Вы находитесь на странице: 1из 10

FISIOLOGI PAYUDARA PADA MASA NIFAS

Ada 2 peristiwa fisiologis utama yang terjadi selama masa nifas. Yang pertama
adalah persiapan laktasi dan yang kedua adalah perubahan fisiologis organ-organ dari
kondisi hamil ke kondisi non hamil. Selama 2 minggu pertama setelah melahirkan,
perubahan-perubahan organ yang terjadi berlangsung cukup cepat, namun untuk pulih ke
kondisi seperti sebelum hamil membutuhkan waktu sekitar 6-12 minggu.
Selama masa nifas organ panggul kembali ke kondisi non-gravid, perubahan
metabolik kembali ke kondisi non-gravid dan proses menyusu dipersiapkan. Momen
fisiologis utama yang terjadi pada masa nifas adalah persiapan untuk laktasi. Beberapa
ibu di negara maju negara masih menolak untuk menyusu dan memilih pemberian
makanan pendukung walaupun bukti akan manfaat jangka pendek dan manfaat jangka
panjang dari menyusu semakin banyak. Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-
persiapan pada kelenjar kelenjar mammae untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan
yang terdapat pada kedua mammae antara lain sebagai berikut:
 Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-
kelenjar dan alveolus mammae dan lemak.
 Pada duktus laktiferus terdapat cairan
yang kadang-kadang dapat dikeluarkan,
berwarna kuning (kolostrum).
 Hipervaskularisasi terdapat pada
permukaan maupun pada bagian dalam
mammae. Pembuluh-pembuluh vena
berdilatasi dan tampak dengan jelas.
Tanda ini merupakan pula salah satu tanda
tidak pasti untuk membantu diagnosa
kehamilan.
Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesterone terhadap
hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali, antara lain
lactogenic hormone (prolaktin) yang akan dihasilkan pula. Mammae yang telah
dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar berisi air
susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar-kelenjar susu
berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu
baru berlangsung betul pada hari ke 2-3 postpartum. Selain pengaruh hormonal tersebut,
salah satu rangsangan terbaik untuk mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bayi
itu sendiri. Kadar prolaktin akan meningkat dengan perangsangan fisik pada puting
mammae itu sendiri.
Estrogen dan progesterone, ada dalam jumlah yang besar selama kehamilan,
berturut-turut merangsang sistem duktus dan alveolus payudara. Hal ini menyebabkan
proliferasi dan diferensisasi glandula mammae dan produksi kolostrum yang menyerupai
serum, jernih, dan encer mulai bulan ketiga kehamilan. Kolostrum terus disekresikan
hingga kehamilan cukup bulan. Namun, kadar estrogen yang tinggi selama kehamilan
menghibisi pengikatan prolaktin (hPL) dalam jaringan payudara, sehingga air susu tidak
dihasilkan. Setelah melahirkan, kadar estrogen, progesterone dan hCS (human chorionic
somatotropin) turun secara tajam, dan hPL merangsang alveoli mammae untuk
memproduksi air susu. Yang menarik, kadar hPL yang diperlukan untuk mempertahankan
laktasi lebih rendah dari pada kadar yang tercapai selama kehamilan.
Pengisapan oleh bayi tidak diperlukan untuk mengawali laktasi. Namun,
menyusui diperlukan untuk produksi air susu yang berkesinambungan (pengisapan
merangsang sekresi berkala hPL). Pengisapan juga merangsang pelepasan oksitosin dari
hipofisis posterior melalui reflex neural payudara ke hipofisis. Selain efeknya terhadap
otot polos uterus, oksitosin menimbulkan kontraksi serat otot periasinar payudara,
menyebabkan pengeluaran air susu ke sinus-sinus pengumpul utama yang bertemu di
puting susu. Keadaan ini disebut pengeluaran susu atau pelepasan susu. Ketegangan dan
keletihan akan menghambat proses ini, tetapi tangisan bayi dan kegiatan menyusui akan
merangsang refleks ini.
Selama beberapa hari setelah produksi awal susu (pengisian payudara), reflex
pengeluaran susu mungkin berkurang. Kemudian, payudara menjadi begitu teregang
sehingga puting susu tampak tertarik ke dalam, areola tidak terjangkau oleh upaya si
penyusu dan bayi tidak mendapat atau hanya sedikit mendapat susu.

