Вы находитесь на странице: 1из 28

PENDAHULUAN

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai
oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi
ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak
yang menunjukkan gelaja-gejala berupa serangan mendadak dan berulang-ulang yang terjadi
akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena
cetusan listrik pada sel saraf yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan kelainan motorik,
sensorik atau psikis secara tiba-tiba dan sesaat

Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan
pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan
sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak
(serangan umum).
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.

Selain itu di kalangan masyarakat awam sendiri masih terdapat pandangan yang salah
mengenai penyakit epilepsi, antara lain dianggap sebagai penyakit kutukan, guna-guna,
kerasukan, gangguan jiwa dan penyakit menular melalui air liur. Hal ini tentu saja akan
berpengaruh negatif terhadap pelayanan untuk tatalaksana penyakit epilepsi. Beberapa masalah
lain yang telah diidentifikasi sebagai penghambat tatalaksana penyakit epilepsi adalah
keterbatasan tenaga medis, sarana layanan kesehatan, dana dan kemampuan masyarakat.
Keterbatasan tersebut akan menurunkan optimalisasi penatalaksanaan penyakit epilepsi.1

1|Page
PEMBAHASAN
Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan
oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan
oleh suatu penyakit otak aku (unprovoked).

Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara
bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis bangkitan, factor
pencetus, dan kronisitas.

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai
oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi
ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak
yang menunjukkan gelaja-gejala berupa serangan mendadak dan berulang-ulang yang terjadi
akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena
cetusan listrik pada sel saraf yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan kelainan motorik,
sensorik atau psikis secara tiba-tiba dan sesaat.1

2|Page
Etiologi
1. Idiopatik
Tidak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan mempunyai
predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dnegan usia.
2. Kriptogenik
Dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui termasuk di sini adalah
sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik
sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatik
Disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala,
infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak,
toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neuro degeneratif.2

Epidemiologi

Data dari seluruh dunia, didapatkan hampir 40 juta manusia menderita epilepsi.2 Menurut
WHO prevalensi epilepsi ini lebih tinggi pada wanita daripada pria. Angka prevalensi untuk pria
0.32:1000 dan wanita 0.46: 1000. Data di Indonesia pada tahun 2000 didapatkan hasil dari rawat
inap yaitu 3.949 kasus epilepsi, dimana dari 34.514 pasien dengan penyakit susunan saraf
(11.44%), sedangkan dari rawat jalan didapatkan 65.696 dari 351.290 (18.70%) dari jumlah
kunjungan dengan penyakit susunan saraf.3

Klasifikasi
Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against Epilepsy
(ILAE) 1981:
I . Kejang Parsial (fokal)
A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikis

3|Page
B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau
klonik)
1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang
menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)


A. lena/ absens
B. mioklonik
C. tonik
D. atonik
E. klonik
F. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :


I. Berkaitan dengan letak fokus
A. Idiopatik
- Epilepsi benigna dengan gelombang paku didaerah sentrotemporal (Benign
childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
- Epilepsi benigna dengan gelombang paroksisimal pada daerah oksipital
(Childhood epilepsy with occipital paroxysm)

4|Page
B. Simptomatik
o Lobus temporalis
o Lobus frontalis
o Lobus parietalis
o Lobus oksipitalis

C. Kriptogenik

II. Epilepsi Umum

A. Idiopatik
Kejang neonatus familial benigna (Benign neonatal familial convulsions)
Kejang epilepsi mioklonik pada bayi (Benign myoclonic epilepsy in infancy)
Epilepsi lena pada anak (Childhood absence epilepsy)
Epilepsi lena pada remaja ( Juvenile absence epilepsy)
Epilepsi mioklonik pada remaja (Juvenile myoclonic epilepsy)
Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga) Epilepsy with
grand mal seizures upon awakening)
Epilepsi umum idiopatik yang tidak termasuk salah satu diatas)Other
generalized idiopathic epilepsies)

B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik


West’s syndrome (infantile spasms)
Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences

C. Simtomatik
Etiologi non spesifik
Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures

5|Page
III. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
A. Bangkitan umum dan fokal
Bangkitan neonatal
Epilepsi mioklonik berat pada bayi
Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
Epilepsi afasia yang didapat
B. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

