 2,163,439,062,000 28.40
5 Kabupaten Bogor 2016 1,917,780,234,000 28.28
2017 1,902,004,175,000 28.27
2015 1,156,989,995,000 27.78
6 Kabupaten Ciamis 2016 1,203,476,252,000 27.82
2017 1,182,335,044,000 27.80
2015 1,443,963,022,000 28.00
7 Kabupaten Cianjur 2016 1,569,946,984,000 28.08
2017 1,542,820,697,000 28.06
2015 1,431,944,562,000 27.99
8 Kabupaten Cirebon 2016 1,521,877,112,000 28.05
2017 1,495,142,625,000 28.03
2015 1,743,136,836,000 28.19
9 Kabupaten Garut 2016 1,808,709,871,000 28.22
2017 1,776,936,655,000 28.21
2015 1,287,606,401,000 27.88
10 Kabupaten Indramayu 2016 1,393,868,530,000 27.96
2017 1,369,382,742,000 27.95
2015 1,246,484,473,000 27.85
11 Kabupaten Karawang 2016 1,250,725,634,000 27.85
2017 1,239,740,020,000 27.85
2015 1,127,612,951,000 27.75
12 Kabupaten Kuningan 2016 1,218,601,913,000 27.83
2017 1,197,194,996,000 27.81
13 Kabupaten Majalengka 2015 1,115,055,702,000 27.74
2016 1,225,932,872,200 27.83
2017 1,204,397,174,000 27.82
2015 523,966,081,000 26.98
14 Kabupaten Pangandaran 2016 546,731,125,000 27.03
2017 538,882,193,000 27.01
2015 808,114,494,000 27.42
15 Kabupaten Purwakarta 2016 857,566,481,000 27.48
2017 850,227,151,000 27.47
2015 1,173,194,335,000 27.79
16 Kabupaten Subang 2016 1,305,618,887,000 27.90
2017 1,282,683,362,000 27.88
2015 1,496,070,332,000 28.03
17 Kabupaten Sukabumi 2016 1,595,761,459,000 28.10
2017 1,575,410,205,000 28.09
2015 1,118,845,812,000 27.74
18 Kabupaten Sumedang 2016 1,138,929,785,000 27.76
2017 1,119,198,604,000 27.74
2015 1,380,490,312,000 27.95
19 Kabupaten Tasikmalaya 2016 1,467,972,525,000 28.01
2017 1,442,184,968,000 28.00
2015 1,574,737,891,000 28.09
20 Kota Bandung 2016 1,672,456,589,000 28.15
2017 1,643,076,905,000 28.13
2015 352,697,608,000 26.59
21 Kota Banjar 2016 371,446,687,000 26.64
2017 368,153,288,000 26.63
2015 1,198,049,800,000 27.81
22 Kota Bekasi 2016 1,233,705,774,000 27.84
2017 1,212,033,531,000 27.82
2015 773,833,158,000 27.37
23 Kota Bogor 2016 806,089,544,000 27.42
2017 791,929,143,000 27.40
2015 548,703,908,000 27.03
24 Kota Cimahi 2016 586,582,418,000 27.10
2017 576,278,051,000 27.08
2015 577,764,436,000 27.08
25 Kota Cirebon 2016 588,109,947,000 27.10
2017 577,778,746,000 27.08
2015 879,459,283,000 27.50
26 Kota Depok 2016 865,880,956,000 27.49
2017 850,670,212,000 27.47
2015 487,739,457,000 26.91
27 Kota Sukabumi 2016 504,731,937,000 26.95
2017 495,865,420,000 26.93
2015 54,843,180,001 24.73
28 Kota Tasikmalaya 2016 794,021,856,000 27.40
2017 780.073.445.000 27.38
Maximum 3,011,001,477,000 28.73
Minimum 54,843,180,001 24.73
Mean 1,178,631,084,784 27.68
Lampiran 5
Data Sebelum Outlier Variabel Dana Alokasi Khusus Tahun 2015-2017
No Nama Kabupaten/Kota Tahun Dana Alokasi Khusus LN Dana Alokasi Khusus
2015 18,904,024,000 23.66
