Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. LATARBELAKANG
Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Seluruh bidang pekerjaan di dunia
ini pasti menerapkannya sebagai sesuatu yang sangat penting, misalnya peminyakan, perbankan,
IT, ekspedisi luar angkasa, dan lain-lain. Makin besar risiko suatu pekerjaan maka makin besar
perhatiannya pada aspek manajemen risiko ini.
Rumah sakit pun sebagai sebuah institusi dimana aktifitasnya penuh dengan berbagai
risiko keselamatan, sudah selayaknya menerapkan hal ini. Referensi utama manajemen risiko
adalah standar Australia dan New Zealand AS/NZs 4360:2004 yang kemudian diadopsi oleh
lembaga ISO dengan standar ISo 31000:2009, ISo pun menerbitkan standar standar
pendukungnya, yaitu ISO Guide 73:2009 dan ISO/IEC 31010:2009. Dan sudah barang tentu,
seluruh aktifitas manajemen risiko di dunia ini merujuk pada standar-standar tersebut.
Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian
tujuan ( SA?NZS 4360:2004 ). Efek dari ketidakpastian tujuan ( ISO 31000:2009 )
Sedangkan manajemen risiko adalah manajemen risiko adalah budaya, proses dan
struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang-peluang sambil mengelola efek yang tidak
diharapkan ( AS/NZS 4360:2004 ). Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi berkaitan dengan risiko ( ISO 31000:2009 )
Pada saat kita mengerjakan pengembangan perangkat lunak sering kita menghadapi
berbagai situasi yang tidak nyaman seperti keterlambatan pengembangan atau pengeluaran
biaya pengembangan yang melebihi anggaran. Hal ini dikarenakan kurang siapnya kita
menghadapi berbagai kemungkinan resiko yang akan terjadi. Untuk itu perlu dilakukan
identifikasi tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah ataupun meminimalkan resiko
tersebut.
Mengapa manajemen resiko itu penting? Sikap orang ketika menghadapi resiko
berbeda-beda. Ada orang yang berusaha untuk menghindari resiko, namun ada juga yang
sebaliknya sangat senang menghadapi resiko sementara yang lain mungkin tidak terpengaruh
dengan adanya resiko. Pemahaman atas sikap orang terhadap resiko ini dapat membantu
untuk mengerti betapa resiko itu penting untuk ditangani dengan baik.
Beberapa resiko lebih penting dibandingkan resiko lainnya. Baik penting maupun tidak
sebuah resiko tertentu bergantung pada sifat resiko tersebut, pengaruhnya pada aktifitas
tertentu dan kekritisan aktifitas tersebut. Aktifitas beresiko tinggi pada jalur kritis
pengembangan biasanya merupakan penyebabnya.
�Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan sebelum suatu masalah terjadi
�Efisiensi
�Memperbaiki citra
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi
menjadi
Risiko Operasional
Risiko Hazard
Risiko Finansial
Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi
Korporasi (Enterprise Risk Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring
dan evaluasi.
Sejarah
Rekaman tertua terkait pengelolaan risiko dapat ditemukan pada Piagam Hammurabi (codex
Hammurabi), yang dibuat pada tahun 2100 sebelum masehi.[1] Piagam tersebut mencantumkan
peraturan dimana pemilik kapal dapat meminjam uang untuk membeli kargo; namun bila dalam
perjalanan kapalnya tenggelam atau hilang, ia tidak perlu mengembalikan uang pinjaman
tersebut. Masa ini disebut sebagai zaman pertama manajemen risiko, di mana perusahaan hanya
melihat risiko non-entrepreneurial (seperti misalnya keamanan).
Tahun 1970-an dan 1980-an disebut sebagai zaman kedua manajemen risiko di mana
perusahaan-perusahaan asuransi mulai berusaha mendorong pengusaha untuk benar-benar
menjaga barang yang diasuransikan.[1] Pada masa ini juga lahir konsep jaminan mutu (quality
assurance) yang menjamin setiap produk memenuhi spesifikasi standarnya. Konsep ini
dipopulerkan oleh British Standards Institution yang meluncurkan standar kualitas BS 5750 pada
tahun 1979.
