Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh:
ELVIRA RESSA
1102015066
Kelompok 2
Bidang Kepeminatan Kegawatdaruratan
Blok Elektif
Dosen Pembimbing:
dr. Indra Kusuma, M. Biomed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018
DIAGNOSE, TREATMENT, AND EDUCATION OF DIAZEPAM
SUPPOSITORIA USE IN CHILDREN WITH EPILEPSY IN
EMERGENCY ROOM, RUMAH SAKIT PASAR REBO
ABSTRACT
Case Report : A 14-month-old child is brought by his parents to Pasar Rebo Hospital with a
major complaint of seizures 1.5 hours before entering the hospital, yesterday the fever wasn’t
high. There is a history of relapsing seizures 6 hours ago for 1 minute with stiff seizures in the
hands and feet, also eyes glared up.
Discussion : Seizures are a temporary electrical manifestation of the cerebral cortex. The
most frequent type of seizure is tonic-clonic. The diagnosis of epilepsy can be made from the form
and duration of the attack, symptoms during the attack, risk factors, physical and neurological
examinations, lab tests and radiological examinations. Management of epilepsy patients with per
rectal diazepam. Treatment for epilepsy patients is by giving per rectal diazepam parents need to
be educated on how to administer diazepam at home.
Conclusion : The diagnosis can be made by anamnesis (shape, length of attacks, symptoms
before and after the attack, precipitating factors, history of trauma, and risk factors) and clinical
examination (general physical and neurological examination) with EEG or radiological
examination. Initial treatment of epilepsy at home is by giving rectal diazepam at a dose of 5 mg.
Parents need to be educated on how to administer diazepam at home.
ABSTRAK
Deskripsi Kasus : Seorang anak berusia 14 bulan dibawa oleh orang tua ke RSUD Pasar Rebo
dengan keluhan utama kejang 1.5 jam lalu sebelum masuk kerumah sakit, demam tidak tinggi 1
hari yang lalu.Terdapat riwayat kejang berulang 6 jam yang lalu selama 1 menit dengan kejang
kaku pada tangan dan kaki, juga mata mendelik keatas.
Diskusi : Kejang adalah manifestasi elektrik sementara dari korteks serebri. Jenis kejang yang
paling sering tonik-klonik. Diagnosis epilepsi dapat ditegakkan dari bentuk dan lama serangan,
gejala saat serangan, faktor resiko, pemeriksaan fisik dan neurologis, pemeriksaan lab serta
pemeriksaan radiologis. Tatalaksana pada pasien epilepsi dengan diazepam per rektal. Penggunaan
diazepam per rektal di rumah perlu diberikan edukasi kepada orang tuanya.
Kesimpulan : Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis (bentuk, lama serangan,
gejala sebelum dan sesudah serangan, faktor pencetus, riwayat trauma,dan faktor resiko) dan
pemeriksaan klinis ( pemeriksaan fisik umum dan neurologis) dengan hasil pemeriksaan EEG atau
radiologis. Tatalaksana pertolongan pertama epilepsi dirumah dengan diazepam per rektal dengan
dosis 5 mg. Orang tua perlu diberikan edukasi mengenai cara pemberian diazepam di rumah.
I. PENDAHULUAN
Pasien D datang dengan keluhkan kejang berulang 1,5 jam yang lalu
dengan demam 1 hari yang lalu. Terdapat riwayat kejang berulang 6 jam
yang lalu selama 1 menit dengan kejang kaku pada tangan dan kaki, juga
mata mendelik keatas. Menurut literatur, kejang adalah manifestasi
elektrik sementara dari korteks serebri. Suatu kejang terjadi apabila
ketidakseimbangan antara kekuatan eksitatorik dan inhibitorik di dalam
jaringan neuron korteks yang menyebabkan hasil bersih berupa eksitasi
mendadak. Manifestasi klinis yang terjadi tergantung dari jaringan korteks
yang terangsang.
Klasifikasi dan manifestasi klinik kejang dibagi menjadi tiga :
(a) Kejang Umum
Kejang dimulai apabila cetusan epileptik terjadi secara
bersamaan di kedua hemisfer serebri. Kejang umum
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi (Chris, 2014 ).: (1)
tonik-klonik (Grand mal) merupakan jenis kejang yang
paling dikenal. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan
sering penderita akan menangis. Jika berdiri, orang akan
terjatuh, tubuh menegang (tonik) dan diikuti sentakan otot
(klonik). Kejang biasanya berlangsung sekitar dua menit
atau kurang. Hal ini sering diikuti dengan periode
kebingungan, agitasi dan tidur. Sakit kepala dan nyeri juga
biasa terjadi setelahnya . (2) absans terjadi diawali
mendadak ditandai dengan menatap, hilangnya ekspresi,
tidak ada respon, menghenti-kan aktifitas yang dilakukan.