1 Provinsi Jawa Barat 2016 7,596,342,335,570 29.66
2017 9,118,920,857,912 29.84
2015 145,237,280,000 25.70
2 Kabupaten Bandung 2016 645,086,445,696 27.19
2017 640,594,364,941 27.19
2015 69,288,850,000 24.96
3 Kabupaten Bandung Barat 2016 280,844,831,013 26.36
2017 407,597,091,976 26.73
2015 68,497,224,000 24.95
4 Kabupaten Bekasi 2016 328,114,724,398 26.52
2017 37,755,499,000 24.35
2015 198,148,350,000 26.01
5 Kabupaten Bogor 2016 506,469,716,920 26.95
2017 571,474,008,174 27.07
2015 127,601,320,000 25.57
6 Kabupaten Ciamis 2016 136,076,011,000 25.64
2017 458,200,018,318 26.85
2015 213,519,890,000 26.09
7 Kabupaten Cianjur 2016 502,316,902,323 26.94
2017 576,310,133,366 27.08
2015 185,706,720,000 25.95
8 Kabupaten Cirebon 2016 537,444,777,031 27.01
2017 481,489,381,512 26.90
2015 161,396,160,000 25.81
9 Kabupaten Garut 2016 505,214,401,666 26.95
2017 683,363,164,345 27.25
2015 198,973,500,000 26.02
10 Kabupaten Indramayu 2016 455,873,826,500 26.85
2017 419,600,175,995 26.76
2015 132,377,270,000 25.61
11 Kabupaten Karawang 2016 342,419,636,006 26.56
2017 461,001,483,506 26.86
2015 191,993,650,000 25.98
12 Kabupaten Kuningan 2016 420,101,563,913 26.76
2017 450,231,021,475 26.83
13 Kabupaten Majalengka 2015 165,681,200,000 25.83
2016 399,298,472,329 26.71
2017 394,255,098,380 26.70
2015 58,670,584,000 24.80
14 Kabupaten Pangandaran 2016 96,909,698,000 25.30
2017 207,463,958,983 26.06
2015 43,955,320,000 24.51
15 Kabupaten Purwakarta 2016 117,353,333,,003 25.49
2017 140,709,738,827 25.67
2015 115,327,040,000 25.47
16 Kabupaten Subang 2016 321,298,682,859 26.50
2017 391,370,244,426 26.69
2015 150,818,730,000 25.74
17 Kabupaten Sukabumi 2016 466,836,534,008 26.87
2017 213,280,953,106 26.09
2015 79,121,050,000 25.09
18 Kabupaten Sumedang 2016 378,344,439,249 26.66
2017 379,742,961,862 26.66
2015 189,429,170,000 25.97
19 Kabupaten Tasikmalaya 2016 535,900,070,409 27.01
2017 567,743,243,148 27.06
2015 17,709,340,000 23.60
20 Kota Bandung 2016 455,654,078,000 26.84
2017 345,608,315,944 26.57
2015 28,262,672,000 24.06
21 Kota Banjar 2016 125,905,675,621 25.56
2017 92,770,745,900 25.25
2015 31,389,560,000 24.17
22 Kota Bekasi 2016 265,959,301,107 26.31
2017 280,546,382,363 26.36
2015 8,616,560,000 22.88
23 Kota Bogor 2016 194,681,619,028 25.99
2017 190,013,867,775 25.97
2015 33,621,040,000 24.24
24 Kota Cimahi 2016 129,106,513,000 25.58
2017 166,904,169,310 25.84
2015 141,699,660,000 25.68
25 Kota Cirebon 2016 206,918,604,124 26.06
2017 161,933,473,759 25.81
2015 22,507,760,000 23.84
26 Kota Depok 2016 146,928,457,500 25.71
2017 206,582,548,121 26.05
2015 36,047,030,000 24.31
27 Kota Sukabumi 2016 134,870,734,592 25.63
2017 137,291,389,774 25.65
2015 54,843,180,000 24.73
28 Kota Tasikmalaya 2016 213,291,866,862 26.09