BENDUNGAN PAYUDARA

Definisi
Bendungan payudara atau
dikenal juga dengan bendungan ASI
adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh
kelenjar yang tidak dikosongkan dengan
sempurna atau karena kelainan pada
puting susu. Payudara bengkak terjadi
karena hambatan aliran darah vena atau
saluran kelenjar getah bening akibat ASI
terkumpul dalam payudara.
Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada
hari pertama lahir masih sedikit.
Penyebab
Penyebab bendungan itu sendiri adalah pengeluaran air susu yang tidak lancar
karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, dapat diakibatkan oleh
isapan bayi pada payudara yang tidak adekuat, keterlambatan pengosongan payudara /
pembatasan waktu menyusui, kesalahan cara menyusui ataupun kelainan pada puting
susu. Tiga komponen dasar dari pembengkakan payudara adammmmlah penyumbatan /
peningkatan vaskularisasi, akumulasi air susu dan edema yang disebabkan oleh
kemacetan dan obstruksi drainase limfatik. Pada tahun 1951, sebuah penelitian
menyatakan urutan terjadinya pembengkakan payudara yakni retensi air susu pada alveoli
 obstruksi aliran air susu  kerusakan alveolus yang distensi  kompresi meningkat.
Kemudian terjadi edema karena stasis vaskuler dan aliran limfe. Jika perbaikan tidak
terjadi pada bagian yang rusak tersebut, maka akan terjadi ganguan pruduksi air susu, dan
selanjutnya terjadi rearbsorbsi kembali dari residu air susu. Peningkatan tekanan
intraduktus menyebabkan sisa susu yang ada mengalami transformasi antar molekul, dan
menyebakan duktus menjadi lebih tebal.
Penting untuk membedakan pembengkakan payudara yang patologis dan
fisiologis. Pembedanya adalah adanya sekret dan tanda adanya produksi susu yang
mengalir. Payudara yang penuh (fisiologis) terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat
mengkilap, edema atau merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar dan kadang-kadang
menetes keluar secara spontan. Bayi mudah menghisap dan mengeluarkan ASI. Hal ini
tidak memerlukan intervensi.
Tanda dan Gejala
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa
panas, berat dan keras, terlihat mengkilat tetapi tidak kemerahan. ASI biasanya mengalir
tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan
sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan
bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi
biasanya akan hilang dalam 24 jam.
Pada kasus pembengkakan payudara yang bersifat patologis, ada distensi
berlebihan dari jaringan payudara, yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan kadang
disertai dengan demam dan malaise. Payudara akan tampak lebih besar, nyeri, dengan
area kemerahan mengkilap yang difus dan edema. Puting susu menjadi rata, menghambat
ALiran air susu. Pembengkakan dapat mempengaruhi areola saja (areolar engorgement),
atau bagian utama payudara (perifer engorgement) atau keduanya. Dalam kasus
pembengkakan areolar, penempelan mulut bayi pada payudara dapat terhambat,
mencegah pengosongan payudara, yang akan semakin meningkatkan pembengkakan dan
rasa sakit.
Penatalaksanaan
 Menyusui lebih sering, sesuai kebutuhan bayi dan dilakukan secara reguler.
 Jika areola mengalami pembengkakan, sedikit air susu dikeluarkan secara manual
dengan pemijatan, sehingga areola cukup lunak untuk dikulum dengan baik oleh
bayi.
 ASI dikeluarkan dengan pompa, pemijatan dilakukan tetapi sering dirasakan sakit.
Pemijatan payudara dengan lembut berguna untuk mengalirkan air susu yang kental
dan menstimulasi reflex let down
 Analgetik dan obat antiinflamasi, dapat membantu mengurangi rasa nyeri, inflamasi
dan edema.
 Menggunakan bra dengan ukuran yang sesuai dengan payudara dengan penampang
yang besar untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menjamin duktus dalam posisi
yang anatomis.
 Kompres hangat untuk membantu pengeluaran air susu.
 Kompres dingin setelah atau diantara proses menyusu untuk mengurangi edema dan
nyeri.
Pencegahan
 Mulai menyusui sesegera mungkin.
 Menyusui sesuai kebutuhan bayi.
 Menyusui dengan teknik yang baik.
 Hindari penggunaan suplementasi tambahan bagi bayi.