IV. Sindroma khusus


A. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
Kejang demam
Bangkitan kejang/ status epileptikus yang timbul hanya sekali
Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksis,
alkohol, obat-obatan
Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik3

PATOFISIOLOGI

Otak terdiri dari sekian juta sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan.
Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi
yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron
berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron
menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan
bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini
adalah:
- Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter
- GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory
neurotransmitter.
Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin,
sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan
peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu

6|Page
penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls
di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut
sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau
kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak.
Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah
yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi.4
Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu :
- Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal
sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi
GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi
GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam
bentuk inhibisi potensial post sinaptik.
- Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls
epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus
impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya
konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar
glutamat pada berbagai tempat di otak.
- Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk mengadakan
pelepasan abnormal impuls epileptik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang
saling terkait :
- Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsik dari sel untuk menimbulkan
bangkitan.
- Hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron.
- Perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul.
Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik
berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan
kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya
untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.
Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan
herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi neuronnya (eksitasi

7|Page
berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan
pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-
lain. Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis,
mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak
dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan
serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri,
thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya.4
Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and
wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya
serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan
tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya
neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis
metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan
yang berkepanjangan disebut status epileptikus.

GEJALA
 Kejang parsial simplek
Pasien tetap sadar dan akan mengalami gejala berupa:
- “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
- Perasaan senang atau takut yang muncul tiba-tiba, halusinasi
- Perasaan tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh tertentu.
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
 Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejalanya meliputi:
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang seperti menendang yang
berulang-ulang
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam
keadaan seperti sedang bingung
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam, mencucu

8|Page
 Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti
tahap klonik atau kelonjotan. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan
perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-
kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran,
kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang
jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot
yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat
dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun
ingin tidur setelah serangan semacam ini.4

Gambar 1. Kejang Pada Kasus Epilepsi.4

a. Kejang parsial sederhana (kesadaran baik)


- Dengan gejala motorik
. Kejang ini menyebabkan perubahan pada aktivitas otot. Sebagai contoh ,
seseorang mungkin mengalami gerakan abnormal seperti jari tangan menghentak
atau kekakuan pada sebagian tubuh. Gerakan ini mungkin akan meluas atau tetap
pada satu sisi tubuh (berlawanan dengan area otak yang terganggu) atau meluas
pada kedua sisi. Contoh yang lain adalah kelemahan dimana dapat berpenagruh

9|Page
pada saat berbicara. Penderita mungkin bisa atau tidak menyadari gerakan ini.

- Dengan gejala sensorik


Kejang ini menyebabkan perubahan perasaan. Orang dengan kejang
sensori mungkin mencium atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada
disitu, mendengar bunyi berdetak, bordering atau suara seseorang ketika suara
yang sebenarnya tidak ada, atau merasakan sensasi seperti ditusuk jarum atau mati
rasa (kebas). Kejang mungki terasa sangat menyakitkan pada beberapa pasien.
Mereka akan merasa seperti berputar. Mereka juga mungkin mengalami ilusi.
Untuk singkatnya mereka mungkin percaya bahwa mobil yang sedang diparkir
bergerak pergi atau suara seseorang seperti teredam ketika seharusnya terdengar
jelas.

- Dengan gejala otonom


Kejang ini menyebabkan perubahan pada bagian system saraf yang secara
otomatis mengendalikan fungsi tubuh. Kejang ini biasanya meliputi perasaan
asing atau tidak nyaman pada perut,dada dan kepala, perubahan pada denyut
jantung dan pernafasan, berkeringat.

- Dengan gejala psikis


Kejang ini merubah cara berpikir seseorang, perasaan dan pengalaman
akan sesuatu. Mereka mungkin bermasalah dengan memori, kata yang terbalik
saat berbicara, ketidakmampuan untuk menemukan kata yang tepat atau
bermasalah dalam memahami percakapan atau tulisan. Mereka mungkin dengan
tiba-tiba merasa takut, depresi atau bahagia dengan alasan yang tidak jelas.
Beberapa pasien mungkin merasa seperti mereka berada diluar tubuhnya atau
merasa dejavu (pernah mengalami sebelumnya).4,5

b. Kejang parsial kompleks (kesadaran terganggu)


