Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
Oleh :
ARDAMAN MENDROFA
NIM. 14010008
SKRIPSI
Oleh :
ARDAMAN MENDROFA
NIM. 14010008
9
HALAMAN PENGESAHAN
(Skripsi)
(Ns. Nanda Masraini Daulay, M.kep) (Ns. Hotma Royani Siregar, M.kep)
IDENTITAS
ii PENULIS
Nim : 14010008
Alamat : Bange
Riwayat Pendidikan :
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena atas berkat dan
Diabetes Melitus Tipe 2”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
Padangsidimpuan.
Dalam proses penyusunan Skripsi ini peneliti banyak dapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti
1. Ns. Sukri Herianto Ritonga M. Kep, selaku Ketua STIKes AUFA ROYHAN
Padangsidimpuan.
2. Ns. Nanda Masraini Daulay, M. Kep, selaku Ketua Program studi ilmu
3. Ns. Adi Antoni, M.kep, selaku Pembimbing utama, yang telah meluangkan
penelitian ini.
ibu pimpin. iv
Padangsidimpuan.
7. Kepada teristimewa Ayahanda dan Ibunda serta keluarga saya yang sangat
saya sayangi yang telah memberikan dorongan dan bantuan moril, materi,
8. Kepada teman atau pun sahabat Khairul Anwar, Defri Saputra, Ramlan
Kritik dan saran yang bersifat membangun peneliti harapkan guna perbaikan
Peneliti
13
ARDAMAN MENDROFA
NIM. 14010008
ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat gangguan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin, maupun keduanya. Prevalensi DM di Indonesia
adalah 10 juta orang mengidap diabetes (Dinkes, 2016). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui adanya korelasi indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan
pada klien diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian ini adalah Deskriptif
Korelasional dengan pendekatan Cross sectional. Penelitian ini dilakukan di
Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. Jumlah responden penelitian ini
sebanyak 46 orang dengan teknik pengambilan secara total sampling. Alat ukur yang
digunakan indeks massa tubuh rumus metrik dan tingkat kecemasan HARS dengan
kuisioner 14 pertanyaan. Hasil penelitian ini mengenai Indeks massa tubuh yang
mengalami diabetes melitus tipe 2 mayoritas (obesitas 1) sebanyak 33 orang (72%)
sedangkan tingkat kecemasan mayoritas (berat) sebanyak 28 orang (61%). Dari hasil
uji Pearson di dapatkan hasil p= .754 (p-value > 0,05). Hasil penelitian ini
menunjukkan tidak ada Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat Kecemasan
pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan.
Pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan khususnya tentang masalah
indeks massa tubuh yang terkait kecemasan agar dapat mengatasi pederita diabetes
melitus.
14
Kata Kunci : Indeks massa tubuh, tingkat kecemasan, diabetes melitus tipe 2
Daftar Pustaka : 2009-2017 (37)
vi
STUDY OF NURSING PROGRAM
AUFA ROYHAN HEALTH SCHOOL PADANGSIDIMPUAN
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disease caused by insulin secretion, insulin
disruption, or both. Prevalence of DM in Indonesia is 10 million people suffering
from diabetes (Dinkes, 2016). This study aims to determine the correlation of body
mass index with anxiety level in the client diabetes melitus type 2. The design of this
research is descriptive correlational with Cross sectional approach. This research
was conducted at the Batunadua Health Center in Padangsidimpuan City. The
number of respondents of this study as many as 46 people with the sampling
technique in total sampling. A gauge that is a body mass index and metric. HARS
with a questionnaire of 14 questions. The results of this study on body mass index
who experienced diabetes mellitus type 2 majority (obesity 1) as many as 33 people
(72%) whereas (weight) majority anxiety level 28 people (61%). From result of
Pearson test get result p = .754 (p-value> 0,05). The results of this study indicate
that there is no Correlation of Body Mass Index with Anxiety Levels in Type 2
Diabetes Mellitus Clients in Batunadua Health Center in Padangsidimpuan City.
Providing information to increase knowledge especially about the problem of body
mass index related to anxiety in order to overcome the sufferers of diabetes mellitus.
15
DAFTAR ISI
vii
halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
IDENTITAS PANULIS ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR SKEMA ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
17
DAFTARixTABEL
Halaman
DAFTAR
x SKEMA
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
xi
xii I
BAB
PENDAHULUAN
21
mencapai 415 juta orang dengan proporsi kejadian DM Tipe 2 adalah 98% dari
populasi dunia yang menderita DM (IDF, 2015). Menurut World Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa secara global 422 juta orang dewasa berusia
Diabetes tipe 1 yang sering diderita anak-anak dan tipe 2 merupakan bentuk
ada sekitar 422 juta orang penyandang diabetes yang berusia 18 tahun di
seluruh dunia atau 8,5% dari penduduk dunia. Namun 1 dari 2 orang dengan
1
Diabetes tidak tahu bahwa dia penyandang diabetes. Oleh karena itu, sering
serangan jantung, stroke, infeksi kaki yang berat dan berisiko amputasi, serta
disebutkan, sejak Januari 2015 sampai April 2016 jumlah penderita DM tipe 1
sebanyak 18.358 orang dan tipe 2 berjumlah 54.843 orang. Padahal penyakit ini
pada bulan Januari sebanyak 172 pasien, Februari sebanyak 177 pasien, dan
oleh diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah
sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormone
insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon
tertinggi. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan
sehingga mengubah gaya hidup seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi dari alam menjadi konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan
tipe 2. Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM
tipe 2 dari pada orang dengan status gizi normal WHO (2017).
berbagai macam organ Nindyasari (2010). Tingginya kadar gula darah serta
Semiardji (2013).
lansung sangat sulit dan sebagai pengganti dipakai Body Mass Index (BMI)
atau Indek Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan berat badan (dalam kilogram)
dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter) Justitia (2012). Angka obesitas yang
diukur dengan IMT berkaitan erat dengan intoleransi glukosa pada populasi
kecemasan pada wanita tiga kali lebih tinggi dibandingkan pria 62%. Wanita
diabetes melitus pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2017 adalah
tersebut 8 orang yang indeks massa tubuhnya tidak normal dan tingkat
kecemasan yang berat karena gula darah yang tidak normal, aktivitas yang
kurang, pola makan yang tidak teratur dan faktor keturun keluarga yang
mengalami diabetes melitus, klien mengatakan masih kurang tahu apa penyebab
Padangsidimpuan.
