Вы находитесь на странице: 1из 34

PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN:

DETERMINAN DAN KONSEKUENSI

LILIK HANDAJANI
Universitas Mataram
BAMBANG SUBROTO
SUTRISNO T.
ERWIN SARASWATI
Universitas Brawijaya

Abstract
This study examines the effect of managerial entrenchment, board diversity
and corporate governance on CSR disclosure, and the role of intangible
resources in mediating the relationship between corporate social disclosure
and corporate financial performance. The testing was held on 151 high-
profile companies listed in Indonesia Stock Exchange that perform CSR
disclosure in the annual report and sustainability report during the period
2010-2012 using the structural model analysis. The research findings
showed that CSR disclosure is influenced by corporate governance and
managerial entrenchment strategy, but is not affected by board diversity.
Other findings indicate that the positive effect of intangible resource in
mediating the relationship between CSR disclosure and financial
performance at one and two years ahead. Research findings point to a
bright side of stakeholder approach to corporate governance models as an
important pillar for sustainable corporate social responsibility. Research
implication leads to a challenge for corporate to integrate the objective of
business entity with sustainability concern by internalized CSR which not
only able to develop competitive advantage and to enhance brand
differentiation to gain financial performance, but also strengthening long-
term sustainability performance.

Keywords: board diversity, corporate financial performance, corporate


governance, CSR disclosure, intangible resource, managerial
entrenchment

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh managerial entrenchment, board
diversity dan corporate governance terhadap pengungkapan CSR, serta
peran sumberdaya tanwujud dalam memediasi hubungan antara
pengungkapan CSR dan kinerja keuangan. Pengujian dilakukan pada 151
perusahaan high profile tercatat di Bursa Efek Indonesia yang melakukan
pengungkapan CSR pada laporan tahunan dan laporan keberlanjutan
perusahaan selama periode 2010-2012 dengan menggunakan analisis model
struktural. Hasil penelitian menunjukkan pengungkapan CSR dipengaruhi
corporate governance dan strategi managerial entrenchment, namun tidak
dipengaruhi oleh board diversity. Temuan lain menunjukkan intangible
resource berpengaruh positif dalam memediasi hubungan antara
pengungkapan CSR dan kinerja keuangan pada satu dan dua tahun ke
depan. Implikasi penelitian ini mengarah pada peran krusial pendekatan
stakeholder model dalam corporate governance sebagai pilar penting bagi
tanggung jawab sosial perusahaan yang berkelanjutan. Tantangan bagi
korporasi untuk mampu mengintegrasikan tujuan entitas bisnis dengan
tuntutan keberlanjutan dengan menginternalisasikan tanggung jawab sosial
perusahaan yang tidak hanya mampu menciptakan keunggulan kompetitif
dan menegaskan brand differentiation perusahaan untuk perbaikan kinerja
keuangan, namun juga perbaikan kinerja keberlanjutan perusahaan dalam
jangka panjang.

Kata Kunci: board diversity, corporate governance, kinerja keuangan,


managerial entrenchment, pengungkapan CSR, sumberdaya
tanwujud
1. Pendahuluan
Seiring dengan isu keberlanjutan (sustainability) dan meningkatnya tuntutan
masyarakat luas terhadap akuntabilitas bisnis dan praktik bisnis yang lebih etis, praktik
tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) semakin
berkembang dan menjadi komponen dari strategi korporasi dan instrumen yang krusial
untuk meminimalisasi konflik di antara para stakeholder (Beccheti et al., 2012).
Perusahaan diharapkan mampu menyeimbangkan kebutuhan sosial dan pertumbuhan
ekonomi melalui peran strategik dan kompetitif dari tanggung jawab sosial perusahaan
untuk keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang (Dincer, 2011) sehingga
investasi dalam CSR perlu dipertimbangkan menjadi bagian dari kebijakan dan strategi
perusahaan. Investasi CSR melibatkan diskresi manajemen dan kepentingan
shareholder maupun stakeholder lainnya, yang memerlukan governance sebagai
mekanisme akuntabilitas, serta peran pengawasan board diversity.
Argumentasi konvensional tentang investasi CSR menyatakan perolehan laba
tetap tujuan utama perusahaan, karena tanpa laba tidak akan ada sumberdaya untuk
kegiatan CSR (Robins, 2005). Inisiatif CSR menimbulkan biaya tambahan yang tidak
menguntungkan posisi keuangan perusahaan (Ullman, 1985), karena perusahaan akan
menghadapi competitive disadvantage yang akan mengurangi laba dan kesejahteraan
shareholder (Waddock dan Graves, 1997). Kontradiktif dengan pandangan sebelumnya,
perusahaan yang melakukan CSR justru cenderung mempunyai laba yang meningkat
(Ekatah et al., 2011; Vershoor dan Murphy, 2002), karena peningkatan hubungan
dengan key stakeholders memungkinkan perusahaan mendapatkan manfaat keuangan
dari CSR dan keputusan bisnis yang dilandasi dengan kesadaran lingkungan akan
mengurangi pemborosan biaya (Lin et al, 2009). Argumentasi berbeda mengungkapkan
antara CSR dan kinerja keuangan merupakan hubungan tidak langsung (Surroca et al.,
2010) dan specific context perlu dipertimbangkan sehingga faktor organisasi (seperti
strategi dan sumberdaya perusahaan) dan faktor lingkungan secara bersamaan harus
dipertimbangkan (Lin et al., 2009).
Corporate governance mempunyai implikasi penting dalam isu keberlanjutan.
Setelah skandal Enron, perspektif corporate governance telah diperluas dari fokus
tradisional agency problem menjadi gabungan yang kompleks atas etika, akuntabilitas,
transparansi dan pengungkapan (Gill, 2008). Perubahan perspektif value-based
governance telah menginternalisasikan visi dan filosofi korporasi dari pendekatan
akuntabilitas untuk maksimalisasi nilai stakeholder jangka pendek, menjadi strategi
keberlanjutan jangka panjang (Bondy et al.,2008; Money dan Schepers, 2007).
Kenyataannya governance dalam perusahaan lebih merefleksikan kepentingan dari
shareholder dan bukan stakeholder lainnya (Frankental, 2001). Sebagian besar praktik
corporate governance pada emerging economies, terutama hanya didesain untuk
memecahkan konflik antara shareholder dan manajemen, dan bukan konflik antara
shareholder pengendali dan minoritas, serta board of director kurang independen dalam
mengendalikan shareholder (Chen et al., 2011).
Upaya mengintegrasikan konsep CSR mengarah pada perubahan perspektif
terkait dengan hubungan principal-agent yang lebih komplek dan perubahan dari nilai
stakeholder jangka pendek menjadi penciptaan keberlanjutan. Kenyataannya CSR
merupakan sekumpulan praktik kesukarelaan, ad hoc dan diskresioner (Brammer et
al.,2012), yang lebih menghasilkan keuntungan bagi manajemen daripada manfaat
keuangan bagi shareholder (Brammer dan Millington, 2008). Praktik CSR lebih
dilandasi oleh tujuan pencapaian economic return untuk maksimalisasi laba, tetapi
tidak didukung oleh nilai instrinsik dan perhatian moral (Rais dan Goedegebuure,
2009). Saat manajer menggunakan kekuatan diskresionernya untuk kepentingan terbaik
perusahaan dan stakeholder dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebaliknya, ketika
manajer menggunakan kewenangannya untuk tujuan self-serving dengan memilih
kebijakan (discretionary choice) yang menguntungkan kepentingannya, maka kegiatan
CSR dapat berdampak negatif terhadap kinerja keuangan (Cennamo et al., 2009).
Dalam implementasi CSR, board of director perusahaan berperan krusial untuk
memutuskan strategi dan kebijakan CSR (Fernandez-Feijoo et al., 2012). Kurangnya
keberagaman dan board yang homogen cenderung menjadi faktor penting yang
menyebabkan kegagalan dan lemahnya governance secara umum (Brown et al., 2002).
Sebaliknya, dengan keberagaman dalam company board menunjukkan peningkatan
representasi pandangan moral dan etika dalam proses pengambilan keputusan,
mengurangi myopic decision-making, meningkatkan gagasan baru dan pemecahan
masalah yang lebih baik, serta memperbaiki perencanaan strategis dan akuntabilitas
(Arfken et al., 2004). Apabila board diversity dikelola dengan baik akan dapat
memperbaiki pengambilan keputusan dan meningkatkan citra perusahaan melalui
komitmen kesetaraan kesempatan (Rhode dan Packel, 2010).
Studi ini dimotivasi oleh berkembangnya pelaporan tanggung jawab sosial
perusahaan secara luas oleh perusahaan dan tekanan regulasi yang menstimulasi
pelaksanaan CSR. Tindakan CSR ini semakin memperluas konflik agency antara
manajer dengan shareholder dan stakeholder lainnya yang melibatkan tujuan finansial
jangka pendek dan tujuan keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang. Kebutuhan
untuk mengeksplorasi lebih lanjut peran board diversity dan pengembangan rerangka
corporate governance yang diperluas (enlarged corporate governance) menjadi isu
penting mengenai peran perusahaan dalam mewujudkan gagasan tentang tanggung
jawab sosial, serta memposisikan kembali peran corporate governance sebagai
mekanisme akuntabilitas dalam mengintegrasikan tujuan tanggung jawab sosial
perusahaan. Eksplorasi peran board diversity diperlukan untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan, serta perumusan kebijakan dan strategi tanggung jawab sosial
perusahaan. Studi ini bertujuan menginvestigasi pemahaman tentang tanggung jawab
sosial perusahaan dari perspektif managerial entrenchment, board diversity dan
corporate governance, serta konsekuensinya terhadap kinerja keuangan dengan
mengekplorasi peran potensial sumberdaya tanwujud (intangible resource).

