Вы находитесь на странице: 1из 37

PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO

RUMAH SAKIT ISLAM SITI RAHMAh

A. LATARBELAKANG

Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola


ketidakpastian berkaitan dengan ancaman, suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian
risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.

Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Seluruh bidang pekerjaan di dunia
ini pasti menerapkannya sebagai sesuatu yang sangat penting, misalnya peminyakan, perbankan,
IT, ekspedisi luar angkasa, dan lain-lain. Makin besar risiko suatu pekerjaan maka makin besar
perhatiannya pada aspek manajemen risiko ini.

Rumah sakit pun sebagai sebuah institusi dimana aktifitasnya penuh dengan berbagai
risiko keselamatan, sudah selayaknya menerapkan hal ini. Referensi utama manajemen risiko
adalah standar Australia dan New Zealand AS/NZs 4360:2004 yang kemudian diadopsi oleh
lembaga ISO dengan standar ISo 31000:2009, ISo pun menerbitkan standar standar
pendukungnya, yaitu ISO Guide 73:2009 dan ISO/IEC 31010:2009. Dan sudah barang tentu,
seluruh aktifitas manajemen risiko di dunia ini merujuk pada standar-standar tersebut.

Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian
tujuan ( SA?NZS 4360:2004 ). Efek dari ketidakpastian tujuan ( ISO 31000:2009 )

Sedangkan manajemen risiko adalah manajemen risiko adalah budaya, proses dan
struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang-peluang sambil mengelola efek yang tidak
diharapkan ( AS/NZS 4360:2004 ). Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi berkaitan dengan risiko ( ISO 31000:2009 )

B. Pengertian Manajemen Risiko

Manajemen resiko adalah proses pengukuran atau penilaian resiko serta


pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah
memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko,
dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko
tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti
bencana alam atau kebakaran, kematian serta tuntutan hokum). (Wikipedia)
Manajemen resiko adalah rangkaian langkah-langkah yang membantu suatu perangkat
lunak untuk memahami dan mengatur ketidak pastian (Roger S. Pressman).

Pada saat kita mengerjakan pengembangan perangkat lunak sering kita menghadapi
berbagai situasi yang tidak nyaman seperti keterlambatan pengembangan atau pengeluaran
biaya pengembangan yang melebihi anggaran. Hal ini dikarenakan kurang siapnya kita
menghadapi berbagai kemungkinan resiko yang akan terjadi. Untuk itu perlu dilakukan
identifikasi tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah ataupun meminimalkan resiko
tersebut.

Mengapa manajemen resiko itu penting? Sikap orang ketika menghadapi resiko
berbeda-beda. Ada orang yang berusaha untuk menghindari resiko, namun ada juga yang
sebaliknya sangat senang menghadapi resiko sementara yang lain mungkin tidak terpengaruh
dengan adanya resiko. Pemahaman atas sikap orang terhadap resiko ini dapat membantu
untuk mengerti betapa resiko itu penting untuk ditangani dengan baik.

Beberapa resiko lebih penting dibandingkan resiko lainnya. Baik penting maupun tidak
sebuah resiko tertentu bergantung pada sifat resiko tersebut, pengaruhnya pada aktifitas
tertentu dan kekritisan aktifitas tersebut. Aktifitas beresiko tinggi pada jalur kritis
pengembangan biasanya merupakan penyebabnya.

C. Manfaat manajemen risiko

�Pengendalian thd timbulnya adverse event

�Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan sebelum suatu masalah terjadi

�Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektivitas

�Efisiensi

�Mempererat hubungan stakeholders

�Meningkatkan tersedianya informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan

�Memperbaiki citra

�Proteksi terhadap tuntutan

�Akuntabilitas, jaminan, dan governance


�Meningkatkan personal health and well being

D. Prinsip manajemen risiko

 Manajemen risiko meliputi ancaman dan peluang (maksimalisasi peluang, minimalisasi


kehilangan, dan meningkatkan keputusan dan hasil)
 Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang logis dan sistematis untuk meningkatkan
kinerja yang efektif dan efisien
 Manajemen risiko memerlukan pemikiran kedepan
 Manajemen risiko mensaratkan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan
 Manajemen risiko mensaratkan komunikasi
o Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang seimbang antara biaya untuk mengatasi
risiko (dan meningkatkan peluang perbaikan) dengan manfaat yang diperoleh

E. Jenis-jenis Risiko dalam pelayanan

Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi
menjadi

 Risiko Operasional
 Risiko Hazard

 Risiko Finansial

 Risiko Strategik

Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi
Korporasi (Enterprise Risk Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring
dan evaluasi.

Sejarah

Rekaman tertua terkait pengelolaan risiko dapat ditemukan pada Piagam Hammurabi (codex
Hammurabi), yang dibuat pada tahun 2100 sebelum masehi.[1] Piagam tersebut mencantumkan
peraturan dimana pemilik kapal dapat meminjam uang untuk membeli kargo; namun bila dalam
perjalanan kapalnya tenggelam atau hilang, ia tidak perlu mengembalikan uang pinjaman
tersebut. Masa ini disebut sebagai zaman pertama manajemen risiko, di mana perusahaan hanya
melihat risiko non-entrepreneurial (seperti misalnya keamanan).
Tahun 1970-an dan 1980-an disebut sebagai zaman kedua manajemen risiko di mana
perusahaan-perusahaan asuransi mulai berusaha mendorong pengusaha untuk benar-benar
menjaga barang yang diasuransikan.[1] Pada masa ini juga lahir konsep jaminan mutu (quality
assurance) yang menjamin setiap produk memenuhi spesifikasi standarnya. Konsep ini
dipopulerkan oleh British Standards Institution yang meluncurkan standar kualitas BS 5750 pada
tahun 1979.

