Вы находитесь на странице: 1из 7

Pemeriksaan Klinis Neurologi 3

BAB V

Sistem Motorik

 Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil


adanya kelainan penyakit

UMN LMN
o Spastis o Flaccid
o Atropi (-) o Atropi (+)
o Refleks fisiologis o Refleks fisiologis
meningkat menurun
o Refleks patologis (+) o Refleks patologis (-)
o Tonus meningkat o Tonus menurun

 Gangguan Ekstrapiramidal
- Tonus : rigid
- Gerak otot abnormal tidak terkendali
- Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
- Gangguan otot asosiatif
 Pemeriksaan
1. Inspeksi
- Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring,
bergerak, dan berjalan
- Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
- Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama
dengan yang kanan
- Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:
o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis,
merupakan getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot
yang berlawanan secara bergantian.
o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong,
aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh
badan atau seluruh badan. Khas terlihat pada anggota gerak atas
(lengan dan tangan) terutama bagian distal.
o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak
ular, dan melibatkan otot bagian distal, cenderung menyebar ke
proksimal.
o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk
atetose pada lengan atau anggota gerak lain, kemudian gerakan otot
bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu menunjukkan torsi yang
keras dan berbelit.
o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan
cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya
proksimal.
o Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena
kontraksi otot-otot yang biasanya disarafi oleh satu saraf.
o Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.
o Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari
satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik.
o Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot
secara cepat, sekonyong-konuong, sebentar, aritmik, asinergik dan
tidak terkendali.

2. Palpasi
- Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi
untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan.
- Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada
hipotoni.

3. Pemeriksaan Gerakan Pasif


- Penderita disuruh mengistirahatkan ekstre-mitasnya.
- Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya.
Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,cepat,
lebih lambat, dst.
- Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.
- Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti,
jika penderita dapat mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.

4. Pemeriksaan Gerak Aktif


- Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk
memeriksa adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:
1) Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau
badannya dan kita menahan gerakan ini
2) Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien
dan ia disuruh menahan
- Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0 – 5

Angka Keterangan
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi
otot; lumpuh total (plegi)
1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun
tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh
otot tersebut
2 Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini
tidak mampu melawan gaya berat a/
gravitasi (bias bergeser tapi tidak bisa
diangkat)
3 Dapat mengadakan gerakan melawan
gaya berat (ekstremitas bisa diangkat,
meskipun hanya sebentar)
4 Disamping dapat melawan gaya berat,
ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan
yang diberikan
5 Tidak ada kelumpuhan (normal)

Catatan:
 5 : normal
 4–1 : parese (lemah)
 0 : plegi (lumpuh total)

5. Pemeriksaan Koordinasi Gerak


- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum
- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:
o Gangguan keseimbangan
o Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes
tunjuk-hidung (tangan menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit
ditempatkan pada lutut yang satu lagi)
o Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg
berlawanan berturut-turut. Lakukan tes pronasi-supinasi lengan!
Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian
suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya)
secara bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan
lamban dan tidak tangkas.
o Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada
waktunya atau tepat pada tempat yang dituju.
o Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer
(dengan kemauan), dan menjadi lebih nyata bila menghampiri
tujuannya. Dapat diperiksa dengan jalan menyuruh pasien
mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda tersebut,
makin jelas tremor pada tangannya.
o Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar dan
kadang makin lama makin besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak
bagus dan kaku
o Nistagmus : gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik.
o Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan dgn
segera atau menggantikannya dengan antagonisnya.

Fenomena Rebound

Suruh pasien menarik lengannya. Pemeriksa menahannya. Tiba-tiba kita lepaskan.


Perhatikan apakah lengan pasien segera berhenti. Pada gangguan serebellar dapat
terjadi gerakan lewat (rebound) sampai memukul diri sendiri

o Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan
lemah (walaupun tidak ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban,
demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi.
o Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan
gerak pasif. Pada hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebih jauh,
misalnya pada persendian paha, siku, lutut dsb.
o Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata

BAB VI

Sistem Sensorik (Sensibilitas, Perasaan)