Biasanya kejang akan terjadi 30 detik sampai 2 menit. Setelah kejang biasanya
penderita akan lelah atau bingung selama 15 menit dan mungkini tidak sadar selama satu
jam. Kejang ini biasanya berawal dari sebagian kecil area pada lobus temporal atau
frontal otak. Kemudian dengan cepat meliputi area lain pada otak yang mempengaruhi

10 | P a g e
kesadaran dan siaga. Jadi walaupun mata penderita terbuka dan mereka membuat gerakan
seperti memiliki tujuan, pada kenyataannya mereka tidak menyadari apa yang mereka
lakukan.

Contoh : Biasanya kejang ini terjadi saat dia sedang tidur. Dia akan membuat suara
mendengkur seperti ketika dia membersihkan tenggorokan. Kemudian dia akan duduk
ditempat tidur, membuka matanya dan terpaku. Dia mungkin akan menggenggam
tangannya. Jika saya bertanya apa yang sedang dilakukannya dia tidak menjawab. Setelah
satu menit atau lebih dia akan berbaring kembali dan tidur.”

2. Kejang umum
a. Absens (Lena)
Kejang absence biasanya terjadi kurang dari 10 detik, tetapi kejang ini dapat
berlangsusng selama 20 detik. Kejang ini berawal dan berakhir tiba-tiba.

Kejang absence adalah episode singkat terpaku. Nama lain dari kejang absence adalah
petit mall. Selama kejang kesadaran dan kemampuan untuk bereaksi melemah.
Seseorang yang mengalami kejang absence biasanya tidak menyadari apa yang telah
terjadi.

Kebanyakan kejang absence memperlihatkan kejang absence kompleks. Yang


diartikan terdapat perubahan pada aktivitas otot. Gerak kepala yang paling sering
adalah kedipan mata. Gerak kepala lainnya meliputi gerak pada mulut, pergerakan
tangan seperti menggosok jari bersama dan kontraksi atau relaksasi otot. Kejang
absence kompleks sering terjadi lebih dari 10 detik.

Kejang absence biasanya dimulai saat berumur 4 sampai 14 tahun. Anak yang
menderita penyakit ini biasanya tumbuh kembang dan intelegensinya normal.
Mendekati 70% kasus, kejang absence biasnaya akan berhenti pada usia 18 tahun.

b. Mioklonik
Kejang myoklonik terjadi singkat, kaget seperti tersentak pada otot atau beberapa
kelompok otot

11 | P a g e
c. Klonik
Kejang klonik terdiri dari ritme gerakan menghentak pada tangan dan kaki, terkadang
pada kedua sisi tubuh. Lama terjadinya kejang sangat bervariasi. Klonus berarti
pertukaran yang cepat antara kontraksi dan relaksasi otot atau dengan kata lain
gerakan menghentak yang berulang.

Gerakannya tidak bisa dihentikan dengan mengendalikan atau memposisikan tangan


dan kaki. Kejang klonik sangat jarang terjadi.

Kejang yang lebih biasa ditemukan adalah kejang tonik klonik dimana gerakan
menghentak didahului gerakan seperti terpaku. Kejang klonik tidak sering dijumpai.
Kejang ini dapat terjadi pada setiap usia termasuk pada bayi baru lahir. Kejang klonik
cepat dan jarang terjadi pada bayi biasanya akan menghilang dengan sendirinya dalam
jangka waktu singkat. Pada beberapa kasus mungkin membutuhkan terapi yang lama

d. Tonik
Kejang klonik biasanya terjadi lebih dari 20 detik. Kesadaran biasanya masih
terpelihara. Kejang tonik paling sering terjadi pada saat tidur dan biasanya meliputi
seluruh otak yang mempengaruhi seluruh tubuh. Jika orang itu berdiri biasnya akan
jatuh

e. Atonik (Astatik)
Kejang tonik terjadi lebih dari 15 detik. Pada kejang atonik, otot dengan tiba-tiba
kehilangan kekuatannya. Kelopak mata mungkin tertutup, kepala mungkin
menganggukdan penderita mungkin menjatuhkan sesuatu dan sering jatuh kelantai.
Kejang ini sering disebut sebagai drop attack atau drop seizure. Penderita biasanya
tetap sadar. Kejang atonik sering dimulai sejak kecil dan biasanya berakhir sampai
remaja. Banyak orang dengan kejang atonik mengalami luka ketika mereka terjatuh4,5