Pada tahun 1993, James Lam diangkat menjadi Chief Risk Office, yang merupakan jabatan CRO
pertama di dunia.[1]

Zaman ketiga manajemen risiko dimulai tahun 1995 dengan diterbitkannya AS/NZS 4360:1995
oleh Standards Australia of the World's Risk management Standard.[1]

Pengertian Risiko

Risiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya
cukup informasi tentang apa yang akan terjadi.

Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan.menurut
Wideman, ketidak pastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan
istilah peluang (Opportunity), sedangkan ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang
merugikan dikenal dengan istilah risiko (Risk).

Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau
perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang
dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya kecil
sekali? Misalnya membeli loterei. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat besar
tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli loterei relatif kecil.Apakah ini juga
tergolong Risiko? jawabannya adalah hal ini juga tergolong risiko. Selama mengalami kerugian
walau sekecil apapun hal itu dianggap risiko.

Kategori risiko

Risiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk :

1. risiko spekulatif, dan


2. risiko murni.

Risiko spekulatif
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian.

Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis(business risk).
Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko
yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang
dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.

Risiko murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi
apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila
perusahaan menderita kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian.
kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian, kebakaran hanya
menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk
membakar dengan maksud-maksud tertentu. Risiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat
berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu
cara menghindarkan risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian
dapat diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat
diasuransikan ( insurable risk ).

Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untung ada
atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk risiko
murni tidak dapat kemungkinan untung.
Risk management plan

F. Metode Pengelolaan Manajemen Risiko

Untuk mengurangi bahaya tersebut maka harus ada jaminan untuk meminimalkan
resiko atau paling tidak mendistribusikannya selama pengembangan tersebut dan idealnya
resiko tersebut dihapus dari aktifitas yang mempunyai jalur yang kritis.

Resiko dari sebuah aktifitas yang sedang berlangsung sebagian bergantung pada siapa
yang mengerjakan atau siapa yang mengelola aktifitas tersebut. Evaluasi resiko dan alokasi
staf dan sumber daya lainnya erat kaitannya.
Resiko dalam perangkat lunak memiliki dua karakteristik:

- Uncertainty : tidak ada resiko yang 100% pasti muncul.


- Loss : resiko berimbas pada kehilangan.
Dan resiko memiliki tiga kategori:

- Resiko proyek : berefek pada perencanaan proyek.


- Resiko teknikal : berefek pada kualitas dan waktu pembuatan perangkat lunak.
- Resiko bisnis : berefek pada nilai jual produk
Contoh : Seorang programmer yang sangat pintar keluar. Resiko yang mana?

I
Total Biaya
A

Cost Of Expected Losses from


Aversion the risk

Tingkat Resiko
Resiko Tingkat Optimal
Langkah-langkah dalam proses manajemen risiko adalah :

1. Identifikasi resiko
Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas
usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan komplit sangatlah vital dalam manajemen
resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko
yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam
identifikasi resiko antara lain:

 Brainstorming
 Survei
 Wawancara
 Informasi histori
 Kelompok kerja
Tipe-tipe resiko:

Untuk keperluan identifikasi dan mengelola resiko yang dapat menyebabkan sebuah
pengembangan melampaui batas waktu dan biaya yang sudah dialokasikan maka perlu
diidentifikasikan tiga tipe resiko yang ada yaitu:

 Resiko yang disebabkan karena kesulitan melakukan estimasi.


 Resiko yang disebabkan karena asumsi yang dibuat selama proses perencanaan.
 Resiko yang disebabkan adanya even yang tidak terlihat (atau tidak
direncanakan).
Beberapa kategori faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

 Application Factor
Sesuatu yang alami dari aplikasi baik aplikasi pengolahan data yang sederhana,
sebuah sistem kritis yang aman maupun sistem terdistribusi yang besar dengan
elemen real time terlihat menjadi sebuah faktor kritis. Ukuran yang diharapkan
dari aplikasi juga sesuatu yang penting – sistem yang lebih besar, lebih besar
dari masalah error, komunikasi dan manajemennya.

 Staff Factor
Pengalaman dan kemampuan staf yang terlibat merupakan faktor utama –
seorang programer yang berpengalaman, diharapkan akan sedikit melakukan
kesalahan dibandingkan dengan programer yang sedikit pengalamannya. Akan
tetapi kita harus juga mempertimbangkan ketepatan pengalaman tersebut-
pengalaman membuat modul dengan Cobol bisa mempunyai nilai kecil jika kita
akan mengembangkan sistem kendali real-time yang komplek dengan
mempergunakan C++.