Melitus terdapat peningkatan tiap tahunnya. Dari hasil survey yang dilakukan
2017 terdapat 46 orang yang mengalami Diabetes Melitus, dalam penelitian ini
25
adalah apakah ada Korelasi Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan
Tingkat Kecemasan Pada klien Diabetes Melitus Type 2 sehingga mampu mandiri
dalam masalah kesehatan serta dapat mengambil sikap upa-upaya yang harus
Melitus type 2.
tipe 2 dalam mengatasi Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat Kecemasan
Diabetes Melitus Tipe 2 dan serta yang mengelami Indeks Massa Tubuh dengan
tugas program study keperawatan dan dapat lebih menekankan pada Korelasi
Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat Kecemasan Pada klien Diabetes Melitus
Type 2.
BAB 2
27
TINJAUAN PUSTAKA
berat badan dengan tinggi badan. Rentang IMT normal yang dikehendaki
untuk kesehatan berkisar 19 sampai dengan 24,9. IMT kurang dari 18,5
yang diinginkan untuk berat badan atas tinggi badan. IMT antara 25 sampai
Hawks (2014).
Indeks massa tubuh dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (kg)
dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan tidak terkait dengan
jenis kelamin. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang
berusia 18 tahun ke atas. IMT tidak diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil dan olahragawan, serta tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus
7
28
Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus metrik
berikut:
IMT =
Keterangan:
Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas indeks massa tubuh (IMT)
diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk
semua umur bagi laki-laki dan perempuan. Berdasarkan PERKENI (2011) maka
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dapat
a. Pada olahragawan
berada pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan mereka mempunyai massa
otot yang berlebihan walaupun presentase lemah tubuh mereka dalam kadar
tinggi badan, kenaikan nilai IMT adalah disebabkan oleh lemak tubuh Ginting,
(2016).
b. Pada anak-anak
Tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah seiringan dengan
pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh itu, pada
mengikut kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0
adalah berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi
27,5 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India,
b. Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan
c. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah
seperti nyeri dada, palpitasi, pusing dan sesak nafas Stuart (2016).
Keduanya adalah energi dan tidak dapat diamati secara langsung. Seorang
Hal ini dipicu oleh hal yang tidak ketahui dan menyertai semua pengalaman
baru, seperti masuk sekolah, memulai pekerjaan baru atau melahirkn anak.
Karakteristik kecemasan ini yang membedakan dari ras takut. Ketakutan memiliki
Takut disebabkan oleh paparan fisik atau psikologis dari situasi yang mengancam
Stuart (2016).
Jika seorang perawat berbicara dengan klien yang kecemasan dalm waktu
singkat perawat juga akan mengalami perasaan kecemasan. Demikian pula jika
kepada klien. Kecemasan bersifat menular dapat memiliki efek positif dan
negatife pada hubungan teraupetik. Perawat harus hati-hati memonitor efek ini
Stuart (2016).
seseorang, harga diri, atau identitas. Kecemasa dalah hasil dari ancaman
terhadap sesuatu yang merupakan pusat kepribadian seseorang dan penting bagi
rasa takut akan hukum, ketidak setujuan, penarikan cinta, gangguan hubungan,
isolasi atau kehilangan fungsi tubuh. Budaya terkait dengan kecemasan, karena
32
(2016).
Dimana seseorang hanya berfokus pada hal yang penting saja lapang
memfokuskan pada hal yang detail dan tidak berpikir tentang hal ini. Semua
2.2.3.4 Panik
Dikaitkan dengan rasa takut dan terror, sebagian orang yang mengalami
kepanikan tidak dapat melakukan hal-hal behkan dengan arahan. Gejala panik
dengan orang lain, persepsi yang menyempit, dan kehilangan pemikiran rasional.
Orang panik tidak mampu berkomunikasi atau berfungsi secara efektif. Tingkat
kecemasan ini tidak dapat bertahan tanpa batas waktu, karena tidak kompatibel
kelelahan dan kematian. Tapi panik dapat diobati dengan aman dan afektif
Stuart (2016).
Kecemasan adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan
ketidak pastian, ketidak berdayaan, isolasi dan ketidak amanan. Seorang merasa
diri sedang terancam. Pengalaman kecemasan dimulai pada masa bayi dan
b. Respirasi yaitu: Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, pernapasan
tidak nyaman, nyeri perut, mual, rasa panas seperti terbakar, dan diare.
e. Seluran kemih yaitu: keinginan buang air kecil dan sering bung air kecil.
f. Kulit yaiu: Wajah merah atau pucat, berkeringat loka misalnya telapak
interpersonal.
berkurang, kebingungan atau malu, takut cedera atau kematian dan mimpih
buruk.
ketakutan atau frustasi, ketidak berdayaan atau mati rasa dan perasaan
Menurut Saseno (2013) Alat atau instrumen penelitian ini adalah skala
berbentuk tabel terdiri dari 3 kolom, yaitu nomor urut, gejala kecemasan dan
nilai atau skor. Adapun cara penilaian tingkat kecemasan menggunakan skala
gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui
14 – 20 = Kecemasan ringan.
21 – 27 = Kecemasan sedanng.