Pada tahun 1993, James Lam diangkat menjadi Chief Risk Office, yang merupakan jabatan CRO
pertama di dunia.[1]
Zaman ketiga manajemen risiko dimulai tahun 1995 dengan diterbitkannya AS/NZS 4360:1995
oleh Standards Australia of the World's Risk management Standard.[1]
Pengertian Risiko
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya
cukup informasi tentang apa yang akan terjadi.
Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan.menurut
Wideman, ketidak pastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan
istilah peluang (Opportunity), sedangkan ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang
merugikan dikenal dengan istilah risiko (Risk).
Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau
perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang
dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya kecil
sekali? Misalnya membeli loterei. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat besar
tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli loterei relatif kecil.Apakah ini juga
tergolong Risiko? jawabannya adalah hal ini juga tergolong risiko. Selama mengalami kerugian
walau sekecil apapun hal itu dianggap risiko.
Kategori risiko
Risiko spekulatif
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian.
Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis(business risk).
Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko
yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang
dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.
Risiko murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi
apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila
perusahaan menderita kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian.
kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian, kebakaran hanya
menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk
membakar dengan maksud-maksud tertentu. Risiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat
berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu
cara menghindarkan risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian
dapat diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat
diasuransikan ( insurable risk ).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untung ada
atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk risiko
murni tidak dapat kemungkinan untung.
Risk management plan
Untuk mengurangi bahaya tersebut maka harus ada jaminan untuk meminimalkan
resiko atau paling tidak mendistribusikannya selama pengembangan tersebut dan idealnya
resiko tersebut dihapus dari aktifitas yang mempunyai jalur yang kritis.
Resiko dari sebuah aktifitas yang sedang berlangsung sebagian bergantung pada siapa
yang mengerjakan atau siapa yang mengelola aktifitas tersebut. Evaluasi resiko dan alokasi
staf dan sumber daya lainnya erat kaitannya.
Resiko dalam perangkat lunak memiliki dua karakteristik:
I
Total Biaya
A
Tingkat Resiko
Resiko Tingkat Optimal
Langkah-langkah dalam proses manajemen risiko adalah :
1. Identifikasi resiko
Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas
usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan komplit sangatlah vital dalam manajemen
resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko
yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam
identifikasi resiko antara lain:
Brainstorming
Survei
Wawancara
Informasi histori
Kelompok kerja
Tipe-tipe resiko:
Untuk keperluan identifikasi dan mengelola resiko yang dapat menyebabkan sebuah
pengembangan melampaui batas waktu dan biaya yang sudah dialokasikan maka perlu
diidentifikasikan tiga tipe resiko yang ada yaitu:
Application Factor
Sesuatu yang alami dari aplikasi baik aplikasi pengolahan data yang sederhana,
sebuah sistem kritis yang aman maupun sistem terdistribusi yang besar dengan
elemen real time terlihat menjadi sebuah faktor kritis. Ukuran yang diharapkan
dari aplikasi juga sesuatu yang penting – sistem yang lebih besar, lebih besar
dari masalah error, komunikasi dan manajemennya.
Staff Factor
Pengalaman dan kemampuan staf yang terlibat merupakan faktor utama –
seorang programer yang berpengalaman, diharapkan akan sedikit melakukan
kesalahan dibandingkan dengan programer yang sedikit pengalamannya. Akan
tetapi kita harus juga mempertimbangkan ketepatan pengalaman tersebut-
pengalaman membuat modul dengan Cobol bisa mempunyai nilai kecil jika kita
akan mengembangkan sistem kendali real-time yang komplek dengan
mempergunakan C++.
Beberapa faktor seperti tingkat kepuasan staf dan tingkat pergantian dari staf
juga penting untuk keberhasilan sebarang pengembangan – staf yang tidak
termotivasi atau person utama keluar dapat menyebabkan kegagalan
pengembangan
Project Factor
Merupakan hal yang penting bahwa pengembangan dan obyektifnya terdefinisi
dengan baik dan diketahui secara jelas oleh semua anggota tim dan semua
stakeholder utama. Jika hal ini tidak terlaksana dapat muncul resiko yang
berkaitan dengan keberhasilan pengembangan tersebut. Dengan cara serupa,
perencanaan kualitas yang formal dan telah disepakati harus dipahami oleh
semua partisipan. Jika perencanaan kualitas kurang baik dan tidak
tersosialisasi maka dapat mengakibatkan gangguan pada pengembangan
tersebut.