12 | P a g e
DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis yang didukung dengan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Ada tiga langkah dalam menegakkan diagnosis epilepsi, yaitu
sebagai berikut:

1. Pastikan adanya bangkitan epileptik


2. Tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981
3. Tentukan sindrom epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989

Dalam praktek klinis, langkah-langkah dalam penegakan diagnosis adalah sebagai berikut:
1. Anamnesis: auto dan alloanamnesis dari orang tua atau saksi mata mengenai hal-hal terkait di
bawah ini.
a. Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pascabangkitan:
 Sebelum bangkitan/gejala prodromal
 Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan,
misalnya perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi,
mengantuk, menjadi sensitif, dan lain-lain.
 Selama bangkitan/iktal:
 Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan?
 Bagaimana pola/bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala,
gerakan tubuh, vokalisasi, automatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua
lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit,
pucat, berkeringat, dan lain-lain. (akan lebih baik bila kelurga dapat diminta
untuk menirukan gerakan bangkitan atau merekam video saat bangkitan).
 Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
 Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya?
 Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga,
bermain video game, berkemih, dan lain-lain.
 Pasca bangkitan/post-iktal:
 Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s
paresis.

13 | P a g e
b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol.
c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang
antarbangkitan, kesadaran antarbangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respons terhadap OAE sebelumnya:
i. Jenis obat antiepilepsi (OAE)
ii. Dosis OAE
iii. Jadwal minum OAE
iv. Kepatuhan minum OAE
v. Kadar OAE dalam plasma
vi. Kombinasi terapi OAE
e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis, psikiatrik maupun
sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dan lain-lain. 1,6

1. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis


Pemeriksaan fisik umum
Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
- Trauma kepala
- Tanda-tanda infeksi
- Kelainan kongenital
- Kecanduan alkohol atau napza
- Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
- Tanda-tanda keganasan

14 | P a g e
Pemeriksaan neurologis

Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan
dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak
tanda pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi,
seperti:5

- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal

Epilepsi umum :
Major : Grand mal ( meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder.
Epilepsi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik.
Manifestasi klinik : kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak
pada ada tidaknya aura, yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-
kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi
manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar
suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri di
mulai dengan hilangnya kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian
penderita mengalami kejang tonik. Otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita
terjatuh, lengan flexi dan tungkai ekstensi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan
kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si
sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2-3 menit. Selain kejang-kejang terlihat
aktivitas vegetatif seperti midriasis pupil, berkeringat, refleks cahaya negatif, mulut
berbuih dan sianosi. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam
keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita bangun, termenung
dan kalau tidak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam
sampai setahun sekali. 1,6

15 | P a g e
Minor :
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi adalah epilepsi umum yang
idiopatik. Meliputi kira-kira 3-4% dari kasus epilepsi. Umum nya timbul pada anak
sebelum pubertas (4-5 tahyn). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung
tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat diertahankan.
Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya
penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa
ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi
grand mal. Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per
detik.
 Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi. Akan tetapi EEG bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan
bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG
dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer
otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya
misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Indikasi pemeriksaan EEG:
1. Membantu menegakkan diagnosis epilepsi
2. Menentukan prognosis dalam kasus tertentu
3. Pertimbangan dalam penghentian OAE
4. Membantu dalam menentukan letak fokus
5. Bila ada perubahan bentuk bangkitan

16 | P a g e
 Pemeriksaan pencitraan otak
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik di otak. MRI beresolusi tinggi
(minimal 1,5 tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi patologik
misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus,
Dysembryoplastic Neuroepithelial Tumor (DNET), tuberous sclerosis.
Functional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single
Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance
Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberika informasi tambahan mengenai
dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan
dengan bangkitan. Indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT scan kepala atau MRI kepala)
pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa.
Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi
struktural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus
kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak, MRI kepala
diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi
struktural, maka MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan kepala.5
 Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit, apusan darah tepi, elektrolit, kadar glukosa darah sewaktu, fungsi hati,
ureum, kreatinin, albumin. Pemeriksaan ini dilakukan pada:
- Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan
diagnosis banding dan pemilihan OAE
- Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi efek samping OAE
- Rutin diulang setiap setahun sekali untuk memonitor efek samping OAE,
atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping OAE.
o Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya dilakukan untuk meliat kadar OAE dalam plasma saat
bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau
untuk memonitor kepatuhan pasien.