28 – 41 = Kecemasan berat.
variabel yang diukur dan dikonfirmasikan dalam bentuk angka frekuensi. Sebelum
dilakukan analisis bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data tingkat
kecemasan.
36
termasuk gangguan kejiwaan yang paling umum di seluruh dunia dan biasanya
terjadi pada individu yang menderita penyakit kronis, seperti diabetes mellitus
melitus lebih tinggi saat BMI meningkat dan bila kedua faktor ini berdampingan
dengan kejadian depresi orang tersebut bahkan terbebani lagi dengan terjadinya
kecemasan dan depresi yang lebih berat sesuai dengan yang bersangkutan studi
sekarang.
depresi dan kecemasan yang tinggi, yang berkaitan dengan pengobatan yang
penderita berkaitan dengan pengobatan yang harus dijalani seperti diet atau
pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah, konsumsi obat dan juga olah
raga. Selain itu, resiko komplikasi penyakit yang dapat dialami penderita juga
DM ini tidak hanya berpengaruh secara fisik, namun juga berpengaruh secara
oleh pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu yang belum terjadi dan
metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
dan lebih umum di antara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnik serta populasi
ras tertentu. Namun diagnosis DM tipe 2 pada anak-anak dan remaja meningkat,
ditandai oleh gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Kedua defek ini
pada usia dewasa. Pada DM tipe 2 sering terdapat resistensi insulin dengan
Obesitas dan obesitas pada bagian perut umumnya terlihat pada pasien-
pasien DM tipe 2. Ketoasidosis jarang ditemukan dan jika terlihat, keadaan ini
berhubungan dengan stres atau penyakit lain yang menjangkiti pasien DM.
Gibney (2013).
ICAs jarang ada. Keturunan memainkan peran utama di dalam ekspresi dari
disebanding populasi umum. Obesitas adalah factor resiko mayor, dengan 85%
dari seluruh orang dengan DM tipe 2. Hal ini tidak jelas apakah kegagalan
sensitivitas jaringan (otot dan hati) terhadap insulin atau kegagalan sekresi
nondiabetes, dan kardiovaskular dan angka kematian total adalah 2-3 kali lebih
yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari sel-
sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin menurun, dan jumlah insulin
yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80%
insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus
yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari
terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagai faktor ini dapat dimodifikasi
melalui perubahan gaya hidup, sementar sebagai lainnya tidak dapat diubah
Gibney (2013).
40
yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan
kelainan poligenik dan tidak memiliki hubungan yang jelas dengan gen human
leucocytes antigen (HLA). Munculnya diabetes yang biasa muncul ketika dewasa
pada usia muda (MODY, maturity-onset diabetes in the young) merupakan bentuk
monogenik DM tipe 2 dengan usia onset yang dini, yaitu kurang dari usia 25
Gibney (2013):
a. Usia
usia pada saat onset DM umumnya berkisar antara 50-60 tahun, namun usia
ini secara signifikan lebih rendah pada penduduk asli Amerika dan India
body adiposity) yang diukur melalui resio pinggang atau panggul (WHR,
(general obesity) lebih rendah, namun rata-rata orang India memiliki adipositas
c. Faktor diet
2. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan
DM tipe 2. Diet yang kaya akan energy dan rendah serat akan meningkatkan
kenaikan berat badan dan resistensi insulin kendati pada populasi berisiko
nyata pada populasi yang terbiasa untuk melakukan aktivitas fisik yang
pada obesitas dan metabolism lemak. Latihan fisik juga memberikan efek
e. Stress
tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena
f. Merokok
1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30
tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok berat.
yang tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap
insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara
g. Hipertensi
dengan peningkatan diabetes melitus pada kelainan fungsi tubuh atau disfungsi
sel ß pankreas. Diabetes melitus tipe 1 biasanya terjadi pada anak remaja
tetapi beberapa kasus ditemukan diabetes ini juga terjadi pada orang dewasa,
katabolisme yang disebabkan tidak terdapat insulin dalam sirkulasi dan sel-
normal aktivitas insulin yang dihasilkan oleh pankreas (resistensi insulin). Pasien
secara efektif. Selain itu, terjadi pula defisiensi respon sel ß pankreas terhadap
hormon insulin. Diabetes jenis ini biasanya timbul pada umur lebih dari 40
90% dari seluruh pasien DM di Indonesia. Sebagian besar gaya hidup yang tidak
ini umumnya dijumpai pada trimester kedua atau ketiga dengan keadaan
dan obesitas merupakan faktor risiko GDM yang utama. Bagi wanita dengan
riwayat keluarga positif DM, dianjurkan untuk menjalani skrining pada minggu
24-48 usia kehamilannya. Deteksi awal ini sangat penting dilakukan karena
45
dapat membantu mengurangi angka kelahiran bayi abnormal dan angka kematian
sel beta, defek genetik fungsi insulin, endokrinopati, penyakit akibat obat atau
Gibney (2013).
aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer, keadaan ini
hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal
ini bersamaan dengan ketidak mampuan otot dan jaringan lemak untuk
tidak jelas namun ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor
dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi
insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons
metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu
atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin
dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat
terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik,
47
mengambil kira-kira 25% dari glukosa yang sel-sel perlukan untuk bahan bakar.