2017 259.052.134.674 26.28
Maximum 9,118,920,857,912 29.84
Minimum 8,616,560,000 22.88
Mean 456,101,321,280 26.02
Lampiran 6
Data Sesudah Outlier Variabel Belanja Modal Tahun 2015-2017
No Nama Kabupaten/Kota Tahun Belanja Modal LN Belanja Modal
1 Kabupaten Bandung 2015 708,464,526,697 27.29
2016 569,467,789,003 27.07
2017 628,497,495,405 27.17
2 Kabupaten Bandung Barat 2015 374,320,053,732 26.65
2016 335,712,315,504 26.54
2017 400,093,042,859 26.71
3 Kabupaten Bekasi 2015 1,165,153,095,189 27.78
2016 1,302,248,458,477 27.90
2017 971,090,629,160 27.60
4 Kabupaten Bogor 2015 1,459,647,299,638 28.01
2016 1,541,830,222,578 28.06
2017 1,525,152,052,623 28.05
5 Kabupaten Ciamis 2015 492,668,741,650 26.92
2016 549,753,299,274 27.03
2017 452,171,458,810 26.84
6 Kabupaten Cianjur 2015 581,323,220,540 27.09
2016 616,244,510,821 27.15
2017 823,214,700,634 27.44
7 Kabupaten Cirebon 2015 439,768,587,939 26.81
2016 610,529,622,954 27.14
2017 609,568,213,960 27.14
8 Kabupaten Garut 2015 578,732,262,315 27.08
2016 597,238,158,316 27.12
2017 615,046,392,421 27.14
9 Kabupaten Indramayu 2015 713,948,024,551 27.29
2016 937,843,790,077 27.57
2017 776,090,158,448 27.38
10 Kabupaten Karawang 2015 631,019,911,645 27.17
2016 574,175,225,515 27.08
2017 745,196,437,547 27.34
11 Kabupaten Kuningan 2015 393,510,702,302 26.70
2016 328,557,462,480 26.52
2017 327,877,830,627 26.52
12 Kabupaten Majalengka 2015 672,132,609,304 27.23
2016 631,758,023,788 27.17
2017 605,772,199,991 27.13
13 Kabupaten Pangandaran 2017 265,369,809,750 26.30
14 Kabupaten Purwakarta 2015 357,890,382,874 26.60
2016 284,796,124,018 26.38
2017 416,588,905,660 26.76
15 Kabupaten Subang 2015 479,480,492,144 26.90
2016 524,265,605,647 26.99
2017 486,430,787,962 26.91
16 Kabupaten Sukabumi 2015 508,051,546,242 26.95
2016 551,260,603,873 27.04
2017 545,840,507,028 27.03
17 Kabupaten Sumedang 2015 557,223,725,256 27.05
2016 465,361,607,902 26.87
2017 498,572,941,044 26.94
18 Kabupaten Tasikmalaya 2015 462,706,221,343 26.86
2016 737,110,283,652 27.33
2017 566,130,224,362 27.06
19 Kota Bandung 2016 1,254,021,785,263 27.86
2017 918,875,016,069 27.55
20 Kota Bekasi 2016 1,428,034,524,406 27.99
2017 1,236,086,622,628 27.84
21 Kota Bogor 2016 552,484,517,036 27.04
2017 433,491,716,724 26.80
22 Kota Cimahi 2016 275,139,538,669 26.34
2017 270,324,719,343 26.32
23 Kota Cirebon 2015 264,561,671,148 26.30
2016 297,984,371,898 26.42
2017 220,222,341,278 26.12
24 Kota Depok 2016 1,018,655,640,157 27.65
2017 857,242,346,380 27.48
25 Kota Sukabumi 2016 205,502,294,155 26.05
2017 217,077,378,623 26.10
26 Kota Tasikmalaya 2016 387,625,598,910 26.68
2017 425,367,687,732 26.78
Maximum 1,541,830,222,578 28.06
Minimum 205,502,294,155 26.05
Mean 626,892,696,608 27.04
Lampiran 7