17 | P a g e
 Pemeriksaan penunjang lainnya
Dilakukan sesuai dengan indikasinya misalnya pungsi lumbal atau elektrokardiografi
(EKG).5

Diagnosis Banding
Tabel 3. Diagnosis banding kejang epilepsy .6-7

Kejang Epileptik Syncope Non Epileptic Aritmia Hiperventilasi atau


Attack Disorder Jantung Serangan Panik
Riwayat Trauma kepala, alkohol, Menggunakan Wanita (3:1) Penyakit Ansietas
ketergantungan obat, obat Ketergantungan jantung
kejang demam yang antihipertensi, seksual dan fisik kongenital
berkepanjangan, antidepressan
meningitis, ensefalitis,
stroke.
Riwayat keluarga (+)
Faktor Sleep deprivation Perubahan Stres Olahraga Situasi sosial
Pencetus Putus alkohol posisi Distress sosial
Stimulasi fotik Prosedur medis
Berdiri lama
Gerakan leher
(carotis
baroreceptor)
Karakterist Steriotipi Lightheadedness Gejala awal Palpitasi Ketakutan
ik Klinis Paroksismal (detik) Gejala visual tidak khas Perasaan tidak
Menjelang Bisa disertai aura Gelap, kabur realistis
Serangan Sulit bernapas,
kesemutan
Karakterist Gerakan: Tonik (kaku) Pucat Mirip kejang Pucat Agitasi
ik Klinis diikuti gerakan jerking Bisa disertai epileptik tetapi Bisa disertai Napas cepat
Saat yang ritmis kaku atau gerakan lengan kaku atau Kaku pada tangan

18 | P a g e
Serangan Gerakan otomatism menghentak- tidak beraturan, menghentak (carpopedal spasm)
Sianosis hentak sebentar pengangkatan -hentak
Bisa terjadi di mana pelvis, kadang sebentar
saja dan kapan pun tidak bergerak
sama sekali
Gejala Sisa Mengantuk Lesu Lesu
Setelah Lidah tergigit
Serangan Nyeri anggota gerak
Defisit neurologis fokal
(Todd’s paralisis)

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapainya kualitas hidup optimal untuk penyandang epilepsi sesuai dengan
perjalanan penyakit dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Harapannya adalah
“bebas bangkitan, tanpa efek samping”. Untuk tercapainya tujuan tersebut, diperlukan beberapa
upaya, antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek
samping/dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian. Terapi
pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.7

Prinsip Terapi Farmakologi

 Obat antiepilepsi (OAE) diberikan bila:


o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
o Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
o Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan
pengobatan
o Penyandang dan atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul dari OAE
o Bangkitan terjadi berulang walaupun faktor pencetus sudah dihindari.2

19 | P a g e
 Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai jenis bangkitan
dan jenis sindrom epilepsi
 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping
 Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
o Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif
o Diduga ada perubahan farmakokinetik OAE
o Diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan
o Setelah penggantian dosis/regimen OAE
o Untuk melihat interaksi antar OAE atau obat lain
 Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap. Bila terjadi bangkitan saat penurunan
OAE pertama, kedua OAE tetap diberikan. Bila respons yang didapat buruk, kedua OAE
harus diganti dengan OAE yang lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila
terdapat respons dengan OAE kedua, tetapi respons tetap sub optimal walaupun
penggunaan kedua OAE pertama sudah maksimal.3
 OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
 Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaa CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang bekorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis
herpes
o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya
kerusakan otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung
o Riwayat bangkitan simtomatis
o Terdapat sindrom epilepsi yang beresiko kekambuhan tinggi seperti JME
(Juvenile Myoclonic Epilepsy)

20 | P a g e
o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke,
infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
 Efek samping OAE perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan profil farmakologis
tiap OAE dan interaksi farmakokinetik antar OAE
 Strategi untuk mencegah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom
epilepsi dan karekteristik penyandang