Beberapa faktor seperti tingkat kepuasan staf dan tingkat pergantian dari staf
juga penting untuk keberhasilan sebarang pengembangan – staf yang tidak
termotivasi atau person utama keluar dapat menyebabkan kegagalan
pengembangan

 Project Factor
Merupakan hal yang penting bahwa pengembangan dan obyektifnya terdefinisi
dengan baik dan diketahui secara jelas oleh semua anggota tim dan semua
stakeholder utama. Jika hal ini tidak terlaksana dapat muncul resiko yang
berkaitan dengan keberhasilan pengembangan tersebut. Dengan cara serupa,
perencanaan kualitas yang formal dan telah disepakati harus dipahami oleh
semua partisipan. Jika perencanaan kualitas kurang baik dan tidak
tersosialisasi maka dapat mengakibatkan gangguan pada pengembangan
tersebut.

 Project Methods
Dengan mempergunakan spefikasi dan metode terstruktur yang baik pada
manajemen pengembangan dan pengembangan sistem akan mengurangi resiko
penyerahan sistem yang tidak memuaskan atau terlambat. Akan tetapi
penggunaan metode tersebut untuk pertama kali dapat mengakibatkan problem
dan delay.

 Hardware/software Factor
Sebuah pengembangan yang memerlukan hardware baru untuk pengembangan
mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan software yang dapat
dibangun pada hardware yang sudah ada (dan familiar). Sebuah sistem yang
dikembangkan untuk satu jenis hardware atau software platform tertentu jika
dipergunakan pada hardware atau software platform lainnya bisa menimbulkan
resiko tambahan (dan tinggi) pada saat instalasi.

 Changeover Factor
Kebutuhan perubahan “all-in-one” kedalam suatu sistem baru mempunyai
resiko tertentu. Perubahan secara bertahap atau gradual akan meminimisasi
resiko akan tetapi cara tersebut tidak praktis. Menjalankan secara paralel
dapat memberikan solusi yang aman akan tetapi biasanya tidak mungkin atau
terlalu mahal.

 Supplier Factor
Suatu pengembangan yang melibatkan organisasi eksternal yang tidak dapat
dikendalikan secara langsung dapat mempengaruhi keberhasilan
pengembangan. Misal tertundanya instalasi jalur telpon atau pengiriman
peralatan yang sulit dihindari- dapat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan.

 Environment Factor
Perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi keberhasilan pengembangan.
Misal terjadi perubahan regulasi pajak, akan mempunyai dampak yang cukup
serius pada pengembangan aplikasi penggajian.

 Health and Safety Factor


Ada satu isu utama yaitu faktor kesehatan dan keamanan dari partisipan yang
terlibat dalam pengembangan software walaupun tidak umum (dibandingkan
dengan pengembangan teknik sipil) yang dapat mempengaruhi aktifitas
pengembangan.

Kesalahan estimasi

Beberapa pekerjaan lebih sulit untuk melakukan estimasi dibandingkan pekerjaan


lainnya disebabkan karena terbatasnya pengalaman pada pekerjaan serupa atau
disebabkan karena jenis pekerjaan tersebut. Pembuatan sebuah user manual
merupakan langkah yang tepat yang dapat dipertanggungjawabkan dan sebagai bukti
bahwa kita pernah mengerjakan tugas yang serupa sebelumnya. Dengan pengalaman
itu seharusnya kita mampu untuk melakukan estimasi dengan lebih tepat mengenai
berapa lama pekerjaan dapat diselesaikan dan berapa besarnya biaya yang
dibutuhkan. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengujian dan
penelusuran program dapat menjadi sesuatu hal yang sulit diprediksi dengan tingkat
keakuratan yang serupa walaupun kita pernah membuat program yang serupa
sebelumnya.

Estimasi dapat ditingkatkan melalui analisa data historis untuk aktifitas yang serupa
dan untuk sistem yang serupa. Dengan menyimpan perbandingan antara estimasi
semula dengan hasil akhir akan mengakibatkan beberapa tipe pekerjaan sulit
diestimasi secara tepat.

Resiko ini terjadi jika perkiraan LOC pada kenyataan yang ada jauh melebihi LOC
perkiraan pada perhitungan COCOMO, yang mengakibatkan berubahnya jadwal
pengerjaan dan biaya operasional.

Asumsi perencanaan

Pada setiap tahapan perencanaan, asumsi perlu dibuat, jika tidak benar maka dapat
mengakibatkan resiko tersebut beresiko. Misal pada jaringan aktifitas, aktifitas
dibangun berdasarkan pada asumsi menggunakan metode desain tertentu dimana
memungkinkan urutan aktifitas diubah. Kita biasanya membuat asumsi bahwa setelah
coding, biasanya sebuah modul akan diuji dan kemudian diintegrasikan dengan modul
lainnya. Akan tetapi kita tidak merencanakan pengujian modul yang dapat
mangakibatkan perubahan desain awal. Hal ini dapat terjadi setiap saat.

Pada setiap tahapan pada proses perencanaan, sangat penting untuk memeperinci
secara eksplisit semua asumsi yang dibuat dan mengidentifikasi apa pengaruhnya jika
ternyata dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang sudah direncanakan.

Kemungkinan

Beberapa kemungkinan dapat saja tidak pernah terlihat dan kita hanya dapat
menyakinkan diri kita sendiri bahwa ada sesuatu yang tidak dapat dibayangkan,
kadang-kadang dapat terjadi. Akan tetapi biasanya jarang terjadi hal seperti itu.
Mayoritas kejadian yang tidak diharapkan biasanya dapat diidentifikasi beberapa
spesifikasi kebutuhan kemungkinan diubah setelah beberapa modul telah dikodekan,
programmer senior meninggalkan pengembangan, perangkat keras yang diperlukan
tidak dikirim tapat waktu. Beberapa kejadian semacam itu dapat terjadi sewaktu-
waktu dan walaupun kejadian tersebut kemungkinan terjadinya relatif rendah akan
tetapi kejadian tersebut perlu dipertimbangkan dan direncanakan.