2. RerangkaTeoretis dan Pengembangan Hipotesis


2.1.Managerial Entrenchment dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Perspektif agency theory memandang manajer sebagai agent yang dapat membuat
keputusan yang menguntungkan kepentingannya, namun dapat merugikan kepentingan
principal maupun stakeholder lainnya. Manajer oportunis tidak akan bertindak untuk
kepentingan terbaik bagi perusahaan, dan perilaku self serving ini akan semakin
meningkat pada perusahaan dengan governance yang lemah tanpa mekanisme
pengawasan dan pengendalian yang efektif. Ketika manajer tidak dapat menciptakan
value yang cukup bagi perusahaan, maka mekanisme pengendalian dari outsider seperti
takeover dapat mengancam posisi manajer. Sebagai upaya untuk menghindari takeover
manajer mengadopsi inisiatif bertahan (entrenchment initiatives) yang mampu
menciptakan nilai jangka panjang (Walsh dan Seward, 1990) sebagai strategi
entrenchment yang lebih powerful (Surroca dan Tribo, 2008), dengan memberikan
perhatian terhadap aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat memuaskan
kepentingan stakeholders (Pagano dan Volpin, 2005).
Argumentasi sejalan mengemukakan bahwa managerial opportunism hypothesis
berkaitan dengan moral hazard dan menjadi bagian dari strategi entrenchment bagi
manajer oportunis. Ketika terjadi peningkatan kinerja keuangan, maka investasi CSR
akan dikurangi untuk mengejar pencapaian jangka pendek yang menguntungkan bagi
pemegang saham dan keuntungan kontraktual manajer. Sebaliknya, ketika terjadi
penurunan laba manajer akan melakukan investasi CSR yang berlebihan (Wissink,
2012), untuk memberikan justifikasi bahwa terjadinya penurunan kinerja keuangan
disebabkan peningkatan investasi pada domain sosial (Goss dan Roberts, 2009). Studi
lainnya mengemukakan bahwa dorongan utama praktik tanggung jawab sosial
perusahaan adalah manfaat ekonomi (Zu dan Song, 2009), dan manajer cenderung
membangun hubungan baik dengan stakeholder tertentu yang dapat memberikan
pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan (Chung et al., 2010).
Keputusan untuk melakukan peningkatan atau pengurangan investasi dalam tanggung
jawab sosial perusahaan digunakan sebagai strategy entrenchment oleh manajer
oportunis untuk memperoleh dukungan dari stakeholders dan mempertahankan
posisinya dalam perusahaan. Berdasarkan argumentasi tersebut, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut :
H 1 : managerial entrenchment mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan

2.2. Board Diversity dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Argumentasi resource dependence theory memberikan pemahaman bahwa
organisasi mempunyai kemampuan untuk mengendalikan lingkungan ekternal
perusahaan dengan memilih sumberdaya yang dibutuhkan agar tetap survive (Pfeffer
dan Salancik (1978) sebagaimana dikutip dari Osemeke, 2012). Implikasi penting dalam
pemilihan sumberdaya ini diwujudkan dalam peran dan struktur board sebagai
mekanisme untuk membentuk hubungan dengan lingkungan eksternal (Duztas, 2008),
yang diharapkan dapat membawa sekumpulan pengetahuan, pengalaman, gagasan dan
hubungan professional (Carpenter et al., 2004).
Beberapa studi mengungkapkan bahwa representasi keberagaman dalam dewan
komisaris (board diversity) mampu mendorong budaya etis korporasi dan mengurangi
kecurangan sehingga dapat menurunkan agency cost (Corkery dan Taylor, 2012). Board
diversity memungkinkan peningkatan pemahaman yang lebih baik terhadap posisi pasar
perusahaan, kenaikan kreativitas dan inovasi serta pemecahan masalah yang lebih
efektif (Carter et al., 2003). Lebih jauh lagi, board diversity dapat memperbaiki
hubungan global yang lebih efektif dan meningkatkan independensi boards, karena
perbedaan gender, etnis atau latar belakang budaya dapat memberikan wawasan dan
perspektif yang lebih baik (Arfken et al., 2004).
Tugas dewan komisaris untuk melindungi kepentingan stakeholder perusahaan
serta mampu merepresentasikan kebutuhan dan kepentingan stakeholder, dan ini
menjadi alasan bahwa dewan seharusnya terdiri dari anggota yang merupakan
representasi dari stakeholder (Huse dan Rindova, 2001). Eksplorasi board diversity
memungkinkan keberagaman perspektif yang mengarah tidak hanya orientasi jangka
pendek berkaitan dengan pencapaian kinerja keuangan, tetapi juga perspektif jangka
panjang untuk keberlanjutan perusahaan. Namun demikian, pada sisi lain board
diversity juga memungkinkan terjadinya free riders (Uwuigbe et al., 2011) dan
berpotensi menimbulkan masalah dalam komunikasi dan koordinasi dalam dewan
komisaris, serta menurunnya kemampuan dewan pengelolaan dalam merumuskan
kebijakan strategis seperti tanggung jawab sosial. Berdasarkan argumentasi tersebut,
maka diajukan hipotesis sebagai berikut :
H2 : board diversity mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

2.3. Corporate Governance dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Perspektif stakeholder theory menjelaskan peran perusahaan dalam hubungannya


dengan sekumpulan stakeholder, dan untuk dapat memenuhi kepentingan stakeholders
harus berhadapan perbedaan kepentingan di antara stakeholders. Corporate governance
berperan mengatur kesetaraan hubungan di antara stakeholder sehingga perusahaan
tidak hanya mengutamakan kepentingan shareholder saja tetapi diharapkan mampu
menyetarakan beragam kepentingan stakeholders. Dengan demikian mekanisme
corporate governance diharapkan tidak hanya mampu mengatasi agency problem,
namun mampu menciptakan nilai untuk keberlanjutan perusahaan jangka panjang.
Pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan melibatkan pengungkapan
perusahaan yang terkait dengan ekonomi, lingkungan dan sosial serta kinerja
governance (Hung et al., 2012), dan merupakan bagian dari akuntabilitas dalam
konteks corporate governance, meskipun umumnya basisnya adalah kesukarelaan
(Kolk, 2006). Tujuan perusahaan untuk keberlanjutan (sustainability) dalam jangka
panjang, terutama yang berkaitan dengan perhatian lingkungan memerlukan
konvergensi dengan corporate governance untuk pelaporan yang lebih baik (Uwuigbe
et al., 2011). Pemahaman ini memberikan rasionalitas bahwa CSR dipertimbangkan
sebagai kekuatan yang signifikan untuk mencapai tujuan jangka panjang dalam
membangun masyarakat yang harmonis jangka panjang (Lin, 2010) sehingga diperlukan
sinergi antara peran corporate governance dengan strategi CSR.
Perusahaan diharapkan memberikan tanggung jawab yang lebih baik terhadap
stakeholder, meskipun kenyataannya pandangan dominan saat ini menganggap
tanggung jawab utama perusahaan adalah menciptakan nilai bagi pemegang saham
(Margolis et al., 2007). Praktik corporate governance di negara-negara OECD pada
emerging economies, terutama didesain untuk memecahkan konflik antara pemegang
saham dan manajemen (Chen et al., 2011), dan bukan dengan stakeholder lainnya.
Ketika governance lebih merefleksikan kepentingan pemegang saham dan bukan
kepentingan kelompok stakeholder lain dalam masyarakat, maka akan sulit untuk bagi
entitas bisnis dapat bertanggung jawab secara sosial (Frankental, 2001).
Konvergensi antara corporate governance dan tanggung jawab sosial perusahaan,
tidak hanya akan mengurangi agency cost, tetapi lebih jauh lagi menciptakan
stakeholders value dalam arti luas sehingga akan berdampak positif terhadap
keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang. Namun demikian, ketika corporate
governance dibangun hanya untuk orientasi jangka pendek untuk mengatasi agency
problem tanpa mampu merefleksikan kepentingan stakeholders secara luas, serta
menginternalisasikan nilai moral etis dan perspektif keberlanjutan jangka panjang, maka
tidak akan mengarah pada perbaikan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan
argumentasi tersebut, maka diajukan hipotesis sebagai berikut :
H 3 : corporate governance mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan

2.4. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Kinerja Keuangan Perusahaan


dan Intangible Resource

Instrumental theory mengargumentasikan bahwa good management akan


berkontribusi pada perbaikan hubungan positif dengan key stakeholders, karena
perusahaan memperoleh manfaat keuangan dari adanya interaksi positif dengan
stakeholder dalam bentuk peningkatan kinerja keuangan perusahaan (Waddock dan
Graves, 1997). Pengelolaan hubungan dengan stakeholder (stakeholder relation)
sebagai domain dari tanggung jawab sosial perusahaan, akan mengarah pada upaya-
upaya untuk mengembangkan intangible resources sebagai keunggulan kompetitif
perusahaan. CSR dapat menjadi catalyst dalam pengembangan sumberdaya strategik
sebagai basis bagi keunggulan kompetitif (competitive advantage) perusahaan, sehingga
perbaikan kinerja sosial perusahaan akan menghasilkan perbaikan pada kinerja
keuangan perusahaan (Wissink, 2012).
Upaya perusahaan untuk menghasilkan keunggulan kompetitif dapat dilakukan
melalui strategi sosial dan lingkungan yang proaktif dalam bentuk inovasi produk dan
teknologi (Sharma dan Vredenburg, 1998), dan pengembangan human capital
(Cuganesan et al., 2009). Pengembangan hubungan yang lebih baik dengan key
stakeholder, seperti pekerja, pelanggan, pemasok dan masyarakat (Hillman dan Keim,
2001), dan investasi dalam aktivitas untuk penciptaan nilai sosial yang lebih baik dapat
menjadi cara untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahan (Porter dan
Kramer, 2002). Ketika praktik tanggung jawab sosial perusahaan mampu membangun
keunggulan kompetitif perusahaan yang tidak mudah ditiru pesaing, maka tanggung
jawab sosial perusahaan dapat menegaskan brand differentiation perusahaan dan
menciptakan nilai ekonomi lebih dari para pesaingnya, akan berdampak pada perbaikan
kinerja keuangan (Misani, 2010). Penciptaan keunggulan kompetitif melalui investasi
dalam intangible resource yang mempertimbangkan domain sosial dan lingkungan,
serta perbaikan hubungan dengan stakeholder, akan memberikan kontribusi pada
perbaikan kinerja keuangan.
H 4 : intangible resource memediasi hubungan antara pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan dan kinerja keuangan.