Jaringan saraf, eritrosit, serta sel-sel- saluran pencernaan, hati, dan tubulus ginjal
lemak, sepanjang otot jantung dan tulang, memerlukan insulin untuk teranspor
glukosa. Tanpah jumlah insulin yang adekuat, banyak dari glukosa yang
dimakan tidak dapat digunakan. Dengan jumlah insulin yang tidak adekuat, kadar
glukosa meningkat. Peningkatan ini berlnjut karena hati tidak dapat menyiman
glukosa sebagai glikogen tanpa kadar insulin yang cukup. Di dalam upaya
mengubah simpanan lemak untuk produksi energy ketika glukosa tidak tersedia.
terbentuk. Keton terakumulasi dalam darah dan dikeluarkan melalui ginjal dan
paru-paru. Kadar keton dapat diukur di dalam darah dan uriner; kadar tinggi
asam basa tubuh dengan menghasilkan ion hydrogen. elain itu, ketika keton
primer energy, kadar lemak tubuh dapat meningkat menjadi 5 kali normal,
sehat, protein akan dipecah dan dibangun ulang. Pada orang dengan DM tipe 1,
kondisi ini tidak diobatin. Klien dengan DM tipe 1 tampak kurus. Proses
manifestasi klinis umum yang berhubungan dengan DM. pada DM tipe 1, onset
klien mungkin mencatat sedikit atau tanpa manifestasi klinis selama beberapa
(poliuria), peningkatan rasa haus dan minum (polidipsi) dank arena penyakit yang
2.3.6.1 Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik Fatimah (2015).
hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10
b. Gejala kronik diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada
ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg Fatimah (2015).
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
melitus. Diabetes Melitus (DM) atau yang dikenal sebagai kencing manis
Insufisiensi fungsi insulin ini sendiri disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans, atau disebabkan oleh kurang
akan memperbesar resiko kardiovaskular, komplikasi rena dan retina pada DM.
pada saat diagnosis DM tipe 2 dibuat dan sesudah itu dilakukan, setiap tahun
sekali. Dua buah penelitian landmark yang dilakukan akhir-akhir ini yaitu
The Diabetes Control and Complication trial (DCCT) pada DM tipe 1 dan The
dan penyakit jantung koroner seperti obesitas, kekurangnya aktivitas fisik dan
diet yang tidak tepat merupakan unsur-unsur yang dapat di ubah. Saat sudah
(< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang
dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah
penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke. Komplikasi
Sampel glukosa darah puasa diambil saat klien tidak makan makanan
selain minum air selama paling tidak 8 jam. Sampel darah ini secara umum
hati-hati. Pada klien yang diketahui memiliki DM, makanan dan insulin tidak
glukosa darah klien >126 mg/dl. Nilai diantara 110-125 mg/dl mengindekasikan
indikasi paling baik dari keseluruhan homeostasis glukosa dan metode terpilih
kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl. Sampel glukosa darah sewaktu diambil
setelah makan, situasi penuh stress, dan dalam sampel yang diambil dari lokasi
Kadar glukosa darah setelah makan dapat juga diambil dan digunakan
untuk mendiagnosis DM. kadar glukosa darah setelah makan diambil setelah
diperantarai insulin oleh jaringan perifer. Secara normal, kadar glukosa darah
seharusnya kembali ke kadar puasa didalam 2 jam. Kadar glukosa darah 2 jam
setelah makan >200 mg/dl selama tes toleransi glukosa oral (OGTT) memperkuat
diangnosis DM. Pada lansia, kadar glukosa setelah makan lebih tinggi, secara
spesifik meningkat 5-10 mg/dl per dekade setelah usia 50 tahun karena
minum kopi dapat mengarah kepada peningkatan nilai palsu saat 2 jam,
53
Hawks (2014).
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan
bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi,
riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr,
kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostic
dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara komprehensif.
1. Riwayat Penyakit
b. Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat
badan.
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri.
hipoglikemia).
55
g. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital.
h. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung
2. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan funduskopi.
e. Pemeriksaan jantung.
insulin).
(2015).
56
3. Evaluasi Laboratorium
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO dan
4. Penapisan Komplikasi
a. Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein
b. Tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, tes urin rutin dan albumin urin kuantitatif.
d. Elektrokardiogram.
e. Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).
Tersier.
(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral atau suntikan. Obat anti hiperglikemia
oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria yang harus
57
pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
1. Edukasi
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi
edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan Soelistijo (2015).
6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang
DM Soelistijo (2015).
1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.
2) Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
4) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan
6) Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.
7) Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada
9) Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10) Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
59
11) Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk
anjuran:
1) Mengikuti pola makan sehat dan meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan
2) Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman dan
teratur.
(2015).
laboratorium.
keluarganya.
dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
a. Karbohidrat
6) Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
b. Lemak
tidak jenuh ganda < 10 % dan selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
fullcream.
c. Protein
2) Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan
d. Natrium
3) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
e. Serat
2) Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
f. Pemanis Alternatif
tak berkalori.
dan xylitol.
63
g. Kebutuhan Kalori
yang besarnya 25-30 kal/kg BB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
2.3.9.4 Jasmani
latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama
sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak
glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100
mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250
untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
Fatimah (2015).yaitu:
kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan
kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai
atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan Fatimah
(2015).
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi
c. Riwayat keluarga DM
Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah
jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan risiko
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama
disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan
atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau
Tingkat Kecemasan Pada klien Diabetes Melitus Type 2 adalah sebagai berikut:
2.5 Hipotesis
Istilah hipotesis berasal dari bahasa yunani yang mempunyai dua kata
“hupo” artinya sementara dan “thesis” artinya pernyataan atau teori. Menurut
Dantes (2012) hipotesis adalah praduga atau asumsi yang harus diuji melalui
data atau fakta yang di peroleh melalui penelitian. Selanjutnya Dantes (2012)
1. Ho : Tidak ada korelasi dengan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat
BAB 3
METODE PENELITIAN
descriptif corelational yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui jenis tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan tambahan, atau
manipulasi terhadap data yang memang sudah ada. Penelitian ini menggunakan
penelitian ini berdasarkan survey pada tanggal 1 Februari 2018 yang memiliki
penyakit diabetes melitus pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2017
adalah sebanyak 46 orang. Dan hasil wawancara dengan 10 orang dari 46 orang
tersebut 8 orang yang indeksmassa tubuhnya tidak normal dan tingkat kecemasan
yang berat karena gula darah yang tidak normal, aktivitas yang kurang,
polamakan yang tidak teratur dan faktor keturun keluarga yang mengalami
diabetes melitus, klien mengatakan masih kurang tahu apa penyebab terjadinya
49
70
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2018 s/d Maret 2018.
