Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi

berbagai substansi yang seharusnya dieksresikan ke dalam duodenum, sehingga

menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau substansi tersebut di dalam hati dan

menimbulkan kerusakan hepatosit. Kolestasis juga dapat didefinisikan sebagai suatu

kegagalan aliran cairan empedu masuk kedalam duodenum.1,3

Kolestasis didefinisikan sebagai peningkatan kadar bilirubin direk lebih dari 1

mg/dl bila bilirubin total kurang dari 5 mg/dl; sedangkan bila kadar bilirubin total

lebih dari 5 mg/dl; kadar bilirubin direk adalah lebih dari 20% dari bilirubin total.

Keadaan ini dapat saja segera terjadi setelah lahir tetapi dapat juga bermanifestasi

lambat.4

B. EPIDEMIOLOGI

Secara keseluruhan kolestasis pada bayi terjadi cukup tinggi yaitu 1 per 2.500

kelahiran hidup. Penyebab paling umum kolestasis pada bulan-bulan pertama

kehidupan adalah atresia bilier dapat terjadi 1:10.000 hingga 1:15.000 bayi dan

hepatitis neonatal.2,7

Pada penelitian di RSUP. Dr Hasan Sadikin Bandung dari Januari 2011 hingga

Desember 2012 didapatkan 50 bayi yang terdiri dari bayi laki-laki 30 kasus (60%)

dan perempuan 20 kasus (40%), pada usia 1-19 bulan dan terbanyak pada usia 2

3
bulan 15 kasus (30%). Tingkat bilirubin direk 6,41-18,21 mg/dL, dengan keseluruhan

keluhan kolestasis dengan hepatitis oleh infeksi CMV sebanyak 50 kasus (100%),

dengan Hepatomegali 47 kasus (94%), Splenomegali 10 kasus (21%), disertai oleh

atresia bilier 9 kasus (18%), sirosis 5 kasus (10%).8

C. KLASIFIKASI

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan

kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan

saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. 4,5

Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, 9 infeksi virus

terutama CMV10 dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan

kelainan genetik.11

Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas,

dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20%

penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan

gangguan kardiovaskuler.9 Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat

penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun

apabila dilakukan setelah umur 2 bulan.12 Pada pemeriksaan ultrasound terlihat

kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas

adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung

4
empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu

ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.4

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang mengalami

edema dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus

empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan

visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan

operasi Kasai.4,5

2. Kolestasis intrahepatik

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)

Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu

intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut)

maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya

saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan

hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik.13 Kelainan yang

disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai

kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.9,10 Karena primer tidak menyerang sel

hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum

transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali

fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai

saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,

dan tanda-tanda hipertensi portal.14,15

5
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal

dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan

paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari

sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan

haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1.16 Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975

merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang

(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang

spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu

yang sempit).17,18 Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala

organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis

neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan

kerusakan pada saluran empedu.19

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan

dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang

sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang

rendah sehingga mudah terjadi kolestasis.4,5 Infeksi merupakan penyebab utama yakni

virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari

respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.20 Hepatitis neonatal

adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi

nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi

intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan

6
multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai

timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal

sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab

virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.4,5

Gambar 2.1 Klasifikasi Kolestasis5

D. ETIOLOGI Kolestasis

Kolestasis pada neonatus lebih sering terjadi dibandingkan pada anak yang

lebih besar ataupun dewasa dengan berbagai macam penyebab. Berikut ini

merupakan etiologi penyebab kolestasis pada neonatus:5

I. Kelainan Ektrahepatik
A. Atresia bilier
B. Striktur saluran empedu

7
C. Kista koledokal
D. Anomali pada choledochopancreaticoductal junction
E. Perforasi spontan pada saluran empedu
F. Massa (Neoplasia, batu)