3. Metoda Penelitian
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan publik di BEI yang melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada periode 2010-2012.
Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut :
(1) perusahaan publik nonkeuangan yang terdaftar di BEI periode 2010- 2012; (2)
perusahaan tergolong sebagai industri high profile, yaitu industri yang berhubungan
dengan lingkungan, masyarakat, dan regulasi; (3) perusahaan menyajikan
pengungkapan CSR dalam laporan tahunan, laporan keberlanjutan tersendiri, atau
website perusahaan selama tahun pengamatan dan (4) variabel-variabel yang diteliti
tersedia dengan lengkap dalam laporan tahunan 2010-2012, laporan keberlanjutan dan
website perusahaan. Sebanyak 151 perusahaan sampel diperoleh, yang
merepresentasikan sekitar 34% dari perusahaan publik di BEI.
3.2. Variabel dan Pengukuran
3.2.1.Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah informasi mengenai
tanggungjawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan
dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan
dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan,
sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta
terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (Guidance on Social Responsibility,
2010). Indikator pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan menggunakan Global
Reporting Initiatives (GRI G3.1) yang diperoleh dari website www.globalreporting.org.
Pedoman GRI G3.1 terdiri dari 4 kategori yaitu ekonomi (9 indikator), lingkungan (30
indikator), praktik ketenagakerjaan dan lingkungan kerja (15 indikator), hak asasi
manusia (11 indikator), kemasyarakatan (8 indikator) serta tanggung jawab produk (9
indikator). Skor dari setiap items pengungkapan dijumlahkan dan dibagi dengan total
items pengungkapan yang diharapkan untuk setiap indikator sehingga diperoleh skor
pengungkapan per indikator untuk setiap perusahaan.
3.2.2. Managerial Entrenchment

Managerial entrenchment merupakan strategi yang dilakukan manajer untuk


mempertahankan posisinya dalam perusahaan ketika menghadapi tekanan dari
stakeholder dan tekanan pengendalian internal, dengan cara mengimplementasikan
praktik yang mampu mengelola hubungan dengan stakeholder perusahaan (stakeholder
relation) seperti inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan (Surroca et al., 2010).
Managerial entrenchment direfleksikan dengan tenur manajerial dan kepemilikan
manajerial. Tenur manajerial dalam penelitian ini diukur sebagai rerata masa jabatan
manajer atau CEO bekerja (tahun) berturut-turut pada suatu perusahaan (Beyer et al.,
2011), sedangkan kepemilikan manajerial diukur dengan persentase saham perusahaan
yang dimiliki oleh manajemen terhadap jumlah seluruh saham perusahaan.
3.2.3.Keberagaman Dewan Komisaris (Board Diversity)

Keberagaman dewan komisaris (board diversity) merepresentasikan keberagaman


dalam corporate boardroom yang mengarah pada peningkatan kompleksitas dan
interaksi dalam keanggotaan dewan (Ruigrok et al., 2007) yang mampu mendorong
budaya etis korporasi (Corkery dan Taylor, 2012), serta melindungi kepentingan
stakeholders perusahaan (Brammer et al., 2007; Huse dan Rindova, 2001). Dalam
penelitian ini board diversity direfleksikan dengan board size, board tenure, board age,
board gender dan board independence. Board size diukur dengan jumlah anggota
dewan komisaris dalam board member (Marlin dan Geiger, 2011), sedangkan board age
diiukur dengan proporsi older commissioner terhadap jumlah anggota dewan komisaris
(boards member). Merujuk pada Bear et al. (2010) dan Ruigrok et al. (2007) board
gender dalam penelitian ini diukur dengan jumlah komisaris wanita dalam keanggotaan
dewan komisaris perusahaan (boardroom), sedangkan board tenure diukur dengan
rerata masa kerja (tahun) berturut-turut dewan komisaris bekerja dalam board members
suatu perusahaan (Marlin dan Geiger, 2011), sementara board independence diukur
dengan proporsi dewan komisaris independen terhadap jumlah dewan komisaris
perusahaan.
3.2.4.Corporate Governance

Corporate governance adalah tata hubungan diantara manajemen, direksi, dewan


komisaris, pemegang saham, dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya
yang mengarahkan kegiatan perusahaan (OECD, 2004). Pendekatan content analysis
(Moloi, 2008) digunakan untuk mendapatkan informasi corporate governance dalam
annual report, baik yang disajikan dalam form-orientated (mengindikasikan unit
tekstual secara semantik, yang meliputi sinonim, idiom, dan kalimat), serta meanings
occurrence (mengindikasikan tema baik dalam bentuk angka, gambar, diagram dan
grafik). Rasionalitas pendekatan ini mampu untuk mendapatkan sebagian besar
informasi corporate governance suatu perusahaan sebagai bentuk media komunikasi
yang umum antara perusahaan dengan publik (Hussaeny dan Al-Nodel, 2008).
Penilaian praktik corporate governance menurut OECD (2004) memuat mengenai hak
pemegang saham, kesetaraan perlakuan terhadap pemegang saham, peran pemangku
kepentingan, pengungkapan dan transparansi, serta pertanggungjawaban dewan.
3.2.5. Intangible Resources

Intangible resources (seperti teknologi, human capital dan reputasi)


dipertimbangkan sebagai sumberdaya strategik perusahaan yang paling penting
(Gomez-Mejıa dan Balkin, 2002), dan merupakan asset perusahaan yang paling efisien
dan kompetitif untuk mendapatkan competitive advantage bagi perusahaan (Sharma dan
Vredenburg, 1998). Intangible resource dalam penelitian ini direfleksikan dengan
inovasi dan human capital. Pengukuran inovasi menggunakan rasio biaya R&D
terhadap jumlah pekerja digunakan karena lebih berkaitan positif dengan paten dan
inovasi produk (Hitt et al., 1997) dibandingkan dengan pengukuran pengeluaran R&D
sebagai proporsi dari penjualan yang cenderung lebih sensitif terhadap spurious effects
dari siklus bisnis, manipulasi akuntansi dan penjualan asset (Baysinger et al., 1991).
Human capital merujuk pada pengukuran yang digunakan Surroca et al. (2010) yang
memuat mengenai praktik human resources, yaitu : kepuasan kerja, program pelatihan,
pembagian keuntungan dan program partisipatif, serta dan informasi mengenai pekerja.
Human capital masing-masing perusahaan ditentukan dari hasil indeks melalui 5 point
skala, yaitu 0 = tidak ada; 1= di bawah median level; 2= median level; 3 = di atas
median level dan 4= nilai maksimum.
3.2.6. Kinerja keuangan Perusahaan
Penelitian ini mendefinisikan kinerja keuangan perusahaan sebagai pengukuran
kinerja akuntansi yang merefleksikan efisiensi internal perusahaan (Cochran dan Wood,
1984; Setiawan dan Darmawan, 2011) dalam menggunakan sumberdaya untuk
menciptakan nilai perusahaan (Peloza, 2009). Penelitian ini menggunakan pengukuran
kinerja akuntansi, sementara kinerja pasar tidak digunakan, karena variabel akuntansi
mempunyai lebih sedikit noisy dan mengindikasikan kondisi yang sebenarnya terjadi
dalam perusahaan (Lopez et al., 2007). Kinerja akuntansi direfleksikan oleh return on
asset (ROA), return on equity (ROE) dan return on sales (ROS).
3.3.Analisis Data
Penelitian ini melibatkan tiga variabel eksogen (managerial entrenchment, board
diversity, dan corporate governance) serta tiga variabel endogen (pengungkapan CSR,
intangible resource dan kinerja keuangan). Hipotesis 1,2 dan 3 diuji dengan
menggunakan pengujian pengaruh langsung, sedangkan hipotesis 4 menggunakan
pengujian mediasi dengan pendekatan Sobel test. Analisis sensitivitas dilakukan untuk
menguji konsistensi hasil penelitian dengan pengujian pada setahun dan dua tahun ke
depan (lag t+1 dan lag t+2). Model struktural dan pengukuran diuji dengan persamaan
struktural sebagai berikut :
CSR = γ 1 ME + γ 2 BD + γ 3 CG + ζ 1
………………………………….…….……………… (1)
IR = β 1 CSR + ζ 2
... …………………………….………………………………………... (2)
CFP = β 2 CSR + β 3 IR + ζ 3
.. ………………….…………………………….……………... (3)

Persamaan model pengukuran adalah :


ME = λ 11 ME.MT+ λ 12 ME.MO+e 1
BD = λ 21 BD.BA+ λ 22 BD.BT+ λ 23 BD.BG+ λ 24 BD.BS+ λ 25 BD.BI +e 2
CG = λ 31 CG.RS+ λ 32 CG.ETS+ λ 33 CG.RO+ λ 34 CG.DT+ λ 35 CG.BR+e 3
CSR = λ 41 CSR.EC+ λ 42 CSR.EN+ λ 43 CSR.LA+ λ 44 CSR.HR+ λ 45 CSR.SO+
λ 56 CSR.PR +e 4
IR = λ 51 IR.IN+ λ 52 IR.HC+e 5
CFP = λ 61 CFP.ROA+ λ 62 CFP.ROE+ λ 63 CFP.ROS +e 6
Keterangan:
γ (Gama) = koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen
β (Beta) ......................................................................................................... =
koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen
ζ (Zeta) .......................................................................................................... = galat
model struktural
λ (Lambda) = koefisien model pengukuran (loading weight);
ε (epsilon) = galat model pengukuran

ME.MT
Management
Entrenchement IR.IN IR.HC
ME.MO

BD.BS
Intangible
CFP.ROA
Resource
BD.BG
Board Corporate Financial
CSR Disclosure CFP.ROE
Diversity Performance
BD.BA

CFP.ROS
BD.BT

BD.BI CSRD.EC CSRD.EV CSRD.LP CSRD.HR CSRD.SC CSRD.PR


Corporate
Governance

CG.RS CG.ETS CG.RO CG.DT CG.BR

Gambar 1 : Model Struktural dan Pengukuran

Keterangan:
Managerial Entrenchment (ME), direfleksikan dengan indikator :
ME.MT = Managerial Tenure dan ME.MO = Managerial Ownership
Board Diversity (BD), direfleksikan dengan indikator :
BD.BA = Board Age; BD.BT = Board Tenure; BD.BG = Board Gender; BD.BS =
Board Size; dan BD.BI = Board Independency
Corporate Governance (CG), dibentuk oleh indikator :
CG.RS = Right of Shareholder; CG.ET = Equitable Treatment of Shareholder;
CG.RO = Role of Stakeholder in Corporate Governance; CG.DT = Disclosure and
Transparency; CG.BR = Board Responsibility
Corporate Social Responsibility Disclosure (CSR), dibentuk oleh indikator :
CSR.EC = Economic Performance; CSR.EN = Environment Performance; CSR.LA
= Labor Practices Performance; CSR.HR = Human Rights Performance; CSR.SO
= Society Performance; CSR.PR = Product Responsibility Performance
Intangible Resource (IR), direfleksikan dengan indikator :
IR.IN = Inovasi; IR.HC=Human capital
Corporate Financial Performance, direfleksikan dengan indikator :
CFP.ROE = Return on Equity; CFP.ROA = Return on Asset; CFP.ROS = Return on
Sales
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil Pengujian Model Pengukuran, Model Struktural dan Goodness of Fit
Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian telah memenuhi pengujian asumsi
linieritas terhadap hubungan antar variabel penelitian dan menunjukkan nilai
signifikansi kurang dari 0,05 sehingga asumsi linearitas pada analisis Generalized
Structural Component Analysis (GSCA) telah terpenuhi. Indikator yang merefleksikan
dan membentuk kontruks telah memenuhi nilai outer loading diatas 0,50 dan dan nilai
critical ratio signifikan (CR*>1,96), serta nilai AVE (Average Variance Extracted)
lebih besar dari 0,50 yang mengindikasikan variabel laten memiliki discriminant
validity yang baik. Berikut ini ringkasan hasil goodness of fit dari model 1 (t), model 2
(t+1) dan model 3 (t+2) :