3.3.1 Populasi
Notoatmodjo (2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes
3.3.2 Sampel
Sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi disebut sampel Notoatmodjo (2010). Jika Jumlah sampel
kurang dari 100 orang maka keseluruhan populasi dijadikan sampel, dan jika populasi
lebih dari 100 orang maka pengambil sampel sebesar 10–15% atau20–25% dari
71
jumlah populasi Arikunto (2011). Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan total
sampling, karena jumlah populasi kecil yaitu sebanyak 46 orang yang menderita
Padangsidimpuan.
a. Informed consent
b. Anonymity
c. Confidentiality
Informasi yang telah dikumpulkan dari responden yang berasal dari lembar
pengembangan ilmu.
72
Indeks massa tubuh dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (kg)
dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan tidak terkait dengan jenis
kelamin. Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus metrik
berikut:
IMT =
Keterangan:
Menurut Saseno (2013) Alat atau instrumen penelitian ini adalah skala
tingkat kecemasan. Instrumen terdiri dari 14 kelompok gejala dan berbentuk tabel
terdiri dari 3 kolom, yaitu nomor urut, gejala kecemasan dan nilai atau skor. Adapun
cara penilaian tingkat kecemasan menggunakan skala HARS yang terdiri dari4
3 = ¾ gejala
4 =Semua gejala
dan dari hasil penjum lahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang
14 – 20 = Kecemasan ringan.
21 – 27 = Kecemasan sedanng.
28 – 41 = Kecemasan berat.
cara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dari variabel yang
analisis bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data tingkat kecemasan.
penelitian. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut :
Peneliti akan meminta surat izin penelitian dari Program Studi Ilmu
d. Calon responden yang setuju diminta tanda tangan pada lembar surat pernyataan
e. Mengukur tinggi badan dan berat badan responden dengan menggunakan alat
Defenisi operasional adalah defenisi yang didasarkan atas hal yang diamati.
Konsep ini amat penting karena defenisi merupakan suatu variabel dan mungkin
bentuk kode tertentu (berupa angka) sehingga mudah diolah dengan komputer.
Yaitu pemindahan data yang telah diubah menjadi kode (berupa angka) ke
benar dan sesuai sehingga hasil analisa data akan benar dan akurat.
76
Hasil pengolahan data dalam penelitian ini disajikan data bentuk angka
(berupa tabel).
a. Analisa univariat
responden klien dengan diabetes melitus tipe 2: (usia, jenis kelamin). Semua data
komputerisasi.
b. Analisa bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan dengan mengunakan uji spearman, uji ini
memiliki syarat yaitu sumber data harus berasal dari subjek yang berbeda. Uji
spearman merupakan salah satu uji statistic non para metris. Digunakan apa bila
ingin mengetahui kesesuaian antara 2 subjek dimana skala datanya adalah ordinal.
Skala data adalah nominanl dengan interval yang diubah menjadi peringkat.
1. Jika a < 0,05, maka ho ditolak dan ha diterima, ada kolerasi Indeks massa
2. Jika a > 0,05, maka ha ditolak dan ho diterima, tidak ada kolerasi Indeks
massa tubuh dengan tingkat kecemasan pada klien diabetes melitu stipe 2.
c. Koefesien Korelasi
Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua
variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi
77
menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel
acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan
searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula.
hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
6. 1: Korelasi sempurna
78
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Tahun 2018”, diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada 46 orang yang
kelamin.
Berdasarkan tabel 4.2.1 dapat dilihat dari distribusi frekuensi usia yang
mengalami diabetes melitus tipe 2 bermayoritas 46-55 tahun (lansia awal) sebanyak
19 orang (41%). Berdasarkan dari distribusi frekuensi jenis kelamin yang mengalami
58
79
diabetes melitus tipe 2 bermayoritas perempuan sebanyak 27 orang (59%) lebih besar
dari 50%.
diteliti dalam penelitian yaitu melihat distribusi frekuensi variabel independen dan
dependen yang disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Tabel 4.3.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kadar Gula Darah Pada Klien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Batunadua Tahun 2018.
Kadar Gula Darah Frekuensi Persentase (%) Mean
146-199 mg/dl (tinggi) 22 48%
>200 mg/dl (sangat tinggi) 24 52% 5.52
Total 46 100%
Berdasarkan tabel 4.3.1 dapat dilihat dari distribusi frekuensi kadar gula darah
yang mengalami diabetes melitus tipe 2 yang bermayoritas sangat tinggi >200 mg/dl
sebanyak 24 orang (52%) dari pada frekuensi yang lain dan jumlah rata-rata kadar
Tabel 4.3.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Pada Klien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Batunadua Tahun 2018.
Variabel Independen Frekuensi Persentase (%) Mean
Indeks Massa Tubuh
23,0-24,9 (overweight) 1 2%
25,0-29,9 (obesitas 1) 33 72% 4.24
>30 (obesitas 2) 12 26%
Total 46 100%
Berdasarkan tabel 4.3.2 dilihat dari distribusi frekuensi indeks massa tubuh
33 orang (72%) dari pada frekuensi yang lainnya dan jumlah rata-rata indeks massa
tubuhnya 28,56.
yang mengalami diabetes melitus tipe 2 bermayoritas berat 28-41 sebanyak 28 orang
(61%) dari pada frekuensi yang lainnya dan jumlah rata-rata tingkat kecemasannya
36,24.
nilai signifikansi >0,05, maka data penelitian berdistribusi normal dan jika nilai
Berdasarkan tabel 4.4.1 dilihat dari uji normalitas Shapiro-Wilk indeks massa
tubuh dengan tingkat kecemasan pada klien diabetes melitus tipe 2 terdapat signifikan
peneliti untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih dan
dimasukkan ke dalam tabel pearson, yaitu salah satu jenis uji komparatif yang
dilakukan pada dua variabel. Dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05), bila P value
< 0,05 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel independen
Tabel 4.4.2 Berdasarkan uji Pearson Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat
Kecemasan Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
Batunadua Tahun 2018.