II. Kelainan Intrahepatik


A. Idiopatik
1. Hepatitis nenoatus idiopatik
2. Kolestasis intrahepati, persisten
a. Displasia arteriohepatik ( sindrom Alagille’s)
b. Nonsyndromic paucity dari saluran intrahepatik
c. Kolestasis intrahepatik berat dengan penyakit hepatoseluler progresif
3. Kolestasis intrahepatik, berulang
a. Kolestasis intrahepatikberulang yang jinak
b. Kolestasis keturunan dengan lymphedema (Aagenaes)
B. Anatomi
1. Fibrosis hepatik kongenital atau penyakit polikistik infantil (dari hati dan
ginjal)
2. Penyakit Caroli’s (dilatasi kista pada saluran intrahepatik)
C. Kelainan metabolik atau endokrin
1. Kelainan dari metabolisme asam amino
a. Tirosemia
2. Kelainan dari metabolisme lemak
a. Penyakit Wolman’s / penyakit penyimpanan kolesterol ester
b. Penyakit Niemann-Pick
c. Penyakit Gaucher’s
3. Kelainan dari metabolisme karbohidrat
a. Galaktosemia
b. Fruktosemia

8
c. Penyakit penyimpanan glikogen
4. Kelainan dari metabolisme asam empedu –primer
a. 3ß-hidroksisteroid Δ5- C27 steroid dehidrogenase/isomerase
b. Δ5 – 3-oxosteroid 5 ß-reduktase
5. Kelainan dari metabolisme asam empedu –sekunder
a. Sindrom Zellweger’s (sindrom serebrohepatorenal)
b. Enzimopati peroximal spesifik
6. Hepatopati mitokondria
7. Penyakit metabolik yang dimana defeknya tidak dapat dikarakteristikkan
a. Defisiensi α1-antitripsin
b. Fibrosis kista
c. Hipopituitari idiopatik
d. Hipotiroid
e. Penyakit penyimpanan zat besi neonatal
f. Kelebihan tembaga infatil
g. Familial erythrophagocytic lymphohistiocytosis (FELS)
f. Defisiensi arginase
8. Racun
a. Kolestasis yang berhubungan dengan nutrisi parenteral
D. Kolestasis yang berhubungan dengan infeksi
1. Sepsis dengan kemungkinan endotoxemia
2. Sipilis
3. Toxoplasmosis
4. Listeriosis
5. Infeksi virus kongenital
E. Genetik atau Kromosomal
1. Trisomi E
2. Sindrom Down
3. Sindrom Donahue’s

9
F. Miscellaneous
1. Histiositosis sel langerhans
2. Syok atau hipoperfusi
3. Obstruksi intestinal
4. Lupus neonatus5
Kolestasis dengan onset setelah periode neonatus paling sering disebabkan oleh

infeksi akut virus hepatitis ataupun paparan obat hepatotoksik. Selain itu, banyak pula

kondisi yang disebabkan oleh kolestasis saat neonatus yang kemudian menyebabkan

kolestasis kronik pada pasien dewasa. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa

dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi harus dievaluasi mengenai infeksi akut dan

kronik virus hepatitis, Defisiensi α1-antitripsin, penyakit Wilson, Penyakit hati dengan

Inflamatory Bowel Disease, hepatitis autoimun, dan sindrom kolestasis intrahepatik.

Penyebab lain termasuk obstruksi yang disebabkan kolelitiasis, tumor abdomen,

pembesaran kelenjar limfe, atau inflamasi hepar akibat konsumsi obat. Walaupun

penyebabnya berbeda dengan neonatus, penanganan kolestasis pada anak yang lebih

dewasa sama saja dengan kolestasis pada neonatus.6

E. PEMBENTUKAN BILIRUBIN

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut:

1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada

sistem retikulo endotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada

10
neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat

menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi

tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymans van den Borgh) yang bersifat

larut dalam lemak.6,31

2. Transportasi

Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar

mempunyai cara yangselektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin

ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di

dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin dan sebagian kecil pada

glutation S transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah,

tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam

hepatosit. Sebagain besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi

ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin

sedangkan albumin tidak. Perberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin

dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.6,31

3. Konjugasi

Dalam sel hepar, bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin

diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide.

Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide.

Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin digluronide. Pertama-tama ialah

uridin difosfat glukoronidase transferase (UPDGT) yang mengkatalisa pemebentukan

11
bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran

kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin

natural IX dapat diekskresi langsung ke empedu tanpa konjugasi misalnya isomer

yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).6,31

4. Ekskresi

Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan

dieksresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin ini

tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direct dihidrolisis menjadi bilirubin indirect

dan direabsorbsi. Siklus inidisebut siklus enterohepatik. Pada neonatus karena

aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak

diubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek

meningkat dengan terabsorbsi sehingga sirkulasi enterohepatik pun meningkat.6,31

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

Pada likuor amnii yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12

minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas

darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya

hemolisis. Peningktan bilirubin amnii juga terdapat pada obstruksi usus fetus.

Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnii belum diketahui dengan jelas, tetapi

kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi

bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besamya tetapi kesanggupan hepar

mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian kesanggupannya untuk

mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk

12
bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh

hepar ibunya. 6,31

Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat

terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa

ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa

janin haI ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus haI ini

berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir

karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar

akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoroniltransferase

atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.

Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin

dalam serum. 6,31

Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat

dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat

berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel

otak. lnilah yang menjadi dasar pencegahan 'kernicterus' dengan pemberian albumin

atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas

maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal

telah tercapai.6,31

F. PATOFISIOLOGI

Empedu merupakan cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung

13
asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit,

protein, dan bilirubin terkonjugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian

terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonjugasi merupakan bagian kecil. Bagian

utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit

adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah

portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit

adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan

racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler,

mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.4,5

Salah satu contohnya adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak

terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak

diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonjugasi

intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin

terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter MRP2.

MRP2 merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap aliran bebas asam

empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh

transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam

empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonjugasi juga terganggu menyebabkan

hiperbilirubinemia terkonjugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi,

obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter

hepatobilier menyebabkan penurunan aliran

empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.21

14
Perubahan fungsi hati pada kolestasis

Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan

struktural:

1. Proses transpor hati

Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas

dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam empedu,

dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid

terganggu.22

2. Transformasi dan konjugasi dari obat dan zat toksik

Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan

menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan

konjugasi akan terganggu.23

3. Sintesis protein

Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang

produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.14,15

4. Metabolisme asam empedu dan kolesterol

Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam

empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat

HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu

primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas

hidrofobik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi

produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.24,25

15
5. Gangguan pada metabolisme logam

Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.

Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu

karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.26

6. Metabolisme cysteinyl leukotrienes

Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif

dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga

kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas

kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi

pada ginjal.27

7. Mekanisme kerusakan hati sekunder

a. Asam empedu

Terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui

aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan

kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan

terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+K+-ATPase,

Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,

sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.28

Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang

mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl

leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam

empedu.26,27

16
b. Proses imunologis

Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara

abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran

empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel

kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.29

G. MANIFESTASI KLINIS

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah

ikterus, tinja akholis (seperti dempul), dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya

akan muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu

dan bilirubin.5

Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis:5

KOLESTASIS

RETENSI/REGURGITASI PENURUNAN ALIRAN


EMPEDU KE USUS
HALUS
1. Asam Empedu
 Pruritus KONSENTRASI ASAM
 Hepatotoksik EMPEDU INTRALUMINAL
2. Bilirubin
 Ikterus
3. Kolesterol MALABSORPSI
 Xantaplasma
 HIPERTENSI PORTA
Hiperkolesterolemia 1. Lemak
4. Penumpukan “trace elements”  Malnutrisi
 Tembaga dll  Retardasi pertumbuhan
2. Vitamin larut dalam lemak
PENYAKIT HATI  A : Kulit tebal
PROGRESIF  D : Osteopenia
HIPERTENSI PORTA (SIROSIS BILIER)  E : Degenerasi Neuromuscular
17
 K : Hipoprotombinemia
3. Diare/steatorea
 Hipersplenisme
GAGAL HATI
 Asites
 Perdarahan (varises)
Gambar 2.2 Manifestasi umum kolestasis5,21

H. DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara

kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini

obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis

intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan

medikamentosa.4,5
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus
dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.4,5
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat

badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan

dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih

awal.7,9
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam

atau disertai tanda-tanda infeksi.20


d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar

merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1

antitripsin).4,5
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar

bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna

kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.