Tabel 1. Rekapitulasi Pengujian Model GSCA

Model Penelitian Goodness of Fit


FIT AFIT GFI SRMR NPAR
Model 1. (t) 0,599 0,596 0,952 0,049 35
Model 2. (t+1) 0,602 0,595 0,960 0,061 35
Model 3. (t+2) 0,600 0,593 0,953 0,074 35
Sumber :

Lampiran
Nilai FIT dan AFIT pada ketiga model menunjukkan nilai di atas 0,59 yang berarti
kemampuan prediksi model cukup baik, sedangkan nilai GFI dan SRMR, pada ketiga
model menunjukkan nilai GFI> dari cut off point 0,90 yang berarti telah memenuhi
kriteria model yang baik. Model 1, 2 dan 3 memiliki nilai SRMR < cut-off point 0,08.
Berdasarkan kriteria nilai SRMR, maka nilai SRMR yang berkisar antara 0,05-0,08
menunjukkan bahwa model sesuai (good fit). Ringkasan hasil pengujian model
struktural untuk masing-masing hipotesis beserta analisis sensitivitas disajikan pada
tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Pengujian Model Struktural


Analisis Hipotesis Hubungan loading CR Kesimpulan
Variabel path
Model 1 H1 ME  CSR -0,124 3,54* diterima
(t) H2 BD  CSR -0,032 0,401 ditolak
H3 CG  CSR 0,591 15,89* diterima
H4 CSR  IR  0,031 1,212 ditolak
CFP
Model 2 H1 ME  CSR -0,095 1,28 ditolak
(t+1) H2 BD  CSR -0,004 0,05 ditolak
H3 CG  CSR 0,644 14,19* diterima
H4 CSR  IR  0,071 22,43* diterima
CFP
H1 ME  CSR -0,092 1,11 ditolak
Model 3 H2 BD  CSR -0,002 0,02 ditolak
(t+2) H3 CG  CSR 0,642 12,72* diterima
H4 CSR  IR  0,090 24,92* diterima
CFP
*) signifikan pada α = 5% (two-tailed) (Sumber : Lampiran)
ME=Managerial Entrenchment; CSR=pengungkapan CSR; BD=Board Diversity;
CG=Corporate

Governance; IR=Intangible Resource; CFP= Corporate Financial Performance

4.2.Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan


4.2.1.Pengaruh Managerial Entrenchment terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
Hasil pengujian hipotesis 1 menunjukkan bahwa managerial entrenchment
berpengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan, meskipun tidak menemukan pengaruhnya pada setahun dan dua tahun ke
depan. Hasil ini mengindikasikan peningkatan nilai managerial entrenchment (yang
direfleksikan dengan kepemilikan manajerial dan tenur manajerial) akan berdampak
negatif terhadap pengungkapan CSR. Hasil pengujian ini mendukung studi Soliman et
al.( 2012) bahwa kepemilikan saham manajemen puncak berhubungan negatif dengan
tingkat tanggung jawab sosial perusahaan. Temuan ini juga mendukung studi Paek et al.
(2013) bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan negatif terhadap domain
tanggung jawab sosial perusahaan, seperti hubungan dengan pekerja, namun tidak
berdampak signifikan terhadap dimensi tanggung jawab sosial perusahaan lainnya
seperti masyarakat, lingkungan dan produk. Temuan ini mengindikasikan bahwa pada
konteks negara berkembang yang dicirikan dengan lemahnya pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian, dimana keberadaan anggota keluarga dan afiliasinya
seringkali menjadi manajer dari perusahaan (manager owner) atau memengaruhi secara
signifikan terhadap keputusan manajer. Lemahnya fungsi pengelolaan dan
pengendalian memungkinkan pemilik yang juga manajer (manager owner) lebih
mengutamakan kepentingannya daripada kepentingan stakeholder secara keseluruhan
sehingga dapat berdampak negatif terhadap kebijakan dan implementasi tanggung
jawab sosial perusahaan. Argumentasi ini konsisten dengan temuan Won et al. (2011)
bahwa pasar modal pada negara berkembang tidak cukup memberikan penghargaan
yang kuat terhadap investasi sosial daripada negara maju. Hal ini karena perusahaan
yang dikelola manager owner cenderung memberikan informasi sosial yang relatif
sedikit, karena menganggap biaya yang dikeluarkan untuk investasi sosial lebih besar
dari manfaat potensial yang diperoleh (Ghazali, 2007).
Temuan ini membuktikan argumentasi managerial opportunism hypothesis
(Simpson dan Kohlers, 2002), bahwa peningkatan atau penurunan laba menjadi
rasionalisasi bagi manajemen untuk melaksanakan praktik tanggung jawab sosial
perusahaan. Tenur manajerial lebih cenderung ditentukan kinerja manajemen dalam
menciptakan pengembalian ekonomi bagi pemilik atau pemegang saham, akan menjadi
bargaining power yang mengamankan posisi manajer dalam perusahaan yang
berdampak pada masa jabatan manajer atau tenur manajerial yang lebih panjang. Fokus
hanya pada pencapaian kinerja keuangan jangka pendek dan kepentingan stakeholders
tertentu (seperti pemegang saham), sebagai strategi manajemen untuk mempertahankan
posisinya di perusahaan (managerial entrenchment strategy), akan berpotensi
mengabaikan kepentingan stakeholders lainnya dan dapat berdampak negatif terhadap
kebijakan jangka panjang seperti CSR.
Kepemilikan manajerial memberikan rasionalitas bahwa semakin besar saham
yang dimiliki oleh manajemen, maka semakin berkurang kekuatan pemilik untuk
memengaruhi keputusan manajemen, yang dikenal sebagai entrenchment effect (Morck
et al., 2005). Peningkatan kepemilikan manajerial memungkinkan manajer
menggunakan diskresinya untuk mengutamakan kepentingannya (Beyer et al., 2011).
Saat kepemilikan manajerial berada pada batas bawah (lower bound), pengawasan
terhadap manajer begitu intensif dan tidak ada kemungkinan tindakan entrenchment
(DeMiguel et al., 2004) Dengan proporsi kepemilikan yang relatif rendah akan sulit
bagi manajer menggunakan diskresinya untuk melakukan pemilihan kebijakan
(discretionary choices) yang menguntungkan kepentingannya termasuk dalam
pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan strategis seperti tanggung jawab
sosial perusahaan.
4.2.2. Pengaruh Board Diversity terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Hasil pengujian hipotesis kedua (H 2 ) menunjukkan board diversity tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, dan
hasil ini konsisten dengan pengujian pada lag t+1 dan t+2. Hasil ini tidak mendukung
studi sebelumnya (Carter et al., 2003; Corkery dan Taylor, 2012) yang menyatakan
bahwa keberagaman board akan mampu mendorong budaya etis korporasi dan
mengurangi kecurangan. Hasil ini juga tidak mendukung Arfken et al. (2004) bahwa
board diversity dapat memperbaiki hubungan global yang lebih efektif dan
meningkatkan independensi boards, karena perbedaan gender, etnis atau latar belakang
budaya dapat memberikan wawasan dan perspektif yang lebih baik.
Hasil studi ini mengungkapkan rata-rata jumlah dewan komisaris wanita yang
sangat sedikit dalam keanggotaan dewan komisaris (kurang dari 1 orang), sehingga
tidak akan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan, terutama terkait dengan
perumusan strategi dan kebijakan etis seperti CSR. Argumentasi sejalan dikemukakan
Mullen (2011) bahwa perusahaan yang memiliki sedikitnya tiga wanita dalam board
member mempunyai program CSR yang lebih kuat dan mendonasikan 28% dana untuk
investasi tanggung jawab sosial perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan
perusahaan tanpa female board members. Argumentasi ini didukung oleh Ruigrok et al.
(2007) bahwa female board cenderung berafiliasi dengan manajemen perusahaan
melalui keterikatan keluarga (family-ties), meskipun kurang mempunyai pemahaman
mendalam terhadap bisnis sehingga kurang memberikan kontribusi berharga dalam
keputusan dewan.
Rata-rata tenur dewan komisaris (board tenure) dalam perusahaan sampel
adalah 6,21 tahun yang merepresentasikan masa jabatan dewan komisaris dalam suatu
perusahaan. Lamanya masa jabatan dewan komisaris, namun demikian tidak selalu
dapat merepresentasikan kebijakan etis yang lebih baik, karena semakin lama tenur
dewan komisaris dimungkinkan tidak dapat melakukan fungsi pengawasan dan
pengendalian terhadap eksekutif dengan lebih baik. Hubungan jangka panjang antara
board of directors dan eksekutif akan meningkatkan agency problems dan menurunkan
efektifitas fungsi pengawasan dewan komisaris terhadap manajemen (Byrd et al., 2010).
Argumentasi management friendliness hypothesis (Vafeas, 2003) menyatakan dewan
komisaris dengan tenur panjang (long-term board) cenderung mempunyai kedekatan
hubungan dengan manajemen yang membuat dewan kurang efektif dalam mengawasi
perilaku manajemen sehingga berdampak negatif terhadap governance (Berberich dan
Niu, 2011).
Proporsi lebih banyak dewan komisaris senior berusia tua (older commisioner)
cenderung mengimplementasikan struktur dan proses governance yang berkaitan
dengan lingkungan (Post et al., 2011). Hasil penelitian ini mengungkapkan rata-rata
proporsi older board dalam dewan komisaris adalah 0,77 atau sebesar 77% dari jumlah
rata-rata jumlah dewan komisaris perusahaan. Proporsi dewan komisaris senior
jumlahnya relatif besar, namun kenyataannya belum mampu mendorong perumusan
strategi dan penetapan kebijakan yang mengarah pada perilaku etis seperti tanggung
jawab sosial perusahaan. Hal ini mengindikasikan kelompok dewan komisaris senior
(older commisioner) cenderung menggunakan kompetensi dan luasnya pengalaman
yang dimilikinya untuk menetapkan strategi dan kebijakan yang lebih berkaitan dengan
penggunaan sumberdaya ekonomi (Houle, 1990), sehingga hal ini dapat berdampak
negatif terhadap keputusan non ekonomi dan kebijakan etis seperti tanggung jawab
sosial perusahaan.
Hasil penelitian ini memberikan implikasi bahwa keanggotaan dewan komisaris
sebaiknya tidak didominasi oleh kelompok gender dan kelompok usia tertentu, namun
dapat mempertimbangkan proporsi gender dan kelompok generasi yang berbeda, serta
kualifikasi kognitif atau task-related diversity seperti pengalaman industri, kualifikasi
professional, dan afiliasi dewan komisaris. Kualifikasi dewan komisaris, kelompok
gender dan generasi yang berbeda dapat merepresentasikan kepentingan beragam dari
stakeholder perusahaan dengan lebih baik sehingga dapat memperkaya kualitas
pengambilan keputusan dan fungsi pengawasan yang lebih baik (Fairfax, 2005),
termasuk dalam perumusan strategi dan kebijakan etis seperti CSR.
4.2.3. Pengaruh Corporate Governance terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Hasil pengujian hipotesis ketiga (H 3 ) menunjukkan bahwa corporate governance
berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan, dan hal ini konsisten pada pengujian setahun dan dua tahun kedepan. Hasil
penelitian ini mendukung Mihaela et al. (2012) dan Uwuigbe et al. (2011) bahwa terjadi
peningkatan konvergensi antara corporate governance dan tanggung jawab sosial
perusahaan. Komitmen yang tinggi terhadap tanggung jawab sosial perusahaan
berhubungan positif dengan tata kelola perusahaan yang baik (Ho, 2005), karena
perusahaan yang membangun corporate governance dengan baik akan memberikan
perhatian yang baik pula pada masalah tanggung jawab sosial dan lingkungan
(Sukcharoensin, 2012). Temuan penelitian ini mengindikasikan corporate governance
harus mempertimbangkan dampak korporasi terhadap komunitas dan lingkungan yang
luas, karena corporate governance merupakan pillar penting bagi tanggung jawab sosial
perusahaan yang berkelanjutan.
Hasil ini mengindikasikan bahwa corporate governance telah
menginternalisasikan isu keberlanjutan dalam bentuk perbaikan kinerja sosial. Cheung
et al. (2012) memberikan pandangan penting bagi perusahaan untuk meningkatkan
praktik corporate governance yang mengarah pada peningkatan kinerja keberlanjutan
(sustainability), karena tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadi mekanisme
komunikasi penting antara perusahaan dengan stakeholder dan investor (Hong dan
Kacperczyk, 2009). Corporate governance tidak hanya dipahami sebagai elemen kunci
untuk mencapai pertumbuhan dan kinerja ekonomi dalam meningkatkan kepercayaan
investor, tetapi juga mampu menciptakan struktur yang mampu diintegrasikan dengan
keberlanjutan (Kocmanova et al., 2011). Internalisasi triple bottom line dalam
corporate governance dilakukan dengan perhatian yang lebih baik terhadap masalah
sosial dan lingkungan, serta memperhatikan kepentingan dan menjalin kerjasama yang
aktif dengan stakeholders (stakeholder relation) demi keberlanjutan perusahaan dalam
jangka panjang.
4.2.4. Pengaruh Intangible Resource dalam Hubungan Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan dan Kinerja Keuangan
Hasil pengujian hipotesis keempat (H 4 ) menunjukkan bahwa intangible resource
merupakan variabel yang memediasi pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap kinerja keuangan, meskipun pengaruh tersebut baru terjadi pada
setahun dan dua tahun ke depan. Hasil ini mengindikasikan investasi dalam aktivitas
CSR melibatkan pencapaian nilai dalam jangka panjang yang kinerjanya tidak dapat
diukur dalam jangka pendek. Hubungan kinerja sosial dan kinerja keuangan merupakan
model distribution lag, yang memperhatikan waktu dari perubahan dan lamanya waktu
yang dibutuhkan agar suatu pengaruh dapat terjadi (Scholtens, 2008; Chatterji et al.,
2007).
Temuan studi ini mengungkapkan kinerja sosial dan lingkungan yang efektif akan
memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja keuangan perusahaan, karena alokasi
intangible resource untuk menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan dapat
mengarah pada kekuatan kinerja perusahaan jangka panjang. Hasil ini mendukung
argumentasi (Misani, 2010) bahwa keunggulan kompetitif dapat dibangun oleh
perusahaan melalui adopsi strategi dan kinerja tanggung jawab sosial perusahaan yang
lebih baik daripada pesaing, sehingga perusahaan dapat menciptakan keunikan yang
tidak mudah ditiru oleh para pesaing. Ketika kebijakan jangka panjang seperti tanggung
jawab sosial perusahaan mampu diarahkan untuk membangun keunggulan kompetitif
perusahaan, maka implementasi CSR dapat menegaskan brand differentiation dan
mampu menciptakan nilai ekonomi lebih yang akan berdampak pada peningkatan
kinerja keuangan. Upaya perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif
memerlukan tindakan nyata berupa inovasi teknologi produk dan proses produksi untuk
efisiensi biaya produksi dan perbaikan dampak lingkungan, serta memperkuat
komitmen dan keterlibatan karyawan dalam mendukung strategi dan kebijakan sosial
perusahaan.