IMT Tingkat Kecemasan
IMT Pearson Correlation 1 .047
Sig. (2-tailed) .754
N 46 46
Tingkat Pearson Correlation .047 1
Kecemasan Sig. (2-tailed) .754
N 46 46
Berdasarkan tabel 4.4.2 dilihat dari uji Pearson indeks massa tubuh dengan
tingkat kecemasan pada klien diabetes melitus tipe 2 terdapat signifikan nya P value
>.754 maka menunjukkan bahwa tidak ada korelasi indeks massa tubuh dengan
tingkat kecemasan pada klien diabetes melitus tipe 2 karena P value > 0,05 berarti Ha
ditolak dan Ho diterima. Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai r = .047 maka
menunjukkan adanya korelasi sangat lemah karena >0 – 0,25 maka kedua variabel
Tabel 4.4.3 Korelasi Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan Pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Batunadua Tahun
2018.
Tingkat kecemasan P-
No Indeks Sedang Berat Berat Total value
Massa sekali
Tubuh F % F % F % F %
1 Overweight 0 0 1 100 0 0 1 100
2 Obesitas 1 6 18 19 58 8 24 33 100 .754
5 Obesitas 2 2 17 8 67 2 16 12 100
Total 8 17 28 61 10 22 46 100
Berdasarkan tabel 4.4.2, dapat disimpulkan bahwa indeks massa tubuh dengan
tingkat kecemasan overweight dan sedang sebanyak 0 orang (0%), indeks massa
tubuh dengan tingkat kecemasan overweight dan berat sebanyak 1 orang (100%),
indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan overweight dan berat sekali sebanyak
0 orang (0%).
sebanyak 6 orang (18%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan obesitas 1
dan berat sebanyak 19 orang (58%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan
sebanyak 2 orang (17%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan obesitas 2
dan berat sebanyak 8 orang (67%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan
Dilihat dari hasil uji statistic pearson di dapat hasil signifikannya P value
=.754 (p-value > 0,05), jadi dapat disimpulkan tidak ada korelasi indeks massa tubuh
dengan tingkat kecemasan pada klien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Batunadua
dapat dilihat dari nilai r = .047 maka menunjukkan korelasi sangat lemah karena >0 –
BAB 5
PEMBAHASAN
menjadi sampel penelitian tentang korelasi indeks massa tubuh dengan tingkat
kecemasan pada klien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Batunadua Tahun 2018.
a. Umur
dari 45 tahun disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu
yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot
sebesar 35% Suryani (2015).Dari hasil penelitian terdapat usia 46-55 tahun (lansia
b. Jenis kelamin
penyakit diabetes melitus tipe 2 karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar. Secara keseluruhan insiden
penyakit diabetes melitus tipe 2 lebih besar terjadi pada perempuan dari pada
laki-laki Suryani (2015).Dari hasil penelitian terdapat lebih banyak jenis kelamin
perempuan yang mengalami diabetes melitus tipe 2 sebanyak 27 orang (59%) dari
64
pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (41%).
menaikan kadar glukosa darah oleh hormone glukagon, hormon epinefrin, hormon
kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kerena peningkatan kadar
gula dalam darah (hiperglikemia), yang normal 60-120 mg/dl, akibat kekurangan
hormone insulin baik absolute maupun relative. Absolut berarti tidak ada insulin
sama sekali sedangkan relative berarti jumlahnya cukup atau memang sedikit tinggi
atau daya kerjanya kurang. Hormone insulin dibuat dalam pancreasPratiwi (2010).
Dari hasil penelitian yang mengalami diabetes melitus tipe 2 berdasarkan kadar gula
berat badan lebih berkait dengan penempilan dan akhirnya orang sadar bahwa kondisi
ini terkait dengan banyak penyakit.Overweight dan obesitas diketahui dapat memicu
beberapa penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus tipe
2, hipertensi dan dislipidemia Pratiwi (2010). Dari hasil penelitian yang mengalami
diabetes melitus tipe 2 berdasarkan indeks massa tubuh mayoritas 25,0-29,9 (obesitas
komorbiditas yang umum untuk kesehatan pada pasien dengan DM tipe 2. Depresi
dan kecemasan berhubungan dengan kontrol glikemik yang buruk dan akan
tinggi Ningsih (2014).Dari hasil penelitian yang mengalami diabetes melitus tipe 2
5.2.1 Korelasi Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan Pada Klien
tingkat kecemasan pada klien diabetes melitus tipe 2 di puskesmas batunadua tahun
2018 dari 46 responden yang diteliti, indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan
overweight dan sedang sebanyak 0 orang (0%), indeks massa tubuh dengan tingkat
kecemasan overweight dan berat sebanyak 1 orang (100%), indeks massa tubuh
dengan tingkat kecemasan overweight dan berat sekali sebanyak 0 orang (0%).