Metode untuk evaluasi pengaruh ketidakpastian ini terhadap jadwal proyek:

 Penggunaan PERT untuk evaluasi pengaruh ketidakpastian


PERT dikembangkan untuk menghitung estimasi ketidakpastian lingkungan
terhadap durasi pekerjaan. PERT dikembangkan pada suatu lingkungan proyek
yang mahal, beresiko tinggi dan kompleks. Metode PERT ini memerlukan tiga
estimasi:

- Most likely time


Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam situasi
normal dan diberikan simbol m.

- Optimistic time
Waktu tersingkat yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan
diberi simbol a.

- Pessimistic time
Waktu terlama yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dikarenakan
berbagai kemungkinan yang masuk akal dan diberikan simbol b.

PERT mengkombinasikan ketiga estimasi tersebut untuk membentuk durasi


tunggal yang diharapkan, te = a + 4m + b

 Penggunaan durasi yang diharapkan


Durasi yang diharapkan dipergunakan supaya suatu forward pass dapat melalui

sebuah jaringan; dengan mempergunakan metode yang sama dengan teknik

CPM. Akan tetapi dalam hal ini, tanggal aktifitas yang dihitung bukan
merupakan tanggal paling awal akan tetapi merupakan tanggal yang diharapkan

dapat mencapai aktifitas tersebut.

Jaringan PERT yang diperlihatkan pada gambar 3 memperlihatkan bahwa kita

berharap proyek tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 13,5 minggu- tidak

seperti CPM yang tidak memperlihatkan tanggal paling awal untuk

menyelesaikan proyek tersebut akan tetapi tanggal yang diharapkan (atau most

likely). Salah satu keuntungan dari pendekatan ini adalah menempatkan sebuah

emphasis dalam ketidakpastian di dunia nyata.

Tabel 6.3 berikut ini memperlihatkan contoh estimasi durasi aktifitas yang

memperkirakan durasi secara optimistic(a), pessimistic(b) dan most likeliy(m).

Tabel 6.3 – Estimasi waktu aktifitas PERT

Aktifitas Durasi Aktifitas (minggu)


Optimistic Most Likely Pessimistic (b)

(a) (m)
A 5 6 8
B 3 4 5
C 2 3 3
D 3.5 4 5
E 1 3 4
F 8 10 15
G 2 3 4
H 2 2 2.5
Pendekatan PERT juga difokuskan pada ketidakpastian estimasi durasi aktifitas.

Perlu tiga estimasi untuk masing-masing aktifitas yang memperlihatkan fakta

bahwa kita tidak yakin dengan apa yang akan terjadi – kita dipaksa untuk

menghitung fakta yang diperkirakan akan terjadi.

 Deviasi stándar aktifitas


Perhitungan kuantitatif tingkat ketidakpastian suatu estimasi durasi aktifitas
bisa diperoleh dengan menghitung standar deviasi s dari sebuah durasi aktifitas
dengan mempergunakan rumus:
Standar deviasi aktifitas porporsional dengan beda antara estimasi optimistic
dan pessimistic, dan dapat dipergunakan sebagai tingkatan ukuran level
ketidakpastian atau resiko masing-masing aktifitas. Durasi yang diharapkan dari
masing-masing aktifitas dan standar deviasi dari proyek tersebut (tabel 3)
dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 6.4- Waktu yang diharapkan dan

standar deviasi

Aktifitas Durasi Aktifitas (minggu)


A m b te s
A 5 6 8 6.17 0.50
B 3 4 5 4.00 0.33
C 2 3 3 2.83 0.17
D 3.5 4 5 4.08 0.25
E 1 3 4 2.83 0.50
F 8 10 15 10.50 1.17
G 2 3 4 3.00 0.33
H 2 2 2.5 2.08 0.08
a: optimistic b: most likely c: pessimistic

te: expected s: standard deviation

 Likehood target terpenuhi


Keuntungan utama dari teknik PERT adalah memberikan suatu metode untuk

melakukan estimasi probabilitas tanggal target terpenuhi atau tidak. Teknik ini

bisa saja hanya mempunyai tanggal target tunggal yaitu proyek selesai, akan

tetapi kita diharapkan untuk mengatur tambahan target antara. Misalkan kita
harus menyelesaikan proyek dalam waktu 15 minggu. Kita berharap proyek

tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 13.5 minggu akan tetapi durasinya

bisa lebih dan bisa kurang. Misalkan aktifitas C harus diselesaikan pada minggu

ke 10 karena salah satu anggota yang melaksanakan aktifitas tersebut sudah

dijadwalkan untuk bekerja pada proyek lain dan kejadian 5 memperlihatkan

penyerahan produk kepada pelanggan. Untuk itu diperlukan tiga tanggal target

pada jaringan PERT seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.