Tabel 4. Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) berdasarkan jenis bangkitan.7

OAE Lini OAE Lini OAEv lain yang OAE yang


Pertama Kedua dipertimbangkan sebaiknya
dihindariyang
dihindari
Bangkitan SodiumValproate Clobazam Clonazepam
umum Tonik Lamotrigine Levetiracetam Phenobarbital
klonik Topiramate Topiramate Phenytoin
Carbamazepine Acetazolamide
Bangkitan SodiumValproate Clobazam Carbamazepine
lena Lamotrigine Topiramate Oxcarbazepine
Gabapentin
Bangkitan Sodium Clobazam Carbamazepine
Mioklonik Valproate Topiramate Oxcarbazepine
Topiramate Levetiracetam Gabapentin
Lamotrigine
Piracetam
Bangkitan SodiumValproate Clobazam Phenobarbital Carbamazepine
tonik Lamotrigine Levetiracetam Phenytoin Oxcarbazepine
Topiramate
Bangkitan SodiumValproate Clobazam Phenobarbital Carbamazepine
atonik Lamotrigine Levetiracetam Acetazolamide Oxcarbazepine
Topiramate Phenytoin

Bangkitan Carbamazepine Clobazam Clonazepam Carbamazepi ne


fokal Oxcarbazepine Gabapentin Phenobarbital Gabapentin
dengan/tanpa SodiumValproate Levetiracetam Acetazolamide Oxcarbazepine
umum Topiramate Phenytoin
sekunder Lamotrigine Tiagabine

21 | P a g e
Tabel 5. Efek Samping OAE.7

Obat Efek samping yang Efek samping minor


mengancam jiwa
Carbamazepin Anemia aplastik, Dizziness, ataksia, diplopia,
hepatotokisitas, sindrom Steven mual, kelelahan, lekopeni,
Johnson, lupus like syndrome trombositopenia, ruam,
gnagguan perliaku, tics
Phenytoin Anemia aplastik, gangguan Hipertrofi gusi, hirsutisme,
fungsi hati, sindroma Steven ataksia, nistagmus, diplopia,
Johnson, lupus like syndrome, ruam, anoreksia, mual,
pseudolymphoma makrositosis, neuropati
perifer
Phenobarbital Hepatotoksik, ganggunan Mengantuk ataksia,
jaringan ikat dan sumsum nistagmus, ruam kulit,
tulang, sindroma Steven depresi, hiperaktif pada anak,
Johnsons gangguan belajar
Valproate Hepatotoksisitas, Mual, muntah, rambut
hiperamonemia, leopeni, menipis, tremor, amenore,
trombositopeni, pankreatitis peningkatan berat badan,
konstipasi
Levetiracetam Belum diketahui Mual, nyeri kepala,
dizziness, kelamahan,
mengantuk, gangguan
perilaku
Gabapentin Teratogenik Somonlen, kelelahan, ataksia,
dizziness, peningkatan berat
badan, gangguan perilaku
pada anak
Lamotrigine Sindrom Stevens Johnson, Ruam, dizziness, tremor,
gangguan hepar akut, kegagalan ataksia, diplopia, padnangan

22 | P a g e
multi organ kabur, nyeri kepala, mual,
muntah, insomnia
Oxcarbazepine Ruam kulit, teratogenic Dizziness, ataksia, nyeri
kepala, mual, kelelahan,
hiponatremia
Topiramate Batu ginjal, hipohidrosis, Gangguan kognitif, kesulitan
gangguan fungsi hati menemukan kata, dizziness,
ataksia, nyeri kepala,
kelelahan, mual, penurunan
berat badan, parestesia,
glukoma
Zonisamide Batu ginjal, hipohidrosis, Mual, nyeri kepala,
ganemia apalstik dizziness, eklelahan,
parestesia, ruam, gangguan
berbahasa
Pregabalin Belum diketahui Peningkatan berat badan

Penghentian OAE

Pada dewasa, penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun
bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam hal
penghentian OAE, maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum untuk
menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE dihentikan. Syarat
umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:7

 Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal


 Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya
 Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu
3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama

23 | P a g e
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai
berikut:

 Semakin tua usia, kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi


 Epilepsi simtomatis
 Gambaran EEG yang abnormal
 Bangkitan yang sulit dikontrol dengan OAE
 Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom epilepsi
benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada epilepsi lena
masa anak kecil, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik/simtomatis, 85-95% pada epilepsi
mioklonik pada anak, dan JME
 Penggunaan lebih dari satu OAE
 Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih(kemungkinan kekambuhan lebih kecil pada
penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima tahun )

Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir kemudian dievaluasi
kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu dipertimbangkan bila:7

 Tidak responsif terhadap 2 OAE pertama


 Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi
 Berencana untuk hamil
 Dipertimbangkan untuk penghentian terapi
 Terapi non farmakologis
 Stimulasi N vagus  terapi adjuvant untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada
penyandang epilepsy refrakter usai dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi
syarat operasi. Dapat digunakan pada bangkitan parsial dan bangkitan umum.
 Deep brain stimulation
 Diet ketogenik
 Intervensi psikologi
Relaksasi, behavioral cognitive therapy dan biofeedback7

24 | P a g e
Status Epileptikus

Status epileptikus adalah bangkitan yang terjadi melebihi dari 30 menit atau adanya dua
bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan
konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. Status epileptikus merupakan
kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikan
bangkitan. Dikenal dua tipe status epileptikus; status epileptikus konvulsif (terdapat bangkitan
motorik) dan status epileptikus non-konvulsif (tidak terdapat bangkitan motorik).2

Tabel 6. Protokol penanganan status epileptikus konvulsif 2


Stadium Penatalaksanaan
Stadium 1 (0-10 menit) - Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
SE dini - Berikan oksigen
- Periksa fungsi kardiorespirasi
- Pasang infus
- Lorazepam i.v 0,1 mg/kgBB (dapat diberikan 4 mg
bolus)
Stadium 2 (0-30 menit) - Monitor pasien
- Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptik
- Terapi antiepilepsi emergensi
- Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan atau thiamine 250
mg i.v bila ada kecurigaan penyalahgunaan alkohol atau
defisiensi nutrisi
- Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3 (0-60menit) - Pastikan etiologi
SE Menetap - Siapkan untuk rujuk ke ICU
- Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
- Vasopressor bila diperlukan
- Phenytoin i.v 15-18 mg/kg dengan kecepatan 50
mg/menit

25 | P a g e
Stadium 4 (30-90 menit) - Pindah ke ICU
SE Refrakter - Perawatan intensif dan monitor EEG
- Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
- Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
- Propofol 1-2 mg/kgBB bolus

Edukasi :
- Penjelasan kepada pasien dan keluarga akan penyakit yang diderita, jelaskan kekeliruan
persepsi masyarakat terhadap penyakit epilepsi yang dianggap penyakit kerasukan dan
menular
- Penejelasan pada pasien dan keluarga bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang
membutuhkan terapi jangka panjang sehingga membutuhkan dukungan dan kesabaran
- Edukasi pasien dan keluarga akan kepatuhan minum obat
- Edukasi pasien dan keluarga apabila timbul gejala-gejala serangan ke arah status epileptikus
seperti kejang lebih dari 30 menit segera di bawa ke RS terdekat.5-7

KESIMPULAN

Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul
disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik
abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal. Manifestasi serangan atau
bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya
mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Bangkitan epilepsi bisa diakibatkan
oleh cederakepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau jugapertumbuhan jarigan
saraf yang tidak normal (neuro develop mental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan
mutasi. Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis. Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi kejang dengan
dosis optimal terendah. Penghentian OAE harus tepat cara, waktu, dan indikasi. Efek samping
yang umum dari OAE adalah memperlambat motorik dan perkembangan psikomotor, kesulitan
memperhatikan dan gangguan memori ringan, dan menimbulkan efek teratogenik (jarang).

26 | P a g e
Apabila terjadi rekurensi setelah pengehentian OAE maka diberikan OAE dengan dosis
maksimal efektif.