6 orang (18%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasanobesitas 1 dan berat
sebanyak 19 orang (58%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan obesitas 1
2 orang (17%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasanobesitas 2 dan berat
sebanyak 8 orang (67%), indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan obesitas 2
value>.754 (p-value > 0,05), jadi dapat disimpulkan tidak ada korelasi indeks massa
tubuh dengan tingkat kecemasan pada klien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas
usia dan jenis kelamin, dapat dilihat pada distribusi frekuensi responden berdasarkan
umur masih ada dibawah usia 26-35 tahun (dewasa awal) sebanyak 1 orang (2%) dan
Berdasarkan pada usia diatas 45 tahun tersebut sesorang lebih sering terkena
DM karena tingkat sensifitas insulin mulai menurun sehingga kadar gula darah yang
seharusnya masuk kedalam sel akan tetap berada di aliran darah yang menyebabkan
kadar gula darah meningkat. DM tipe 2 muncul pada usia diatas 45 tahun karena pada
usia tersebut banyak perubahan terutama pada organ pancreas yang memproduksi
pancreas dan kerja insulin. Hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Kariadi
Semarang membuktikan bahwa pada responden yang berumur lebih dari 45 tahun
dengan yang berumur kurang dari 45 tahun begitupun dengan hasil penelitian di RSU
diabetes melitus tipe 2 sebanyak 19 orang (41%) atau hampir sama mendekati jenis
kaum perempuan disebabkan karena perempuan lebih beresiko terkena DM dari pada
laki-laki, hal itu dikarenakan perempuan mempunyai peluang lebih besar pada
pasca menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi
Apabila indeks masa tubuh wanita semakin gemuk maka resiko terkena DM akan
semakin tinggi, dan apabila indeks masa tubuh wanita semakin kurus maka resiko
dilakukan oleh Muhammad Arif yang berjudul “hubungan indeks massa tubuh
dengan kadar gula darah puasa pada pegawai secretariat daerah provinsi riau”. Hasil
indeks massa tubuh dengan kadar gula darah puasa. Dari penelitian yang sama dan
dengan jumlah responden yang sama dilakukan uji untuk mencari hubungan antara
lingkar pinggang dengan kadar gula darah puasa dimana terdapat hubungan yang
bermakna dengan nilai korelasi yang lemah dan dengan arah korelasi positif analisis
dilakukan oleh Ika Artini yang berjudul “hubungan tingkat kecemasan dengan kadar
glikosa darah pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja puskesmas kelurahan
gedong air bandar lampung tahun 2016”. Hasil analisis didapatkan nilai P-value
<0,012 (<0,05) dari 34 responden yang diteliti. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan kadar glukosa darah pada
pasien diabetes mellitus, dan di dapatkan nilai kolerasi (0,426), dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kekuatan kolerasi pada penelitian ini adalah sedang dengan
Walaupun hasil penelitian ini memperoleh hasil analisis yang tidak signifikan
dan kekuatan korelasi sangat lemah, namun dari data tersebut menunjukkan bahwa
seseorang akan lebih cepat terkena penyakit diabetes melitus apabila seseorang
tersebut memiliki indeks massa tubuh yang lebih dari batas normal dan tingkat
kemasan yang berat sekali atau kadar gula darah yang sangat tinggi hal tersebut
melakukan diet, rajinolah raga, dan mengkonsumsi obat anti diabetik. Dankekurangan
BAB 6
6.1 Kesimpulan
91
Dari hasil penelitian yang telah penulisan lakukan dengan Korelasi Indeks
Massa Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di
3. Tidak ada korelasi indeks massa tubuh dengan tingkat kecemasan pada klien
6.2 SARAN
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan antara Korelasi Indeks Massa
Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
1. Bagi Responden
hal positif sperti berolahraga dan lain-lain untuh menghindari berat badan dan
71
kejenuhan yang bisa mengakibatkan tingkat kecemasan.
2. Bagi Puskesmas
92
diabetes melitus tipe 2 dan memberikan pengobatan yang baik dan olahraga
yang sehat.
sehingga ini akan berbeda hasil jika variabel-variabel lainnya diteliti dan
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2015). dalam Asmarani 2017 Analisis Faktor Risiko
Obesitas dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah
93
Artini, I. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kadar Glukosa Darah pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Wilayah Kerja puskesmas Kelurahan
Gedong Air Bandar Lampung Tahun 2016. JURNAL MEDIKA MALAHAYATI
Vol 3, No 1 , 40-41
Dantes. (2012). Hipotesis Penelitian Pendidikan. Retrieved November 23, 2017, from
http://www.karyaku.web.id/2014/12/hipotesis-penelitian-pendidikan.html
Kemenkes, R.I (2016). Mari Kita Cegah Diabetes Dengan Cerdik. Retrieved
Februari 7, 2018, from www.depkes.go.id/article/print/.../menkes-mari-kita-
cegah-diabetes-dengan-cerdik.ht.
Notoadmodjo, S. (2010). Ilmu kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2012). BAB III KERANGKA KONSEP. Retrieved November 23, 2017,
from https://plus.google.com/111253574383987346678/posts/EvMc6r3f4aZ
Roupa. (2009). Anxiety And Depression In Patients With Type 2 Diabetes Mellitus,
Depending On Sex And Body Index. Health Science Journal Volume 3, Issue
1 , 32-37.
Suryani, N. (2016). Diet dan Olahraga Sebagai Upaya Pengendalian Kadar Gula
Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015. Jurkessia, Vol. VI, No. 2 , 4.
World Health Organization. (2017). dalam Lathifah 2017 Hubungan Durasi Penyakit
dan Kadar Gula Darah Dengan Keluhan Subyektif Penderita Diabetes
Melitus. Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm.
231-239 , 232.
Kepada Yth,
Calon Responden Penelitian
Di Puskesmas Batunadua
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tanagn dibawah ini adalah mahasiswa STIKes Aufa
Royhan Padangsidimpuan program studi ilmu keperawatan:
Nama : Ardaman Mendrofa
Nim : 14010008
Dengan ini menyampaikan bahwa saya akan mengadakan penelitian dengan
judul “Korelasi Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan Pada Klien
Diabetes Melitus Tipe 2”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan proses gambaran yang
dilakukan melalui kuesioner. Data yang diperoleh hanya digunakan untuk keperluan
peneliti Kerahasiaan data dan identitas saudara tidak akan disebarluaskan.