Project Methods
Dengan mempergunakan spefikasi dan metode terstruktur yang baik pada
manajemen pengembangan dan pengembangan sistem akan mengurangi resiko
penyerahan sistem yang tidak memuaskan atau terlambat. Akan tetapi
penggunaan metode tersebut untuk pertama kali dapat mengakibatkan problem
dan delay.
Hardware/software Factor
Sebuah pengembangan yang memerlukan hardware baru untuk pengembangan
mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan software yang dapat
dibangun pada hardware yang sudah ada (dan familiar). Sebuah sistem yang
dikembangkan untuk satu jenis hardware atau software platform tertentu jika
dipergunakan pada hardware atau software platform lainnya bisa menimbulkan
resiko tambahan (dan tinggi) pada saat instalasi.
Changeover Factor
Kebutuhan perubahan “all-in-one” kedalam suatu sistem baru mempunyai
resiko tertentu. Perubahan secara bertahap atau gradual akan meminimisasi
resiko akan tetapi cara tersebut tidak praktis. Menjalankan secara paralel
dapat memberikan solusi yang aman akan tetapi biasanya tidak mungkin atau
terlalu mahal.
Supplier Factor
Suatu pengembangan yang melibatkan organisasi eksternal yang tidak dapat
dikendalikan secara langsung dapat mempengaruhi keberhasilan
pengembangan. Misal tertundanya instalasi jalur telpon atau pengiriman
peralatan yang sulit dihindari- dapat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan.
Environment Factor
Perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi keberhasilan pengembangan.
Misal terjadi perubahan regulasi pajak, akan mempunyai dampak yang cukup
serius pada pengembangan aplikasi penggajian.
Kesalahan estimasi
Estimasi dapat ditingkatkan melalui analisa data historis untuk aktifitas yang serupa
dan untuk sistem yang serupa. Dengan menyimpan perbandingan antara estimasi
semula dengan hasil akhir akan mengakibatkan beberapa tipe pekerjaan sulit
diestimasi secara tepat.
Resiko ini terjadi jika perkiraan LOC pada kenyataan yang ada jauh melebihi LOC
perkiraan pada perhitungan COCOMO, yang mengakibatkan berubahnya jadwal
pengerjaan dan biaya operasional.
Asumsi perencanaan
Pada setiap tahapan perencanaan, asumsi perlu dibuat, jika tidak benar maka dapat
mengakibatkan resiko tersebut beresiko. Misal pada jaringan aktifitas, aktifitas
dibangun berdasarkan pada asumsi menggunakan metode desain tertentu dimana
memungkinkan urutan aktifitas diubah. Kita biasanya membuat asumsi bahwa setelah
coding, biasanya sebuah modul akan diuji dan kemudian diintegrasikan dengan modul
lainnya. Akan tetapi kita tidak merencanakan pengujian modul yang dapat
mangakibatkan perubahan desain awal. Hal ini dapat terjadi setiap saat.
Pada setiap tahapan pada proses perencanaan, sangat penting untuk memeperinci
secara eksplisit semua asumsi yang dibuat dan mengidentifikasi apa pengaruhnya jika
ternyata dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang sudah direncanakan.
Kemungkinan
Beberapa kemungkinan dapat saja tidak pernah terlihat dan kita hanya dapat
menyakinkan diri kita sendiri bahwa ada sesuatu yang tidak dapat dibayangkan,
kadang-kadang dapat terjadi. Akan tetapi biasanya jarang terjadi hal seperti itu.
Mayoritas kejadian yang tidak diharapkan biasanya dapat diidentifikasi beberapa
spesifikasi kebutuhan kemungkinan diubah setelah beberapa modul telah dikodekan,
programmer senior meninggalkan pengembangan, perangkat keras yang diperlukan
tidak dikirim tapat waktu. Beberapa kejadian semacam itu dapat terjadi sewaktu-
waktu dan walaupun kejadian tersebut kemungkinan terjadinya relatif rendah akan
tetapi kejadian tersebut perlu dipertimbangkan dan direncanakan.