Gambar 6.4

Jaringan PERT dengan tiga buah tanggal target dan perhitungan standar deviasi kejadian

2. Analisa resiko
Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran
resiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan)
dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu
event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa
risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan
probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini
sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat
memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko.
Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu
risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu.
Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk
asset immateriil. Dampak adalah efek biaya, waktu dan kualitas yang dihasilkan suatu resiko.

Dampak Biaya Waktu Kualitas

Sangat Dana mencukupi Agak menyimpang Kualitas agak


rendah dari target berkurang namun
masih dapat
digunakan

Rendah Membutuhkan dana Agak menyimpang Gagal untuk


tambahan dari target memenuhi janji
pada stakeholder

Sedang Membutuhkan dana Penundaan Beberapa fungsi


tambahan berdampak tidak dapat
terhadap dimanfaatkan
stakeholder

Tinggi Membutuhkan dana Gagal memenuhi Gagal untuk


tambahan yang deadline memenuhi
signifikan kebutuhan banyak
stakeholder

Sangat tinggi Membutuhkan dana Penundaan merusak Proyek tidak efektif


tambahan yang proyek dan tidak berguna
substansial
Setelah mengetahui probabilitas dan dampak dari suatu resiko, maka kita dapat mengetahui
potensi suatu resiko. Untuk mengukur bobot resiko kita dapat menggunakan skala dari 1 – 5
sebagai berikut seperti yang disarankan oleh JISC InfoNet:

Skala Probabilitas Dampak

Sangat Hampir tidak mungkin Dampak kecil


rendah terjadi

Rendah Kadang terjadi Dampak kecill pada biaya,


waktu dan kualitas

Sedang Mungkin tidak terjadi Dampak sedang pada biaya,


waktu dan kualitas

Tinggi Sangat mungkin terjadi Dampak substansial pada


biaya, waktu dan kualitas

Sangat tinggi Hampir pasti terjadi Mengancam kesuksesan


proyek

Setelah resiko yang dapat mempengaruhi pengembangan teridentifikasi maka


diperlukan cara untuk menentukan tingkat kepentingan dari masing-masing resiko.
Beberapa resiko secara relatif tidak terlalu fatal (misal resiko keterlambatan
penyerahan dokumentasi) sedangkan beberapa resiko lainnya berdampak besar. (misal
resiko keterlambatan penyerahan software). Beberapa resiko sering terjadi (salah
satu anggota tim sakit sehingga tidak bisa bekerja selama beberapa hari). Sementara
itu resiko lainnya jarang terjadi (misal kerusakan perangkat keras yang dapat
mengakibatkan sebagian program hilang).

Probabilitas terjadinya resiko sering disebut dengan risk likelihood; sedangkan


dampak yang akan terjadi jika resiko tersebut terjadi dikenal dengan risk impact dan
tingkat kepentingan resiko disebut dengan risk value atau risk exposure. Risk value
dapat dihitung dengan formula :

Risk exposure = risk likelihood x risk impact

Idealnya risk impact diestimasi dalam batas moneter dan likelihood dievaluasi sebagai
sebuah probabilitas. Dalam hal ini risk exposure akan menyatakan besarnya biaya yang
diperlukan berdasarkan perhitungan analisis biaya manfaat. Risk exposure untuk
berbagai resiko dapat dibandingkan antara satu dengan lainnya untuk mengetahui
tingkat kepentingan masing-masing resiko.

Akan tetapi, estimasi biaya dan probabilitas tersebut sulit dihitung, subyektif,
menghabiskan waktu dan biaya. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan beberapa
pengukuran yang kuantitatif untuk menilai risk likelihood dan risk impact, karena
tanpa ini sulit untuk membandingkan atau meranking resiko tersebut untuk berbagai
keperluan. Akan tetapi, usaha yang dilakukan untuk medapatkan sebuah
estimasi kuantitatif yang baik akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dan
bermanfaat atas terjadinya suatu permasalahan.

Beberapa manajer resiko mempergunakan sebuah metode penilaian yang sederhana


untuk menghasilkan ukuran yang kuantitatif pada saat mengevaluasi masing-masing
resiko. Beberapa manajer memberikan kategori pada likelihood dan impact dengan
high, medium atau low. Akan tetapi bentuk ini tidak memungkinkan untuk menghitung
risk exposure. Sebuah pendekatan yang lebih baik dan populer adalah memberikan
skor pada likelihood dan impact dengan skala tertentu misal 1-10. Jika suatu resiko
kemungkinan besar akan terjadi diberi skor 10, sedangkan jika kecil jika kemungkinan
terjadinya kecil maka akan diberi nilai 1.

Penilaian likelihood dan impact dengan skala 1-10 relatif mudah, akan tetapi
kebanyakan manajer resiko akan berusaha untuk memberikan skor yang lebih
bermakna, misal skor likelihood 8 akan dipertimbangkan dua kali likelihood dengan
skor 4.

Hasil pengukuran impact, dapat diukur dengan skor yang serupa, harus dimasukkan
pada perhitungan total risk dari proyek tersebut. Untuk itu harus melibatkan beberapa
biaya potensial seperti :

 Biaya yang diakibatkan keterlambatan penyerahan atas jadwal yang sudah


ditentukan
 Biaya yang berlebihan dikarenakan harus menambah sumber daya atau dikarenakan
mempergunakan sumber daya yang lebih mahal
 Biaya yang tidak terlihat pada beberapa komponen kualitas atau fungsionalitas
sistem
Tabel 6.1 berikut ini memperlihatkan contoh hasil evaluasi nilai resiko. Perhatikan
bahwa resiko yang bernilai tertinggi tidak selalu akan menjadi resiko yang pasti terjadi
maupun akan menjadi resiko dengan potensi impact yang terbesar.