Data Sesudah Outlier Variabel Pendapatan Asli Daerah Tahun 2015-2017
Pendapatan Asli
No Nama Kabupaten/Kota Tahun LN Pendapatan Asli Daerah
Daerah
1 Kabupaten Bandung 2015 784,216,215,215 27.39
2016 856,514,244,254 27.48
2017 936,905,730,680 27.57
Kabupaten Bandung
2 2015 314,621,268,982 26.47
Barat
2016 376,220,675,006 26.65
2017 609,916,387,808 27.14
3 Kabupaten Bekasi 2015 1,843,836,910,285 28.24
2016 1,917,814,673,704 28.28
2017 2,311,805,849,243 28.47
4 Kabupaten Bogor 2015 2,002,209,819,261 28.33
2016 2,292,175,674,801 28.46
2017 3,041,872,447,905 28.74
5 Kabupaten Ciamis 2015 180,304,950,790 25.92
2016 204,759,434,819 26.05
2017 223,076,019,908 26.13
6 Kabupaten Cianjur 2015 454,627,908,741 26.84
2016 455,156,876,756 26.84
2017 535,232,527,171 27.01
7 Kabupaten Cirebon 2015 478,690,101,565 26.89
2016 529,050,285,479 26.99
2017 779,337,852,277 27.38
8 Kabupaten Garut 2015 419,201,758,615 26.76
2016 385,312,223,031 26.68
2017 692,255,365,083 27.26
9 Kabupaten Indramayu 2015 346,871,269,287 26.57
2016 351,177,413,767 26.58
2017 577,594,379,049 27.08
10 Kabupaten Karawang 2015 1,056,535,776,486 27.69
2016 1,003,391,893,371 27.63
2017 1,398,309,963,116 27.97
11 Kabupaten Kuningan 2015 229,170,387,972 26.16
2016 253,441,689,733 26.26
2017 384,398,431,333 26.67
12 Kabupaten Majalengka 2015 283,735,799,231 26.37
2016 331,527,582,021 26.53
2017 513,783,824,021 26.97
13 Kabupaten Pangandaran 2017 83,591,302,088 25.15
14 Kabupaten Purwakarta 2015 331,073,426,247 26.53
2016 341,116,103,330 26.56
2017 472,480,560,976 26.88
15 Kabupaten Subang 2015 331,886,383,831 26.53
2016 360,621,618,141 26.61
2017 681,810,550,070 27.25
16 Kabupaten Sukabumi 2015 509,484,993,709 26.96
2016 548,936,312,987 27.03
2017 799,499,855,484 27.41
17 Kabupaten Sumedang 2015 327,369,262,021 26.51
2016 345,783,041,953 26.57
2017 553,257,332,797 27.04
18 Kabupaten Tasikmalaya 2015 186,487,256,315 25.95
2016 216,227,321,380 26.10
2017 401,502,016,966 26.72
19 Kota Bandung 2016 2,152,755,704,962 28.40
2017 2,578,457,420,885 28.58
20 Kota Bekasi 2016 1,607,389,410,491 28.11
2017 1,988,356,922,192 28.32
21 Kota Bogor 2016 783,873,587,219 27.39
2017 978,179,741,947 27.61
22 Kota Cimahi 2016 288,049,815,484 26.39
2017 383,911,991,301 26.67
23 Kota Cirebon 2015 319,893,842,205 26.49
2016 363,117,732,284 26.62
2017 443,929,979,594 26.82
24 Kota Depok 2016 922,297,784,280 27.55
2017 1,210,748,605,561 27.82
25 Kota Sukabumi 2016 295,257,670,781 26.41
2017 359,024,019,506 26.61
26 Kota Tasikmalaya 2016 254,532,699,375 26.26
2017 354,840,203,843 26.59
Maximum 3,041,872,447,905 28.74
Minimum 83,591,302,088 25.15
Mean 741,026,059,145 27.03
Lampiran 8
Data Sesudah Outlier Variabel Dana Alokasi Umum Tahun 2015-2017
No Nama Kabupaten/Kota Tahun Dana Alokasi Umum LN Dana Alokasi Umum