5. Simpulan, Implikasi dan Keterbatasan


5.1.Simpulan
Penelitian ini bertujuan menguji determinan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan dan konsekuensinya terhadap kinerja keuangan dengan mengekplorasi peran
potensial intangible resource. Studi dilakukan pada 151 perusahaan high profile
tercatat di Bursa Efek Indonesia yang melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan selama periode 2010-2012, dengan menggunakan pengujian model
struktural terhadap data sekunder berupa laporan tahunan dan laporan keberlanjutan
perusahaan, serta analisis sensitivitas dengan pengujian selisih waktu pengamatan (lag)
setahun dan dua tahun ke depan.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan publik di Indonesia dipengaruhi oleh praktik corporate governance dan
strategi managerial entrenchment. Hasil ini mendukung pentingnya pendekatan
stakeholders model dalam corporate governance yang menekankan pencapaian nilai
perusahaan jangka panjang dengan membangun hubungan baik dengan stakeholder
(stakeholders relation) dan perhatian pada domain sosial. Temuan studi ini
membuktikan managerial opportunism hypothesis (Simpson dan Kohlers, 2002) pada
sisi lain praktik CSR yang mengarah pada moral hazard yang dapat berimplikasi negatif
terhadap implementasi tanggung jawab sosial perusahaan. Strategi managerial
entrenchment untuk mengamankan dan mempertahankan posisi manajer di perusahaan
cenderung lebih mengutamakan kepentingan stakeholder tertentu (seperti pemegang
saham) untuk pencapaian kinerja ekonomi jangka pendek, akan berpotensi merugikan
kepentingan stakeholders lainnya dan dapat berdampak negatif terhadap kebijakan
jangka panjang seperti tanggung jawab sosial perusahaan.
Temuan lain mengungkapkan bahwa peningkatan kinerja sosial perusahaan akan
berkontribusi pada perbaikan kinerja keuangan perusahaan melalui peran intangible
resource, meskipun dampak ini terjadi pada setahun dan dua tahun ke depan. Temuan
penelitian ini menegaskan perbaikan kinerja sosial perusahaan akan memberikan
kontribusi positif terhadap peningkatan kinerja keuangan melalui alokasi intangible
resource untuk menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan. Perusahaan perlu
memperkuat peran strategis tanggung jawab sosial perusahaan dalam menciptakan
keunggulan kompetitif melalui penguatan domain sosial dan lingkungan, serta
perbaikan hubungan dengan stakeholder (stakeholder relation).
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan board diversity (yang direfleksikan
dengan board gender, board age dan board tenure) tidak mampu mendorong perbaikan
tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga tidak mendukung studi Carter et al. (2003),
serta Corkery dan Taylor (2012). Keberadaan dan proporsi dewan komisaris wanita
yang rendah (kurang dari 3 orang) tidak mampu merefleksikan sikap altruism yang
mengarah pada perilaku sosial yang lebih baik (Kruger, 2010), dan mempengaruhi
pengambilan keputusan masalah etis dan lingkungan (Larkin et al., 2012). Tenur dewan
komisaris mengindikasikan management friendliness hypothesis (Vafeas, 2003), karena
long tenure justru membuat dewan komisaris mempunyai kedekatan hubungan dengan
manajemen sehingga kurang efektif dalam mengawasi perilaku manajemen, dan
memberikan konsekuensi negatif terhadap governance (Berberich dan Niu, 2011).
Proporsi dewan komisaris senior (older commissioner) dengan kompetensi dan
pengalaman yang kaya, cenderung merumuskan kebijakan dan membuat keputusan
yang lebih berkaitan dengan penggunaan sumberdaya ekonomi (Houle, 1990), daripada
penguatan aspek tanggung jawab sosial perusahaan.
5.2.Keterbatasan dan Saran Penelitian Mendatang
Keterbatasan dalam penelitian akan memberikan arah bagi penelitian mendatang.
Pertama, dalam menganalisis peran intangible resource terhadap kinerja keuangan,
faktor-faktor lain yang dapat merefleksikan intangible resource seperti reputasi dan
budaya organisasi (Surroca et al., 2010), serta relational dan organisasional capital
tidak dipertimbangkan dalam penelitian ini, karena keterbatasan penggunaan data
sekunder. Pengembangan indikator-indikator yang dapat merefleksikan sumberdaya
tanwujud, seperti budaya organisasi, reputasi, serta relational dan organizational capital
dapat menggunakan data primer melalui pendekatan survei.
Kedua, pengujian managerial entrenchment dalam penelitian ini hanya
direfleksikan dengan tenur manajerial dan kepemilikan manajemen. Penelitian
mendatang dapat memperluas proksi pengukuran managerial entrenchment dalam
bentuk kebijakan akrual disresioner, terutama berkaitan dengan implementasi tanggung
jawab sosial perusahaan. Untuk tujuan tersebut, penelitian mendatang perlu
mempertimbangkan periode analisis yang lebih panjang untuk memperoleh observasi
yang lebih banyak khususnya untuk jenis industri dengan jumlah perusahaan sedikit
sehingga model akrual nondiskresioner dapat diestimasi untuk setiap jenis industri.
Terakhir, pengujian board diversity pada penelitian ini hanya mempertimbangkan
aspek demografi atau dimensi relations-oriented untuk merefleksikan keberagaman
dalam dewan komisaris (board diversity). Sementara itu, keberagaman yang berkaitan
dengan elemen kognitif atau dimensi task-related diversity belum dieksplorasi dalam
penelitian ini, karena keterbatasan data dalam merepresentasikan elemen kognitif
(seperti keahlian, afiliasi, pengalaman industri, dan kualifikasi professional) dengan
menggunakan pendekatan data sekunder. Pengukuran multiple diversity dimension
(Jackson et al., 2003) yang mampu memperkuat task-related diversity (Kang et al.,
2007; Erhardt et al., 2003) dan berkaitan dengan aspek kognitif positif dan konsekuensi
signaling (seperti kreativitas, inovasi, citra yang lebih baik) dapat dieksplorasi lebih
lanjut pada penelitian mendatang. Pendekatan survei dapat dikembangkan pada riset
mendatang untuk merepresentasikan lebih baik elemen kognitif dari board diversity
berkaitan dengan kompleksitas perumusan strategi dan kebijakan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Referensi