kkkkk
MASTITIS

Definisi
Mastitis adalah infeksi dan
peradangan pada parenkim kelenjar
mammae. Mastitis biasanya terjadi pada
wanita yang menyusui dan paling sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan. Sekitar 1% wanita menyusui
mengalami mastitis pada beberapa minggu
pertama setelah melahirkan.
Berdasarkan tempatnya infeksi dibedakan menjadi mastitis yang menyebabkan
abses dibawah areola mamae, mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan
abses ditempat itu, serta mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar
yang menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot dibawahnya. Mastitis yang terjadi
pada tahap awal dapat terjadi akibat drainase ASI yang buruk yang diakibatkan oleh
kesalahan teknik dalam menyusui, sehingga pemberian antibiotik pada tahap ini tidak
dianjurkan. Bila ASI tidak dikeluarkan dari sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI
melambat dan akhirnya berhenti. Namun, proses ini mebutuhkan waktu beberapa hari
dan tidak akan selesai dalam 2-3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat
menyebabkan respon peradangan.
Penyebab
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada
kulit yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi
dan masuk ke dalam saluran air susu melalui retakan di kulit (biasanya pada puting susu).
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu
oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih
mudah mengalami infeksi. Faktor predisposisinya adalah payudara bengkak yang tidak
disusukan secara adekuat, bra yang terlalu ketat, puting susu lecet yang menyebabkan
infeksi.
Sitokin, baik inflamasi dan antiinflamasi normal ditemukan dalam ASI. Sitokin
antiinflamasi dan faktor-faktor lain diduga marupakan pelindung bayi. Tetapi sitokin
inflamasi, seperti interleukin 8, (IL-8) mungkin lebih penting sebagai pelindung payudara
terhadap infeksi. Penigkatan kadar IL-8 ditemukan dalam payudara selama mastits dan
merupakan tanda respon inflamasi telah terjadi. Sebagai bagian dari respon inflamasi,
jalur paraseluler, yang berhubungan erat dengan sel pensekresi ASI di alveoli payudara,
terbuka sehingga manyebabkan bahan-bahan dari plasma masuk dalam ASI, terutama
imunoprotein dan natrium. Pada saat yang sama, peningkatan tekanan dalam saluran ASI
dan alveoli dapat menyebabkan substansi tersebut kembali masuk ke jaringan sekitar, dan
sitokin juga membantu komponen lain menginduksi reaksi antigen.
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda adanya mastitis adalah mengigil, penderita merasa lesu dan tidak ada
nafsu makan. Mammae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,
membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Infeksi hampir selalu unilateral, dan
ditandai pembengkakan biasanya mendahului peradangan. Sekitar 10% wanita dengan
mastitisberlanjut menjadi abses.
Untuk membedakan gejala dan tanda antara mastitis infeksius dan non-infeksius
tidak selalu dapat dilakukan.Walaupun kemungkinan tetap ada, namun direkomendasikan
untuk melaukan penghitungan sel dan koloni pada air susu untuk mendapatkan diagnosis
pasti. Sampel dengan leukosit lebih dari 106 dan lebih dari 103 bakteri per milliliter susu
menunjukkan suatu infeksi bakteri; lebih dari 10 6 leukosit dan kurang dari 103 bakteri
per mililiter susu menunjukkan inflamasi non-infeksius; dan kurang dari 10 6 leukosit dan
kurang dari 103 bakteri per mililiter susu menunjukkan suatu stasis air susu.
Penatalaksanaan
 Jangan berhenti menyusui, teruskan dengan mulai menyusui atau dipompa, jangan
masase/dipijat. Marshall dan kawan-kawan (1975) menunjukkan pentingnya terus
menyusui. Mereka melaporkan bahwa hanya tiga abses yang berkembang di 65
wanita dengan mastitis dan terdapat pada 15 wanita yang berhenti menyusui.
Ketika menyusui secara bilateral, yang terbaik adalah untuk mulai menyusui pada
payudara yang tidak terlibat. Hal ini memungkinkan let-down untuk memulai
sebelum pindah ke payudara lembut. Teknik menyusui harus diperbaiki dan proses
menyusui harus terus dilanjutkan.
 Istirahat
 Kompres hangat/dingin. Kompres hangat sebelum menmyusu dapat membantu
mengalirnya asi, sedangkan kompres dingin yang dilakukan setelah menyusu atau
pada waktu di antara menyusu dapat mengurangi gejala mastitis.
 Pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup
 Analgetik atau obat antiinflamsai non steroid, misalnya ibuprofen atau
paracetamol.
 Antibiotik
Pilihan antimikroba awal dipengaruhi oleh penyebab infeksi. Dicloxacillin, 500 mg
per oral empat kali sehari. Eritromisin diberikan kepada perempuan yang peka
terhadap penisilin. Jika infeksi disebabkan oleh organisme yang resisten dengan
keduanya, sambil menunggu hasil kultur, maka vankomisin atau antimikroba lain
harus diberikan. Meskipun respon klinis mungkin cepat, pengobatan harus
dilanjutkan selama 10 sampai 14 hari. Antibiotik dapat digunakan jika dalam 12-24
jam perrtama kondisi tidak membaik.
Pencegahan
Perawatan puting susu pada laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah
mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan puting susu sebelum dan sesudah
menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Bila ada luka
atau retak pada puting sebaiknya bayi jangan menyusu pada mammae yang bersangkutan,
dan air susu dapat dikeluarkan dan diberikan dengan pijitan/masase pada payudara.