1 Kabupaten Bandung 2015 1,957,538,845,000 28.30
2016 2,096,677,101,000 28.37
2017 2,059,845,225,000 28.35
2 Kabupaten Bandung Barat 2015 1,030,024,270,000 27.66
2016 1,103,289,517,000 27.73
2017 1,088,137,605,000 27.72
3 Kabupaten Bekasi 2015 1,256,103,775,000 27.86
2016 1,173,508,044,000 27.79
2017 1,152,893,281,000 27.77
4 Kabupaten Bogor 2015 2,163,439,062,000 28.40
2016 1,917,780,234,000 28.28
2017 1,902,004,175,000 28.27
5 Kabupaten Ciamis 2015 1,156,989,995,000 27.78
2016 1,203,476,252,000 27.82
2017 1,182,335,044,000 27.80
6 Kabupaten Cianjur 2015 1,443,963,022,000 28.00
2016 1,569,946,984,000 28.08
2017 1,542,820,697,000 28.06
7 Kabupaten Cirebon 2015 1,431,944,562,000 27.99
2016 1,521,877,112,000 28.05
2017 1,495,142,625,000 28.03
8 Kabupaten Garut 2015 1,743,136,836,000 28.19
2016 1,808,709,871,000 28.22
2017 1,776,936,655,000 28.21
9 Kabupaten Indramayu 2015 1,287,606,401,000 27.88
2016 1,393,868,530,000 27.96
2017 1,369,382,742,000 27.95
10 Kabupaten Karawang 2015 1,246,484,473,000 27.85
2016 1,250,725,634,000 27.85
2017 1,239,740,020,000 27.85
11 Kabupaten Kuningan 2015 1,127,612,951,000 27.75
2016 1,218,601,913,000 27.83
2017 1,197,194,996,000 27.81
12 Kabupaten Majalengka 2015 1,115,055,702,000 27.74
2016 1,225,932,872,200 27.83
2017 1,204,397,174,000 27.82
13 Kabupaten Pangandaran 2017 538,882,193,000 27.01
14 Kabupaten Purwakarta 2015 808,114,494,000 27.42
2016 857,566,481,000 27.48
2017 850,227,151,000 27.47
15 Kabupaten Subang 2015 1,173,194,335,000 27.79
2016 1,305,618,887,000 27.90
2017 1,282,683,362,000 27.88
16 Kabupaten Sukabumi 2015 1,496,070,332,000 28.03
2016 1,595,761,459,000 28.10
2017 1,575,410,205,000 28.09
17 Kabupaten Sumedang 2015 1,118,845,812,000 27.74
2016 1,138,929,785,000 27.76
2017 1,119,198,604,000 27.74
18 Kabupaten Tasikmalaya 2015 1,380,490,312,000 27.95
2016 1,467,972,525,000 28.01
2017 1,442,184,968,000 28.00
19 Kota Bandung 2016 1,672,456,589,000 28.15
2017 1,643,076,905,000 28.13
20 Kota Bekasi 2016 1,233,705,774,000 27.84
2017 1,212,033,531,000 27.82
21 Kota Bogor 2016 806,089,544,000 27.42
2017 791,929,143,000 27.40
22 Kota Cimahi 2016 586,582,418,000 27.10
2017 576,278,051,000 27.08
23 Kota Cirebon 2015 577,764,436,000 27.08
2016 588,109,947,000 27.10
2017 577,778,746,000 27.08
24 Kota Depok 2016 865,880,956,000 27.49
2017 850,670,212,000 27.47
25 Kota Sukabumi 2016 504,731,937,000 26.95
2017 495,865,420,000 26.93
26 Kota Tasikmalaya 2016 794,021,856,000 27.40
2017 780.073.445.000 27.38
Maximum 2,163,439,062,000 28.40
Minimum 495,865,420,000 26.93
Mean 1,243,871,331,871 27.78
Lampiran 9
Data Sesudah Outlier Variabel Dana Alokasi Khusus Tahun 2015-2017
No Nama Kabupaten/Kota Tahun Dana Alokasi Khusus LN Dana Alokasi Khusus
1 Kabupaten Bandung 2015 145,237,280,000 25.70