Arfken, D. E., S.L.Bellar dan M.M. Helms. 2004. The ultimate glass ceiling revisited: The
presence of women on corporate boards. Journal of Business Ethics, 50 (2): 177-
186.
Baysinger B.D., R.D. Kosnik dan T.A. Turk. 1991. Effects of board and ownership
structure on corporate R&D strategy. Academy of Management Journal 34(1): 205–
214.
Bear, S., N. Rahman dan C. Post. 2010. The impact of board diversity and gender
composition on corporate social responsibility and firm reputation. Journal of
Business Ethics 97 (2): 207-221.
Becchetti, L., R. Ciciretti, I. Hasan dan N. Kobeissi. 2012. Corporate social responsibility
and shareholder's value. Journal of Business Research 65 (2012) 1628–1635
Berberich, G. dan F. Niu. 2011. Director Busyness, Directors Tenure and the likelihood of
encountering corporate governance problems. CAAA Annual Conference 2011.
Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1742483 Diakses pada Februari 2013
Beyer, M., D. Czarnitzki dan K. Kraft. 2011. Managerial Ownership, Entrenchment and
Innovation. Discussion Paper No. 11-026. ftp://ftp.zew.de/pub/zew-
docs/dp/dp11026.pdf
Bondy, K., D. Matten dan J. Moon. 2008. MNC Codes of Conduct: CSR or Corporate
Governance? Research Paper Series International Centre for Corporate Social
Responsibility The University of Nottingham
Brammer, S., G. Jackson dan D. Matten. 2012. Corporate Social Responsibility and
institutional theory: new perspectives on private governance. Socio-Economic
Review 10 : 3–28
Brammer,S.dan A.Millington. 2008.Does It Pay to Be Different?An Analysis of The
Relationship Between Corporate Social and Financial Performance.Strategic
Management Journal 29(12): 1325-1343.
Brammer S, A. Millington dan B. Rayton. 2007. The contribution of corporation social
responsibility to organizational commitment. International Journal Human
Resource Management 18 (10) :1701-1719
Brown, D. A., D.L. Brown dan V. Anastasopoulos. 2002. Women on boards: Not just the
right thing but the "bright" thing. The Conference Board of Canada : 1-17.
Byrd, J., E.S. Cooperman dan G.A. Wolfe. 2010. Director tenure and the compensation of
bank CEOs. Managerial Finance 36(2) : 86-102
Carpenter,M.,M.Geletkanycz dan W.Sanders. 2004. Upper echelons research revisited:
Antecedents, elements, and consequences of top management team composition.
Journal of Management 30 (6): 747-778.
Carter, D. A., B.J. Simkins dan W.G. Simpson. 2003. Corporate Governance, board
diversity and firm value. The Financial Review 38 : 33-53
Cennamo, C., P. Berrone, dan L. Gomez-Mejia, L., 2009. Does stakeholder management
have a dark side? Journal of Business Ethics 89 : 491-507.
Chatterji, A.K., D.I. Levine dan M.W. Toffel. 2007. Do corporate social responsibility
ratings predict corporate social performance? Corporate Social Responsibility
Initiative. Working Paper No. 33 Cambridge, MA: John F. Kennedy School of
Government, Harvard University
Chen, V.Z., J. Li dan D. Shapiro. 2011. Are OECD-prescribed “good corporate
governance practices” really good in an emerging economy?. Asia Pacific Journal
Management 28:115–138
Cheung, Y. K. Jiang dan W. Tan. 2012. Doing-good’ and ‘doing-well’ in Chinese publicly
listed firms. China Economic Review 23 : 776 – 785
Chung, H., J. R, Lin dan Y.S. Yang. 2010. How Do Entrenched Managers Handle
Stakeholders Interests? Journal of Multinational Financial Management
doi:10.1016/j.mulfin.2012.10.002
Cochran, P.L dan R.A. Wood. 1984. Corporate social responsibility and financial
performance. Academy of Management Journal 27(1): 42-56
Corkery, J.F. dan M. Taylor. 2012. The gender gap: A quota for women on the board.
Corporate Governance eJournal. http://epublications.bond.edu.au/cgej/27 diakses
pada Juni 2013
Cuganesan, S., T. Carlin dan N. Finch. 2009.The Practice of Human Capital Reporting
Among Australian Financial Institutions. Journal of Finance & Accountancy 1 : 1-6
DeMiguel, A., Pindado, J., dan C. de la Torre. 2004. Ownership structure and firm value;
New evidence from Spain. Strategic Management Journal, 25(12):1119-1207
Dincer, B. 2011. Do the Shareholders Really Care about Corporate Social
Responsibility?. International Journal of Business and Social Science 2(10) : 71-76
Duztas, S. 2008. Corporate Governance : The Effect of Board Characteristics, Information
Technology Maturity and Transparency on Company Performance. Institute of
Social Sciences Doctor of Philosophy (Management and Organisation) İstanbul
Ekatah, I., M. Samy., R. Bampton dan A. Halabi. 2011. The Relationship Between
Corporate Social Responsibility and Profitability: The Case of Royal Dutch Shell
Plc. Corporate Reputation Review 14 : 249–261
Erhardt, N.L., J. D. Werbel dan C.B. Shrader. 2003. Board of director diversity and firm
financial performance. Corporate Governance : An International Review 11(2) :
102-111
Fairfax, L.M. 2005. The bottom line of board diversity : A cost benefit Analysis of the
business rationales for diversity on corporate boards. Wisconsin Law Review 798 :
831-837
Fernandez-Feijoo, B., S. Romero dan S. Ruiz. 2012. Does Board Gender Composition
affect Corporate Social Responsibility Reporting?. International Journal of Business
and Social Science 3(1) : 31-38
Frankental, P. 2001. Corporate social responsibility – a PR invention?. Corporate
Communications: An International Journal 6 (1): 18- 23
Ghazali, N., 2007. Ownership structure and corporate social responsibility disclosure:
some Malaysian evidence. Corporate Governance. 7 (3) : 251 – 266
Gill, A. 2008. Corporate Governance as Social Responsibility: A Research Agenda,
Berkeley Journal of International Law 26 (2): 452-478
Global Reporting Initiatives. www.globalreporting.org.
Gomez-Mejia LR, Balkin DB. 2002. Management. McGraw-Hill: New York.
Goss, A. dan G.S. Roberts. 2011. The impact of corporate social responsibility on the cost
of bank loans. Journal of Banking and Finance 37(7): 1794-1810.
Hillman, A. J. dan G. D. Keim. 2001. Shareholder Value, Stakeholder Management, and
Social Issues: What’s The Bottom Line. Strategic Management Journal 22(2) : 125–
140.
Hitt, M.A, R.E. Hoskisson dan H. Kim. 1997. International diversification: effects on
innovation and firm performance in product-diversified firms. Academy of
Management Journal 40(4): 767–798
Ho, C. 2005. Corporate Governance and corporate competitiveness : An International
Analysis. Corporate Governance : An International Review 13 : 211-253
Hong, H. dan M. Kacperczyk. 2009. The price of sin : The effect of social norms on
markets. Journal of Financial Economic 93 : 15-36
Houle, C. O. 1990. Who Should be on your Board? Nonprofit World 8 : 33–35
Hung, M., J. Shi dan Y. Wang. 2012. The Effect of Mandatory CSR Disclosure on
Information Asymmetry: Evidence from a Quasi-natural Experiment in China. www-
bcf.usc.edu/~yongxiaw/CSR_China_YW37.pdf. Diakses pada Februari 2013
Hussainey, K. dan A. Al-Nodel. 2008. Corporate Governance On-line Reporting by Saudi
Listed Companies. Research in Accounting in Emerging Economics 8 : 39-64
Huse, M. dan V. Rindova. 2001. Stakeholder expectations of corporate boards. Journal of
Management and Governance 5: 153-178
International Organization of Standardization. 2010. ISO 26000 Guidance on Social
Responsibility. www.iso.org/iso/iso26000 Diakses November 2013
Kang, H., M. Cheng dan S.J. Gray. 2007. Corporate Governance and Board Composition:
diversity and independence of Australian boards. Corporate Governance 15(2) :
194-207
Kocmanová, A., J. Hřebíček dan M.Dočekalová. 2011. Corporate Governance and
Sustainability. Economics and Management 16 : 543-550
Kolk, A. 2006. Sustainability, Accountability and Corporate Governance: Exploring
Multinationals’ Reporting Practices. Business, Strategy and Environment 17(1) : 1-
15 http://ssrn.com/abstract=899852 Diakses pada Mei 2007
Kruger, P. 2010. Corporate Social Responsibility and the Board of Directors.
www.sfgeneva.org/doc/110317_kruegerCsrandBoard.pdf. Diakses pada Januari
2013
Larkin, M. B., R.A. Bernardi dan S. M. Bosco. 2012. Board gender diversity, corporate
reputation and market performance. International Journal of Banking and Finance
9(1) : 1-27
Lin, C., H. Yang dan D. Liou. 2009. The impact of corporate social responsibility on
financial performance: Evidence from business in Taiwan. Technology in Society 31
: 56–63
Lin, L. 2010. CSR in China : Window dressing or Social Change. Berkeley Journal of
International Law 20 (1) : 64-100
Lopez, M. V., A. Garcia dan L.Rodriguez. 2007. Sustainable development and corporate
performance: A study based on the Dow Jones sustainability index. Journal of
Business Ethics 75: 285-300.
Margolis, J.D., H.A. Elfenbein dan J.P. Walsh. 2007. Does it pay to be good? A meta-
analysis and redirection research on the relationship between corporate social and
financial performance. Working paper, Harvard University.
Marlin, D. dan S. W. Geiger. 2011. The Composition Of Corporate Boards Of
Directors: Pre- And Post-Sarbanes-Oxley. Journal of Business and Economics
Research 9(2) : 73-78
Mihaela, D., S. Iulian dan C. Ileana. 2012. Corporate Governance and Social
Responsibility Aspects in Top Ten IT Companies, in the Context of Globalization.
DOI: 10.7763/IPEDR. 2012. V46. 23 : 121-124
Misani, N. 2010. The convergence of corporate social responsibility practices. MPRA
Paper No. 25505. http://mpra.ub.uni-muenchen.de/25505/ Diakses pada Desember
2013.
Moloi, S.T.M. 2008. Assestment of Corporate Governance Reporting in the Annual
Report of South African listed companies. Master of Commerce. University of
South Africa
Money, K. dan H. Schepers, 2007. Are CSR and corporate Governance converging, A
view from boardroom directors and company secretaries in FTSE 100 Companies in
the UK. Journal of General Management. 33 (2): 1-11
Morck, R., D. Wolfenzon and B. Yeung. 2005. Corporate governance, economic
entrenchment and growth. Journal of Economic Literature 43(3): 655-72
Mullen, E. 2011. Women in leadership promote CSR.
http://www.directorship.com/women-in-leadership-promote-csr/. Diakses pada
Desember 2012
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). 2004.OECD
Principles of Corporate Governance, OECD Publication Service.
Osemeke, O.L. 2012. The Effect of Different institusional Investors on Board of Director
Characteristic on Corporate Social Responsibility of Public Listed Companies : The
Case of Nigeria. Thesis of Philosophy from the University of Greenwich Business
School
Paek, S., Q.Xiao., S.Lee dan H.Song. 2013. Does managerial ownership affect different
corporate social responsibility dimensions? An empirical examination of U.S.
publicly traded hospitality firms. International Journal of Hospitality Management
34 : 423-433
Pagano, M. dan P. Volpin. 2005. Managers, workers, and corporate control, The Journal
of Finance 60: 841-868.
Peloza, J. 2009. The Challenge of Measuring Financial Impacts From Investments in
Corporate Social Performance. Journal of Management 35(6) : 1518 –1541
Porter, M. E. dan M. R. Kramer. 2002. The Competitive Advantage of Corporate
Philanthropy. Harvard Business Review 80(12) : 56–69.
Post, C., N. Rahman dan E. Rubow. 2011. Green Governance: Boards of Directors’
Composition and Environmental Corporate Social Responsibility. Business Society
50 (1) : 189-223
Rais, S. dan R. V. Goedegebuure. 2009. Stakeholder orientation and financial
performance: evidence from Indonesia. Problems and Perspectives in Management
7(3) : 62-75
Robins,F.2005.The future of corporate social responsibility.Asian Business and
Management. 4: 95-115.
Rhode, D.L. dan A.K. Packel. 2010. Diversity on Corporate Boards: How Much
Difference Does Difference Make? Stanford University Working Paper No. 89.
Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1685615 or
http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.1685615
Ruigrok, W., S. Peck dan S. Tacheva. 2007. Nationality and Gender Diversity on Swiss
Corporate Boards. Corporate Governance 15 (4) : 546-557
Scholtens, B. 2008. Analysis A note on the interaction between corporate social
responsibility and financial performance. Ecological Economics 68 : 46-55
Setiawan, M dan Darmawan. 2011. The Relationship between Corporate Social
Responsibility and Firm Financial Performance: Evidence from the Firms Listed in
LQ 45 of the Indonesian Stock Exchange Market. European Journal of Social
Sciences 23 (2): 288-293
Sharma S, dan H.Vredenburg 1998. Proactive corporate environmental strategy and the
development of competitively valuable organizational capabilities.Strategic
Management Journal 19(8): 729–753.
Simpson, W.G. dan T. Kohlers, 2002. The link between corporate social and financial
performance: evidence from the banking industry. Journal of Business Ethics
35(2):. 97-109.
Soliman, M.M., M.B. El Din dan A. Sakr. 2012. Ownership Structure and Corporate
Social Responsibility (CSR) : An Empirical Study of The Thai Listed Companies in
Egypt. The International Journal of Social Science 5(1) : 63-74
Sukcharoensin, S. 2012. The Determinants of Voluntary CSR Disclosure of Thai Listed
Firms. International Proceedings of Economics Development & Research 46 : 61-65
Surroca, J., dan Tribo, J. 2008. Managerial entrenchment and corporate social
performance. Journal of Business Finance and Accounting 35(5): 748-789
Surroca, T., J. A. Tribo dan S.Waddock. 2010. Corporate Responsibility and Financial
Performance : The Role of Intangible Resources. Strategic Management Journal 31:
463-490
Ullman A. 1985. Data in search of a theory: a critical examination of the relationship
among social performance, social disclosure, and economic performance. Academy
of Management Review 10(3):540-577
Uwuigbe, U.N., B. Egbide dan A.K. Ayokunle. 2011. The Effect of Board Size and Board
Composition on Firms Corporate Environmental Disclosure: A Study of Selected
Firms in Nigeria. Acta Universitatis Danubius 7(5) : 164-176
Vafeas, N. 2003. Length of board tenure and outside directors independence. Journal of
Business Finance and Accounting 30 : 1043-1064
Verschoor, C.C. dan E.A. Murphy. 2002. The Financial Performance of Large U.S. Firms
and Those with Global Prominence: How Do the Best Corporate Citizens Rate?.
Business & Society Review 107(3): 371-380
Waddock, S. A. dan S.B. Graves. 1997. The corporate social performance-financial
performance link. Strategic Management Journal 18: 303–319.
Walsh, J.P. dan J.K.Seward. 1990. On the efficiency of internal and external corporate
control mechanism. Academy of Management Review 15(3): 421-458
Wissink, R.B.A. 2012. A test of the Virtuous Cycle of Corporate Social Responsibility :
Testing the relation between corporate social performance and corporate financial
performance. Master thesis University of Twente Business Administration
Won ,Y and Y. Chang, dan A. Martynov., 2011. The Effect of Ownership Structure on
Corporate Social Responsibility: Empirical Evidence from Korea. Journal of
Business Ethics 104 : 283-297
Zu, L. dan L. Song. 2009. Determinants of Managerial Values on Corporate Social
Responsibility: Evidence from China. Journal of Business Ethics 88(1) : 105-117
Lampiran