Durasi kurang lebih 10 detik dan berhenti secara tiba-tiba.
(3) tonik dapat terjadi mendadak. Kekakuan singkat pada
otot seluruh tubuh, menyebabkan orang menjadi kaku dan
terjatuh jika dalam posisi berdiri.. Kejang tonik dapat terjadi
pula saat tertidur. (4) atonik biasanya terjadi cedera dan luka
pada kepala. Tidak ada tanda kehilangan kesadaran dan
cepat pemulihan kecuali terjadi cedera (Kristanto, 2017)
(b) Kejang Parsial / Fokal
60 % penderita epilepsi merupakan kejang parsial dan
kejang ini terkadang resisten terhadap terapi antiepileptik
(Kristanto, 2017). Kejang Dimulai dari cetusan epileptik di
suatu area fokal di korteks. Kejang fokal diklasifikasikan
menjadi : (a) parsial sederhana diistilahkan “aura” atau
“warning” dan terjadi sebelum kejang parsial kompleks
atau kejang tonik klonik. Tidak ada penurunan kesadaran,
dengan durasi kurang dari satu menit. Jika terjadi > 30
menit, dinamakan status epilepticus fokal sederhana.
(b) parsial kompleks dapat berlangsung dari 30 detik sampai
tiga menit. Setelah kejang, penderita sering bingung dan
mungkin tidak ingat apa-apa tentang kejang. Berdasarkan
konsensus ILAE 2014, epilepsi dapat ditegakkan pada tiga
kondisi, yaitu: terdapat dua kejadian kejang tanpa provokasi
yang terpisah lebih dari 24 jam, terdapat satu kejadian
kejang tanpa provokasi, namun resiko kejang selanjutnya
sama dengan resiko rekurensi umum setelah dua kejang
tanpa provokasi dalam 10 tahun mendatang, serta sindrom
epilepsi (berdasarkan pemeriksaan EEG) (Kristanto, 2017).
(c) Tidak Terklasifikasi
Pasien D memiliki riwayat epilepsi dan 2 minggu yang lalu baru
pulang di rawat karena kejang berulang. Salah satu anggota keluargannya
yaitu kakaknya menderita epilepsi. Dokter juga menganamnesis ibu nya,
kehamilan ibu normal, pasien D riwayat kelahiran normal, imunisasi
lengkap, nafsu makan baik dan asupan gizi baik. Menurut literatur, faktor
resiko epilepsi antara lain asfiksia neonatorium, riwayat demam tinggi,
riwayat ibu yang memiliki faktor resiko tinggi (wanita dengan latar
belakang susah melahirkan atau penggunan obat-obatan, hipertensi), pasca
trauma kelahiran, riwayat ibu yang menggunakan obat anti konvulsan
selama kehamilan, riwayat intoksikasi obat-obatan maupun alkohol,
adanya riwayat penyakit pada masa anak-anak (campak, mumps),
riwayat gangguan metabolisme nutrisi dan gizi, riwayat keturunan epilepsi
(Kristanto,2017).
IV. SIMPULAN
V. ACKNOWLEDGEMENT
Puji syukur kepada Allah SWT karena rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih kepada Dr. drh. Hj, Titiek
Djannatun selaku Koordinator Penyusun Blok Elektif dan dr. Hj. R.W
Susilowati,M.Kes selaku Koordinator Pelaksana Blok Elektif. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Kamal Anas, Sp.B selaku dosen
pengampu kepeminatan kegawatdaruratan dan dr. Indra Kusuma,
M.Biomed selaku pembimbing kelompok 2 selama blok elektif ini. Juga
terima kasih kepada pihak RS Pasar rebo dan dr. Faiz.
DAFTAR PUSTAKA
Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Gangguan kejang pada bayi dan anak.
In : Rudolph AM, Hoffman JIE, editors. Buku Ajar Pediatri Rudolph
Volume 3. Jakarta : EGC; 2007.p.2134-40
Setyabudhy, et al. 2011. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Suwarba, I Gusti Ngurah. 2011. Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada
Anak. Bali: Sari Pediatri