2016 645,086,445,696 27.19
2017 640,594,364,941 27.19
2 Kabupaten Bandung Barat 2015 69,288,850,000 24.96
2016 280,844,831,013 26.36
2017 407,597,091,976 26.73
3 Kabupaten Bekasi 2015 68,497,224,000 24.95
2016 328,114,724,398 26.52
2017 37,755,499,000 24.35
4 Kabupaten Bogor 2015 198,148,350,000 26.01
2016 506,469,716,920 26.95
2017 571,474,008,174 27.07
5 Kabupaten Ciamis 2015 127,601,320,000 25.57
2016 136,076,011,000 25.64
2017 458,200,018,318 26.85
6 Kabupaten Cianjur 2015 213,519,890,000 26.09
2016 502,316,902,323 26.94
2017 576,310,133,366 27.08
7 Kabupaten Cirebon 2015 185,706,720,000 25.95
2016 537,444,777,031 27.01
2017 481,489,381,512 26.90
8 Kabupaten Garut 2015 161,396,160,000 25.81
2016 505,214,401,666 26.95
2017 683,363,164,345 27.25
9 Kabupaten Indramayu 2015 198,973,500,000 26.02
2016 455,873,826,500 26.85
2017 419,600,175,995 26.76
10 Kabupaten Karawang 2015 132,377,270,000 25.61
2016 342,419,636,006 26.56
2017 461,001,483,506 26.86
11 Kabupaten Kuningan 2015 191,993,650,000 25.98
2016 420,101,563,913 26.76
2017 450,231,021,475 26.83
12 Kabupaten Majalengka 2015 165,681,200,000 25.83
2016 399,298,472,329 26.71
2017 394,255,098,380 26.70
13 Kabupaten Pangandaran 2017 207,463,958,983 26.06
14 Kabupaten Purwakarta 2015 43,955,320,000 24.51
2016 117,353,333,,003 25.49
2017 140,709,738,827 25.67
15 Kabupaten Subang 2015 115,327,040,000 25.47
2016 321,298,682,859 26.50
2017 391,370,244,426 26.69
16 Kabupaten Sukabumi 2015 150,818,730,000 25.74
2016 466,836,534,008 26.87
2017 213,280,953,106 26.09
17 Kabupaten Sumedang 2015 79,121,050,000 25.09
2016 378,344,439,249 26.66
2017 379,742,961,862 26.66
18 Kabupaten Tasikmalaya 2015 189,429,170,000 25.97
2016 535,900,070,409 27.01
2017 567,743,243,148 27.06
19 Kota Bandung 2016 455,654,078,000 26.84
2017 345,608,315,944 26.57
20 Kota Bekasi 2016 265,959,301,107 26.31
2017 280,546,382,363 26.36
21 Kota Bogor 2016 194,681,619,028 25.99
2017 190,013,867,775 25.97
22 Kota Cimahi 2016 129,106,513,000 25.58
2017 166,904,169,310 25.84
23 Kota Cirebon 2015 141,699,660,000 25.68
2016 206,918,604,124 26.06
2017 161,933,473,759 25.81
24 Kota Depok 2016 146,928,457,500 25.71
2017 206,582,548,121 26.05
25 Kota Sukabumi 2016 134,870,734,592 25.63
2017 137,291,389,774 25.65
26 Kota Tasikmalaya 2016 213,291,866,862 26.09
2017 259.052.134.674 26.28
Maximum 683,363,164,345 27.25
Minimum 37,755,499,000 24.35
Mean 299,386,377,342 26.22
Lampiran 10
Hasil Pengelolaan Data SPSS
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 ,893a ,797 ,783 ,34818
a. Predictors: (Constant), DBH, DAK, PAD, DAU
b. Dependent Variable: BM
Model T Sig.
1 (Constant) ,735 ,465
PAD 6,565 ,000
DAU 5,083 ,000
DAK -,414 ,680
a. Dependent Variable: BM
(Lanjutan)
Hasil Pengelolaan Data SPSS