Tabel 6.1 – Contoh evaluasi nilai risk exposure

Hazard L I R
R1 Perubahan spesifikasi 1 8 8

kebutuhan selama coding


R2 Spesifikasi perlu lebih lama 3 7 21

dibandingkan yang diperlukan


R3 Staf sakit yang berpengaruh 5 7 35

pada aktifitas yang kritis


Secara garis besar, proses manajemen risiko dapat dijelaskan seperti ilustrasi berikut ini:

C ESTABILISHING THE CONTEXT M


O O
M N
U I
N T
I RISK IDENTIFICATION O
C R
A
T &
I
O R
N RISK ANALYSIS E
& V
C I
O E
N W
S
RISK EVALUATION
U
L
T
I
O
RISK TREATMENT
n

Menetapkan konteks ( establishing the context ) tidak dijelaskan karena konteksnya sudah jelas,
yaitu rumah sakit dengan segala aktifitas yang melingkupinya. Komunikasi dan konultasi juga
tidak dijelaskan karena sudah merupakan aktifitas umum di organisasi manapun. Sedangkan
pengawasan ( monitor ) dan tinjauan (review ) akan dibahas dibagian akhir,karena dinilai cukup
penting.

1.Identifikasi Risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan mendeskripsi kan risiko

Hal pertama yang perlu dilakukanm untuk mengelola risiko adalah mengidentifikasinya. Jika
kita tidak dapat mengidentifikasi /mengenal/mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat
apapun terhadapnya. Identifikasi risiko initerbagi menjadi dua yaitu :

a. Identifikasi risiko proaktif


b. Identifikasi risiko reaktif

Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan dengan cara proaktif
mencari risiko mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit mencapai tujuannya.
Disebut mencari

Keselamatan pasien di rumah sakit merupakan tujuan mendasar setiap rumah sakit.
Indonesia telah mengubah paradigm dari quality ke quality and safety.Isu keselamatan pasien di
Indonesia telah berkembang sejalan dengan semakin maraknya kasus-kasus yang masuk ke
tuntutan hukum dan pengadilan.Kenyataan yang ada di rumah sakit bahwa terdapat ratusan jenis
obat, ratusan test dan prosedur, terdapat banyak pasien, kelompok profesi dan individu stafserta
banyak system dan keberagamanyng semuanya ini sangat esensial menimbulkan kesalahan.
Dimana kesalahan tersebut bisa berdampak terhadap hilangnya kehidupan seorang pasien
ataupun kesalahan fatal lainnya.

G. Manajemen Risiko Disaster Plan

Jika ada bencana maka dilakukan tindakan sebagai berikut :

- Bunyikan alarm tanda bencana atau teriakan code orange


- Carilah bantuan atau telepon 1013
- Keluarlah menuju titik kumpul jangan gunakan lift
- Laporkan ke petugas di area terdekat
- Jangan masuk ke ruangan kembali sampai dipastikan keamanannya.
- Bagi wanita yang menggunakan sepatu hak tinggi harap dilepaskan.
- Bagi petugas ruangan rawat inap, lakukan evakuasi pasien sesuai prosedur yang
berlaku.
-

H. Manajemen Risiko Penanggulangan Kebakaran

Jika ada tanda gawat darurat :

- Bunyi kan alarm kebakaran atau teriakan core red


- Carilah bantuan atau telepon 1013
- Keluarlah menuju titik kumpul jangan gunakan lift
- Laporkan ke petugas di area terdekat
- Jangan masuk ke ruangan kembali sampai dipastikan keamanannya.
- Bagi wanita yang menggunakan sepatu hak tinggi harap dilepaskan.
- Bagi petugas ruangan rawat inap, lakukan evakuasi pasien sesuai prosedur yang berlaku.

Petugas peran kebakaran


Petugas peran kebakaran berjumlah sekitar 24 orang di mana menurut peraturan sekurang
– kurangnya 2 (dua) orang setiap tenaga kerja 25. dimana tenaga kerja di RSI Siti
Rahmah berjumlah 300 orang.
Tugas :
- Mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat
menimbulkan bahaya kebakaran.
- Memadamkan kebakaran pada tahap awal.
- Mengarahkan evakuasi orang dan barang
- Mengadakan koordinasi dengan instansi terkait
- Mengamankan lokasi kebakaran.
Regu penanggulangan kebakaran
Tugas :
- Mengindentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan
bahaya kebakaran.
- Melakukan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran
- Memberikan penyuluhan tentang penanggulangan kebakaran pada tahap awal.
- Membantu menyusun buku rencana tanggap darurat penanggulangan kebakaran.
- Memadamkan kebakaran
- Mengarahkan evakuasi orang dan barang
- Mengadakan koordinasi dengan instansi terkait
- Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan
- Mengamankan seluruh lokasi tempat kerja
- Melakukan koordinasi seluruh petugas peran kebakaran.

Koordinator unit penanggulangan kebakaran


Tugas :
- Memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari instansi yang
berwenang.
- Menyusun program kerja dan kegiatan tentang cara penanggulangan kebakaran.
- Mengusulkan anggaran, sarana dan fasilitas penanggulangan kebakaran kepada
pengurus.

Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah ini, dengan
memperhatikan jumlah tenaga (300 orang) dan atau klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran
dimana jenis tempat kerja menurut klasifikasi tingkat resiko bahaya. Bahaya kebakaran
sebagaimana tercantum dalam lampiran I Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP
186/MEN/1999.

I. Manajemen Risiko Penanggulangan Banjir

Jika ada tanda-tanda banjir memasuki ruang rawatan pasien :

- Bunyikan alarm atau teriakan code yellow


- Carilah bantuan atau telepon 1013
- Laporkan ke petugas di area terdekat.
- Kerahkan petugas untuk mengevakuasi pasien ke tempat yang lebih tinggi
- Bagi petugas ruangan rawat inap, lakukan evakuasi pasien sesuai prosedur yang berlaku

J. Manajemen Risiko Utilitas

a. Manajemen Listrik Mati

Jika Listrik Mati maka akan dilakukan tindakan sebagai berikut :


- Laporkan ke petugas genset
- Petugas genset memasang tombol genset
- Lakukan ini dalam waktu 12 detik
- Biarkan lampu genset menyala
- Jika lampu nyala kembali maka lampu genset akan mati secara otomatis.

b. Manajemen Risiko Air Mati dalam 24 jam :

Jika Air mati maka akan dilakukan tindakan sebagai berikut :


-Laporkan ke petugas di area terdekat
- Petugas melakukan koordinasi dengan pihak Gizi
- Untuk air minum ditanggulangi dengan menggunakan air gallon dari perusahaan MoU
- Untuk air mandi diminta bantuan dengan pihak kedua yang telah ada MoU

K. Manajemen Risiko Alat Rusak :

Jika Alat Rusak maka akan dilakukan tindakan sebagai berikut :

- Laporkan ke petugas di Instalasi Pemeliharaan Sarana


- Petugas IPRS memeriksa alat yang rusak
- Petugas IPRS membuat berita acara barang rusak
- Petugas IPRS membuat surat rekomendasi untuk mendatangkan teknisi kepada
Ka.Instalasi
- Teknisi dari Supplier dijadwalkan kedatangannya setelah melakukan koordinasi dengan
petugas IPRS dan ditetapkan harga perbaikan alat melalui surat penawaran perbaikan
alat.
- Teknisi dari supplier datang untuk memperbaiki alat yang rusak
- Teknisi dari supplier membuatkan berita pemeriksaan alat rusak
- Teknisi dari supplier membuatkan surat penawaran spare part alat yang harus diganti.
- Pihak Keuangan membuatkan persetujuan untuk diperbaiki dan diganti spare pat alat.
- Pihak Keuangan mengirim down payment dari harga spare part
- Pihak supplier mengirim teknis dan spare part alat untuk diganti kea lat yang rusak.

L. Manajemen Risiko Bangunan Rusak/Renovasi

Jika ada bagian bangunan yang rusak, maka dilakukan tindakan sebagai berikut :

- Laporkan ke petugas di area terdekat


- Petugas tersebut melaporkan kebagian Umum
- Bagian Umum melakukan koordinasi dengan pihak pemilik RS
- Pihak pemilik menyiapkan pekerja dan bahan-bahan bangunan yang terkait dengan
bagian yang rusak
- Selama perbaikan/renovasi berlangsung pihak manajemen RS harus memberikan plang
informasi “ Maaf kenyamanan anda terganggu, Bangunan ini sedang direnovasi “
- Jika terkait dengan pekerja, pekerja harus mengenakan helm kerja
- Jika terkait dengan keselamatan pasien zona harus di beri seng atau jarring-jaring
pelindung.

M. Manajemen Risiko Klinis ( Clinical risk management )

Suatu pendekatan untuk mengenalkeadaan yang menempatkan pasien pada suatu risiko
dan tindakan untuk mencegahterjadinya risiko tersebut (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General
Hospital, UK)

Elemen struktur dari manajemen risiko klinis

�Authority : siapa yang bertanggung jawab


�Visibility: manager maupun program-programnya
�Communication
�Coordination
�Accountability

Lingkup (strategi dan kebijakan) manajemen risiko

0�Strategi manajemen risiko:


1 Proaktif
2 Reaktif
3
�Kebijakan dan prosedur untuk melaporkan setiap insiden

�Kebijakan dan prosedur menangani komplain

�Informasi penanganan komplain bagi karyawan

�Kebijakan dan prosedur untuk menangani tuntutan

�Kebijakan dan prosedur untuk mencegah kejadian yang membahayakan (preventing harm)
dan meminimalkan risiko (patient safety).

Metode Strategi Proaktif :

 Prosedur operasional untuk mengangkat dan mengarahkan isu-isu risiko klinis yang
mungkin terjadi melalui kejelasan tanggung jawab dan kendali pada semua lini
pelayanan.