(1) Sampel Penelitian


Keterangan Jumlah
Jumlah perusahaan tercatat di BEI pada tahun 2012 446
Perusahaan sektor keuangan dan asuransi (71)
375
Perusahaan kategori low profile (perdagangan, jasa, dan investasi) (54)
321
Perusahaan tidak mengungkapkan tanggung jawab sosial (168)
153
Data tidak lengkap ( 2)
Jumlah perusahaan sampel 151
Sumber: Data Sekunder (diolah)

(2) Statistik Deskriptif


Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
ME_MT 453 .25 23.33 6.1266 3.96332
ME_MO 453 .00 70.00 3.5009 10.43330
BD_BS 453 2.00 13.00 4.7219 1.93189
BD_BG 452 .00 3.00 .4049 .66411
BD_BA 453 .00 1.00 .7689 .22597
BD_BT 453 .17 22.33 6.2059 4.21327
BD_BI 453 .15 1.00 .4017 .11091
CG_RS 453 .00 .88 .3670 .18416
CG_ETS 453 .00 .78 .2327 .12768
CG_RO 453 .00 1.00 .6142 .20381
CG_DT 453 .17 .75 .4518 .08609
CG_BR 453 .17 .83 .4720 .12093
CSR_EC 453 .00 1.00 .3647 .22624
CSR_EN 453 .00 1.00 .3657 .23065
CSR_LA 453 .00 1.00 .4091 .23199
CSR_HR 453 .00 1.00 .1926 .24240
CSR_SO 453 .00 1.00 .2539 .21904
CSR_PR 453 .00 1.00 .2419 .25128
IR_IN 453 .00 122.44 1.6560 8.92838
IR_HC 453 .00 4.00 1.9514 .91561
CFP_ROA 453 -61.85 66.96 7.0875 10.53339
CFP_ROE 452 -625.44 207.09 8.6580 48.78357
CFP_ROS 453 -637.47 229.46 6.5219 44.54321
Valid N 451
(listwise)
(3) Hasil Uji Linieritas

Model Sum ma ry a nd Parame ter Estim ate s

Dependent Variable: CS R
Model Sum mary Param eter Estimates
Equation R Square F df1 df2 Sig. b1 b2 b3
Linear .222 128.914 1 452 .000 .023
Logarit hmic .348 241.426 1 452 .000 .150
Inverse .355 248.687 1 452 .000 .308
Quadratic .382 139.093 2 451 .000 .058 -.002
Cubic .503 151.798 3 450 .000 .104 -.008 .000
Compound a . . . . . .000
Powera . . . . . .000
Sa . . . . . .000
Growtha . . . . . .000
Ex ponentiala . . . . . .000
Logistica . . . . . .000
The independent variable is ME.
a. The dependent variable (CS R) c ontains non-posit ive values. The m inim um value is .00. Log transform cannot
be applied. The Com pound, Power, S , Growt h, E xponential, and Logis tic m odels c annot be calculated for thi
variable.

Model Sum ma ry a nd Parame ter Estim ate s


Dependent Variable: CS R
Model Sum mary Param eter Estimates
Equation R Square F df1 df2 Sig. b1 b2 b3
Linear .576 613.474 1 452 .000 .104
Logarit hmic .551 554.944 1 452 .000 .293
Inverse .607 696.832 1 452 .000 .575
Quadratic .695 513.755 2 451 .000 .261 -.050
Cubic .709 365.248 3 450 .000 .396 -.140 .014
Compound a . . . . . .000
Powera . . . . . .000
Sa . . . . . .000
Growtha . . . . . .000
Ex ponentiala . . . . . .000
Logistica . . . . . .000
The independent variable is BD.
a. The dependent variable (CS R) c ontains non-posit ive values. The m inim um value is .00. Log transform cannot
be applied. The Com pound, Power, S , Growt h, E xponential, and Logis tic m odels c annot be calculated for thi
variable.

Model Sum ma ry a nd Parame ter Estim ate s


Dependent Variable: CS R
Model Sum mary Param eter Estimates
Equation R Square F df1 df2 Sig. b1 b2 b3
Linear .778 1586.043 1 452 .000 .735
Logarit hmic .525 498.956 1 452 .000 -.291
Inverse .547 546.830 1 452 .000 .106
Quadratic .797 886.466 2 451 .000 .189 1.155
Cubic .799 594.987 3 450 .000 .744 -1. 270 2.536
Compound a . . . . . .000
Powera . . . . . .000
Sa . . . . . .000
Growtha . . . . . .000
Ex ponentiala . . . . . .000
Logistica . . . . . .000
The independent variable is CG.
a. The dependent variable (CS R) c ontains non-posit ive values. The m inim um value is .00. Log transform cannot
be applied. The Com pound, Power, S , Growt h, E xponential, and Logis tic m odels c annot be calculated for thi
variable.
Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Vari able: IR


Model Sum mary Param eter Estim ates
Equation R Square F df1 df2 Sig. b1 b2 b3
Linear .200 112.700 1 452 .000 5.959
Logarithmic a . . . . . .
Inverse b . . . . . .
Quadratic .200 56.231 2 451 .000 5.845 .190
Cubic .205 38.676 3 450 .000 10.643 -20.484 17.418
Compound c . . . . . .000
Powerc,a . . . . . .000
Sc,b . . . . . .000
Growth c . . . . . .000
Exponentialc . . . . . .000
Logisti cc . . . . . .000
The independent variable is CSR.
a. The independent variable (CSR) contains non-positive values. The m inimum value is .00. The Logari thmi c
and Power models cannot be calculated.
b. The independent variable (CSR) contains values of zero. The Inverse and S models cannot be calcul ated.
c. The dependent variable (IR) contains non-positive values. The m inim um value is .00. Log transform cannot be
applied. The Compound, Power, S, Growth, Exponential, and Logistic models cannot be calculated for thi s
variable.