27 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Epilepsi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006; p.1-3.
2. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005; p.79-
88.
3. Bazil CW, Morrell MJ, Pedley TA. Epilepsy. In : Rowland LP, editor. Merritt’s
neurology. 11th ed. New York : Lippincott Williams&Wilkins, 2005.
4. Misbach J. Patofisiologi epilepsi. Dalam: Simposium updates in epilepsy. 14 Desember
2002. Jakarta.
5. Harsono. EPILEPSI. Edisi kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2007.
p.1-14
6. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita
Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005. p119-127.
7. Kurnia K. Suryani, Endang. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Kelompok Studi Epilepsi
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Edisi Kelima. 2014.
Jakarta.h.2-40

28 | P a g e

Вам также может понравиться

  • Anatomi Otot
    Anatomi Otot
    Документ11 страниц
    Anatomi Otot
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anatomi Pernapasan
    Anatomi Pernapasan
    Документ20 страниц
    Anatomi Pernapasan
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anamnesis: Pendahuluan
    Anamnesis: Pendahuluan
    Документ15 страниц
    Anamnesis: Pendahuluan
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anatomi Saraf
    Anatomi Saraf
    Документ11 страниц
    Anatomi Saraf
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anatomi Karvas
    Anatomi Karvas
    Документ22 страницы
    Anatomi Karvas
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Otot
    Otot
    Документ3 страницы
    Otot
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anatomi Otot
    Anatomi Otot
    Документ11 страниц
    Anatomi Otot
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Документ54 страницы
    Laporan Kasus
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anatomi Mata
    Anatomi Mata
    Документ13 страниц
    Anatomi Mata
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anatomi Mata
    Anatomi Mata
    Документ13 страниц
    Anatomi Mata
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Referat Epilepsi
    Referat Epilepsi
    Документ40 страниц
    Referat Epilepsi
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Uvea, Retina, Choroid, Nervus Optikus
    Uvea, Retina, Choroid, Nervus Optikus
    Документ13 страниц
    Uvea, Retina, Choroid, Nervus Optikus
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Anatomi Mata
    Anatomi Mata
    Документ14 страниц
    Anatomi Mata
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Uvea, Retina, Choroid, Nervus Optikus
    Uvea, Retina, Choroid, Nervus Optikus
    Документ13 страниц
    Uvea, Retina, Choroid, Nervus Optikus
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Referat HNP Cervical
    Referat HNP Cervical
    Документ21 страница
    Referat HNP Cervical
    Milka Milka
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Fisik Mata
    Pemeriksaan Fisik Mata
    Документ10 страниц
    Pemeriksaan Fisik Mata
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Keracunan Asam Sulfat
    Keracunan Asam Sulfat
    Документ19 страниц
    Keracunan Asam Sulfat
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Referat Asam Sulfat
    Referat Asam Sulfat
    Документ12 страниц
    Referat Asam Sulfat
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Referat Pitiriasis Versikolor
    Referat Pitiriasis Versikolor
    Документ17 страниц
    Referat Pitiriasis Versikolor
    Mega Dwi Yuanita
    Оценок пока нет
  • Anatomi Mata
    Anatomi Mata
    Документ14 страниц
    Anatomi Mata
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Referat Asam Sulfat
    Referat Asam Sulfat
    Документ12 страниц
    Referat Asam Sulfat
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Hiperemesis Gravidarum
    Laporan Kasus Hiperemesis Gravidarum
    Документ30 страниц
    Laporan Kasus Hiperemesis Gravidarum
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Referat Dini
    Referat Dini
    Документ26 страниц
    Referat Dini
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus KPD
    Laporan Kasus KPD
    Документ46 страниц
    Laporan Kasus KPD
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Clavus
    Clavus
    Документ23 страницы
    Clavus
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • 1680 2374 1 PB PDF
    1680 2374 1 PB PDF
    Документ7 страниц
    1680 2374 1 PB PDF
    Wulandari Umar
    Оценок пока нет
  • Jurnal Tari
    Jurnal Tari
    Документ19 страниц
    Jurnal Tari
    Haya Harareed
    Оценок пока нет
  • Ptiriasis Vesikolor
    Ptiriasis Vesikolor
    Документ19 страниц
    Ptiriasis Vesikolor
    GabrielEnricoPangarian
    Оценок пока нет
  • Jurnal Distosia Bahu
    Jurnal Distosia Bahu
    Документ5 страниц
    Jurnal Distosia Bahu
    rhoanyufa
    Оценок пока нет