ABSES PAYUDARA

Definisi
Abses payudara adalah suatu
kondisi pada payudara dimana terbentuk
sawar jaringan granulasi yang berbentuk
kapsul dan berisi pus, sebagai akibat dari
suatu proses radang atau infeksi. Dalam
sebuah studi berbasis populasi hampir
1,5 juta wanita Swedia, kejadian abses
payudara adalah 0,1 persen.
Marshall dan kawan-kawan (1975) menunjukkan pentingnya terus menyusui untuk
mencegah abses. Mereka melaporkan bahwa hanya tiga abses yang berkembang di 65
wanita dengan mastitis dan terdapat pada 15 wanita yang berhenti menyusui.
Penyebab
Secara umum, abses mammae terjadi sekunder akibat mastitis yang tidak terobati,
pengobatan lambat atau mastitis dengan pengobatan yang tidak adekuat, atau obstructed
breast atau luka pada mammae yang terinfeksi. Pengosongan yang tidak sempurna dari
mammae yang terkena mastitis ketika ibu menyusu bayinya, menjadi media yang sangat
baik untuk berkembangnya suatu abses mammae. Abses mammae dapat dikenali dengan
adanya sensasi mengambang pada palpasi mammae, namun hal ini tidak sepenuhnya
dapat memastikan ataupun menyingkirkan kemungkinan suatu abses mammae.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi suatu abses, dan membantu dalam
menentukan sisi terbaik untuk melaukan insisi atau aspirasi abses.
Tanda dan Gejala
 Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
 Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
 Payudara yang tegang dan padat kemerahan.
 Pembengkakan dengan adanya fluktuasi. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
Penatalaksanaan
Terapi abses adalah drainase yang biasanya membutuhkan anestesi umum.
Sayatan harus dibuat sesuai dengan garis-garis kulit untuk hasil kosmetik. Dalam kasus
awal, sayatan tunggal tergantung dari fluktuasinya biasanya cukup, tapi beberapa abses
memerlukan beberapa sayatan, kemudian nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang
pipa/handschoen drain ketengah abses, agar nanah bisa keluar. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus.
Sebuah alternatif yang lebih invasif adalah aspirasi jarum dipandu sonografi
menggunakan lokal anestesi, yang memiliki tingkat keberhasilan 80 sampai 90 persen.
Berikan antibiotik kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari atau
eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.
Pencegahan
Pencegahan abses mammae dilakukan dengan melakukan segala tindakan yang
mencegah mastitis karena perkembangan abses mammae berasal dari proses mastitis.