Model Summary and Parameter Estimates


Dependent Vari able: CFP
Model Sum mary Param eter Estim ates
Equation R Square F df1 df2 Sig. b1 b2 b3
Linear .090 44.873 1 452 .000 23.770
Logarithmic a . . . . . .
Inverse b . . . . . .
Quadratic .092 22.905 2 451 .000 31.197 -12.441
Cubic .092 15.265 3 450 .000 36.106 -33.596 17.822
Compound c . . . . . .000
Powerc,a . . . . . .000
Sc,b . . . . . .000
Growth c . . . . . .000
Exponentialc . . . . . .000
Logisti cc . . . . . .000
The independent variable is CSR.
a. The independent variable (CSR) contains non-positive values. The m inimum value is .00. The Logari thmi c
and Power models cannot be calculated.
b. The independent variable (CSR) contains values of zero. The Inverse and S models cannot be calcul ated.
c. The dependent variable (CFP) contains non-positive values. The mini mum value is -258.62. Log transform
cannot be applied. The Compound, Power, S, Growth, Exponential, and Logisti c models cannot be calcul ated
for this variable.

Model Summary and Parameter Estimates


Dependent Variable: CFP
Model Sum mary Param eter Estim ates
Equation R Square F df1 df2 Sig. b1 b2 b3
Linear .021 9.754 1 452 .002 .862
Logarithmic a . . . . . .
Inverse b . . . . . .
Quadratic .052 12.300 2 451 .000 2.814 -.049
Cubic .068 10.895 3 450 .000 4.691 -.210 .002
Compound c . . . . . .000
Powerc,a . . . . . .000
Sc,b . . . . . .000
Growth c . . . . . .000
Exponentialc . . . . . .000
Logisticc . . . . . .000
The independent variable is IR.
a. The independent variable (IR) contains non-pos itive values. The m inim um value is .00. The Logarithm ic and
Power models cannot be calculated.
b. The independent variable (IR) contains values of zero. The Invers e and S m odels cannot be calculated.
c. The dependent variable (CFP) contains non-positive values. The minimum value is -258.62. Log transform
cannot be applied. The Compound, Power, S, Growth, Exponential, and Logistic models cannot be calculated
for this variable.
(4) Hasil Pengujian GSCA
Model 1 (t)
Model Fit
FIT 0.599
AFIT 0.596
GFI 0.952
SRMR 0.049
NPAR 35
Measurement Model
----------------------------------------------------------------------------------------------
Variable Loading Weight SMC
Estimate SE CR Estimate SE CR Estimate SE CR
ME AVE = 0.581, Alpha =0.194
ME.MT 0.793 0.013 61.08* 0.692 0.028 25.0* 0.628 0.021 30.58*
ME.MO 0.730 0.031 23.37* 0.618 0.015 41.33* 0.533 0.045 11.9*
BD AVE = 0.542, Alpha =0.103
BD.BG 0.532 0.112 4.73* 0.401 0.079 5.08* 0.283 0.099 2.84*
BD.BA 0.684 0.049 13.83* 0.513 0.045 11.34* 0.467 0.066 7.06*
BTD.BT 0.759 0.029 26.16* 0.575 0.035 16.3* 0.576 0.044 13.18*
CG AVE = 0.000, Alpha =0.678
CG.RS 0 0 0 0.191 0.087 2.2* 0 0 0
CG.ETS 0 0 0 0.002 0.075 0.03 0 0 0
*
CG.RO 0 0 0 0.511 0.081 6.32 0 0 0
CG.DT 0 0 0 0.158 0.080 2.03* 0 0 0
*
CG.BR 0 0 0 0.512 0.080 6.42 0 0 0
CSR AVE = 0.000, Alpha =0.935
CSR.EC 0 0 0 0.097 0.067 1.44 0 0 0
CSR.EN 0 0 0 0.184 0.087 2.11* 0 0 0
*
CSR.LA 0 0 0 0.844 0.081 10.43 0 0 0
CSR.HR 0 0 0 -0.048 0.102 0.47 0 0 0
CSR.SO 0 0 0 -0.069 0.096 0.72 0 0 0
CSR.PR 0 0 0 0.042 0.079 0.54 0 0 0
IR AVE = 0.548, Alpha =0.047
*
IR.IN 0.517 0.064 8.1 0.415 0.053 7.82* 0.267 0.064 4.15*
IR.HC 0.911 0.023 40.23* 0.862 0.036 23.85* 0.829 0.041 20.12*
CFP AVE = 0.796, Alpha =0.419
CFP.ROA 0.901 0.015 61.91* 0.582 0.016 36.45* 0.812 0.026 31.07*
CFP.ROS 0.883 0.019 47.58* 0.538 0.014 38.7* 0.780 0.033 23.99*
CR* = significant at .05 level
Structural Model
Path Coefficients
Estimate SE CR
ME->CSR -0.124 0.035 3.54*
BD->CSR -0.032 0.038 0.84
CG->CSR 0.591 0.037 15.89*
CSR->IR 0.608 0.030 20.06*
CSR->CFP 0.149 0.047 3.2*
IR->CFP 0.051 0.042 1.21
CR* = significant at .05 level

Model 2 (t +1)
Model Fit
FIT 0.602
AFIT 0.595
GFI 0.960
SRMR 0.061
NPAR 35
Measurement Model

Variable Loading Weight SMC


Estimate SE CR Estimate SE CR Estimate SE CR
ME AVE = 0.570, Alpha =0.159
ME.MT 0.787 0.058 13.48* 0.699 0.089 7.86* 0.619 0.101 6.15*
ME.MO 0.722 0.157 4.6* 0.624 0.132 4.73* 0.522 0.150 3.48*
BD AVE = 0.539, Alpha =0.106
BD.BG 0.557 0.193 2.89* 0.424 0.146 2.91* 0.311 0.143 2.18*
BD.BA 0.649 0.122 5.34* 0.493 0.102 4.82* 0.422 0.135 3.12*
BTD.BT 0.763 0.075 10.18* 0.581 0.069 8.4* 0.583 0.099 5.91*
CG AVE = 0.000, Alpha =0.641
CG.RS 0 0 0 0.276 0.120 2.31* 0 0 0
CG.ETS 0 0 0 0.031 0.125 0.25 0 0 0
*
CG.RO 0 0 0 0.548 0.115 4.75 0 0 0
CG.DT 0 0 0 0.161 0.081 1.99* 0 0 0
*
CG.BR 0 0 0 0.421 0.119 3.55 0 0 0
CSR AVE = 0.000, Alpha =0.937
CSR.EC 0 0 0 0.068 0.119 0.57 0 0 0
CSR.EN 0 0 0 0.264 0.105 2.51* 0 0 0
*
CSR.LA 0 0 0 0.771 0.142 5.41 0 0 0
CSR.HR 0 0 0 0.001 0.179 0.0 0 0 0
CSR.SO 0 0 0 -0.092 0.147 0.62 0 0 0
CSR.PR 0 0 0 0.037 0.136 0.27 0 0 0
IR AVE = 0.583, Alpha =0.087
IR.IN 0.636 0.110 5.77* 0.496 0.087 5.72* 0.404 0.112 3.6*
IR.HC 0.873 0.039 22.1* 0.785 0.066 11.83* 0.762 0.069 10.97*
CFP AVE = 0.755, Alpha =0.464
CFP.ROA 0.881 0.016 54.6* 0.601 0.023 25.8* 0.777 0.029 26.99*
CFP.ROS 0.856 0.022 39.44* 0.549 0.021 25.69* 0.733 0.037 19.57*
CR* = significant at .05 level

Structural Model
Path Coefficients
Estimate SE CR
ME->CSR -0.095 0.074 1.28
BD->CSR -0.004 0.079 0.05
CG->CSR 0.644 0.045 14.19*
CSR->IR 0.605 0.055 11.05*
CSR->CFP 0.196 0.081 2.43*
IR->CFP 0.118 0.058 2.03*
CR* = significant at .05 level

Model 3 (t + 2)
Model Fit
FIT 0.600
AFIT 0.593
GFI 0.953
SRMR 0.074
NPAR 35

Measurement Model

Variable Loading Weight SMC


Estimate SE CR Estimate SE CR Estimate SE CR
ME AVE = 0.570, Alpha =0.159
ME.MT 0.785 0.062 12.57* 0.697 0.093 7.47* 0.616 0.107 5.74*
ME.MO 0.724 0.269 2.69* 0.626 0.236 2.65* 0.525 0.156 3.35*
BD AVE = 0.493, Alpha =0.106
BD.BG 0.551 0.217 2.54* 0.419 0.162 2.58* 0.303 0.167 1.82
BD.BA 0.656 0.173 3.79* 0.499 0.147 3.38* 0.431 0.143 3.01*
BTD.BT 0.763 0.068 11.24* 0.580 0.055 10.58* 0.582 0.098 5.93*
CG AVE = 0.000, Alpha =0.641
CG.RS 0 0 0 0.290 0.121 2.4* 0 0 0
CG.ETS 0 0 0 0.034 0.122 0.28 0 0 0
*
CG.RO 0 0 0 0.537 0.101 5.32 0 0 0
CG.DT 0 0 0 0.147 0.112 1.32 0 0 0
*
CG.BR 0 0 0 0.426 0.103 4.15 0 0 0
CSR AVE = 0.000, Alpha =0.937
CSR.EC 0 0 0 0.024 0.133 0.18 0 0 0
CSR.EN 0 0 0 0.285 0.136 2.10* 0 0 0
*
CSR.LA 0 0 0 0.780 0.147 5.31 0 0 0
CSR.HR 0 0 0 0.070 0.169 0.42 0 0 0
CSR.SO 0 0 0 -0.129 0.148 0.88 0 0 0
CSR.PR 0 0 0 0.003 0.123 0.02 0 0 0
IR AVE = 0.583, Alpha =0.087
IR.IN 0.640 0.094 6.84* 0.502 0.074 6.74* 0.410 0.107 3.82*
IR.HC 0.870 0.038 23.18* 0.781 0.064 12.15* 0.756 0.066 11.53*
CFP AVE = 0.764, Alpha =0.583
CFP.ROA 0.861 0.032 26.78* 0.544 0.028 19.67* 0.741 0.056 13.3*
CFP.ROS 0.887 0.017 50.91* 0.600 0.037 16.12* 0.787 0.031 25.16*
CR* = significant at .05 level

Structural Model
Path Coefficients
Estimate SE CR
ME->CSR -0.092 0.083 1.11
BD->CSR -0.002 0.080 0.02
CG->CSR 0.642 0.050 12.72*
CSR->IR 0.606 0.048 12.52*
CSR->CFP -0.258 0.126 2.05*
IR->CFP 0.149 0.075 1.99*
CR* = significant at .05 level

Вам также может понравиться