- Optimistic time
Waktu tersingkat yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan
diberi simbol a.
- Pessimistic time
Waktu terlama yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dikarenakan
berbagai kemungkinan yang masuk akal dan diberikan simbol b.
CPM. Akan tetapi dalam hal ini, tanggal aktifitas yang dihitung bukan
merupakan tanggal paling awal akan tetapi merupakan tanggal yang diharapkan
berharap proyek tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 13,5 minggu- tidak
menyelesaikan proyek tersebut akan tetapi tanggal yang diharapkan (atau most
likely). Salah satu keuntungan dari pendekatan ini adalah menempatkan sebuah
Tabel 6.3 berikut ini memperlihatkan contoh estimasi durasi aktifitas yang
(a) (m)
A 5 6 8
B 3 4 5
C 2 3 3
D 3.5 4 5
E 1 3 4
F 8 10 15
G 2 3 4
H 2 2 2.5
Pendekatan PERT juga difokuskan pada ketidakpastian estimasi durasi aktifitas.
bahwa kita tidak yakin dengan apa yang akan terjadi – kita dipaksa untuk
standar deviasi
melakukan estimasi probabilitas tanggal target terpenuhi atau tidak. Teknik ini
bisa saja hanya mempunyai tanggal target tunggal yaitu proyek selesai, akan
tetapi kita diharapkan untuk mengatur tambahan target antara. Misalkan kita
harus menyelesaikan proyek dalam waktu 15 minggu. Kita berharap proyek
tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 13.5 minggu akan tetapi durasinya
bisa lebih dan bisa kurang. Misalkan aktifitas C harus diselesaikan pada minggu
penyerahan produk kepada pelanggan. Untuk itu diperlukan tiga tanggal target
Gambar 6.4
Jaringan PERT dengan tiga buah tanggal target dan perhitungan standar deviasi kejadian
2. Analisa resiko
Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran
resiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan)
dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu
event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa
risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan
probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini
sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat
memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko.
Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu
risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu.
Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk
asset immateriil. Dampak adalah efek biaya, waktu dan kualitas yang dihasilkan suatu resiko.
Idealnya risk impact diestimasi dalam batas moneter dan likelihood dievaluasi sebagai
sebuah probabilitas. Dalam hal ini risk exposure akan menyatakan besarnya biaya yang
diperlukan berdasarkan perhitungan analisis biaya manfaat. Risk exposure untuk
berbagai resiko dapat dibandingkan antara satu dengan lainnya untuk mengetahui
tingkat kepentingan masing-masing resiko.
Akan tetapi, estimasi biaya dan probabilitas tersebut sulit dihitung, subyektif,
menghabiskan waktu dan biaya. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan beberapa
pengukuran yang kuantitatif untuk menilai risk likelihood dan risk impact, karena
tanpa ini sulit untuk membandingkan atau meranking resiko tersebut untuk berbagai
keperluan. Akan tetapi, usaha yang dilakukan untuk medapatkan sebuah
estimasi kuantitatif yang baik akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dan
bermanfaat atas terjadinya suatu permasalahan.
Penilaian likelihood dan impact dengan skala 1-10 relatif mudah, akan tetapi
kebanyakan manajer resiko akan berusaha untuk memberikan skor yang lebih
bermakna, misal skor likelihood 8 akan dipertimbangkan dua kali likelihood dengan
skor 4.
Hasil pengukuran impact, dapat diukur dengan skor yang serupa, harus dimasukkan
pada perhitungan total risk dari proyek tersebut. Untuk itu harus melibatkan beberapa
biaya potensial seperti :
Hazard L I R
R1 Perubahan spesifikasi 1 8 8
Menetapkan konteks ( establishing the context ) tidak dijelaskan karena konteksnya sudah jelas,
yaitu rumah sakit dengan segala aktifitas yang melingkupinya. Komunikasi dan konultasi juga
tidak dijelaskan karena sudah merupakan aktifitas umum di organisasi manapun. Sedangkan
pengawasan ( monitor ) dan tinjauan (review ) akan dibahas dibagian akhir,karena dinilai cukup
penting.