PUTING LECET / CRACKED NIPPLE

Definisi
Cracked nipple berarti lecet pada
puting susu, biasa juga disebut sore
nipple. Pada masa-masa awal menyusui,
kebanyakan wanita merasa nyeri ringan
atau merasa tidak nyaman, dan hal ini
dapat dianggap sebagai hal yang normal.
Namun, jika ibu merasa sangat nyeri saat
menyusui atau puting menjadi rusak,
walaupun hal ini juga sudah umum
terjadi, dapat dianggap sebagai hal yang
tidak normal.
Sebanyak 57% ibu yang menyusui dilaporkan pernah mengalami lecet pada
puting. Biasanya lecet pada puting terjadi karena posisi bayi yang salah saat menyusui,
yakni karena puting tidak masuk ke dalam rongga mulut bayi sampai areola mammae
sehingga bayi hanya menghisap pada bagian puting susu ibu saja.
Penyebab
 Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh
mulut bayi. Bila bayi hanya menyusui pada puting susu, maka bayi akan mendapat
ASI sedikit, karena gusi bayi tidak menekan pada sinus latiferus, sedangkan pada
ibunya akan menjadi nyeri/kelecetan pada puting susu.
 Monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
 Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk
membersihkan puting susu.
 Bayi dengan tali lidah yang pendek atau boiasa disebut frenulum lingual, sehingga
menyebabkan bayi sulit menghisap sampai ke areola payudara dan isapan hanya pada
puting susu saja.
 Dapat timbul apabila ibu menghentikan proses menyusui pada bayi dengan kurang
berhati-hati.
Tanda dan Gejala
Puting lecet ditandai dengan rasa nyeri pada payudara, disertai dengan adanya
retakan atau luka pada puting payudara, meliputi eritema, edema, fisura atau retakan,
lecet, atau bintik-bintik kuning atau gelap dan ekimosis.
Penatalaksanaan
 Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya lebih
sedikit. Untuk menghindari tekanan lokal pad puting maka posisi menyusu harus
sering diubah, untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan
lamanya menyusui. Di samping itu, kita harus yakin bahwa teknik menyusui yang
digunakan bayi benar, yaitu harus menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk
menghindari payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa,
kemudian diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.
 Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-
anginkan sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti-infeksi.
 Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan
payudara.
 Pada puting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak kelapa.
 Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai
terlalu penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu sering.
 Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat menyebabkan
lecet pada puting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis dapat diberikan
nistatin.
 Sebaiknya untuk melepaskan puting dari isapan bayi pada saat bayi selesai
menyusu, tidak dengan memaksa menarik puting tetapi dengan menekan dagu atau
dengan memasukkan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi.
Pencegahan
 Jangan membersihkan puting dengan sabun dan zat pembersih lain, hanya dengan
air. Hindari produk yang dapat mengeluarkan proteksi natural dari puting payudara,
misalnya alkohol atau bahan pengering lainnya.
 Teknik menyusui harus benar.
 Menyusu harus sesuai kebutuhan bayi, sesegera mungkin menyusu bayi ketika bayi
terlihat ingin menyusu.
 Ketika menyusu harus dihentikan, selipkan jari tengah dan jari telunjuk dalam
mulut bayi di antara gusi bayi untuk menghentikan bayi menghisap sebelum mulut
bayi dilepaskan dari payudara.
 Puting susu dan areola harus kering setelah menyusui.
 Jangan memakai lapisan plastik pada pakaian dalam (bra).