Saya sangat menghargai kesediaan saudara untuk meluangkan waktu
menendatangani lembar persetujuan yang disediakan ini. Atas kesediaan dan kerja
samanya saya ucapakan terima kasih.
(Ardaman Mendrofa) ( )
Saya mengerti dan memahami bahwa penelitian ini akan berakibat negatif
terhadap saya, oleh karena itu saya bersedia untuk menjadi responden pada penelitian
ini.
( )
KUESIONER
99
Kolerasi Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan pada klien Diabetes
Islah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pengetahuan anda, terima kasih atas
pertisipasi anda:
Petunjuk Pengisian:
Nomor responden :
Umur :
1. Jenis kelamin
( ) Laki-laki ( ) Perempuan
( ) Ya ( ) Tidak
a. Berat badan : kg
b. Tinggi badan : cm
d. IMT :
KUESIONER PENELITIAN
100
Kolerasi Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kecemasan pada klien Diabetes
Pentujukan Pengisian:
2. Baca kembali setelah anda menjawab semua item agar tidak ada pertanyaan
Indentitas Responden
a. Umur :
b. No Responden :
No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa Tegang
- Lesu
- Tak Bisa Istirahat Tenang
- Mudah Terkejut
- Mudah Menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada Gelap
- Pada Orang Asing
- Ditinggal Sendiri
- Pada Binatang Besar
- Pada Keramaian Lalu Lintas
- Pada Kerumunan Orang Banyak
4 Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur
- Terbangun Malam Hari
- Tidak Nyenyak
- Bangun dengan Lesu
- Banyak Mimpi-Mimpi
- Mimpi Buruk
- Mimpi Menakutkan
5 Gangguan Kecerdasan
- Sukar Konsentrasi
- Daya Ingat Buruk
6 Perasaan Depresi
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
- Sedih
- Bangun Dini Hari
- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari
102
LEMBAR OBSERVASI
104
MASTER TABEL
105
Jenis
Umur kelamin IMT Tingkat kecemasan Kadar gula darah
3 2 4 4 6
4 2 4 4 5
3 2 5 4 6
3 2 5 4 5
4 2 4 4 6
4 2 4 3 5
2 2 4 3 5
3 2 4 4 5
4 2 3 4 5
3 2 4 4 6
3 2 4 4 6
3 2 4 4 6
2 2 5 4 5
3 2 4 4 5
2 1 4 5 6
5 1 4 5 6
4 2 4 5 6
3 1 4 5 5
4 2 4 4 6
3 1 4 4 6
2 2 4 4 5
3 1 4 4 6
4 1 4 4 5
2 2 4 4 5
4 2 5 5 6
2 1 4 4 5
5 2 5 4 6
5 1 5 4 5
2 2 5 4 5
2 2 5 4 5
2 2 4 4 6
4 1 4 4 6
3 2 4 3 5
3 1 4 5 6
4 2 5 3 6
1 1 4 3 5
3 1 5 3 5
3 2 5 5 6
106
5 2 5 4 6
4 1 4 4 6
3 1 4 3 5
4 1 4 5 6
3 1 4 3 5
3 1 4 5 6
3 1 4 4 5
4 1 4 5 6
1= 26-35 (dewasa 1= < 14 (tidak ada 1= <40 mg/dl (sangat
awal) 1= laki-laki 1= 18.5 (kurang) kecemasan) rendah)
2= 36-45 (dewasa
akhir) 2= perempuan 2= 18,6-22,9 (ideal) 2= 14-20 ( kecemasan ringan) 2= 40-59 mg/dl (rendah)
3= 23,0-24,9
3= 46-55 (lansia awal) (overweight) 3= 21-27 (kecemasan sedang) 3= 60-125 mg/dl (normal)
4= 25,0-29,9 4= 126-145 mg/dl
4= 56-65 (lansia akhir) (obesitas 1) 3= 28-41 (kecemasan berat) (normal/tinggi)
4= 42-56 (kecemasan berat
5= >66 (masa manula) 5= >30 (obesitas 2) sekali) 5= 146-199 mg/dl (tinggi)
6= >200 mg/dl (sangat
tinggi)
107
33.16 26
34.17 43
34.24 37
28.73 38
26.5 25
28.12 46
27.3 25
27.68 49
26.44 31
28.35 42
Frequencies
Statistics
Valid 46 46 46 46 46
N
Missing 0 0 0 0 0
Mode 3 4 4 6
Minimum 1 3 3 5
Maximum 5 5 5 6
Frequency Table
Umur
110
Jenis kalamin
IMT
Tingkat kecemasan
Crosstabs
Cases
Tingkat kecemasan
Count 0 1 0 1
23,0-24,9
(Overweight)
% within IMT 0.0% 100.0% 0.0% 100.0%
Count 6 19 8 33
IMT 25,0-29,9
(obesitas1)
% within IMT 18.2% 57.6% 24.2% 100.0%
Count 2 8 2 12
>30
(obesitas 2)
% within IMT 16.7% 66.7% 16.7% 100.0%
Count 8 28 10 46
Explore
Cases
Descriptives
Median 4.00
Variance .230
Minimum 3
Maximum 5
Range 2
Interquartile Range 1
Median 4.00
Variance .398
114
Minimum 3
Maximum 5
Range 2
Interquartile Range 0
Median 6.00
Variance .255
Minimum 5
Maximum 6
Range 1
Interquartile Range 1
Tests of Normality
115
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Correlations
Correlations
IMT Tingkat
Kecemasan
N 46 46
N 46 46