18
Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap

bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.4,5 Dikatakan pembesaran hati

apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kosta pada garis midklavikula

kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler

diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium

mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal).

Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena

edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal,

penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa

pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu

fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites

menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang

memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan

mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.4,5
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria

tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ±

82% dari 133 penderita.30 Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi

hati.

19
Tabel 2.1 Kriteria Klinis untuk Membedakan Intrahepatik dan Ekstrahepatik30

Tabel 2.2 Kriteria Laboratoris Kolestasis Intrahepatik dan Ekstrahepatik5,6

I. TATALAKSANA

Penggobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu

ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman

dalam penatalaksanaannya, yaitu:31,32

1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran

empedu

2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis

3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan

fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar

20
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan

5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat

mengganggu/merusak hepar.31

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:31,32

1. Tindakan medis :

a. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy

cholic acid (UDCA). Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis,

per oral. Asamursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam

litokolat yang hepatotoksik.31,32

b. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu

(asam litokolat), dengan memberikan : Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2

dosis, per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk

mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzim sitokrom P-450 (untuk

oksigenisasi toksin), enzim Na+K+ATPase (menginduksi aliran empedu).

Kolestiramin 1gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.

Kolestiramin memotong siklus entero-hepatik asam empedu sekunder.31,32

c. Aspek gizi: Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan

berkembang seoptimal mungkin, yaitu :

1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk

mengatasi malabsorpsi lemak.

2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.

21
Lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain triglyceride) karena

malabsorbsi lemak. Diberikan tambahan vitamin larut lemak. 31,32

2. Tindakan bedah

Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu

yang ada. 31,32


Tabel 2.3 Manajemen Kolestasis Berdasarkan Manifestasi Klinis5

Gangguan Klinis Manajemen


Malnutrisi akibat dari malaabsorbsi Penggantian dengan diet formula atau
diet trigliserida rantai – panjang menambahkan trigliserida rantai sedang.
Malabsorbsi vitamin larut-lemak Penggantian dengan 10.000 – 15.000
Defisiensi Vitamin A (buta IU/hari/ sebagai Aquasol A
senja/Kulit tebal)
Defisiensi Vitamin E (degenerasi Penggantian dengan 50-400 IU/hari  -
neoro-muskuler) tokoferol oral atau TGPS.
Definisensi vitamin K Penggantian dengan 2,5 – 5,0 mg selang
(hipoprotrombine-mia) sehari sebagai derivat menadion larut air
Defisiensi mikronutrien Penambahan kalsium fosfat dan seng
Defisiensi vitamin larut air. Penambahan 2x dosis harian yang
dianjurkan
Retensi unsure empedu seperti asam Pemberian koleretik atau asam
empedu dan kolesterol (gatal atau ursodeoksikolat, 15-20 mg/kg/hari atau
xantomata). pengikat asam empedu (kolestiramin 8-
16 gr/hari.
Penyakit hati progresif Manajemen sementara atau pengendalian
Hipertensi porta (perdarahan perdarahan, mengurangi garam;
varises, asites, hipersplenisme) sepironolakton
Penyakit hati stadium akhir (gagal Transplantasi
hati).

22
J. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada penyakit dasar, umumnya baik yaitu 60% sembuh

pada kasus sindrom hepatitis neonatal yang sporadik, sementara pada kasus yang

bersifat familial prognosisnya buruk (60% meninggal). Prognosis hepatitis neonatal

idiopatik biasanya baik dengan mortalitas sebesar 13%-25%. Prediktor untuk

prognosis yang buruk adalah: kuning hebat yang berlangsung lebih dari 6 bulan, tinja

dempul, riwayat penyakit dalam keluarga hepatomegaly persisten dan terdapatnya

inflamasi hebat pada hasil biopsi hati.32

Pada kasus yang disebabkan oleh CMV disertai komplikasi diantaranya atresia

bilier 18%, sirosis hepatis 10%, 2% bayi mengalami kebutaan kortikal, 8%

mengalami gangguan pendengaran, 2% Hidrosefalus, 8% cerebral palsy, dan 2%

kalsifikasi intraserebral.8

23

Вам также может понравиться