1.Identifikasi Risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan mendeskripsi kan risiko
Hal pertama yang perlu dilakukanm untuk mengelola risiko adalah mengidentifikasinya. Jika
kita tidak dapat mengidentifikasi /mengenal/mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat
apapun terhadapnya. Identifikasi risiko initerbagi menjadi dua yaitu :
Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan dengan cara proaktif
mencari risiko mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit mencapai tujuannya.
Disebut mencari
Keselamatan pasien di rumah sakit merupakan tujuan mendasar setiap rumah sakit.
Indonesia telah mengubah paradigm dari quality ke quality and safety.Isu keselamatan pasien di
Indonesia telah berkembang sejalan dengan semakin maraknya kasus-kasus yang masuk ke
tuntutan hukum dan pengadilan.Kenyataan yang ada di rumah sakit bahwa terdapat ratusan jenis
obat, ratusan test dan prosedur, terdapat banyak pasien, kelompok profesi dan individu stafserta
banyak system dan keberagamanyng semuanya ini sangat esensial menimbulkan kesalahan.
Dimana kesalahan tersebut bisa berdampak terhadap hilangnya kehidupan seorang pasien
ataupun kesalahan fatal lainnya.
Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah ini, dengan
memperhatikan jumlah tenaga (300 orang) dan atau klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran
dimana jenis tempat kerja menurut klasifikasi tingkat resiko bahaya. Bahaya kebakaran
sebagaimana tercantum dalam lampiran I Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP
186/MEN/1999.
Jika ada bagian bangunan yang rusak, maka dilakukan tindakan sebagai berikut :
Suatu pendekatan untuk mengenalkeadaan yang menempatkan pasien pada suatu risiko
dan tindakan untuk mencegahterjadinya risiko tersebut (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General
Hospital, UK)
�Kebijakan dan prosedur untuk mencegah kejadian yang membahayakan (preventing harm)
dan meminimalkan risiko (patient safety).
Prosedur operasional untuk mengangkat dan mengarahkan isu-isu risiko klinis yang
mungkin terjadi melalui kejelasan tanggung jawab dan kendali pada semua lini
pelayanan.
Pemahaman terhadap tingkat dan proses pengambilan keputusan sehingga tidak terjadi
tumpang tindih
Pendekatan multidisiplin dalam mengelola risiko
Komplain dari pasien dan karyawan ditangani segera dan optimal, dan dibuktikan
dengan “consent” dari semua pihak yang terkait
Tinjauan terhadap morbiditas dan mortalitas dilakukan untuk mengenal faktor-faktor
yang dapat dicegah, dan menjamin bahwa pelayanan yang terbaik diberikan
Jika terjadi tuntutan, dilakukan pendekatan untuk mengenal akar masalah (root
cause) dan dilakukan dengan pendekatan budaya tidak menyalahkan
Adanya mekanisme untuk melaporkan terjadi adverse incident baik klinis maupun
non klinis, termasuk kejadian near miss, dan dicatat dalam risk register untuk audit
dan analisis
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera
di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang
merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya.
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan
menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit.
Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit
pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi
dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada
visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis
terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan
secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris
Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran
secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian
identifikasi pasien.
Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur,
dan tepat- pasien.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana
proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat
sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental
yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Langkah penerapan:
B. Bagi Unit/Tim:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan
berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk
memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
Langkah penerapan:
B. Untuk Unit/Tim:
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan
Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan
menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.
Langkah penerapan:
B. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien
guna memberikan umpan balikmkepada manajemen yang terkait;
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit;
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko,
dan ambillah langkahlangkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut;
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan
pencatatan risiko rumah sakit.
Langkah penerapan:
Langkah penerapan:
B. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah
terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera
berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.
Langkah penerapan:
B. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah
pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. MENCEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM
KESELAMATAN PASIEN
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan.
Langkah penerapan:
B. Untuk Unit/Tim :
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien
menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda danpastikan pelaksanaannya.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk
menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus
dilaksanakan oleh setiap rumah sakit.
Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih
langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila
langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila
tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan
metoda-metoda lainnya.