PUTING RATA / INVERTED NIPPLE

Definisi
Puting rata (inverted / retracted / flat
nipple) merupakan suatu kelainan
familial, yang terjadi sejak lahir dimana
puting terlihat rata atau tertarik ke
dalam. Hal ini menyebabkan
kemampuan bayi untuk mengulum
puting dan menghisap menjadi
berkurang.
Penyebab
Hal ini disebabkan oleh kegagalan perkembangan puting payudara untuk berelevasi
selama perkembangan fetus. Satu ataupun kedua puting dapat mengalami puting rata.
Tanda dan Gejala
Ada dua jenis puting rata:
1. Retraksi/umbilikasi, dimana puting masih dapat ditarik keluar
2. Invaginasi (true inverted), diamana puting tidak dapat ditarik keluar lagi
Puting tipe inversi retraktil biasanya kembali ke posisi normal dengan sendirinya
dari awal hingga akhir kehamilan. Pada banyak kasus, derajat inversi tidak
mempengaruhi kemampuan bayi untuk menggenggam jaringan areolar dan memasukkan
puting ke mulutnya, walaupun hal ini biasanya membutuhkan waktu yang lama.
Penatalaksanaan
Derajat puting rata dapat dipengaruhi oleh tindakan ibu yang tidak menyusui.
Posisi puting yang terlihat tidak masuk ke dalam mulut bayi tidak selalu mengukur
seberapa baik fungsi dari puting tersebut. Pada banyak kasus, selama ibu memposisikan
bayi dengan baik pada perlekatan dengan areola sehingga puting berada pada posisi yang
baik di dalam mulut bayi, tidak ada alasan bagi ibu yang memiliki puting rata untuk
tidak menyusui bayinya. Selama bayi menghisap, puting akan bertambah panjang
menjadi dua klai dibanding dari posisi istrahatnya. Aktivitas menyusui ini membantu
menjelaskan mengapa tingkat puting rata atau puting inversi akan semakin berkurang
beberapa minggu atau beberapa bulan setelah berulang-ulang menyusui bayi
Puting datar dan tenggelam dapat diperbaiki dengan perasat Hoffman, yaitu
dengan meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari didaerah gelanggung susu,
kemudian dilakukan urutan menuju kearah berlawanan. Pada true inverted nipple,
perasat Hoffman tidak dapat memperbaiki keadaan. Pada keadaan ini ASI harus
dikeluarkan secara manual dengan pijatan tangan atau masase pada payudara, atau
dengan pompa susu dan diberikan pada bayi dengan sendok, gelas, atau pipet.
Dengan pengurutan puting susu, posisi puting susu ini akan menonjol keluar
seperti keadaan normal. Jika dengan pengurutan posisinya tidak menonjol, usaha
selanjutnya adalah dengan memakai Breast Shield atau dengan pompa payudara (Breast
Pump). Jika dengan cara-cara tersebut diatas tidak berhasil (disebut True Inverted
Nipple) maka usaha koreksi selanjutnya adalah dengan tindakan pembedahan (operatif).

Gambar 8. Jenis-jenis pompa payudara


(A. Pompa manual, B. Pompa dua corong, C. Pompa elektrik)

KAJIAN DALAM ISLAM


Masa menyusui adalah masa terpenting bagi pertumbuhan bayi. Nutrisi yang diterima 
bayi pada masa yang diistilahkan sebagai masa emas (golden age) ini ternyata dibahas 
dalam Alquran. Dalam Alquran disebutkan, masa menyusui dalam ajaran Islam adalah 
dua tahun. Firman Allah SWT, Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya”.
Q.S Al-Baqarah : 233. 7

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun”. Q.S Luqman : 14)7

Ayat ini menyuruh seorang anak mengingat betapa besarnya perhatian ibunya. Ada dua 
bentuk jasa paling besar seorang ibu, yaitu ketika lemahnya masa hamil, dan 
menyusuinya selama dua tahun. Dua hal ini adalah jasa sangat besar seorang ibu yang 
disebutkan Allah SWT. Karena itulah si anak wajib berbakti pada ibunya.

Dari dua ayat tersebut, mayoritas ulama menyimpulkan bahwa dua tahun adalah jangka 
waktu yang ditentukan Allah untuk menyusui. Seperti pendapat Ibnu Katsir ketika 
menafsirkan ayat tersebut.

Walau ayat ini berbentuk khabar (informasi) namun ada unsur perintah yang harus 
dilaksanakan umat Islam.

"Ini merupakan petunjuk dari Allah SWT kepada para ibu agar mereka menyusui anak­
anaknya dengan pemberian ASI yang sempurna selama dua tahun," terang Ibnu Katsir.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawiroharjo, Sarjono dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2007. Hal. 269-271
2. Cunningham G. Obstetri Williams. Ed 23rd. Editor Pendit B. Texas: Penerbit Buku
Kedokteran ECG; 2013
3. Word Health Organization. Mastitis, Penyebab dan Penatalaksanaannya. Alih
Bahasa: dr. Bertha Sugiarto. Jakarta: Widya Medika. 2002. Available from: http://
whqlibdoc.who.int/hq/2000/WHO_FCH_CAH_00.13_ind.pdf. Accessed: October 4,
2012
4. Edmonds, D. Keith. Puerperium and Lactation in Dewhurst’s Textbook of Obstetrics
and Gynaecology Seventh Edition. London: Blackwell Publishing. 2007. p. 69-79
5. Nursing Wichita State University, Wichita, Kansas: 2005. p. 247-254
6. Giugliani, Elsa R. J.. Common Problems During Lactation and Their Management
in Journal de Pediatria. Rio J. 2004. P. S147-154. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15583765/. Accessed: October 4, 2012
7. https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/15/06/08/nplpht-anjuran-
alquran-bagi-muslimah-yang-menyusui

Вам также может понравиться