 Pemahaman terhadap tingkat dan proses pengambilan keputusan sehingga tidak terjadi
tumpang tindih
 Pendekatan multidisiplin dalam mengelola risiko

 Pelatihan orientasi bagi karyawan baru, terutama dalam mengoperasikan peralatan


medis/klinis

 Kebijakan dalam pemeliharaan peralatan yang dikerjakan secara konsisten

 Kebijakan dalam:fire safety,


infectious and non-infectious waste management,
infection control
occupational health
 Audit klinis yang dilaksanakan secara teratur dengan tindak lanjut yang nyata.
 Pengelolaan dokumen rekam medik, pencatatan medik yang akurat dan terjamin
ketelursuran
 Komunikasi dalam tim medis, tim keperawatan terpelihara dengan baik
 Serah terima dilakukan secara adekuat
 Adanya komunikasi yang terdokumentasi antara staff dan pasien/keluarga mengenadi
keputusan terapi/tindakan klinis
 Dokumentasi spesifik keadaan-keadaan medis tertentu, misalnya alergi, dsb, pada
rekam medik, yang secara legal ditandatangani

Metode Strategi Reaktif

 Komplain dari pasien dan karyawan ditangani segera dan optimal, dan dibuktikan
dengan “consent” dari semua pihak yang terkait
 Tinjauan terhadap morbiditas dan mortalitas dilakukan untuk mengenal faktor-faktor
yang dapat dicegah, dan menjamin bahwa pelayanan yang terbaik diberikan
 Jika terjadi tuntutan, dilakukan pendekatan untuk mengenal akar masalah (root
cause) dan dilakukan dengan pendekatan budaya tidak menyalahkan
 Adanya mekanisme untuk melaporkan terjadi adverse incident baik klinis maupun
non klinis, termasuk kejadian near miss, dan dicatat dalam risk register untuk audit
dan analisis

N. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera
di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang
merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya.

Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan
menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit.

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:


1. hak pasien
2. mendidik pasien dan keluarga
3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian 7 ( tujuh ) standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:

Standar I. Hak pasien


Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Standar:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan


Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit
pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi
dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada
visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis
terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan
secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris
Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuksetiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatanpasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner
dalam pelayanan pasien.

Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang
diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI
(KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran
secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut :

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian
identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran I


Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien
yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud
sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi
pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk
kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses
identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah,
atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya
dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau
lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan
rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa
identitas.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar
dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I


1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para
pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien,
akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi
dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan
kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang
lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa
apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur
pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali
(read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD
atau ICU.

Elemen Penilaian Sasaran II


1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap
oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan
hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau
melalui telepon secara konsisten.
SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI
(HIGH-ALERT)
Standar SKP III
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang
perlu diwaspadai (high-alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III


Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan
secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-
alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan
dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja
(misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih
pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila
perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat
kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat
darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah
dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.
Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit
dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut
sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas,
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPATPASIEN


OPERASI.

Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur,
dan tepat- pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran IV


Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan
dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak
efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di
samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian
singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga
praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient
Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site,
Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat
dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh
operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau
multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
� memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
� memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia,
diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
� melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana
proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat
sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental
yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN
Standar SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risikoinfeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan
kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan
kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)
yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi
nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran V


1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan
dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH


Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.

Maksud dan Tujuan Sasaran VI


Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam
konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah
sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko
cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap
konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan,
dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan
dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan
risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Mengacu kepada standar keselamatan pasien , maka rumah sakit harus merancang proses baru
atau memperbaiki proses yang ada,memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan
data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”.

Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah


sebagai berikut:

1. MEMBANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN


Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

Langkah penerapan:

A. Bagi Rumah Sakit:


Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan staf segera
setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan
dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual
bilamana ada insiden.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
3) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.

B. Bagi Unit/Tim:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan
berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk
memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

2. MEMIMPIN DAN MENDUKUNG STAF


Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah
sakit.

Langkah penerapan:

A. Untuk Rumah Sakit:


1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien
2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi
“penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat
manajemen rumah sakit
4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan
pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.

B. Untuk Unit/Tim:
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan
Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan
menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

3. MENGINTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO


Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan asesmen hal
yang potensial bermasalah.

Langkah penerapan:

A. Untuk Rumah Sakit:


1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan nonklinis,
serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf;
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor
oleh direksi/pimpinan rumah sakit;
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan
asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.

B. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien
guna memberikan umpan balikmkepada manajemen yang terkait;
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit;
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko,
dan ambillah langkahlangkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut;
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan
pencatatan risiko rumah sakit.

4. MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN


Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Langkah penerapan:

A. Untuk Rumah Sakit:


Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus
dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
B. Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang
terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan
pelajaran yang penting.

5. MELIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN


Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.

Langkah penerapan:

A. Untuk Rumah Sakit:


1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi
terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana
terjadi insiden.
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada
pasien dan keluarganya.

B. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah
terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera
berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.

6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN


PASIEN
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itu timbul.

Langkah penerapan:

A. Untuk Rumah Sakit:


1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan Analisis Akar
Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali
per tahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.

B. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah
pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. MENCEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM
KESELAMATAN PASIEN
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan.

Langkah penerapan:

A. Untuk Rumah Sakit:


1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko,
kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian
pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin
keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang
dilaporkan.

B. Untuk Unit/Tim :
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien
menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda danpastikan pelaksanaannya.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan.

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk
menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus
dilaksanakan oleh setiap rumah sakit.

Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih
langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila
langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila
tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan
metoda-metoda lainnya.

Вам также может понравиться