 Pendahuluan
- Sistem sensorik : sensasi yang dirasakan/ dialami manusia terhadap
lingkungan sekitarnya baik berupa melihat, mendengar, mencium,
merasakan nyeri, rasa panas, rasa dingin, dsb.
- Reseptor : sel-sel khusus untuk mendeteksi perubahan khusus pada
lingkungan.
- Eksteroseptor : mencakup reseptor yang terlibat terutama pada
lingkungan eksternal, yaitu:
o Badan Ruffini : rangsang panas
o Badan Krause : rangsang dingin
o Badan Meissner & Merkel Ranvier : rangsang raba
o Vater Paccini : rangsang tekan
 Pemeriksaan Sensibilitas
1. Pemeriksaan Sensibilitas Eksteroseptif
- Pemeriksaan Rasa raba
o Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau
kain yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin
o Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri.
o Periksalah seluruh tubuh dan banding-kan bagian-bagian yang
simetris.
o Thigmestesia : rasa raba halus
o Thigmanesthesia : rasa raba hilang
- Pemeriksaan Rasa Nyeri
o Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya
menusuk dengan jarum, memukul dengan benda tumpul, dll
o Dalam praktek sehari-hari, pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan jarum atau peniti.
o Periksa seluruh tubuh, dan bagian-bagian yang simetris
dibandingkan.
o Bila bagian yang simetris dibandingkan, tusukan harus sama kuat.
- Pemeriksaan Rasa Suhu
o Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang
diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan
air panas.
o Penderita disuruh mengatakan “dingin” atau “panas” bila
dirangsang dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air
panas.
o Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan
dibandingkan bagian-bagian yang simetris.
2. Pemeriksaan Sensibilitas Proprioseptif
- Rasa-Gerak (kinetik) dan Rasa-Sikap (statognesia)
 Rasa-gerak dirasakan saat tubuh atau bagian tubuh digerakkan
secara aktif atau pasif
 Pada rasa sikap atau rasa-posisi, seseorang tahu bagaimana sikap
tubuh, atau bagian dari tubuh
 Pemeriksaan rasa-gerak & rasa-sikap:
o Biasanya rasa-gerak dan rasa-posisi diperiksa bersamaan
o Dilakukan dengan cara menggerak-kan jari (kaki) pasien dan
menyelidiki apakah pasien dapat merasakan gerakan tersebut serta
mengetahui arahnya.

Memeriksa rasa gerak dan posisi


- Rasa Getar
 Rasa getar terjadi karena suatu rangsang (impuls) tekan pada
reseptor-mekanis yang terletak agak dalam dan dangkal, yang terjadi
secara bergantian.
 Pemeriksaan rasa getar:
o Pemeriksaan rasa-getar biasanya dilakukan dgn jalan
menempatkan garpu tala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki,
maleolus lateral dan medial kaki, tibia, spina iliaka anterior superior,
sacrum, prosesus spinosus vertebra, sternum, klavikula, prosesus
stiloideus radius dan ulna pada jari-jari.
o Biasanya garpu tala yang digunakan berfrekuensi 128 Hz.
o Garpu tala kita ketok dan ditempatkan pada bagian yang ingin
diperiksa. Pasien disuruh memberi-tahukan bila ia mulai tidak
merasakan getaran lagi.
o Bandingkan dengan bagian anggota tubuh yang lain (yg simetris)
o Rasa Raba-Kasar (Rasa-Tekan)
 Penghantaran stimulusnya diurus oleh serabut susunan funikuli
dorsales
 Diperiksa dengan jalan menekan dengan jari atau benda tumpul
pada kulit, atau dengan jalan memencet otot tendon dan serabut
saraf. Kemudian pasien disuruh memberi tahu apakah ia merasakan
tekanan tersebut
o Rasa Nyeri-Dalam
 Tekanan yang keras menimbulkan rasa nyeri-dalam yang sulit
dilokalisasi dengan tepat, rinci, dan tidak mempunyai batas yang
tegas.
 Pemeriksaan rasa nyeri-dalam:
 Pemeriksa memencet otot lengan atas, lengan bawah, paha,
betis, dan tendon achiles.
 Perhatikan apakah pasien peka terhadap rangsang nyeri-dalam
ini.
 Juga ditekan biji mata, laring, epigastrium dan testis.
3. Pemeriksaan Sensibilitas Interoseptif (Sensasi Viseral)
- Rasa interoseptif adalah perasaan dari visera (organ dalam tubuh),
yaitu rasa yang timbul dari organ-organ internal.
- Sensasi visceral dihantar melalui serabut otonom aferen dan
mencakup rasa nyaman, lapar, mules, perut kembung, dsb.
- Pada pemeriksaan neurology rasa interoseptif ini sukar dievaluasi dan
sukar diperiksa.
4. Sensasi Khusus
Sensasi khusus berupa menghidu, melihat, mendengar, mengecap, dan
keseimbangan diatur oleh saraf otak tertentu (telah dibahas pada BAB IV
Saraf Kranial)
Referensi
1. Bahan Kuliah Sistem Neuropsikiatry, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2004.
2. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Penerbit Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2007.
3. Lumbantobing S, Neurologi Klinik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.
4. Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta,
2008.
5. Protap SMF Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2000.

Вам также может понравиться